Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN PADA

PASIEN PNEUMONIA

I. Konsep Dasar Penyakit


A. Definisi
Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut padaparenkim
paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, kamur dan
bakteri (Djojodibroto, 2009).
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli). Juga bisa didefinisikan peradangan yang mengenai parenkim paru distal
dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratonius dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat, dan
menimbulkan angka kesakitan yang tinggi, dengan gejala batuk, demam, dan sesak
nafas (Qauliyah, 2010).
Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim paru yang
biasanya dari suatu infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISNBA) (NANDA,
2015).
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pneumonia
adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim
paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit) maupun
benda asing.
B. Anatomi Fisiologi

Gambar 1. Anatomi Fisiologi Pernapasan

1. Anatomi Saluran Pernapasan Bagian Atas


Saluran pernapasan bagian atas terbagi atas :
a. Lubang hidung (cavum nasi)
Hidung terbentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartilago). Bagian
dalam hidung merupakan lubang yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan
kanan oleh sekat. Rongga hidung mengandung rambut yang berfungsi
sebagai penyaring kasar terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan
hidung terdapat epitel bersilia yang mengandung sel goblet. Sel tersebut
mengeluarkan lendir sehingga dapat menangkap benda asing yang masuk
kedalam saluran pernapasan. Bagian luar dinding terdiri dari kulit. Lapisan
tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan. Lapisan dalam terdiri dari
selaput lender yang berlipat-lipat yang dinamakan karang hidung (konka
nasalis), yang berjumlah 3 buah yaitu: konka nasalis inferior, konka nasalis
media, dan konka nasalis superior. Diantara konka nasalis terdapat 3 buah
lekukan meatus, yaitu: meatus superior, meatus inferior dan meatus media.
Meatus-meatus ini yang dilewati oleh udara pernafasan sebelah dalam
terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak yang disebut
koana(Mansjoer, 2008).
b. Sinus paranasalis
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala. Sinus
berfungsi untuk : membantu menghangatkan dan humidifikasi, meringankan
berat tulang tengkorak, mengatur bunyi suara manusia dengan ruang
resonansi.
c. Faring
Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong (± 13cm) yang letaknya
bermula dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esofagus
pada ketinggian tulan rawan krikoid. Berdasarkan letaknya,faring dibagi
menjadi tiga yaitu dibelakang hidung (naso-faring), belakang mulut (oro-
faring), dan belakang laring (laringo-faring).
d. Laring
Laring sering disebut dengan ”voice box” dibentuk oleh struktur
epiteliumlined yang berhubungna dengan faring dan trakhea. Laring terletak
dianterior tulang belakang ke-4 dan ke-6. Bagian atas dari esofagus berada di
posterior laring.
Saluran udara dan bertindak sebagai pembentuk suara. Pada bagian pangkal
ditutup oleh sebuah empang tenggorok yang disebut epiglotis, yang terdiri
dari tulang-tulanng rawan yang berfungsi ketika menelan makanan dengan
menutup laring. Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah
dalam kulit, glandula tyroidea, dan beberapa otot kecil, dan didepan
laringofaring dan bagian atas esopagus.Cartilago/tulang rawan pada laring
ada 5 buah, terdiri dari sebagai berikut: cartilago thyroidea 1 buah di depan
jakun (Adam’s apple) dan sangat jelas terlihat pada pria, cartilago epiglottis 1
buah, cartilago cricoidea 1 buah, cartilago arytenoidea 2 buah yang berbentuk
beker (Mansjoer, 2008).
2. Saluran Nafas Bagian Bawah
a. Trachea atau Batang tenggorok
Merupakan tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5
cm. Trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan
leher dan di belakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis
(taut manubrium dengan corpus sterni) atau sampai kira-kira ketinggian
vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus
(bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan
cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang
melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat
beberapa jaringan otot.
b. Bronchus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira
vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan
dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan
ke samping ke arah tampuk paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih
lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri
pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri,
disebut bronckus lobus bawah.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan
di bawah arteri pulmonalis, sebelurn dibelah menjadi beberapa cabang yang
berjalan ke lobus atas dan bawah. Cabang utama bronchus kanan dan kiri
bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus
segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang
ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis,
yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara).
c. Paru-Paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri atas kecil
gelembung-gelembung (alveoli). Alveolus yaitu tempat pertukaran gas
assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki
kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris
seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan
akhir paru-paru, asinus atau kadang disebut lobolus primer memiliki tangan
kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari
trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang
dinamakan pori-pori kohn.
Paru-paru dibagi menjadi dua bagian, yaitu paru-paru kanan yang terdiri dari
3 lobus (lobus pulmo dekstra superior lobus pulmo dekstra media, lobus
pulmo dekstra inferior) dan paru-paru kiri yang terdiri dari 2 lobus : lobus
sinistra superior dan lobus sinistra inferior (Mansjoer, 2008).
3. Fisiologi Sistem Pernafasan Respirasi
Fisiologi sistem respirasi dibagi menjadi dua bagian ,yaitu respirasi eksternal
dimana proses pertukaran O2 dan CO2 ke dan dari paru ke dalam O2 masuk ke
dalam darah dan CO2 + H2O masuk ke paru paru darah. kemudian dikeluarkan
dari tubuh dan respirsai internal/respirasi sel dimana proses pertukaran O2 & CO2
di tingkat sel biokimiawi untuk proses kehidupan. Proses pernafasan terdiri dari 2
bagian, yaitu sebagai berikut :
a. Ventilasi pulmonal
Ventilasi pulmonal yaitu masuk dan keluarnya aliran udara antara
atmosfir dan alveoli paru yang terjadi melalui proses bernafas (inspirasi dan
ekspirasi) sehingga terjadi disfusi gas (oksigen dan karbondioksida) antara
alveoli dan kapiler pulmonal serta ransport O2 & CO2 melalui darah dan dari
sel jaringan. Mekanik pernafasan Masuk dan keluarnya udara dari atmosfir
ke dalam paru-paru dimungkinkan olen peristiwa mekanik pernafasan yaitu
inspirasi dan ekspirasi.
Inspirasi (inhalasi) adalah masuknya O2 dari atmosfir & CO2 ke dalam
jalan nafas. Dalam inspirasi pernafasan perut, otot difragma akan
berkontraksi dan kubah difragma turun (posisi diafragma datar), selanjutnya
ruang otot intercostalis externa menarik dinding dada agak keluar, sehingga
volume paru-paru membesar, tekanan dalam paru-paru akan menurun dan
lebih rendah dari lingkungan luar sehingga udara dari luar akan masuk ke
dalam paru-paru.
Ventilasi Selama inspirasi udara mengalir dari atmosfir ke alveoli.
Selama ekspirasi sebaliknya yaitu udara keluar dari paru-paru. Udara yg
masuk ke dalam alveoli mempunyai suhu dan kelembaban atmosfir. Udara
yg dihembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai suhu sama dengan
tubuh.
Difusi Yaitu proses dimana terjadi pertukaran O2 dan CO2 pada
pertemuan udara dengan darah. Tempat difusi yg ideal yaitu di membran
alveolar-kapilar karena permukaannya luas dan tipis. Pertukaran gas antara
alveoli dan darah terjadi secara difusi. Tekanan parsial O2 (PaO+) dalam
alveolus lebih tinggi dari pada dalam darah O2 dari alveolus ke dalam darah.
Sebaliknya (PaCO2) darah > (PaCO2) alveolus sehingga perpindahan gas
tergantung pada luas permukaan dan ketebalan dinding alveolus.
Transportasi gas dalam darah O2 perlu ditrasport dari paru-paru ke jaringan
dan CO2 harus ditransport kembali dari jaringan ke paru-paru. Beberapa
faktor yg mempengaruhi dari paru ke jaringan , yaitu:
1) Cardiac out put.
2) Jumlah eritrosit.
3) Exercise
4) Hematokrot darah akan meningkatkan vikositas darah mengurangi
transport O2 menurunkan CO (Mansjoer, 2008).
b. Perfusi pulmonal
Merupakan aliran darah aktual melalui sirkulasi pulmonal dimana O2
diangkut dalam darah membentuk ikatan (oksi Hb) / Oksihaemoglobin darah
natrium (98,5%) sedangkan dalam eritrosit bergabung dgn Hb dalam plasma
sbg O2 yg larut dlm plasma (1,5%). CO2 dalam ditrasportasikan sebagai
bikarbonat, alam eritosit sebagai bikarbonat, dalam plasma sebagai kalium
bikarbonat , dalam larutan bergabung dengan Hb dan protein plasma. C02
larut dalam plasma sebesar 5 – 7 %, HbNHCO3 Carbamoni Hb (carbamate)
sebesar 15 – 20 % , Hb + CO2 HbC0 bikarbonat sebesar 60 – 80%
(Mansjoer, 2008).
Pengukuran volume paru Fungsi paru, yg mencerminkan mekanisme
ventilasi disebut volume paru dan kapasitas paru. Volume paru dibagi
menjadi:
1) Volume tidal (TV) yaitu volume udara yang dihirup dan dihembuskan
setiap kali bernafas.
2) Volume cadangan inspirasi (IRV) , yaitu volume udara maksimal yg
dapat dihirup setelah inhalasi normal.
3) Volume Cadangan Ekspirasi (ERV), volume udara maksimal yang dapat
dihembuskan dengan kuat setelah exhalasi normal.
4) Volume residual (RV) volume udara yg tersisa dalam paru-paru setelah
ekhalasi maksimal (Mansjoer, 2008).

