Anda di halaman 1dari 132

‫س ِم هّللا ِ ال َّر ْح َم ِن ال َّر ِح ْيمِ‬

‫بِ ْ‬
‫سالَ ُم َعلَ ْي ُك ْم َو َر ْح َمةُ هللاِ َوبَ َر َكاتُه‬‫ال َّ‬
PUBLIC HEALTH
ASPECTS OF
UROGENITAL SYSTEM
DISEASES

Epidemiology and Prevention of


Urogenital Disorder
Salahuddin Andi Palloge
Epidemiologi dan pencegahan Penyakit
Fakultas Kedokteran UMI
Bagian IKM dan Ked-Kom
Urogenitalia
POKOK BAHASAN
PENYAKIT UROGENITALIA
I. Pendahuluan Tinjauan
Umum Penyakit Urogenitalia
II.Pengertian Epidemiologi, Pencegahan dan Penyakit
Urogenitalia
III. Beberapa Jenis Penyakit Urogenitalia (SKDI : 5 Jenis
penyakit dari 144 yang tidak boleh dirujuk ke RS, wajib dilayani
di Pelayanan Primer /PUSKESMAS )
IV. Etiologi, Epidemiologi dan Pencegahan dari beberapa penyakit
yang tergolong Urogentalia
V. Kesimpulan


I. PENDAHULUAN
Tujuan Pembelajaran
Tujuan Instruksional Umum:
Setelah mempelajari materi ini
mahasiswa diharapkan dapat
menjelaskan beberapa penyakit pada
sistem Urogenitalia dan penyebabnya.

Tujuan Instruksional khusus:


Menjelaskan aspek Public Health
(epidemiologi dan tindakan-tindakan
pencegahan) pada beberapa penyakit
pada sistem Urogenitalia.
SISTEM GINJAL DAN SALURAN
KEMIH (URONEFROLOGI)

Susunan sistem perkemihan terdiri dari:


a) 2 ginjal (ren) yang menghasilkan
urine,
b) 2 ureter yang membawa urine dari
ginjal ke vesika urinaria (kandung
kemih),
c) 1 vesika urinaria (VU), tempat urine
dikumpulkan dan akan menyalurkan
urine melalui urethra.
d) 1 urethra
TINJAUAN UMUM (OVERVIEW)
PENYAKIT UROGENITALIA

 Sistem urogenital merupakan sistem yang terdiri dari :


Sistem urinarius dan Sistem genitalia.
 Dimana sistem urinarius dibagi menjadi traktus urinarius bagian
atas dan bagian bawah. Traktus urinarius bagian atas terdiri dari
ginjal, pelvis renalis dan ureter, sedangkan traktus urinarius
bagian bawah terdiri dari vesika urinaria dan uretra.
 Untuk sistem genitalia eksterna pada pria dan wanita berbeda,
pada pria terdiri dari penis, testis dan skrotum; sedangkan
wanita berupa vagina, uterus dan ovarium.
Overview lanjutan

 Ruang Lingkup Urogenitalia : penyakit / gangguan pada


Ginjal, Ureter, Vesica urinaria, dan Urethra.
 Di USA : ISK (UTI) ± 7 Juta kunjungan ke dokter/ tahun
± 1 juta ke UGD/ tahun
± 100 ribu rawat inap /tahun
Biaya langsung pengobatan: 1,6 Milyar USD/ tahun
 WHO : ISK adalah peny. infeksi ke 2 tersering pada
tubuh, sesudah infeksi saluran pernapasan, dilaporkan
8,3 juta / tahun.
 Kementerian Kesehatan R.I : ISK di Indonesia 90 – 100
kasus/ 100.000 pddk / tahun atau ± 180.000 kasus
baru / thn
(lanjutan)

UTI : penyakit infeksi yang sering terjadi, bakteri masuk melalui


urethra (OUE) dan memperbanyak diri di tractus urinarius.
Aliran urine melalui urethra membantu mengeluarkan bakteri.
Uretero Pelvic Junction (UPJ) mendukung untuk mencegah urine
masuk kedalam ginjal.
± 10 juta ISK (UTI) kunjungan ke dokter, wanita 50 X lebih banyak
dp laki-laki; 1 dari 5 wanita mengalami ISK dibandingkan laki-laki.
Data DINKES Prop.SULSEL (2008) angka kejadian ISK 1. 264
kasus.
Data Puskesmas Tamalate (salah satu Puskesmas di Kota
Makassar) yang dicatat oleh Mahasiswa FK UMI Makassar yang
melakukan kepaniteraan klinik di Puskesmas Tamalate sampai
September 2015 ada 852 penderita ISK dan menempati urutan ke 8
dari 10 penyakit utama.
(lanjutan)

 Berdasarkan gejalanya ISK dibagi 2 bagian, yaitu


ISK bawah (sistitis) dan atas (pielonefritis) / infeksi
ginjal.
 ± 8,1 juta kunjungan ke penyedia layanan
kesehatan / tahun
 ISK : infeksi bakteri yang paling sering pada wanita
& 50% - 60% wanita dewasa mengalami ISK
selama hidupnya.
 ISK kalau tidak ditangani dengan baik dapat
bertambah berat menjadi penyakit / gangguan
ginjal kronis.
TINJAUAN UMUM (lanjutan)

 Ganguan Ginjal Kronis (GGK) setiap tahunnya


meningkat. Di USA angka kejadiannya: 338 kasus
baru/tahun (U.S RDS 2013)
 Indonesia: Insiden GGK prevalensinya 200 – 250 /
1 juta pddk (Pernefri, 2011)
 Dampak (akibat) GGK: hipertensi, anemia,
asidosis, gangguan kulit, penurunan fungsi fisik
dan hiperkalemia yang disebabkan oleh defisiensi
sekresi ginjal.
II.PENGERTIAN EPIDEMIOLOGI DAN
PENCEGAHAN PENYAKIT
UROGENITALIA
Pengertian Epidemiologi Pencegahan
Penyakit Urogenitalia

Dari topik bahasan ini kita perlu


mengetahui 3 hal yaitu :
1. Pengertian Epidemiologi
2. Pengertian Pencegahan.
3. Pengertian Penyakit Urogenitalia.
EPIDEMIOLOGI
 Definisi Epidemiologi (WHO Regional Meeting
ke 42 pada bulan September 1989 di Bandung):
“Epidemiology is the study of the Distribution and
Determinants of Health Related Status and Events
in a Population and the Application of Such Study
to Solve Health Problem“ atau

 Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari


distribusi dan determinan dari peristiwa kesehatan
dan peristiwa yang berkaitan dengan kesehatan
yang menimpa masyarakat dan menerapkan ilmu
tersebut untuk memecahkan masalah kesehatan.
3 KATA KUNCI DALAM EPIDEMIOLOGI

1. DISTRIBUSI
2. DETERMINAN
3. FREQUENSI
Dalam Epidemiologi diketahui ada 3 segi tiga

1. Dari definisi epidemiologi ada 3 kata kunci:


 Distribution
 Determinant
 Frequensi
2. Trias Epidemiologi :
 Host
 Agent
 Environment
3. Variabel Epidemiologi:
 Person
 Place
 Time
PENGERTIAN PENCEGAHAN

