Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Pada waktu ini, kita hidup dalam lingkungan yang dikelilingi oleh racun atau
bahan-bahan yang potensial menjadi racun. Dalam menghadapi keadaan ini, di
Amerika Serikat terdapat kurang lebuh 500 badan atau lembaga yang tersebar di
seluruh negeri dan dikenal sebagai Poison Control Center atau Pusat Pengendali
Racun (PPR).
Racun adalah zat atau bahan yang bila masuk ke dalam tubuh melalui mulut,
hidung (inhalasi), suntikan dan absorpsi melalui kulit, atau digunakan terhadap
organisme hidup dengan dosis relatif kecil akan merusak kehidupan atau menggaggu
dengan serius fungsi satu atau lebih organ atau jaringan (Mc Graw-Hill Nursing
Dictionary). Karena adanya bahan bahan yang berbahaya, Menteri Kesehatan telah
menetapkan peraturan No. 453/MEN.KES/PER/XI./1983 tanggal 16 Nopember 1983
tentang Bahan bahan Berbahaya. Karena tingkat bahayanya yang meliputi : besar
dan luas jangkauan, kecepatan penjalaran, dan sulitnya dalam penanganan dan
pengamanannya, bahan- bahan berbahaya atau yang dapat membahayakan kesehatan
rakyat secara langsung atau tidak langsung dibagi 4 kelas. Sedangkan berdasarkan
jenis bahayanya, bahan berbahaya dapat dibagi dalam 13 kelompok.
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah definisi dari keracunan?


2. Apakah yang dimaksud dengan keracunan korosif dan non korosif?
3. Bagaimanakah tanda dan gejala dari keracuanan korosif dan non korosif ?
4. Bagaimanakah penatalaksanaan dari keracunan korosif dan non korosif?
5. Bagaimanakah konsep dasar asuhan keperawatan dengan gangguan sistem
pencernaan (keracunan korosif dan non korosif) ?
C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui definisi dari keracunan


2. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan keracunan korosif dan non korosif.
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari keracuanan korosif dan non korosif.
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari keracunan korosif dan non korosif.

5. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan dengan gangguan sistem


pencernaan (keracunan korosif dan non korosif).

BAB II
PEMBAHASAN

KONSEP DASAR TEORI


A. DEFINISI KERACUNAN
Keracunan adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran
pencernaan, saluran nafas, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan efek merugikan
pada yang menggunakan.
Keracunan dapat diartikan sebagai setiap keadaaan yang menunjukkan kelainan
multisistem dengan keadaan yang tidak jelas. (Arief Mansjoer, 1999)
Keracunan korosif, yaitu keracunan yang disebabkan oleh zat korosif yang meliputi
produk alkalin (Lye, pembersih kering, pembersih toilet, deterjen non pospat, pembersih oven,
tablet klinitest, dan baterai yang digunakan untuk jam, kalkulator, dan kamera) dan produk
asam (pembersih toilet, pembersih kolam renang, pembersih logam, penghilang karat, dan
asam baterai) (Brunner & Suddarth, 2001).
Keracunan non korosif yaitu keracunan yang disebabkan oleh zat non korosif yang
meliputi makanan, obat-obatan, gas (CO)
A. KERACUNAN KOROSIF
Keracunan korosif meliputi keracunan alkali, asam klorida, asam oksalat, aseton,
formaldehid, natrium hipoclorid.
1. Keracunan Alkali :
a) Bahan-bahan yang termasuk alkali :
Cairan pembersih saluran, bubuk/cairan pembersih mobil, deterjen, ammonia, button
batteries. Senyawa alkali dengan protein akan membentuk proteinat dan dengan lemak
akan membentuk sabun. Dengan demikian, jika terjadi kontak dengan senyawa alkali
dengan jaringan akan menyebabkan jaringan menjadi lunak, nekrotik, dan akan terjadi
penetrasi yang dalam. Karena kelarutannya dapat menyebabkan terjadi penetrasi lebih
lanjut dalam beberapa hari. Akibat stimulasi yang intensif dari senyawa alkali
menyebabkan hilangnya refleks tonus vaskuler dan hambatan kerja jantung.

b) Bahaya alkali terhadap kesehatan :


- Inhalasi
: iritasi saluran nafas , nyeri kepala , odema dan kerusakan paru.
- Kontak kulit : iritasi dan radang kulit
- Kontak melalui mata : iritasi mata , kebutaan
- Tertelan
: nyeri menelan , hipersalivasi, muntah, hematomesis melana ,
nyeri dada, sesak, demam.

2. Keracunan Asam Klorida


a) Bahan bahan yang termasuk asam klorida :Campuran pembersih keramik.
Bahaya asam klorida bagi kesehatan :
-

Inhalasi: iritasi saluran nafas , nyeri dada , odema paru.


Kulit : iritasi dan radang kulit
Mata : iritasi mata dan kebutuhan
Tertelan : rasa terbakar , mual dan muntah

3. Keracunan Asam Oksalat


a) Bahan yang termasuk asam oksalat : Pemutih, pembersih, logam, pembersih karet.
b) Bahaya asam oksalat terhadap kesehatan :
- Inhalasi : luka bakar, muntah, sukar bernafas, sakit kepala,dan kerusakan ginjal
- Kulit : luka bakar sianosis
- Mata : luka bakar
- Tertelan : luka bakar, mual, diare, nyeri perut, mabuk dan kerusakan ginjal.

4. Keracunan Minyak Tanah :


Minyak tanah merupakan senyawa organic golongan hidrokarbon. Nama lain dari
minyak tanah : kerosene, paraffin bakar, atau minyak lampu. Minyak tanah diabsorpsi
secara lambat melalui lambung, usus dan paru-paru.
Bahaya minyak tanah bagi kesehatan :
a) Inhalasi :
Iritasi, mual, muntah, mabuk, bendungan dan kerusakan paru, sakit kepala dan
sensasi kegelian.
b) Kontak melalui kulit :
Iritasi kulit, melepuh, mual, nyeri kepala, mabuk, kejang.
c) Kontak melalui mata :
Iritasi mata

d) Tertelan : mual, muntah, aritmia jantung, mabuk, sianosis, bendungan dan


kerusakan paru.

5. Keracunan Bensin :
Bensin merupakan senyawa organic golongan hidrokarbon berbau khas dan
mudah terbakar. Aspirasi bensin dalam beberapa Ml dapat menyebabkan pneumonia.
Penelanan 10 -20 ml bensin dapat menyebabkan keracunan yang serius.
Efek potensial bensin terhadap kesehatan :
a) Inhalasi : iritasi , telinga berdenging , mual ,muntah , dada perih sukar bernafas,
nyeri
b) Kontak melalui kulit : iritasi kuli , melepuh
c) Kontak melaui mata : iritasi mata , perih
d) Tertelan : mual , muntah , diare , dada perih , sukar bernafas , denyut jantung tidak
normal ,sakit kepala , rasa ngantuk

6. Keracunan Sianida :
Sianida merupakan bahan yang amat beracun dan bereaksi sangat cepat dan
menyebabkan kematian dalam beberapa menit. Sianida berasal dari fungsida untuk
pembasmian serangga dan tikus , hasil pembakaran sampah plastic , penyepuhan logam
dll
Gambar Klinis Keracunan Sianida :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)

Nyeri kepala
Mual
Dispnoe
Bingung
Kejang
Koma
sinkop

B. KERACUNAN NON KOROSIF


Keracunan non korosif meliputi keracunan makanan, obat-obatan, gas (CO).
Keracunan makanan, yaitu keracunan yang disebabkan oleh perubahan kimia (fermentasi) dan
pembusukkan karena kerja bakteri (daging busuk) pada bahan makanan, misalnya ubi ketela
(singkong) yang mengandung asam sianida (HCn), jengkol, tempe bongkrek, dan racun pada
udang maupun kepiting.

Keracunan makanan dapat terjadi karena :


1. Makanan tersebut memang mengandung zat-zat kimia yang berbahaya (singkong,
jamur dsb.)
2. Timbul zat beracun dalam makanan tersebut karena proses pengolahan dan
penyimpanan
3. Makanan tercemar oleh zat beracun baik disengaja ( pengawet,zat warna,penyedap )
ataupun tidak disengaja (salmonella, staphylococcus dsb.)
a) Keracunan Ketela Pohon
Dapat terjadi karena ketela pohon yang mengandung cyanogenic unamarine
(mengandung HCN ).
Gejala klinis :
1) Tergantung pada kandungan HCN, kalau banyak dapat menyebabkan kematian
dengan cepat
2) Penderita merasa mual, perut terasa panas, pusing, lemah dan sesak
3) Pernafasan cepat dengan bau khas ( bitter almond )
4) Kejang, lemas, berkeringat,mata menonjol dan midriasis
5) Mulut berbusa bercampur darah
6) Warna kulit merah bata ( pada orang kulit putih ) dan sianosis
Penatalaksanaan :
1) Bebaskan jalan nafas,perbaiki sirkulasi dan beri oksigen.
2) Eliminasi racun ( rangsang muntah, kumbah lambung, pemberian norit )
3) Pemberian antidotum seperti Sodium thiosulfat IV pelan-pelan dan
4) Sodium nitrit IV pelan-pelan sesuai dengan dosis
b) Keracunan Jengkol
Pada keracunan jengkol terjadi penumpukan kristal asam jengkolat di tubuli,ureter
dan urethrae. Keluhan terjadi 5 - 12 jam sesudah makan jengkol.
Gejala klinik :
1) Sakit pinggang,nyeri perut,muntah,kencing sedikit-sedikit dan terasa sakit

2) Hematuria,oliguria sampai anuria dan kencing bau jengkol


3) Dapat terjadi gagal ginjal akut
Penatalaksanaan :
1) Rangsang muntah
2) Kumbah lambung
3) Beri norit
4) Alkalinisasi : Nabic, bila penderita masih bisa minum dapat diberi Nabic per oral
5) Pemberian cairan
6) Tidak ada antidotum spesifik
c) Botulisme
Disebabkan oleh kuman Clostridium botulinum yang sering terdapat dalam makanan
kaleng yang rusak atau tercemar kuman tersebut.
Gejala klinik :
1) Mata kabur,refleks cahaya menurun atau negatif,midriasis dan
2) kelumpuhan otot-otot mata
3) Kelumpuhan saraf-saraf otak yang bersifat simetrik
4) Dysphagia, dysarthria
5) Kelumpuhan ( general paralyse )
Penatalaksanaan :
1) Tindakan emergensi ( ABC )
2) Eliminasi racun
3) Antitoksin terhadap botulisme 10 - 50 ml IV pelan-pelan
4) Guanidine hidrochloride 15 - 35 mg/kg BB/ hari dibagi dalam 3 dosis, berguna
untuk melawan efek blokade neuromuskular.
d) Keracunan Alkohol
Keracunan alkohol terjadi bila seseorang menghabiskan sejumlah besar minuman
keras dalam jangka waktu singkat. Keracunan alkohol juga sering terjadi pada percobaan

bunuh diri dengan meminum produk-produk rumah tangga yang mengandung etanol,
isopropanol, atau metanol.
Pada otak, alkohol mempengaruhi kinerja reseptor neurotransmitter sehingga mengakibatkan:
-

Peningkatan produksi norepinephrine dan dopamine

Penurunan transmisi acetylcholine

Peningkatan transmissi gaba

Peningkatan produksi beta-endorphin di hypothalamus

Ada 3 golongan minuman beralkohol, yaitu :


-

Golongan A : kadar etanol 1 5 % , misalnya bir dan lain lain.

Golongan B : kadar etanol 5 20 %, misalnya berbagai jenis minuman anggur

Golongan C : kadar etanol 20 45%, misalnya whiskey, vodka, TKW, manson, House
dan lain lain.

Tanda dan gejala keracunan alkohol :


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pusing, Seperti Mau Pingsan


Muntah-Muntah
Serangan Jantung
Nafas Yang Lambat Atau Tidak Seperti Biasa
Kulit Tubuh Membiru
Hipotermia
Tidak Sadarkan Diri (Sudah Parah)

Komplikasi
Alkohol dapat mengiritasi perut dan menyebabkan muntah. Alkohol juga dapat
mengganggu refleks muntah. Selain itu ada resiko secara tidak sengaja menghirup muntahan
ke paru-paru, hal ini akan menyebabkan gangguan pernafasan yang fatal. Muntahan yang
banyak juga berakibat pada dehidrasi. Selain itu juga menyebabkan henti fungsi jantung yang
menuju padakematian.
Tatalaksana kegawat daruratan
1) Pemberian oksigen berkonsentrasi 100% melalui nasal kanul sebanyak 3 L/ menit
karena klien mengalami hipoventilasi
2) Berikan dextrose 5 % melalui IV untuk mengatasi hipoglikemi

3) Encerkan racun yang ada dalam lambung, sekaligus menghalangi penyerapannya


dengan cara memberikan cairan dalam jumlah banyak. Cairan yang dipakai adalah air
biasa atau susu.
4) Upayakan pasien emesis, efektif bila dilakukan dalam 4 jam setelah racun ditelan.
Dapat dilakukan dengan cara mekanik yaitu dengan merangsang dinding faring
dengan jari atau suruh penderita untuk berbaring tengkurap, dengan kepala lebih
rendah dari pada bagian dada. Emesis tidak boleh dilakukan pada penderita tidak
sadar.
5) Etanol dengan cepat diabsorbsi dari perut dan usus halus. Overdosis pada alkohol
biasanya ditangani dengan kumbah lambung. Lebih efektif jika klien tiba di IGD
kurang dari 1 jam setelah mengkonsumsi.
6) Berikan thiamin. Thiamin digunakan sebagai kofaktor untuk membuat adenosin
trifospat. Jika glukosa telah diberikan terlebih dahulu sebelum thiamin, thiamin yang
tersedia (yang telah berkurang) akan habis untuk memecah glukosa. WernickeKorsakoff encephalopathy dan permanent psycosis dapat terjadi.
7) Jika penderita pernah mengalami serangan kejang-kejang, berikan fenittoin 500mg
dan diulangi 4-6 jam kemudian. Selanjutnya sehari 300mg.
e) Keracunan Obat-Obatan
1) ASETAMINOFEN

Gejala keracunan asetaminofen terjadi melalui 4 tahapan:


a. Stadium I (beberapa jam pertama) : belum tampak gejala
b. Stadium II (setelah 24 jam) : mual dan muntah; hasil pemeriksaan
menunjukkan bahwa hati tidak berfungsi secara normal
c. Stadium III (3-5 hari kemudian) : muntah terus berlanjut; pemeriksaan
menunjukkan bahwa hati hampir tidak berfungsi, muncul gejala kegagalan hati
d. Stadium IV (setelah 5 hari) : penderita membaik atau meninggal akibat gagal
hati.

Tindakan Darurat
Tindakan darurat yang dapat dilakukan di rumah adalah segera memberikan

sirup ipekak untuk merangsang muntah dan mengosongkan lambung.

Di rumah sakit, dimasukkan selang ke dalam lambung melalui hidung untuk


menguras lambung dengan air. Untuk menyerap asetaminofen yang tersisa, bisa
diberikan arang aktif melalui selang ini. Kadar asetaminofen dalam darah diukur 4-6
jam kemudian. Jika anak telah menelan sejumlah besar asetaminofen (terutama jika
kadarnya dalam darah sangat tinggi), biasanya diserikan asetilsistein untuk
mengurangi efek racun dari asetaminofen, yang diberikan setelah arang dikeluarkan.
Kegagalan hati bisa mempengaruhi kemampuan darah untuk membeku, karena
itu diberikan suntikan vitamin K1 (fitonadion). Mungkin perlu diberikan transfusi
plasma segar atau faktor pembekuan.
Prognosis tergantung kepada jumlah asetaminofen yang tertelan dan tindakan
pengobatan. Jika pengobatan dimulai dalam waktu 8 jam setelah keracunan, atau dosis
yang tertelan masih dibawah dosis racun, maka prognosisnya sangat baik.
2) ASPIRIN
Overdosis aspirin (salisilisme) pada anak yang telah meminum aspirin dosis
tinggi selama beberapa hari biasanya lebih berat.
Bentuk salisilat yang paling beracun adalah minyak wintergreen (metil
salisilat), yang merupakan komponen dari obat gosok dan larutan penghangat. Seorang
anak dapat meninggal karena menelan kurang dari 1 sendok teh metil salisilat murni.
Gejala awal dari salisilisme adalah mual dan muntah, diikuti dengan
pernafasan yang cepat, hiperaktivitas, peningkatan suhu tubuh dan kadang kejang.
Anak menjadi mengantuk, mengalami kesulitan dalam bernafas dan pingsan. Kadar
aspirin yang tinggi dalam darah menyebabkan anak menjadi sering berkemih, dan hal
ini bisa menyebabkan dehidrasi.

Tindakan Darurat
1. Dilakukan pengurasan lambung sesegera mungkin. Jika anak dalam keadaan
sadar, diberikan arang aktif melalui mulut atau melalui selang yang
dimasukkan ke dalam lambung.
2. Untuk mengatasi dehidrasi ringan, anak diharuskan minum sebanyak mungkin
(susu maupun jus buah).

3. Untuk dehidrasi yang lebih berat, diberikan cairan melalui infus.


4. Demam diatasi dengan kompres hangat.
5. Untuk mengatasi perdarahan bisa diberikan vitamin K1.
Prognosis tergantung kepada kadar salisilat dalam darah. Kadar yang bisa
menimbulkan keracunan adalah 150-300 mg/kg berat badan.
f) Keracunan Gas (CO)
Karbon monoksida adalah suatu gas tak berwarna dan tak berbau, dengan afinitas
terhadap hemoglobin 300 kali daripada oksigen, sebagai akibat perubahanhemoglobin
terhadap karboksi-hemoglobin, kemampuan mengangkut oksigen daridarah arteri berkurang
sehingga menimbulkan hipoksi. Juga ada bukti bahwa karbonmonoksida mungkin
mempunyai efek toksik langsung terhadap miokardium.
Tanda dan gejala awal keracunan adalah stimulasi berlebihan kolinergik pada otot
polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi miosis, gangguan perkemihan, diare,
defekasi, eksitasi, dan salivasi .Efek yang terutama pada sistem respirasi yaitu
bronkokonstriksi dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus. Dosis menengah
sampai tinggi terutama terjadi stimulasi nikotinik pusat daripada efek muskarinik (ataksia,
hilangnya refleks, bingung,, sukar bicara, kejang disusul paralisis, pernafasan Cheyne Stokes
dan coma. Pada umumnya gejala timbul dengan cepat dalam waktu 6 8 jam, tetapi bila
pajanan berlebihan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit. Kematian keracunan
gas akut umumnya berupa kegagalan pernafasan. Oedem paru, bronkokonstriksi dan
kelumpuhan otot-otot pernafasan yang kesemuanya akan meningkatkan kegagalan pernafasan.
Aritmia jantung seperti hearth block dan henti jantung lebih sedikit sebagai penyebab
kematian., melalui inhalasi gejala timbul dalam beberapa menit. Ingesti atau pajanan subkutan
umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda dan gejala. Pajanan
yang terbatas dapat menyebabkan akibat terlokalisir. Absorbsi perkutan dapat menimbulkan
keringat yang berlebihan dan kedutan (kejang) otot pada daerah yang terpajan saja. Pajanan
pada mata dapat menimbulkan hanya berupa miosis atau pandangan kabur saja. Inhalasi
dalam konsentrasi kecil dapat hanya menimbulkan sesak nafas dan batuk. Komplikasi
keracunan selalu dihubungkan dengan neurotoksisitas lama dan organophosphorus-induced
delayed neuropathy(OPIDN).(1) Sindrom ini berkembang dalam 8 35 hari sesudah pajanan
terhadap organofosfat. Kelemahan progresif dimulai dari tungkai bawah bagian distal,

kemudian berkembang kelemahan pada jari dan kaki berupa foot drop. Kehilangan sensori
sedikit terjadi. Demikian juga refleks tendon dihambat.
C. EPIDEMIOLOGI
Untuk mendapatkan gambaran jumlah korban keracunan di Indonesia secara akurat,
sangat sulit karena belum adanya sistem pelaporan dan monitoring secara sistemik dan
periodik. Apalagi dengan penerapan desentralisasi pembangunan kesehatan, sistem pelaporan
sama sekali tidak berjalan sehingga sulit mengetahui kondisi kesehatan nasional termasuk
gambaran keracunan korosif dan non korosif.
D. PATOFISIOLOGI KERACUNAN NON KOROSIF (CO)
Gas CO secara inhalasi masuk ke paru-paru, secara inhalasi kemudian mengalir ke
alveoli masuk ke aliran darah. Gas CO dengan segera mengikat hemoglobin di tempat yang
sama dengan tempat oksigen mengikat hemoglobin, untuk membentuk karboksi hemoglobin
(COHb). Mekanisme kerja gas CO di dalam darah: Afinitas hemoglobin untuk CO adalah 300
kali lebih besar dari oksigen. Jumlah titik jenuh dijelaskan dalam bentuk persentase
hemoglobin yang dikombinasikan CO dalam bentuk karboksi-hemoglobin. Konsentrasi 0,510% atau 5.000-10.000 bagian per juta dari atmosfir dengan cepat dicapai pada saat
kebakaran dan dapat menghasilkan sebuah titik jenuh COHb sekitar 75% dalam waktu 2-15
menit. Disamping afinitas terbesar dari hemoglobin untuk CO, kandungan COHb mencegah
pelepasan oksigen ke jaringan, dampaknya adalah hipoksia jaringan. Kelembaban, temperatur,
karbon dioksida dan aktfitas fisik meningkatkan tingkat respirasi dan absorbsi CO. COHb
mencampuri interaksi protein heme yang menyebabkan kurva penguraian HbO 2 bergeser ke
kiri. Akibatnya terjadi pengurangan pelepasan oksigen dari darah ke jaringan tubuh. CO
bereaksi dengan fe dari porfirin, oleh karena itu, CO bersaing dengan O 2 dalam mengikat
protein heme, yaitu hemoglobin, mioglobin, sitokrom oksidase (sitokrom a,a3), dan sitokrom
P-450, peroksidase, dan katalase. Yang paling penting adalah reaksi CO dengan Hb dan
sitokrom a3. Dengan diikatnya Hb menjadi COHb mengakibatkan Hb menjadi inaktif
sehingga darah berkurang kemampuannya untuk mengangkut O2. Selain itu, adanya COHb
dalam darah akan menghambat disosiasi oksi-Hb. Sehingga jaringan akan mengalami
hipoksia. Reaksi CO dengan sitokrom a3 yang merupakan link yang penting dalam sistem
enzim pernapasan sel yang terdapat pada mitokondria, akan menghambat pernapasan sel dan
mengakibatkan hipoksia jaringan.

E. PATHWAY KERACUNAN NON KOROSIF DAN KOROSIF


Bahan non korosif
(CO)
Terhirup
Alveolus
Terjadi difusi Hb-Co
CoHb
Menghalangi ikatan O2 dengan Hb
(oksihemoglobin)
Hipoksia
Kemoreseptor

Otak

Ansietas

Sistem
Kardiovaskuler

Saraf simpatis
pembuluh darah

Aktifitas
Jantung meningkat

Sianosis Perifer

Sistem
Pernafasan

O2 me
Peradangan
Buram

Frekuensi nafas

Perubahan perfusi
jaringan perifer

Pola nafas
tidak efektif

Resiko
Cedera
Perlu energi me
Penurunan perfusi
jaringan ke otak
Sakit kepala

Nyeri akut

Curah jantung
meningkat:
- Tensi me
- Nafas me
- Nadi me

Kelelahan

Intoleransi
aktivitas

Bahan korosif
(Asam Hipoklosit)
Tertelan

Iritatis

Toxin

Perdarahan

Saluran cerna

Ulseratif

Terjadi penyerapan
melalui usus halus

Risiko
penurunan
volume cariran
dan elektrolit

Beredar ke seluruh
tubuh melalui vena
porta

Destruktif sel
epitel pada
sal-cerna
bagian atas

Nyeri pada
dada dan
uluhati

Melabsorbsi

Hati

SSP (otak)

Obstruktif
Kompensasi Unkompensasi

Nyeri
Defisit
pengetahuan
Ansietas

Polorus

Ujung distal
usus besar

Muntah

Hambatan
impuls ke
SSP

Perubahan
pemenuhan
nutrisi

Penurunan
peristaltik

Konstipasi

Toxin
dinonaktifkan

Destruktif selsel hepatosik


Hepatitis

Perubaha
n perfusi
jaringan
cerebral

Kesulitan
bernafas

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK / PENUNJANG


1. Elektrokardiografi
EKG dapat memberikan bukti-bukti dari obat-obat yang menyebabkan penundaan
disritmia atau konduksi.
2. Radiologi
Banyak substansi adalah radioopak, dan cara ini juga untuk menunjukkan adanya
aspirasi dan edema pulmonal.
3. Analisa GasDarah, elektrolit dan pemeriksaan laboratorium lain
Keracunan akut dapat mengakibatkan ketidakseimbangan kadar elektrolit, termasuk
natrium, kalium, klorida, magnesium dan kalsium. Tanda-tanda oksigenasi yang tidak
adequat juga sering muncul, seperti sianosis, takikardia, hipoventilasi, dan perubahan
status mental.
4. Tes fungsi ginjal
Beberapa toksik mempunyai efek nefrotoksik secara lengsung.
5. Skrin toksikologi
Cara ini membantu dalam mendiagnosis pasien yang Keracunan. Skrin negatif tidak
berarti bahwa pasien tidak Keracunan, tapi mungkin racun yang ingin dilihat tidak ada.
Adalah penting untuk mengetahui toksin apa saja yang bisa diskrin secara rutin di dalam
laboratorium, sehingga pemeriksaannya bisa efektif.
G. PENATALAKSANAAN KERACUNAN KOROSIF
1. Stabilisasi
- Jalan nafas (A)
- Pernafasan (B)
- Sirkulasi (C)
2. Dekomentaminasi
a) Mata
Irigasi dengan air bersih suam-suam kuku / larutan NaCl 0,9 % selama 15-20
menit, jika belum yakin bersih cuci kembali
b) Kulit, cuci (scrubbing) bagian kulit yang terkena larutan dengan air mengalir
dingin atau hangat selama 10 menit
c) Gastroinstestinal
Segera beri minum air atau susu secepat mungkin untuk pengenceran.
Dewasa maksimal 250cc untuk sekali minum, anak-anak maksimal 100cc untuk
sesekali minum.

Pasang NGT setelah pengenceran jika diperlukan.


3. Eliminasi
Indikasi melakukan eliminasi:
-

Tingkat keracuan berat


Terganggu rute elimiunasi normal (gagal ginjal)
Menelan zat dengan dodsis letal
Pasien dengan klinkis yang dapat memperpanjang koma

Tindakan eliminasi:
a) Dieresis paksa:
Furosemida 250 mg dalam 100cc D5% habis dalam 30 menit.
b) Alkalinisasi urine:
Na-Bic 50-100meq dalam !liter D5% atau NaCl 2,25%, dengan infuse continue 23cc/kg/jam
c) Hemodialisa
Dilakukan di RS yang memiliki fasilitas Hemodialisa. Obat-obat yang dapat
dieleminasi dengan tehnik ini berukuran kecil dengan berat molekul kurang dari
500 dalton, larut dalam air dan berikatan lemah dengan protein.

1. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


2.
A. PENGKAJIAN
1. Kaji gejala klinis yang tampak pada klien
2. Anamnesis informasi dan keterangan tentang keracunan dari korban atau dari orangorang yang mengetahuinya
3. Identifikasi sumber dan jenis racun
4. Kaji tentang bentuk bahan racun
5. Kaji tentang bagaimana racun dapat masuk dalam tubuh pasien
6. Identifikasi lingkungan dimana pasien dapat terpapar oleh racun
7. Pemeriksaan Fisik
a. Bau
3. Aceton : methanol, isopropyl, alcohol, acetyl salicylic acid
4. Coal gas

: carbon monoksida

5. Buah per

: clorahidrat

6. Bawang putih : arsen, fosfor, thalium, orgofosfat


7. Alcohol

: ethanol, methanol

8. Minyak

: minyak tanah atau destilat minyak

b. Kulit
9. Kemerahan: Co, cyanide, asam borax, anticholinergic
10. Berkeringat: amfetamin, LSD, organofosfat, cocain, barbiturate
11. Kering : anticholinergic
12. Bulla : barbiturate, carbonmonoksida
13. Ikterus : acetaminophen, carbontetrachlorida, Fe, fosfor, jamur
14. Purpura

: aspirin, wafarin, gigitan ular

15. Sianosis

: nitrit, nitrat, fenacetin, benzocain

c. Suhu tubuh
16. Hipotermi

: sedative hipnotik, ethanol, carbonmonoksida, clonidin, fenothiazin

17. Hyperthermia: anthicolinergic, salisilat, afetamin, cocain, fenothiazin, theofilin


d. Tekanan darah
18. Hipertensi

: simpatomimetik, organofosfat, amfetamin

19. Hipotensi

: sedative hipnotik, narkotika, fenothiazin, clonidin, beta blocker

e. Nadi
20. Bradikardi

: digitalis, sedative hipnotik, beta-blokke.

21. Takikardi

: antikolenergik, amfetamin, simpatominetik, alcohol, oksin, aspirin,

theofilin
22. Aritmia

: antikolenergik, organofosfat, fenothiazin, cyanide, beta-blokker

f. Selaput lendir
23. Kering : antikolenergik
24. Salivasi

: organofosfat, carbamat

25. Lesi mulut

: bahan korosif, paraquat

26. Lakrimasi

: kaustik, organofosfat, gas iritan

g. Respirasi
27. Depresi

: alkhohol, narkotika, barbiturate, sedative hipnotik

28. Tachipnea

: salsilat, amfetamin, carbonmonoksida

29. Kussmaul

: methanol, ethylene gycol, salsilat

h. Oedem paru: salsilat, narkotika, simpatominetik.


i. Susunan saraf pusat
30. Kejang : amfetamin, fenothiazin cocain, camfer, tembaga, soniazid, organofosfat
31. Miosis : narkotika, fenothiazin, diazepam, barbiturate, jamur.
32. Buta

: methanol

33. Fasikulasi

: organofosfat

34. Nistagamus: barbiturate, ethanol, karbon monoksida.


35. Hipertoni

: antikolenergik, fenothiazin

36. Rigiditas

: antikolenergik, fenothiazin, haloperidol

37. Delirium

: antikolenergik, simpatominetik, alcohol, fenothiazin, logam berat,

cocain, heroin.
38. Koma : alkhohol, sedative hipnotik, carbonmonoksida, narkotika, anti depresi
39. Paralise

: organofosfat, carbonat, logam berat

j. Saluran pencernaan
40. Muntah, diare : besi, fosfat, logam berat, jamur, lithium, flourida, organofosfat.
41. Nyeri perut (korosif)

42.
43.

44. Pemeriksaan Penunjang


1. Elektrokardiografi
45.

EKG dapat memberikan bukti-bukti dari obat-obat yang menyebabkan

penundaan disritmia atau konduksi.


2. Radiologi
46.

Banyak substansi adalah radioopak, dan cara ini juga untuk menunjukkan

adanya aspirasi dan edema pulmonal.


3. Analisa GasDarah, elektrolit dan pemeriksaan laboratorium lain
47.

Keracunan akut dapat mengakibatkan ketidakseimbangan kadar elektrolit,

termasuk natrium, kalium, klorida, magnesium dan kalsium. Tanda-tanda oksigenasi


yang tidak adequat juga sering muncul, seperti sianosis, takikardia, hipoventilasi, dan
perubahan status mental.
4. Tes fungsi ginjal
48.

Beberapa toksik mempunyai efek nefrotoksik secara lengsung.

5. Skrin toksikologi
49.

Cara ini membantu dalam mendiagnosis pasien yang Keracunan. Skrin negatif

tidak berarti bahwa pasien tidak Keracunan, tapi mungkin racun yang ingin dilihat tidak
ada. Adalah penting untuk mengetahui toksin apa saja yang bisa diskrin secara rutin di
dalam laboratorium, sehingga pemeriksaannya bisa efektif.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN KERACUNAN NON KOROSIF
1. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru akibat
akumulasi udara
2. Peningkatan curah jantung berhubungan dengan perubahan tahanan vaskuler sistemik
3. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan respon saraf autonom pada perubahan status
4.
5.
6.
7.
50.

sistem yang tiba-tiba


Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular cerebralh
Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perubuahan aliran darah
Ansietas berhubungan dengan merasakan adanya ancaman kematian
Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

C. INTERVENSI KEPERAWATAN KERACUNAN NON KOROSIF


51.
N
55.

52. Tujuan dan Kreteria Hasil


56. Setelah

diberikan

keperawatan

diharapkan

asuhan a) Pantau
pola

nafas klien kembali efektif dengan


Kriteria hasil:
-

54. Rasional

tingkat/kedaleman

dan a) Pengkajian yang berulang kali sangat penting

pola pernafasan.

karena kadar toksisitas mungkin berubah

57.

secara drastis.

b) Catat periode apnea, pernafasan b) Bunyi nafas dapat menurun atau tidak ada pada

Pasien mampu mempertahankan

Cheyne-Stokes.

lobus,segmen paru, atau seluruh area paru

pola nafas yang efektif dengan

58.

( unilateral ).

tingkat pernafasan yang normal.


-

53. Intervensi

c) Auskultasi bunyi nafas.

c) Area atelektasi btidak ada bunyi napas, dan

Paru-paru pasien bersih, bebas

59.

pada area yang kolaps menurun bunyinya,

dari cianosis, dan tanda-tanda/

60.

evaluasi juga di lakukan untuk area yang baik

gejala-gejala hipoksia yang lain.

61.

pertukaran gasnya dan memberikan data

62.

evaluasi perbaikan pneumotaraks.

d) Catat bpengembangan dada


63.

d) Pengembangan dada sama dengan ekspansi


paru.

e) Pertahankan posisi tidur yang e) Meningkatkan


nyaman,

biasanya

dengan

peninggian kepala tempat tidur.


f) Berikan tambahan O2

inspirasi

maksimal,

meningkatkan ekspansi paru.


64.
f) Hipoksia

pada

susunan

saraf

pusat

mengakibatkan depres pernafasan.


65.

66. Setelah

keperawatan

diberikan
diharapkan

asuhan

67.

curah

68. Intervensi

69. Rasionalisasi

71. Pantau tanda tanda

72. Hipertermi yang terus menerus dapat

jantung klien kembali normal


-

dengan Kriteria hasil:

70.

vital

mengakibatkan terjadinya perdrahan pada


otak, yang dapat mengakibatkan terjadinya
penurunan kesadaran. Adanya peningkatan
suhu, menunjukan pasien berada dalam

73.
2
76.
3

79.
4

74. Tinggikan posisi kepala


tempat tidur

berkurang, sehingga inflasi paru menjadi

77. Auskultasi bunyi nafas.


Catat

tahap infeksi baik karena dehidrasi.


75. Tekanan diafragma bagian baawah menjadi
meningkat.
78. Perubahan bunyi nafas menunjukan pasien

adanmya

mengalami

perubahan

perubahan bunyi nafas

memburuk

seperti

adventisius

seperti

kesdaran, ataupun pasien jatuh ke dalam

stridor, gallop, ronkhi,

penyakit paru paru seperti edema paru

mengii.
80. Berikan O2 tambahan.

ke

adanya

arah

yang

penurunan

dan pneumonia .
81. Hipoksia yang terlalu lama mempengaruhi
susuan saraf pusat dapat membuat pasien
mengalami depres nafas yang hebat.

82.
5

83. Kolaborasi

dengan

84. Hasil pemeriksa AGD dapa menunjukkan

petugas

laboratorium

kadar O2 dalam darah, sehingga dapat di

dalam

pemeriksaan

lakukan/di berikan obat-obatan oleh dokter

AGD.
85.
6

yang mampu mempercepat peningkatan

86. Kolaborasi

dengan

kadar O2 dalam darah pasien.


87. Cairan IV dapat mencegah terjadinya syok

dokter

dalam

hipivolemik dan pemberian obat-obatan

pemberian cairan IV

yang sesuai akan dapat membantu proses

dan obat obatan.

peningkatan kadar O2 dalam darah.

88.
89.

90. Setelah

diberikan

asuhan

keperawatan diharapkan cedera

91.

92. Intervensi

93. Rasionalisasi

95. Pasang bamtalan lunak

96. Mengurangi terjadinya trauma akibat jatuh

atau penghalang pada

dari tempat tidur saat pengobatan karena

tempat tidur.

pasien mengalami penurunan ketajaman

tidak terjadi dengan Kriteria hasil:


-

Trauma pada pasien tidak terjadi

Pasien mengerti tentang keadaan

94.
1

sakit yang dialaminya saat ini


-

Pasien kooperatif dalam setiap


tindakan yang diberikan

97.
2

98. Pantau adanya kejang/


kedutan

pada

kaki,

tangan dan wajah.


100. 101.
3

baring

yang dapat mempengaruhi kerja saraf


sraf yang lain termasuk saraf penglihatan

Perthankan tirah
selama

pandang.
99. Mencerminkan adanya hipoksia pada ssp

fase

akut.. berikan bantuan

( pasien menjadi buta ).


102.
Menurunkan
resiko
/trauma.

terjatuh

pada

pasien

sesuai

kebutuhannya.
103. 104.
Berikan
4

105.

Akan

mampu

meningkatan

penjelasan pada pasien

kesadaran pasien tentang keaadaanya saat

tentang

tyang

ini dan mampu menurukan cemas yang

sedang dialami dan apa

dialami pasien, dan pasien mau kooperatif

tujuan

dalam setiap tindakan yang di berikan.

mapa

setiap

tindakannya

yang

diberikan.
106.
107. 108.
4

Setelah diberikan asuhan

keperawatan diharapkan ansietas

109.

110.

Intervensi

111.

Rasionalisasi

klien menurun atau hilang dengan


-

Kriteria hasil:

112. 113.

Pasien akan melaporkan adanya

tingkat

secara terus menerus.


115. 116.
Orientasikan

penurunan

kecemasan

yang dialaminya
-

Pasien

menunjukkan

keadaan

yang relaksasi
-

Pasien dapat mengidentifikasikan


kecemasan yang dialaminya dan
mampu mengontrol dir dan situasi

Kaji

kecemasan

tingkat
pasien

114.

Peningkatan

kecemasan

akan

mengacu pada pasien tidak mau berespon


terhadap semua tindakan yang dilakukan.
117.
Pengetahuan tentang dimana pasien

pada pasien terhadap

berada saat ini akan meningkatan rasa

keadaan sekelilingnya,

aman, pasien akan dapat mengontrol

waktu dan orang- orang

dirinya.

yang

ada

bersama

psien, berbicara dengan


nada lembut.
118. 119.
Jelaskan tentang

120.

Pasien akan merasa aman dan

semua tingdakan yang

kooperatif dalam setiap tindakan yang akan

akan

diberikan.

dilakukan

terhadap pasien.
121. 122.
Anjurkan pasien
4

untuk

berdoa

dengan

sesuai

123.

Doa akan menyebabkan psikologis

pasien akan merasa aman.

keyakinan

pasien.
124.
125. 126.
5

Setelah diberikan asuhan

keperawatan
pemenuhan
-

diharapkan
informasi

128.

131. 132.

Klien menyatakan pemahaman

pengobatan.
dapat

hubungan

proses penyakit.
127.

mengidentifikasi

tanda/gejala

130.

Rasionalisasi

Keslahan

persepsi

klien

terpenuhi dengan Kriteria hasil:

Klien

Intervensi

tentang kondisi, prognosis dan


-

129.

dengan

Kaji

kemampuan

dari

pasien

maupun orang orang terdekat tentang

pengetahuan

dari

kondisi yang dialami pasien saat ini akan

pasien dan

orang-

mempengaruhi kemajuan dan prognosis

orang teredekat tentang

terhadap penyakit yang dialami oleh

kondisi yang dialami

pasien.

pasien saat ini.


134. 135.
Jelaskan
2

133.

dari
peningkatan

efek
adanya
kerja

136.

Memberikan

tentang

efek

dari

pemahan

dasar

peningkatan

kerja

jantung.

jantung terhadap tensi,


nadi dan irama nafas.
137. 138.
Berikan

139.

Alasan

kurangnya

kerja

sama

penguatan

tentang

adalah alasan umum kegagalan terapi.

pentingnya kerja sama


dalam pengobatan dan
pertahan

perjanjian

tindak lanjut.
140. 141.
Jelaskan tentang
4

142.

Informasi

yang

adekuat

dan

obat obatan yang

pemahaman tentang efek samping dari obat

akan diberikan bdan

akan mengurangi tingkat kecemasan pasien

efek

dan keluarga.

smaping

pemakaian

dari
obat

tersebut.
143.
144. 145.
6

Setelah diberikan asuhan

keperawatan diharapkan perfusi

146.

147.

Intervensi

148.

Rasionalisasi

jaringan kembali normal dengan


Kriteria hasil:
-

149. 150.
1

vital.

Awasi
Palpasi

perifer,

nadi

151.

indikasi umum status sirkulasi dan

keadekuatan perfusi.

perhatikan

kekuatan
keasaman.
152. 153.
Lakukan
2

tanda

dan
154.

gangguan sirkulasi dalam waktu

pengkajian

yang lama dapat mengakibatkan terjadinya

neuromuskular

nekrosis pada seluruh jaringan tubuh.

periodik,

contohnya

sensasi, ferakan nadi,


warna kulit dan suhu
155. 156.
Kolaborasi
3

dalam pemberian IV

157.

Mempertahankan volume sirkulasi

untuk memaksimalkan perfusi jaringan.

periodik/produk darah
sesuai dengan indikasi.
158. 159.
Kolaborasi
4

dalam pemberian obat


anti

koagulan

160.

Mungkin berguna dalam mencegah

pembentukan trombus.

dosis

rendah sesuai dengan


indiksi.
161. 162.
Anjurkan pada
5

pasien

untuk

mengungkapkan hal
hal yang berhubungan
dengan

adanya

perubahan

perfusi

jaringan perifer, seperti


adanya

rasa

dingin

pada ekstrimitas dan


adanya
warna kulit.

perubahan

163.
dalam

Ini akan ssangat berguna bgai kita


mencegah

adanya

gangguan

sirkulasi dan kerusakan perifer lebih lanjut.

164.
165. 166.
7

Setelah diberikan asuhan

keperawatan

diharapkan

nyeri

167.

168.

Intervensi

169.

Rasionalisasi

terkontrol dengan Kriteria hasil:


-

Pasien mampu melaporkan tingkat


nyeri yang berkurang atau hilang

170. 171.
1

Teliti

nyeri,
intensitasnya

Pasien relaks, tidak gelisah dan

keluhan

nyeri non verbal lainnya

merupakan

penglaman

subjektif dan harus di jelaskan oleh pasien.

(dengan

Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor

0-10),

yang berhubungan merupakan suatu hal

karakteristiknya

yang

(berdenyut,

intervensi

konstan)

amat

penting
yang

lokasi, lamanya, faktor

mengevaluasi

yang

diberikan .

memperburuk

atau meredakannya.
173. 174.
Observasi
2

Nyeri

catat

skala

tidak menunjukkan gejala-gejala

172.

175.

untuk

cocok

keefektifan

memilih

dan

dapat

terapi

yang

Merupakan indikator/derajat nyeri

tanda-tanda nyeri non

yang tidak langsung yang dialami. Sakit

verbal seperti ekspresi

kepla mungkin bersifat akut atau kronis,

wajah

jadi manifestasi fisiologinya dapat muncu

posisitubuh,

gelisah,

atatu tidak.

menangis/meringis,
menarik diri, perubahan
frekuensi

jantung,

pernafasan,

tekanan

darah.
176. 177.
Berikan
3

178.

kompres lembab/kering

sirkulasi

pada

relaksasi.

kepala,

sesuai

leher

dan

mampu

meningkatkan

mampu

menimbulkan

dengan

kebutuhan pasien.
179. 180.
Kolaborasi
4

Kompres

181.

Penanganan pertama pada sakit

dengan dokter dalam

kepala secara umum hanya kadang- kadang

pemberian

bermanfaat pada sakit kepala karenan

analgetik

obat
seperti

gangguan vaskuler.

asetaminofen, ponstan,
dan sebagainya.
182. 183.
Kolaborasi
5

184.

Pemendekan serangan sakit kepala

dalam pemberian O2

60%-70% pada beberapa pasien dapat

sesuai dengan indikasi.

menurunkan hipoksia yang berhubungan


dengan
cerebral.

185.

perubahan

tekanan

vaskuler

D. IMPLEMENTASI
186.

Sesuai dengan intervensi

E. EVALUASI
187.

Diagnose (Dx):
a. Pola nafas klien efektif
b. Curah jantung normal
c. Tidak terjadi cedera
d. Perfusi jaringan perifer normal
e. Nyeri terkontroL
f. Ansietas berkurang
g. Pemenuhanan informasi terpenuhi

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN KERACUNAN KOROSIF


a. Resiko penurunan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya
perdarahan.
b. Nyeri akut berhubungan dengan adanya gangguan integritas mukosa pada
saluran cerna.
c. Difisit pengetahuan berhubungan dengan kuarangnya informasi.
d. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional dan ancaman kematian.
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan efek tokxin pada
pencernaan.
f. Konstipasi berhubungan dengan adanya penurunan peristaltic usus oleh karena
obstruksi saluran cerna bagian bawah.
g. Kesulitan bernafas berhubungan dengan defresi susunan saraf pusat.
h. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan perubahan aliran
darah.
188.

G. INTERVENSI KEPERAWATAN KERACUNAN KOROSIF


189.

190.

Tujuan dan Kriteria


Hasil

213. 214.
1

Setelah diberikan asuhan

191.

192.

No
194. 195.

Catat

1.

Intervensi
karakteristik 196.

muntah dan pendarahan

Rasional

Membantu dalam menentukan penyebeb

distress pada gaster. Kandungan empedu kuning

keperawatan diharapkan volume

kehijauwan

cairan dan elektrolit seimbang

terbuka.Kandungan fekal menunjukan adanya

dengan Kriteria hasil:


-

193.

Pasien menunjukkan perbaikan

197. 198.

keseimbangan

2.

cairan

dan

Awasi

tanda

menunjukanbahwa

pylorus

obstruksi pada usus. Darah pada saluran cerna.


vital, 199. Perubahan tekanan darah dan nadi dapat

bandingkan dengan saat awal dijadikan sebagai indicator perkiraan kehilangan

elektroloit dibuktikan oleh haluran

penderita dating ke rumah sakit darah (Mis.TD < 90 mmHg dan nadi > 110 diduga

urine yang adekuat dengan berat

saat kejadian.

25% penurunan volume


1000ml).

jenis normal, tanda vital stabil,


membran mukosa lembab, turgor
kulit baik, pengisian kapiler cepat

200. 201.
3.

Hipotensi

pasien

terhadap

gelisah,
takipneu,

pucat,

perdarahan mengukur
berkeringat, berlanjutan

peningkatan

tubuh.
203. 204. Kolaborasi
dokter

postural

penurunan volume sirkulasi.