C. Etiologi
Penyebaran infeksi terjadi melalui droplet dan sering disebabkan oleh
streptoccus pneumonia, melalui slang infuse oleh staphyloccus aureus sedangkan
pada pemakaian ventilator oleh p. Aeruginosa dan enterobacter. Dan masa kini
terjadi karena perubahan keadaan pasien seperti kekebalan tubuh dan penyakit
kronis, polusi lingkungan, penggunaan antibiotic yang tidak tepat.
Setelah masuk keparu-paru organism bermultiplikasi dan, jika telah berhasil
mengalahkan mekanisme pertahanan paru, terjadi pneumonia. Selain diatas
penyebab terjadinya pneumonia sesuai penggolongannya yaitu: (NANDA, 2015)
1) Bacteria: diplococcus pneumonia, pneumococcus, streptokokus hemolyticus,
streptococcus aureus, hemophilus influinzae, mycobacterium tuberkolusis,
bacillus friedlander.
2) Virus: respiratory syncytial virus, adeno virus, v.sitomegalitik, v. Influenza.
3) Mycoplasma pneumonia.
4) Jamur: histoplasma capsuatum, cryptoccus neuroformans, blastomyces
dermatitides, coccicodies immitis, aspergilus species, candida albicans.
5) Aspirasi: makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda
asing.
6) Pneumonia hipostatik
7) Sindrom loeffler

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada pneumoni diantaranya:
1. Demam yang timbul dengan cepat (39,50-40,50)
2. Nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernapas dan batuk
3. Malaise
4. Nafas cepat dan dangkal (50 – 80) disertai dengan pernapasan mendengkur,
pernapasan cuping hidung, dan penggunaan otot bantu pernafasan,ekspirasi
berbunyi
5. Takipnea ( 25-45 x/menit)
6. Batuk (baik non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir,
purulen, atau bercak darah) (Sujono,2009).

E. Klasifikasi
Klasifikasi pneumoni (Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia
Komuniti di Indonesia):
1. Berdasar klinis dan Epidemiologi:
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acquired pneumonia/nosocomial
pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised
2. Berdasar Bakteri Penyebab:
a. Pneumonia bakterial/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa
bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya
Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphilococcuspada penderita pasca
infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia.
c. Pneumonia Virus
d. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama
pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)
3. Berdasar Predileksi Penyakit:
a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumonia bakterial, jarang pada bayi dan
orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen
kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus, misal: pada
aspirasi benda asing, atau proses keganasan.
b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan
paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan
orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus.
c. Pneumonia interstisial ( Sujono,2009).

