KERACUNAN MAKANAN
MARIANA WULANDARI
20176523053
LAPORAN PENDAHULUAN
Pembimbing Akademik
2. ETIOLOGI
Penyebab keracunan ada beberapa macam dan akibatnya bisa mulai yang ringan
sampai yang berat.
a. Keracunan Hidrokarbon
Kelompok hidrokarbon yang sering menyebabkan keracunan adalah minyak
tanah, bensin, minyak cat ( tinner ) dan minyak untuk korek api (Arisman, 2008).
b. Keracunan Makanan
a. Keracunan Jamur
Keracunan setelah memakan jamur belakangan ini sering terjadi. Ada
jamur yang mengandung racun amanitin dan muskarin dimana muskarin
merupakan zat alkaloid beracun yang menyebebkan paralisis otot dan
bereaksi sangat cepat.
b. Keracunan Makanan Kaleng
Disebabkan oleh kuman Clostridium botulinum, terdapat dalam
makanan kaleng yang diawetkan dan dikalengkan secara tidak sempurna
sehingga tercemar kuman tersebut.
c. Keracunan Jengkol
Pada keracunan jengkol terjadi penumpukan kristal asam pada tubuli,
ureter dan urethrae. Keluhan terjadi 5 - 12 jam sesudah makan jengkol.
d. Keracunan Ketela Pohon
Dapat terjadi karena ada ketela pohon yang mengandung asam sianida
(HCN) atau sianogenik glikosida. Ketela pohon pahit mengandung lebih
dari 50mg HCN per 100gr ketela pohon segar.
e. Keracunan Makanan yang Terkontaminasi
Tidak jarang terjadi keracunan bahan makanan yang tercemar oleh
kuman, parasit, virus, maupun bahan kimia. Kuman-kuman yang dapat
menyebabkan keracunan bahan makanan ialah Staphilococcus,
Salmonella, Clostridium Botulinum, E. Coli, Proteus, Klebsiella,
Enterobacter, dll. Tercemarnya makanan biasanya melalui lalat, udara,
kotoran rumah tangga, dan terutama melalui juru masak yang menjadi
pembawa kuman. Kuman yang masuk kedalam makanan cepat
memperbanyak diri dan memproduksi toksin. Akibat keracunan
tergantung dari virulensi dan banyaknya kuman, sifat kuman ialah tidak
tahan panas (Arisman, 2008).
3. MANIFESTASI KLINIK
b. Keracunan Hidrokarbon
a. Gejala klinik : terutama terjadi sebagai akibat dari iritasi pulmonal dan depressi
susunan saraf pusat.
b. Iritasi pulmonal : Batuk, sesak, retraksi, tachipneu, cyanosis, batuk darah dan
udema paru. Pada pemeriksaan foto thorak bisa didapatkan adanya infiltrat di
kedua lapangan paru, effusi pleura atau udema paru.
c. Depresi CNS (Central Nervous System) / SSP (Sistem Saraf Pusat) : Terjadi
penurunan kesadaran mulai dari apatis sampai koma, kadang-kadang disertai
kejang.
d. Gejala-gejala GI Tract : Mual, muntah, nyeri perut dan diare (Arisman, 2008).
c. Keracunan Makanan
a. Keracunan Jamur
Gejala klinik : Rasa mual, Muntah, Sakit perut, Mengeluarkan banyak ludah
dan keringat, Miosis, Diplopia, Bradikardi sampai konfusi (Kejang).
b. Keracunan Makanan Kaleng
Gejala klinik : Penglihatan kabur, refleks cahaya menurun atau negatif,
midriasis dan kelumpuhan otot-otot mata, Kelumpuhan saraf-saraf otak yang
bersifat simetrik, dysphagia, dysarthria, kelumpuhan (general paralyse).
c. Keracunan Jengkol
Gejala klinik : Sakit pinggang, nyeri perut, muntah, hematuria, oliguria sampai
anuria dan urin berbau jengkol, dapat terjadi gagal ginjal akut.
d. Keracunan Ketela Pohon
Gejala klinis : Tergantung pada kandungan asam sianida (HCN), kalau banyak
dapat menyebabkan kematian dengan cepat, penderita merasa mual, perut terasa
panas, pusing, lemah dan sesak, kejang, lemas, berkeringat, mata menonjol,
midriasis, mulut berbusa bercampur darah, warna kulit merah bata (pada orang
kulit putih) dan sianosis.
e. Keracunan Makanan yang Terkontaminasi
Gejala timbul 3-24 jam setelah makan makanan yang tercemar kuman terdiri
dari mual muntah, diare, sakit perut, disertai pusing dan lemas (Arisman, 2008).