• Pencegahan adalah mengambil


tindakan lebih dahulu sebelum
kejadian.
• Dalam mengambil langkah-langkah
untuk pencegahan haruslah
didasarkan pada keterangan yg ada,
bersumber dari hasil analisis
penelitian epidemiologi
FIVE LEVELS PREVENTION
(Leavel and Clark, 1958)

1. Health Promotion
2. Specific Protection
3. Early Diagnosis and Prompt Treatmen
4. Disability Limitation
5. Rehabilitation
FIVE LEVELS PREVENTION
(Leavel and Clark, 1958)

1. Health Promotion (Pendidikan Kesehatan)


 Pendidikan Kesehatan (Health education)
 Standar gizi yang baik disesuaikan dengan fase perkembangan
kehidupan (Good standard of nutrition adjusted to developmental
phases of life).
 Perhatian terhadap perkembangan kepribadian (Attention to
personality development)
 Penyediaan perumahan yang layak, rekreasi dan kondisi kerja yang
menyenangkan (Provision of adequate housing, recreation and
agreeable working conditions)
 Konseling pernikahan dan pendidikan seks (Marriage counseling and
sex education)
 Keturunan (Genetics)
 Pemeriksaan selektif berkala (Periodic selective examinations)
2. Specific Protection (Pencegahan khusus)
 Penggunaan imunisasi khusus (Use of specific immunization)
 Perhatian terhadap kebersihan pribadi (Attention to personal
hygiene)
 Penggunaan Sanitasi Lingkungan (Use of Environmental
sanitation)
 Perlindungan terhadap bahaya pekerjaan (Protection against
occupational hazards)
 Perlindungan dari kecelakaan (Protection from accidents)
 Penggunaan nutrisi khusus (Use of specificnutrients)
 Perlindungan dari karsinogen (Protection from carcinogens)
 Menghindari Allergi (Avoidance of allergens)
3. Early Diagnosis and Prompt Treatment (Diagnose dini
dan Pengobatan yang tepat)
 Tindakan penemuan kasus, individu & massa (Case-finding measures,
individual & mass)
 Survei skrining (Screening surveys)
 Pemeriksaan selektif (Selective examination)

Tujuan (Objectives) :
• Untuk menyembuhkan dan mencegah penyakit (To cure and prevent
diseases processes)
• Mencegah penyebaran dari penyakit menular (To prevent the spread
of communicable diseases)
• Mencegah komplikasi dan sekuel /gejala-gejala sisa (To prevent
complications and sequel)
• Memperpendek masa sakit/ketidak mampuan (To shorten period of
disability)
4. Disability Limitation (Membatasi kecatatan)

 Perawatan yang memadai untuk menghentikan proses


penyakit dan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut
(Adequate treatment to arrest the diseases process and to
prevent further complications and sequel)

 Penyediaan fasilitas untuk membatasi kecacatan dan


mencegah kematian (Provision of facilities to limit
disability and to prevent death)
5. Rehabilitation (Rehabilitasi = Pemulihan)

 Penyediaan fasilitas untuk rumah sakit dan kepada


masyarakat yang digunakan utk pendidikan dan pelatihan
ulang untuk memperbaiki kemampuannya kembali.
(Provision of hospital and community facilities for retraining
and education for maximum use of remaining capacities)
 Pendidikan kepada masyarakat dan industri untuk
direhabilitasi (Education of the public and industry to utilize
the rehabilitated)
 Penempatan yang selektif (Selective placement)
 Terapi kerja di RS (Work therapy in hospitals)
 Penggunaan coloni (Use of sheltered colony)
III. BEBERAPA
PENYAKIT UROGENITALIA
Sumber : Konsil Kedokteran Indonesia, Peraturan No.11 Tahun 2012
Sumber : Konsil Kedokteran Indonesia, Peraturan No.11 Tahun 2012
Sumber : Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter Indonesia
Konsil Kedokteran Indonesia, Tahun 2019
Sumber : Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter Indonesia
Konsil Kedokteran Indonesia, Tahun 2019
Pada Standar Kompetensi Dokter Indonesia tahun 2012, dari 736 daftar penyakit
terdapat 144 penyakit yang harus dikuasai penuh oleh para lulusan karena
diharapkan dokter layanan primer dapat mendiagnosis dan melakukan
penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas.
Penyakit Urogenitalia yang wajib dilayani di
Pelayanan Kesehatan Primer

1. Infeksi Saluran Kemih


2. Gonore
3. Pielonefritis tanpa komplikasi
4. Fimosis dan
5. Parafimosis
IV. ETIOLOGI, EPIDEMIOLOGI DAN
PENCEGAHAN DARI BEBERAPA
PENYAKIT URONEFROLOGI
SEBAGAI

Skenario (Ilustrasi kasus) Penyakit


Infeksi Saluran Kemih
‫سالَ ُم َعلَ ْي ُك ْم َو َر ْح َمةُ هللاِ َوبَ َر َكاتُه‬
َّ ‫ال‬
(Urinary Tract Infection).
SKENARIO

 Wanita (Ny. A) 28 thn, diantar oleh suaminya ke


Puskesmas dgn keluhan:
• rasa tidak nyaman pd perut bagian bawah,
• nyeri punggung, seperti ada tekanan pd panggul,
• selalu ingin buang air kecil & nyeri atau perih kalau
BAK.
• Keluhan ini dialami 7 hari yang lalu sebelum ke
Puskesmas.
 Anamnese: tidak demam/ tidak panas & tidak mual.
memiliki kebiasaan menahan untuk berkemih.
 Pemeriksaan Fisik: Vital sign dlm batas normal
 Diagnose dokter Puskesmas : Infeksi Saluran Kemih
(Urinary Tract Infection)
1. INFEKSI SALURAN KEMIH
(URINARY TRACTUS INFECTION)
Infeksi Saluran Kemih
No. ICPC II : U71 Cystitis/urinary infection others
No. ICD X : N39.0 Urinary tract infection, site not specified
Tingkat Kemampuan: 4A

 Definisi Infeksi Saluran Kemih atau Bakteriuria adalah


didapatkannya microorganisme sebanyak 10² CFU /mL 10ꜗ
CFU /mL
 Kriteria Bakteriuria adalah ≥ 10ꜗ CFU /mL

Catatan:
• CFU (Colony Forming Unit): Unit Pembentuk Koloni adalah
ukuran yang layak dari cells (bakteri atau jamur).
•CFU / mL (Unit pembentuk koloni per mililiter) untuk cairan,
•CFU / g (Unit pembentuk koloni per gram) untuk padatan.
PENYAKIT INFEKSI SALURAN KEMIH
 ISK adalah infeksi disebabkan oleh mikroorganisme . (Agus Tessy,
2001)
 ISK adalah berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam saluran
kemih yang dalam keadaan normal tidak mengandung bakteri,
virus/ mikroorganisme lain (Waspadji, S,1998: 264).
 ISK adalah adanya mikro organisme patogenik dalam traktus
urinarius, dengan atau tanpa disertai tanda dan gejala.(Brunner &
Suddarth.2001)
 ISK adalah infeksi yang terjadi sepanjang saluran kemih, terutama
masuk ginjal itu sendiri akibat proliferasi suatu organisme.
(Corwin, E.J,2001: 480)
 Kesimpulannya : infeksi saluran kemih adalah infeksi yang
disebabkan oleh berkembangbiaknya mikroorganisme di saluran
kemih
PENYAKIT INFEKSI SALURAN KEMIH

 ISK t.d. 2 bgn, ISK bawah (sistitis) dan atas


(pielonefritis) /infeksi ginjal.
 Penderita cystitis dan pyelonephritis biasanya
mengidap bakteri dari usus (anus).
 9 dari 10 kasus (90%) atau 80—85% ISK disebabkan
bakteri Escherichia coli atau  E. Coli , umumnya
hidup di dlm usus besar dan sekitar anus, dan
Staphylococcus saprophyticus penyebab pada 5–10%.
 Pada wanita muda yang aktif secara seksual, aktivitas
seksual adalah penyebab dari 75–90% infeksi
kandung kemih, dgn risiko infeksi berkaitan dgn
frekuensi hubungan seksual
 Diperkirakan bakteri E.coli masuk ke dlm saluran urethra, karena
kurang baik dalam hal melakukan pembersihan diri setelah
BAB/BAK

 Wanita lebih rentan terkena ISK, karena jarak urethra dgn anus
lebih dekat dp laki-laki dan urethra wanita lebih pendek.

