PASIEN PNEUMONIA
C. Etiologi
Penyebaran infeksi terjadi melalui droplet dan sering disebabkan oleh
streptoccus pneumonia, melalui slang infuse oleh staphyloccus aureus sedangkan
pada pemakaian ventilator oleh p. Aeruginosa dan enterobacter. Dan masa kini
terjadi karena perubahan keadaan pasien seperti kekebalan tubuh dan penyakit
kronis, polusi lingkungan, penggunaan antibiotic yang tidak tepat.
Setelah masuk keparu-paru organism bermultiplikasi dan, jika telah berhasil
mengalahkan mekanisme pertahanan paru, terjadi pneumonia. Selain diatas
penyebab terjadinya pneumonia sesuai penggolongannya yaitu: (NANDA, 2015)
1) Bacteria: diplococcus pneumonia, pneumococcus, streptokokus hemolyticus,
streptococcus aureus, hemophilus influinzae, mycobacterium tuberkolusis,
bacillus friedlander.
2) Virus: respiratory syncytial virus, adeno virus, v.sitomegalitik, v. Influenza.
3) Mycoplasma pneumonia.
4) Jamur: histoplasma capsuatum, cryptoccus neuroformans, blastomyces
dermatitides, coccicodies immitis, aspergilus species, candida albicans.
5) Aspirasi: makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda
asing.
6) Pneumonia hipostatik
7) Sindrom loeffler
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada pneumoni diantaranya:
1. Demam yang timbul dengan cepat (39,50-40,50)
2. Nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernapas dan batuk
3. Malaise
4. Nafas cepat dan dangkal (50 – 80) disertai dengan pernapasan mendengkur,
pernapasan cuping hidung, dan penggunaan otot bantu pernafasan,ekspirasi
berbunyi
5. Takipnea ( 25-45 x/menit)
6. Batuk (baik non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir,
purulen, atau bercak darah) (Sujono,2009).
E. Klasifikasi
Klasifikasi pneumoni (Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia
Komuniti di Indonesia):
1. Berdasar klinis dan Epidemiologi:
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acquired pneumonia/nosocomial
pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised
2. Berdasar Bakteri Penyebab:
a. Pneumonia bakterial/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa
bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya
Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphilococcuspada penderita pasca
infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia.
c. Pneumonia Virus
d. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama
pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)
3. Berdasar Predileksi Penyakit:
a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumonia bakterial, jarang pada bayi dan
orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen
kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus, misal: pada
aspirasi benda asing, atau proses keganasan.
b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan
paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan
orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus.
c. Pneumonia interstisial ( Sujono,2009).
F. Patofisilogi
Bakteri penyebab terhisap ke paru perifer melalui saluran nafas menyebabkan
reaksi jaringan, yang mempermudah proliferasi dan penyeraban kuman.
Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadinya sebukan sel
PMNs (polimorfnuklears), fibrin, eritrosit, cairan edema dan kuman dialveoli.
Proses ini termasuk dalam stadium hepatisasi merah. Sedangkan stadium
hepatisasi kelabu adalah kelanjutan proses infeksi berupa deposisi fibrin ke
permukaan pleura. Ditemukan pula fibrin dan leukosit PMNs di alveoli dan proses
fogositosis yang cepat dilanjutkan stadium resolusi, dengan peningkatan jumlah sel
makrofag dialveoli, degenerasi sel dan menipisnya fibrin, serta menghilangnya
kuman dan debris.
Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi. Suatu
reaksi inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan
menghasilkan eksudat yang mengganggu gerakan dan difusi oksigen serta
karbondioksida. Sel-sel darah putih kebanyakan neutrofil juga berimigrasi
kedalam alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya mengandung udara. Area paru
tidak mendapat ventilasi yang cukup karena sekresi, edema mukosa dan
bronkospasme menyebabkan oklusi parsial bronkhi atau alveoli dengan
mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah vena yang memasuki
paru-paru lewat melalui area yang kurang terventilasi dan keluar ke sisi kiri jantung.
Percampuran darah yang teroksigenasi dan tidak teroksigenasi ini akhirnya
mengakibatkan hipoksemia arterial (New Medical,2012).
G. Pathway
Terlampir
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah lengkap: leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri ;
leukosit normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau
pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respons leukosit orang tua atau
lemah. Leukopeneia menunjukan depresi imunitas, misalnya neutropenia
pada infeksi kuman Gram negative atau S. aureus pada pasien dengan
keganasan dan gangguan kekebalan.
b. LED: meningkat.
c. GDA/ nadi oksimetri: tidak normal mungkin, tergantung pada luas paru yang
terlibat dan penyakit paru yang ada
d. Elektrolit: natrium dan klorida mungkin rendah.
e. Bilirubin: mungkin meningkat.
2. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah: dapat diambil dengan biopsi jarum,
aspirasi transtrakeal, bronkoskopi fiberoptik, atau biopsy pembukaan paru untuk
mengatasi organisme penyebab.
3. Pemeriksaan serologi misalnya titer virus atau legionella
4. Pemeriksaan fungsi paru : Volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps
alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan complain menurun.
Mungkin terjadi perembesan (hipoksemia).
5. Pemeriksan radiologi
Sinar X Mengidentifikasi distribusi structural (mis., lobar, bronchial) dapat juga
menyatakan abses luas/infiltrate, empiema (stapilococus) infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bacterial) atau penyebaran/perluasan infiltrate nodul (lebih sering
virus) (Sujono,2009).
