Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN INTOKSIKASI

Tugas ini Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah : Keperawatan Gawat Darurat Dosen
Pengampu : Dr. Ns. I Made Adi Wahyu Udaksana, S.Kep., M.Kes

Oleh : Kelompok 5
Aqssa Nurismadella C1120040
Catharina Berlin Christina Kutz C1120041
I Wayan Reinaldy Wahyu Permana C1120047
Kadek Hana Rosyanti C1120048
Ketut Rahayu C1120049
Putu Nila Septia C1120072
Triajeng Lailatul Syarifah C1120074

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI
TAHUN 2023
I. KONSEP TEORI
A. Definisi
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia
dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang
menggunakannya.
Keracunan pestisida adalah masuknya bahan-bahan kimia kedalam tubuh
manusia melalui kontak langsung, inhalasi, ingesti dan absorpsi sehingga
menimbulkan dampak negatif bagi tubuh.
Penggunaan pestisida dapat mengkontaminasi pengguna secara langsung
sehingga mengakibatkan keracunan.
Dalam hal ini keracunan dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu:
1. Keracunan Akut ringan, menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi
kulit ringan, badan terasa sakit dan diare.
2. Keracunan akut berat, menimbulkan gejala mual, menggigil, kejang
perut, sulit bernafas, keluar air liur, pupil mata mengecil dan denyut
nadi meningkat, pingsan.
3. Keracunan kronis, lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan
menimbulkan gangguan kesehatan. Beberapa gangguan kesehatan
yang sering dihubungkan dengan penggunaan pestisida diantaranya:
iritasi mata dan kulit, kanker, keguguran, cacat pada bayi, serta
gangguan saraf, hati, ginjal dan pernafasan.
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terisap, diabsorbsi, menempel
pada kulit atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relative
kecil menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia.
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia
dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang
menggunakannya. Keracunan melalui inhalasi dan menelan materi toksik,
baik kecelakaan dan karena kesengajaan, merupakan kondisi bahaya
kesehatan. Sekitar 7% dari semua pengunjung departemen kedaruratan
dating karena masalah toksik.
Hidrokarbon adalah senyawa organik yang hanya terdiri dari hidrogen
dan karbon. Hidrokarbon banyak ditemukan di dalam minyak bumi, gas
alam dan batubara.
Intoksikasi hidrokarbon biasanya terjadi karena anak menelan hasil
penyulingan minyak bumi, seperti bensin, minyak tanah, pengencer cat
dan hidrokarbon terhalogenasi (misalnya karbon tetraklorida yang
banyak ditemukan di dalam larutan dan pencair dry-cleaning atau etilen
diklorida).
B. Etiologi
Skenario eksposur yang paling umum pada kasus keracunan pestisida
adalah keracunan akibat kecelakaan, keracunan berupa tindakan bunuh
diri, pajanan melalui kontaminasi lingkungan atau tempat kerja
(okupasional).
Ada berbagai macam kelompok bahan yang dapat menyebabkan
keracunan, antara lain :
1. Bahan kimia umum ( Chemical toxicants ) yang terdiri dari berbagai
golongan seperti pestisida ( organoklorin, organofosfat, karbamat ),
golongan gas (nitrogen metana, karbon monoksida, klor ), golongan
logam (timbal, posfor, air raksa,arsen) ,golongan bahan organik
( akrilamida, anilin, benzena toluene, vinil klorida fenol ).
2. Racun yang dihasilkan oleh makluk hidup ( Biological toxicants )
misal : sengatan serangga, gigitan ular berbisa , anjing dll.
3. Racun yang dihasilkan oleh jenis bakteri ( Bacterial toxicants ) mis :
Bacillus cereus, Compilobacter jejuni, Clostridium botulinum,
Escherichia coli dll
4. Racun yang dihasilkan oleh tumbuh tumbuhan ( Botanical toxicants )
mis : jamur amnita, jamur psilosibin, oleander, kecubung dll.
C. Patofisiologi
Organophosphat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis
pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang.
Termakan hanya dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian,
tetapi diperlukan lebih dari beberapa mg untuk dapat menyebabkan
kematian pada orang dewasa.
Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan
kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim
tersebut secara normal menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat dan
