Anda di halaman 1dari 11

JENIS RACUN DAN

PENATALAKSANAAN KERACUNAN

Oleh :
NI LUH GEDE ITA SUNARIATI
NIM : 193223138
B12-B

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA BALI
2020
JENIS RACUN YANG MENYEBABKAN KERACUNAN

DAN PENATALAKSANAANYA

A. Definisi Keracunan
Racun adalah suatu zat yang bila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah
tertentu dapat menyebabkan reaksi tubuh yang tidak diinginkan bahkan dapat
menimbulkan kematian. Keracunan adalah terpaparnya korban oleh suatu zat
toksik yang menimbulkan gejala dan tanda disfungsi organ serta dapat
menimbulkan kerusakan atau kematian.
Penyebab keracunan terdiri dari beberapa hal yaitu makanan, obat-
obatan, zat kimia, alcohol, minyak tanah, racun tikus, racun tanaman, Co2,
H2S, gigitan serangga dan gigitan ular berbisa.
Berikut ini gejala dan tanda keracunan secara umum: riwayat yang
berhubungan dengan proses keracunan, penurunan respon, gangguan
pernafasan, nyeri kepala, pusing, gangguan penglihatan, mual, muntah, diare,
lemas, lumpuh, kesemutan, pucat atau sianosis, kejang-kejang, gangguan pada
kulit, bekas suntikan, gigitan ataupun tusukan, syok, dan gangguan irama
jantung dan peredaran darah pada zat tertentu.
Tubuh yang keracunan akan memberikan pengaruh yaitu pada jantung
dapat menyebabkan shock dan gangguan irama jantung, pada saraf terdapat
rasa sakit, rangsangan saraf sentral yang berlebihan, timbulnya kejang-kejang,
depresi terhadap saraf pusat seperti kelumpuhan reflek umum, terhentinya alat
pernapasan, dan gangguan metabolism dalam sel-sel otak, gangguan atau
kelainan psikis (kejiwaan). Pada pencernaan dapat menimbulkan mual, nyeri
perut, diare, kerusakan hati, pada saluran kemih dapat menjadi retensi urine
atau kerusakan ginjal akut, serta dapat menimbulkan luka bakar pada kulit,
selaput lendir pada mulut, tenggorokan dan selaput lendir mata.
Penanganan Keracunan Secara Umum
Tatalaksana keracunan didasarkan pada empat prinsip umum berikut ini:
1. Perawatan Suportif, dengan penilaian PAT (pediatric assessment triangle)
dan ABC (airway, breathing, circulation)
2. Mencegah atau mengurangi absopsi
3. Meningkatkan ekskresi
4. Pemberian antidotum
Penanganan Keracunan Secara Khusus
1. Pengamanan sekitar, terutama bila berhubungan dengan gigitan binatang
2. Pengamanan penderita dan penolong terutama bila berada di daerah dengan
gas beracun
3. Keluarkan penderita dari daerah berbahaya bila memungkinkan
4. Penilaian dini, bila perlu lakukan resusitasi jantung paru
5. Bila racun masuk melalui jalur kontak, maka buka baju penderita dan
bersihkan sisa bahan beracun bila ada
6. Bila racun masuk melalui saluran cerna, upayakan mengencerkan racun
7. Awasi jalan nafas, terutama bila respon menurun atau penderita
muntah
8. Bila keracunan terjadi secara kontak maka bilaslah daerah yang
terkena dengan air
9. Bila ada petunjuk seperti pembungkus, sisa muntahan dan
sebagainya sebaiknya diamankan untuk identifikasi
10. Penatalaksanaan syok bila terjadi
11. Pantau tanda vital secara berkala
12. Bawa ke fasilitas kesehatan
B. Pertolongan Pertama pada Keracunan
Pada kasus keracunan yang diakibatkan karena tertelan, yang dilakukan
adalah singkirkan apapun yang masih ada didalam mulut korban, jika racun
yang diduga merupakan pembersih rumah atau bahan kimia lainnya, bacalah
label wadah dan ikuti panduan untuk keracunan yang tidak disengaja.
Untuk racun yang ditersentuh oleh kulit segera singkirkan pakaian yang
terkontaminasi dengan menggunakan sarung tangan. Cucilah kulit selama 15
sampai 20 menit di air mengalir. Pada racun yang terkena mata, bilaslah mata
dengan air bersuhu sejuk atau hangat selama 20 menit atau sampai pertolongan
datang.
Racun yang disebabkan Karena terhirup oleh hidung, segera bawa korban
untuk menghirup udarta segar. Apabila korban muntah, miringkan kepala
kesamping untuk menegah tersedak, jika korban tidak menunjukkan tanda-
tanda kehidupan seperti tidak bergerak, bernapas, segera lakukan resusitasi
jantung paru.

