Pembimbing Akademik :
Ilya Krisnana, S.Kep. Ns., M.Kep
Di susun oleh :
Elfira Fitria Rohma, S.Kep. NIM. 131813143015
Elisa Maria Wahyuni, S.Kep. NIM. 131813143097
Elsa Yunita Mujarwati, S.Kep. NIM. 131813143058
Elvanda Vandina Romanda, S.Kep. NIM. 131813143073
Elyta Zuliyanti, S.Kep. NIM. 131813143053
Emha Rafi Pratama, S.Kep. NIM. 131813143011
Eva Diana, S.Kep. NIM. 131813143106
i
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
Kepala Ruangan
Wiwik Andayani,S.Kep,Ns
NIP. 196504101993122001
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan “asuhan keperawatan
pada an. G dengan diagnosa medis Rinitis alergi dengan masalah keperawatan
utama bersihan jalan nafas tidak efektif di ruang poli anak RSUD Dr. Soetomo
Surabaya” dengan baik. Tidak lupa kami menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr.Nursalam, M.Nurs, (Hons), selaku Dekan yang senantiasa memacu,
dan memotivasi mahasiswa untuk berprestasi semaksimal mungkin;
2. Makhfudli, S.Kep., Ns., M.Ked.Trop. selaku Kepala Program Studi Pendidikan
Profesi Ners (P3N) Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga yang telah
memberikan kesempatan untuk mengikuti program Profesi Ners.
3. Bu Wiwik selaku kepala ruangan dan pembimbing klinik yang senantiasa
memberikan ijin, bimbingan dan arahan untuk mengikuti praktik profesi
maternitas di ruang merpati.
4. Ilya Krisnana, S.Kep. Ns., M.Kep selaku pembimbing akademik yang
memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian makalah ini; dan
5. Teman-teman yang telah bekerja sama dalam penyelesaian tugas ini.
Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberi
kesempatan, dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan laporan seminar ini.
Akhirnya penyusun berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami
secara pribadi dan bagi yang membutuhkannya.
iv
DAFTAR ISI
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Diagnosa Keperawatan .................................................................. 24
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................... 28
5.2 Saran ............................................................................................ 28
v
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
1
meningkatkan kualitas hidup pasien, serta mencegah peningkatan keparahan
penyakit. Dampak rinitis alergi yang paling utama adalah menurunnya
kualitas hidup pasien, mulai dari terganggunya tidur, menurunnya performa
saat bekerja, ataupun menurunnya konsentrasi di sekolah (Bousquet et al,
2008)
Rinitis alergi adalah penyakit yang terkesan sepele tetapi ternyata cukup
mengganggu dan diderita oleh cukup banyak orang. Apalagi jika dialami oleh
anak-anak, selain berdampak pada fisik juga akan berdampak pada
piskologisnya. Anak bisa menjadi semakin rewel dengan adanya gejala rinitis
alergi. Oleh karena itu berdasarkan uraian diatas, maka dari itu, penulis
merasa tertarik untuk membahas mengenai “asuhan keperawatan pada an. G
dengan diagnosa medis Rinitis alergi dengan masalah keperawatan utama
bersihan jalan nafas tidak efektif di ruang poli anak RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.”
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep asuhan keperawatan pada an. G
dengan diagnosa medis Rinitis alergi dengan masalah keperawatan utama
bersihan jalan nafas tidak efektif di ruang poli anak RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa memahami dan mengetahui definisi rinitis alergi
2. Mahasiswa memahami dan mengetahui klasifikasi rinitis alergi
3. Mahasiswa memahami dan mengetahui etiologi rinitis alergi
4. Mahasiswa memahami dan mengetahui patofisiologi rinitis alergi
5. Mahasiswa memahami dan mengetahui gejala klinis rinitis alergi
6. Mahasiswa memahami dan mengetahui penatalaksanaan rinitis alergi
7. Mahasiswa memahami dan mengetahui pemeriksaan penunjang rinitis
alergi
8. Mahasiswa memahami dan mengetahui komplikasi rinitis alergi
2
9. Mahasiswa memahami dan mampu menerapkan asuhan keperawatan
pada ny. T dengan diagnosa medis post partum dengan eklampsia di
ruang merpati RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
1.4 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber untuk pembelajaran dan
pengetahuan tentang konsep dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan diangnosa medis rinitis alergi.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Rinitis alergi merupakan penyakit hipersensitifitas tipe I (Gell &
Coomb) yang diperantarai oleh IgE pada mukosa hidung. Gejala klinik yang
timbul berupa bersin-bersin, rinore (hidung beringus), hidung tersumbat yang
disertai gatal pada hidung, mata dan palatum sebagai akibat infiltrasi sel-sel
inflamasi dan dikeluarkannya mediator kimia seperti histamin, prostaglandin
dan leukotrien.
