Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.

G DENGAN DIAGNOSA MEDIS


RINITIS ALERGI DENGAN MASALAH KEPERAWATAN UTAMA
BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK EFEKTIF
DI RUANG POLI ANAK RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

Pembimbing Akademik :
Ilya Krisnana, S.Kep. Ns., M.Kep

Di susun oleh :
Elfira Fitria Rohma, S.Kep. NIM. 131813143015
Elisa Maria Wahyuni, S.Kep. NIM. 131813143097
Elsa Yunita Mujarwati, S.Kep. NIM. 131813143058
Elvanda Vandina Romanda, S.Kep. NIM. 131813143073
Elyta Zuliyanti, S.Kep. NIM. 131813143053
Emha Rafi Pratama, S.Kep. NIM. 131813143011
Eva Diana, S.Kep. NIM. 131813143106

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019

i
ii
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan asuhan keperawatan pada an. G dengan diagnosa medis Rinitis


alergi dengan masalah keperawatan utama bersihan jalan nafas tidak efektif di
ruang poli anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang telah dilaksanakan pada
tanggal 04-15 Februari 2019 dalam rangka pelaksanaan Profesi Keperawatan
Anak.
Telah disetujui untuk dilaksanakan Seminar Kasus di RSUD Dr. Soetomo

pada hari .............................

Disahkan tanggal, Februari 2019


Menyetujui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Ilya Krisnana, S.Kep. Ns., M.Kep Wiwik Andayani,S.Kep,Ns


NIP. 198109282012122002 NIP. 196504101993122001

Mengetahui,
Kepala Ruangan

Wiwik Andayani,S.Kep,Ns
NIP. 196504101993122001

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan “asuhan keperawatan
pada an. G dengan diagnosa medis Rinitis alergi dengan masalah keperawatan
utama bersihan jalan nafas tidak efektif di ruang poli anak RSUD Dr. Soetomo
Surabaya” dengan baik. Tidak lupa kami menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr.Nursalam, M.Nurs, (Hons), selaku Dekan yang senantiasa memacu,
dan memotivasi mahasiswa untuk berprestasi semaksimal mungkin;
2. Makhfudli, S.Kep., Ns., M.Ked.Trop. selaku Kepala Program Studi Pendidikan
Profesi Ners (P3N) Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga yang telah
memberikan kesempatan untuk mengikuti program Profesi Ners.
3. Bu Wiwik selaku kepala ruangan dan pembimbing klinik yang senantiasa
memberikan ijin, bimbingan dan arahan untuk mengikuti praktik profesi
maternitas di ruang merpati.
4. Ilya Krisnana, S.Kep. Ns., M.Kep selaku pembimbing akademik yang
memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian makalah ini; dan
5. Teman-teman yang telah bekerja sama dalam penyelesaian tugas ini.
Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberi
kesempatan, dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan laporan seminar ini.
Akhirnya penyusun berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami
secara pribadi dan bagi yang membutuhkannya.

Surabaya, 15 Februari 2019


Penyusun

iv
DAFTAR ISI

Halaman judul .................................................................................................. i


Halaman pengesahan........................................................................................ ii
Kata Pengantar.................................................................................................. iii
Daftar isi........................................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 2
1.3 Tujuan .............................................................................................. 2
1.4 Manfaat............................................................................................. 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi Rinitis Alergi...................................................................... 4
2.2 Klasifikasi Rinitis Alergi `............................................................... 4
2.3 Etiologi Rinitis Alergi ..................................................................... 4
2.4 Patofisiologi Rinitis Alergi .............................................................. 5
2.5 Gejala Klinis Rinitis Alergi ............................................................. 8
2.6 Penatalaksanaan Rinitis Alergi......................................................... 8
2.7 Pemeriksaan Penunjang Rinitis Alergi ............................................ 9
2.8 Komplikasi Rinitis Alergi ................................................................ 10
2.9 Web of Caution Rinitis Alergi ......................................................... 11

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN KASUS


3.1 Pengkajian ...................................................................................... 12
3.2 Analisa Data..................................................................................... 19
3.3 Prioritas Masalah Keperawatan ...................................................... 20
3.4 Diagnosa Keperawatan..................................................................... 20
3.5 Implementasi dan Evaluasi .............................................................. 20

BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Diagnosa Keperawatan .................................................................. 24

BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................... 28
5.2 Saran ............................................................................................ 28