kholin. Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetylkholin
meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada
system saraf pusat dan perifer. Hal tersebut menyebabkan timbulnya
gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.
Efek toksis terpenting dari hidrokarbon adalah pneumonitis aspirasi.
Studi pada binatang menunjukkan toksisitas pada paru > 140 x dibanding
pada saluran pencernaan. Aspirasi umumnya terjadi akibat penderita
batuk atau muntah. Akibat viskositas yang rendah dan tekanan
permukaan, aspirat dapat segera menyebar secara luas pada paru.
Penyebaran melalui penetrasi pada membran mukosa, merusak epithel
jalan napas, serta alveoli, dan menurunkan jumlah surfactan sehingga
memicu terjadinya perdarahan, edema paru, ataupun kolaps pada paru.
Jumlah < 1 ml dari aspirasi pada paru dapat menyebabkan kerusakan
yang bermakna. Kematian dapat terjadi karena aspirasi sebanyak + 2,5 ml
pada paru (pada lambung + 350 ml). Selain itu, jumlah 1 ml/kg BB
hidokarbon dapat menyebabkan depresi CNS ringan–sedang, karditis,
kerusakan hepar, kelenjar adrenal, ginjal, dan abnormalitas eritrosit.
Namun efek sistemik tersebut jarang karena tidak diabsorbsi dalam
jumlah banyak pada saluran pencernaan. Hidrokarbon juga diekskresikan
lewat urin.
D. Pathway
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari intoksikasi organofosfat terbagi menjadi 3 bagian:
Efek muskarinik, efek nikotinik, dan efek Sistem Saraf Pusat.
1. Efek muskarinik
Tanda dan gejala yang timbul 12-24 jam pertama setelah terpapar
termasuk: diare, urinasi, miosis (tidak pada 10% kasus),
bronkospasma/bradikardi, mual muntah, peningkatan lakrimasi,
hipersalivasi dan hipotensi.
Efek muskarinik menurut sistem organ termasuk:
a. Kardiovaskular - Bradikardi, hipotensi
b. Respiratori – bronkospasma, batuk, depresi saluran pernafasan
c. Gastrointestinal – hipersalivasi, mual muntah, nyeri abdomen, diare,
inkontinensia alvi.
d. Genitourinari – Inkontinensia urine.
e. Mata – mata kabur, miosis
f. Kelenjar – Lakrimasi meningkat, keringat berlebihan
2. Efek Nikotinik
Efek nikotinik termasuklah fasikulasi otot, kram, lemah, dan gagal
diafragma yang bisa menyebabkan paralisis otot.
Efek nikotinik autonom termasuk :
a. hipertensi
b. takikardi
c. midriasis
d. pucat.
3. Efek sistem saraf pusat
Efek sistem saraf pusat termasuk: emosi labil, insomnia, gelisah, bingung,
cemas, depresi salur nafas, ataksia, tremors, kejang, dan koma.
F. Komplikasi
1. Gagal nafas
2. Kejang
3. Pneumonia aspirasi
4. Neuropati
5. Kematian
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium klinik
2. Analisa gas darah
3. Darah lengkap
4. Serum elektrolit
5. Pemeriksaan fungsi hati
6. Pemeriksaan fungsi ginjal
7. sedimen urin
8. EKG
9. Deteksi gangguan irama jantung
10. Pemeriksaan radiologi
11. Dilakukan terutama bila curiga adanya aspirasi zat racun melalui
inhalasi atau dugaan adanya perforasi lambung.
H. Penatalaksanaan
1. Resusitasi
Setelah jalan napas dibebaskan dan dibersihkan, periksa
pernapasan dan nadi. Infus dextrose 5 % kecepatan 15 – 20
tts/mnt, napas buatan + oksigen, hisap lendir dalam saluran
napas, hindari obat – obat depresan saluran napas, kalau perlu
respirator pada kegagalan napas berat. Hindar pernapasan buatan
dari mulut ke mulut sebab racun organofosfat akan meracuni
lewat mulut penolong. Pernapasan buatan hanya dilakukan
dengan meniup face mask atau menggunakan alat bag – valve –
mask.
2. Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita
yang sadar atau dengan pemberian sirup ipecac 15 –30 ml. Dapat
diulan setelah 20 menit bila tidak berhasil.
Katarsis (intestinal lavage), dengan pemberian laksans bila
diduga racun telah sampai di usus halus dan tebal.
Kumbah lambung (KL atau gastric lavage), pada penderita yang
kesadaran yang menurun, atau pada mereka yang tidak
kooperatif. Hasil paling efektif bila KL dikerjakan dalam 4 jam
setelah keracunan.
Keramas rambut dan mandikan seluruh tubuh dengan sabun.
Emesis, katarsis dan KL sebaiknya hanya dilakukan bila
keracunan terjadi kurang daari 4 – 6 jam. Pada koma derajat
sedang hingga berat tindakan KL sebaiknya dikerjakan dengan
bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon, untuk
mencegah aspirasi pneumonia.