F. Patofisilogi
Bakteri penyebab terhisap ke paru perifer melalui saluran nafas menyebabkan
reaksi jaringan, yang mempermudah proliferasi dan penyeraban kuman.
Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadinya sebukan sel
PMNs (polimorfnuklears), fibrin, eritrosit, cairan edema dan kuman dialveoli.
Proses ini termasuk dalam stadium hepatisasi merah. Sedangkan stadium
hepatisasi kelabu adalah kelanjutan proses infeksi berupa deposisi fibrin ke
permukaan pleura. Ditemukan pula fibrin dan leukosit PMNs di alveoli dan proses
fogositosis yang cepat dilanjutkan stadium resolusi, dengan peningkatan jumlah sel
makrofag dialveoli, degenerasi sel dan menipisnya fibrin, serta menghilangnya
kuman dan debris.
Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi. Suatu
reaksi inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan
menghasilkan eksudat yang mengganggu gerakan dan difusi oksigen serta
karbondioksida. Sel-sel darah putih kebanyakan neutrofil juga berimigrasi
kedalam alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya mengandung udara. Area paru
tidak mendapat ventilasi yang cukup karena sekresi, edema mukosa dan
bronkospasme menyebabkan oklusi parsial bronkhi atau alveoli dengan
mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah vena yang memasuki
paru-paru lewat melalui area yang kurang terventilasi dan keluar ke sisi kiri jantung.
Percampuran darah yang teroksigenasi dan tidak teroksigenasi ini akhirnya
mengakibatkan hipoksemia arterial (New Medical,2012).
G. Pathway
Terlampir

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah lengkap: leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri ;
leukosit normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau
pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respons leukosit orang tua atau
lemah. Leukopeneia menunjukan depresi imunitas, misalnya neutropenia
pada infeksi kuman Gram negative atau S. aureus pada pasien dengan
keganasan dan gangguan kekebalan.
b. LED: meningkat.
c. GDA/ nadi oksimetri: tidak normal mungkin, tergantung pada luas paru yang
terlibat dan penyakit paru yang ada
d. Elektrolit: natrium dan klorida mungkin rendah.
e. Bilirubin: mungkin meningkat.
2. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah: dapat diambil dengan biopsi jarum,
aspirasi transtrakeal, bronkoskopi fiberoptik, atau biopsy pembukaan paru untuk
mengatasi organisme penyebab.
3. Pemeriksaan serologi misalnya titer virus atau legionella
4. Pemeriksaan fungsi paru : Volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps
alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan complain menurun.
Mungkin terjadi perembesan (hipoksemia).
5. Pemeriksan radiologi
Sinar X Mengidentifikasi distribusi structural (mis., lobar, bronchial) dapat juga
menyatakan abses luas/infiltrate, empiema (stapilococus) infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bacterial) atau penyebaran/perluasan infiltrate nodul (lebih sering
virus) (Sujono,2009).

I. Penatalaksanaan
Pengobatan umum pasien – pasien pneumonia biasanya berupa pemberian
antibiotik yang efektif terhadap organisme tertentu, terapi oksigen untuk
menanggulangi hipoksemia dan pengobatan komplikasi seperti pada efusi pleura
yang ringan, obat pilihan untuk penyakit ini adalah penisilin G. Pengobatan
diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal itu perlu waktu dan
pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya.
1. Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
2. Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
3. Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk menunjukkan tanda-tanda
infeksi
4. Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.
5. Berikan oksigen
6. Lakukan fisioterapi dada (lakukan hanya pada daerah yang terdapat sekret )
7. Inhalasi adalah pengobatan dengan cara memberikan obat dalam bentuk uap
kepada pasien langsung melalui alat pernapasannya (hidung ke paru-paru). Cara
penggunaannya cukup praktis yaitu pasien diminta menghirup uap yang
dikeluarkan nebulizer dengan menggunakan masker. Obat-obatan yang
dimasukkan ke dalam nebulizer bertujuan melegakan pernapasan atau
menghancurkan lendir (Sujono, 2009).