Daftar Pustaka ............................................................................................ 30

v
vi
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi pada mukosa hidung
yang disebabkan oleh reaksi alergi setelah pasien terpapar alergen yang sama
serta dilepaskannya mediator-mediator kimia pada saat terpapar kembali
dengan alergen tersebut (Rafi, et.al, 2015). Menurut WHO-ARIA (Allergic
Rinitis its Impact on Asthma), rinitis alergi adalah suatu peradangan yang
diperantarai oleh Imunoglobulin E (IgE) yang terlibat menyebabkan suatu
peradangan alergi bila terpapar kembali oleh alergennya.
Menurut WHO (2010), Rinitis alergi merupakan masalah kesehatan
pada 10% - 20% penduduk di dunia atau sekitar 500 juta penduduk di dunia.
Angka prevalensi Rinitis alergi di Indonesia belum ada laporan resmi dari
pemerintah, akan tetapi dilaporkan secara terpisah oleh Zulfikar (2011), di
Jabar sebanyak 16,4%, pada anak usia 13 - 14 tahun, dan di Medan cukup
tinggi, yaitu: 61,7% (Nadraja, 2010). Angka prevalensi Rinitis alergi cukup
bervariasi di setiap belahan dunia,di USA sekitar 8,8% - 16% (Marshall,
2005). Negara Belgia sekitar 28,5%, Perancis 24,5%, Italia 16,9%, Inggris
26%, Spanyol 21,5% (Bauchau, 2004). Menurut Sakurai, et, al (2009), angka
di Jepang mencapai 35,5% pada lakilaki usia dewasa, Menurut Jovilia,
(2008), di negara Phillipina 20%.
Beberapa cara untuk menegakkan diagnosis rinitis alergi, adalah dengan
pemeriksaan fisik, skin test, ataupun RAST (Radio Allergo Sorbent Test). Skin
test ataupun skin prick test merupakan tes obyektif untuk mendeteksi reaksi
alergi pasien terhadap allergen tertentu secara spesifik. Sedangkan RAST yaitu
test alergi untuk mengukur kadar IgE dalam darah, namun kurang banyak
dipakai karena lebih mahal dan kurang sensitif, sehingga hanya digunakan
pada kasuskasus tertentu di mana skin test tidak dapat dilakukan (Bousquet et
al, 2008).
Terapi rinitis dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi gejala-gejala
yang mengganggu, meningkatkan performa kerja atau belajar pasien,

1
meningkatkan kualitas hidup pasien, serta mencegah peningkatan keparahan
penyakit. Dampak rinitis alergi yang paling utama adalah menurunnya
kualitas hidup pasien, mulai dari terganggunya tidur, menurunnya performa
saat bekerja, ataupun menurunnya konsentrasi di sekolah (Bousquet et al,
2008)
Rinitis alergi adalah penyakit yang terkesan sepele tetapi ternyata cukup
mengganggu dan diderita oleh cukup banyak orang. Apalagi jika dialami oleh
anak-anak, selain berdampak pada fisik juga akan berdampak pada
piskologisnya. Anak bisa menjadi semakin rewel dengan adanya gejala rinitis
alergi. Oleh karena itu berdasarkan uraian diatas, maka dari itu, penulis
merasa tertarik untuk membahas mengenai “asuhan keperawatan pada an. G
dengan diagnosa medis Rinitis alergi dengan masalah keperawatan utama
bersihan jalan nafas tidak efektif di ruang poli anak RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.”

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan pada an. G dengan diagnosa medis Rinitis
alergi dengan masalah keperawatan utama bersihan jalan nafas tidak efektif di
ruang poli anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep asuhan keperawatan pada an. G
dengan diagnosa medis Rinitis alergi dengan masalah keperawatan utama
bersihan jalan nafas tidak efektif di ruang poli anak RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa memahami dan mengetahui definisi rinitis alergi
2. Mahasiswa memahami dan mengetahui klasifikasi rinitis alergi
3. Mahasiswa memahami dan mengetahui etiologi rinitis alergi
4. Mahasiswa memahami dan mengetahui patofisiologi rinitis alergi
5. Mahasiswa memahami dan mengetahui gejala klinis rinitis alergi
6. Mahasiswa memahami dan mengetahui penatalaksanaan rinitis alergi
7. Mahasiswa memahami dan mengetahui pemeriksaan penunjang rinitis
alergi
8. Mahasiswa memahami dan mengetahui komplikasi rinitis alergi

2
9. Mahasiswa memahami dan mampu menerapkan asuhan keperawatan
pada ny. T dengan diagnosa medis post partum dengan eklampsia di
ruang merpati RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
1.4 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber untuk pembelajaran dan
pengetahuan tentang konsep dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan diangnosa medis rinitis alergi.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Rinitis alergi merupakan penyakit hipersensitifitas tipe I (Gell &
Coomb) yang diperantarai oleh IgE pada mukosa hidung. Gejala klinik yang
timbul berupa bersin-bersin, rinore (hidung beringus), hidung tersumbat yang
disertai gatal pada hidung, mata dan palatum sebagai akibat infiltrasi sel-sel
inflamasi dan dikeluarkannya mediator kimia seperti histamin, prostaglandin
dan leukotrien.
Rinitis alergi adalah penyakit simtomatis pada membran mukus
hidung akibat inflamasi yang dimediasi oleh IgE pada lapisan membran yang
diinduksi oleh paparan alergen.
2.2 Klasifikasi
Berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative ARIA (Allergic
Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat
berlangsungnya dibagi menjadi :
a. Intermiten (kadang-kadang) bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau
kurang dari 4 minggu.
b. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari
4 minggu. Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis
alergi dibagi menjadi:
c. Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian,
bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang
mengganggu.
d. Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut
diatas.
2.3 Etiologi
Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan
predisposisi genetik dalam perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan
herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi. Penyebab rinitis alergi

