Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH SWAMEDIKASI

“DIARE”

1
Disusun Oleh: Apoteker Angkatan XLI

Apotek Bungsu Farma Subang

Anggi Windarwati 20344169


Debyjen Resni Titihalawa 20344174
Margerita Yosefina Bekamau 20344189

PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI


INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan
karunia dan rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Makalah tentang “
Swamedikasi Diare” dengan baik. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) untuk memperoleh gelar Apoteker pada

2
Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi, Institut Sains dan Teknologi
Nasional (ISTN), Jakarta.
Dalam penyusunan makalah ini penyusun dapat menyelesaikannya berkat
dukungan dari berbagai pihak. Penyusun menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu, saran dan kritik yang
bersifat membangun dan dapat memperbaiki makalah ini sangat kami harapkan.
Harapan dari penyusun semoga makalah ini dapat memberikan manfaat baik untuk
penyusun maupun pembaca khususnya di bidang kefarmasian.

Jakarta, Desember 2021

Penyusun

DAFTAR ISI
Kata Pengantar…….……………………………………………………… 2
Daftar Isi…………………………………………………………………… 3
BAB I PENDAHULUAN…..…………………………………………….... 4
1.1. Latar Belakang….……………………………………………………… 4
1.2. Rumusan Masalah.……………………………………………………. 5
3
1.3. Tujuan…..……………………………………………………………… 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…..……………………………………… 7
2.
2.1. Definisi Diare…..………………………………………………………. 7
2.2. Epidemiologi…………………………………………………………… 7
2.3. Anatomi Fisiologi Saluran Cerna……………………………………… 8
2.4. Etiologi……………………………………………………………….... 9
2.5. Pengelolaan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor………………….. 9
2.6. Pelayanan Farmasi Klinik.. …………………………………………… 10
2.7. Evaluasi Pelayanan Kefarmasian……………………………………... 12
2.8. Pencegahan……………………………………………………………. 13
2.9. Terapi………………………………………………………………….. 13
2.9.1. Terapi Non Farmakologi……………………………………….. 13
2.9.2. Terapi Farmakologi……………………………………………. 13
BAB III PEMBAHASAN KASUS……………………………………… 24
3.
3.1. Contoh Kasus…………………..……..……………………………… 24
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………… 26

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan kegiatan pemilihan atau
penggunaan obat baik itu obat modern, herbal, maupun obat tradisional oleh seorang
individu untuk mengtasi penyakit atau gejala penyakit (WHO, 1998). Saat ini
masyarakat banyak melakukan pengobatan sendiri (swamedikasi) dimana mereka
langsung datang mencari obat untuk mengatasi gejala penyakit yang dirasakan oleh
mereka.
Swamedikasi juga mempunyai beberapa resiko, seperti dapat terjadi kesalahan
dalam penilaian keseriusan keluhan-keluhan atau bahkan mungkin keluhan tersebut
tidak dikenali. Resiko lain adalah bahwa obat-obat bisa digunakan secara salah, terlalu
lama atau dalam takaran yang terlalu besar. Begitupula obat-obat alamiah seringkali
dianggap lebih baik dan lebih aman.Ini adalah suatu kesalahpahaman, karena juga obat
tradisional mengandung zat-zat aktif dengan khasiat keras yang dapat menimbulkan
efek-efek samping berbahaya.Masalah lainnya dalam swamedikasi adalah anggapan
bahwa obat bebas pasti aman.Guna mengatasi resiko-resiko tersebut, maka perlu untuk
dapat mengenali gangguan-gangguan tersebut.
Pada dasarnya, bila dilakukan secara rasional, swamedikasi memberikan
keuntungan besar bagi pemerintah dalam pemeliharaan kesehatan nasional (Depkes,
2008).Biaya sakit dapat ditekan dan dokter sebagai tenaga professional kesehatan lebih
berfokus pada kondisi kesehatan yang serius dan kritis. Namun bila tidak dilakukan
secara benar justru menimbulkan masalah baru yaitu tidak sembuhnya penyakit karena
adanya resistensi bakteri dan ketergantungan, munculnya penyakit baru karena efek
samping obat antara lain seperti pendarahan serta meningkatnya angka keracunan
(Galato dkk, 2009).
Selain itu, perlu diketahui bahwa penyakit-penyakit yang lebih serius tidak boleh
diobati sendiri melainkan harus dengan pertolongan dokter. Antara lain, gangguan
jantung dan pembuluh, kencing manis, penyakit-penyakit infeksi, gangguan-gangguan
jiwa dan kanker.Agar penggunaan obat tanpa resep berjalan aman dan efektif,
masyarakat harus melaksanakan beberapa fungsi yang biasanya dilakukan oleh dokter

4
saat mengobati pasien. Fungsi tersebut antara lain : mengenali gejala dengan akurat,
menentukan tujuan pengobatan, memilih obat yang akan digunakan (memilih obat
bebas/obat bebas terbatas yang tepat), membaca dengan teliti informasi pada kemasan;
indikasi, kontraindikasi, aturan pakai, efek samping obat, interaksi obat-obat, obat
makanan, keadaan/hal-hal yang harus diwaspadai selama mengonsumsi obat, ada
beberapa obat keras yang dapat diperoleh tanpa resep dokter yang penyerahannya
dilakukan oleh apoteker (OWA), mempertimbangkan riwayat pengobatan pasien,
penyakit penyerta dan kambuhan, monitor respon pengobatan, dan kemungkinan
terjadinya ADR (WHO, 2000).
Salah satu penyakit yang dapat di obati sendiri (swamedikasi) adalah
Diare.Dalam berbagai hasil Survei kesehatan Rumah Tangga diare menempati kisaran
urutan ke-2 dan ke-3 berbagai penyebab kematian bayi di Indonesia.Sebagian besar
diare akut disebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang terjadi karena infeksi seluran
cerna antara lain pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan
reabsorpsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan
elektrolit dan keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi sel epitel, penetrasi ke
lamina propria serta kerusakan mikrovili dapat menimbulkan keadaan maldiges dan
malabsorpsi.Bila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat
mengalami invasi sistemik.Mengingat bahwa penyakit diare masih merupakan salah
satu penyebab utama morbilitas dan mortalitas anak di negara berkembang, dan
penyebab penting kekurangan gizi.Rata-rata, anak-anak di bawah usia 3 tahun pada
negara-negara berkembang mengalami tiga episode diare setiap tahun.Pada tahun 2003
diperkirakan 1,87 juta anak-anak di bawah 5 tahun meninggal karena diare.Oleh karena
itu dalam makalah ini akan dibahas mengenai swamedikasi pencegahan dan
penanggulangan diare.

1.2. Rumusan Masalah


a. Apa definisi diare?
b. Bagaimana etiologi dan patofisiologi diare?
c. Apa manifestasi klinik?
d. Apa klasifikasi diare?
e. Bagaimana terapi pada diare?

5
f. Bagaimana penyelesaian kasus swamedikasi diare ?

1.3. Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi diare
b. Untuk mengetahui dan memahami etiologi dan patofisiologi diare
c. Untuk mengetahui manifestasi klinik
d. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi diare
e. Untuk mengetahui dan memahami terapi diare.
f. Untuk mengetahui cara penyelesaian kasus swamedikasi diare.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Diare adalah penyakit yang ditandai bertambahnya frekuensi defekasi lebih
dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair),
dengan atau tanpa darah atau lendir (Suraatmaja, 2007). Menurut WHO (2008),
diare didefinisikan sebagai berak cair tiga kali atau lebih dalam sehari semalam.
Berdasarkan waktu serangannya terbagi menjadi dua, yaitu diare akut (< 2 minggu)
dan diare kronik (≥ 2 minggu) (Widoyono, 2008).

2.2 Epidemiologi
Penyakit diare merupakan penyakit kedua terbanyak di seluruh dunia setelah
infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).Sampai saat ini diare juga merupakan
masalah global dan banyak terjangkit di Negara berkembang.Kejadian diare pada
balita dapat menyebabkan dehidrasi berat yang dapat menimbulkan gangguan
keseimbangan elektrolit dan Asam Basa di dalam tubuh.Komplikasi dari diare
dengan dehidrasi berat dapat menyebabkan asidosis metabolik,enchelopati,
hipotermi, hipernatremi, hipokalemi, dan hiperkalemi dan dapat berakibat fatal jika
tidak mendapatkan perawatan (Yusri, 2008).
Menurut data United Nation Children’s (UNICEF) dan World Health
Organization (WHO) tahun 2013 diare merupakan penyebab kematian nomor 2
pada balita. Sebanyak 1,7 miliar kasus diare terjadi setiap tahunnya dan
menyebabkan sekitar 760.000 anak meninggal dunia setiap tahunnya. Anak-anak di
bawah tiga tahun pengalaman berusia rata-rata tiga episode diare setiap tahun.Selain
menjadi masalah di negara berkembang, ternyata diare juga masih merupakan
masalah utama di negara maju. Di Eropa, lebih dari 160.000 anak-anak meninggal

7
sebelum berusia 5 tahun dan lebih dari 4% kasus kematian disebabkan oleh diare
(WHO, 2013).
Di negara Indonesia, diare merupakan masalah kesehatan masyarakat karena
morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan
oleh Subdit Diare Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat
kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 penyakit Diare 301/ 1000 penduduk,
tahun 2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000
penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk (Kemenkes RI, 2011).