C. Jenis Racun Yang Menyebabkan Keracunan Dan Penatalaksanaannyas


1. Keracunan Zat Korosif
Zat korosif adalah zat kimia yang dapat menyebabkan kerusakan kulit
atau mukosa.
Contoh bahan yang bersifat korosif adalah sodium hydroxide (NaOH),
potassium hydroxide (KOH), larutan asam (misalnya: pemutih, desinfektan).
Penatalasanaan :
a. Bila terdapat renjatan, perbaikilah dengan memberikan cairan ringer
laktat, albumin atau darah. Usahakan supaya penderita menjadi hangat
b. Minum air sebanyak mungkin. Hal ini sangat sulit dikerjakan karena
pada keracunan akut terutama dengan zat yang bersifat asam, penderita
merasa sangat nyeri. Tindakan pemberian zat untuk menetralisir toksin
yang bersifat korosif merupakan suatu hal yang tidak dianjurkan dan
dilarang karena akan berpotensial menyebabkan kejadian eksothermik
yang akan memperburuk
c. Berikan demulsen seperti susu, putih telur atau kanji. Jangan memberikan
zat untuk menetralkan zat racun oeh karena dapat menyebabkan reaksi
eksotermik
d. Bila nyeri hebat dapat diberikan morfin
e. Segera dilakukan operasi bila terjadi obstruksi pernafasan, perforasi, dan
striktur. Operasi sedini mungkin akan mengurangi kematian, dan
morbiditas. Pemberian antibiotik diperlukan bila ada gejala infeksi.
Kortikosteroid diberikan pada renjatan persisten atau digunakan untuk
mencegah atau mengurangi timbulnya striktur. Antibiotik dan
kortikosteroid bermanfaat mencegah striktur bila kerusakan belum
mencapai lapisan otot. Pemberian triamsinolon intralesi telah dicoba di
bagian THT dengan hasil bervariasi. Tindakan dilatasi esophagus
dikerjakan bila keadaan sudah tenang (tidak ada tanda-tanda infeksi
peradangan, perdarahan, atau suhu badan meninggi.
f. Alimentasi parenteral (pemberian makanan per-intravena) diberikan
biasanya 1 minggu sampai diperkirakan mucosa sudah sembuh,
kemudian dicoba dengan diet cair, makanan lunak dan akhirnya makanan
biasa
g. Hindarkan tindakan bilas lambung atau tindakan membuat penderita
muntah.
2. Salisilat
Efek langsung salisilat pada metabolism beragam. Salisilat akan
merangsang pusat pernafasan di medulla yang akan menyebabkan takipnea
dan alkalosis respiratorik. Keracunan salisilat menyebabkan pengosongan
lambung menjadi lambat, maka dekontaminasi saluran cerna harus
dipertimbangkan dengan hati-hati pada pasien yang datang 4-6 jam setelah
tertelan salisilat. Apabila pasien datang setelah 6 jam, berikan arang aktif
untuk meningkatkan pengeluaran salisilat (GI dialysis) .
Penatalasanaan :
a. Berikan arang aktif (jika tersedia). Tablet salisilat cenderung akan
membentuk gumpalan di dalam lambung yang dapat menyebabkan
penundaan penyerapan, oleh karena itu arang aktif lebih bermanfaat bila
diberikan beberapa kali (dosis). Jika arang aktif tidak tersedia dan anak
telah tertelan dengan dosis besar (dosis toksik berat) maka lakukan bilas
lambung atau rangsang muntah
b. Berikan natrium bikarbonat 1 mmol/kgBB IV selama 4 jam untuk
mengatasi asidosis dan meningkatkan pH urin di atas 7.5 untuk
mempercepat ekskresi salisilat. Berikan tambahan kalium. Pantau pH
urin tiap jam.
c. Berikan cairan infus sesuai kebutuhan rumatan kecuali bila anak
menunjukkan gejala dehidrasi sehingga perlu diberi cairan rehidrasi yang
sesuai
d. Pantau kadar gula darah setiap 6 jam dan dan koreksi sesuai keperluan
e. Berikan vitamin K 10 mg IM.