4
tersering adalah alergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada anak-anak.
Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain, seperti urtikaria dan
gangguan pencernaan.
Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari klasifikasi.
Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa alergen. Alergen yang
menyebabkan rinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur.
Rinitis alergi perenial (sepanjang tahun) diantaranya debu tungau, terdapat
dua spesies utama tungau yaitu Dermatophagoides farinae dan
Dermatophagoides pteronyssinus, jamur, binatang peliharaan seperti kecoa
dan binatang pengerat. Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya
karpet serta sprai tempat tidur, suhu yang tinggi, dan faktor kelembaban
udara. Kelembaban yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk
tumbuhnya jamur. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat
adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau
aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca.
2.4 Patofisiologi
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali
dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri
dari 2 fase yaitu immediate phase allergic reaction atau reaksi alergi fase
cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam
setelahnya dan late phase allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat
(RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase
hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung 24-48 jam.
Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag
atau monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting
Cell/APC) akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa
hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptide
dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptide
MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian
dipresentasikan pada sel T helper (Th0). Kemudian sel penyaji akan melepas
sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk

5
berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin
seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13. IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh
reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif
dan akan memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah akan
masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau
basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut
sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa
yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang sama, maka kedua rantai IgE
akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel)
mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah
terbentuk (Performed Mediators) terutama histamin. Selain histamin juga
dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2),
Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Platelet
Activating Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF
(Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-lain. Inilah
yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC).

6
Gambar 2.1 Patofisiologi alergi (rinitis, eczema, asma) paparan alergen
pertama dan selanjutnya
Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus
sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin
juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami
hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore.
Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain
histamin merangsang ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan
pada mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion
Molecule 1 (ICAM1). Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan
molekul kemotaktik yang menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil
di jaringan target. Respons ini tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala
akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL
ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti
eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta
peningkatan sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan Granulocyte Macrophag
Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM1 pada sekret hidung.
Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan
eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic
Cationic Protein (ECP), Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major Basic
Protein (MBP), dan Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain
faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat
gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan
kelembaban udara yang tinggi.
Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad)
dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga
pembesaran ruang interseluler dan penebalan membran basal, serta ditemukan
infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa hidung.
Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan
serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-
menerus (persisten) sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi

7
perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan
hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal.

2.5 Gejala klinis


Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin
berulang. Bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau
bila terdapat kontak dengan sejumlah alergen (debu). hal ini merupakan
mekasime fisiologi, yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning
process). bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap
serngan, sebagai akibat deilepaskannya histamin. Gejala lain ialah keluar
ingus yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, dapat
disertai dengan keluarnya air mata (lakrimasi). Tanda-tanda alergi juga
terlihat di hidung, mata, telinga, faring atau laring. Tanda di mata termasuk
edema kelopak mata, kongesti konjungtiva, lingkar hitam di bawah mata.
Tanda pada telinga termasuk retraksi membran timpani atau otitis media
serosa sebagai hasil dari hambatan tuba eustachii. Tanda laringeal termasuk
suara serak dan edema pita suara.
2.6. Penatalaksanaan
1) Terapi yang paling ideal adalah dengan alergen penyebabnya (avoidance)
dan eliminasi.
2) Simptomatis
a. Medikamentosa-Antihistamin yang dipakai adalah antagonis H-1,
yang bekerja secara inhibitor komppetitif pada reseptor H-1 sel
target dan merupakan preparat farmakologik yang paling sering
dipakai sebagai inti pertama pengobatan rinitis alergi. Pemberian
dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan
secara peroral. Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu
golongan antihistamin generasi-1 (klasik) dan generasi -2 (non
sedatif). Antihistamin generasi-1 bersifat lipofilik, sehingga dapat
menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan
plasenta serta mempunyai efek kolinergik. Preparat

8
simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai
dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan
antihistamin atau tropikal. Namun pemakaian secara tropikal
hanya boleh untuk beberapa hari saja untuk menghindari
terjadinya rinitis medikamentosa. Preparat kortikosteroid dipilih
bila gejala trauma sumbatan hidung akibat respons fase lambat
berhasil diatasi dengan obat lain. Yang sering dipakai adalah
kortikosteroid tropikal (beklometosa, budesonid, flusolid,
flutikason, mometasonfuroat dan triamsinolon).
b. Imunoterapi - Jenisnya desensitasi, hiposensitasi & netralisasi.
Desensitasi dan hiposensitasi membentuk blocking antibody.
Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya berat, berlangsung
lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan.
2.7 Pemeriksaan penunjang
1) In vitro
Perhitungan eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat.
Demikian pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test)
sering kali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien
lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita
asma bronkial atau urtikaria. Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio
Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay
Test). Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak dapat memastikan
diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya
eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan.
Jika basofil (5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jik(Ira
ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri..
2) In vivo
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit
kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-
point Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan
menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat

9
kepekatannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab juga derajat alergi
serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui (Sumarman, 2000).
Untuk alergi makanan, uji kulit seperti tersebut diatas kurang dapat
diandalkan. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi dan
provokasi (“Challenge Test”). Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari
tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu pada Challenge Test, makanan yang
dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari, selanjutnya
diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan setiap kali dihilangkan
dari menu makanan sampai suatu ketika gejala menghilang dengan
meniadakan suatu jenis makanan.
2.8 Komplikasi
Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah:
a. Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous
glands, akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih
eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel, hiperplasia goblet,
dan metaplasia skuamosa.
b. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak. Sinusitis
paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para
nasal. Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam
mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi
penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut
akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan
akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat
dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel
eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah.

10
2.8 Web Of Caution

Alergen Obat-obatan Faktor fisik Faktor endokrin

Reaksi hipersensitifitas
(alergi)

Gangguan keseimbangan
vasomotor, disfungsi sistem
saraf otonom

Dilatasi arteriola dan kapiler

Peningkatan permeabilitas
kapiler

Rhinore (keluar ingus)

Hidung tersumbat

Adanya
Lendir Penurunan
lendir
menumpuk fungsi
pada Anoreksia
ke penciuma
saluran
tenggorokan n
napas

Obstruksi saluran Kesulitan bernapas saat


Defisit nutrisi Perubahan
napas tidur sensori
persepsi

Bersihan jalan napas Gangguan pola


tidak efektif tidur

11
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

Pengkajian tgl : 12-02-2019 Jam : 10.00 WIB


MRS tgl : 12-02-2019 No. RM : 12.72.XX.XX
Ruang/Kelas : Poli Anak (Alergi & Diagnosa Masuk : Atropic Dermatitis

Imunoterapi)
Identitas

Identitas Anak Identitas Orang Tua


Nama : An. G Nama Ayah : Tn.
Tanggal Lahir : 15-09-2010 Nama Ibu : Ny. W
Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan Ayah/Ibu: Dosen / Tidak
Usia : 8 tahun bekerja
Diagnosa Medis : Dermatitis Atropic Pendidikan Ayah/Ibu: S3 / SMA
+ Asthma + Agama : Islam
Rhinitis Suku Bangsa : Indonesia
Alamat : Surabaya Alamat : Surabaya
Sumber Informasi: Ibu
Keluhan utama :
Riwayat Sakit

Bersin-bersin sudah ± 4 tahun dan ingus membeler dari hidung. Badan


gatal-gatal dan bitnik-bintik merah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak bayi anak sudah alergi. Saat usia 5 tahun anak mengalami peradangan
di saluran napas sehingga harus rawat jalan.

12
Riwayat Sakit dan Kesehatan
Riwayat kesehatan sebelumnya
Riwayat kesehatan yang lalu
 Penyakit yg pernah diderita
Ο DEMAM Ο Kejang  BATUK PILEK
Ο MIMISAN Ο Lain-
lain………………………………...
 Operasi : Ο Ya Ο Tidak
Tahun………………………
 Alergi :  Makanan Ο Obat Ο Udara
 Debu Ο Lainnya,
sebutkan……………………….
Imunisasi : BCG (Umur…..) Polio…x (Umur…..) DPT…
x(Umur…..) Campak (Umur…..) Hepatitis…
x(Umur…..)
Riwayat kesehatan keluarga
 Penyakit yang pernah diderita keluarga: Ibu ada alergi udang
 Lingkungan rumah dan komunitas: Tinggal di perumahan, tidak
kumuh dan tidak berdempetan
 Perilaku yang mempengaruhi kesehatan: -
 Persepsi keluarga terhadap penyakit anak: Karena turunan dari Ibu
yang alergi udang dan saat bayi tidak diberi ASI
Riwayat nutrisi
 Nafsu makan:  Baik Ο Tidak Ο Mual
Ο Muntah
 Pola makan : Ο 2x/hari Ο 3x/hari  >3x/hari
 Minum: Jenis: Air mineral , Jumlah: - cc/hari
 Pantangan makan:  Ya Ο Tidak
 Menu makanan: Daging merah, sayur - sayuran
Riwayat pertumbuhan
 BB saat ini : 32 Kg, TB : 128,5 cm, LD: - cm, LLA : - cm
 BB lahir : ………..gr, BB sebelum sakit: - Kg
 Panjang lahir : 50 cm PB/TB saat ini : 128,5 cm

13
Riwayat perkembangan
 Pengkajian perkembangan (DDST) :
………………………………………………..
 Tahap perkembangan psikososial :
………………………………………………...
 Tahap perkembangan psikoseksual :
……………………………………………….
ROS

Observasi & Pemeriksaan Fisik (ROS: Review of System)


Keadaan umum :  Baik Ο Sedang Ο Lemah
Tanda vital: TD : - Nadi : - Suhu : - RR : 22x/menit
Pernapasan B1 (Breath)

