Anda di halaman 1dari 38

TANAMAN OBAT YANG BERKHASIAT

SEBAGAI OBAT KELENJAR KEMIH

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Fitoterapi Terapan


pada Program Profesi Apoteker

Anggota:
Nadia Wirvani 260112180037
Aisyah Nadila Putri 260112180043
George Ilham Habibi 260112180063
Dwiki Dewanta 260112180077
Ai Siti Rika Fauziah 260112180097

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2018
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................................................1
1.1. Latar Belakang......................................................................................................................1
1.2. Tujuan...................................................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................................3
2.1 Definisi Infeksi Saluran Kemih (ISK)...................................................................................3
2.2 Penyebab ISK.........................................................................................................................3
2.3 Gejala.....................................................................................................................................4
2.4 Manajemen Terapi.................................................................................................................4
BAB 3 TANAMAN HERBAL UNTUK PENGOBATAN KELENJAR KEMIH.........................6
3.1 BEARBERRY........................................................................................................................6
3.2 BUCHU..................................................................................................................................8
3.3 MENGKUDU........................................................................................................................9
3.4 CRANBERRY.....................................................................................................................11
3.5 BAWANG PUTIH...............................................................................................................15
3.6 CENGKEH...........................................................................................................................18
3.7 KUMIS KUCING (Orthosiphon stamineus).......................................................................20
3.8 DANDELION......................................................................................................................22
3.9 PETERSELI.........................................................................................................................23
3.10 ECHINACAE UNGU........................................................................................................25
Bab 4 PENUTUP...........................................................................................................................27
4.1 Simpulan..............................................................................................................................27
4.2 Saran.....................................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................28
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain cenderung
meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature (kembali ke alam) obat tradisional
(obat herbal) banyak digunakan oleh masyarakat menengah ke bawah terutama dalam
upaya pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan kesehatan, serta peningkatan
kesehatan. Di samping pengobatan konvensional, pengobatan herbal ini menjadi pilihan
masyarakat karena pandangan masyarakat atas resiko serta efek samping yang rendah
dan dianggap lebih aman dibandingkan dengan obat konvensional. National Institute of
Health di Amerika Serikat menggolongkan pemakaian obat herbal ke dalam
complementary and alternative medicine (CAM) atau pengobatan komplementer dan
alternatif. Pengobatan komplementer didefinisikan sebagai pengobatan yang
melengkapi pengobatan konvensional, sementara pengobatan alternatif didefinisikan
sebagai pengobatan yang menggantikan pengobatan konvensional (Radji, et al. 2010).

Di Indonesia, dengan kekayaan alam yang sangat melimpah membuat bahan


alam menjadi barang yang penting dalam berbagai proses pengobatan pada masyarakat.
Mayoritas penduduk pedesaan kesulitan atau bahkan tidak memiliki akses untuk bisa
mendapatkan pengobatan kesehatan modern sehingga masyarakat masih lebih sering
menggunakan tanaman obat dalam upaya pencegahan maupun pengobatan dikarenakan
tanaman obat lebih murah, lebih mudah dijumpai dan digunakan oleh sebagian
masyarakat (Muharni et.al, 2017). Dari total sekitar 40.000 jenis tumbuh-tumbuhan obat
yang telah dikenal di dunia, 30.000-nya disinyalir berada di Indonesia. Jumlah tersebut
mewakili 90% dari tanaman obat yang terdapat di wilayah Asia. Dari jumlah tersebut,
25% diantaranya atau sekitar 7.500 jenis sudah diketahui memiliki khasiat herbal atau
tanaman obat. Namun hanya 1.200 jenis tanaman yang sudah dimanfaatkan untuk bahan
baku obat-obatan herbal atau jamu (PT. Sido Muncul, 2015).
Untuk mendapatkan tanaman obat menjadi berdaya saing tinggi dan
meningkatkan nilai dari tanaman obat maka tanaman obat harus dilakukan uji preklinik
dan uji klinik. Dari makalah yang dibuat ini diharapkan dapat menjelaskan

1
penggolongan tanaman obat berdasarkan khasiatnya terutama sebagai adaptogen. Serta
dapat memaparkan jenis dan macam simplisia kandungan kimia tanaman obat, dosis,
efek samping, data praklinik, klinik, dosis, dan efek samping obat.

1.2. Tujuan
Diharapkan apoteker mampu untuk menjelaskan penggolongan obat tradisional
berdasarkan khasiat dalam hal ini obat tradisional yang mempunyai kandungan senyawa
zat aktif yang berkhasiat sebagai adaptogen dalam hal jenis dan macam simplisia,
kandungan kimia, dosis, efek samping, data praklinik, data klinik berdasarkan evidence
base.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Infeksi Saluran Kemih (ISK)


Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi yang terjadi pada sistem saluran
kemih, mulai dari meatus uretra sampai ke ginjal. Susunan anatominya meliputi uretra,
kandung kemih, ureter, pelvis renalis, dan perenkim ginjal. Organ lain yang dapat
memberikan manifestasi buruk adalah prostat, epididimis dan juga fasia perirenal
(Gallaghar dan Hemphill, 2005).

ISK merupakan penyakit dengan kondisi dimana terdapat mikroorganisme


dalam urin yang jumlahnya sangat banyak dan mampu menimbulkan infeksi pada
saluran kemih (Dipiro et al., 2015). ISK dapat menginfeksi semua umur dari mulai bayi,
remaja, dewasa, perempuan, ibu hamil dan orang tua. Menurut penelitian, untuk kasus
ISK, perempuan mempunyai resiko dua kali lebih besar dibandingkan laki-laki (Mody
dan Juthani, 2014). Hal ini dikarenakan perempuan mempunyai uretra yang lebih
pendek dibandingkan dengan laki-laki. Uretra merupakan saluran masuk dari bakteri
(Vasudevan, 2014).

3
2.2 Penyebab ISK
Penyebab ISK yang paling umum (sekitar 80%) adalah Escherichia coli, bakteri
yang biasanya menetap di kolon. Beberapa bakteri lain yang daoat menyebabkan ISK
adalah Klebsiella, Pseudomonas, Enterobacter, Proteus, Staphylococcus, Mycoplasma,
Chlamydia, Serratia dan Neisseria spp. Sebagai tambahan, fungi (Candida dan
Cryptococcus spp) dan beberapa parasit (Trichomonas, Schistosoma) (Geetha et al.,
2011).

2.3 Gejala
Penderita ISK kadangkala tidak merasakan gejala (asimptomatis), tetapi ada juga
yang mengalami beberapa keluhan diantaranya (Mody dan Juthani, 2014):

 Bayi terkadang tidak mengalami keluhan kecuali demam, meskipun pada anak-
anak mempunyai rasa nyeri dan rasa terbakar selama urinasi, nyeri di bagian
kandung kemih dan mengalami urinasi lebih sering.
 Sistitis atau ISK bawah: dysuria (nyeri saat urinasi), polyuria (meningkatnya
frekuensi urin), rasa terbakar saat urinasi, urgensi saat urinasi, hematuria
(terdapat darah dalam urin), nyeri abdomen bagian bawah.

ISK dapat dicegah dengan beberapa cara sebagai berikut (Chan dan Gottlieb,
2014):

 Menjaga higenitas. Untuk perempuan, membersihkan area kewanitaan dari


depan ke belakang untuk mengurangi kemungkinan masuknya bakteri ke dalam
uretra;
 Minum air cukup, minimal 2 liter air perhari yang dapat membantu
mengeluarkan toksin dari dalam tubuh termasuk bakteri dan memperpendek
durasi bakteri tinggal di dalam sistem saluran kemih;
 Terapi estrogen topical vaginal pada wanita posmenopause dan agen alkali dapat
mengurangi gejala dan bisa juga sebagai upaya pencegahan;
 Penggunaan spray, losion atau douching vaginal harus dihindari untuk
mencegah perubahan dari flora normal vagina dan peningkatan resiko ISK;

4
2.4 Manajemen Terapi
Prinsip manajemen terapi dalam ISK yaitu (American Urological Association,
2009):

 Tujuan dari terapi adalah menyembuhkan infeksi akut untuk mencegah sepsis
dan cegah kerusakan ginjal.
 Terapi didasarkan pada tipe dari bakteri yang menginfeksi, tingkat keparahan
dari penyakit, ada atau tidaknya komorbiditas dan factor predisposisi lainnya.
 Infeksi yang tidak komplikasi harus selalu ditangani dengan antibiotic untuk
menurunkan durasi dan keparahan gejala. Antibiotik yang biasa digunakan untuk
ISK tidak komplikasi adalah trimetroprim, sulfametoksazol, ampisilin dan
sefalosforin.
 Penting untuk mengkaji antibiotic yang cocok serta mengulang pengujian urin
secara mikroskopis, kultur dan tes kerentanan setelah terapi untuk memastikan
sudah tidak ada organisme.
 Infeksi ISK atas seperti pyelonephritis memerlukan terapi yang segera. Dirujuk
ke rumah sakit, diberi antibiotik secara iv selama prosedur pembedahan untuk
mengurangi kerusakan. Terapi umum dilanjutkan sampai hari ke 14.

5
BAB 3
TANAMAN HERBAL UNTUK PENGOBATAN KELENJAR KEMIH

3.1 BEARBERRY

Tanaman Bearberry (USDA, 2002)

A. Taksonomi

Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnolipsida
Ordo : Ericales
Famili : Ericaaceae

6
Spesies : Arctostaphylos
Spesies : Arctostaphylos uva-ursi
B. Morfologi
Uva ursi (juga dikenal sebagai bearberry atau kinnickinick), berasal dari
Amerika Utara. Tunas bearberry menyerupai tanaman merambat, ditutup rapat
dengan daun bulat kecil. Tunas semak bearberry menyebar dengan bebas
sepanjangpermukaan. Mereka menyerupai tanaman merambat, ditutup rapat
dengan daun berbentuk bulat kecil.
C. Kandungan
Daunnya mengandung glikosida fenolik (juga dikenal sebagai arbutin),
yang dipecah dalam usus menjadi bentuk glukosa dan hydroquinone, aglikon
arbutosida.
D. Efek Farmakologi
Hydroquinone diserap dan dikonjugasikan ke dalam hati membentuk
asam glukuronat. Kompleks hydroquinone-glucuronide kemudian diekskresikan
ke dalam urin. Dalam urin alkali (pH 8 dan di atas), kompleks tersebut
berdisosiasi secara spontan, melepaskan hydroquinone bebas, yang memiliki
aktivitas antimikroba.
E. Uji klinis
Uva ursi telah disetujui oleh komisi E Jerman sebagai obat infeksi
saluran kemih. Beberapa uji klinis double blind, control placebo, uji klinis
random memperlihatkan bearberry dengan kombinasi dengan dandelion
(Taxanum officinale) dapat mengurangi cystitis pada wanita.
F. Dosis
Bentuk infusion (2,5 g herbal yang dikeringkan didalam 150 ml air
mendidih, dibiarkan selama 15 menit) Untuk penggobatan 3 g (400-700 mg
arbutin), digunakan tidak lebih dari 1 minggu ( dan tidak lebih dari 5 x dalam
setahun, akibat dari toksiknya hidroquinon).
G. Efek Samping
Terdapat risiko yang sangat rendah pada penggunaan bearberry dengan
jangka pendek. Karena adanya tannin, obat dapat menyebabkan mual dan
muntah pada individu yang lambungnya sensitive. Menurut komisi E Jerman,

7
bearberry memiliki kontraindikasi pada kehamilan dan menyusui dan untuk
anak dibawah usia 12 tahun.

(Supriyatna, dkk, 2015)

8
3.2 BUCHU

Tanaman Buchu (Supriyatna, dkk, 2015)

A. Taksonomi

Kingdom : Plantae 
Division : Magnoliophyta 
Class : Magnoliopsida 
Order : Sapindales
Family : Rutaceae 
Genus : Agathosma Willd.
Species : Agathosma betulina (Bergius) Pill.
B. Morfologi
Buchu terdiri atas daun kering Barosma betulina (Berg.) (Buchu
pendek). Semua tanaman ini bentuknya semak-semak kecil yang tersebar pada
dataran tinggi di sekitar Cape Town di Afrika Selatan.
C. Kandungan
Daunnya mengandung flavonoid (diosmin), mucilage dan minyak esensial)

9
D. Efek Farmakologi
Terdapat beberapa studi yang menunjukkan beberapa aktivitas dalam
ekstrak alkohol dari buchu terhadap mikroflora khas dari infeksi saluran kemih
E. Uji klinis
Studi in vitro menunjukkan Buchu memiliki aktivitas diuretic yang
ringan dan secara tradisional digunakan untuk meningkatkan diuresis pada
gangguan kemih ringan.
F. Dosis
Dosis yang direkomendasikan untuk Infeksi Saluran Kemih yaitu 3-6
gram daun buchu sehari.
G. Efek Samping
Buchu adalah obat herbal yang aman, namun kadang-kadang dapat
menyebabkan iritasi gastrointestinal jika diminum pada saat perut kosong.
Seperti beberapa diuretic herbal lainnya, buchu dapat menyebabkan
hipokalemia, yang dapat dihindari dengan mengonsumsi makanan kaya kalium.
Buchu terbukti kontraindikasi pada masa kehamilan karena adanya molekul
pulegone sebagai iritan.

(Supriyatna, dkk, 2015)

3.3 MENGKUDU

Tanaman Mengkudu (USDA, 2003)

10
A. Taksonomi

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledone
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Morinda
Spesies : Morinda citrifolia L.
B. Morfologi
Tumbuhan ini berbentuk pohon dengan tinggi 4-8 cm. Batang berkayu,
bulat, kulit kasar, percabangan monopoidal. Daun tunggal, bulat telur, ujung dan
pangkal runcing. Panjang 10-40 cm. Bunga majemuk, bentuk bongkol,
bertangkai, benang sari 5. Buah bongkol, permukaan tidak teratur, berdaging,
panjang 5-10 cm, hijau kekuningan (Syamsul hidayat dan Hutapea, 1991).
C. Kandungan
Buah mengkudu mengandung skopoletin, rutin, polisakarida, asam
askorbat, β-karoten, 1-arginin, proxironin, dan proxeroninase, iridoid,
asperolusid, iridoid antrakinon, asam lemak, kalsium, vitamin B, asam amino,
glikosida, dan juga glukosa (Sjabana dan Bahalwan, 2002; Wijayakusuma dan
Dalimartha, 1995). Selain itu juga dikandung senyawa-senyawa seperti,
morindon, rubiadin, dan flavonoid (Bangun dan Sarwono, 2002).
D. Efek Farmakologi
Manfaat buah mengkudu ini antara lain adalah mematikan kuman,
meningkatkan sistem pertahanan tubuh, melancarkan buang air besar,
melancarkan keluarnya air seni, pereda rasa sakit, mengatasi radang danalergi
dan mengatasi hipertensi (Utomo, dkk, 2006).
E. Uji klinis

11
Ada beberapa laporan kerusakan hati pada orang yang minum rebusan
mengkudu selama beberapa minggu. Namun, tidak diketahui secara pasti apakah
mengkudu adalah penyebabnya. (Webmd, 2018)

F. Dosis
Buah pace yang matang diperas dengan air dan disaring. Air perasan
ditambah madu/ gula jawa/sirup untuk diminum dua kali sehari. (Syarif, dkk,
2013)
G. Efek Samping
Mengkudu aman ketika dikonsumsi sebagai makanan. Namun, ada
kekhawatiran menggunakan mengkudu dalam jumlah banyak atau tujuan
pengobatan mungkin tidak aman. Rebusan mengkudu dapat menyebabkan
kerusakan hati pada beberapa orang. Mengkudu tidak disarankan digunakan
pada ibu hamil dan menyusui, pasien yang mengalami masalah ginjal,
hiperkalemia, dan penyakit hati. (Webmd, 2018)

3.4 CRANBERRY

Tanaman Cranberry

A. Taksonomi

Regnum : Plantae
Sub Regnum : Tracheabionta
Super Divisi : Spermatophyta

12
Kelas : Magnolipsida
Ordo : Ericales
Familia : Ericaceae
Genus : Vaccinium
Spesies : Vaccinium macrocarpon A.
B. Morfologi
Tumbuhan cranberry merupakan tumbuhan semak yang memiliki tinggi
4 meter dengan cabang batang yang tegak, menyebar, dan melengkung. Daun
tumbuhan cranberry berbentuk oval dengan ukuran 5-12 cm, dapat gugur, daun
bertekstur kasar dan bergerigi, dengan 1-6 kelenjar dekat apeks tangkai daun,
berubah warna menjadi kuning hingga keungguan di musim gugur. Bunganya
berwarna putih, berkelompok,dan berukuran 7-10 cm. Terdapat dua tipe bunga,
bunga yang terletak di luar cincin steril, mencolok, dengan corollas 1-2 cm dan
bunga batin yang jauh lebih kecil, subur, dan memiliki kepala sari kuning. Buah
cranberry berbentuk bulat, merah terang, dan berukuran 8-10 mm. Pada bulan
Juni atau Juli umumnya bunganya bermekaran kemudian diikuti dengan buah
berrynya (Shaheen et al ,2011).
C. Kandungan Kimia
Cranberry memiliki kandungan air sebanyak 88%, asam organik,
fruktosa, dan vitamin C yang tinggi (200 mg/kg buah berry). Selain kandungan
tersebut terdapat beberapa senyawa kimia di dalam tumbuhan ini seperti,
flavonoid, katekin, antosianida, dan triterpenoid. Kandungan kimia yang
bertanggung jawab atas rasa buah cranberry adalah glikosida iridoid.
Antosianidan dan proantosianida (PAC) adalah tannin yang hanya ditemukan
dalam tumbuhan Vaccinium dan berfungsi sebagai sistem pertahanan tubuh
tumbuhan terhadap mikroba. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya secara in vitro didapatkan hasil bahwa kandungan senyawa turunan
cranberry yaitu proantosianida dan polifenol lain dapat menghambat proses
adhesi bakteri E. coli ke sel epitel saluran kemih (Hisano et al , 2012).
D. Dosis
Berdasarkan penelitian Blumberg et al (2013) dosis jus cranberry yang
perlu dikonsumsi dapat mencegah ISK dan kekambuhannya adalah 300 mL per

13
hari. Ekstrak Cranberry dengan kandungan 36 mg PAC (Proanthocyanidin)
dapat dijadikan pilihan sebagai profilaksis Infeksi Saluran Kemih dan Infeksi
Saluran Kemih berulang sehingga dapat mengurangi kejadian resistensi
antibiotika (Abidin, 2017).
E. Efek Farmakologi
Tumbuhan cranberry digunakan oleh masyarakat Amerika sebagai
pengobatan tradisional untuk mengobati gangguan pada kantung kemih dan
ginjal. Terapi ini secara tradisional sering digunakan untuk mengobati Infeksi
Saluran Kemih (ISK) pada ibu hamil. Penggunaan obat herbal ini sering
digunakan pada ibu hamil karena efikasi dan keamanannya saat kehamilan dan
menyusui (Shaheen et al,2011).
Beberapa mekanisme aksi tumbuhan cranberry dalam mencegah ISK
telah diteliti, utamanya adalah adanya interfensi adhesi bakteri pada saluran
kemih. Respon antiadhesi ditemukan dalam urin setelah mengonsumsi cranberry
sehingga dapat mencegah P-fimbrial uropathogenic dari bakteri E.coli terhadap
sel pada saluran kemih. Ketika bakteri gagal adhesi ke dalam sel maka bakteri
tidak dapat berkembang biak dan menimbulkan infeksi. Pengurangan adhesi
bakteri ini dapat disebabkan adanya perubahan morfologi bakteri dan/atau secara
genetik berkurangnya eksperesi P-fimbrial (Blumberg et al, 2013).
F. Efek Samping
Ekstrak cranberry dan jus cranberry dalam pencegahan ISK hingga kini
dibilang aman dengan penggunaan yang sesuai. Akan tetapi, jika jus cranberry
jika dikonsumsi berlebihan dapat menyebabkan beberapa efek samping seperti
sakit dan diare ringan. Jika dikonsumsi hingga 1 L per hari dapat menyebabkan
terjadinya batu ginjal (WebMD, 2018).
G. Uji In vitro
Mikroorganisme yang digunakan adalah E. coli, Staphylococcus aureus,
Enterobacter. aerogenes dan Klebsiella pneumoniae berasal dari isolat klinis.
Isolat klinis diperoleh dari urin pasien ISK kemudian dikultur kembali di agar
darah dan McConkey agar. Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM)
diuji dengan menggunakan metode mikrodilusi dengan range konsentrasi dari 5-
0.0024 mg/mL. Kontrol pelarut dibuat juga untuk mengetahui bahwa pelarut