Catat respon fisiologis 202. Simtomatologi dapat
berat/lamanya

misalnya adanya kelemahan, Memburuknya

4.

atau kurang lebih

dalam

gejala

perdarahan

menunjukan

berguna

dalam

episode

perdarahan.

dapat

menunjukan

dan

tidak

adekuatan

suhu penggantian cairan.


dengan 205.

Penggantian cairan tergantung dari derajat

pemasangan hipovelemia dan lamanya perdarahan . Pemberian

cairan/darah

sesuai

dengan darah segar lengkap diindikasikan pada pasien

indikasi
206. 207.
5.

perdarahan

dalam

syok)karena darah

simpanan dapat kekurangan factor pembekuan.


dengan 208. Memberikan
kesempatan
untuk

Kolaborasi

dokter

akut (dengan

pemasangan menghilangkan sekresi iritan pada gaster, darah

selang NG pada perdarahan dan bekuan, juga dapat menurunkan mual dan
akut.
209. 210.
6.

muntah.
dalam 211. Obat-obatan tersebut berfungsi sebagai

Kolaborasi

pemberian obat-obatan sesuai penghambat H2 menurunkan produksi asam gaster


dengan

indikasi

seperti , meningkatkan pH gaster, dan menurunkan iritasi

simitidin,ranitidine.

pada mukosa gaster penting untuk penyembuhan,


juga pencegahan pembentukan iritasi

212.
218.

219.

klien terkontrol dan hilang dengan

No
221. 222.

Catatan keluhan nyeri, 223.

Kriteria hasil:

1.

216. 217.
2

Setelah diberikan asuhan

keperawatan

diharapkan

Pasien tampak rileks

termasuk

lokasi,

220.

224. 225.
2.

Rasional

Nyeri tidak selalu ada, tetapi bila da harus

lamanya, dibandingkan dengan gejala nyeri pasien

intervensinya ( skala 1-10).

Pasien mengungkapkan rasa nyeri


berkurang dan bahkan hilang

nyeri

Intervensi

sebelumnya dimna dapat membantu mendiagnosa

pendarahan dan adanya komplikasi.


Kaji ulang factor yang 226. Membantu dalam membuat diagnose dan

meningkatkan

atau kebutuhan therapy.

menurunkan nyeri.
227. 228. Catat petunjuk nyeri

229.

3.

dan patofisiologidan dapat digunakan dalam

non- verbal seperti gelisah,

Petunjuk non verbal dapat berupa fisiologi

menolak bergerak, takikardi

menghubungkan petunjuk verbal untuk

berkeringat. Selidiki ketidak

mengidentifikasi berat ringannya masalah.

sesuaian antara petunjuk verbal 230.


dan non verbal.
231. 232. Kolaborasidengan

233.

4.

dokter dalam pemberian oabat

yang hebat dan dapat menurunkan peristaltic usus.

analgetik, dan antasida.

Antasida dapat menurunkan keasaman lambung

Analgetik dapat menurunkan fase nyeri

dengan acara absorpsi dan dengan cara


menetralisir kimia.
235. 236.
3

Setelah diberikan asuhan

keperawatan
pemenuhan
-

diharapkan
informasi

klien

238.

No
240. 241.

Sadar dan hadapi

Intervensi
242.

Rasional

Ansietas dapat mempengaruhi kemampuan

1.

Klien menyatakan pemahaman

keluarga.
243. 244. Berikan peran aktif

245.

2.

individu dapat secara aktif terlibat.

pengobatan.
Klien

dapat

hubungan

proses penyakit.

dengan

pasien atau orang terdekat

mendengar dan mengasimilasi informasi.


Belajar akan dapat ditingkatkan apabila

dalam proses belajar seperti

mengidentifikasi

tanda/gejala

ansietas pada pasien dan

239.

terpenuhi dengan Kriteria hasil:


tentang kondisi, prognosis dan
-

234.
237.

diskusi tentang keadaan


pasien.
246. 247. Kaji kemampuan

248.

3.

pengetahuan pasien dan

pelaksanaan perencanaan yang dibuat untuk proses

keluarga terhadap penyakit

kesembuhan pasien.

Membantu dalam memperlancar

yang dihadapi oleh pasien saat


ini.
249. 250.
4.

Informasikan semua

251.

Paien dan keluarga mengerti dan

tindakan yang dilakukan

memahami pentingnya tindakan yang akan

terhadap pasien, baik tentang

dilakukan bagi kesembuhan pasien, pasien dan

manfaat serta efek samping

keluarga kooperatif dalam semua tindakan yang

tindakan kalau ada bagi pasien. dilakukan.


253. 254.
4

Setelah diberikan asuhan

keperawatan diharapkan ansietas

klien menurun atau hilang dengan


Kriteria hasil:

1.

Pasien akan melaporkan adsanya


penurunan

kecemasan

yang dialaminya
Pasien

menunjukkan

keadaan

Pasien dapat mengidentifikasikan

Intervensi

Identifikasi penyebeb

257.
260.

Rasional

Dengan melinatkan pasien dalam proses

ansietas, libatkan klien dalam

pengobatan akan dapat menurunkan tingkat

proses pengobatan yang

ansietas pasien.

dilakukan.
261. 262. Kembangkan hubungan

263.

2.

saling percaya melalui kontrak

manusia, membantu menurunkan perasaan curiga

yang terus menerus. Tunjukan

dan rendah diri pasien terhadap pemberi pelayanan

sikap yang menerima keadaan

keperawatan.

yang relaksasi
-

256.

No
258. 259.

tingkat
-

252.
255.

Meningkatkan perasaan pasien sebagai

kecemasan yang dialaminya dan

pasien
264. 265. Informasi pada pasien

266.

mampu mengontrol dir dan situasi

3.

mengenai apa yang akan

meningkatkan kerjasama danm menurunkan

dilakukan oleh petugas dan

ansietas.

manfaatnya bagi kesembuhan


pasien.

Meningkatkan rasa kepercayaan dan

267.
268. 269.
5

Setelah diberikan asuhan

271. 272.

Intervensi

273.

Rasional

kebutuhan nutrisi klien terpenuhi

No
274. 275.

Evaluasiadanya/

276.

Iritasi pada mukosa saluran cerna.

dengan Kriteria hasil:

1.

keperawatan

diharapkan

Nafsu makan meningkat

BB naik

Kebutuhan tubuh pasien akan


nutrisi tetap terpenuhi

Pasien

tidak

penurunan
seperti

menunjukkan

status

pasien

Terutama pada gaster dapat mengakibatkan nyeri

adanya distensi atau

pada epigastrium, mual, dan hiperaktif bising usus,

ketegangan dari abdominal

efek yang lebih serius dari system gastrointestinal


mungkin terjadi sekunder sensoris atau hepatitis.

278. 279.
2.

Catat adanya mual,

muntah, dan diare

gizi/nutrisi,

tidak

277.
280.

Mual dan muntah adalah tanda yang

pertama yang sering muncul dari reksi gangguan


system gastrointestinal, yang sangat berhubungan

tampak

mengurus, turgor kulit tetap baik


270.

kaulitas bising usus. Catat

281. 282.
3.

Kolaborasi dalam

dengan pencapaian masukan nutrisi yang adekuat.


283. Memberikan istirahat pada gastrointestinal

mengusahakan status puasa

untuk menurunkan efek yang berbahaya pada

sesuai dengan indikasi

stimulasi lambung/pancreas bila ditemukan adanya


perdarahan gastrointestinal atau muntah yang

284. 285.
4.

Kolaborasi dengan

berlebihan.
286.
Nutrisi yang diberikan secara I.V tidaka

dokter dalam pemberian nutrisi akan mengganggu proses istirahatnya salauran


melalui I.V

287. 288.

Kolaborasi dalam

gastrointestinal, dan nutrisi bagi keperluan tubuh


pasien tetap terpenuhi.
289. Antasida dapat menurunkan iritasi

5.

pemberian obat-obatan seperti

lambung. Vitamin dapat menggantikan kehilangan

antisida , vitamin- vitamin

vitamin tubuh pasien yang keluar lewat muntahan,


pendarahan, maupun diare kalau ada.