Bentuk dada :  Normal Ο Tidak,


jenis……………………………………..
Pola napas Irama :  teratur Ο tidak teratur
Jenis Ο Dispnoe Ο Kusmaul Ο Ceyne Stokes ΟLain-
lain:
Suara napas : Ο Vesiculer Ο Ronchi Ο Wheezing Ο Stridor Ο Lain-
lain:
Sesak napas Ο Ya  Tidak Batuk Ο Ya Ο Tidak
Retraksi otot bantu napas : Ο Ada Ο ICS Ο Supraklavikular
ΟSuprasternal
Ο Tidak ada
Alat bantu pernapasan : Ο Ya: Ο Nasal Ο Masker Ο
Respirator (…………lpm)
Ο Tidak
Lain-lain : Keluar ingus dari hidung
Masalah : Bersihan jalan nafas tidak efektif

14
Kardiovaskular B2 (Blood)
Irama jantung: Ο teratur Ο tidak teratur S1/S2 tunggal Ο Ya
Ο Tidak
Nyeri dada: Ο ya  tidak
Bunyi jantung Ο normal Ο murmur Ο gallop Ο Lain-lain:
…………….
CRT: Ο < 3 detik Ο > 3 detik
Akral:  Hangat Ο Panas Ο Dingin kering Ο
Dingin basah
Lain-lain: ……………………………………………
Masalah : -
Persyarafan & Penginderaan B3 (Brain)

GCS Eye : 4 Verbal : 5 Motorik : 6


Total: 15
Reflek fisiologis:  Menghisap  Menoleh  Menggenggam Ο
Moro
Ο Patella Ο Triceps Ο Biceps Ο Lain-lain:
…………….
Reflek patologis: Ο Babinsky Ο Budzinsky Ο Kernig Ο Lain-lain:
…………………...
Lain-lain:
Istirahat/tidur: 9 jam/harisGangguan tidur: Tidak ada
Kebiasaan sebelum tidur: Ο Minum susu Ο Mainan Ο Cerita /
dongeng
Masalah : -

15
Penglihatan (mata)
Pupil :  Isokor Ο Anisokor Ο Lain-lain:
Sclera/konjungtiva : Ο Anemis Ο Ikterus Ο Lain-lain:
Gangguang penglihatan : Ο Ya  Tidak
Pendengaran (telinga)
Gangguan pendengaran : Ο Ya  Tidak Jelaskan:
………………………...
Penciuman (hidung)
Bentuk :  Normal Ο Tidak Jelaskan:
………………………...
Gangguan penciuman : Ο Ya  Tidak Jelaskan:
………………………...
Masalah :-
Perkemihan B4 (Bladder)

Kebersihan: Ο Bersih Ο Kotor


Urin: Jumlah:………….cc/hari Warna: Bau:
Alat bantu (kateter, dan lain-lain):
Kandung kemih: Membesar Ο Ya Ο Tidak
Nyeri tekan Ο Ya Ο Tidak
Bentuk alat kelamin: Ο Normal Ο Tidak normal,
sebutkan………………………..
Uretra Ο Normal Ο Hipospadia/Epispadia
Gangguan: Ο Anuria Ο Oliguria Ο Retensi Ο Inkontinensia
Ο Nokturia Ο Inkontinensia Ο Lain-lain:
Masalah : -

16
Pencernaan B5 (Bowel)
Nafsu makan:  Baik Ο Menurun Frekuensi: 5-7 x/hari
Porsi makan:  Habis Ο Tidak Ket.:
Minum: cc/hari Jenis:
Mulut dan tenggorokan
Mulut: Ο Bersih Ο Kotor Ο Berbau
Mukosa: Ο Lembab Ο Kering Ο Stomatitis
Tenggorokan: Ο Sakit/nyeri telan Ο Kesulitan menelan
Ο Pembesaran tonsil Ο Lain-lain:
……………………………...
Abdomen
Perut: Ο Tegang Ο Kembung Ο Ascites Ο Nyeri tekan,
lokasi…..
Peristaltik : …………………….x/menit
Pembesaran hepar Ο Ya Ο Tidak
Pembesaran lien Ο Ya Ο Tidak
Buang air besar………..x/hari Teratur : Ο Ya Ο Tidak
Konsistensi:…………………….Bau:……………………Warna:
…………………
Lain-lain: Ibu bingung dengan menu makanan karena hanya bisa makan
daging dan sayur sehingga anak mudah bosan
Masalah : kesiapan peningkatan nutrisi
Muskuloskeletal B6 (Bone&Integumen)

Kemampuan pergerakan sendi :  Bebas Ο Terbatas


Kekuatan otot : 5, 5, 5, 5
Kulit
Warna kulit : Ο Ikterus Ο Sianotik Ο Kemerahan Ο Pucat Ο
Hiperpigmentasi
Turgor :  Baik Ο Sedang Ο Jelek
Odema : Ο Ada  Tidak ada Lokasi :
Lain-lain: pasien merasa gatal-gatal
Masalah : gangguan rasa nyaman : gatal