3. Antidotum
Atropin sulfat (SA) bekerja dengan menghambat efek akumulasi
AKh pada tempat penumpukan.
Mula –mula diberikan bolus iv 1 – 2,5 mg dilanjutkan dengan
0,5 – 1 mg setiap 5 – 10 – 15 menit sampai timbul gejala – gejala
atropinisasi (muka merah, mulut kering, takikardi, midriasis,
febris, dan psikosis).
Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 – 60 menit,
selanjutnya setiap 2 – 4 – 6 – 8 dan 12 jam.
Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 X 24 jam.
Penghentian yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect
berupa edema paru dan kegagalan pernapasan akut yang sering
fatal.
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien
(nama, umur biasanya sering terjadi pada anak usia prasekolah sampai usia
sekolah yaitu pada usia 1–4 tahun, jenis kelamin, agama, suku bangsa atau
ras, pendidikan, nama orang tua dan alamat).
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yaitu pada tanda-tanda vital, bau napas, tingkat kesadaran,
perubahan kulit, dan tanda-tanda neurologis.
3. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan riwayat yang cermat dan terperinci mengenai apa, kapan, dan
seberapa banyak zat toksik yang telah masuk ke tubuh dan adanya bukti-
bukti racun (wadah, tanaman, muntahan).
4. Pemeriksaan fisik :
a. Pernapasan: muntah, tersedak, batuk, takipnea, bradipnea, sianosis,
mengorok.
b. Integumen: kulit pucat, kemerahan, bukti luka bakar, nyeri,
berkeringat, hipertermia, hipotermia, asidosis metabolik.
c. Membran mukosa: didapatkan bukti iritasi, perubahan warna putih,
perubahan warna merah, bengkak, bibir kering.
d. Neuromuskular: kelemahan, gerakan involunter, ataksia, pupil
dilatasi, pupil konstriksi, kejang.
e. Perubahan sensori: ansietas, agitasi, halusinasi, konfusi, letargi,
koma.
f. Kardiovaskular: aritmia, peningkatan tekanan darah, penurunan
tekanan darah, takikardia, bradikardia, syok.
g. Ginjal: oliguria, hematuria
5. Tanda-tanda vital
a. Distress pernapasan
b. Sianosis
c. Takipnoe
6. Neurologi
IFO menyebabkan tingkat toksisitas SSP lebih tinggi, efek-efeknya termasuk
letargi, peka rangsangan, pusing, stupor & koma.
7. GI Tract
Iritasi mulut, rasa terbakar pada selaput mukosa mulut dan esofagus, mual
dan muntah.
8. Kardiovaskuler (Disritmia).
9. Dermal (Iritasi kulit).
10. Okuler (Luka bakar kurnea).
11. Laboratorium
a. Eritrosit menurun
b. Proteinuria
c. Hematuria
d. Hipoplasi sumsum tulang
e. Diagnostik
f. Radiografi dada dasar/foto polos dada
g. analisa gas darah, GDA, EKG
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan hilangnya
cairan tubuh secara tidak normal.
2. Resiko pola napas tidak efektif berhubungan dengan efek langsung toksisitas
IFO, proses inflamasi.
3. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis,kebutuhan pengobatan
dan efek samping penggunaan obat zat insektisida berhubungan dengan
kurangnya informasi.
4. Resiko tinggi terhadap tindak kekerasan pada diri sendiri (berulang)
berhubungan dengan perpanjangan depresi/tingkah laku ingin bunuh diri.
C. Intervensi
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi

1. Resiko tinggi kekurangan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor pemasukan dan


volumecairanberhubungan keperawatan 3 X 24 jam pengeluaran cairan.
dengan hilangnya cairan diharapkan kondisi pasien 2. Monitor suhu kulit, palpasi
tubuh secara tidak normal. membaik dengan kriteria denyut perifer
hasil : 3. Catat adanya mual, muntah,
1. Keseimbangan cairan perdarahan.
adekuat. 4. Pantau tanda-tanda vital.
2. Tanda – tanda vital 5. Berikan cairan parinteral dengan
stabil kolaborasi dengan tim medis.
3. Turgor kulit stabil 6. Kolaborasi dalam pemberian
4. Membran mukosa antiemetik.
lembab 7. Pantau studi laboratorium (Hb,
5. Pengeluaran urine Ht). Rasional : Sebagai
normal indikator/volume sirkulasi
dengan kehilanan cairan.

2. Resiko pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau tingkat, irama pernapasan
efektif berhubungan keperawatan 3 X 24 jam & suara napas serta pola
dengan efek langsung diharapkan kondisi pasien pernapasan.
toksisitas IFO, proses membaik dengan kriteria 2. Tinggikan kepala tempat tidur.
inflamasi. hasil : 3. Dorong untuk batuk/ nafas
1. RR pasien normal 14- dalam.
20 x/ menit. 4. Berikan O2 jika dibutuhkan.
2. Jalan nafas bersih , 5. Kolaborasi untuk sinar X dada,
sputum tidak ada. GDA 9 (jika perlu).
3. Kurangnya pengetahuan Setelah dilakukan tindakan 1. Sadari dan hadapi ansietas pasien
tentang kondisi, keperawatan 3 X 24 jam dan anggota keluarga.
prognosis ,kebutuhan diharapkan kondisi pasien 2. Berikan peran aktif pasien dalam
pengobatan dan efek membaik dengan kriteria proses belajar.
samping penggunaan obat hasil : 3. Berikan informasi tertulis
zat insektisida 1. Dapat maupun verbal.
berhubungan dengan mengungkapkan 4. Kaji pengetahuan pasien.
kurangnya informasi. pemahaman tentang 5. Pantau ulang kondisi pasien &
penyakitnya sendiri prognosis atau harapan masa
dan rencana depan pasien.
pengobatan. 6. Diskusikan efek zat yang
2. Berpartisipasi dalam digunakan.
program pengobatan
3. Perubahan prilaku
untuk tidak
melakukannya lagi.
4. Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan ruangan yang tenang,
Resiko tinggi terhadap keperawatan 3 X 24 jam nyaman dalam awasan.
tindak kekerasan pada diharapkan kondisi pasien 2. Izinkan orang- orang terdekat
diri sendiri (berulang) membaik dengan kriteria untuk tetap diruangan pasien
berhubungan dengan hasil : 3. Pindahkan barang- barang yang
perpanjangan 1. Mengutarakan berpotensi bahaya untuk pasien.
depresi/tingkah laku ingin pemahaman tingkah 4. Berikan pasien untuk
bunuh diri. laku yang mengekspresikan perasaannya
mempengaruhi. secara verbal
2. Mencapai tahap 5. Berikan jalan keluar untuk
hilangnya rasa takut pasien.
dan realita situasi.
3. menunjukkan kontrol
diri.
DAFTAR PUSTAKA

Arief, dkk (2010), Kapita Selekta Kedokteran ed. 3, jilid 2, Medika


Aesculapius, Jakarta.
Hudak & Gallo, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, EGC, Jakarta.
Marylin. D (2009), Rencana Asuhan Keperawatan, EGC Jakarta.
SMF Lab Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya, Prosedur Tetap
SMF Penyakit Dalam, RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai