DEFINISI KERACUNAN
Keracunan adalah kondisi yang disebabkan oleh menelan, mencium, menyentuh, atau
menyuntikkan berbagai macam obat, bahan kimia, racun, atau gas. Keracunan bukan hanya
membahayakan kesehatan, tapi juga bisa menyebabkan kematian. Keracunan berarti bahwa
suatu zat kimia telah mengganggu proses fisiologis, sehingga keadaan badan organisme itu
tidak lagi dalam keadaan sehat. Dengan perkataan lain organisme itu menjadi sakit.
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan racun yang masuk ke
dalam tubuh dapat mengganggu organ tubuh tertentu, seperti paru paru, hati, ginjal dan
lainnya (ENA, 2018).
1. Jamur
Tanaman jamur yang mengandung mycotoxin tampak dari luarnya mirip
sekali dengan jenis- jenis yang tidak mengandung toksin dan beracun, jika dimakan
mentah ataupun dimasak. Maka penting sekali agar membeli jamur hanya dari sumber
yang dapat diandalkan.
2. Kentang Hijau
Ini mengandung solanin yang bisa menimbulkan sakit atau kematian jika
dimakan dalam jumlah besar. Kentang yang hijau harus senantiasa dibuang.
3. Hidangan hasil laut
Beberapa bahan makanan hasil laut mangandung racun atau logam-logam
berat. Termasuk dalam ini tiram, kerang dan segolongan ikan. Maka penting sekali
bahwa penyediaan bahan makanan hasil laut akan diperoleh dari sumber -sumber
yang terpercaya.
4. Keracunan ketela pohon
5. Keracunan jengkol
Keracunan bahan berbahaya rumah tangga
1. Keracunan spiritus/metanol
Metanol adalah bentuk paling sederhana dari alkohol yang biasa digunakan
sebagai pelarut di industri.
2. Keracunan asam cuka, air keras
3. Keracunan aseton
4. Keracunan bensin, minyak tanah
5. Keracunan insektisida
Merupakan kondisi yang terjadi ketika racun serangga tertelan, terhirup, atau
terserap ke dalam kulit dalam jumlah banyak. Kondisi ini tergolong berbahaya, dan
harus segera mendapat penanganan medis. Insektisida merupakan salah satu jenis
pestisida yang khusus diperuntukkan sebagai pembasmi serangga.
6. Keracunan kamper
Adalah bahan utama yang ditemukan di kapur barus tradisional, dan sebagian
baunya terdiri dari tar
7. Keracunan kaporit
Kaporit biasanya digunakan sebagai zat disinfektan air.
8. Keracunan karbol
Karbol adalah cairan pembersih non-detergenik (tidak mengandung deterjen)
dan desinfektan yang memiliki wangi tertentu.
9. Keracunan terpetin
Terpenting adalah cairan lengket berwarna kuning muda hingga coklat yang
diperoleh dari olahan getah berbagai pohon pinus.
10. Keracunan obat-obatan
11. Keracunan hidrokarbon
Keracunan hidrokarbon merupakan jenis keracunan yang disebabkan karena
mengonsumsi atau inhalasi senyawa hidrokarbon yang disengaja dengan dampak
gangguan fungsi organ tubuh.
12. Botulisme
Botulisme adalah kondisi keracunan serius yang disebabkan oleh racun dari
bakteri Clostridium botulinum. Racun yang dihasilkan bakteri ini dikenal sebagai
salah satu racun paling kuat. Oleh karena itu, walaupun tergolong jarang, botulisme
termasuk kondisi serius yang mengancam nyawa. Botulisme disebabkan oleh racun
dari bakteri Clostridium botulinum, yang dapat ditemukan di tanah, debu, sungai,
serta dasar laut. Sebenarnya, bakteri ini tidak berbahaya bila berada di kondisi
lingkungan yang normal. Tetapi, bakteri tersebut akan melepaskan racun ketika
kekurangan oksigen. Misalnya, bila berada di dalam lumpur dan tanah yang tidak
bergerak, di kaleng tertutup, botol, atau di dalam tubuh manusia.
