CA SERVIKS
A. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi dan Fisiologi Genetalia Wanita
2. Genetalia interna
a. Vagina
Tabung yang di lapisi membran dari jenis-jenis epitelium bergaris, khusus dialiri
banyak pembuluh darah dan serabut saraf. Panjangnya dari vestibulum sampai
uterus 71/2. Merupakan penghubung antara introitus vagina dan uterus. Dinding
depan liang senggama (vagina) 9 cm, lebih pendek dari dinding belakang. Pada
puncak vagina sebelah dalam berlipat-lipat disebut rugae.
b. Uterus
Organ yang tebal,berotot berbentuk buah pir,terletak di dalam pelvis antara
rectum di belakang dan kandung kemih di depan, ototnya disebut miometrium.
Uterus terapung di dalam pelvis dengan jaringan ikat dan ligament. Panjang
uterus 71/2 cm, lebar ±5 cm, tebal ±2 cm. Berat 59 gr, dan berat 30-60 gr.
1) Uterus terdiri dari :
a) Fundus uteri (dasar rahim )
Bagian uterus yang terletak antara pangkal saluran telur. Pada
pemeriksaan kahamilan, perabaan fundus uteri dapat memperkirakan usia
kehamilan.
b) Korpus uteri
Bagian uterus yang terbesar pada kehamilan,bagian ini berfungsi sebagai
tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat pada korpus uteri di
sebut kavum uteri atau rongga rahim.
c) Servik uteri
Ujung servik yang menuju puncak vagina disebut porsio,hubungan antara
kavum uteri dan kanalis servikalis disebut ostium uteri internum.
2) Lapisan-lapisan uterus, meliputi :
a) Endometrium
b) Myometrium
c) Parametium
c. Ovarium
Merupakan kelenjar berbentuk kenari, terletak kiri dan kanan uterus di bawah
merupakan tuba uterine dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum
uterus.
d. Tuba fallopi
Tuba fallopi di lapisi oleh epitel bersilia yang tersusun dalam banyak lipatan
sehingga memperlambat perjalanan ovum ke dalam uterus. Sebagian sel tuba
mensekresikan cairan serosa yang memberikan nutrisi pada ovum.Tuba fallopi
disebut juga saluran telur terdapat 2 saluran telur kiri dan kanan. Panjang kira-
kira 12cm tetapi tidak berjalan lurus. Terus pada ujung-ujungnya terdapat
fimbria, untuk memeluk ovum saat ovulasi agar masuk kedalam tuba.
(Tambayong,2002)
2. Epidemiologi
Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uterus merupakan kanker
pembunuh wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Setiap tahunnya,
terdapat kurang lebih 500 ribu kasus baru kanker leher rahim (cervical cancer ),
sebanyak 80 persen terjadi pada wanita yang hidup di negara berkembang. Sedikitnya
231.000 wanita di seluruh dunia meninggal akibat kanker leher rahim. Dari jumlah
itu, 50% kematian terjadi di negara-negara berkembang. Hal itu terjadi karena pasien
datang dalam stadium lanjut.
Menurut data Departemen Kesehatan RI tahun 2007, penyakit kanker leher
rahim saat ini menempati urutan pertama daftar kanker yang diderita kaum wanita
Indonesia. saat ini ada sekitar 100 kasus per 100 ribu penduduk atau 200 ribu kasus
setiap tahunnya Kanker serviks yang sudah masuk ke stadium lanjut sering
menyebabkan kematian dalam jangka waktu relatif cepat. Selain itu, lebih dari 70
persen kasus yang datang ke rumah sakit ditemukan dalam keadaan stadium lanjut.
Menurut Globacan (2002) di seluruh dunia setiap tahun ada 493.243 wanita
terdiagnosa kanker serviks, 273.505 meninggal. Di dunia, lebih dari 700 wanita
meninggal setiap hari karena kanker serviks. Di Indonesia, kanker serviks menempati
urutan pertama kanker pada wanita.