II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Identitas
Mengkaji identitas pasien yang meliputi nama, usia, jenis kelamin, status
pernikahan, agama, pekerjaan, dan alamat.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien dengan pneumonia bisanya mengalami sesak.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan
bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak
sampai 39-40oC dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi
c. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Pasien dengan pneumonia apakah sebelumnya pernah menderita penyakit
infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Terdapat anggota keluarga menderita penyakit paru-paru atau penyakit
infeksi saluran pernafasan yang dapat menularkan kepada anggotanya,
keadaan ini dapat memberikan petunjuk kemungkinan penyakit tersebut
diuraikan.
3. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi-pemeliharaan kesehatan
Data yang muncul sering berpersepsi meskipun sudah batuk masih
menggap belum terjadi gangguan serius, mereka menganggap benar-benar
sakit apa bila sudah mengalami sesak nafas.
b. Pola nutrisi metabolic
Pasien dengan pneumonia sering muncul anoreksia (akibat respon sistemik
melalui kontrol saraf pusat), mual dan muntah (karena peningkatan
rangsangan gaster sebagai dampak peningkatan toksik mikroorganisme),
sehingga memperaruhi asupan nutrisi dari pasien.
c. Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi retensi bila dehidrasi karena
panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan
d. Pola aktivitas-latihan
Pasien dengan pneumonia biasanya terjadi menurun aktifitas dan latihannya
akibat dari kelemahan fisik yang di alaminya.
e. Pola tidur – istirahat
Pasien dengan pneumonia cederung mengalami kesulitan tidur karena sesak
nafas dan nyeri pada dada.
f. Pola kognitif perceptual
Biasanya pasien dengan pneumonia cenderung terhambat dalam
komunikasinya akibat sesak nafas yang dialami, nyeri dada dan merasa
mual.
g. Pola toleransi – koping stress
Pasien dengan pneumonia cederung akan merasa stres terhadap penyakitnya
yang dialaminya karena tidak bebas dalam beraktifitas, nyeri dada yang
dirasakan, dan sering mengalami sesak.
h. Persepsi diri / konsep diri
Pada pasien dengan pneumonia biasanya timbul rasa cemas, gelisah dan
rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal.
i. Pola seksual – reproduksi
Pada pasien dengan pneumonia akan mengalami masalah pada
seksualitasnya akibat penyakit yang dideritanya.
j. Pola hubungan dan peran
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal
dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama
sakit. Karena klien harus menjalani perawatan di rumah sakit maka
dapat mempengaruhi hubungan dan peran klien baik dalam keluarga,
lingkungan bermain dan sekolah.
k. Pola nilai kepercayaan
Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi
cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.
B. Diagnosa
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan hiperventilasi
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan mukus yang berlebih
3. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Mual dan muntah, anoreksia
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
C. Implementasi
Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang
telah dibuat sebelumnya.

D. Evaluasi
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
1. Status pernafasan :
a. Frekuensi pernafasan (5) Tidak ada deviasi dari kisaran normal
b. Irama pernapasan (5) Tidak ada deviasi dari kisaran normal
c. Kedalaman inspirasi (5) Tidak ada deviasi dari kisaran normal
d. Kemampuan untuk mengeluarkan secret (5) Tidak ada deviasi dari kisaran
normal
e. Ansietas (5) Tidak ada
f. Suara Nafas tambahan (5) Tidak ada
g. Pernapasan cuping hidung (5) Tidak ada

2. Ketidakefektifan Pola Nafas


1. Status pernafasan :
a. Ventilasi
Definisi: Keluar masuknya udara dari dan ke dalam paru
1. Frekuensi pernafasan (5) Tidak ada deviasi dari kisaran normal
2. Irama pernapasan (5) Tidak ada deviasi dari kisaran normal
3. Suara perkusi nafas (5) Tidak ada deviasi dari kisaran normal
4. Kedalaman inspirasi (5) Tidak ada deviasi dari kisaran normal
5. Akumulasi sputum (5) Tidak ada
6. Suara Nafas tambahan (5) Tidak ada
7. Dyspnea saat istirahat (5) Tidak ada

3. Hipertermi
Outcome untuk mengukur penyelesaian dari diagnosis
1. Menggigil saat dingin (skala 5)
2. Tingkat pernapasan (skala 5)
3. hipertermia (skala 5)
4. perubahan warna kulit (skala 5)
5. dehidrasi (skala 5)
Outcome tambahankan untuk mengukur batasan karakteristik
1. Suhu tubuh (Skala 5)
2. Tingkat pernapasan (Skala 5)
3. Irama pernapasan (Skala 5)
4. Tekanan darah sistolik (Skala 5)
5. Tekanan darah diastolik (Skala 5)
6. Tekanan nadi (skala 5)
Outcome yang berkaitan dengan factor yang berhubungan atau oucome
menengah
1. Posisi yang nyaman (skala 5)
2. Intake makanan (skala 5)
3. Intake cairan (skala 5)
4. Tingkat energy (skala 5 )
5. Suhu tubuh ( skala 5)
6. Sesak nafas (skala 5)
7. Mual ( skala 5)
8. Muntah (skala 5)