 Pada wanita, ISK paling sering ditemukan, yaitu 10 % / tahun.

 Sebanyak 50-80% dari total populasi wanita secara umum


pernah mengalami ISK setidaknya satu kali semasa hidupnya. 
Sekitar 20-30% dari wanita yang sudah pernah terkena ISK akan
mengalami ISK berulang.
 Istilah "sistitis bulan madu" digunakan untuk
fenomena ISK yang sering terjadi pada awal
pernikahan.
 Penggunaan spermisida, terlepas dari
frekuensi seksual, menambah risiko ISK
 Karena tingkat estrogen perempuan
menurun seiring menopause, risikonya
terkena infeksi saluran kemih meningkat
karena hilangnya flora vagina yang
melindungi.
Kelompok yang lebih berisiko terkena ISK:

1. Penderita batu ginjal  dan  laki-laki dengan


pembengkakan kelenjar prostat kedua hal
ini dpt menghalangi pengosongan urine dari
kandung kemih, menyebabkan urine tertampung
lebih lama dan akhirnya bakteri dapat
berkembang biak.
2. Pemakai kateter atau alat bantu kencing
3. Cacat lahir – mereka yang memiliki kelainan
pada struktur saluran kemihnya sehingga
saluran tersebut tidak berfungsi secara baik,
sangat berisiko terkena ISK.
4. Pada Wanita jarak urethra - anus lebih dekat, sehingga bakteri
dari anus bisa lebih mudah masuk ke dalam urethra. Selain itu,
5. Wanita yang aktif secara seksual juga lebih mudah terkena ISK
dibandingkan yang tidak aktif.
6. Wanita yang telah menopause – kurangnya
kadar estrogen setelah menopause menyebabkan perubahan
pada saluran kemih, sehingga menjadi rentan terhadap infeksi.
Pada wanita post menopause, kejadian ISK terbilang tinggi
diakibatkan prolapse uterus atau kandung kemih yang akan
menyebabkan pengosongan kandung kemih tidak komplit,
penyebab lain ialah kehilangan estrogen yang menyebabkan
perubahan flora vagina (hilangnya Lactobacilli) sehingga
memudahkan kolonisasi bakteri aerob gram negatif seperti E.coli
7. Wanita yang menggunakan alat kontrasepsi diafragma – jenis
kontrasepsi ini dapat menekan kandung kemih dan mengganggu
kinerja pengosongan urine
7. Wanita yang pasangannya menggunakan
kondom berlapis spermisida – zat ini dapat
menyebabkan iritasi pada vagina sehingga
bakteri bisa mudah berkembang biak
8. Wanita yang sedang hamil.
9. Orang-orang dengan ketidakmampuan untuk
mengontrol buang air besar – penderita
kondisi ini rentan terhadap ISK karena bakteri
dari tinja yang mudah masuk ke dalam uretra.
Epidemiology Infeksi Saluran Kemih
(UTI)

• Epidemiologi infeksi saluran kemih (ISK) cukup besar karena


penyakit ini umum terjadi dan telah mengenai sekitar 150 juta
orang di seluruh dunia, Sekitar 15% dari komunitas yang
diresepkan antibiotik adalah penderita ISK.
• 7 -10 juta orang di AS terjadi ISK setiap tahun
• ♀ mengalami UTI yang jauh lebih sering dari pada ♂ (US; 20%
dan 20% memiliki kambuh kembali (recurrence)
• Jarang ditemukan pada anak dan dewasa muda
• ISK lebih sering terjadi pada anak usia di bawah 2 tahun
Epidemiology UTI (lanjutan)

 ISK pada wanita, paling sering usia 16 - 35 th, dgn 10%


mengalami infeksi setiap tahun dan 60% mengalami infeksi
pada suatu waktu dalam hidupnya.
 Infeksi sering berulang, dimana hampir separuh orang
mengalami infeksi kedua dalam setahun. Bahkan beberapa
wanita mengalami ISK berulang hingga 3 X atau lebih dalam
setahunnya.
 Wanita yang terkena ISK pada masa muda, sekitar 20 % akan
mengalami infeksi berulang selama hidupnya.
 ISK muncul empat kali lebih sering pada wanita dibandingkan
laki-laki, tetapi infeksi pada laki-laki seringkali lebih parah,
karena bakteri dapat bersembunyi pada jaringan prostat
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT ISK (lanjutan)
 Jika dibandingkan dengan Pielonefritis yang terjadi sekitar 20 - 30
X lebih jarang. Ini adalah penyebab paling umum dari infeksi
yang didapatkan di rumah sakit yakni sekitar 40%.
 Tingkat bakteri asimtomatik di urine meningkat seiring usia dari
2 - 7 % pada wanita usia subur hingga mencapai 50% pada
wanita lanjut usia di panti jompo.
 Tingkat bakteri asimtomatik dalam urine di antara laki-laki usia
> 75 tahun adalah sekitar 7-10 %.
 ISK mungkin dialami 10 % saat masa anak, paling sering terjadi
pada anak laki-laki berusia di bawah tiga bulan yang belum
disunat, diikuti oleh anak wanita usia < 1 tahun.
 Pada anak yang mengalami demam, pada usia baru lahir - 2 thn ,
didiagnosis ISK : 2 – 20 %.
PENCEGAHAN ISK