Setiap hari di Indonesia ada 40 orang wanita terdiagnosa dan 20 wanita
meninggal karena kanker serviks. Karena kanker serviks merupakan penyakit yang
telah diketahui penyebabnya dan telah diketahui perjalanan penyakitnya. Ditambah
juga sudah ada metode deteksi dini kanker serviks dan adanya pencegahan dengan
vaksinasi, seharusnya angka kejadian dan kematian akibat kanker serviks dapat
diturun. Banyaknya kasus kanker serviks di Indonesia disebabkan pengetahuan
tentang kanker serviks yang kurang sehingga kesadaran masyarakat untuk deteksi dini
pun masih rendah.
3. Etiologi
Kanker serviks terjadi jika sel - sel serviks menjadi abnormal dan membelah
secara tidak terkendali, jika sel - sel serviks terus membelah, maka akan terbentuk
suatu masa jaringan yang disebut tumor yang bisa bersifat jinak atau ganas, jika tumor
tersebut ganas maka keadaannya disebut kanker serviks.
Penyebab terjadinya kelainan pada sel - sel serviks tidak diketahui secara pasti,
tetapi terdapat beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya kanker
serviks yaitu :
1. HPV ( Human Papiloma Virus )
HPV adalah virus penyebab kutil genetalis ( Kandiloma Akuminata ) yang
ditularkan melalui hubungan seksual. Varian yang sangat berbahaya adalah HPV
tipe 16, 18.
a. Timbulnya keganasan pada binatang yang diinduksi dengan virus papiloma.
b. Dalam pengamatan terlihat adanya perkembangan menjadi karsinoma pada
kondilom akuminata.
c. Pada penelitian 45 dan 56, keterlibatan HPV pada kejadian kanker dilandasi
oleh beberapa faktor yaitu: epidemiologic infeksi HPV ditemukan angka
kejadian kanker serviks yang meningkat.
d. DNA HPV sering ditemukan pada Lis ( Lesi Intraepitel Serviks )
2. Merokok
Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah servik 56 kali lebih tinggi
dibandingkan didalam serum, efek langsung bahan tersebut pada serviks adalah
menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi kokarsinogen infeksi virus.
3. Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini ( kurang dari 18 tahun)
Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan
melakukan hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks.
Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada
usia kurang dari 17 tahun mempunyai resiko 3 kali lebih besar daripada yang
menikah pada usia lebih dari 20 tahun.
4. Berganti - ganti pasangan seksual.
Perilaku seksual berupa gonta - ganti pasangan seks akan meningkatkan
penularan penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan, salah satunya adalah
infeksi Human Papilloma Virus (HPV) telah terbukti dapat meningkatkan
timbulnya kanker serviks, penis dan vulva. Resiko terkena kanker serviks menjadi
10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau lebih. Di
samping itu, virus herpes simpleks tipe 2 dapat menjadi faktor pendamping.
5. Suami atau pasangan seksualnya melakukan hubungan seksual pertama pada usia
18 tahun, berganti - berganti pasangan dan pernah menikah dengan wanita yang
menderita kanker serviks.
6. Pemakaian DES (Diethilstilbestrol) pada wanita hamil untuk mencegah
keguguran.
7. Pemakaian Pil KB.
Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari lima tahun
dapat meningkatkan resiko relatif 1,53 kali. WHO melaporkan resiko relative pada
pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dan meningkat sesuai dengan
lamanya pemakaian.
8. Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamedia menahun.