291. 292.
6

Setelah diberikan asuhan

keperawatan

diharapkan

BAB

290.
293.

294.

klien lancar dengan Kriteria hasil:

No
296. 297.

Klien melaporkan tidak konstipasi

1.

Peristaltik
35x/menit)

usus

normal

(5-

Pantau pergerakan usus

pasien

299. 300.
2.

Intervensi

295.
298.

Rasional

Mengidentifikasi masalah konstifasi pada

pasien. Konstifasi adalah merupakan manifestasi


Pantau keadekuatan

masukan cairan dapat

termudah dari neurotoksisitas


301. Ketidakadekuatan masukan cairan dapat
menimbulkan konstifasi.

menimbulkan konstipasi
302. 303. Kolaborasi dalam

304.

3.

pemantauan pemeriksaan lab

pemeriksaan eliktrolit menunjukan ketidak

dan rontgent

adekuatan nutrisi I.V yang masuk kedalam tubuh

Adanya ketidakseimbangan dalam

pasien. Dengan adanya pemeriksaan rontgen dapat


menunjukan posisi, dan kelainannya yang ada
pada gastrointestinal yang dapat mengakibatkan
305. 306.
4.

Jelaskan pada pasien

pasien konstifasi.
307. Paien dan keluarga paham dengan

dan keluarga tentang semua

penyebab mengapa pasien tidak bisa buang air

hasil pemeriksaan lab, dan

besar.

rontgen pasien
308. 309. Lavement bila

310.

Lavement dapat membantu mengeluarkan

5.

tergantung indikasi

isi usus bagian bawah, baik inti berupa feses


maupun sisa darah yang membeku

312. 313.
7

Setelah diberikan asuhan

keperawatan

diharapkan

klien

311.
314.

315.

tidak kesulitan bernafas dengan

No
317. 318.

Kriteria hasil:

1.

RR normal (16-20x/menit)

Pasien relaks, tidak gelisah dan


tidak menunjukkan gejala-gejala
takipneu

Intervensi

Pertahanan bantalan

lunak dan penghalang tempat

316.
319.

Rasional

Mengurangi trauma saat kejang selama

pasien berada di tempat tidur.

tidur dengan posisi tempat


tidur rendah
320. 321. Catat tipe aktifitas

322.

2.

mengalami hipoksia.

kejang seperti lokasi, lamanya,

Membantu melokalisasi daerah otak yang

tanda-tanda penurunan
kesadaran
323. 324. Observasi munculnya

325.

3.

tanda-tanda stalus epileptikus,

mengancam hidup yang dapat mengakibatkan

seperti adanya kejang tonik-

henti nafas ,hipoksia berat, attau kerusakan otot

klonik setelah jenis lain

dan sel saraf

Hal ini merupakan keadaan darurat yang

muncul dengan cepat dan


cukup menyakitkan.
326. 327. Kolaborasi dalam

328.

4.

hipoksia pada jaringan perifer karenai suplai

pemberian oksigen 4-6 1/mnt

329. 330.
5.

Kolaborasi dalam

pemberian obat anti koagulan

Oksigen akan membantu mengurangi

oksigen ke otak mencukupi.


331. Mungkin bergunaa dalam mencegah dalam
pembentukan thrombus yang dapat memicu

dosis rendah sesuai denmgan

terjadinya henti nafas.

indikasi
332. 333. Kolaboraasi dengan

334.

6.

petugas lab. Untuk

darah dapat menentukan tindakan segera yang

pemeriksaan kadar oksigen

harus dilakukan untuk mencegah henti nafas.

Dengan diketahuinya kadar oksigen dalam

dalam darah
336. 337.
8

Setelah diberikan asuhan

keperawatan diharapkan perfusi

335.
338.

339.

serebral kembali normal dengan

No
341. 342.

Kriteria hasil:

1.

Intervensi

Tinggikan tempat tidur,

tempat kepela pada posisi

340.
343.

Rasional

Memindahkan aliran vena sehingga dapat

mengurangi resiko kongesti vaskular

sedang.
344. 345. Obsupsi pupil atau

346.

2.

perubahan tanda-tanda vital,

untuk meminimalakan perlukaan pada susunan

penurunan tingkat kesadaran

saraf pusat

Memberikan deteksi awal dan intervensi

atau fungsi motorik


347. 348. Doromg istrahat dan

349.

3.

memebantu menurunkan tekanan darah

ketenangan. Kurangi

Meningkatkan relaksasi dan dapat

rangsangan lingkungan
350. 351. Pantau tekanan darah

352.

4.

intervensi

dan tanda vital yang lain

Mengevaluasi kebutuhan/efektifitas

sepoerti nadi dan pernafasan


353. 354. Kolaborasi dalam

355.

5.

hipoksia pada jaringan perifer karena suplai

pemberian oksigen 4-6 1/mnt

Oksigen akan membantu mengurangi

oksigen ke otak mencukupi


356.

H. IMPLEMENTASI
357.

Sesuai dengan intervensi

I. EVALUASI
358.

Diagnose (Dx):
a. Volume dan cairan elektrolit seimbang
b. Nyeri terkontrol atau hilang
c. Pemenuhan informasi klien terpenuhi
d. Ansietas berkurang
e. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
f. BAB klien lancar
g. Klien tidak kesulitan bernafas
h. Perfusi serebral normal

359.
360.
361.
362.
363.
364.
365.
366.
367.

368.
369.
370.

BAB III
PENUTUP

A KESIMPULAN
371.

Racun adalah zat atau bahan yang bila masuk ke dalam tubuh melalui

mulut, hidung (inhalasi), suntikan dan absorpsi melalui kulit, atau digunakan terhadap
organisme hidup dengan dosis relatif kecil akan merusak kehidupan atau menggaggu
dengan serius fungsi satu atau lebih organ atau jaringan (Mc Graw-Hill Nursing
Dictionary).
372.

Keracunan adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui

saluran pencernaan, saluran nafas, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan
efek merugikan pada yang menggunakan. Keracunan korosif, yaitu keracunan yang
disebabkan oleh zat korosif yang meliputi produk alkalin (Lye, pembersih kering,
pembersih toilet, deterjen non pospat, pembersih oven, tablet klinitest, dan baterai
yang digunakan untuk jam, kalkulator, dan kamera) dan produk asam (pembersih
toilet, pembersih kolam renang, pembersih logam, penghilang karat, dan asam baterai)
(Brunner & Suddarth, 2001).Keracunan non korosif yaitu keracunan yang
disebabkan oleh zat non korosif yang meliputi makanan, obat-obatan, gas (CO)
373.
374.
375.
B SARAN
376.

Sebagai seorang calon petugas kesehatan khususnya perawat, kita

hendaknya turut serta dalam rangka menyebarluaskan informasi tentang racun dan
keracunan. Disini selain sebagai seorang praktisi kesehatan, perawat juga berperan
untuk memberikan health education kepada masyarakat. Selain itu, pengetahuan yang
kita miliki mengenai racun dan keracunan akan memberikan manfaat yang baik bagi
kita, karena dengan pengetahuan yang cukup maka kita akan dapat menentukan
rencana perawatan yang tepat bagi klien

377.

DAFTAR PUSTAKA

378.
379.

Arief Mansjoer,dkk.1999. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3 jilid 1. Jakarta:

Penerbit Media
380.

Esculapius FKUI..

381.

Arthur C. Guyton and John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran

Edisi 9.
382.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

383.

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.

Jakarta: EGC.
384.

Fitrirosdiana.2011.Keracunan.http://fitrirosdiana.blogspot.com/2011/01/keracu

nan.html, diakses tanggal 23 April 2012


385.

http://id.shvoong.com/how-to/health/2249159-keracunan-gas-karbon-

monoksida/, diakses tanggal 26 Maret 2012


386.

Marylin E. Doengoes, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman

Untuk
387.

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta:

Peneribit Buku Kedokteran EGC.


388.

Sartono.2002. Racun dan Keracunan. Jakarta : Widya Medika

389.
390.
391.
392.

Anda mungkin juga menyukai