 Wanita dan anak wanita harus mencuci dgn menyeka dari


depan kebelakang setelah BAK/BAB.
 Minum air putih : 6 - 8 gelas, (minimal 2 liter/hari, bila
fungsi ginjal normal), agar sering kencing maka bakteri
akan terbuang & sulit berkembang biak.
 Menjaga higienitas genitalia eksterna.
 Segera BAK dan bersihkan organ intim setelah melakukan
hubungan kelamin ( sexual intercourse) dengan pasangan.
 Jangan menahan kencing lama-lama.
PENCEGAHAN
 Hindari celana ketat
 Hindari produk yang dapat memberikan iritasi pada urethra
 Hindari penggunaan alat kontrasepsi diafragma atau kondom
berlapis spermisida.
 Mandi dengan air mengalir, jangan berendam di bak mandi.
 Jika ISK sangat sering terjadi, mintalah dokter untuk
meresepkan obat antibiotik pencegah ISK.
RUJUKAN
Jika ditemukan komplikasi dari ISK maka dilakukan ke layanan
kesehatan sekunder (spesialis penyakit dalam)
Konseling dan Edukasi
 Pasien dan keluarga diberikan pemahaman tentang infeksi
saluran kemih dan hal-hal yang perlu diperhatikan, antara
lain:
a. Edukasi tentang penyebab dan faktor risiko penyakit infeksi
saluran kemih. Penyebab infeksi saluran kemih yang paling
sering adalah karena masuknya flora anus ke kandung
kemih melalui perilaku/higiene pribadi yang kurang baik.
b. Pada saat pengobatan infeksi saluran kemih, diharapkan
tidak berhubungan seks
c. Waspada terhadap tanda-tanda infeksi saluran kemih
bagian atas (nyeri pinggang) dan pentingnya untuk kontrol
kembali.
d. Patuh dalam pengobatan antibiotik yang telah
direncanakan.
e. Menjaga kesehatan pribadi-lingkungan dan higiene
pribadi-lingkungan.
2. SEXUAL
TRANSMITTED DISEASES
Penyakit Menular Seksual
(PMS)
 Dulunya Kelompok penyakit ini dinamakan
"penyakit kelamin" berubah menjadi “penyakit
menular seksual " atau "PMS"
 Sekarang banyak orang menyebutnya "infeksi
menular seksual” atau IMS. “
 Beberapa peny. IMS hanya menginfeksi organ
seksual / reproduksi dari penderita (GO ,
Chlamydia) dan yang lainnya (HIV, Hepatitis B dan
Sifilis) mengganggu fungsi tubuh secara
keseluruhan.
SEXUALLY TRANSMITTED DISEASE (STD)
Gambaran Umum
 STD : disebabkan virus, bakteri, parasit, jamur yang patogen
yang menyebar dari orang ke orang terutama melalui kontak
seksual.
 Terdapat 29 PMS telah diketahui (diidentifikasi)
 Seseorang yang terinfeksi PMS lebih memungkinkan dapat
terinfeksi HIV
 Seseorang yang terinfeksi HIV dan STD lainnya lebih
memungkinkan untuk menularkan HIV
 STD di AS sangat tinggi dan menjadi epidemi yang meresahkan.
Terdapat 12 juta kasus baru/tahun, berarti ada ± 30.000 kasus
muncul/hari.
 ± 110 juta orang warga AS menderita STD dan diperkirakan akan
terus bertambah.
PMS adalah merupakan suatu masalah yang
penting (significant)
Konsekuensi dari PMS yang tidak diobati:

 Kehamilan ektopik, 7-10 X risikonya meningkat


pada wanita dengan riwayat pelvic inflamatory
disease (PID)
 Meningkatan risiko kanker serviks

 Nyeri perut kronis, ±18% dari wanita dengan


riwayat PID
 Infertilitas:
 20-40% dari laki-laki dengan klamidia dan
gonore tidak diobati
 55-85% dari wanita dengan Pelvic Inflamatory
Disease (PID) yang tidak diobati
 8-20% dari wanita dengan gonore yang tidak
diobati dapat menyebabkan PID
Peningkatan risiko HBV dan penularan HIV / AIDS
Epidemiologi STD

 Umumnya terjadi pada hubungan seksual aktif


(pada remaja dan dewasa muda), terutama
dengan banyak pasangan seks/berganti-ganti
pasangan.
 Diperkirakan 200-400 juta orang di seluruh
dunia terinfeksi.
 Dapat terjadi pada pria dan wanita dari semua
kelas ekonomi
 Di AS, lebih dari 13 juta orang terinfeksi setiap
tahun
PENCEGAHAN STD

 Berpantang untuk tidak melakukan hubungan


seksual, adalah satu-satunya metode 100% efektif
untuk mencegah penyakit menular seksual.
 Memiliki pasangan hidup hanya satu (Monogami )
dengan pasangan yang tidak terinfeksi STD.
 Dengan menggunakan kondom maka risiko
terjadinya penularan akan berkurang.
 Selalu menggunakan jarum disposible dan transfusi
darah dengan darah yang tidak terkontaminasi.
 Rehabilitasi dan pendidikan bagi pasien AIDS
Salah satu dari banyak alasan
mengapa kontrol IMS sulit
adalah bahwa banyak orang
menderita infeksi ini atau
membawa mikroorganisme
tanpa mereka menyadarinya
2.1. PENYAKIT GO (Gonore)

No. ICPC-2 : X71 Gonorrhoea female, Y71 Gonorrhoea male


No. ICD-10 : A54.9 Gonococcal infection, unspecified
Tingkat Kemampuan 4A

Masalah Kesehatan dan Keluhan

 Gonore (GO) : PMS (Sexual Transmitted Disease) paling sering dan


mudah terjadi, disebabkan bakteri Neisseria gonorrhoea atau
Gonococcus, menginfeksi lapisan dalam urethra, leher rahim, rektum &
tenggorokan atau konjungtiva.
 Bakteri  gonococcus biasanya ditemukan di cairan penis dan vagina dari
orang yang terinfeksi.
 N. Gonorrhoe yang patogen mudah menular, dpt ditularkan melalui transfusi
darah, alat suntik yang digunakan.
 Cara penularan gonore terutama melalui genitor-genital, orogenital dan
ano-genital, namun dapat pula melalui alat mandi, termometer dan
sebagainya (gonore genital dan ekstragenital). Daerah yang paling mudah
terinfeksi adalah mukosa vagina wanita sebelum pubertas.. PMS 
ditularkan secara langsung melalui kontak seks (oral atau anal, mainan
seks yang terkontaminasi atau tidak dilapisi dengan kondom, dan
berhubungan seks tanpa menggunakan kondom ).
 Keluhan yang sering menyebabkan wanita datang ke dokter adalah
keluarnya cairan hijau kekuningan dari vagina, disertai dengan disuria,
dan nyeri pelvis/perut bagian bawah
 Keluhan selain di daerah genital yaitu : rasa terbakar di daerah anus
(proktitis), mata merah pada neonatus dan dapat terjadi keluhan sistemik
(endokarditis, meningitis, dan sebagainya pada gonore diseminata – 1%
dari kasus gonore).
 Pada wanita, GO bisa naik ke saluran kelamin dan menginfeksi selaput di
dalam panggul sehingga timbul nyeri panggul dan gangguan reproduksi.
Faktor Risiko

1. Berganti-ganti pasangan seksual.


2. Homoseksual dan Pekerja Seks Komersial (PSK).
3. Wanita usia pra pubertas dan menopause lebih rentan
terkena gonore.
4. Bayi dengan ibu menderita gonore.
5. Hubungan seksual dengan penderita tanpa proteksi
(kondom).
GONORE PADA WANITA

Duh tubuh endoserviks mukopurulen


GONORE PADA MATA BAYI, TERINFEKSI DARI IBUNYA
Gejala Gonore
 ± 10 % ♂ yang terinfeksi & 50 % dari ♀ yang
terinfeksi tidak mengalami gejala sehingga banyak
penderita gonore menularkannya kepada pasangan
mereka tanpa disadari.
 Gejala awal infeksi timbul dlm wkt 2-7 hari setelah
terinfeksi (♂), pada (♀) 7-21 setelah terinfeksi.
 Pada ♂ gatal-gatal di daerah terinfeksi, shg kulit
berwarna kemerah-merahan, lama kelamaan organ
vital akan membengkak.
 BAK terasa sakit atau perih & keluarnya cairan kental
berwarna kuning atau hijau dari vagina atau penis
dikenal dengan “kencing nanah”
GEJALA PENYAKIT GONORE