3. Botulisme
Botulinum merupakan racun terhadap saraf, diproduksi oleh bakteri
Clostridium botulinum. Bakteri anaerob ini sering tumbuh pada makanan
atau bahan makanan yang diawetkan dan proses pengawetan tidak baik
seperti: sosis, bakso, ikan kalengan, daging kalengan, buah dan sayur
kalengan, madu.
Gejala akut dapat muncul 2 jam - 8 hari setelah menelan makanan
yang terkontaminasi. Semakin pendek waktu antara menelan makanan yang
terkontaminasi dengan timbulnya gejala makin berat derajat keracunannya.
Gejala awal dapat berupa suara parau, mulut kering dan tidak enak pada
epigastrium. Dapat pula timbul muntah, diplopia, ptosis, disartria,
kelumpuhan otot skeletal dan yang paling berbahaya adalah kelumpuhan
otot pernapasan. Kesadaran tidak terganggu, fungsi sensorik dalam batas
normal. Pupil dapat lebar, tidak reaktif atau dapat juga normal. Gejala pada
bayi meliputi hipotoni, konstipasi, sukar minum atau makan, kepala sukar
ditegakkan dan refleks muntah hilang.
Penatalaksanaan :
Dekontaminasi dengan memuntahkan isi lambung jika korban masih sadar,
dapat juga dilakukan bilas lambung. Arang aktif dapat diberikan (jika
tersedia). Jika tersedia dapat diberikan antitoksin botulinum pada keracunan
simtomatik (perlu dilakukan uji alergi sebelumnya).
4. Tempe Bongkrek
Bongkrek adalah sejenis tempe yang dalam proses pembuatannya dicampur
dengan ampas kelapa dan kacang tanah. Tempe bongkrek yang beracun
mengandung racun asam bongkrek yang dihasilkan oleh Pseudomonas
cocovenenan yang tumbuh pada tempe ampas kelapa yang tidak jadi. Pada
tempe yang jadi, pseudomonas ini tidak tumbuh. Gejala keracunan
bervariasi mulai dari yang sangat ringan hanya: pusing, mual dan nyeri
perut sampai berat berupa: gagal sirkulasi dan respirasi, kejang dan
kematian. Antidotum spesifik keracunan bongkrek belum ada. Terapi
nonspesifik ditujukan untuk menyelamatkan nyawa, mencegah absorbsi
racun lebih lanjut dan mempercepat ekskresi. Atasi gangguan sirkulasi dan
respirasi, beri arang aktif.
Penatalasanaan :
Dekontaminasi lambung dengan bilas lambung dan pemberian
katartik. Karena antidotumnya belum ada, dapat diberikan atropine sulfat
beserta larutan glukosa intravena. Pemberian glukosa intravena ini
sebaiknya disertai dengan pemberian larutan garam fisiologis dan plasma,
dan harus diberikan secepatnya.
5. Jengkol
Jengkol sering menimbulkan gejala keracunan yang disebabkan oleh
asam jengkol, yaitu suatu asam amino yang mengandung belerang.
Timbulnya keracunan tidak tergantung pada jumlah biji jengkol yang
dimakan, dimasak atau tidaknya sebelum dimakan, dan muda atau tuanya
biji jengkol, tetapi tergantung pada kerentanan seseorang terhadap asam
jengkol.
Gejala keracunan disebabkan oleh hablur (kristal) asam jengkol yang
menyumbat traktus urinarius. Keluhan pada umumnya timbul dalam waktu
5-12 jam setelah memakan jengkol berupa nyeri perut, kadang-kadang
