Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

MIOMA UTERI

A. DEFINISI
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan
ikat yang menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan dikenal juga istilah fibromioma,
leiomioma, ataupun fibroid. (Winkjosastro.H 2009, Hal 338)
Mioma Uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat
yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga dengan leiomioma, fibriomioma atau
fibroid (Prawirohardjo Sarwono, 2009)
Dari beberapa definisi di atas dapat di simpulkan bahwa mioma uteri adalah
tumor jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya, dalam
kedokteran dikenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma, atau uterine fibroid serta
mioma uteri ini merupakan tumor kandungan yang terbanyak pada organ reproduksi
wanita.

B. ANATOMI FISIOLOGI

Gambar 1 : Anatomi Genetalia

Anatomi alat kandungan di bedakan menjadi 2 yaitu genetalia eksterna dan genetalia
interna ( Sobatta, 2007)
1. Genetalia eksterna
a. Monsveneris
Bagian yang menonjol bagian simfisis yang terdiri dari jaringan lemak,daerah ini
di tutup bulu pada masa pubertas.
b. Vulva
Adalah tempat bermuara sistem urogenital. Di sebelah luar vulva dilingkari oleh
labia mayora (bibir besar) yang ke belakang, menjadi satu dan membentuk
kommisura posterior dan pereniam. Di bawah kulitnya terdapat jaringan lemak
seperti yang ada di mons veneris.
c. Labia mayora
Labia mayora ( bibir besar ) adalah dua lipatan besar yang membatasi vulva,
terdiri atas kulit, jaringan ikat, lemak dan kelenjar sebasca. Saat pubertas tumbuh
rambut di mons veneris dan pada sisi lateral.
d. Labia minora
Labia minora ( bibir kecil ) adalah dua lipatan kecil diantara labia mayora,dengan
banyak kelenjar sebasea. Celah diantara labia minora adalah vestibulum.
e. Vestibulum
Vestibulum merupakan rongga yang berada diantara bibir kecil (labia minora),
maka belakang di batasi oleh klitoris dan perenium, dalam vestibulum terdapat
muara – muara dari liang senggama (introetus vagina uretra, kelenjar bartholimi
dan kelenjar skene kiri dan kanan).
f. Himen (selaput dara)
Lapisan tipis yang menutupi sebagian besar liang senggama ditengahnya
berlubang supaya kotoran menstruasi dapat mengalir keluar, letaknya mulut vagina.
Pada bagian ini bentuknya berbedabeda ada yang seperti bulan sabit, konsistensi
ada yang kaku dan yang lunak, lubangnya ada seujung jari, ada yang dapat dim
lalui satu jari.
g. Perenium
Terbentuk dari korpus perinium, titik tentu otot-otot dasar panggul yang ditutupi
oleh kulit perenium.
(Sobatta, 2007)
2. Genetalia interna
a. Vagina
Tabung yang di lapisi membran dari jenis-jenis epitelium bergaris, khusus dialiri
banyak pembuluh darah dan serabut saraf. Panjangnya dari vestibulum sampai
uterus 71/2. Merupakan penghubung antara introitus vagina dan uterus. Dinding
depan liang senggama (vagina) 9 cm, lebih pendek dari dinding belakang. Pada
puncak vagina sebelah dalam berlipat-lipat disebut rugae.
b. Uterus
Organ yang tebal,berotot berbentuk buah pir,terletak di dalam pelvis antara
rectum di belakang dan kandung kemih di depan, ototnya disebut miometrium.
Uterus terapung di dalam pelvis dengan jaringan ikat dan ligament. Panjang uterus
71/2 cm, lebar ±5 cm, tebal ±2 cm. Berat 59 gr, dan berat 30-60 gr.
1) Uterus terdiri dari :
a) Fundus uteri (dasar rahim )
Bagian uterus yang terletak antara pangkal saluran telur. Pada pemeriksaan
kahamilan, perabaan fundus uteri dapat memperkirakan usia kehamilan.
b) Korpus uteri
Bagian uterus yang terbesar pada kehamilan,bagian ini berfungsi sebagai
tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat pada korpus uteri di sebut
kavum uteri atau rongga rahim.
c) Servik uteri
Ujung servik yang menuju puncak vagina disebut porsio,hubungan antara
kavum uteri dan kanalis servikalis disebut ostium uteri internum.
2) Lapisan-lapisan uterus, meliputi :
a) Endometrium
b) Myometrium
c) Parametium
c. Ovarium
Merupakan kelenjar berbentuk kenari, terletak kiri dan kanan uterus di bawah
merupakan tuba uterine dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum
uterus.
d. Tuba fallopi
Tuba fallopi di lapisi oleh epitel bersilia yang tersusun dalam banyak lipatan
sehingga memperlambat perjalanan ovum ke dalam uterus. Sebagian sel tuba
mensekresikan cairan serosa yang memberikan nutrisi pada ovum.Tuba fallopi
disebut juga saluran telur terdapat 2 saluran telur kiri dan kanan. Panjang kira-kira
12cm tetapi tidak berjalan lurus. Terus pada ujung-ujungnya terdapat fimbria,
untuk memeluk ovum saat ovulasi agar masuk kedalam tuba. (Tambayong,2002).

