PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada waktu ini, kita hidup dalam lingkungan yang dikelilingi oleh racun atau
bahan-bahan yang potensial menjadi racun. Dalam menghadapi keadaan ini, di
Amerika Serikat terdapat kurang lebuh 500 badan atau lembaga yang tersebar di
seluruh negeri dan dikenal sebagai Poison Control Center atau Pusat Pengendali
Racun (PPR).
Racun adalah zat atau bahan yang bila masuk ke dalam tubuh melalui mulut,
hidung (inhalasi), suntikan dan absorpsi melalui kulit, atau digunakan terhadap
organisme hidup dengan dosis relatif kecil akan merusak kehidupan atau menggaggu
dengan serius fungsi satu atau lebih organ atau jaringan (Mc Graw-Hill Nursing
Dictionary). Karena adanya bahan bahan yang berbahaya, Menteri Kesehatan telah
menetapkan peraturan No. 453/MEN.KES/PER/XI./1983 tanggal 16 Nopember 1983
tentang Bahan bahan Berbahaya. Karena tingkat bahayanya yang meliputi : besar
dan luas jangkauan, kecepatan penjalaran, dan sulitnya dalam penanganan dan
pengamanannya, bahan- bahan berbahaya atau yang dapat membahayakan kesehatan
rakyat secara langsung atau tidak langsung dibagi 4 kelas. Sedangkan berdasarkan
jenis bahayanya, bahan berbahaya dapat dibagi dalam 13 kelompok.
B. RUMUSAN MASALAH
BAB II
PEMBAHASAN
5. Keracunan Bensin :
Bensin merupakan senyawa organic golongan hidrokarbon berbau khas dan
mudah terbakar. Aspirasi bensin dalam beberapa Ml dapat menyebabkan pneumonia.
Penelanan 10 -20 ml bensin dapat menyebabkan keracunan yang serius.
Efek potensial bensin terhadap kesehatan :
a) Inhalasi : iritasi , telinga berdenging , mual ,muntah , dada perih sukar bernafas,
nyeri
b) Kontak melalui kulit : iritasi kuli , melepuh
c) Kontak melaui mata : iritasi mata , perih
d) Tertelan : mual , muntah , diare , dada perih , sukar bernafas , denyut jantung tidak
normal ,sakit kepala , rasa ngantuk
6. Keracunan Sianida :
Sianida merupakan bahan yang amat beracun dan bereaksi sangat cepat dan
menyebabkan kematian dalam beberapa menit. Sianida berasal dari fungsida untuk
pembasmian serangga dan tikus , hasil pembakaran sampah plastic , penyepuhan logam
dll
Gambar Klinis Keracunan Sianida :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
Nyeri kepala
Mual
Dispnoe
Bingung
Kejang
Koma
sinkop
bunuh diri dengan meminum produk-produk rumah tangga yang mengandung etanol,
isopropanol, atau metanol.
Pada otak, alkohol mempengaruhi kinerja reseptor neurotransmitter sehingga mengakibatkan:
-
Golongan C : kadar etanol 20 45%, misalnya whiskey, vodka, TKW, manson, House
dan lain lain.
Komplikasi
Alkohol dapat mengiritasi perut dan menyebabkan muntah. Alkohol juga dapat
mengganggu refleks muntah. Selain itu ada resiko secara tidak sengaja menghirup muntahan
ke paru-paru, hal ini akan menyebabkan gangguan pernafasan yang fatal. Muntahan yang
banyak juga berakibat pada dehidrasi. Selain itu juga menyebabkan henti fungsi jantung yang
menuju padakematian.
Tatalaksana kegawat daruratan
1) Pemberian oksigen berkonsentrasi 100% melalui nasal kanul sebanyak 3 L/ menit
karena klien mengalami hipoventilasi
2) Berikan dextrose 5 % melalui IV untuk mengatasi hipoglikemi
Tindakan Darurat
Tindakan darurat yang dapat dilakukan di rumah adalah segera memberikan
Tindakan Darurat
1. Dilakukan pengurasan lambung sesegera mungkin. Jika anak dalam keadaan
sadar, diberikan arang aktif melalui mulut atau melalui selang yang
dimasukkan ke dalam lambung.
2. Untuk mengatasi dehidrasi ringan, anak diharuskan minum sebanyak mungkin
(susu maupun jus buah).
kemudian berkembang kelemahan pada jari dan kaki berupa foot drop. Kehilangan sensori
sedikit terjadi. Demikian juga refleks tendon dihambat.
C. EPIDEMIOLOGI
Untuk mendapatkan gambaran jumlah korban keracunan di Indonesia secara akurat,
sangat sulit karena belum adanya sistem pelaporan dan monitoring secara sistemik dan
periodik. Apalagi dengan penerapan desentralisasi pembangunan kesehatan, sistem pelaporan
sama sekali tidak berjalan sehingga sulit mengetahui kondisi kesehatan nasional termasuk
gambaran keracunan korosif dan non korosif.
D. PATOFISIOLOGI KERACUNAN NON KOROSIF (CO)
Gas CO secara inhalasi masuk ke paru-paru, secara inhalasi kemudian mengalir ke
alveoli masuk ke aliran darah. Gas CO dengan segera mengikat hemoglobin di tempat yang
sama dengan tempat oksigen mengikat hemoglobin, untuk membentuk karboksi hemoglobin
(COHb). Mekanisme kerja gas CO di dalam darah: Afinitas hemoglobin untuk CO adalah 300
kali lebih besar dari oksigen. Jumlah titik jenuh dijelaskan dalam bentuk persentase
hemoglobin yang dikombinasikan CO dalam bentuk karboksi-hemoglobin. Konsentrasi 0,510% atau 5.000-10.000 bagian per juta dari atmosfir dengan cepat dicapai pada saat
kebakaran dan dapat menghasilkan sebuah titik jenuh COHb sekitar 75% dalam waktu 2-15
menit. Disamping afinitas terbesar dari hemoglobin untuk CO, kandungan COHb mencegah
pelepasan oksigen ke jaringan, dampaknya adalah hipoksia jaringan. Kelembaban, temperatur,
karbon dioksida dan aktfitas fisik meningkatkan tingkat respirasi dan absorbsi CO. COHb
mencampuri interaksi protein heme yang menyebabkan kurva penguraian HbO 2 bergeser ke
kiri. Akibatnya terjadi pengurangan pelepasan oksigen dari darah ke jaringan tubuh. CO
bereaksi dengan fe dari porfirin, oleh karena itu, CO bersaing dengan O 2 dalam mengikat
protein heme, yaitu hemoglobin, mioglobin, sitokrom oksidase (sitokrom a,a3), dan sitokrom
P-450, peroksidase, dan katalase. Yang paling penting adalah reaksi CO dengan Hb dan
sitokrom a3. Dengan diikatnya Hb menjadi COHb mengakibatkan Hb menjadi inaktif
sehingga darah berkurang kemampuannya untuk mengangkut O2. Selain itu, adanya COHb
dalam darah akan menghambat disosiasi oksi-Hb. Sehingga jaringan akan mengalami
hipoksia. Reaksi CO dengan sitokrom a3 yang merupakan link yang penting dalam sistem
enzim pernapasan sel yang terdapat pada mitokondria, akan menghambat pernapasan sel dan
mengakibatkan hipoksia jaringan.
Otak
Ansietas
Sistem
Kardiovaskuler
Saraf simpatis
pembuluh darah
Aktifitas
Jantung meningkat
Sianosis Perifer
Sistem
Pernafasan
O2 me
Peradangan
Buram
Frekuensi nafas
Perubahan perfusi
jaringan perifer
Pola nafas
tidak efektif
Resiko
Cedera
Perlu energi me
Penurunan perfusi
jaringan ke otak
Sakit kepala
Nyeri akut
Curah jantung
meningkat:
- Tensi me
- Nafas me
- Nadi me
Kelelahan
Intoleransi
aktivitas
Bahan korosif
(Asam Hipoklosit)
Tertelan
Iritatis
Toxin
Perdarahan
Saluran cerna
Ulseratif
Terjadi penyerapan
melalui usus halus
Risiko
penurunan
volume cariran
dan elektrolit
Beredar ke seluruh
tubuh melalui vena
porta
Destruktif sel
epitel pada
sal-cerna
bagian atas
Nyeri pada
dada dan
uluhati
Melabsorbsi
Hati
SSP (otak)
Obstruktif
Kompensasi Unkompensasi
Nyeri
Defisit
pengetahuan
Ansietas
Polorus
Ujung distal
usus besar
Muntah
Hambatan
impuls ke
SSP
Perubahan
pemenuhan
nutrisi
Penurunan
peristaltik
Konstipasi
Toxin
dinonaktifkan
Perubaha
n perfusi
jaringan
cerebral
Kesulitan
bernafas
Tindakan eliminasi:
a) Dieresis paksa:
Furosemida 250 mg dalam 100cc D5% habis dalam 30 menit.
b) Alkalinisasi urine:
Na-Bic 50-100meq dalam !liter D5% atau NaCl 2,25%, dengan infuse continue 23cc/kg/jam
c) Hemodialisa
Dilakukan di RS yang memiliki fasilitas Hemodialisa. Obat-obat yang dapat
dieleminasi dengan tehnik ini berukuran kecil dengan berat molekul kurang dari
500 dalton, larut dalam air dan berikatan lemah dengan protein.
: carbon monoksida
5. Buah per
: clorahidrat
: ethanol, methanol
8. Minyak
b. Kulit
9. Kemerahan: Co, cyanide, asam borax, anticholinergic
10. Berkeringat: amfetamin, LSD, organofosfat, cocain, barbiturate
11. Kering : anticholinergic
12. Bulla : barbiturate, carbonmonoksida
13. Ikterus : acetaminophen, carbontetrachlorida, Fe, fosfor, jamur
14. Purpura
15. Sianosis
c. Suhu tubuh
16. Hipotermi
19. Hipotensi
e. Nadi
20. Bradikardi
21. Takikardi
theofilin
22. Aritmia
f. Selaput lendir
23. Kering : antikolenergik
24. Salivasi
: organofosfat, carbamat
26. Lakrimasi
g. Respirasi
27. Depresi
28. Tachipnea
29. Kussmaul
: methanol
33. Fasikulasi
: organofosfat
: antikolenergik, fenothiazin
36. Rigiditas
37. Delirium
cocain, heroin.
38. Koma : alkhohol, sedative hipnotik, carbonmonoksida, narkotika, anti depresi
39. Paralise
j. Saluran pencernaan
40. Muntah, diare : besi, fosfat, logam berat, jamur, lithium, flourida, organofosfat.
41. Nyeri perut (korosif)
42.
43.
Banyak substansi adalah radioopak, dan cara ini juga untuk menunjukkan
5. Skrin toksikologi
49.
Cara ini membantu dalam mendiagnosis pasien yang Keracunan. Skrin negatif
tidak berarti bahwa pasien tidak Keracunan, tapi mungkin racun yang ingin dilihat tidak
ada. Adalah penting untuk mengetahui toksin apa saja yang bisa diskrin secara rutin di
dalam laboratorium, sehingga pemeriksaannya bisa efektif.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN KERACUNAN NON KOROSIF
1. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru akibat
akumulasi udara
2. Peningkatan curah jantung berhubungan dengan perubahan tahanan vaskuler sistemik
3. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan respon saraf autonom pada perubahan status
4.
5.
6.
7.
50.
diberikan
keperawatan
diharapkan
asuhan a) Pantau
pola
54. Rasional
tingkat/kedaleman
pola pernafasan.
57.
secara drastis.
b) Catat periode apnea, pernafasan b) Bunyi nafas dapat menurun atau tidak ada pada
Cheyne-Stokes.
58.
( unilateral ).
53. Intervensi
59.
60.
61.
62.
biasanya
dengan
inspirasi
maksimal,
pada
susunan
saraf
pusat
66. Setelah
keperawatan
diberikan
diharapkan
asuhan
67.
curah
68. Intervensi
69. Rasionalisasi
70.
vital
73.
2
76.
3
79.
4
adanmya
mengalami
perubahan
memburuk
seperti
adventisius
seperti
mengii.
80. Berikan O2 tambahan.
ke
adanya
arah
yang
penurunan
dan pneumonia .
81. Hipoksia yang terlalu lama mempengaruhi
susuan saraf pusat dapat membuat pasien
mengalami depres nafas yang hebat.
82.
5
83. Kolaborasi
dengan
petugas
laboratorium
dalam
pemeriksaan
AGD.
85.
6
86. Kolaborasi
dengan
dokter
dalam
pemberian cairan IV
88.
89.
90. Setelah
diberikan
asuhan
91.
92. Intervensi
93. Rasionalisasi
tempat tidur.
94.
1
97.
2
pada
kaki,
baring
Perthankan tirah
selama
pandang.
99. Mencerminkan adanya hipoksia pada ssp
fase
terjatuh
pada
pasien
sesuai
kebutuhannya.
103. 104.
Berikan
4
105.
Akan
mampu
meningkatan
tentang
tyang
tujuan
mapa
setiap
tindakannya
yang
diberikan.
106.
107. 108.
4
109.
110.
Intervensi
111.
Rasionalisasi
Kriteria hasil:
112. 113.
tingkat
penurunan
kecemasan
yang dialaminya
-
Pasien
menunjukkan
keadaan
yang relaksasi
-
Kaji
kecemasan
tingkat
pasien
114.
Peningkatan
kecemasan
akan
keadaan sekelilingnya,
dirinya.
yang
ada
bersama
120.
akan
diberikan.
dilakukan
terhadap pasien.
121. 122.
Anjurkan pasien
4
untuk
berdoa
dengan
sesuai
123.
keyakinan
pasien.
124.
125. 126.
5
keperawatan
pemenuhan
-
diharapkan
informasi
128.
131. 132.
pengobatan.
dapat
hubungan
proses penyakit.
127.
mengidentifikasi
tanda/gejala
130.
Rasionalisasi
Keslahan
persepsi
klien
Klien
Intervensi
129.
dengan
Kaji
kemampuan
dari
pasien
pengetahuan
dari
pasien dan
orang-
pasien.
133.
dari
peningkatan
efek
adanya
kerja
136.
Memberikan
tentang
efek
dari
pemahan
dasar
peningkatan
kerja
jantung.
139.
Alasan
kurangnya
kerja
sama
penguatan
tentang
perjanjian
tindak lanjut.
140. 141.
Jelaskan tentang
4
142.
Informasi
yang
adekuat
dan
efek
dan keluarga.
smaping
pemakaian
dari
obat
tersebut.
143.
144. 145.
6
146.
147.
Intervensi
148.
Rasionalisasi
149. 150.
1
vital.
Awasi
Palpasi
perifer,
nadi
151.
keadekuatan perfusi.
perhatikan
kekuatan
keasaman.
152. 153.
Lakukan
2
tanda
dan
154.
pengkajian
neuromuskular
periodik,
contohnya
dalam pemberian IV
157.
periodik/produk darah
sesuai dengan indikasi.
158. 159.
Kolaborasi
4
koagulan
160.
pembentukan trombus.
dosis
pasien
untuk
mengungkapkan hal
hal yang berhubungan
dengan
adanya
perubahan
perfusi
rasa
dingin
perubahan
163.
dalam
adanya
gangguan
164.
165. 166.
7
keperawatan
diharapkan
nyeri
167.
168.
Intervensi
169.
Rasionalisasi
170. 171.
1
Teliti
nyeri,
intensitasnya
keluhan
merupakan
penglaman
(dengan
0-10),
karakteristiknya
yang
(berdenyut,
intervensi
konstan)
amat
penting
yang
mengevaluasi
yang
diberikan .
memperburuk
atau meredakannya.
173. 174.
Observasi
2
Nyeri
catat
skala
172.
175.
untuk
cocok
keefektifan
memilih
dan
dapat
terapi
yang
wajah
posisitubuh,
gelisah,
atatu tidak.
menangis/meringis,
menarik diri, perubahan
frekuensi
jantung,
pernafasan,
tekanan
darah.