14
ekstrak tidak memberikan efek bias terhadap hasil penelitian. Hasil penelitian
Rahbar dan Diba (2010) menunjukan hasil bahwa ekstrak metanol buah
cranberry memiliki aktivitas antibakteri dengan hasil MIC pada E. aerogenes
dan S. aureus (0.391 mg/ml), E.coli (1.25 mg.mL), E. aerogenes (0.0195
mg.mL), dan K. pneumoniae (0.0098 mg/mL).
H. Uji Klinis
Penelitian uji klinis dilakukan pada wanita, dikarenakan wanita
merupakan subjek yang lebih berisiko dibandingkan dengan laki-laki. Studi
dilakukan berdasarkan suatu kasus pada wanita berusia 66 tahun mengidap
pyelonephritis kronis yang tidak diterapi dengan antibiotik. Subjek diberikan
180 mL jus cranberry dua kali sehari, ditemukan adanya perbaikan pada urin
berupa albuminuria dan pyuria dan infeksi hampir hilang setelah 9 bulan terapi.
Kemudian dilakukan uji klinis pada subjek wanita dengan riwayat ISK
kambuhan yang sedang melakukan terapi antibiotik diberikan kapsul cranberry
400 mg/hari selama 3 bulan kepada 19 pasien dan hasil yang didaptkan bahwa
adanya pengurangan pada kekambuhan ISK pasien. Pada uji klinis lainnya
dilakukan pada 150 wanita penderita ISK kambuhan dengan jus cranberry,
ekstrak cranberry dan placebo didapatkan hasil bahwa kejadian kekambuhan
penyakit berturut-turut sebagai berikut : 30 %, 39%, dan 72% (Blumberg et
al,2013). Berdasarkan penelitian Blumberg et al (2013) dosis jus cranberry yang
perlu dikonsumsi dapat mencegah ISK dan kekambuhannya adalah 300 mL per
hari.
I. Produk yang ada di pasaran
Ekstrak Cranberry dengan kandungan 36 mg PAC (Proanthocyanidin)
dapat dijadikan pilihan sebagai profilaksis Infeksi Saluran Kemih dan Infeksi
Saluran Kemih berulang sehingga dapat mengurangi kejadian resistensi
antibiotika. Produk yang telah beredar di Indonesia yang mengandung ekstrak
cranberry adalah Prive Uri-cran® Plus dengan komposisi Vaccinium
macrocarpon (ekstrak Cranberry) 375 mg dan lainnya dengan aturan pakai 1-2
sachet per hari.

15
3.5 BAWANG PUTIH

Tumbuhan Bawang Putih

A. Taksonomi
Regnum : Plantae
Sub Regnum : Tracheabionta
Super Divisi : Spermatophyta
Kelas : Magnolipsida
Ordo : Aspargales
Familia : Amaryllidaceae
Genus : Allium
Spesies : Allium Sativa L

(ITIS, 2018).

B. Morfologi
Bawang putih merupakan herba berumpun yang mempunyai ketinggian
sekitar 60 cm. Tanaman ini banyak terdapat di ladang daerah pegunungan. Daun
dari tumbuhan bawang putih berupa helai seperti pita yang memanjang ke atas,
jumlah daunnya dapat mencapai 10 buah, berbentuk pipih rata, dan runcing
dibagian atasnya. Batangnya merupajan batang semu dengan panjang hingga 30
cm, tersusun di pelepah daun, batang tipis tapi kuat. Akar tumbuhan ini terletak
di batang pokok atau bagian dasar umbi, merupakan akar serabut dan pendek.
Pada bagian bawah dekat dengan pusat batang pokok terdapat tunas, tunas

16
tersebut akang membentuk umbi. Umbi yang dihasilkan kecil-kecil yang biasa
disebut siung (Syamsiah dan Tajudin, 2003).
C. Kandungan Kimia
Secara klinis, bawang putih telah dievaluasi manfaatnya dalam berbagai
hal, termasuk sebagai pengobatan untuk hipertensi, hiperkolesterolemia,
diabetes, rheumatoid arthritis, demam atau sebagai obat pencegahan
atherosclerosis, dan juga sebagai penghambat tumbuhnya tumor. Banyak juga
terdapat publikasi yang menunjukan bahwa bawang putih memiliki potensi
farmakologis sebagai agen antibakteri, antihipertensi dan antitrombotik
(Majewski, 2014). Bawang putih memiliki setidaknya 33 komponen sulfur,
beberapa enzim, 17 asam amino dan banyak mineral, contohnya selenium.
Bawang putih memiliki komponen sulfur yang lebih tinggi dibandingkan dengan
spesies Allium lainnya. Komponen sulfur inilah yang memberikan bau khas dan
berbagai efek obat dari bawang putih (Londhe, 2011).
D. Efek Farmakologi
Bawang putih sudah lama dipercaya memiliki aktivitas antibakteri
dimana adanya kemampuan untuk menekan inflamasi dan memberikan
tambahan imun. Tumbuhan ini merupakan sumber yang baik untuk antioksidan
gluthathione dan tinggi mengandung senyawa sulfur allicin yang dapat
meningkatkan detoksifikasi. ISK kambuhan dapat diterapi menggunakan ekstrak
bawang putih. Penggunaan ekstrak bawang putih dapat menurunkan frekuensi
berkemih dan mengurangi rasa nyeri yang terjadi pada bagian yang terinfeksi
(Pulipati et al, 2017).
E. Efek Samping
Konsumsi bawang putih umumnya aman menurut beberapa penelitian
yang telah dilakukan selama 7 tahun ini. Pada saat dikonsumsi bawang putih
dapat menyebabkan bau mulut, sakit perut, mual muntah, dan diare. Bawang
putih juga dapat menyebabkan pendarahan karena efeknya sebagai antiplatelet
(WebMD, 2018).
F. Uji In vitro
KHTM dan KBM ekstrak bawang putih diuji dengan menggunakan
metode dilusi agar dengan larutan stok 200 mg/mL. Larutan stok diencerkan

17
menjadi 10,20,40,60,80, dan 100 mg/mL. Bakteri yang digunakan adalah E.coli,
Proteus,dan Klebsiella. Hasil penelitian Salman et al (2013) menunjukan hasil
KHTM E.coli sebesar 20 mg/mL dan KBM 40 mg/mL sedangkan Proteus,dan
Klebsiella nilai KHTM sebesar 40 mg/mL dan KBM sebesar 60 mg/mL.
G. Uji Klinis
Pengujian klinis dilakukan pada wanita dengan ISK kambuhan dimana
hasil kultur urin dengan hasil positif bakteri E.coli. Subjek merupakan pengidap
cytitis kronis dimana tidak terobati dengan penggunaan antibiotik. Subjek
diberikan tablet bawang putih dengan penggunaan 6 kali sehari pada malam hari.
Gejala pasien diamati setelah penggunaan obat selama beberapa minggu
didapatkan hasil bahwa frekuensi urinasi berkurang dan rasa nyeri berkurang
sebanyak 80% (Mansour et al., 2014).
H. Dosis
Penggunaan bawang putih sebagai pencegahan ISK tradisional yang
digunakan adalah 3 siung bawang putih mentah per hari (Syamsiah dan Tajudin,
2003). Selain dapat digunakan dengan menggunakan minyak zaitun satu sendok
teh dan satu sendok teh jus bawang putih kemudian dicampurkan ke dalam satu
gelas air putih diminum tiga kali sehari sebelum makan (Orey, 2003).
I. Produk di pasaran
Produk yang telah terdapat di pasaran adalah Kyolic yang berisi ekstrak
bawang putih 300 mg dan lainnya. Produk ini dapat berfungsi sebagai antifungi
Candida. Cara penggunaanya dua teblet dengan makanan dua kali sehari.

3.6 CENGKEH

18
Tanaman Cengkeh

A. Taksonomi

Regnum : Plantae
Sub Regnum : Tracheabionta
Super Divisi : Spermatophyta
Kelas : Magnolipsida
Ordo : Myrtales
Familia : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Spesies : Syzygium aromaticum L.
(ITIS, 2018).

B. Morfologi
Tumbuhan cengkeh merupakan jenis tumbuhan perdu dengan batang
pohon besar dan kayu keras. Tinggi tumbuhan ini dapat mencapai hingga 20-30
meter dengan cabang lebat. Tumbuhan cengkeh memiliki daun tunggal,
bertangkai, tebal, kaku, berbentuk oval, ujung runcing dengan tepi rata, tulang
daun menyirip, panjang daun 6-13,5 cm, lembar 2,5-5 cm, dan berwarna hijau
muda. Bunga dan buah cengkeh akan muncul pada ujung ranting daun dengan

19
tangkai pendek. Bunganya berwarna keunguan ketika masih muda kemudian
berubah menjadi kuning kehijauan dan pada saat tua berwarna merah muda.
Bunga cengkeh yang dikeringan akan berwarna cokelat kehitaman dengan rasa
pedas yang berasal dari minyak atsiri (Kardinan, 2003).
C. Kandungan Kimia
Secara klinis, bawang putih telah dievaluasi manfaatnya dalam berbagai
hal, termasuk sebagai pengobatan untuk hipertensi, hiperkolesterolemia,
diabetes, rheumatoid arthritis, demam atau sebagai obat pencegahan
atherosclerosis, dan juga sebagai penghambat tumbuhnya tumor. Banyak juga
terdapat publikasi yang menunjukan bahwa bawang putih memiliki potensi
farmakologis sebagai agen antibakteri, antihipertensi dan antitrombotik
(Majewski, 2014). Bawang putih memiliki setidaknya 33 komponen sulfur,
beberapa enzim, 17 asam amino dan banyak mineral, contohnya selenium.
Bawang putih memiliki komponen sulfur yang lebih tinggi dibandingkan dengan
spesies Allium lainnya. Komponen sulfur inilah yang memberikan bau khas dan
berbagai efek obat dari bawang putih (Londhe, 2011).
D. Efek Farmakologi
Tumbuhan ini memiliki kandungan minyak atsiri yang banyak sehingga
umum digunakan untuk pengobatan salah satunya pengobatan pada ISK.
Minyak cengkeh diketahui dengan baik bahwa merupakan minyak essensial
yang memiliki aktivitas antimikroba. Minyak cengkeh ini dapt digunakan
sebagau antifungi, antivirus, analgesik dan aktivitas peningkatan imun. Minyak
ini dapat digunakan sebagai tambahan pengobatan antibiotik dalam terapi infeksi
yang disebabkan oleh jamur dan ISK. Efek dari minyak ini dapat mengurangi
inflamasi yang disebabkan oleh infeksi (Pulipati et al , 2017).
E. Efek Samping Obat
Efek samping obat berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada uji
klinik didapatkan bahwa penggunaan minyak cengkeh yang berlebih dapat
menyebabakan iritasi pada kulit dan mukosa. Berdasarkan penelitian uji klinik
ditemukan bahwa penggunaan minyak cengkeh dapat menyebabkan alergi
(Langer, 2011).

20
F. Uji In vitro
Aktivitas antimikroba dari minyak cengkeh diuji dengan menggunakan
metode well diffusion dimana sampel bakteri digunakan berasal dari isolat klinis
pasien ISK. Berdasarkan penelitian Kumar et al (2012) didapatkan hasil zona
hambat dari minyak cengkeh terhadap bakteri penyebab ISK. Zona hambat yang
dihasilkan minyak cengkeh terhadap bakteri E.coli adalah sebesar 46 mm
dibandingkan dengan antibiotik norfloxacin 22 mm.

3.7 KUMIS KUCING (Orthosiphon stamineus)

Tanaman Kumis Kucing


A. Taksonomi Tumbuhan
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Tubiflorae
Famili : Lamiaceae
Genus : Orthosiphon
Spesies : Orthosiphon stamineus Benth

(Van Steenis, 1947).

B. Morfologi

21
Tanaman Orthosiphon stamineus memiliki tinggi mencapai dua meter
dengan daun yang berbentuk bulat telur lonjong atau belah ketupat. Orthosiphon
aristatus memiliki bunga berbentuk tandan yang keluar di ujung cabang dengan
mahkota berwarna putih atau ungu pucat yang memiliki panjang 13 – 27 mm.
Tanaman ini memiliki buah berwarna coklat gelap dengan panjang 1,75 – 2 mm
dan biji berbentuk bulat panjang dengan warna putih kehitaman yang akan
menjadi coklat kehitaman ketika matang (Mun’im dan Hannani, 2011).
C. Kandungan kimia
- Sinestesin (Anggraeni & Triantoro, 1992)
- Terpenoid dan fenol (Achmad et al., 2009)
- Asam betulinat dan asam rosmarinat (Hossain et al., 2006)

D. Efek farmakologi
- Infeksi saluran kemih (Muhlish, 2007).
- Hipertensi dan diabetes (Matsubara & Bohgaki, 1999)
- Antiinflamasi, anti kanker dan antialergi (Riswan & Sangat, 1991)
- Demam, gangguan menstruasi dan influenza (Akowuah et al., 2004).