C. ETIOLOGI
Menurut Manuaba (2007), faktor-faktor penyebab mioma uteri belum diketahui,
namun ada 2 teori yang menjelaskan faktor penyebab mioma uteri, yaitu:
1. Teori Stimulasi
Berpendapat bahwa estrogen sebagai faktor etiologi dengan alasan :
1) Mioma uteri sering kali tumbuh lebih cepat pada masa hamil
2) Neoplasma ini tidak pernah ditemukan sebelum monarche
3) Mioma uteri biasanya mengalami atrofi sesudah menopause
4) Hiperplasia endometrium sering ditemukan bersama dengan mioma uteri
2. Teori Cellnest atau Genitoblas
Terjadinya mioma uteri tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada cell
nest yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh estrogen.
Menurut Muzakir (2008) faktor risiko yang menyebabkan mioma uteri adalah:
1. Usia penderita
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia reproduksi dan sekitar
40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri jarang ditemukan sebelum
menarke (sebelum mendapatkan haid). Sedangkan pada wanita menopause mioma
uteri ditemukan sebesar 10%.
2. Hormon endogen (Endogenous Hormonal)
Mioma uteri sangat sedikit ditemukan pada spesimen yang diambil dari hasil
histerektomi wanita yang telah menopause, diterangkan bahwa hormon esterogen
endogen pada wanita-wanita menopause pada level yang rendah/sedikit (Parker,
2007).
3. Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri
mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan
wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma yang
mempunyai riwayat keluarga penderita mioma mempunyai 2 (dua) kali lipat
kekuatan ekspresi dari VEGF-α (a myoma-related growth factor) dibandingkan
dengan penderita mioma yang tidak mempunyai riwayat keluarga penderita mioma
uteri (Parker, 2007).
4. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin
berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi esterogen oleh enzim
aromatease di jaringan lemak (Djuwantono, 2004). Hasilnya terjadi peningkatan
jumlah esterogen tubuh yang mampu meningkatkan pprevalensi mioma uteri (Parker,
2007).
5. Makanan
Beberapa penelitian menerangkan hubungan antara makanan dengan prevalensi
atau pertumbuhan mioma uteri. Dilaporkan bahwa daging sapi, daging setengah
matang (red meat), dan daging babi menigkatkan insiden mioma uteri, namun
sayuran hijau menurunkan insiden mioma uteri. Tidak diketahui dengan pasti apakah
vitamin, serat atau phytoestrogen berhubungan dengan mioma uteri (Parker, 2007).
2. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar esterogen
dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus kemungkinan dapat
mempercepat terjadinya pembesaran mioma uteri (Manuaba, 2007).
3. Paritas
Mioma uteri lebih banyak terjadi pada wanita dengan multipara dibandingkan
dengan wanita yang mempunyai riwayat frekuensi melahirkan 1 (satu) atau 2 (dua)
kali.
4. Kebiasaan merokok
Merokok dapat mengurangi insiden mioma uteri. Diterangkan dengan penurunan
bioaviabilitas esterogen dan penurunan konversi androgen menjadi estrogen dengan
penghambatan enzim aromatase oleh nikotin (Parker, 2007).

D. MANIFESTASI KLINIS
Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan pelvik rutin. Pada penderita memang tidak mempunyai keluhan apa-apa dan
tidak sadar bahwa mereka sedang mengandung satu tumor dalam uterus.

Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik meliputi:


1. Besarnya mioma uteri
2. Lokasi mioma uteri
3. Perubahan-perubahan pada mioma uteri
Gejala klinik terjadi hanya pada sekitar 35%-50% dari pasien yang terkena. Adapun
gejala klinik yang dapat timbul pada mioma uteri:
a) Perdarahan abnormal
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoragia dan
dapat juga terjadi metroragia. Antara penyebab perdarahan ini adalah:
b) Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hiperplasia endometrium sampai
adenokarsinoma endometrium.
c) Permukaan endometrium yang lebih luas dari biasa.
d) Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
e) Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal kerana adanya sarang mioma di antara
serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya
dengan baik (Prawirohardjo, 2007). Disebabkan permukaan endometrium yang
menjadi lebih luas akibat pertumbuhan mioma, maka lebih banyak dinding
endometrium yang terhakis ketika menstruasi dan ini menyebabkan perdarahan
abnormal. Walaupun menstruasi berat sering terjadi tetapi siklusnya masih tetap
(Hart, 2008)