2.3 Anatomi Fisiologi Saluran Cerna


Saluran gastrointestinal berawal di rongga mulut, dan berlanjut ke eosefagus,
lambung dan usus.Makanan disimpan sementara di lambung sampai disalurkan
keusus halus.Pencernaan dan penyerapan makanan terutama diusus halus.Dari usus
halus makanan disalurkan kedalam usus besar yang terdiri dari kolon dan
rektum.Sistem saluran pencenaan terdiri dari beberapa jaringan (untuk fungsi sekresi)
yang terletak paling dalam, lapisan jaringan sub mukosa, lapisan otot sirkular dan
longitudinal, dan suatu membran serosa yang terletak paling luar yang disebut
peritoneum. Lapisan-lapisan ini dihubungkan satu sama lain secara fisik dan melalui
hubungan-hubungan saraf.
Setelah melewati usus halus, penyerapan terus berlanjut di usus besar, terutama air
dan elektrolit. Sebagian besar penyerapan berlangsung di separuh atas kolon.Dari
sekitar 1000 ml kimus yang masuk keusus besar setiap hari hanya 100 ml cairan dan
hampir tidak ada elektrolit yang diekskresikan. Selain air yang membentuk 75% dari
feses , feses mengandung bakteri yang mati, sebagian lemak dan bahan makanan
yang kasar yang tidak dicerna, dan sejumlah kecil protein. Produk sampingan
bilirubin menetukan warna feses.
Proses elimasi atau defekasi, terjadi karena kontraksi peristaltik rektum. Kontraksi
ini dihasilkan sebagai respon terhadap perangsangan otot polos longitudinal dan
sirkuler oleh pleksus mienterikus. Pleksus mienterikus dirangsang oleh saraf
parasimpatis yang berjalan di segmen sacrum korda spinalis.Peregangan mekanis
terhadap rektum oleh tinja merupakan perangsangan peristaltik yang kuat. Sewaktu
gelembung peristaltik dimulai, sfingter anus internus, suatu otot polos, melemas

8
maka akan terjadi defeksi. Sfingter anus eksternus adalah suatu otot rangka sehingga
di bawah control kesadaran. Pada kenyataannya, relaksasi sfingter internus
menyebabkan kontraksi refleks sfingter eksternus pada semua individu kecuali bayi
dan sebagian orang yang mengalami transeksi korda spinalis.Hal ini secara efektif
menghentikan defekasi.Apabila refleks defeksi terjadi pada waktu yang tepat setelah
sfingter internus melemas, maka kontraksi refleks sfingter eksternus dapat secara
sadar dilawan dan defeksi akan berlangsung.

2.4 Etiologi
1. Faktor Infeksi
Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus, Clostridium
perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas
Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus
Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli,
Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis
Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas.
(Nelson, 2000)
2. Faktor makanan
Makanan yang menyebabkan diare adalah makanan yang tercemar, basi,
beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran), dan kurang matang. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Astuti, dkk (2011) .Perilaku yang merugikan
kesehatan salah satunya kurang memperhatikan kebersihan makanan seperti
pengelolaan makanan terhadap fasilitas pencucian, penyimpanan makanan,
penyimpanan bahan mentah dan perlindungan bahan makanan terhadap debu.
3. Faktor lingkungan
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Agus, dkk (2009) diare dapat
disebabkan dari faktor lingkungan diantaranya adalah kurang air bersih dengan
sanitasi yang jelek penyakit mudah menular, penggunaan sarana air yang sudah
tercemar, pembuangan tinja dan tidak mencuci tangan dengan bersih setelah
buang air besar, kondisi lingkungan sekitar yang kotor dan tidak terjaga
kebersihannya.