9. Golongan ekonomi lemah.
Dikaitkan dengan ketidakmampuan dalam melakukan tes pap smear secara rutin
dan pendidikan yang rendah. ( Dr imam Rasjidi, 2010 )
4. Patofisiologi
Dari beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kanker sehingga
menimbulkan gejala atau semacam keluhan dan kemudian sel - sel yang mengalami
mutasi dapat berkembang menjadi sel displasia. Apabila sel karsinoma telah
mendesak pada jaringan syaraf akan timbul masalah keperawatan nyeri. Pada stadium
tertentu sel karsinoma dapat mengganggu kerja sistem urinaria menyebabkan
hidroureter atau hidronefrosis yang menimbulkan masalah keperawatan resiko
penyebaran infeksi. Keputihan yang berkelebihan dan berbau busuk biasanya menjadi
keluhan juga, karena mengganggu pola seksual pasien dan dapat diambil masalah
keperawatan gangguan pola seksual. Gejala dari kanker serviks stadium lanjut
diantaranya anemia hipovolemik yang menyebabkan kelemahan dan kelelahan
sehingga timbul masalah keperawatan gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Pada pengobatan kanker leher rahim sendiri akan mengalami beberapa efek samping
antara lain mual, muntah, sulit menelan, bagi saluran pencernaan terjadi diare
gastritis, sulit membuka mulut, sariawan, penurunan nafsu makan ( biasa terdapat
pada terapi eksternal radiasi ). Efek samping tersebut menimbulkan masalah
keperawatan yaitu nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Sedangkan efek dari radiasi
bagi kulit yaitu menyebabkan kulit merah dan kering sehingga akan timbul masalah
keperawatan resiko tinggi kerusakan integritas kulit. Semua tadi akan berdampak
buruk bagi tubuh yang menyebabkan kelemahan atau kelemahan sehingga daya tahan
tubuh berkurang dan resiko injury pun akan muncul.
Tidak sedikit pula pasien dengan diagnosa positif kanker leher rahim ini merasa
cemas akan penyakit yang dideritanya. Kecemasan tersebut bisa dikarenakan dengan
kurangnya pengetahuan tentang penyakit, ancaman status kesehatan dan mitos
dimasyarakat bahwa kanker tidak dapat diobati dan selalu dihubungkan dengan
kematian. (Price, syivia Anderson, 2005)
Pathway
Terlampir
5. Klasifikasi
Berdasarkan stadium (menurut FIGO 1978)
STADIUM KRITERIA
0 Karsinoma in situ atau karsinoma intra epitel
I Proses terbatas pada serviks dan uterus
Ia Karsinoma serviks preklinis, hanya dapat didiagnosis secara
mikroskopik, lesi tidak lebih dari 3 mm, atau secara mikroskopik
kedalamannya > 3 – 5 mm dari epitel basal dan memanjang tidak
lebih dari 7 mm.
Ib Lesi invasif > 5 mm, dibagi atas lesi ≤ 4 cm dan > 4 cm.
II Proses keganasan telah keluar dari serviks dan menjalar ke 2/3
bagian atas vagina dan atau ke parametrium, tetapi tidak sampai ke
dinding panggul.
Iia Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infiltrat
tumor.
Iib Penyebaran ke parametrium, uni atau bilateral, tetapi belum sampai
ke dinding panggul.
III Penyebaran sampai 1/3 distal vagina atau parametrium sampai
dinding panggul.
IIIa Penyebaran sampai 1/3 distal vagina, namun tidak sampai ke dinding
panggul.
IIIb Penyebaran sampai ke dinding panggul, tidak ditemukan daerah
bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul, atau proses
pada tingkat I atau II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal atau
hidronefrosis.
IV Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan
mukosa rektum dan atau vesika urinaria (dibuktikan secara histologi)
atau telah bermetastasis keluar panggul atau ke tempat yang jauh.
Iva Telah bermetastasis ke organ sekitar
Ivb Telah bermetastasis jauh
6. Manifestasi Klinis
Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda-tanda
yang khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
a. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini
makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan
b. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut
menjadi perdarahan yang abnormal
c. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan berbau
busuk.
d. Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius
e. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
f. Kelemahan pada ekstremitas bawah
g. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang
panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi
infiltrasi kanker pada serabut saraf lumbosakral.
h. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki,
timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rektum),
terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala
akibat metastasis jauh.
7. Pemeriksaan Fisik
Pada klien dengan Ca Seriviks, hasil pemeriksaan fisik yang tampak/ mengalami
masalah adalah :
‒ Rambut
Rontok karena efek dari kemoterapi, tampak kusam, rambut kering
‒ Wajah
Tampak pucat, pada mata tampak conjungtiva anemis, Penurunan penglihatan,
penglihatan menurun dikarenakan hemoglobin yang menurun
‒ Abdomen
Distensi abdomen
‒ Vagina
Keputihan berbau, warna merah, perdarahan merah tua, berbau dan kental
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Sitologi Pap Smear
Salah satu pemeriksaan sitologi yang bisa dilakukan adalah pap smear. Pap
smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test ini
mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu
suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula
kemudian dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop.
Saat ini telah ada teknik thin prep (liquid base cytology) adalah metoda pap
smear yang dimodifikasi yaitu sel usapan serviks dikumpulkan dalam cairan
dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran, darah, lendir serta memperbanyak sel
serviks yang dikumpulkan sehingga akan meningkatkan sensitivitas. Pengambilan
sampel dilakukan dengan mengunakan semacam sikat (brush) kemudian sikat
dimasukkan ke dalam cairan dan disentrifuge, sel yang terkumpul diperiksa dengan
mikroskop.
Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks.
Jika ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan
standar berupa kolposkopi. Penanganan kanker serviks dilakukan sesuai stadium
penyakit dan gambaran histopatologimnya. Sensitifitas pap smear yang dilakukan
setiap tahun mencapai 90%.
b. Kolposkopi
Pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan untuk
mengamati secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang abnormal.
Dengan kolposkopi akan tampak jelas lesi-lesi pada permukaaan serviks, kemudian
dilakukan biopsi pada lesi-lesi tersebut.
c. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
IVA merupakan tes alternatif skrining untuk kanker serviks. Tes sangat mudah
dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non dokter ginekologi, bidan
praktek dan lain-lain. Prosedur pemeriksaannya sangat sederhana, permukaan
serviks/leher rahim diolesi dengan asam asetat, akan tampak bercak-bercak putih
pada permukaan serviks yang tidak normal.
d. Serviksografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa
ekstensi 50 mm. Fotografi diambil oleh tenaga kesehatan danslide (servikogram)
dibaca oleh yang mahir dengan kolposkop. Disebut negatif atau curiga jika tampak
kelainan abnormal, tidak memuaskan jika SSK tidak tampak seluruhnya dan
disebut defek secara teknik jika servikogram tidak dapat dibaca (faktor kamera
atauflash).
Kerusakan (defect) secara teknik pada servikogram kurang dari 3%.
Servikografi dapat dikembangkan sebagai skrining kolposkopi. Kombinasi
servikografi dan kolposkopi dengan sitologi mempunyai sensitivitas masing-
masing 83% dan 98% sedang spesifisitas masing-masing 73% dan 99%. Perbedaan
ini tidak bermakna. Dengan demikian servikografi dapat di-gunakan sebagai
metoda yang baik untuk skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak ada
seorang spesialis sitologi, maka kombinasi servikogram dan kolposkopi sangat
membantu dalam deteksi kanker serviks.
e. Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran 2,5 x
dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau
pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna
putih dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 84%
dan 87% dan negatif palsu sebanyak 12,6% dan positif palsu 16%. Samsuddin dkk
pada tahun 1994 membandingkan pemeriksaan gineskopi dengan pemeriksaan
sitologi pada sejumlah 920 pasien dengan hasil sebagai berikut: Sensitivitas 95,8%;
spesifisitas 99,7%; predictive positive value 88,5%; negative value 99,9%; positif
palsu 11,5%; negatif palsu 4,7% dan akurasi 96,5%. Hasil tersebut memberi
peluang digunakannya gineskopi oleh tenaga paramedis / bidan untuk mendeteksi
lesi prakanker bila fasilitas pemeriksaan sitologi tidak ada.
f. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)
Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur secara
kuantitatif dalam kondisi prakanker maupun kanker.Salah satu PT yang dapat
digunakan untuk mendeteksi adanya perkembangan kanker serviks adalah
CEA (Carcino Embryonic Antigen) dan HCG (Human Chorionic Gonadotropin).