Rinitis alergi adalah penyakit simtomatis pada membran mukus
hidung akibat inflamasi yang dimediasi oleh IgE pada lapisan membran yang
diinduksi oleh paparan alergen.
2.2 Klasifikasi
Berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative ARIA (Allergic
Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat
berlangsungnya dibagi menjadi :
a. Intermiten (kadang-kadang) bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau
kurang dari 4 minggu.
b. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari
4 minggu. Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis
alergi dibagi menjadi:
c. Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian,
bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang
mengganggu.
d. Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut
diatas.
2.3 Etiologi
Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan
predisposisi genetik dalam perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan
herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi. Penyebab rinitis alergi
4
tersering adalah alergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada anak-anak.
Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain, seperti urtikaria dan
gangguan pencernaan.
Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari klasifikasi.
Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa alergen. Alergen yang
menyebabkan rinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur.
Rinitis alergi perenial (sepanjang tahun) diantaranya debu tungau, terdapat
dua spesies utama tungau yaitu Dermatophagoides farinae dan
Dermatophagoides pteronyssinus, jamur, binatang peliharaan seperti kecoa
dan binatang pengerat. Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya
karpet serta sprai tempat tidur, suhu yang tinggi, dan faktor kelembaban
udara. Kelembaban yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk
tumbuhnya jamur. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat
adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau
aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca.
2.4 Patofisiologi
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali
dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri
dari 2 fase yaitu immediate phase allergic reaction atau reaksi alergi fase
cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam
setelahnya dan late phase allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat
(RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase
hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung 24-48 jam.
Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag
atau monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting
Cell/APC) akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa
hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptide
dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptide
MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian
dipresentasikan pada sel T helper (Th0). Kemudian sel penyaji akan melepas
sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk
5
berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin
seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13. IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh
reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif
dan akan memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah akan
masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau
basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut
sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa
yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang sama, maka kedua rantai IgE
akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel)
mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah
terbentuk (Performed Mediators) terutama histamin. Selain histamin juga
dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2),
Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Platelet
Activating Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF
(Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-lain. Inilah
yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC).
6
Gambar 2.1 Patofisiologi alergi (rinitis, eczema, asma) paparan alergen
pertama dan selanjutnya
Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus
sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin
juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami
hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore.
Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain
histamin merangsang ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan
pada mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion
Molecule 1 (ICAM1). Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan
molekul kemotaktik yang menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil
di jaringan target. Respons ini tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala
akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL
ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti
eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta
peningkatan sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan Granulocyte Macrophag
Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM1 pada sekret hidung.
Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan
eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic
Cationic Protein (ECP), Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major Basic
Protein (MBP), dan Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain
faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat
gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan
kelembaban udara yang tinggi.
Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad)
dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga
pembesaran ruang interseluler dan penebalan membran basal, serta ditemukan
infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa hidung.
Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan
serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-
menerus (persisten) sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi
7
perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan
hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal.
8
simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai
dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan
antihistamin atau tropikal. Namun pemakaian secara tropikal
hanya boleh untuk beberapa hari saja untuk menghindari
terjadinya rinitis medikamentosa. Preparat kortikosteroid dipilih
bila gejala trauma sumbatan hidung akibat respons fase lambat
berhasil diatasi dengan obat lain. Yang sering dipakai adalah
kortikosteroid tropikal (beklometosa, budesonid, flusolid,
flutikason, mometasonfuroat dan triamsinolon).
b. Imunoterapi - Jenisnya desensitasi, hiposensitasi & netralisasi.
Desensitasi dan hiposensitasi membentuk blocking antibody.
Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya berat, berlangsung
lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan.
2.7 Pemeriksaan penunjang
1) In vitro
Perhitungan eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat.
Demikian pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test)
sering kali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien
lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita
asma bronkial atau urtikaria. Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio
Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay
Test). Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak dapat memastikan
diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya
eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan.
Jika basofil (5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jik(Ira
ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri..
2) In vivo
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit
kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-
point Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan
menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat
9
kepekatannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab juga derajat alergi
serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui (Sumarman, 2000).
Untuk alergi makanan, uji kulit seperti tersebut diatas kurang dapat
diandalkan. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi dan
provokasi (“Challenge Test”). Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari
tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu pada Challenge Test, makanan yang
dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari, selanjutnya
diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan setiap kali dihilangkan
dari menu makanan sampai suatu ketika gejala menghilang dengan
meniadakan suatu jenis makanan.
2.8 Komplikasi
Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah:
a. Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous
glands, akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih
eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel, hiperplasia goblet,
dan metaplasia skuamosa.
b. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak. Sinusitis
paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para
nasal. Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam
mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi
penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut
akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan
akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat
dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel
eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah.
10
2.8 Web Of Caution
Reaksi hipersensitifitas
(alergi)
Gangguan keseimbangan
vasomotor, disfungsi sistem
saraf otonom
Peningkatan permeabilitas
kapiler
Hidung tersumbat
Adanya
Lendir Penurunan
lendir
menumpuk fungsi
pada Anoreksia
ke penciuma
saluran
tenggorokan n
napas
11
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Imunoterapi)
Identitas
12
Riwayat Sakit dan Kesehatan
Riwayat kesehatan sebelumnya
Riwayat kesehatan yang lalu
Penyakit yg pernah diderita
Ο DEMAM Ο Kejang BATUK PILEK
Ο MIMISAN Ο Lain-
lain………………………………...
Operasi : Ο Ya Ο Tidak
Tahun………………………
Alergi : Makanan Ο Obat Ο Udara
Debu Ο Lainnya,
sebutkan……………………….
Imunisasi : BCG (Umur…..) Polio…x (Umur…..) DPT…
x(Umur…..) Campak (Umur…..) Hepatitis…
x(Umur…..)
Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit yang pernah diderita keluarga: Ibu ada alergi udang
Lingkungan rumah dan komunitas: Tinggal di perumahan, tidak
kumuh dan tidak berdempetan
Perilaku yang mempengaruhi kesehatan: -
Persepsi keluarga terhadap penyakit anak: Karena turunan dari Ibu
yang alergi udang dan saat bayi tidak diberi ASI
Riwayat nutrisi
Nafsu makan: Baik Ο Tidak Ο Mual
Ο Muntah
Pola makan : Ο 2x/hari Ο 3x/hari >3x/hari
Minum: Jenis: Air mineral , Jumlah: - cc/hari
Pantangan makan: Ya Ο Tidak
Menu makanan: Daging merah, sayur - sayuran
Riwayat pertumbuhan
BB saat ini : 32 Kg, TB : 128,5 cm, LD: - cm, LLA : - cm
BB lahir : ………..gr, BB sebelum sakit: - Kg
Panjang lahir : 50 cm PB/TB saat ini : 128,5 cm
13
Riwayat perkembangan
Pengkajian perkembangan (DDST) :
………………………………………………..
Tahap perkembangan psikososial :
………………………………………………...
Tahap perkembangan psikoseksual :
……………………………………………….
ROS
14
Kardiovaskular B2 (Blood)
Irama jantung: Ο teratur Ο tidak teratur S1/S2 tunggal Ο Ya
Ο Tidak
Nyeri dada: Ο ya tidak
Bunyi jantung Ο normal Ο murmur Ο gallop Ο Lain-lain:
…………….
CRT: Ο < 3 detik Ο > 3 detik
Akral: Hangat Ο Panas Ο Dingin kering Ο
Dingin basah
Lain-lain: ……………………………………………
Masalah : -
Persyarafan & Penginderaan B3 (Brain)
15
Penglihatan (mata)
Pupil : Isokor Ο Anisokor Ο Lain-lain:
Sclera/konjungtiva : Ο Anemis Ο Ikterus Ο Lain-lain:
Gangguang penglihatan : Ο Ya Tidak
Pendengaran (telinga)
Gangguan pendengaran : Ο Ya Tidak Jelaskan:
………………………...
Penciuman (hidung)
Bentuk : Normal Ο Tidak Jelaskan:
………………………...