Perdarahan abnormal ini terjadi pada 30% pasien mioma uteri dan perdarahan
abnormal ini dapat menyebabkan anemia defisiensi besi.Pada suatu penelitian yang
mengevaluasi wanita dengan mioma uteri dengan atau tanpa perdarahan abnormal,
didapat data bahwa wanita dengan perdarahan abnormal secara bermakna menderita
mioma intramural (58% banding 13%) dan mioma submukosum (21% banding 1%)
dibanding dengan wanita penderita mioma uteri yang asimtomatik (Hadibroto, 2009)
a) Nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul kerana gangguan
sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan
(Prawirohardjo, 2007). Nyeri panggul yang disebabkan mioma uteri bisa juga
disebabkan degenerasi akibat oklusi vaskuler,infeksi,torsi dari mioma yang
bertangkai maupun akibat kontraksi miometrium yang disebabkan mioma
subserosum.Tumor yang besar dapat mengisi rongga pelvik dan menekan bagian
tulang pelvik yang dapat menekan saraf sehingga menyebabkan rasa nyeri yang
menyebar ke bagian punggung dan ekstremitas posterior (Hadibroto, 2005).
b) Tanda-tanda penekanan
Gangguan ini tergantung pada tempat dan ukuran mioma uteri. Penekanan pada
kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio
urin, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum
dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh
limfe di panggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul
(Prawirohardjo, 2007).
c) Infertilitas dan abortus
Infertilitas bisa terjadi mioma intramural menutup atau menekan pors
interstisialis tubae; mioma submukosum memudahkan terjadinya abortus.

E. PATOFISIOLOGI
Penyebab utama mioma uteri belum diketahui secara pasti sampai saat ini, tetapi
penyelidikan telah dijalankan untuk memahami keterlibatan faktor hormonal, faktor
genetik, growth factor, dan biologi molekular untuk tumor jinak ini (Parker, 2007).
Faktor yang diduga berperan untuk inisiasi pada perubahan genetik pada mioma uteri
adalah abnormalitas intrinsik pada miometrium, peningkatan reseptor estrogen secara
kongenital pada miometrium, perubahan hormonal, atau respon kepada kecederaan
iskemik ketika haid. Setelah terjadinya mioma uteri, perubahan-perubahan genetik ini
akan dipengaruhi oleh promoter (hormon) dan efektor (growth factors) (Parker, 2007)
Bagi Meyer dan De Snoo, mereka mengajukan teori Cell nest atau teori
genitoblast. Percobaan Lipschutz yang memberikan estrogen pada kelinci percobaan
ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain
dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat
progesteron atau testosteron.Puukka dan kawan-kawan pula menyatakan bahwa reseptor
estrogen pada mioma lebih banyak didapati daripada miometrium normal. Menurut
Meyer asal mioma adalah sel imatur, bukan dari selaput otot yang matur (Prawirohardjo,
2007)
Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori
onkogenik maka patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu inisiator dan
promotor. Faktor-faktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma masih belum diketahui
pasti. Dari penelitian menggunakan glucose-6-phosphatase dihydrogenase diketahui
bahwa mioma berasal dari jaringan uniseluler. Transformasi neoplastik dari miometrium
menjadi mioma melibatkan mutasi somatik dari miometrium normal dan interaksi
kompleks dari hormon steroid seks dan growth factor lokal. Mutasi somatik ini
merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan tumor (Hadibroto, 2008)
Tidak dapat dibuktikan bahwa hormon estrogen berperan sebagai penyebab
mioma, namun diketahui estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan mioma. Mioma
terdiri dari reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dari
miometrium sekitarnya namun konsentrasinya lebih rendah dibanding endometrium.
Hormon progesteron meningkatkan aktifitas mitotik dari mioma pada wanita muda
namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara pasti.
Progesteron memungkinkan pembesaran tumor dengan cara down-regulation apoptosis
dari tumor. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan meningkatkan produksi
matriks ekstraseluler (Hadibroto, 2008)

F. PATHWAY
Terlampir

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Ultrasonografi
Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan
adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus
yang kecil. Uterus atau massa yang paling besar baik diobservasi melalui
ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran
ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran
uterus. Adanya kalsifikasi ditandai oleh fokus-fokus hiperekoik dengan bayangan
akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya daerah yang hipoekoik.
2) Hiteroskopi
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika
tumornya kecil serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat.
3) MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi
jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap berbatas tegas dan
dapat dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm
yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat
menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat disimpulkan.