Kadar CEA abnormal adalah > 5 µL/ml, sedangkan kadar HCG abnormal adalah >
5ηg/ml. HCG dalam keadaan normal disekresikan oleh jaringan plasenta dan
mencapai kadar tertinggi pada usia kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat
dideteksi melalui pemeriksaan darah dan urine.
g. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi pendarahan
yang terjadi pada penderita kanker serviks dengan mengukur kadar hemoglobin,
hematokrit, trombosit dan kecepatan pembekuan darah yang berlangsung dalam
sel-sel tubuh.
9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
Pengobatan pada stadium awal, dapat dilakukan operasi sedangkan stadium
lanjut hanya dengan pengobatan dan penyinaran. Tolak ukur keberhasilan
pengobatan yang biasa digunakan adalah angka harapan hidup 5 tahun. Harapan
hidup 5 tahun sangat tergantung dari stadium atau derajatnya beberapa peneliti
menyebutkan bahwa angka harapan hidup untuk kanker leher rahim akan menurun
dengan stadium yang lebih lanjut.
1) Operasi.
Operasi untuk mengambil uterus biasanya dilakukan untuk mengatasi
stadium dini dari kanker serviks. Hysterectomy sederhana yaitu dengan
membuang jaringan kanker, serviks, dan uterus. Hysterectomy biasanya pilihan
hanya jika kanker dalam stadium yang dini – Invasi kurang dari 3 milimeter
(mm) ke dalam serviks. Hysterectomy radikal – Membuang serviks, uterus,
bagian vagina, dan nodus limfe pada area tersebut – merupakan operasi standar
dimana terdapat invasi lebih besar dari 3 mm kedalam serviks dan tidak ada
bukti adanya tumor pada dinding pelvis. Hysterectoy dapat mengobati kanker
serviks stadium dini dan mencegah kanker kembali lagi, namun membuang
uterus membuat pasien tidak mungkin hamil lagi. Efek samping sementara dari
hysterectomy termasuk nyeri pelvis, dan kesulitan dalam pencernaan, dan
urinasi.
2) Radiasi
Terapi radiasi menggunakan energi tinggi untuk membentuk sel kanker.
Terapi radiasi dapat diberikan secara eksternal atau internally (brachytherapy)
dengan menempatkan alat diisi dengan material radioaktif yang akan
ditempatkan di serviks. Terapi radiasi sama efektifnya dengan operasi pada
kanker serviks stadium dini. Bagi wanita dengan kanker serviks yang lebih
berat, radiasi merupakan penatalaksaanaan terbaik. Kedua metode terapi radiasi
ini dapat dikombinasi. Terapi radiasi dapat digunakan sendiri, dengan
kemoterapi, sebelum operasi untuk mengecilkan tumor atau setelah operasi
untuk membunuh sel kanker lainnya yang masih hidup. Efek samping dari
radiasi terhadap area pelcis termasuk nyeri lambung, nausea, diare, iritasi
kandung kemih, dan penyempitan vagina, dimana akan menyebabkan hubungan
seks lebih sulit dilakukan. Wanita premenopausal dapat berhenti menstruasi
sebagai akibat dari terapi radiasi.
3) Kemoterapi.