disertai muntah dan adanya serangan kolik pada waktu berkemih. Volume
urin juga berkurang bahkan sampai terjadi anuria. Kadang-kadang terdapat
hematuria. Napas dan urin berbau jengkol.
Penatalasanaan :
Tata laksana keracunan jengkol yang ringan (muntah, sakit perut
pinggang saja) cukup dengan menasihati pasien untuk banyak minum dan
diberikan natrium bikarbonat saja. bila gejala penyakit berat (oliguria,
hematuria, anuria dan tidak dapat minum) penderita perlu dirawat dan diberi
infuse natrium bikarbonat dalam larutan glukosa 5%. Bila terjadi gagal
ginjal, dapat dilakukan hemodialisis/peritoneal dialysis.
6. Sianida
Asam sianida adalah suatu racun kuat yang dapat menyebabkan
asfiksia. Sianida menghambat terjadi hipoksia jaringan karena oksigen tidak
dapat digunakan dan terjadi kegagalan produksi adenosine trifosfat (ATP).
Manifestasi klinis keracunan sianida akut sering tidak spesifik, dan terutama
menggambarkan kekurangan oksigen di otak dan jantung.
Penatalasanaan :
Penanganan harus dilakukan secepatnya. Bila makanan diperkirakan
masih ada di dalam lambung, lakukan dekontaminasi isi lambung dengan
bilas lambung dan berikan arang aktif. Selanjutnya berikan perawatan
suportif yang terdiri dari pemberian oksigen 100%, bila perlu lakukan
resusitasi kardiopulmonal, dan berikan antidotum (amil nitrit, Na-nitrit dan
Na-tiosulfat). Sambil menunggu akses vena, berikan amil nitrit per inhalasi.
Setelah akses vena terpasang, berikan Na-nitrit 10 mg/kg atau 0,33 mL/kg
larutan Na-nitrit 3%, untuk menghasilkan 20% methemoglobin. Selanjutnya
berikan Na-tiosulfat 25% sebanyak 1,6 mL/kg (400 mg/kg) sampai 50 mL
(12,5g), intravena dalam 10 menit.
7. Hidrokarbon
Hidrokarbon merupakan senyawa karbon yang pada suhu kamar berbentuk
cair. Yang termasuk ke dalam golongan senyawa hidrokarbon adalah
minyak tanah, terpentin dan premium. Hidrokarbon dibagi menjadi 3
kategori, yaitu: hidrokarbon alifatik, aromatic, dan toksik. Pada saluran
pencernaan, keracunan hidrokarbon dapat menyebabkan iritasi pada saluran
cerna, yang kemudian akan menimbulkan gejala mual dan muntah berdarah.
Gejala pada susunan saraf pusat dapat bervariasi mulai dari keadaan mabuk
sampai dengan koma. Gejala lainnya dari keracunan hidrokarbon adalah
hemolisis, hemoglobinuria, demam dan leukositosis
Penatalasanaan :
Tata laksana pasien yang menderita keracunan hidrokarbon adalah
dengan cara menahan zat hidrokarbon tersebut tetap berada di dalam usus
bila memungkinkan dan mencegah terjadinya muntah atau refluks, serta
tidak memberikan arang aktif. Hal yang sama juga dilakukan oleh
Melbourne hospital. Tindakan perangsangan muntah akan dapat
menyebabkan terjadinya aspirasi pneumonia (edema paru dan pneumonia
lipoid) yang dapat mengakibatkan sesak napas dan hipoksia. Pengosongan
lambung pada umumnya hanya dilakukan pada zat yang mempunyai potensi