176. 177.
Berikan
3
178.
kompres lembab/kering
sirkulasi
pada
relaksasi.
kepala,
sesuai
leher
dan
mampu
meningkatkan
mampu
menimbulkan
dengan
kebutuhan pasien.
179. 180.
Kolaborasi
4
Kompres
181.
pemberian
analgetik
obat
seperti
gangguan vaskuler.
asetaminofen, ponstan,
dan sebagainya.
182. 183.
Kolaborasi
5
184.
dalam pemberian O2
185.
perubahan
tekanan
vaskuler
D. IMPLEMENTASI
186.
E. EVALUASI
187.
Diagnose (Dx):
a. Pola nafas klien efektif
b. Curah jantung normal
c. Tidak terjadi cedera
d. Perfusi jaringan perifer normal
e. Nyeri terkontroL
f. Ansietas berkurang
g. Pemenuhanan informasi terpenuhi
190.
213. 214.
1
191.
192.
No
194. 195.
Catat
1.
Intervensi
karakteristik 196.
Rasional
kehijauwan
193.
197. 198.
keseimbangan
2.
cairan
dan
Awasi
tanda
menunjukanbahwa
pylorus
penderita dating ke rumah sakit darah (Mis.TD < 90 mmHg dan nadi > 110 diduga
saat kejadian.
200. 201.
3.
Hipotensi
pasien
terhadap
gelisah,
takipneu,
pucat,
perdarahan mengukur
berkeringat, berlanjutan
peningkatan
tubuh.
203. 204. Kolaborasi
dokter
postural
4.
dalam
gejala
perdarahan
menunjukan
berguna
dalam
episode
perdarahan.
dapat
menunjukan
dan
tidak
adekuatan
cairan/darah
sesuai
indikasi
206. 207.
5.
perdarahan
dalam
syok)karena darah
Kolaborasi
dokter
akut (dengan
selang NG pada perdarahan dan bekuan, juga dapat menurunkan mual dan
akut.
209. 210.
6.
muntah.
dalam 211. Obat-obatan tersebut berfungsi sebagai
Kolaborasi
indikasi
simitidin,ranitidine.
212.
218.
219.
No
221. 222.
Kriteria hasil:
1.
216. 217.
2
keperawatan
diharapkan
termasuk
lokasi,
220.
224. 225.
2.
Rasional
nyeri
Intervensi
meningkatkan
menurunkan nyeri.
227. 228. Catat petunjuk nyeri
229.
3.
233.
4.
keperawatan
pemenuhan
-
diharapkan
informasi
klien
238.
No
240. 241.
Intervensi
242.
Rasional
1.
keluarga.
243. 244. Berikan peran aktif
245.
2.
pengobatan.
Klien
dapat
hubungan
proses penyakit.
dengan
mengidentifikasi
tanda/gejala
239.
234.
237.
248.
3.
kesembuhan pasien.
Informasikan semua
251.
1.
kecemasan
yang dialaminya
Pasien
menunjukkan
keadaan
Intervensi
Identifikasi penyebeb
257.
260.
Rasional
ansietas pasien.
dilakukan.
261. 262. Kembangkan hubungan
263.
2.
keperawatan.
yang relaksasi
-
256.
No
258. 259.
tingkat
-
252.
255.
pasien
264. 265. Informasi pada pasien
266.
3.
ansietas.
267.
268. 269.
5
271. 272.
Intervensi
273.
Rasional
No
274. 275.
Evaluasiadanya/
276.
1.
keperawatan
diharapkan
BB naik
Pasien
tidak
penurunan
seperti
menunjukkan
status
pasien
278. 279.
2.
gizi/nutrisi,
tidak
277.
280.
tampak
281. 282.
3.
Kolaborasi dalam
284. 285.
4.
Kolaborasi dengan
berlebihan.
286.
Nutrisi yang diberikan secara I.V tidaka
287. 288.
Kolaborasi dalam
5.
291. 292.
6
keperawatan
diharapkan
BAB
290.