17
Endokrin
Tyroid:Membesar Ο Ya  Tidak
Hiperglikemia Ο Ya Ο Tidak
Hipoglikemia Ο Ya Ο Tidak
Luka gangrene Ο Ya  Tidak
Lain-lain:
………………………………………………………………………………
…….
Masalah : -
Psiko-sosio-spiritual Pers. Hygiene

Mandi :2–3 x/hari Sikat gigi : 2 – 3 x/hari


Keramas :- x/hari Memotong kuku:
Ganti pakaian : - x/hari
Masalah : -
Ekspresi afek dan emosi:  Senang Ο Sedih Ο
Menangis
Ο Cemas Ο Marah Ο Diam
Ο Takut Ο Lain:
…………………………………..
Hubungan dengan keluarga:  Akrab Ο Kurang akrab
Dampak hospitalisasi bagi anak: Tidak ada

Dampak hospitalisasi bagi orang tua: Tidak ada

Masalah : -
Data penunjang (Lab, Foto, USG, dll)
-
Terapi atau tindakan lain
1. Imunoterapi houst dust /minggu *0,1 cc per SC

18
3.2 Analisa Data
DATA ETIOLOGI MASALAH
Ds : Ibu klien mengatakan Alergen Bersihan jalan nafas
an. G mengeluarkan ↓ tidak efektif
ingus (rinore) dan Reaksi hipersensitifitas
bersin terus menerus (Alergi)
Do : - Klien ↓
mengeluarkan ingus Disfungsi sistem saraf
- Sekret berwarna otonom
bening dengan ↓
konsistensi cair Dilatasi arteriola dan
dalam jumlah kapiler
banyak ↓
- RR 22x/ menit
Peningkatan
permeabelitas kapiler

Transudasi (Keluarnya
cairan)

Rinore (keluarnya ingus)

Hidung tersumbat

Adanya lendir pada
saluran nafas

Bersihan jalan nafas
tidak efektif
Ds : Klien mengeluh gatal Alergen Gangguan rasa
seluruh badan , ibu ↓ nayaman : gatal

19
DATA ETIOLOGI MASALAH
klien mengatakan Masuk ketubuh
klien sering ↓
menggaruk bagian Difagositosis
tubuhnya ↓
Do : - Klien tampak tidak Masuk ke kelenjar limfe
nyaman ↓
-Klien tampak Pelepasan sitonin
menggaruk kaki dan ↓
tangannya Sel beta terangsang
-Terdapat bintik
membentuk Ig. E
kemerahan di

tubuhnya
Sel resptor Ig ( sel mast,
basofil, eosinofil)
mengikat Ig. E

Degranulasi sel mast
mengeluarkan histamin,
bradikinin, prostaglandin

Reaksi hipersensitivitas
(alergi)

Masuk kepembuluh
perifer

Urtikaria, pruritus

gangguan rasa
nyaman : gatal
Ds : Ibu bingung dengan Alergen Kesiapan peningkatan

20
DATA ETIOLOGI MASALAH
menu makanan ↓ nutrisi
karena klien hanya Masuk ketubuh
bisa makan daging ↓
dan sayur Difagositosis
Do : klien mengatakan ↓
bahwa bosan Masuk ke kelenjar limfe
mengkonsumsi menu ↓
makanan sesuai Pelepasan sitonin
dengan diet alergi ↓
Sel beta terangsang
membentuk Ig. E

Sel resptor Ig ( sel mast,
basofil, eosinofil)
mengikat Ig. E

Degranulasi sel mast
mengeluarkan histamin,
bradikinin, prostaglandin

Reaksi hipersensitivitas
(alergi)

Penatalaksanaan dengan
diet alergi

Kesiapan peningkatan
nutrisi

3.3 Prioritas Masalah Keperawatan

21
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif
2) Gangguan rasa nyaman: gatal
3) Kesiapan peningkatan nutrisi

3.4 Diagnosis Keperawatan


1) Bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya lendir padsa saluran
nafas
2) Gangguan rasa nyaman : gatal berhubungan dengan reaksi
hipersensensitivitas (alergi)
3) Kesiapan peningkatan nutrisi berhubungan dengan diet alergi

3.5 Intervensi dan Evaluasi


Masalah Waktu Intervensi Waktu Evaluasi
Bersihan jalan 10.30 1. Mengajarkan 10.40 S : Klien masih
nafas teknik mengeluh hidungnya
berhubungan fisioterapi mengeluarkan ingus
dengan adanya dada (sekret)
2. Mengajarkan
lendir padsa O:
batuk efektif
saluran nafas - Klien mengeluarkan
ingus dengan
konsistensi cair
berwarna bening
- Klien mampu
mempraktekkan cara
batuk efektif
- Ibu klien mampu
memabntu klien
melakukan
fisioterapi dada
A : Bersihan jalan nafas
tidak efektif