4. Nyeri akut
1. Kontrol nyeri
a. Mengenali kapan terjadi nyeri (5) secara konsisten menunjukkan.
b. Menggambarkan factor penyebab (5) secara konsisten menunjukkan.
c. Menggunakan tindakan pengurangan (nyeri) tanpa analgesik (5) secara
konsisten menunjukkan.
d. Menggunakan analgetik yang di rekomendasikan (5) secara konsisten
menunjukkan.
e. Melaporkan perubahan terhadap gejala nyeri pada professional kesehatan
(5) secara konsisten menunjukkan.
f. Melaporkan nyeri yang terkontrol (5) secara konsisten menunjukkan.

5. Ketidakseimbangan nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh


Status Nutrisi
1. Asupan gizi (5) tidak menyimpang
2. Asupan makanan (5) tidak menyimpang
3. Energy (5) tidak menyimpang
4. Rasio BB/TB (5) tidak menyimpang

Status Nutrisi: Asupan Nutrisi


1. Asuan kalori (5) sepenuhnya adekuat
2. Asupan protein (5) sepenuhnya adekuat
3. Asupan karbohidrat (5) sepenuhnya adekuat
Nafsu Makan
1. Hasrat/ keingian untuk makan (5) tidak terganggu
2. Intake Nutrisi (5) tidak terganggu

6. Intoleransi aktivitas
1. Toleransi terhadap aktivitas
a. Saturasi oksigen ketika beraktivitas (5) tidak terganggu.
b. Frekuensi nadi ketika berktivitas (5) tidak terganggu.
c. Frekuensi pernafasan ketika beraktivitas (5) tidak terganggu.
d. Kemudahan bernafas ketika beraktivitas (5) tidak terganggu.
e. Hasil EKG (5) tidak terganggu.
f. Kemudahan dalam melakukan aktivitas hidup harian (5) tidak terganggu.
2. Daya tahan
a. Melakukan aktivitas rutin (5) tidak terganggu.
b. Aktivitas fisik (5) tidak terganggu.
c. Daya tahan otot (5) tidak terganggu.
d. Oksigen darah ketika beraktivitas (5) tidak terganggu.
e. Kelelahan (5) tidak ada.
3. Energy Psikomotor
a. Menunjukan efek yang sesuai dengan situasi (5) secara konsisten
menunjukkan.
b. Menunjukkan konsentrasi (5) secara konsisten menunjukkan.
c. Menjaga kebersihan dan tampilan personal (5) secara konsisten
menunjukkan.
d. Menunjukkan nafsu makan yang normal (5) secara konsisten
menunjukkan.
e. Menunjukkan tingkat energi yang stabil (5) secara konsisten menunjukkan.
DAFTAR PUSTAKA

Djojodibroto, D., 2009. Respirologi ( Respiratory Medicine). Jakarta: EGC

Evelyn C. Pearce. 2008. Anatomi dan fisiologi untuk para medis. Jakarta: PT Gramedia
Pusaka Utama.

Huda Nuarif, Amin, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis NANDA NIC NOC. Medication Publishing: Yogyakarta.

Herdman, T. Heather. 2015. Nanda Internasional Inc. Keperawatan : Definisi &


Klasifikasi 2015-2017. Jakarta EGC.

Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Medika Aeseulupius.

News Medical . 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.


Volume 2. Jakarta: EGC

Nursalam. 2011. Proses Dan Dokumentasi Keperawatan, Konsep Dan Praktek. Jakarta:
Salemba Medika

Qauliyah, A. 2008. Imunisasi :Pengertian, Jenis dan Ruang Lingkup. Available online
:http://www.astaqauliyah.com. Diakses pada tanggal 4 September 2017.

Randy, M. Clevo & Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit
Dalam. Yogyakarta: NuhaMedika.

Riyadi, Sujono. 2009. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Anda mungkin juga menyukai