E. Uji Klinis
Ekstrak O. stamineus menunjukan aktivitas antimikroba pada serotif c
dan d dari Streptococcus mutans (MIC = 7,8 – 23,4 mg/ml) (Chen et al., 1989).
Ekstrak methanol pada konsentrasi 50% mampu menghambat Bacillus subtilis,
Bacillus cereus, Staphylococcus aureus, Listeria monocytogenes, Escherichia
coli, Vibrio parahaemolyticus, Salmonella enteriditis, Salmonella typhimurium
dan Klebsiella pneumonia (Hossain et al., 2008).

F. Dosis
Karena belum diketahui dosis secara pasti untuk herbal daun kumis kucing,
maka untuk saat ini masih digunakan dosis secara empiris. Daun kumis kucing
biasanya dikombinasikan dengan herbal lain, yaitu sebagai berikut:
- 30 gram daun kumis kucing
- 30 gram meniran

22
- 30 gram akar alang-alang
- 3 gelas air (600 ml)
Semua bahan dicuci kemudian direbus sampai tersari 1 ½ gelas. Kemudian
dinginkan dan saring. Minum ramuan tiga kali sehari setengah gelas (Utami dan
Desty, 2013).
G. Efek Samping
Dimungkinkan dapat menurunkan tekanan darah (Cicero et al., 2012).

3.8 DANDELION

Tanaman Dandelion

A. Taksonomi

Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Taraxacum
Spesies : Taraxacum officinale Weber

B. Morfologi

Herba pendek, berbunga kuning dengan daun lebar mendatar dan tepinya
berlekuk-lekuk. Bunganya sebetulnya adalah sekumpulan bunga kecil yang
berkarang pada satu bongkol bunga, yang merupakan ciri khas suku Asteraceae
C. Kandungan Kimia

23
Sesquiterpene lactones (tannins), triterpenes (taraxasterol, γ-sitosterol,
taraxerol, taraxol), flavonoids (luteolin-7-Oglucoside), and inulin (2–40 %)
D. Efek Farmakologi
Dandelion mengandung bahan kimia yang dapat meningkatkan produksi
urin dan mengurangi pembengkakan (inflamasi), tannin yang terkandung dalam
akar dandelion dan herba memiliki tindakan cholagogue dan secretagogue

E. Uji Klinis
Kombinasi khusus dari ekstrak dandelion dan ekstrak daun dari ramuan
lain yang disebut uva ursi yang digunakan secara oral tampaknya membantu
mengurangi jumlah UTI pada wanita.
F. Dosis
Teh: Tambahkan 3–4 g (1 sendok makan) herba yang telah dicincang
halus ke 150 mL air, didihkan dan rebus selama 15 menit. Satu cangkir teh di
pagi dan malam hari
G. Efek Samping
Karena dandelion bertindak sebagai secretagogue, itu dapat
menyebabkan keluhan terkait dengan kenaikan asam lambung.

3.9 PETERSELI

Tanaman Peterseli

A. Taksonomi

24
Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Apiales
Famili : Apiaceae
Genus : Petroselinum
Spesies : Petroselinum crispum var. crispum (P. Mill.)
B. Morfologi
Peterseli mempunyai daun yang berwarna hijau cerah dan tanaman ini
dapat tumbuh di daerah beriklim subtropis maupun tropis. Sebagai tanaman
Biennial (tanaman berbunga yang membutuhkan waktu dua tahun untuk
menyelesaikan siklus hidup biologisnya), ketika tumbuh pada tahun pertama,
tanaman ini berbentuk roset dan akar tunggangnya digunakan sebagai cadangan
makanan di musim dingin.
C. Kandungan Kimia
0.05–0.12% minyak esensial (apiol, myristicin), furanocoumarins, and 0.2–1.3%
flavonoids (apiin).

D. Efek Farmakologi
Peterseli membantu merangsang nafsu makan, memperbaiki pencernaan,
meningkatkan produksi urin, mengurangi kejang, dan meningkatkan aliran
menstruasi. Stimulasi parenkim ginjal karena minyak esensial diasumsikan
terjadi.
E. Uji Klinis
Peterseli dengan dosis untuk pengobatan tidak dianjurkan selama
kehamilan karena meningkatkan pendarahan dan sering disalahgunakan untuk
aborsi
F. Dosis
Teh: Seduh 2 g dalam secangkir air matang selama 20 menit, 2-3 kali
sehari. - Dosis harian: 6 g herba

25
G. Efek Samping
Tidak ada bahaya kesehatan yang diketahui atau efek samping dalam
hubungannya dengan pemberian yang tepat dari dosis terapeutik tertentu dari
ramuan tersebut. Alergi adalah efek samping yang jarang terjadi.

3.10 ECHINACAE UNGU

Tanaman Echinacae Ungu


A. Taksonomi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Echinacea
Spesies : E. purpurea
B. Morfologi
Echinacea purpurea adalah herba abadi. Tergantung pada iklim, mekar
sepanjang musim semi hingga akhir musim panas. Kepala berbunga berbentuk
kerucut biasanya, tetapi tidak selalu berwarna ungu di alam liar. Bunga individu
(florets) di dalam kepala bunga adalah hermafrodit.
C. Kandungan Kimia
Polisakarida (dengan efek immunostimulatori), cichoric acid, dan
minyak esensial (0.08–0.32%).
D. Efek Farmakologi

26
Echinacea tampaknya mengaktifkan bahan kimia dalam tubuh yang
mengurangi inflamasi
E. Uji Klinis
Penelitian laboratorium menunjukkan bahwa echinacea dapat
menstimulasi sistem kekebalan tubuh

F. Dosis
Dosis harian: 6–9 mL jus; tidak boleh digunakan terus menerus selama
lebih dari 2 minggu
G. Efek Samping
Ruam kulit, gatal, pembengkakan wajah, kesulitan bernafas, pusing, dan
penurunan tekanan darah.

27
Bab 4
Simpulan dan Saran

4.1 Simpulan
Beberapa tanaman yang memiliki aktifitas sebagai obat infeksi saluran kemih
yaitu Echinacea Ungu (Echinacea purpurea L. Moench), Peterseli (Petroselinum
crispum Mill. Nymph.), Dendelion (Taraxacum officinale Weber), Kumis Kucing
(Orthosiphon stamineus), Cengkeh (Syzygium aromaticum L.), Bawang Putih (Allium
Sativa L.), Cranberry (Vaccinium Macrocarpon).

4.2 Saran

Perlu untuk dilakukan pencarian tanaman obat lain yang memiliki aktifitas
sebagai obat infeksi saluran kemih untuk lebih memperkaya informasi kesehatan
sebagai upaya promotif, preventif, dan kuratif terutama tanaman yang berasal dari
Indonesia.