Kemoterapi dengan agen tunggal digunakan untuk menangani pasien
dengan metastasis extrapelvis sebagaimana juga digunakan pada tumor rekurren
yang sebelum telah ditangani dengan operasi atau radiasi dan bukan merupakan
calon exenterasi. Cisplatin telah menjadi agen yang paling banyak diteliti dan
telah memperlihatkan respon klinis yang paling konsisten. Walaupun ada
beberapa penilitan yang bervariasi, terapi cisplatin agen tunggal memberikan
hasil dengan respon sempurna pada 24% kasus, dengan tambahan 16% dari
terapi ini memperlihatkan respon parsial. Ifosfamide, agen alkylating yang mirip
dengan cyclophosphamide, telah memberikan respon total hingga 29% pada
pasien kanker serviks; namun, efektivitas belum dapat dikonfirmasi oleh semua
peneliti. Agen lainnya yang memberikan paling tidak aktivitas parsial terjadap
kanker serviks termasuk carboplatin, doxorubicin hydrochloride, vinblastine
sulfate, vincristine sulfate, 5-fluorouracil, methotrexate sodium, dan hexamethyl
melamine. Kombinasi paling aktif yang digunakan untuk mengatasi kanker
serviks semuanya mengandung cisplatin. Agen tersebut paling sering digunakan
bersama bleomycin, 5-fluorouracil, mitomycin C, methotrexate,
cyclophosphamide, dan doxorubicin. Penelitian National Cancer Institute
Gynecologic Oncology Group sedang dikerjakan untuk membandingkan
kemampuan dari berbagai kombinasi kemoterapi. Efek samping kemoterapi
tergantung dari obat yang diberikan namun secara umum dapat menyebabkan
diare, lelah, mual, dan rambut rontok. Beberapa obat kemoterapi dapat
mengakibatkan infertilitas dan menopause dini pada wanita premenopause.
4) Kemoradiasi.
Pemakaian kemoradiasi telah diketahui secara luas memberikan harapan
hidup lebih tinggi dibandingkan pemberian radiasi saja pada penanganan kanker
serviks. Kombinasi antara kemoterapi dan terapi radiasi berdasarkan teori dari
pembunuhan sel sinergis – efek terapeutik dari dua modalitas terapi digunakan
bersamaan lebih besar dibandingkan jika 2 modalitas tersebut digunakan tidak
bersamaan. Bila dikombinasikan dengan radiasi, penggunaan mingguan cisplatin
mengurangi resiko progresi selama 2 tahun sebesar 43% ( harapan hidup 2 tahun
= 70%) untuk stadium II B sampai stadium IV A. Pada keadaan ini, cisplatin
sepertinya bekerja sebagai radiosensitizer, dapat menurunkan kemungkinan dari
rekurensi lokal dan lebih mengurangi jumlah kejadian metastasis jau
b. Penatalaksanaan keperawatan
1) Promotif
a) Penyuluhan kesehatan masyarakat dan tingkat gizi yang baik.
b) Pemeliharaan kesehatan perseorangan dan lingkungan.
c) Olahraga secara teratur.
d) Pendidikan seksual yang baik dan benar (penjelasan tentang alat kontrasepsi
dan perilaku seksual yang sehat)
2) Preventif
a) Perubahan pola diet atau suplemen dengan makan banyak sayur dan buah
mengandung bahan-bahan antioksidan dan berkhasiat mencegah kanker
misalnya alpukat, brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur, bawang, bayam, tomat.
b) Vaksin HPV untuk mencegah kanker serviks. Vaksin ini dibuat dengan
teknologi rekombinan, sehingga mempunyai ketahanan yang kuat. Vaksinasi
ini merupakan pencegahan yang paling utama. Vaksinasi ini diberikan untuk
wanita yang belum terinfeksi atau tidak terinfeksi HPV risiko tinggi (16 dan
18).
c) Pemeriksaan kesehatan reproduksi ke rumah sakit melalui tes pap smear.
3) Kuratif
a) Imunoterapi yang merupakan teknik pengobatan baru untuk kanker, yang
mengerahkan dan lebih mendayagunakan sistem kekebalan tubuh untuk
memerangi kanker. Karena hampir selalu menggunakan bahan-bahan alami
dari makhluk hidup, terutama manusia, maka imunoterapi sering juga disebut
bioterapi atau terapi biologis.Sejauh ini ada beberapa jenis imunoterapi yang
telah dikembangkan.
b) Interferon
Merupakan sitokin yang berupa glikoprotein. Interferon, khususnya
interferon alfa, adalah obat imunoterapi pertama yang digunakan untuk
mengobati kanker. Antibodi Monoklonal merupakan antibody yang
dihasilkan oleh satu klon sel. Digunakan dalam identifikasi sel, typing darah
dan penegakan diagnosa.