H. PENATALAKSANAAN
1) Penatalaksanaan medis
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua
mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apa pun, terutama
apabila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulakan gangguan. Walaupun
demikian mioma uteri memerlukan pengamatan setiap 3-6 bulan.
Penanganan mioma uteri menurut usia,paritas,lokasi dan ukuran tumor terbagi
kepada:
a) Terapi medisinal (hormonal)
Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis
memberikan hasil yang baik memperbaiki gejala klinis mioma uteri. Tujuan
pemberian GnRH agonis adalah mengurangi ukuran mioma dengan jalan
mengurangi produksi estrogen dari ovarium. Pemberian GnRH agonis sebelum
dilakukan tindakan pembedahan akan mengurangi vaskularisasi pada tumor
sehingga akan memudahkan tindakan pembedahan. Terapi hormonal yang lainnya
seperti kontrasepsi oral dan preparat progesteron akan mengurangi gejala
pendarahan tetapi tidak mengurangi ukuran mioma uteri (Hadibroto, 2007).
b) Terapi pembedahan
Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut American College of
obstetricians and Gyneclogist (ACOG) dan American Society of Reproductive
Medicine (ASRM) adalah :
(1) Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif
(2) Sangkaan adanya keganasan
(3) Pertumbuhan mioma pada masa menopause
(4) Infertilitas kerana ganggaun pada cavum uteri maupun kerana oklusi tuba
(5) Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu
(6) Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
(7) Anemia akibat perdarahan (Hadibroto,2007)

Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi atau histerektomi.


(1) Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma sahaja tanpa
pengangkatan uterus.Miomektomi ini dilakukan pada wanita yang ingin
mempertahankan funsi reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histerektomi.
Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukosum dengan
cara ekstirpasi lewat vagina. Apabila miomektomi ini dikerjakan kerana
keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan
adalah 30-50% (Prawirohardjo, 2007).
Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi
maupun dengan laparoskopi. Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding
abdomen untuk mengangkat mioma dari uterus. Keunggulan melakukan
miomektomi adalah lapangan pandang operasi yang lebih luas sehingga
penanganan terhadap perdarahan yang mungkin timbul pada pembedahan
miomektomi dapat ditangani dengan segera. Namun pada miomektomi secara
laparotomi resiko terjadi perlengketan lebih besar, sehingga akan
mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien, disamping masa penyembuhan
paska operasi lebih lama, sekitar 4-6 minggu.
Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan terhadap mioma
submukosum yang terletak pada kavum uteri.Keunggulan tehnik ini adalah
masa penyembuhan paska operasi sekitar 2 hari. Komplikasi yang serius
jarang terjadi namun dapat timbul perlukaan pada dinding uterus,
ketidakseimbangan elektrolit dan perdarahan.
Miomamektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi.
Mioma yang bertangkai diluar kavum uteri dapat diangkat dengan mudah
secara laparoskopi. Mioma subserosum yang terletak didaerah permukaan
uterus juga dapat diangkat dengan tehnik ini. Keunggulan laparoskopi adalah
masa penyembuhan paska operasi sekitar 2-7 hari. Resiko yang terjadi pada
pembedahan ini termasuk perlengketan, trauma terhadap organ sekitar seperti
usus, ovarium,rektum serta perdarahan. Sampai saat ini miomektomi dengan
laparoskopi merupakan prosedur standar bagi wanita dengan mioma uteri
yang masih ingin mempertahankan fungsi reproduksinya (Hadibroto, 2005).
(2) Histerektomi
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya adalah
tindakan terpilih (Prawirohardjo, 2007).Tindakan histerektomi pada mioma
uteri sebesar 30% dari seluruh kasus. Histerektomi dijalankan apabila
didapati keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus
urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu (Hadibroto,
2005).
Tindakan histerektomi dapat dilakukan secara abdominal (laparotomi),
vaginal dan pada beberapa kasus dilakukan laparoskopi. Histerektomi
perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total abdominal
hysterectomy (TAH) dan subtotal abdominal histerectomy (STAH). Masing-
masing prosedur ini memiliki kelebihan dan kekurangan. STAH dilakukan
untuk menghindari resiko operasi yang lebih besar seperti perdarahan yang
banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum. Namun
dengan melakukan STAH kita meninggalkan serviks, di mana kemungkinan
timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Pada TAH, jaringan granulasi
yang timbul pada tungkul vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret
vagina dan perdaraahn paska operasi di mana keadaan ini tidak terjadi pada
pasien yang menjalani STAH.
Histerektomi juga dapat dilakukan pervaginanm, dimana tindakan operasi
tidak melalui insisi pada abdomen. Secara umum histerektomi vaginal hampir
seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum
yang dibuka sangat minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus
dapat diminimalisasi. Maka histerektomi pervaginam tidak terlihat parut
bekas operasi sehingga memuaskan pasien dari segi kosmetik. Selain itu
kemungkinan terjadinya perlengketan paska operasi lebih minimal dan masa
penyembuhan lebih cepat dibandng histerektomi abdominal.