untuk menimbulkan efek toksik sistemik, seperti halogenated hydrocarbon
(tricloroethane. Carbon tetrachloride), hidrokarbon aromatic (toluene,
xylene, benzene), dan mengandung zat aditif seperti logam berat dan
insektisida . Penderita tersebut masih harus tetap dilakukan observasi
selama 6 jam. Saturasi O2 dipertahankan > 94%.
8. Senyawa Organofosfat dan Karbamat
Contoh: Organofosfat: malathion, parathion, TEPP, mevinphos (Phosdrin);
Karbamat: metiokarbamat, karbaril.
Bahan tersebut diserap melalui kulit, tertelan atau terhirup. Anak mungkin
akan mengalami muntah, diare, penglihatan kabur, atau lemah. Gejala yang
timbul akibat dari aktivasi parasimpatik: hipersalivasi, berkeringat,
lakrimasi, bradikardi, miosis, kejang, lemah otot, twitching, hingga paralisis
dan inkontinensia urin, edema paru, depresi napas.
Penatalasanaan :
a. Singkirkan racun dengan irigasi mata atau mencuci kulit (jika ada pada
mata atau kulit)
b. Berikan arang aktif jika tertelan sebelum 1 jam
c. Jangan rangsang muntah karena kebanyakan pestisida bahan pelarutnya
berasal dari hidrokarbon
d. Pada keracunan berat yang arang aktif tidak dapat diberikan,
pertimbangkan dengan seksama aspirasi lambung dengan menggunakan
pipa nasogastrik (catatan: jalan napas anak harus dilindungi)
e. Jika anak menunjukkan gejala hiperaktivasi parasimpatik (lihat atas),
berikan atropin 15–50 mikrogram/kg IM (i.e. 0.015 – 0.05mg/kgBB) atau
melalui infus selama 15 menit. Tujuan pemberian atropin mengurangi
sekresi bronkial dengan menghindari toksisitas atropin. Auskultasi dada
untuk mendengarkan adanya tanda sekresi pada saluran napas dan pantau
frekuensi napas, denyut jantung dan skala koma (jika diperlukan). Ulangi
dosis atropin setiap 15 menit sampai tidak ada tanda sekresi pada saluran
napas, denyut nadi dan frekuensi napas kembali normal
f. Periksa hipoksemia dengan pulse oximetry (jika tersedia), karena
pemberian atropin dapat menyebabkan gangguan irama jantung (aritmia
ventrikular), pada anak dengan hipoksemia. Berikan oksigen jika saturasi
oksigen kurang dari 90%
g. Jika otot melemah, berikan pralidoksim (cholinesterase reactivator) 25 –
50 mg/kg dilarutkan dengan 15 ml air diberikan melalui infus selama
lebih 30 menit, diulangi sekali atau dua kali, atau diikuti dengan infus 10
- 20 mg/kgBB/jam, sesuai kebutuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Enny Harliani. 2013. Tata Laksana Keracunan. IDAI : Buku Ajar
Pediatri Gawat Darurat.

M Riodan, G R Rylance, K Berry. 2002. Poisoning in children 4 :


Household product, plants, and mushroom. P : 403-406

M Riodan, G R Rylance, K Berry. 2002. Poisoning in children 1 : General


Management . Arch Dis Child. www.archdischild.com. P: 392-396

Michael Lupa, Jacqueline Magne, Lindhe Guarisco, Ronald Amede. Update


on the Diagnosis and Treatment of Caustic Ingestion. The Ochsner
Journal. 20019. P : 54-59

Anda mungkin juga menyukai