9
2.5 Patofisiologi
Patofisiologi diare terdiri dari :
1) Diare Osmotik
Diare osmotik terjadi akibat adanya makanan yang tidak dapat diserap. Makanan
yang tidak diserap ini akan menyebabkan tekanan osmotik di rongga usus
meningkat yang akan menarik air dan elektrolit ke dalam lumen usus, sehingga
air dan elektrolit terbuang bersama feses dan timbul diare.
2) Diare Sekretorik
Diare sekretorik terjadi akibat rangsangan tertentu, misalnya toksin pada dinding
usus yang akan merangsang peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam
rongga usus, sekresi air dan elektrolit ini menyebabkan air dan elektrolit
terbuang bersama feses dan timbul diare.
3) Gangguan Motilitas Usus
Gangguan motilitas usus dapat terjadi hipermotilitas maupun hipomotilitas.Pada
hipermotilitas makanan tidak dapat diserap dengan sempurna, dimana
penyerapan terhadap air dan elektrolit juga terganggu.Makanan yang tidak
diserap dengan sempurna ini juga dapat menyebabkan tekanan osmotik di
rongga usus meningkat.Peningkatan tekanan osmotik di rongga usus
menyebabkan penarikan cairan dan elektrolit ke dalam rongga usus tersebut.Hal
ini menyebabkan timbulnya diare (Silbernagl, 2006).
4) Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus
halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi
bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory
bowel disease (IBD) atau akibat radiasi.
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme.Pada infeksi bakteri
paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja, yaitu peningkatan sekresi usus dan
penurunan absorbsi di usus.Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan
mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare.Infeksi bakteri yang
invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses.Pada dasarnya
mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan
bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan

10
produksi enterotoksin atau sitotoksin.Satu bakteri dapat menggunakan satu atau
lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus.

2.6 Klasifikasi Diare


Terdapat beberapa pembagian diare :
1. Berdasarkan lamanya diare :
a. Diare Akut
Diare akut adalah diare yang terjadi selama 14 hari atau kurang.Gejala dan
tanda-tanda diare akut adalah konsistensi encer dan berair yang menyerang
secara mendadak, nyeri perut, keadaan mendesak ingin buang air besar, mual,
perut kembung, dan demam.Pasien dengan infeksi diare akut bisa terjadi
buang air besar berdarah dan nyeri perut.
b. Diare Kronik
Diare kronik adalah diare yang terjadi lebih dari 14 hari.Diare kronik
mempunyai tanda-tanda dan gejala yaitu gejala bisa hebat atau ringan,
penurunan berat badan dapat dilihat dan tubuh terasa lemas.Dehidrasi bisa
diketahui dari penurunan jumlah urin, membran mukus yang kering, cepat
haus, dan takikardi.
2. Berdasarkan penyebabnya diare :
a. Diare Spesifik
Diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, atau parasit.
b. Diare Non Spesifik
Diare yang disebabkan oleh malabsorbsi makanan, rangsangan oleh zat
makanan, gangguan saraf.
3. Berdasarkan konsistensi feses :
a. Watery form
Banyak terjadi ±90% dengan konsistensi feses seperti air cucian beras
dengan frekuensi <10 kali dan volumenya banyak.Disebabkan oleh bakteri
non invasif yang menyebabkan gangguan pada penyerapan air.Contohnya
yaitu Vibrio cholerae, Enterotoxigenic Eschericia coli (ETEC), Rotavirus
dan Norovirus.
b. Dysentery form

11
Persentase pasien yang menderita hanya 5-10% dengan konsistensi feses
mengandung darah dan berlendir dengan frekuensi >10 kali dan volumenya
sedikit.Disebabkan oleh bakteri invasif yang menyebabkan peradangan pada
mukosa usus.Contohnya Shigella, Salmonella, Campylobacter, Yersinia,
Enterohemorrhagic E.coli (EHEC), Clostridium difficile.
Berdasarkan penilaian derajat dehidrasi penderita diare terbagi atas :
Dehidrasi Ringan/
Penilaian Tanpa Dehidrasi Dehidrasi Berat
Sedang
Keadaan Umum Baik Gelisah, rewel Lesu, tak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air Mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut, lidah Basah Kering Sangat kering
Malas, tidak bisa
Rasa Haus Minum biasa Sangat haus
minum
Kembali sangat
Kekenyalan kulit Normal Kembali lambat
lambat
Terapi Rencana A Rencana B Rencana B

