b. Singkong
Penyebab keracunan singkong ialah asam sianida yang terkandung
didalamnya. Asam sianida (HCN) ialah suatu racun kuat yang
menyebabkan asfiksia. Asam ini akan mengganggu oksidasi (pengankutan
O2) ke jaringan dengan jalan mengikat enzim sitokrom oksidase. Oleh
karena adanya ikatan ini, O2 tidak dapat digunakan oleh jaringan sehingga
organ yang sensitif terhadap kekurangan O2 akan sangat menderita
terutama jaringan otak. Gejala klinis keracunan singkong akan timbul
beberapa jam setelah makan singkong, gejalanya berupa:
(1) Gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah dan diare.
(2) Sesak nafas, takikardi, cyanosis dan hipotensi
(3) Perasaan pusing, lemah, kesadaran menurun (apatis- koma)
(4) Renjatan atau kejang
(5) Syok
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah sebelum dibawa kerumah sakit
pasien dapat diberikan pertolongan pertama oleh penolong atau keluarga
pasien dengan memberikan arang aktif, namun dalam pemberian arang
aktif ini harus berhati-hati dan sesuai dengan dosis yang tercantum dalam
kemasannya. Rangsang muntah dapat dilakukan jika arang aktif tidak
tersedia dan perjalanan kerumah sakit membutuhkan waktu lebih dari 20
menit.
Pengobatan harus dilakukan secepatnya. Penatalaksanaannya antara
lain:
(1) Stabilisasi pasien melalui penatalaksanaan jalan nafas, fungsi
pernafasan dan sirkulasi.
(2) Bila makanan diperkirakan masih ada dilambung (kurang dari 4 jam
setelah makan singkong), dilakukan pencucian lambung atau membuat
penderita muntah.
(3) Natrium thiosulfat 30% (antidotum) sebanyak 10-30 ml secara
intravena perlahan. Sebelumnya dapat diberikan amil nitrit secara
inhalasi.
(4) Bila timbul cyanosis dapat diberikan oksigen.
(5) Beri 10 cc Na Nitrit 5% iv dalam 3 menit.
(6) Beri 50 cc Na thiosulfat 25% iv dalam 10 menit
(7) Bila gejala sangat berat, bawa kerumah sakit.
3) Keracunan Sirkulasi
a. Gigitan ular dan serangga
Beberapa ular berbisa dapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna,
kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saatmerasa terancam. Beberapa
ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigit aring kecil,
dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas taring.
(1) Gigitan Ular
Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu:
(a) Elapidae: memiliki taring pendek dan tegak permanen.
Beberapa contoh anggota famili ini adalah ular cabai
(Maticora intestinalis).
(b) Hidrophidae: yang termasuk famili ini adalah ular tali
(Dendrelaphis pictus).
(c) Viperidae: Viperidae memiliki taring panjang yang secara
normal dapat dilipat ke bagian rahang atas. Ada dua
subfamili pada Viperidae, yaitu Viperinae dan Crotalinae.
Crotalinae memiliki organ untuk mendeteksi mangsa
berdarah panas (pit organ), yang terletak di antara lubang
hidung dan mata. Beberapa contoh Viperidae adalah ular
bandotan (Vipera russelli), ular tanah (Calloselasma
rhodostoma), dan ular bangkai laut (Trimeresurus
albolabris).
Bisa ular mengandung toksin dan enzim yang berasal dari air liur.
Bisa tersebut bersifat:
(1) Eurotoksin: berakibat pada saraf perifer atau sentral. Berakibat
fatal karena paralise otot-otot lurik. Manifestasi klinis:
kelumpuhan otot pernafasan, kardiovaskuler yang terganggu,
derajat kesadaran menurun sampai dengan koma.
(2) Haemotoksin: bersifat hemolitik dengan zat antara fosfolipase
dan enzim lainnya atau menyebabkan koagulasi dengan
mengaktifkan protrombin. Perdarahan itu sendiri sebagai akibat
lisisnya sel darah merah karena toksin. Manifestasi klinis: luka
bekas gigitan yang terus berdarah, haematom pada tiap suntikan
IM, hematuria, hemoptisis, hematemesis, gagal ginjal.
(3) Myotoksin: mengakibatkan rhabdomiolisis yang sering
berhubungan dengan mhaemotoksin. Myoglobulinuria yang
menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat
kerusakan sel-sel otot.
(4) Kardiotoksin: merusak serat-serat otot jantung yang
menimbulkan kerusakan otot jantung.
(5) Cytotoksin: dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin
lainnya berakibat terganggunya kardiovaskuler.
(6) Enzim-enzim: termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada
penyebaran bisa.
2. Pengkajian Sekunder
a) Data Subjektif
- Riwayat kesehatan sekarang : Nafas yang cepat, mual muntah,
perdarahan saluran cerna, kejang, hipersaliva, dan rasa terbakar di
tenggorokan dan lambung.
- Riwayat kesehatan sebelumnya : Riwayat keracunan, bahan racun
yang digunakan, berapa lama diketahui setelah keracunan, ada
masalah lain sebagai pencetus keracunan dan sindroma toksis yang
ditimbulkan dan kapan terjadinya.
b) Data Objektif
a. Saluran pencernaan : mual, muntah, nyeri perut, dehidrasi dan
perdarahan saluran pencernaan.
b. Susunan saraf pusat : pernafasan cepat dan dalam tinnitus,
disorientasi, delirium, kejang sampai koma.
c. BMR meningkat : tachipnea, tachikardi, panas dan berkeringat.
d. Gangguan metabolisme karbohidrat : ekskresi asam organic
dalam jumlah besar, hipoglikemi atau hiperglikemi dan ketosis.
e. Gangguan koagulasi : gangguan aggregasi trombosit dan
trombositopenia.
f. Gangguan elektrolit : hiponatremia, hipernatremia,
hipokalsemia atau hipokalsemia
c) Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
Laboratorium rutin (darh, urin, feses, lengkap)tidak banyak
membantu.
2) Pemeriksaan khusus seperti : kadar kholinesterase plasma sangat
membantu diagnosis keracunan IFO (kadarnya menurun sampai di
bawah 50 %. Kadar meth- Hb darah : keracunan nitrit. Kadar
barbiturat plasma : penting untuk penentuan derajat keracunan
barbiturate.
3) Pemeriksaan toksikologi :
- Penting untuk kepastian diagnosis, terutama untuk “visum et
repertum”
- Bahan diambil dari :
a. Muntuhan penderita / bahan kumbah lambung yang pertama
(100 ml)
b. Urine sebanyak 100 ml
c. darah tanpa antikoagulan sebanyak 10 ml.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan hipersaliva
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan distress pernafasan
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipoksia
jaringan
5. Ketidakefaktifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipoventilasi,
emboli paru
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO TGL DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI
Krisanty, Paula. 2009. Asuhan keperawatan Gawat Darurat Jakarta. Trans Info
Media
Panowo, Irfan; Dewa Ayu Citra & Sri Sutarni. 2018. Sindorma Vertigo Central
Sebagai Manifestasi Klinis pada Pasien dengan Intoksikasi Alkohol. Berkala
Ilmiah Kedokteran Duta Wacana Volume 03 nomor 02- Oktober 2018.