28
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, B. 2017. Bahaya Infeksi Saluran Kemih Pada Wanita & Cara Alami
Mengatasinya.Tersedia online di
https://www.ikatanapotekerindonesia.net/uploads/rakernasdocs/material2017/20
170907/070917_boy_abidin_infeksi_saluran_kemih_combhipar.pdf [Diakses
pada tanggal 25 November 25, 2018]
Achmad, S.A., Hakim, E.H., Makmur, L., Syah, Y.M., Juliawati, L.A., dan Mujahidin,
D. 2009. Ilmu Kimia dan Kegunaan: Tumbuh-Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 1.
Bandung: ITB.

Akowuah, G.A., Zhari, I., Norhayati, I., Sadikum, A., dan Khamsah, S.M. 2004.
Sinestesin, Eupatorin, 3’hydroxy-5,6,7’,4’-tetramethoxyflavone and Rosmarinic
acid Contents and Antioxidative Effect of Orthosiphon Stamineus from Malaysia.
Food Chem. 87: 559 – 566.

American Urological Association. 2009. Diagnosis, Prevention, and Treatment of


Catheter-Associated Urinary Tract Infection in Adult: International Clinical
Practice Guidelines from the Infectious Disease Society of America.

Anggraeni dan Triantoro. 1992. Kandungan Utama Daun Kumis Kucing. Prosiding
Forum Komunikasi Ilmiah Hasil Penelitian Plasma Nutfah dan Budidaya
Tanaman Obat. Bogor. P: 165 – 169.

Bangun, A.P., dan Sarwono, B., 2002, Sehat dengan Ramuan Tradisional: Khasiat dan
Manfaat Mengkudu, Agromedia Pustaka, Jakarta.

Blumberg, J., Terri A.C., et al. 2013. Cranberries and Their Bioactive Constituents in
Human Health. American Society for Nutrition. Adv. Nutr. 4: 618–632.

29
Chan, L., dan Gottlieb, T. 2014. Assesment and Management of Lower Urinary Tract
Infection in Adults. 37 (1): 7 – 9.

Chen, C.P., Lin, C.C., Tsuneo, N. 1989. Screening of Taiwanese Crude Drugs for
Antimicrobial Activity Against Streptococcus mutans. J. Ethnopharmacol. 27 (3):
285 – 95.

Cicero AF, De Sando V, Izzo R, Vasta A, Trimarco A, Borghi C. 2012. Effect of a


combined nutraceutical containing Orthosiphon stamineus effect on blood pressure
and metabolic syndrome components in hypertensive dyslipidaemic patients: a
randomized clinical trial. Complement Ther Clin Pract.18(3):190 – 4. 

Dipiro, J.T., Wells, B. G., Scwinghammer, T.L., and Dipiro, C.V. 2015.
Pharmacotherapy Handbook 9th Ed. Inggris: McGraw-Hill Education Companies.

Gallaghar, S.A., dan Hemphill, R. R. 2005. Urinary Tract Infection: Epidemiology,


Detection and Evaluation.

Geetha, R.V., Anitha, R., dan Lakshmi, T. 2011. Nature’s Weapon Against Urinary
Tract Infections. International Kournal of Drug Development & Research. 3(3):
85 – 100.

Hisano, M., Homero B., Antonio C.N., dan Miguel S. 2012. Cranberries and Lower
Urinary Tract Infection Prevention. Clinics Sao Paulo. Vol. 67 (6) : 661-667.

Hossain MA, Ismail Z, Rahman A, Kang SC. 2008. Chemical composition and anti-
fungal properties of the essential oils and crude extracts of Orthosiphon stamineus
Benth, Industrial Crops and Products. 27(3):328-34

Hossain, M. A., Salehuddin, S.M., dan Ismail, Z. 2006. Rosmarinic Acid and Methyl
Rosmarinate from Orthosiphon stamineus Benth. J. Bangladesh Acd. Sci. 30 : 167
– 172.

ITIS. 2018. Allium sativa . Tersedia online di


https://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?
search_topic=TSN&search_value=42652#null [Diakses pada tanggal 15
November 2018].

30
ITIS. 2018. Syzygium aromaticum. Tersedia online di
https://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?
search_topic=TSN&search_value=506167#null [Diakses pada tanggal 15
November 2018].

ITIS. 2018. Vaccinium macrocrapon. Tersedia online di


https://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?
search_topic=TSN&search_value=23599#null [Diakses pada tanggal 15
November 2018].

Kardinan,A. 2003. Tanaman Pengusir dan Pembasmi Nyamuk Vol. I. Jakarta : Agro
Media Pustaka.

Kraft, Karin., Hobbs, Christopher. 2004. Pocket Guide to Herbal Medicine. New York :
Thieme.

Kumar, A., Neeraj J., Madan L., Manjeet S. 2012. Antibacterial activity of some
Medicinal Plants used against UTI causing Pathogens. Int. J. Drug Dev. & Res.
Vol. 4(2): 278-283
Langer, R. 2011. Asessment Report on Syzygium aromaticum. European Medicines.
Vol 16.

Londhe, V., Gavasane A., Nipate S., Bandawane D., Caudhari P. 2011. Role of Garlic
in Various Disease an Overview. J pharm Res opin.

Majewski, M. 2014. Allium sativum : Facts and Myths Regarding Human Health. J. Nat
Ins Public Health. Vol. 65 (1) : 1-8.

Mansour, A., Essa H., Samar S., Ralph I., dan Mohammad M. 2014. Efficient and Cost
Effective Alternative Treatment for Recurrent Urinary Tract Infectios and
Intestinal Cytitis in Women : Two Cases Report. Journal Hindawi Publishing
Corporation. Vol. 14 : 1-4.

Matsubara, T., Bohgaki, T. 1999. Antihypertensive actions of methylripariochromene A


from Orthosiphon stamineus, an Indonesian tradisional medicinal plant. Biol.
Pharm. Bull. 22( 10) : 1083-1088

31
Mody, L. dan Juthani-Mehta, M. 2014. Urinary Tract Infection in Older Women: A
Clinical Review. JAMA. 311(8): 844 – 54.

Muhlish, F. 2007. Tanaman Obat Keluarga. Jakarta: PT. Sero Agri Sehat.

Mun’im A., dan Hannani, E. 2011. Fitoterapi Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.

Orey,C. 2003. Khasiat Minyak Zaitun. Jakarta : Penerbit Hikmah


PT. Sido Muncul. 2015. Delivering The Vision - Laporan Tahunan PT. Sido Muncul,
Tbk Tahun 2015. Jakarta: PT. Sido Muncul.
Pulipati, S., Puttagunta S.B., M.L.Narasu., dan Nagiesty A. 2017. An Overview on
Urinary Tract Infections and Effective Natural Remedies. Journal of medicine
plant studies. Vol. 5(6) : 50-56.