13. Keracunan carbamate (baygon)
14. Organofosfat
Toksisitas berbagai senyawa berbeda-beda, dan mula kerjanya mungkin
tertunda pada pemaparan melalui kulit. Ansietas, gelisah, pusing, sakit kepala, miosis,
mual, hipersalivasi, muntah, kolik abdomen, diare, bradikardia, dan berkeringat
adalah gejala umum keracunan organofosfat.
Waktu timbulnya gejala dapat diamati dengan bervariasi, hal ini sering dihubungkan
dengan penyebab keracunan oleh mikroba maupun keracunan karena zat kimia yang toksik.
Pada umumnya keracunan oleh zat kimia termasuk toksin akan lebih cepat nampak jika
dibandingkan dengan keracunan oleh mikroba. Sebagai contoh gejala-gejala yang timbul
akibat keracunan yang disebabkan oleh mikroba seperti Salmonella, Clostridium perfingens,
Vibro parahaemolitycus, galur dari Escerichia coli yang enteroparogenik dan spesies
Shigella pada umumnya timbul setelah masa inkubasi 12-74 jam dan ditandai oleh gangguan
pada perut bagian bawah (abdominal pains), pusing (nausea), berak-berak (diarrhea),
muntah-muntah (vomiting) demam dan sakit kepala.
Sedangkan antara gejala-gejala yang timbul akibat termakannya racun (zat kimia)
yang dihasilkan lebih dulu oleh pertumbuhan mikroorganise (Staphylococus aureus) dalam
makanan dapat mengakibatkan pegaruh pada manusia dengan timbulnya gejala-gejala yang
dapat terlihat antara 2-4 jam dan sering ditandai muntah-muntah ringan, berak-berak serta
pusing. Gejala dan masa inkubasi pada keracunan yang disebabkan oleh mikroba meupun zat
kimi toksik dapat membantu dalam menegakkan diagnosis dan untuk memilih parameter uji
yang akan dilakukan (Michael Elistam, M. E. 2019).
PATOFISIOLOGI KERACUNAN
Arisanti, R. R., Indriani, C., & Wilopo, S. A. 2018. Kontribusi agen dan faktor penyebab
kejadian luar biasa keracunan pangan di Indonesia: kajian sistematis. Berita
Kedokteran Masyarakat, 34(3), 99-106.
Arisman. 2014. Keracunan Makanan, Buku Ajar Ilmu Gizi. EGC. Jakarta.
BPOM RI. 2015. Laporan Tahunan 2015 Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta:
Badan POM RI.
Fitriana, N. F. 2019. Optimalisasi kemampuan penanganan kegawatdaruratan keracunan
bahan kimia rumah tangga menggunakan sarana telenursing di desa karang rau
sokaraja. In prosiding seminar nasional lppm ump (pp. 126-131).
Handayani dan Werdiningsih. 2014. Kondisi Sanitasi dan Keracunan Makanan Tadisional,
Agroteksos. Volume: 20.
Michael Elistam, M. E. 2019. Buku Saku Penuntun Kedaruratan Medis (97).
Purawijaya, Tatang. 2012 . Keracunan Makanan di Indonesia. Materi Pelatihan Singkat
Keamanan Pangan, Standar dan Peraturan Pangan. PAU Pangan dan Gizi.
Purwoko, S.,Satyanegara, S., 2006. Pertolongan Pertamadan RJP pada Anak/National Safety
Council. Jakarta: Arcan.
Scaeffer, S., Badillo, R.B., Hovseth, K. 2018. Kegawatandaruratan Toksikologi. Elsevier.
Widjaja, M. C. 2002. Mengatasi diare dan keracunan pada balita. Jakarta: Kawan
Pustaka, 38.