2.7 Manifestasi Klinis


1. Diare dikelompokan menjadi akut dan kronis. Umumnya episode diare akut
hilang dalam waktu 72 jam dari onset. Diare kronis melibatkan serangan yang
lebih sering selama 2-3 periode yang lebih panjang.
2. Penderita diare akut umumnya mengeluhkan onset yang tak terduga dari buang
air besar yang encer, gas-gas dalam perut, rasa tidak enak, dan nyeri perut.
Karakteristik penyakit usus halus adalah terjadinya intermittent periumbilical
atau nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram dan bunyi pada perut. Pada
diare kronis ditemukan adanya penyakit adanya penyakit sebelumnya,
penurunan berat badan dan nafsu makan.
3. Diare dapat disebabkan oleh beberapa senyawa termasuk antibiotic dan obat
lain. Selain itu penyalahgunaan pencahar untuk menurunkan berat badan juga
dapat menyebabkan diare.
4. Pada diare, pemeriksaan fisik abdomen dapat mendeteksi hiperperistaltik dengan
borborgymi (bunyi pada lambung). Pemeriksaan rektal dapat mendeteksi massa
atau kemungkinan fecal impaction, penyebab utama diare pada usia lanjut.

12
5. Pemeriksaan turgor kulit dan tingkat keberadaan saliva oral berguna dalam
memperkirakan status cairan tubuh. Jika terdapat hipotensi, takikardia, denyut
lemah, diduga terjadi dehidrasi. Adanya demam mengidentifikasikan adanya
infeksi.
6. Untuk diare yang tidak dapat dijelaskan, terutama pada situasi kronis dapat
dilakukan pemeriksaan parasite dan ova pada feses, darah, mukus dan lemak.
Selain itu juga dapat diperiksa osmolaritas feses, pH, dan elektrolit.
2.8 Pencegahan
Meningkatkan kebersihan dengan cara :
 Mencuci tangan dengan baik sebelum makan, mengolah makanan, dan setelah
buang air
 Menjaga kebersihan makanan dan minuman yang dikonsumsi (sayur dan buah
dicuci dengan baik dengan air mengalir)
 Masak makanan hingga matang dan hidangan disimpan tertutup untuk mencegah
tumbuhnya kuman
 Memperbanyak minum air putih. Gunakan air bersih untuk memasak, air minum
harus direbus terlebih dahulu
 Simpan secara terpisah makanan mentah dan yang matang, simpan sisa makanan
di dalam kulkas
 Buang air besar pada jamban dan menjaga kebersihan lingkungan.

2.9 Terapi
2.9.1 Terapi Non Farmakologi
Apabila seseorang terkena diare berarti jumlah cairan dalam tubuh yang
dapat diserap sangat sedikit.Hal ini menimbulkan kondisi kekurangan cairan atau
dehidrasi.Pertolongan pertama yang dapat dilakukan adalah mengganti cairan tubuh
yang hilang dengan minum bayak air dan oralit.
a) Terapi rehidrasi
Pelaksanaan terapi rehidrasi dapat dilakukan dengan pemberian cairan secara oral
maupunparenteral.Pemberian cairan secara oral dapat dilakukan untuk dehidrasi
ringan sampai sedang. Namun pada kasus diare dengan dehidrasi berat atau
pengeluaran air tinja >100 ml/kg/hari atau muntah hebat (severe vomiting)

13
dimana penderita tidak dapat minum sama sekali, atau kembung (violent
meteorism), maka dapat dilakukan terapi rehidrasi parenteral.
Adapun tujuan pemberian cairan adalah:
- Memperbaiki dinamika sirkulasi

- Mengganti defisit yang terjadi

- Perawatan untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit

- Terapi rehidrasi oral

Terapi rehidrasi oral (TRO) merupakan pemberian cairan melalui mulut untuk
mencegah atau mengobati dehidrasi yang disebabkan oleh diare.TRO
merupakan terapi yang efektif untuk mengobati gastroenteritis akut.

Cairan rehidrasi oral atau oral rehydration solution (ORS) merupakan cairan
yang biasa digunakan untuk TRO.

Tabel Komposisi ORS

Komposisi Mmol/L
Natrium 75
Klorida 65
Glukosa anhidrat 75
Kalium 20
Sitrat 10
Osmolaritas total 245

b) Terapi suplemen zink, multivitamin dan mineral


Untuk diare pada anak dibutuhkan zink sebanyak 20 mg per 14 hari.Suplemen
dengan zink sulfat 2 mg per hari selama 10 – 14 hari dapat mengurangi kemungkinan
diare selama 2 – 3 bulan.Hal ini direkomendasikan oleh WHO.Anak-anak yang
menderita diare harus menerima suplemen multivitamin dan mineral setiap hari
selama dua minggu. Menurut WHO tahun 2005, multivitamin yang dapat diberikan
untuk anak di atas 1 tahun antara lain:
Folat 50 μg
Zink 20 μg
Vitamin A 400 μg
Tembaga 1 mg
Magnesium 80 mg