Gangguan penciuman : Ο Ya Tidak Jelaskan:
………………………...
Masalah :-
Perkemihan B4 (Bladder)
16
Pencernaan B5 (Bowel)
Nafsu makan: Baik Ο Menurun Frekuensi: 5-7 x/hari
Porsi makan: Habis Ο Tidak Ket.:
Minum: cc/hari Jenis:
Mulut dan tenggorokan
Mulut: Ο Bersih Ο Kotor Ο Berbau
Mukosa: Ο Lembab Ο Kering Ο Stomatitis
Tenggorokan: Ο Sakit/nyeri telan Ο Kesulitan menelan
Ο Pembesaran tonsil Ο Lain-lain:
……………………………...
Abdomen
Perut: Ο Tegang Ο Kembung Ο Ascites Ο Nyeri tekan,
lokasi…..
Peristaltik : …………………….x/menit
Pembesaran hepar Ο Ya Ο Tidak
Pembesaran lien Ο Ya Ο Tidak
Buang air besar………..x/hari Teratur : Ο Ya Ο Tidak
Konsistensi:…………………….Bau:……………………Warna:
…………………
Lain-lain: Ibu bingung dengan menu makanan karena hanya bisa makan
daging dan sayur sehingga anak mudah bosan
Masalah : kesiapan peningkatan nutrisi
Muskuloskeletal B6 (Bone&Integumen)
17
Endokrin
Tyroid:Membesar Ο Ya Tidak
Hiperglikemia Ο Ya Ο Tidak
Hipoglikemia Ο Ya Ο Tidak
Luka gangrene Ο Ya Tidak
Lain-lain:
………………………………………………………………………………
…….
Masalah : -
Psiko-sosio-spiritual Pers. Hygiene
Masalah : -
Data penunjang (Lab, Foto, USG, dll)
-
Terapi atau tindakan lain
1. Imunoterapi houst dust /minggu *0,1 cc per SC
18
3.2 Analisa Data
DATA ETIOLOGI MASALAH
Ds : Ibu klien mengatakan Alergen Bersihan jalan nafas
an. G mengeluarkan ↓ tidak efektif
ingus (rinore) dan Reaksi hipersensitifitas
bersin terus menerus (Alergi)
Do : - Klien ↓
mengeluarkan ingus Disfungsi sistem saraf
- Sekret berwarna otonom
bening dengan ↓
konsistensi cair Dilatasi arteriola dan
dalam jumlah kapiler
banyak ↓
- RR 22x/ menit
Peningkatan
permeabelitas kapiler
↓
Transudasi (Keluarnya
cairan)
↓
Rinore (keluarnya ingus)
↓
Hidung tersumbat
↓
Adanya lendir pada
saluran nafas
↓
Bersihan jalan nafas
tidak efektif
Ds : Klien mengeluh gatal Alergen Gangguan rasa
seluruh badan , ibu ↓ nayaman : gatal
19
DATA ETIOLOGI MASALAH
klien mengatakan Masuk ketubuh
klien sering ↓
menggaruk bagian Difagositosis
tubuhnya ↓
Do : - Klien tampak tidak Masuk ke kelenjar limfe
nyaman ↓
-Klien tampak Pelepasan sitonin
menggaruk kaki dan ↓
tangannya Sel beta terangsang
-Terdapat bintik
membentuk Ig. E
kemerahan di
↓
tubuhnya
Sel resptor Ig ( sel mast,
basofil, eosinofil)
mengikat Ig. E
↓
Degranulasi sel mast
mengeluarkan histamin,
bradikinin, prostaglandin
↓
Reaksi hipersensitivitas
(alergi)
↓
Masuk kepembuluh
perifer
↓
Urtikaria, pruritus
↓
gangguan rasa
nyaman : gatal
Ds : Ibu bingung dengan Alergen Kesiapan peningkatan
20
DATA ETIOLOGI MASALAH
menu makanan ↓ nutrisi
karena klien hanya Masuk ketubuh
bisa makan daging ↓
dan sayur Difagositosis
Do : klien mengatakan ↓
bahwa bosan Masuk ke kelenjar limfe
mengkonsumsi menu ↓
makanan sesuai Pelepasan sitonin
dengan diet alergi ↓
Sel beta terangsang
membentuk Ig. E
↓
Sel resptor Ig ( sel mast,
basofil, eosinofil)
mengikat Ig. E
↓
Degranulasi sel mast
mengeluarkan histamin,
bradikinin, prostaglandin
↓
Reaksi hipersensitivitas
(alergi)
↓
Penatalaksanaan dengan
diet alergi
↓
Kesiapan peningkatan
nutrisi
21
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif
2) Gangguan rasa nyaman: gatal
3) Kesiapan peningkatan nutrisi
22
Masalah Waktu Intervensi Waktu Evaluasi
23
Masalah Waktu Intervensi Waktu Evaluasi
menggunakan
air hangat jika
terasa gatal
Kesiapan 10. 46 1. Mengedukasi 10.50 S: Ibu klien memahami