2) Pencegahan
a) Pencegahan Primordial
Pencegahan ini dilakukan pada perempuan yang belum menarche atau sebelum
terdapat resiko mioma uteri. Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan
mengkonsumsi makanan yang tinggi serat seperti sayuran dan buah.
b) Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan awal pencegahan sebelum seseorang menderita
mioma. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan dengan penyuluhan mengenai
faktor-faktor resiko mioma terutama pada kelompok yang beresiko yaitu wanita
pada masa reproduktif. Selain itu tindakan pengawasan pemberian hormon
estrogen dan progesteron dengan memilih pil KB kombinasi (mengandung
estrogen dan progesteron), pil kombinasi mengandung estrogen lebih rendah
dibanding pil sekuensil, oleh karena pertumbuhan mioma uteri berhubungan
dengan kadar estrogen.
c) Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan untuk orang yang telah terkena mioma uteri,
tindakan ini bertujuan untuk menghindari terjadinya komplikasi. Pencegahan
yang dilakukan adalah dengan melakukan diagnosa dini dan pengobatan yang
tepat.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Mengkaji identitas pasien yang meliputi nama, usia, status pernikahan, agama,
pekerjaan, dan alamat.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Pasien biasanya datang dengan keluhan Perdarahan abnormal (hypermenore,
menoragia, metoragie), Rasa nyeri, Gangguan BAK (poliuri, retensio urine,
disuria), Gangguan BAB (obstipasi dan tanesmia).
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada mioma uteri sering ditemukan pada penderita yang sering mengalami
perdarahan (hypermenorrhoe, menorrhagia, metrorrhagia) yang lama dan
terus-menerus kadang-kadang disertai rasa nyeri pada perut bagian bawah dan
riwayat kontak berdarah dan dysparenia.
3) Riwayat Kesehatan Terdahulu
Pada mioma uteri sering ditemukan pada penderita yang sering mengalami
perdarahan (hypermenorrhoe, menorrhagia, metrorrhagia) yang lama dan
terus-menerus kadang-kadang disertai rasa nyeri pada perut bagian bawah dan
riwayat kontak berdarah dan dysparenia.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga pasien (ibu, kakak) yang menderita/pernah
menderita penyakit yang sama seperti pasien yang berupa perdarahan terus-
menerus dan lama karena predisposisi dari mioma adalah faktor keturunan.
Pada keluarga adakah riwayat gangguan pembekuan darah yang dapat
mengakibatkan perdarahan yang sulit berhenti.
c. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi-pemeliharaan kesehatan
KB hormonal dengan kadar estrogen yang tinggi merupakan pencetus
terjadinya mioma karena estrogen lebih tinggi kadarnya daripada wanita yang
menggunakan KB hormonal
2) Pola nutrisi metabolik
Anoreksi, mual, muntah, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme
yang dapat mempengaruhi status kesehatan klien.
3) Pola eliminasi
Pola kebiasaan sehari-hari terutama pola eliminasi mengalami perubahan.
Perubahan pola BAK dapat berupa polakisuria, dysuria, dan kadang terjadi
retensio urine, perubahan pola BAB dapat berupa obstipasi dan tonesmi.
4) Pola aktivitas-latihan
Pada pasien yang disertai dengan mioma uteri akan merasa sangat lemah
terutama pada bagian ekstremitas bawah dan tidak dapat melakukan
aktivitasnya dengan baik akibat dari progresivitas mioma uteri sehingga harus
beristirahat total.
5) Pola tidur – istirahat
Pola istirahat dan tidur pasien dapat terganggu akibat dari nyeri akibat
progresivitas dari mioma uteri, nyeri bisa diakibatkan oleh karena sel kanker
yang sudah mendesak dan abnormalita pada organ - organ daerah panggul.
6) Pola kognitif perceptual
Pasien akan mengalami kecemasan disebabkan karena dampak/gejala yang
ditimbulkan oleh adanya penyakit seperti perdarahan, ada benjolan,
perdarahan yang terus-menerus dan lama.
7) Pola toleransi – koping stress
Kaji bagaimana pasien mengatasi masalah-masalahnya. Bagaimana
manajemen koping pasien. Apakah pasien dapat menerima kondisinya setelah
sakit. Pasien dengan mioma uteri biasanya mengalami gangguan dalam
manajemen koping stres yang diakibatkan dari cemas yang berlebihan seperti
kekhawatiran akan masa depan, ketakutan menghadapi kematian, rasa nyeri
dan penderitaan.
8) Persepsi diri / konsep diri
Pasien kadang merasa malu terhadap orang sekitar karena mempunyai
penyakit mioma uteri, akibat dari persepsi yang salah dari masyarakat.
9) Pola seksual – reproduksi
Perubahan pola seksual dapat berupa kontak berdarah dyspareunia, karena
adanya mioma pada alat genetalia interna juga kadang menyebabkan libido
menurun
10) Pola hubungan dan peran
Bagaimana pola peran hubungan pasien dengan keluarga atau lingkungan
sekitarnya. Apakah penyakit ini dapat mempengaruhi pola peran dan
hubungannya. Biasanya koping keluarga akan melemah ketika dalam anggota
keluarganya ada yang menderita penyakit kanker serviks.
11) Pola nilai kepercayaan
Pasien cenderung akan merasa terganggu dengan adanya perdarahan dan
gejala lain dari penyakitnya,pasien merasa tidak dapat/terganggu dalam
melaksanakan ibadah.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan faktor biologis.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan Ekspirasi rongga dada menurun,
pengembangan paru tidak maksimal.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual muntah.
5. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya jaringan kulit, robekan pada jaringan
saraf perifer.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh terhadap bakteri
sekunder pembedahan.
8. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur pengobatan