PATH-WAY
Kematian
Efek akumulasi asetilkolin Kelelahan, Kelemahan
pada neuromuskular Intoleransi Aktivitas
fisik, fasikulasi
junction
Sumber : Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-
NOC 2013
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium dengan pemeriksaan lengkap (urin, gula darah, cairan
lambung, analisa gas darah, darah lengkap, osmolalitas serum, elektrolit, urea, kreatinin,
glukosa, transaminase hati). EKG, untuk melihat dan memantau kerja dari jantung, Foto
toraks/abdomen, untuk melihat apakah terjadi perubahan pada organ pernafasan dan
organ pencernaan, Tes toksikologi kuantitatif (Boswick, 1997).
7
6. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Pengobatan simptomatis / mengatasi gejala :
1). Gangguan sistem pernafasan dan sirkulasi : RJP
2). Gangguan sistem susunan saraf pusat :
1) Kejang : beri diazepam atau fenobarbital
2) Odem otak : beri manitol atau dexametason
3). Gejala : mual, muntah, nyeri perut, hipersalivasi, nyeri kepala, mata miosis,
kekacauan mental, bronchokonstriksi, hipotensi, depresi pernafasan dan kejang.
Tindakan : Atropin 2 mg tiap 15 menit sampai pupil melebar.
Atropin berfungsi untuk menghentikan efek acetylcholine pada reseptor
muscarinik, tapi tidak bisa menghentikan efek nikotinik.
Pada usia < 12 tahun pemberian atropin diberikan dengan dosis 0,05 mg/kgBB,
IV perlahan dilanjutkan dengan 0,02-0,05mg/kgBB setiap 5-20 menit sampai
atropinisasi sudah adekuat atau dihentikan bila :
1) Kulit sudah hangat, kering dan kemerahan
2) Pupil dilatasi (melebar)
3) Mukosa mulut kering
4) Heart rate meningkat
Pada anak usia > 12 tahun diberikan 1 - 2 mg IV dan disesuaikan dengan respon
penderita. Pengobatan maintenance dilanjutkan sesuai keadaan klinis penderita,
atropin diteruskan selama 24 jam kemudian diturunkan secara bertahap.
Meskipun atropin sudah diberikan masih bisa terjadi gagal nafas karena atropin
tidak mempunyai pengaruh terhadap efek nikotinik (kelumpuhan otot)
organofosfat
4). Antiemetik : zat-zat yang digunakan untuk menghambat muntah.
Obat antiemetik adalah : Antagonis reseptor 5-hydroxy-tryptamine yang
menghambat reseptor serotonin di Susunan Syaraf Pusat (SSP) dan saluran cerna.
Obat ini dapat digunakan untuk pengobatan post-operasi, dan gejala mual dan
muntah akibat keracunan. Beberapa contoh obat yang termasuk golongan ini
adalah : Domperidon, Ondansentron, Dolasetron (Boswick, 1997).
b. Pengobatan Supportif
Tujuan dari terapi suportif adalah adalah untuk mempertahankan homeostasis
fisiologis sampai terjadi detoksifikasi lengkap dan untuk mencegah serta mengobati
8
komplikasi sekunder seperti aspirasi, ulkus dekubitus, edema otak & paru,
pneumonia, rhabdomiolisis (kumpulan gejala yang ditimbulkan karena gangguan
dalam sel-sel otot), gagal ginjal, sepsis, dan disfungsi organ menyeluruh akibat
hipoksia atau syok berkepanjangan. Terapi : Hipoglikemia : glukosa 0,5-1g /kgBB IV,
Kejang : diazepam 0,2-0,3mg /kgBB IV (Boswick, 1997).
c. Kosongkan lambung (efektif bila racun tertelan sebelum 4 jam) dengan cara :
1). Dimuntahkan : Bisa dilakukan dengan cara mekanik (menekan reflek muntah di
tenggorokan), atau pemberian air garam atau sirup ipekak. Kontraindikasi : cara
ini tidak boleh dilakukan pada keracunan zat korosif (asam/basa kuat, minyak
tanah, bensin), kesadaran menurun dan penderita kejang.