 Pada pria, keluar nanah dari saluran kencing Orificium


Urethrae Externum (OUE) dan rasanya sangat panas
seperti terbakar,
 Pada wanita, infeksi dapat terjadi pada saluran
kencing, vagina ataupun cervic.
 Wanita juga bisa merasakan nyeri perut yang sangat
hebat
 Bertambahnya cairan yang keluar dari vagina
 Ujung buah zakar berwarna merah dan membengkak
 Merasakan sakit yang luar biasa saat BAK
 Air kencing berwarna kuning kehijauan
Epidemiologi
 Infeksi GO banyak menyerang orang usia
muda, belum menikah, dan pendidikan
rendah.
Paling banyak terjadi pada perempuan.
 Gejala infeksi lebih sering timbul pada laki-
laki.
 Infeksi pada anorektal dan faring sering
terjadi pada laki-laki yang homoseksual.
PENCEGAHAN PENYAKIT GONORE
 Satu-satunya cara untuk mencegah penyakit
gonore ini adalah menghindari gaya hidup seks
bebas dan selalu setia kepada pasangan.

 Untuk memutus rantai penyakit gonore ini,


kita tidak berganti-ganti pasangan dalam
berhubungan seksual. Karena kita tidak
pernah tahu seseorang tersebut menderita
penyakit gonore maupun penyakit menular
seksual yang lainnya.
PENCEGAHAN PENYAKIT GONORE (lanjutan)
 Berhubungan seks secara monogami, pastikan pasangan
tidak terinfeksi.
 Penggunaan kondom dapat mengurangi risiko penularan
penyakit.
 Pastikan toilet yang digunakan higienis, hindari penggunaan
toilet duduk di tempat umum.
 Segera obati bila ada keluhan.
Pemberian farmakologi dengan antibiotik:
• Tiamfenikol, 3,5 gr per oral (p.o) dosis tunggal, atau
• Ofloksasin 400 mg (p.o) dosis tunggal, atau
• Kanamisin 2 gram Intra Muskular (I.M) dosis tunggal.
Tiamfenikol, ofloksasin dan siprofloksasin merupakan
kontraindikasi pada kehamilan dan tidak dianjurkan pada
anak dan dewasa muda.

PROGRAM PENGENDALIAN
IMS (Termasuk HIV-AIDS)
Kegiatan Pengendalian IMS & HIV-AIDS

Advokasi Jejaring Kerja


Pengembangan dan
Aspek Legal Sosialisasi SDM Partisipasi
dan KIE Masyarakat
Pengamanan Pengurangan
darah Donor Pengendalian
Logistik dan Produk IMS Dampak
Darah Buruk

PencegahanPen Konseling Perawatan,


Kewaspadaan
ularan HIV dari Dukungan dan
Ibu ke Anak Standar dan Tes HIV Pengobatan

Kolaborasi Surveilans Monitoring Sistem


Epidemiologo &
TB-HIV Sistem informasi dan Evaluasi Pembiayaan
PROGRAM IMS DI PUSKESMAS
INFEKSI MENULAR SEKSUAL
1. Pelayanan Komprehensif IMS
2. Diagnosis IMS dengan Pendekatan
Syndrom ( + Lab Sederhana )
3. Skrining Rutin IMS pada populasi berisiko
tinggi
Tujuan : 4. Penatalaksanaan IMS pada pasangan
5. IMS Terintegrasi dengan layanan
”menurunkan angka kesakitan KIA/KB / Skrining Sifilis pada Ibu hamil
dan kematian akibat Infeksi 6. Mobile IMS (mendekatkan akses layanan
Menular Seksual dan Infeksi IMS pada populasi berisiko tinggi )
Saluran Reproduksi yang bisa 7. Penawaran Pemeriksaan / Tes HIV pada
dicegah dan diobati” setiap pasien IMS
8. Penyediaan Obat IMS
9. Distribusi Kondom.
KEBIJAKAN PENGENDALIAN IMS

SASARAN
• Prevalensi GO pada populasi berisiko tinggi menurun hingga <
10%, dan pada populasi berisiko rendah hingga < 1%.
• Prevalensi Sifilis pada populasi berisiko tinggi menurun hingga <
1% dan pada populasi berisiko rendah hingga < 0.1%
• Eliminasi kasus Chancroid dan Sifilis Kongenital
• Tersedianya dan tersosialisasikannya kebijakan dan pedoman
yang terdiskusi hingga unit pelaksana terendah
• Terselenggaranya sistem surveilans IMS
PENGENDALIAN IMS-ISR

DINAMIKA INTERVENSI HASIL DAMPAK


PENULARAN

Skrining,
Pekerja Pengobatan Prevalensi
Seks & PPT IMS turun

Intervensi Peer Edukasi Penularan


pada target HIV
berkurang

Pelanggan
Promosi Penularan
Penggunaan IMS
kondom berkurang

Pasangan
Tetap
DELAPAN SINDROM KLINIS IMS YANG
SERING DIJUMPAI

1. Duh Tubuh Urethra (cairan yang keluar dari urethra, bukan urine
dan bukan darah)
2. Ulkus Genitalis
3. Bubo Inguinalis (pembesaran kelenjar getah bening di daerah
inguinal /selangkang
4. Pembengkakan Skrotum
5. Duh Tubuh Vagina (cairan yang keluar dari vagina, bukan darah)
6. Nyeri Perut Bagian Bawah
7. Konjungtivitis Neonatorum
8. Vegitasi pada Genitalia
Upaya Pengendalian IMS
Prinsip umum pengendalian IMS
adalah:
 Bertujuan untuk memutus rantai
penularan infeksi IMS dan
mencegah berkembangnya IMS dan
komplikasinya.
 Tujuan tersebut dapat dicapai bila
ada penyatuan semua sumber daya
dan dana untuk kegiatan
pengendalian IMS, termasuk HIV/
AIDS
Upaya tersebut meliputi:

1. Upaya promotif
a. Pendidikan seks yang tepat untuk
mengikis ketidaktahuan tentang
seksualitas dan IMS.
b. Meningkatkan pemahaman dan
pelaksanaan ajaran agama untuk
tidak berhubungan seks selain
pasangannya.
c. Menjaga keharmonisan hubungan
suami istri tidak menyeleweng untuk
meningkatkan ketahanan keluarga
2. Upaya preventif
a. Hindari hubungan seksual dengan
berganti-ganti pasangan atau dengan
pekerja seks komersial (WTS).
b. Bila merasa terkena IMS, hindari
melakukan hubungan seksual.
c. Bila tidak terhindarkan, untuk
mencegah penularan pergunakan
kondom.
d. Memberikan penyuluhan dan
pemeriksaan rutin pada kelompok risiko
tinggi.
e. Penyuluhan dan pemeriksaan terhadap
partner seksual penderita IMS.
3. Upaya kuratif
a. Peningkatan kemampuan diagnosis dan
pengobatan IMS yang tepat.
b. Membatasi komplikasi dengan
melakukan pengobatan dini dan efektif
baik simtomatik maupun asimtomatik.

4. Upaya rehabilitatif
a. Memberikan perlakuan yang wajar
terhadap penderita IMS, tidak
mengucilkannya, terutama oleh
keluarga dan partnernya, untuk
mendukung kesembuhannya.
3. Pielonefritis tanpa komplikasi
 Pengertian Pielonefritis adalah merupakan infeksi oleh bakteri pada
pelvis ginjal, tubulus dan jaringan interstisial dari salah satu atau kedua
ginjal ( Brunner dan Suddarth, 2002: 1436). Infeksi bakteri pada jaringan
ginjal yang di mulai dari saluran kemih bagian bawah terus naik ke ginjal.
Bakteri ini biasanya melalui anus atau vagina.Infeksi ini dapat mengenai
parenchym maupun pelvis renalis (pyelum= piala ginjal).

 Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul


secara hematogen atau retrograd aliran ureterik
(J. C. E. Underwood, 2002:668 )

 Ginjal menerima 20% - 25% curah jantung, bakteri jarang yang mencapai
ginjal melalui aliran darah; kasus penyebaran secara hematogen kurang
dari 3%.
 Pielonefritis dibagi menjadi 2 macam: AKUT dan KRONIK

 
 Pielonefritis umumnya disebabkan  Escherichia coli
(bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus
besar), mencapai vesica urinaria melalui urethra dan
naik ke ginjal.
 Bakteri ini penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah
sakit dan penyebab dari 50% infeksi ginjal di RS
 Infeksi biasanya berasal dari daerah kelamin yang naik
ke kandung kemih.
 Pielonefritis menunjukkan adanya infeksi bakteri pada
parenkim ginjal. Pielonefritis initermasuk dalam infeksi
saluran kemih bagain atas.
 Pielonefritis sering terjadi terutama wanita
muda.
 Pielonefritis sering sebagai akibat dari refluks
ureterivesikal, dimana katup uretevesikal yang
tidak kompeten meynyebabkan urine mengalir
balik (refluks) ke dalam ureter.
 Obstruksi traktus urinarius ( yang meningkatkan
kerentanan ginjal terhadap infeksi), tumor
kandung kemih, striktur, hiperplasia prostatik
benigna, dan batu urinarius merupakan
penyebab yang lain.
 Pielonefritis dapat akut dan kronis.
Faktor risiko untuk terjadinya Pielonefritis:
 kehamilan
 hubungan seksual
 riwayat infeksi saluran kemih
 penggunaan spermisida
 batu ginjal
 penggunaan kateter urin
 diabetes , dan pembedahan atau instrumentasi
saluran kemih.

Penyakit Pielonefritis adalah tidak menular .


Gejala Pielonefritis

• demam,
• panas dingin,
• sakit perut,
• mual,
• muntah ,
• nyeri buang air kecil ,
• sering buang air kecil .
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT PIELONEFRITIS
 Epidemiologi kejadian Pielonefritis (pyelonephritis), di dunia
mencapai 10,5 - 25,9 juta kasus setiap tahunnya dengan angka
mortalitas sebesar 7,4-20%.
 Kejadian pyelonephritis di dunia diperkirakan terjadi sebanyak 10,5
juta sampai 25,9 juta kasus setiap tahunnya di dunia. Di Amerika
Serikat didapatkan 459.000–1.138.000 kasus. Terdapat 1 dari 830
orang di Inggris mengalami pyelonephritis setiap tahunnya.
Perempuan didapatkan 6 kali lipat lebih sering mengalami infeksi
dibandingkan dengan laki-laki.
 Di Indonesia, pyelonephritis merupakan salah satu penyebab
penyakit ginjal kronik. Departemen Kesehatan RI tahun 2014
mendapatkan data jumlah penyakit infeksi saluran kemih secara
keseluruhan di Indonesia mencapai 90-100 kasus per 100.000
penduduk per tahun. Namun, data epidemiologi pyelonephritis di
Indonesia masih sangat terbatas.
Lanjutan
 Berdasarkan Indonesian Renal Registry, pyelonephritis kronik
merupakan salah satu penyebab penyakit ginjal kronis. Dari total
21.248 pasien yang mengalami penyakit ginjal kronis, 7%nya
disebabkan oleh pyelonephritis.
 Saluran kemih merupakan tempat yang relatif sering mengalami
infeksi pada bayi dan anak kecil.
 Infeksi saluran kemih (ISK) pada anak sering ditemukan &
merupakan penyebab kedua morbiditas penyakit infeksi pada anak,
sesudah infeksi saluran napas.
 Prevalensi pada anak wanita berkisar 3-5 % dan pada anak pria ±
1%.
 Infeksi oleh bakteri Gram negatif enterococcus merupakan
penyebab terbanyak, tetapi virus dan fungus
dapat juga ditemukan pada beberapa penderita. 
 Infeksi berulang sering terjadi pada penderita yang rentan, atau
terjadi karena adanya kelainan anatomik atau fungsional saluran
kemih yang menyebabkan adanya stasis urine atau refluk.
 Refluks vesicoureteral ini merupakan faktor risiko yang paling
penting dalam terjadinya pielonefritis pada anak-anak.
 Refluks vesico Refluks vesico urethral terditeksi sekitar 10 % - 45%
dari anak-anak yang memiliki gejala ISK.
 Sekitar 95 % kasus ISK pada anak-anak adalah akibat dari
penyebaran assendens. Oleh karena itu perlu pengenalan dini
dan pengobatan yang adekuat untuk mempertahankan fungsi
ginjal dan mencegah kerusakan yang lebih lanjut.
Pencegahan Pielonefritis
• Untuk mencegah infeksi ginjal, pastikan tidak pernah mengalami ISK
dengan memperhatikan cara membersihkan setelah BAK/BAB terutama
pada wanita.
• Senantiasa membersihkan dari depan ke belakang, jangan dari belakang
ke depan untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari faeses
sewaktu BAB agar tidak masuk melalui vagina dan menyerang urethra.
• Pada waktu pemasangan kateter harus diperhatikan kebersihan dan
kesterilan alat agar tidak terjadi infeksi
• Infeksi ginjal kadang-kadang dapat dicegah dengan sering mengubah
kateter kemih.
• praktik-praktik kebersihan yang baik (PHBS)
• Pemberian antibiotik pencegahan pada orang tertentu yang berisiko
tinggi .
• Jika diobati dini dan memadai , infeksi ginjal umumnya memiliki hasil
yang baik.
4. FIMOSIS DAN
PARAFIMOSIS
FIMOSIS
 Pengertian Fimosis adalah kondisi di
mana prepusium tak bisa ditarik
ke proksimal sampai korona glandis  
 Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru
lahir karena terdapat adhesi alamiah antara
prepusium dengan glans penis.
 Fimosis pada bayi terjadi sebab adanya adhesi
alamiah antara prepusium dan glans penis ,
sehingga fimosis harus segera diobati.
ETIOLOGI FIMOSIS (PHIMOSIS)

 Setelah lahir, ini berkaitan dengan


tkt higienitas alat kelamin yang
Fimosis yang didapat buruk.
(acquired)  Infeksi khronik glans penis dan kulit
preputium (balanoposthitis
khronik)

Penarikan berlebihan kulit preputium


(forceful retraction). Pada Fimosis
kongenital yang menyebabkan
terbentuknya jaringan ikat parut di
dekat preputium
 Fimosis pada bayi yang baru lahir biasanya terjadi karena
ruang diantara kulup dan penis tidak berkembang dengan
baik.
 Fimosis terjadi sebab lubang yang terdapat pada kulup
sempit, sehingga terjadi “ balloning ” yaitu preputium
menggelembung pada saat BAK sebab desakan pancaran
urine tidak diimbangi oleh besarnya lubang di ujung
prepusium. Akibatnya sisa-sisa urine akan mengendap
dalam prepusium.
 Kandungan glucose yang terdapat diurine merupakan
tempat perkembang biakan kuman yang dapat
menyebabkan infeksi saluran kencing.
 Hal ini menjadi faktor yang menyebabkan perlunya diambil
tindakan penyunatan (sirkumsisi ).
Umumnya Fimosis merupakan kelainan bawaan sejak lahir,
tetapi dapat juga disebabkan oleh:
• Terjadinya infeksi akibat kurang bersih
• Trauma akibat benturan.
• Infeksi balanitis (glans penis)
• Tidak adanya kemampuan kulup untu peregangan,
sehingga ruang di antara kulup dan alat kelamin tak
berkembang dengan baik
Fimosis dapat terjadi sebab taraf higienitas yang rendah
pada waktu BAK dan akhirnya terjadi penumpukan kotoran-
kotoran pada glans penis .
Kondisi ini akan mengakibatkan infeksi (balanitis) serta
jaringan parut sehingga kulup tak bisa ditarik ke belakang .
GEJALA FIMOSIS (PHIMOSIS)
1. Kesulitan untuk menarik kulup (preputium /
foreskin)
2. Ketidakmampuan untuk menarik kulup belakang
kepala (glans) penis.
3. Secara umum terasa nyeri atau ketidak nyamanan
pada saat BAK
4. Kemerahan pada kulup dan atau penis
5. Nyeri atau ketidaknyamanan selama aktivitas
seksual
Gejala-gejala Fimosis: (lanjutan)

6. Anak sering memegangi alat kelaminnya


7. Penis anak menggembung
8. Anak sering menderita demam
berkepanjangan tanpa diketahui sebabnya.
9. Air kencing anak tak bisa memancar keluar
dengan baik dan lancar.
Dampak Fimosis :
1. Anak merasakan nyeri saat berkemih.
2. Penumpukkan kotoran (smegma) di bawah kulup yang
bisa menyebabkan infeksi sekunder dan jaringan parut
3. Terjadi retensi urine.
4. Penarikan kulup secara paksa menyebabkan timbulnya
rasa nyeri dan parafimosis yaitu pembengkakan
pada glans penis .
5. Ballonitis yaitu pembengkakan atau radang pada ujung
kemaluan. 
6. Terjadinya infeksi pada saluran kencing kiri dan kanan
yang menimbulkan kerusakan ginjal.
7. Fimosis meningkatkan resiko terjadinya kanker
kelamin.
Epidemiologi Fimosis
 Dialami sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adhesi
alamiah antara prepusium dengan glans penis, seiring
bertambahnya usia adhesi tersebut mulai terpisah.
 Insiden/kejadian hanya sekitar 4% bayi yang seluruh kulit
preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis pada saat lahir,
namun mencapai 90% pada saat usia 3 tahun dan hanya 1-
1,5% laki-laki berusia 17 tahun yang masih mengalami fimosis
kongenital.
 Pada usia 3 tahun, 90% preputium sudah dapat di retraksi.
 Sedangkan sekitar 1-5% kasus terjadi sampai pada usia 16-18
tahun. Insiden Fimosis 8% pada usia 5-7 th.
 Fimosis dan parafimosis dapat terjadi pada laki-laki semua
usia, namun kejadiannya tersering pada masa bayi dan remaja
Epidemiologi Fimosis
Pencegahan Fimosis
 Fimosis dapat dicegah bila penyebabnya bukan kelainan
bawaan, dengan cara :
− selalu menjaga kebersihan setiap hari kepala penis
agar tidak ada kotoran yang mengumpul pada kepala
penis maupun sekitarnya utk mencegah infeksi
sehingga terhindar dari fimosis.
− Bersihkan dengan kapas lembut yang telah diberi baby
oil dengan mengusapnya lembut. Tarik secara
perlahan kepala penis ke bawah hingga tampak lubang
penis. Bersihkan lubang itu dengan
menggunakan cotton buds yang telah diberi baby oil .
 fimosis kelainan bawaan tak bisa dicegah namun bisa
diatasi dengan sunat.
DEFINISI PARAFIMOSIS:

 Condition in which the foreskin, once pulled back


behind the glans penis, can not be brought down to its
Orginal position, thus constituting one of the few
urologic emergencies encountered in general practice
(Jeffrey M Donohoe, 2014)

Kondisi di mana kulup, setelah ditarik di belakang


kepala penis, tidak dapat dibawa kembali ke posisinya
semula, sehingga merupakan salah satu dari beberapa
keadaan darurat urologi yang dihadapi dalam praktek
umum. (Jeffrey M Donohoe, 2014)
PARAFIMOSIS (PARAPHIMOSIS)
Definisi :

 Parafimosis adalah suatu keadaan di mana prepusium penis yang


diretraksi sampai pada batas sulkus koronarius/di belakang sulkus
koronarius tidak dapat dikembalikan pada keadaan semula
sehingga menimbulkan jeratan penis di belakang sulkus
koronarius (Purnomo,2012).

 Paraphimosis adalah keadaan darurat urologi, di mana kulup


penis yang ditarik dari pria yang tidak disunat tidak dapat
dikembalikan ke posisi anatomi normalnya.

 Penting bagi dokter untuk segera mengenali kondisi ini, karena


dapat menyebabkan gangren dan amputasi pada glans penis.

 Intervensi urologis segera diindikasikan.


ETIOLOGI PARAFIMOSIS
1. Pada bayi yang baru lahir karena
ruang diantara kulup dan penis
tidak berkembang dengan baik,
maka Keadaan ini menyebabkan
preputium menjadi melekat pada
glans penis, sehingga sulit ditarik
kearah proximal.
2. Apabila stenosis atau retraksi tsb
ditarik dengan paksa melewati
glans penis, maka sirkulasi glans
dapat terganggu sehingga
menyebabkan kongesti,
pembengkakan, dan nyeri distal
penis biasa disebut parafimosis
ETIOLOGI PARAFIMOSIS (lanjutan)

3. Retraksi preputium
ini ke bagian
proksimal biasanya
dilakukan pada saat
bersenggama atau
masturbasi atau
dapat juga sehabis
pemasangan
kateter.
ETIOLOGI PARAFIMOSIS (lanjutan)

4. Paling sering,
parafimosis terjadi
setelah penarikan
kulup selama
pemeriksaan rinci
penis, pembersihan,
kateterisasi urethra
atau cytoscopy
ETIOLOGI PARAFIMOSIS (lanjutan)

5. Penyebab yang tidak biasa


dari parafimosis adalah
dari penderita sendiri,
seperti memasukkan
cincin kedalam penis.
6. Parafimosis sekunder
akibat ereksi juga telah
dilaporkan
PARAFIMOSIS
Jika preputium tidak dapat dikembalikan dengan
cepat ke tempatnya maka dapat menimbulkan
gangguan aliran balik vena superfisial sedangkan
aliran arteri tetap berjalan normal. Akibat hal ini
maka akan terjadi edema gland penis dan dirasakan
nyeri.