C. Intervensi
No Diagnosa NOC NIC
1 Bersihan jalan nafas Setelah diberikan asuhan 1. Kaji frekuensi, kedalaman dan
tidak efektif keperawatan selama ..... upaya pernapasan
berhubungan dengan x.....jam diharapkan jalan 2. Auskultasi bagian dada anterior
faktor biologis nafas kembali efektif dan posterior untuk
dengan kriteria hasil : mengetahui penurunan atau
1. Mengeluarkan ketiadaan ventilasi dan adanya
secret secara efektif suara napas tambahan
2. Batuk efektif 3. Pantau status oksigen pasien
3. Pada pemeriksaan dan status hemodinamik dan
auskultasi, irama jantung sebelum, selama
memiliki suara dan setelah pengisapan
napas yang jernih 4. Tentukan kebutuhan pengisapan
4. Mempunyai jalan oral atau trakeal
napas yang paten 5. Catat jenis dan jumlah sekrat
5. Mempunyai irama yang dikumpulkan
dan frekuensi 6. Anjurkan aktivitas fisik untuk
pernapasan dalam memfasilitasi pengeluaran
rentang normal secret
7. Berikan pasien dukungan emosi
8. Pertahankan keadekuatan
hidrasi untuk mengencerkan
secret
9. Jelaskan penggunaan yang
benar peralatan pendukung
10. Instruksikan kepada pasien
tentang batuk dan teknik
napas dalam
11. Berikan oksigen yang telah
dihumidifikasi sesuai dengan
instruksi
12. Lakukan atau bantu dalam
terapi aerosol, nebulizer, dan
perawatan paru lainnya sesuai
protocol.
2 Pola nafas tidak Setelah diberikan asuhan 1. kaji kebutuhan insersi jalan
efektif berhubungan keperawatan selama ..... nafas
dengan Ekspirasi x.....jam diharapkan pola 2. pantau kecepatan. Irama,
rongga dada nafas kembali efektif kedalaman dan upaya
menurun, dengan kriteria hasil : pernafasan
pengembangan paru 1. Mempunyai 3. perhatikan pergerakan dada,
tidak maksimal kecepatan dan amati kesimetrisan,
irama pernafasan penggunaan otot-otot bantu,
dalam batas normal serta retraksi otot
2. Tidak ada suara supraklavikular dan interkosta
nafas tambahan 4. pantau pernafasanyang
3. Tidak terjadi berbunyi
pendek nafas 5. untuk membantu
memperlambat frekuensi
pernafasan, bimbing pasien
menggunakan teknik
pernafasan bibir mencucu dan
pernafasan terkontrol
6. Pertahankan oksigen aliran
rendah
7. Atur posisi pasien untuk
mengoptimalkan pernafasan.
8. Sinkronisasikan antara pola
nafas klien dan kecepatan
ventilasi.
9. Informasikan kepada pasien
dan keluarga tentang teknik
relaksasi untuk memperbaiki
pola pernafasan
10. Ajarkan teknik batuk efektif
11. Konsultasi dengan ahli terapi
pernafasan untuk memastikan
keadekuatan fungsi ventilator
mekanis.
12. Berikan obat sesuai dengan
program atau protocol
13. Berikan terapi nebulizer
ultrasonik.
3 Kekurangan volume Setelah diberikan asuhan 1. Kaji tanda vital (TD, nadi,
cairan berhubungan keperawatan selama ..... suhu)
dengan perdarahan x.....jam diharapkan 2. Observasi tanda-tanda
volume cairan adekuat dehidrasi.
dengan kriteria hasil : 3. Observasi balance cairan
1. Mempertahankan urine (input dan output cairan).
output sesuai dengan 4. Observasi kulit kering dan
usia dan BB membrane mukosa, penurunan
2. Tekanan darah, nadi, turgor kulit, pengisian kapiler
suhu tubuh dalam batas lambat.
normal 5. Anjurkan pasien umtuk minum
3. Tidak ada tanda tanda yang banyak (1500-2000
dehidrasi, Elastisitas ml/hari).
turgor kulit baik,
membran mukosa
lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan
4 Ketidakseimbangan Setelah diberikan asuhan 1. Kaji terhadap malnutrisi
nutrisi kurang dari keperawatan selama ..... dengan mengukur tinggi dan
kebutuhan tubuh x.....jam diharapkan asupan berat badan, usia, protein
berhubungan dengan nutrisi adekuat dengan serum, albumin,hemoglobin
anoreksia, mual kriteria hasil : dan pengukuran antropometri.
muntah. 1. Adanya peningkatan 2. Kaji riwayat diet termasuk
berat badan sesuai makanan yang disukai dan
dengan tujuan tidak disukai serta intoleransi
2. Berat badan ideal makanan
sesuai dengan tinggi 3. Kaji faktor-faktor yang
badan mempengaruhi masukan oral:
3. Mampu kemampuan mengunyah,
mengidentifikasi merasakan, menelan.
kebutuhan nutrisi 4. Kolaborasi dengan ahli gizi
4. Tidak ada tanda tanda untuk diet kalori tinggi.
malnutrisi 5. Timbang BB sesuai kebutuhan
5. Menunjukkan 6. Kurangi faktor yang
peningkatan fungsi membatasi masukan oral :
pengecapan dari a. Dorong pasien istirahat
menelan sebelum makan
6. Tidak terjadi penurunan b. Rencanakan makan
berat badan yang sehingga jadwal makan
berarti tidak terjadi segera
setelah prosedur yang
menimbulkan nyeri atau
tidak enak.
c. Dorong pasien untuk
makan dengan orang
terdekat bila mungkin.
d. Beri makan sedikit tapi
sering.
e. Batasi cairan 1 jam
sebelum makan dan pada
saat makan.
7. Delegatif tentang pemberian
antiemetik suplemen vitamin,
anti jamur dan nutrisi
parentral, enteral.
5 Nyeri akut Setelah diberikan asuhan 1. Kaji skala nyeri lokasi,
berhubungan dengan keperawatan selama .. x.. karakteristik dan laporkan
Terputusnya jam diharapkan nyeri dapat perubahan nyeri dengan tepat.
jaringan kulit, berkurang dengan kriteria 2. Observasi skala nyeri pasien.
robekan pada hasil : 3. Pertahankan istirahat dengan
jaringan saraf perifer 1. Pasien tampak posisi semi powler.
tenang. 4. Beri lingkungan yang nyaman.
2. Pasien tampak 5. Lakukan tehnik distraksi.
rileks. 6. Kolaborasi pemberian analgetik