c) Vaksin Saat ini penggunaan vaksin kanker baru saja dimulai. Sebagian besar
masih dalam tahap penelitian dan uji klinis, sehingga belum bisa digunakan
secara umum.
d) Colony Stimulating Factor (CSFs) kadang disebut juga hematopoietic growth
factors. Obat imunoterapi jenis ini merangsang sumsum tulang belakang
untuk membelah dan membentuk sel darah putih, sel darah merah, maupun
keping darah, yang kesemuanya berperan penting dalam sistem kekebalan
tubuh.
e) Terapi gen yang masih bersifat eksperimental ini memberi harapan besar.
Dengan memasukkan material genetic tertentu ke dalam sel tubuh penderita
kanker, perilaku sel tubuh orang tersebut bisa dikendalikan sesuai kebutuhan.
4) Rehabilitatif
a) Latihan fisik bagi yang mengalami gangguan fisik.
b) Bagi stadium akhir, sebagai perawat melakukan paliatif care.
c. Pencegahan
Kanker stadium dini (karsinoma in situ) sangat susah dideteksi karena belum
menimbulkan gejala yang khas dan spesifik. Kematian pada kasus kanker serviks
terjadi karena sebagian besar penderita yang berobat sudah berada dalam stadium
lanjut. Atas dasar itulah, di beberapa negara pemeriksaan sitologi vagina
merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan kepada para ibu hamil, yang
dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsi bila ditemukan hasil yang mencurigakan.
Dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan janin dapat
dipertahankan dan penyakit ini dapat disembuhkan bisa mencapai hampir 100%.
Malahan sebenarnya kanker serviks ini sangat bisa dicegah. Menurut ahli obgyn
dari New York University Medical Centre , dr. Steven R. Goldstein, kuncinya
adalah deteksi dini.
Kini, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah kanker ini adalah
bentuk skrining yang dinamakan Pap Smear, dan skrining ini sangat efektif. Pap
smear adalah suatu pemeriksaan sitologi yang diperkenalkan oleh Dr. GN
Papanicolaou pada tahun 1943 untuk mengetahui adanya keganasan (kanker)
dengan mikroskop. Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan tidak sakit.
Masalahnya, banyak wanita yang tidak mau menjalani pemeriksaan ini, dan
kanker serviks ini biasanya justru timbul pada wanita-wanita yang tidak pernah
memeriksakan diri atau tidak mau melakukan pemeriksaan ini. 50% kasus baru
kanker serviks terjadi pada wanita yang sebelumnya tidak pernah melakukan
pemeriksaan pap smear. Padahal jika para wanita mau melakukan pemeriksaan
ini, maka penyakit ini suatu hari bisa saja diatasi.
Ada beberapa protokol skrining yang bisa ditetapkan bersama - sama sebagai
salah satu upaya deteksi dini terhadap perkembangan kanker serviks, beberapa di
antaranya :
1. Skrining awal
Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan
seksual (vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya
tidak kurang dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada
karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi prekursornya yang
berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang akan
berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya
sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun.
2. Pemeriksaan DNA HPV
Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif
disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3
sebanyak hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita
dengan umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan
dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS
hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun
atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang
aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu.
Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditenukan kemudian lebih
dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan
usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.
3. Skrining dengan Thinrep / liquid-base method
Disarankan untuk wanita di bawah 30 tahun yang berisiko dan
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan setiap 1 - 3 tahun.
4. Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali
pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif.