2). Bilas lambung :
1) Pasien telungkup, kepala dan bahu lebih rendah.
2) Pasang NGT dan bilas dengan : air, larutan norit, Natrium bicarbonat 5 %, atau
asam asetat 5 %.
3) Pembilasan sampai 20 X, rata-rata volume 250 cc.
4) Kontraindikasi : keracunan zat korosif & kejang (Arisman, 2009).
B. PENGKAJIAN
c). Primer Survey
9
1). Airway (A) : Kaji apakah terdapat sumbatan karena edema (inflamasi) saluran
pernapasan akibat dari keracunan gas (inhalasi) atau reaksi alergi berat.
2). Breathing (B) : Nafas cepat atau lambat, keracunan asetaminofen dapat
menyebabkan depresi pusat nafas.
3). Circulation (C) : Kaji jika ada reaksi perdarahan lambung karena keracunan
zat korosif atau zat racun lain yang teringesti, kaji jika ada mual-muntah, tanda
dehidrasi, diare/GE.
4). Disability (D) : Kaji GCS, penurunan kesadaran akibat racun, reaksi pupil
terhadap cahaya, dan dilatasi pupil.
d). Secondary Survey
1). Exposure (E) : Kaji apakah terdapat luka atau lesi luar akibat terpapar racun
(tersiram zat kimia).
2). Fluid, Farenheit (F) : Observasi output urine jika terdapat dehidrasi atau
tanda-tanda syok (urine output : 1-2cc/kgBB/jam).
3). Get Vital Sign (G) : Kaji tanda-tanda vital, dan perubahanya secara teratur.
Lakukan bilas lambung segera untuk mengeliminasi racun.
4). Head To toe, History (H) : Monitoring kerja jantung jika keracunan
asetominopen.
Sumber : https://www.scribd.com/doc/231779366/Askep-Keracunan-Gadar
Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Data Subjuektif : Intoksikasi intektisida
organofosfat Ketidakefektifan pola
1. Klien menyatakan sulit
nafas
untuk bernafas
2. Klien menyatakan merasa Hambatan aktivasi enzim
asetilkolinesterase
10
seperti tercekik
Respon psikologis
Data Objektif :
1. Perilaku : gelisah, agitasi
2. Affektive: ketakutan,
3. Fisiologis: suara
bergetar, gemetar,
peningkatan keringat,
4. Respirasi meningkat, nadi
11
meningkat, tekanan darah
meningkat
8. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi, Ansietas. (00032)
2. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan Ventilasi-Perfusi.
(00030)
3. Ansietas berhubungan dengan pemajanan toksin. (00146)
12
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN (NIC-NOC)
Rencana Tindakan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
1. Ketidakefektifan pola nafas Tujuan : setelah dilakukan 1. Posisikan klien untuk 1. Posisi setengah duduk dapat
berhubungan dengan asuhan keperawatan 1x24 memaksimalkan ventilasi. meringankan kerja dari otot-otot
hiperventilasi, ansietas. jam pola nafas klien pernafasan,
teratur 2. Identifikasi klien perlunya 2. Mengetahui tindakan
Batasan karakteristik : pemasangan alat jalan nafas selanjutnya yang perlu untuk
Data Subjuektif : Kriteria Hasil : buatan. mempermudah klien bernafas,
1. Klien menyatakan sulit untuk 3. Auskultasi suara nafas,
3. Mengetahui kondisi saluran
bernafas 1. Menunjukkan jalan nafas catat adanya suara
pernapasan klien,
2. Klien menyatakan merasa yang paten (Klien tidak tambahan.
seperti tercekik merasa tercekik, irama 4. Berikan bronkodilator bila
4. Bronkodilator untuk
nafas teratur, frekuensi perlu.