P : Bersihan jalan nafas


kembali efektif

22
Masalah Waktu Intervensi Waktu Evaluasi

Gangguan rasa 10.41 1. Mengedukasi 10.45 S : Klien dan keluarga


nyaman : gatal klien dan megatakan memahami
berhubungan keluarga untuk penatalaksanaan gatal
dengan reaksi tidak dan cara pencegahan
hipersensensitivi menggaruk terjadinya luka
tas (alergi) pada daerah
yang gatal O:-
secara
berlebihan A : Gangguan rasa
2. Mengedukasi
nyaman gatal
klien untuk
dan keluarga
P : Klien mengatakan
untuk
rasa gatal berkurang
memberikan
lotion
pelembab jika
kulit kering
untuk
menghindari
adanya luka
3. Mengedukasi
untuk
mengkompres

23
Masalah Waktu Intervensi Waktu Evaluasi
menggunakan
air hangat jika
terasa gatal
Kesiapan 10. 46 1. Mengedukasi 10.50 S: Ibu klien memahami
peningkatan keluarga untuk tentang modifikasi
nutrisi memodifikasi pengolahan makanan
berhubungan menu untuk anaknya
dengan diet makanan yang O:-
alergi bisa A : Kesiapan
dikonsumsi peningkatan nutrisi
klien. P : Kesiapan
Misalnya peningktan nutrisi
dengan terpenuhi
memodofikasi
pengolahan
pada makanan
tersebut
2. Edukasi
pemilihan
menu
makanan yang
dapat
dikonsumsi

24
BAB 4
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil kasus asuhan keperawatan yang dilakukan pada An. G


dengan diagnosa medis Atopic dermatitis + Asma + Rhinitis di Poli Anak Rumah
Sakit Dr. Soetomo Surabaya, maka dalam bab ini penyusun akan membahas
kesenjangan antara teori dan kenyataan yang diperoleh sebagai hasil pelaksanaan
studi kasus serta implementasi yang dilakukan untuk An. G.
4.1 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons klien
terhadap gangguan kesehatan/proses kehidupan, atau kerentanan respons dari
seorang individu, keluarga, kelompok, atau komunitas (Herdman & Kamitsuru,
2015).
1. Bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya lendir pada saluran
nafas
Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah ketidakmampuan membersihkan
secret atau obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten
(SDKI, 2016). Diagnosa tersebut ditegakkan bila ada data mayor yang
mendukung yaitu batuk tidak efektif, sputum berlebih, tidak mampu batuk, mengi/
wheezing.
Diagnosa tersebut diangkat pada asuhan keperawatan ini dikarenakan
ketika dilakukan pengkajian didapatkan data subjektif yaitu ibu klien mengatakan
An. G mengalami bersin-bersin dan hidung meler selama 4 tahun serta data
objektif berupa hidung An. G mengeluarkan secret. Berdasarkan masalah tersebut
penyusun memberikan intervensi keperawatan berupa edukasi batuk efektif.
Penelitian yang dilakukan Setiawan (2018) menunjukkan bahwa batuk efektif
sebagai manajemen bersihan jalan nafas tidak efektif memiliki hasil yang
signifikan berupa frekuensi nafas dalam batas normal 20 kali/menit, irama nafas
menjadi regular serta kepatenan jalan nafas baik ditandai dengan deviasi dalam
rentang normal.

25
Batuk efektif dapat di berikan pada pasien dengan cara diberikan posisi
yang sesuai agar pengeluaran dahak dapat lancar. Batuk efektif ini merupakan
bagian tindakan keperawatan untuk pasien dengan gangguan penapasan akut dan
kronis. Batuk efektif yang baik dan benar akan dapat mempercepat pengeluaran
dahak pada pasien dengan gangguan saluran pernafasan. Kondisi saat sebelum dan
sesudah perlakuan batuk efektif mengalami perbedaan. Hal tersebut dapat
membuktikan bahwa penatalaksanaan nonfarmakologis tindakan batuk efektif
dapat membuat bersihan jalan nafas seseorang menjadi lebih baik (Nugroho,
2011).
2. Gangguan rasa nyaman: gatal berhubungan dengan reaksi
hipersensitivitas
Gangguan rasa nyaman adalah perasaan kurang senang, lega dan sempurna
dalam dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan dan social (SDKI, 2016).
Diagnosa tersebut dapat ditegakan jika terdapat data mayor berupa mengeluh
tidak nyaman atau gelisah dan data minor berupa merasa gatal, tampak meringis
atau menangis dan mengeluh sulit tidur.
Diagnosa tersebut diangkat pada asuhan keperawatan ini dikarenakan
ketika dilakukan pengkajian didapatkan data subjektif yaitu ibu klien mengatakan
An. G sering menggaruk bagian tubuhnya serta data objektif berupa An. G
menggaruk-garuk bagian tangan dan kakinya. Berdasarkan masalah tersebut
penyusun memberikan intervensi keperawatan berupa edukasi untuk mengompres
menggunakan air hangat atau normal salin pada bagian tubuh yang gatal untuk
mengurangi rasa gatal, edukasi untuk tidak menggaruk bagian tubuh yang gatal
agar tidak terjadi luka. Penelitian yang dilakukan Herwanto dan Hutomo (2016)
tentang pemberian kompres air hangat dan normal salin pada penderita dermatitis
atopik meunukkan 66 dari 72 responden membaik.