6 Intoleransi aktivitas Setelah diberikan asuhan 1. Kaji respon emosi, sosial dan
berhubungan dengan keperawatan selama .. x.. spiritual terhadap aktivitas
kelemahan umum jam diharapkan diharapkan 2. Kaji tingkat kemampuan pasien
pasien dapat berpartisipasi untuk berpindah dari tempat
dalam aktivitas dengan tidur, berdiri, ambulasi, dan
kriteria hasil : melakukan ADL
1. Melaporkan 3. Pantau tanda-tanda vital
peningkatan dalam sebelum, selama dan sesudah
toleransi aktivitas aktivitas
yang dapat diukur 4. Evaluasi motivasi dan keinginan
2. Menunjukkan pasien untuk meningkatkan
penurunan dalam aktivitas
tanda-tanda 5. Rencanakan aktivitas bersama
intoleransi fisiologi pasien secara terjadwal antar
istirahat dan latihan
6. Bantu pasien untuk mengubah
posisi secara berkala.
7. Hindari menjadwalkan
pelaksanaan aktivitas perawatan
selama periode istirahat
8. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi pilihan
aktivitas
9. Rencanakan aktivitas pada
periode saat pasien memiliki
energy paling banyak
10. Bantu pasien untuk aktivitas
fisik teratur
11. Bantu rangsangan lingkungan
untuk relaksasi
7 Resiko infeksi Setelah diberikan asuhan 1. Kaji tanda-tanda infeksi pada
berhubungan dengan keperawatan selama .. x.. pasien.
peningkatan jam diharapkan tidak 2. Ukur tanda-tanda vital.
kerentanan tubuh terjadi infeksi dengan 3. Observasi tanda-tanda infeksi.
terhadap bakteri kriteria hasil : 4. Lakukan perawatan luka dengan
sekunder 1. Pertumbuhan luka menggunakan teknik septik dan
pembedahan berjalan baik. aseptik.
2. Tidak ada tanda 5. Jaga luka agar tetap steril.
infeksi dan 6. Observasi luka insisi.
peradangan. 7. Informasikan kepada keluagra
pasien untuk tidak membuka
balutan luka, menjaga luka agar
tetap kering.
8. Berikan salep betadine di atas
luka pasien.
8 Ansietas Setelah diberikan asuhan 1. Evaluasi tingkat ansietas, catat
berhubungan dengan keperawatan selama .. x.. verbal dan non verbal pasien.
kurang pengetahuan jam diharapkan kecemasan 2. Jelaskan dan persiapkan untuk
tentang prosedur pasien berkurang dengan tindakan prosedur sebelum
pengobatan kriteria hasil : dilakukan
1. Melaporkan 3. Jadwalkan istirahat adekuat dan
ansietas menurun periode menghentikan tidur.
sampai tingkat 4. Anjurkan keluarga untuk
teratasi menemani disamping klien
2. Pasien tampak
rileks

D. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya
berhasil dicapai. Evaluasi bisa bersifat formatif yaitu dilakukan terus-menerus untuk
menilai setiap hasil yang telah di capai. Dan bersifat sumatif yaitu dilakukan sekaligus
pada akhir dari semua tindakan keparawatan yang telah dilakukan. Melalui SOAP kita
dapat mengevaluasi kembali.
1. Jalan nafas kembali efektif
‒ Mengeluarkan secret secara efektif
‒ Batuk efektif
‒ Pada pemeriksaan auskultasi, memiliki suara napas yang jernih
‒ Mempunyai jalan napas yang paten
‒ Mempunyai irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang normal
2. Pola nafas kembali efektif
‒ Mempunyai kecepatan dan irama pernafasan dalam batas normal
‒ Tidak ada suara nafas tambahan
‒ Tidak terjadi pendek nafas
3. Volume cairan adekuat
4. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT
normal
5. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
6. Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa
lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
4. Asupan nutrisi adekuat
‒ Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
‒ Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
‒ Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
‒ Tidak ada tanda tanda malnutrisi
‒ Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
‒ Tidak terjadi penurunan berat badan
5. Nyeri berkurang
- Pasien tampang tenang.
- Pasien tampak rileks.
6. Dapat berpartisipasi dalam aktivitas
‒ Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur
‒ Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi
7. Tidak terjadi infeksi
‒ Pertumbuhan luka berjalan baik.
‒ Tidak ada tanda infeksi dan peradangan.
8. Kecemasan pasien berkurang
‒ Melaporkan ansietas menurun sampai tingkat teratasi
‒ Pasien tampak rileks
DAFTAR PUSTAKA

Ling, F. W., Duff, P. Obstetri and Gynaecology Principle of Practice. McGraw-Hill,2001 ; P :


1151-1172
DeCherney, A.H.,Nathan, L. Current Obstetry and Gynecology Diagnosis and Therapy.
McGraw-Hill, 2008 ; P :693-699
Anonim, 2008. Gynecology by Ten Teachers, 17 th edition, Editor Campbell SC, Monga A, page
115-118
Jevuska O., 2007. Mioma Geburt. Available from : http://www.oncejevuska.blogspot.com.
Accested : Augustus 17, 2008.
Jones, D.L.,2007. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi, alih bahasa Hadyanto, Editor edisi
bahasa Indonesia, Y.Joko Suryono, edisi 6, Hipokrates, Jakarta, hal 263-266
Sutoto J. S. M., 2007. Tumor Jinak pada Alat-alat Genital dalam Buku Ilmu Kandungan.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo, Jakarta
Suwiyoga K. et all., 2007. Mioma Uterus dalam Buku Pedoman Diagnosis-Terapi dan Bagan
Alir Pelayanan Pasien. SMF Obsgin FK UNUD RS Sanglah, Denpasar.
Edward E., 2007. Uterine Miomas : Comprehensive Review. Available from :
http://www.gynalternatives.com. Accested : 1 November 2015

Anda mungkin juga menyukai