peningkatan keluarga untuk tentang modifikasi
nutrisi memodifikasi pengolahan makanan
berhubungan menu untuk anaknya
dengan diet makanan yang O:-
alergi bisa A : Kesiapan
dikonsumsi peningkatan nutrisi
klien. P : Kesiapan
Misalnya peningktan nutrisi
dengan terpenuhi
memodofikasi
pengolahan
pada makanan
tersebut
2. Edukasi
pemilihan
menu
makanan yang
dapat
dikonsumsi
24
BAB 4
PEMBAHASAN
25
Batuk efektif dapat di berikan pada pasien dengan cara diberikan posisi
yang sesuai agar pengeluaran dahak dapat lancar. Batuk efektif ini merupakan
bagian tindakan keperawatan untuk pasien dengan gangguan penapasan akut dan
kronis. Batuk efektif yang baik dan benar akan dapat mempercepat pengeluaran
dahak pada pasien dengan gangguan saluran pernafasan. Kondisi saat sebelum dan
sesudah perlakuan batuk efektif mengalami perbedaan. Hal tersebut dapat
membuktikan bahwa penatalaksanaan nonfarmakologis tindakan batuk efektif
dapat membuat bersihan jalan nafas seseorang menjadi lebih baik (Nugroho,
2011).
2. Gangguan rasa nyaman: gatal berhubungan dengan reaksi
hipersensitivitas
Gangguan rasa nyaman adalah perasaan kurang senang, lega dan sempurna
dalam dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan dan social (SDKI, 2016).
Diagnosa tersebut dapat ditegakan jika terdapat data mayor berupa mengeluh
tidak nyaman atau gelisah dan data minor berupa merasa gatal, tampak meringis
atau menangis dan mengeluh sulit tidur.
Diagnosa tersebut diangkat pada asuhan keperawatan ini dikarenakan
ketika dilakukan pengkajian didapatkan data subjektif yaitu ibu klien mengatakan
An. G sering menggaruk bagian tubuhnya serta data objektif berupa An. G
menggaruk-garuk bagian tangan dan kakinya. Berdasarkan masalah tersebut
penyusun memberikan intervensi keperawatan berupa edukasi untuk mengompres
menggunakan air hangat atau normal salin pada bagian tubuh yang gatal untuk
mengurangi rasa gatal, edukasi untuk tidak menggaruk bagian tubuh yang gatal
agar tidak terjadi luka. Penelitian yang dilakukan Herwanto dan Hutomo (2016)
tentang pemberian kompres air hangat dan normal salin pada penderita dermatitis
atopik meunukkan 66 dari 72 responden membaik.
26
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh
reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi
dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika
terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut. Menurut WHO
ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, rinitis
alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa
gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang
diperantarai oleh IgE.
Masalah keperawatan yang dialami An. G adalah bersihan jalan
nafas tidak efektif, kesiapan peningkatan nutrisi dan gangguan rasa
nyaman: gatal. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan adalah edukasi
kepada anak dan ibu tentang bagaimana cara fisioterapi dada dan batuk
efektif. Selain itu juga memberikan edukasi untuk tidak menggaruk badan
secara berlebihan saat gatal dan dioleskan lotion serta mengompres dengan
air hangat ketika terasa gatal. Untuk kesiapan peningkatan nutrsi dilakukan
edukasi kepada ibu mengenai pemilihan menu makanan yang dapat
dikonsumsi dan untuk memodikasi menu makanan anak agar tidak bosan.
5.2 Saran
5.2.1 Keluarga
27
5.2.2 Perawat
28
DAFTAR PUSTAKA
29