26
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh
reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi
dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika
terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut. Menurut WHO
ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, rinitis
alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa
gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang
diperantarai oleh IgE.
Masalah keperawatan yang dialami An. G adalah bersihan jalan
nafas tidak efektif, kesiapan peningkatan nutrisi dan gangguan rasa
nyaman: gatal. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan adalah edukasi
kepada anak dan ibu tentang bagaimana cara fisioterapi dada dan batuk
efektif. Selain itu juga memberikan edukasi untuk tidak menggaruk badan
secara berlebihan saat gatal dan dioleskan lotion serta mengompres dengan
air hangat ketika terasa gatal. Untuk kesiapan peningkatan nutrsi dilakukan
edukasi kepada ibu mengenai pemilihan menu makanan yang dapat
dikonsumsi dan untuk memodikasi menu makanan anak agar tidak bosan.
5.2 Saran
5.2.1 Keluarga

Keluarga diharapkan tetap memberikan support kepada anak


dengan masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif, kesiapan
peningkatan nutrisi dan gangguan rasa nyaman: gatal. Keluarga melakukan
fisioterapi dada dan mengajarkan anak cara batuk efektif. Selain itu juga
mengawasi anak agar tidak menggaruk badan secara berlebihan saat gatal
dan mengoleskan lotion serta mengompres dengan air hangat ketika anak
merasa gatal. Untuk kesiapan peningkatan nutrsi ibu dapat memodikasi
menu makanan anak agar tidak bosan.

27
5.2.2 Perawat

Perawat diharapkan melakukan asuhan keperawatan yang


komprehensif. Perawat menjelaskan kepada keluarga bagaimana cara
merawat anak dengan masalah gangguan bersihan jalan nafas tidak efektif,
kesiapan peningkatan nutrisi dan gangguan rasa nyaman: gatal.

28
DAFTAR PUSTAKA

Bosquet L. Cauwenberge P. Khaltaev N, Bachert C, Durham SR, Lund V, Mygind


N dkk. WHO Initiative Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma (ARIA)
2000:1-132
Gonzales MA, Estes KS. 1998. Pharmacokinetic Overview of Oral Second
Generation Antihistamines. Int. J of Clin. Pharmacology and therapeutics
Herawati, Rusnlono N. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT Edisi ke V. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Herwanto, Nanny dan Marsudi Hutomo. 2016. Studi Retrospektif:
Penatalaksanaan Dermatitis Atopik. Jurnal Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin vol. 28, No. 1, April 2016
MA Jovilia, L. S. (2008). Prevalence of Allergic Rhinitis in Filipino Adults Based
on the National Nutrition and Health Survey 2008.
Muhammad Rafi, Asmawati Adnan, H. A. (2015). Gambaran Rinitis Alergi Pada
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau Angkatan 2013-2014.
Jom FK, 2(No. 2), 1.
Nadraja, I. (2010). Prevalensi Gejala Rhinitis Alergi di Kalangan Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2007-2009 :
Cross Sectional Study. Universitas Sumatera Utara.
Nugroho, Yosef Ageng. 2011. Batuk Efektif Dalam Pengeluaran Dahak Pada
Pasien Dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Di Instalasi
Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Baptis Kediri Volume 4. Jurnal STIKES
RS. Baptis Kediri
P Marshall, D. M. (2005). Valentine : Allergic Rhinitis. Journal of Medicine, 353,
1934–1944.
Setiawan, Hendi. 2018. Penerapan BAtuk Efektif Sebagai Manajemen Bersihan
Jalan Nafas pada Pasien Asma Bronkial. Kendari: Poltekkes Kendari
Siregar, P Sjawitri. 2001. Alergi Makanan pada Bayi dan Anak.Jakarta: RSCM.
Jurnal Sari Pediatri, vol 3, No. 3, Desember 2001: 168-174
Sumarman I. 2001. Patofisiologi dan Prosedur Diagnostik Rinitis Alergi. Jakarta
PPNI, T. P. D. (2017). Standard Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI.
Unit Kerja Koordinasi Alergi Imunologi. 2014. Rekomendasi Pencegahan Primer
Alergi. Ikatan Dokter Indonesia.
Y Sakurai, K Nakamura, K Teruya, N Shimada, T Umeda, H. T. (2009).
Prevalence and Risk Factors of Allergic Rhinitis and Cedar Pollinosis
Among Japanese Men. Saitama: Medical College Tokorozawa.
Zulfikar, T. (2011). Prevalens Asma Berdasarkan Kuisioner ISAAC dan
Hubungan dengan Faktor yang Mempengaruhi Asma pada Siswa SLTP di
daerah Padat Jakarta Barat. Universitas Indonesia.

29

Anda mungkin juga menyukai