melebarkan saluran pernapasan
Data Objektif : pernafasan dalam rentang
5. Monitor TTV. untuk pemenuhan O2 yang
1. perubahan kedalaman normal, tidak ada suara
adekuat,
pernafasan nafas abnormal)
5. Menunjukkan keadaan / respon
2. takipnea 2. Tanda-tanda vital dalam 6. Berikan Terapi oksigen klien dan untuk menentukan
3. suara nafas abnormal rentang normal (tekanan sesuai indikasi. tindakan selanjutnya
darah, nadi, perafasan,
6. Untuk memenuhi kebutuhan
suhu).
oksigen tubuh klien.
2. Gangguan pertukaran gas Tujuan : Setelah dilakukan 1. Monitor TTV 1. Menunjukkan keadaan / respon
berhubungan dengan ventilasi- tindakan asuhan klien dan untuk menentukan
perfusi. keperawatan 1x24 jam tindakan selanjutnya
2. Atur posisi klien menjadi
pertukaran gas klien 2. Posisi semi-fowler dapat
Batasan Karakteristik : semi-fowler
kembali normal memaksimalkan ventilasi dan
Data Subjektif : meringankan kerja otot-otot
13
1. Klien mengatakan Kriteria Hasil : 3. Auskultasi suara nafas. pernafasan
penglihatanya kabur 1. Tanda-tanda vital 3. Untuk mengetahui adanya
dalam rentang normal, 4. Identifikasi klien perlunya sumbatan jalan nafas atau tidak.
2. Tidak ada Sianosis dan pemasangan alat jalan nafas 4. Hasil identifikasi dapat
Data Objektif : Dispnea buatan. mempermudah klien dalam
5. Monitor respirasi dan status
1. pH darah arteri abnormal 3. Peningkatan ventilasi dan memenuhi oksigenasinya.
O2.
oksigenasi yang adekuat 5. Melihat perkembangan status O2
2. Dispnea
6. Kolaborasi untuk pemberian
serta untuk menentukan
3. Hipoksia tindakan selanjutnya.
O2 sesuai indikasi.
4. Takikardi 6. Untuk pemenuhan kebutuhan
oksigenasi klien.
5. Somnolen
3. Ansietas berhubungan dengan Tujuan : Setelah dilakukan 1. Identifikasi tingkat 1. Untuk menentukan tingkat
pemajanan toksin asuhan keperawatan kecemasan. kecemasan klien dan untuk
selama 1x24 jam ansietas menentukan tindakan
Batasan Karakteristik : klien berkurang. selanjutnya.
Data Subjektif : 2. Monitor TTV
2. Menunjukkan keadaan / respon
1. Klien menyatakan
klien dan untuk menentukan
kawatir karena
perubahan dalam Kriteria hasil : 3. Bantu klien mengenal tindakan selanjutnya
peristiwa hidup. 1. Vital sign dalam batas situasi yang 3. Klien dapat melakukan latihan
normal. menyebabkan kecemasan. nafas dalam agar perasaan
Data Objektif : 2. Mengidentifikasi, 4. Dorong klien untuk cemas berkurang.
1. Perilaku : gelisah, agitasi mengungkapkan dan mengungkapkan perasaan, 4. Dengan mengungkapkan apa
2. Affektive: ketakutan, menunjukkan teknik untuk yang sedang dirasakan dapat
ketakutan, persepsi.
3. Fisiologis: suara
mengontrol cemas. menurunkan tingkat kecemasan.
bergetar, gemetar, 5. Instruksikan klien
peningkatan keringat, menggunakan teknik
3. Postur tubuh, ekspresi wajah, 5. Teknik nafas dalam dapat
4. Respirasi meningkat, nadi
bahasa tubuh dan tingkat relaksasi. memberikan rasa tenang kepada
meningkat, tekanan darah
14
meningkat. aktivitas menunjukkan 6. berikan obat untuk klien
berkurangnya kecemasan. mengurangi kecemasan. 6. kandungan obat langsung
berkerja pada otak sehingga
mengurangi rasa cemas klien.
15
DAFTAR PUSTAKA