10. Komplikasi
a) Komplikasi berkaitan dengan intervensi pembedahan sudah sangat menurun yang
berhubungan dengan peningkatan teknik- teknik pembedaan tersebut. Komplikasi
tersebut meliputi: Fistula uretra, Disfungsi kandung kemih, Emboli pulmonal,
Limfosit, Infeksi pelvis, Obstruksi usus besar, dan Fistula rektovaginal.
b) Komplikasi yang di alami segera saat terapi radiasi adalah reaksi kulit, Sistitis
radiasi dan enteritis.
c) Komplikasi berkaitan pada kemorterapi tergantung pada kombinasi obat yang di
gunakan. Masalah efek samping yang sering terjadi adalah supresi sumsum tulang,
mual dan muntah karena penggunaan kemoterapi yang mengandung sisplatin.
(Gale Danielle, 2000 )
11. Prognosis
Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respon terhadap
pengobatan, 95 % mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien
yang menjalani histerektomi dan memiliki risiko tinggi terjadinya rekurensi harus
terus diawasi karena lewat deteksi dini, perkembangan kanker seviks dapat diobati
dengan radioterapi.
Ada beberapa faktor yang menentukan prognosis dalam angka kejadian kanker
serviks, antara lain :
Usia penderita
Keadaan umum
Tingkat klinis keganasan
Ciri - ciri histologik sel kanker
Kemampuan tim kesehatan untuk menangani
Sarana pengobatan yang tersedia
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Pasien biasanya datang dengan keluhan intra servikal dan disertai keputihan
menyerupai air.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien pada stsdium awal tidak merasakan keluhan yang mengganggu,
baru pada stadium akhir yaitu stadium 3 dan 4 timbul keluhan seperti :
perdarahan, keputihan dan rasa nyeri intra servikal.
3) Riwayat Kesehatan Terdahulu
Data yang perlu dikaji adalah : Riwayat abortus, infeksi pasca abortus, infeksi
masa nifas, riwayat operasi kandungan, serta adanya tumor.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien
d. Pemeriksaan Fisik
Pada klien dengan Ca Seriviks, hasil pemeriksaan fisik yang tampak/ mengalami
masalah adalah :
‒ Rambut
Rontok karena efek dari kemoterapi, tampak kusam, rambut kering
‒ Wajah
Tampak pucat, pada mata tampak conjungtiva anemis, Penurunan penglihatan,
penglihatan menurun dikarenakan hemoglobin yang menurun
‒ Abdomen
Distensi abdomen
‒ Vagina
Keputihan berbau, warna merah, perdarahan merah tua, berbau dan kental
2. Diagnosa Keperawatan
1) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
2) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual muntah.
3) Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan sekunder akibat
pembedahan.
4) Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh terhadap bakteri
sekunder pembedahan
5) Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi
6) Disfungsi Seksual berhubungan dengan metaplasia penyakit
7) Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan efek dari prosedur pengobatan.
8) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur pengobatan
3. Intervensi
4. Implementasi
Sesuaikan dengan intervensi
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya berhasil dicapai. Evaluasi bisa bersifat formatif yaitu dilakukan terus-
menerus untuk menilai setiap hasil yang telah di capai. Dan bersifat sumatif yaitu
dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan keparawatan yang telah dilakukan.
Melalui SOAP kita dapat mengevaluasi kembali.
1. Volume cairan adekuat
‒ Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT
normal
‒ Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
‒ Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa
lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
3. Nyeri berkurang
‒ Pasien tampang tenang.
‒ Pasien tampak rileks.
‒ Pasien dapat istrahat dengan cukup.
Hanifa W Prof. DR. R.., Ilmu Kndungan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo,
Jakarta, 1999.
http://nnpetc.blogspot.com/2011/01/lp-ca-cervik.html
Mochtar Rustam, Prof. Dr MPH, Sinopsis Ostetri, Jilid 2, Edisi 2 , EGC, Jakarta, 1998
Pritehard, Macdonal dan Gant, Obstetri Wiliams, Edisi 17, Airlangga Universiti Press,
Surabaya, 1991.
http://mocos-87.blogspot.com/p/askep-ca-setrviks_16.html
Saifuddin AB, Prof. Dr. SpOG, MPH. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal, edisi 1. YBPSP, Jakarta
Smeltzer SC Dan Bare BG, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 2,
EGC, Jakarta, 2002.