I. Penatalaksanaan
Pengobatan umum pasien – pasien pneumonia biasanya berupa pemberian
antibiotik yang efektif terhadap organisme tertentu, terapi oksigen untuk
menanggulangi hipoksemia dan pengobatan komplikasi seperti pada efusi pleura
yang ringan, obat pilihan untuk penyakit ini adalah penisilin G. Pengobatan
diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal itu perlu waktu dan
pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya.
1. Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
2. Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
3. Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk menunjukkan tanda-tanda
infeksi
4. Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.
5. Berikan oksigen
6. Lakukan fisioterapi dada (lakukan hanya pada daerah yang terdapat sekret )
7. Inhalasi adalah pengobatan dengan cara memberikan obat dalam bentuk uap
kepada pasien langsung melalui alat pernapasannya (hidung ke paru-paru). Cara
penggunaannya cukup praktis yaitu pasien diminta menghirup uap yang
dikeluarkan nebulizer dengan menggunakan masker. Obat-obatan yang
dimasukkan ke dalam nebulizer bertujuan melegakan pernapasan atau
menghancurkan lendir (Sujono, 2009).
D. Evaluasi
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
1. Status pernafasan :
a. Frekuensi pernafasan (5) Tidak ada deviasi dari kisaran normal
b. Irama pernapasan (5) Tidak ada deviasi dari kisaran normal
c. Kedalaman inspirasi (5) Tidak ada deviasi dari kisaran normal
d. Kemampuan untuk mengeluarkan secret (5) Tidak ada deviasi dari kisaran
normal
e. Ansietas (5) Tidak ada
f. Suara Nafas tambahan (5) Tidak ada
g. Pernapasan cuping hidung (5) Tidak ada
3. Hipertermi
Outcome untuk mengukur penyelesaian dari diagnosis
1. Menggigil saat dingin (skala 5)
2. Tingkat pernapasan (skala 5)
3. hipertermia (skala 5)
4. perubahan warna kulit (skala 5)
5. dehidrasi (skala 5)
Outcome tambahankan untuk mengukur batasan karakteristik
1. Suhu tubuh (Skala 5)
2. Tingkat pernapasan (Skala 5)
3. Irama pernapasan (Skala 5)
4. Tekanan darah sistolik (Skala 5)
5. Tekanan darah diastolik (Skala 5)
6. Tekanan nadi (skala 5)
Outcome yang berkaitan dengan factor yang berhubungan atau oucome
menengah
1. Posisi yang nyaman (skala 5)
2. Intake makanan (skala 5)
3. Intake cairan (skala 5)
4. Tingkat energy (skala 5 )
5. Suhu tubuh ( skala 5)
6. Sesak nafas (skala 5)
7. Mual ( skala 5)
8. Muntah (skala 5)
4. Nyeri akut
1. Kontrol nyeri
a. Mengenali kapan terjadi nyeri (5) secara konsisten menunjukkan.
b. Menggambarkan factor penyebab (5) secara konsisten menunjukkan.
c. Menggunakan tindakan pengurangan (nyeri) tanpa analgesik (5) secara
konsisten menunjukkan.
d. Menggunakan analgetik yang di rekomendasikan (5) secara konsisten
menunjukkan.
e. Melaporkan perubahan terhadap gejala nyeri pada professional kesehatan
(5) secara konsisten menunjukkan.
f. Melaporkan nyeri yang terkontrol (5) secara konsisten menunjukkan.
6. Intoleransi aktivitas
1. Toleransi terhadap aktivitas
a. Saturasi oksigen ketika beraktivitas (5) tidak terganggu.
b. Frekuensi nadi ketika berktivitas (5) tidak terganggu.
c. Frekuensi pernafasan ketika beraktivitas (5) tidak terganggu.
d. Kemudahan bernafas ketika beraktivitas (5) tidak terganggu.
e. Hasil EKG (5) tidak terganggu.
f. Kemudahan dalam melakukan aktivitas hidup harian (5) tidak terganggu.
2. Daya tahan
a. Melakukan aktivitas rutin (5) tidak terganggu.
b. Aktivitas fisik (5) tidak terganggu.
c. Daya tahan otot (5) tidak terganggu.
d. Oksigen darah ketika beraktivitas (5) tidak terganggu.
e. Kelelahan (5) tidak ada.
3. Energy Psikomotor
a. Menunjukan efek yang sesuai dengan situasi (5) secara konsisten
menunjukkan.
b. Menunjukkan konsentrasi (5) secara konsisten menunjukkan.
c. Menjaga kebersihan dan tampilan personal (5) secara konsisten
menunjukkan.
d. Menunjukkan nafsu makan yang normal (5) secara konsisten
menunjukkan.
e. Menunjukkan tingkat energi yang stabil (5) secara konsisten menunjukkan.
DAFTAR PUSTAKA
Evelyn C. Pearce. 2008. Anatomi dan fisiologi untuk para medis. Jakarta: PT Gramedia
Pusaka Utama.
Huda Nuarif, Amin, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis NANDA NIC NOC. Medication Publishing: Yogyakarta.
Nursalam. 2011. Proses Dan Dokumentasi Keperawatan, Konsep Dan Praktek. Jakarta:
Salemba Medika
Qauliyah, A. 2008. Imunisasi :Pengertian, Jenis dan Ruang Lingkup. Available online
:http://www.astaqauliyah.com. Diakses pada tanggal 4 September 2017.
Randy, M. Clevo & Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit
Dalam. Yogyakarta: NuhaMedika.