Radji, M., Aldrat, H., Harahap, Y. dan Irawan, C., 2010. Penggunaan Obat Herbal pada
Pasien Kanker Serviks. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, VIII(1), pp. 33-39.
Rahbar M dan K. Diba. 2010. In vitro activity of cranberry extract against etiological
agents of urinary tract infections. African Journal of Pharmacy and
Pharmacology. Vol. 4(5) : 286-288
Riswan, S. & Sangat, H. M. 1991. Jamu as a Javanese traditional medicine in
Indonesia,The Bioresources-Diversity, Ethnobiology Development and
Sustainability International Centenary Conference, Sydney.

Salman, S.T., Areej A.H. 2013. In Vitro Determination of Antibacterial Properties of


Garlic Extract against Multidrug-Resistant bacteria Isolated from Women with
asymptomatic bacteriuria. Al-Kindy College of Medicine.
Shaheen, G., Irshan A., Arshad M., Naveed A., Khan U., Tahira S.,Ali S., Laila S., dan
M. Akram. 2011. Monograph of Vacciunium macrocarpon. Journal of Medicinal
Plants Research Vol. 5(22): 5340-5346.

Shibuya, H., Ohashi, K., Kitagawa, I. 1999. Search for Pharmacochemical Leads from
Tropical Rainforest Plants. Pure Appl Chem. 71: 1109 – 1113.

Sjabana, D. Dan Bahalwan, R.R., 2002, Seri Referensi Herbal : pesona Tradisional dan
Ilmiah Buah mengkudu (Morinda citrifolia, L). Salemba Medika, Jakarta.

32
Supriyatna, R. Maya Febriyanti, Dewanto, Indra Wijaya, Ferry Ferdiansyah. 2015.
Fitoterapi Sistem Organ : Pandangan Dunia Barat terhadap Obat Herbal Global.
Yogyakarta : Deepublish

Syamsiah, I.S dan Tajudin. 2003. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih. Jakarta :
Agromedia Pustaka.

Syamsiah, I.S.dan Tajudin. 2003. Khasiat & manfaat bawang putih: raja antibiotik
alam. Surabaya : Agromedia Pustaka
Syamsuhidayat, S.S and Hutapea, J.R, 1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia, edisi
kedua, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Syarif, Pudjiati, Suryotomo, Bambang, Soeprapto, Hayati. 2013. Diskripsi dan Manfaat
Tanaman Obat di Pedesaan Sebagai Upaya Pemberdayaan Apotik Hidup (Studi
Kasus di Kecamatan Wonokerto). Pena Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Utami, P., dan Desty, E.P. 2013. The Miracle of Herbs. Jakarta: AgroMedia Pustaka.

Utomo, Jemmi Setio, Rinto Sukoco, Adimas Galih, Siti Isrina Oktavia Salasia. 2006.
Peranan Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia) Terhadap Aktivitas Fagositosis
Leukosit Polimorfonuklear Tikus (Rattus Noroegicus) Yang Diberi Diet Lemak
Tinggi. Jurnal Peternakan. Vol 3(2) : 23-28

Vasudevan, R. 2014. Urinary Tract Infection: An Overview


of the Infection and the Associated Risk Factors. Journal of Microbiology &
Experimentation. 1(2): 1–15.

WebMD. 2018. Cranberry. Tersedia online di


https://www.webmd.com/vitamins/ai/ingredientmono-958/cranberry [Diakses
pada tanggal 25 November 2018].
WebMD. 2018. Garlic . Tersedia online di
https://www.webmd.com/vitamins/ai/ingredientmono-300/garlic [Diakses pada
tanggal 25 November 2018].
Webmd. 2018. Noni : Uses, Side effects, and Dose. Available online at
https://www.webmd.com/vitamins/ai/ingredientmono-758/noni [Diakses tanggal
15 November 2018]

33
Webmd. 2018. Vitamins & Supplements. Availabel online at
https://www.webmd.com/vitamins/index [diakses pada 14 November 2018]

Pertanyaan terkait materi

1. Salah satu khasiat dari daun kumis kucing adalah sebagai diuretik. Berikut efek
samping yang mungkin terjadi dalam penggunaan herbal ini adalah...
A. Menurunkan tekanan darah
B. Hepatotoksik
C. Mual muntah
D. Sakit kepala
E. Hipoglikemia
2. Tanaman yang dapat menganggu pada kehamilan adalah...
A. Brotowali (Tinospora sp.)
B. Kencur (Kaempferia galanga)
C. Merica (Piperis sp.)
D. Kumis kucing (Orthosiphon)
E. Kunyit (Curcuma longa)
3. Kandungan zat aktif yang berperan dalam aktivitas antiinflamasi dari tumbuhan
dandelion adalah…
A. Tanin
B. Flavonoid
C. Antosianidan

34
D. Minyak atsiri
E. Furanokumarin
4. Dandelion dapat meningkatkan efek mengurangi infeksi saluran kemih jika
dikombinasikan dengan tumbuhan…
A. Echinacea
B. Uva ursi
C. Peterselli
D. Cranberry
E. Bearberry

5. Senyawa utama dari tumbuhan Bearberry yang berperan dalam pengobatan infeksi
saluran kemih adalah :
A. Skopoletin
B. Tannin
C. Arbutin
D. Saponin
E. Mangostin
6. Efek Farmakologi dari tumbuhan Morinda citrofolia dalam pengobatan ISK adalah :
A. Menghilangkan gatal, menurunkan demam, mengurangi kejang
B. Menurunkan kadar glukosa dalam tubuh
C. Adanya intervensi adhesi sel bakteri pada saluran kemih, memperbaiki
pencernaan
D. Meningkatkan sistem pertahanan tubuh, mematikan bakteri, melancarkan
keluarnya air seni
E. Mengurangi pembengkakan (inflamasi), menumbuhkan nafsu makan

7. Kandungan zat aktif yang bertanggung jawab sebagai aktivitas antibakteri pada
tumbuhan cranberry adalah…
A. Alkaloid
B. Proantocyanidine (PAC)
C. Kurkumin
D. Kuersetin
E. Tannin 

35
8. Mekanisme kerja aktivitas antibakteri dari PAC adalah
A. Menghambat adhesi sel e.coli ke epitel saluran kemih
B. Menghambat produksi protein pertumbuhan e.coli
C. Penghancuran dinding sel bakteri e.coli
D. Menghambat sintesa dinding sel bakteri
E. Menghambat sintesis DNA bakteri

9. Produk yang berisi ekstrak bawang putih yang telah terdapat di pasaran adalah..
A. Kyolic
B. Prive Uri-cran
C. Stonof
D. Sativam
E. Nodiar
10. Tanaman yang dapat mengobati penyakit saluran kemih, kecuali...
A. Bawang putih
B. Echinacae Ungu
C. Buchu
D. Peterseli
E. Kaktus

36

Anda mungkin juga menyukai