293.
294.
No
296. 297.
1.
Peristaltik
35x/menit)
usus
normal
(5-
pasien
299. 300.
2.
Intervensi
295.
298.
Rasional
menimbulkan konstipasi
302. 303. Kolaborasi dalam
304.
3.
dan rontgent
pasien konstifasi.
307. Paien dan keluarga paham dengan
besar.
rontgen pasien
308. 309. Lavement bila
310.
5.
tergantung indikasi
312. 313.
7
keperawatan
diharapkan
klien
311.
314.
315.
No
317. 318.
Kriteria hasil:
1.
RR normal (16-20x/menit)
Intervensi
Pertahanan bantalan
316.
319.
Rasional
322.
2.
mengalami hipoksia.
tanda-tanda penurunan
kesadaran
323. 324. Observasi munculnya
325.
3.
328.
4.
329. 330.
5.
Kolaborasi dalam
indikasi
332. 333. Kolaboraasi dengan
334.
6.
dalam darah
336. 337.
8
335.
338.
339.
No
341. 342.
Kriteria hasil:
1.
Intervensi
340.
343.
Rasional
sedang.
344. 345. Obsupsi pupil atau
346.
2.
saraf pusat
349.
3.
ketenangan. Kurangi
rangsangan lingkungan
350. 351. Pantau tekanan darah
352.
4.
intervensi
Mengevaluasi kebutuhan/efektifitas
355.
5.
H. IMPLEMENTASI
357.
I. EVALUASI
358.
Diagnose (Dx):
a. Volume dan cairan elektrolit seimbang
b. Nyeri terkontrol atau hilang
c. Pemenuhan informasi klien terpenuhi
d. Ansietas berkurang
e. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
f. BAB klien lancar
g. Klien tidak kesulitan bernafas
h. Perfusi serebral normal
359.
360.
361.
362.
363.
364.
365.
366.
367.
368.
369.
370.
BAB III
PENUTUP
A KESIMPULAN
371.
Racun adalah zat atau bahan yang bila masuk ke dalam tubuh melalui
mulut, hidung (inhalasi), suntikan dan absorpsi melalui kulit, atau digunakan terhadap
organisme hidup dengan dosis relatif kecil akan merusak kehidupan atau menggaggu
dengan serius fungsi satu atau lebih organ atau jaringan (Mc Graw-Hill Nursing
Dictionary).
372.
saluran pencernaan, saluran nafas, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan
efek merugikan pada yang menggunakan. Keracunan korosif, yaitu keracunan yang
disebabkan oleh zat korosif yang meliputi produk alkalin (Lye, pembersih kering,
pembersih toilet, deterjen non pospat, pembersih oven, tablet klinitest, dan baterai
yang digunakan untuk jam, kalkulator, dan kamera) dan produk asam (pembersih
toilet, pembersih kolam renang, pembersih logam, penghilang karat, dan asam baterai)
(Brunner & Suddarth, 2001).Keracunan non korosif yaitu keracunan yang
disebabkan oleh zat non korosif yang meliputi makanan, obat-obatan, gas (CO)
373.
374.
375.
B SARAN
376.
hendaknya turut serta dalam rangka menyebarluaskan informasi tentang racun dan
keracunan. Disini selain sebagai seorang praktisi kesehatan, perawat juga berperan
untuk memberikan health education kepada masyarakat. Selain itu, pengetahuan yang
kita miliki mengenai racun dan keracunan akan memberikan manfaat yang baik bagi
kita, karena dengan pengetahuan yang cukup maka kita akan dapat menentukan
rencana perawatan yang tepat bagi klien
377.
DAFTAR PUSTAKA
378.
379.
Penerbit Media
380.
Esculapius FKUI..
381.
Arthur C. Guyton and John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
Edisi 9.
382.
383.
Jakarta: EGC.
384.
Fitrirosdiana.2011.Keracunan.http://fitrirosdiana.blogspot.com/2011/01/keracu
http://id.shvoong.com/how-to/health/2249159-keracunan-gas-karbon-
Untuk
387.
389.
390.
391.
392.