 Apabila dibiarkan maka bagian penis di sebelah distal


jeratan makin membengkak sehingga bisa
menimbulkan nekrosis/kematian jaringan penis
apabila dibiarkan
GEJALA PARAFIMOSIS

 Kulup sangat ketat (Extremely tight foreskin)


 Ketidakmampuan untuk menarik kulup belakang
glans penis
 Rasa sakit yang ekstrim atau ketidaknyamanan
 Kesulitan atau sakit saat buang air kecil
 Kulup menjadi terjebak dan tidak akan kembali ke
posisi semula
 Pembengkakan (edema) dari kulup atau penis
FAKTOR RISIKO PARAFIMOSIS:

 Parafimosis termasuk kondisi yang jarang terjadi.


Seorang pria lebih mudah mengalami parafimosis bila
memiliki sejumlah faktor risiko berikut:
 Masih anak-anak atau sudah lanjut usia
 Memiliki kebiasaan menarik kulup penis
 Mengalami cedera di sekitar alat kelamin
 Menderita infeksi pada penis
 Menindik penis
Epidemiologi Parafimosis

 Sering pada bayi dan ramaja, baik yang belum


sirkumsisi atau yang sudah sirkumsisi dengan hasil
yang kurang baik
 Paraphimosis relatif jarang dan kurang umum terjadi
dibandingkan dengan phimosis.
 Paraphimosis hampir selalu kondisi iatrogenically
atau tidak sengaja .
 Paraphimosis terjadi lebih sering di rumah sakit dan
panti jompo dp di masyarakat swasta, di mana
individu yang terkena atau orang tua sering ditarik
preputium dan kemudian secara tidak sengaja
meninggalkan dalam posisi ditarik.
Epidemiologi Parafimosis (lanjutan)
 Parafimosis yang di diagnosis secara klinis ini, dapat
terjadi pada penis yang belum disunat (disirkumsisi)
atau telah disirkumsisi namun hasil sirkumsisinya
kurang baik.

 Parafimosis harus dianggap sebagai kondisi darurat


karena retraksi prepusium yang terlalu sempit di
belakang glans penis ke sulkus glandularis dapat
mengganggu perfusi permukaan prepusium distal
dari cincin konstriksi dan juga pada glans penis
dengan risiko terjadinya nekrosis.
Pencegahan Parafimosis

1. Dengan circumsisi (sunat),


2. Cara utama adalah menjaga kebersihan penis untuk
mencegah parafimosis.
3. Langkah-langkah sederhana yang bisa dilakukan
meliputi:
 Tidak menarik atau membuka kulup bayi
maupun balita.
 Menjaga kebersihan area kelamin dan penis
dengan rutin membasuh penis menggunakan air
hangat, atau membersihkan area penis dengan
menggunakan sabun yang berbahan lembut.
V. KESIMPULAN

1. Dengan memperhatikan epidemiologi


(determinan, distribusi dan frequensi) dari
beberapa penyakit yang tergolong penyakit
Uronefrologi yang berkaitan dengan Gaya
Hidup (life style), maka untuk melakukan
tindakan pencegahannya diperlukan
pembudayaan Gaya Hidup Sehat (PHBS)
kepada masyarakat, utamanya penyakit yang
etiologinya sudah diketahui dengan pasti.
KESIMPULAN (lanjutan)
2. Epidemiologi pencegahan pada penyakit sistim
Uronefrologi diharapkan dapat berperan dalam upaya
mencegah dan menanggulangi penyakit Uronefrologi
di masyarakat dan lingkungannya untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan,
diperlukan pelayanan kesehatan secara menyeluruh:
a. Pendekatan holistik dengan melaksanakan
pelayanan kesehatan untuk semua aspek kehidupan
pasien meliputi jasmani, mental dan sosial.
b. Melihat faktor lingkungan yang berpengaruh
terhadap penyakitnya, yaitu lingkungan keluarga,
lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
KESIMPULAN (lanjutan)
3. Beberapa cara untuk mencegah penyakit urogenitalia
lewat gaya hidup yang lebih sehat. 
a. Penuhi kebutuhan cairan dengan minum minimal 8
gelas per hari.
b. Hindari merokok dan minum alkohol.
c. Hindari hubungan seksual bebas dengan berganti-
ganti pasangan.
d. Penderita disarankan untuk tidak melakukan
hubungan seksual selama penyakit belum tuntas
diobati.
e. Jaga berat badan tetap sehat dan ideal.
f. Perkuat otot daerah panggul dengan senam Kegel.
KESIMPULAN (lanjutan)

f. Ajarkan anak buang air kecil sebelum tidur, jangan


biasakan menahan kencing.
g. Bersihkan vagina sehabis buang air kecil dari depan
ke belakang untuk para wanita.
 Penting untuk diingat bahwa yang bisa mencegah
adanya penyakit Anda adalah diri sendiri.
 Jadwalkan pemeriksaan rutin dengan dokter Anda dan
pastikan untuk selalu melaporkan setiap gejala atau
masalah pada tubuh Anda.
KEPUSTAKAAN
1. Permenkes R.I. No.5 Tahun 2014, Tentang Panduan Praktik
Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
2. Keputusan Menteri Kesehatan R.I. Nomor
HK.02.02/Menkes/514/2015, Tentang Panduan Praktik Klinis
Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama.
3. Konsil Kedokteran Indonesia 2019, Standar Nasional
Pendidikan Profesi Dokter Indonesia
4. Panduan Praktek Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
di Indonesia, Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
Indonesia (PERDOSKI),Tahun 2017, ISBN : 978-602-98468-9-8
5. Purnomo, Basuki B. 2008. Dasar-Dasar Urologi. SMF/Lab Ilmu
Bedah RSU Dr. Saiful Anwar Fakultas Kedokteran Univ.
Brawijaya Malang.
6. RSU Dr. Saiful Anwar/ Fakultas Kedoktean Universitas Brawijaya
Malang 2010, Pedoman Diagnosis & Terpi SMF Urologi
Laboratorium Ilmu Bedah.
7. dr. Athieqah Asy Syahidah, Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih,
https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/infeksi-
saluran-kemih
8. dr. Gisheila Ruth Anggitha, Epidemiologi Pyelonephritis,
https://www.alomedika.com/penyakit/nefrologi/pyelonephritis/
epidemiologi.
9. Lena Setianingsih,Definisi dan Etiologi Paraphimosis,
https://www.slideshare.net/lenawahyu/definisi-dan-etiologi-
paraphimosis, Published on Nov 23, 2014
10. Tinjauan Pustaka, Fimosis dan Parafimosis,
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/151/jtptunimus-gdl-
isniayusro-7506-2-14.b
11. dr. Merry Dame Cristy Pane, Penyakit Parafimosis, Gejala,
Penyebab dan Mengobati,
https://www.alodokter.com/parafimosis, 31 Januari 2020
12. R. Beaglehole, R.Bonita, T. Kjellstrom, Dasar-Dasar
Epidemilogi Buku I, II dan III, WHO Geneva 1993,Proyek
Kesehatan Lingkungan.UNDP INS/91/019.
13. Noor Nasry Nur, Epidemiologi, Penerbit Lembaga Penerbitan
Universitas Hasanuddin (Lephas), 2002.
14. Bustan, M.N. 1997. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular.
Jakarta: Rineka Cipta.
15. Bustan, M.N, Pengantar Epidemiologi, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang 1999.

Anda mungkin juga menyukai