14
c) Diet makanan
Pengaturan makanan merupakan terapi nutrisi untuk meningkatkan daya tahan tubuh
dan menghidari menurunnya berat badan, sehingga terapi ini harus rutin dilakukan.
Makanan sebaiknya diberikan sesudah 4 jam pemberian cairan rehidrasi oral atau
sesudah disuntikkan cairan rehidrasi intravena.
Makanan yang dapat diberikan ketika menderita diare biasanya adalah makanan yang
lunak, seperti pisang, kentang rebus, wortel rebus,biskuit, makanan yang tidak
berlemak, makanan tidak pedas, makanan tidak tinggi gula.Beberapa minuman yang
harus dihindari antara lain minuman dengan kafein (kopi), teh, alkohol,dan soda
karena dapat memperberat kondisi diare.Hindari makanan berserat.
Pada bayi ASI boleh tetap diberikan tetapi untuk susu formula harus dibuat lebih
encer sampai dua kali lipat.

2.9.2 Terapi farmakologi


Pada terapi farmakologi, obat yang direkomendasikan untuk mengatasi diare
akut yaitu Loperamid atau Adsorben. Obat pilihan lain yaitu Bismuth Subsalicylate.
Loperamid merupakan obat yang populer, efektif, dan aman untuk digunakan pada
pengobatan sendiri diare akut non spesifik.Efek terapinya yaitu dengan
meningkatkan kontak antara feses dengan dinding usus sehingga air yang diserap
oleh usus dari feses meningkat dan meningkatkan viskositas (kekentalan feses).
Loperamid tidak direkomendasikan untuk anak di bawah 6 tahun, karena efeknya
pada ileus dan toxic megacolon. Adapun di luar negeri, loperamid dapat digunakan
untuk keperluan swamedikasi karena sudah termasuk obat bebas. Sedangkan di
Indonesia sendiri loperamid masih tergolong obat keras sehingga hanya dapat
diperoleh melalui resep dokter. Adsorben yang sering digunakan adalah Attapulgite,
Kaolin, dan Pectin yaitu pada kasus diare non spesifik ringan yang bekerja dengan
mengurangi frekuensi buang air besar, memadatkan feses, menyerap kelebihan air
dan toksin penyebab diare (Cohn dkk, 2004).
Salah satu terapi pada diare adalah pemberian Oral Rehydration Therapi
(ORT) atau oralit yang diimbangi dengan diet spesifik untuk beberapa makanan
tertentu, untuk kasus diare ringan sampai sedang.ORT memiliki keefektifan
15
sebanding dengan terapi larutan elektrolit intravena pada pengatasan dehidrasi
ringan sampai sedang. ORT mengandung konsentrasi rendah glukosa atau dextrosa
(2 sampai 2,5%). Pada terapi rehidrasi oral ini jika diare dapat teratasi sebelum 48
jam maka terapi sudah bisa dihentikan, namun jika setelah 48 jam diare belum juga
teratasi maka perlu rujukan medis.

Beberapa obat anti diare yang dapat digunakan sebagai pertolongan saat terjadi
diare:
a. Adsorben
Adsorben seperti kaolin, tidak dianjurkan untuk diare akut.Obat-obat
pembentuk masa seperti isphagula, metilselulosa, dan sterkulia bermanfaat
dalam mengendalikan konsistensi tinja pada ileostomi dan kolonostomi, serta
dalam mengendalikan diare akibat penyakit divertikular. Contoh obat yang
termasukdalam golongan ini antara lain kaolin, pectin, dan attalpugit.
b. Anti motilitas
Pada diare akut obat-obat anti motilitas perannya sangat terbatas sebagai
tambahan pada terapi penggantian cairan dan elektrolit.Yang termasuk dalam
golongan ini adalah codein fosfat, co-fenotrop, loperamid HCl, dan morfin.
c. Antisekresi
Digunakan untuk pengobatan dan pencegahan diare dan juga diharapkan
dapat mengganti koloni mikroflora dimana dapat mengembalikan fungsi usus
dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen.Contoh obat yang
termasuk dalam golongan ini adalah bismuth subsalisilat, enzim lactase, dan
lactobacillus.
d. Okterotid
Oktreotida merupakan suatu analog oktapeptid sintetik dari somotastin
yang diresepkan untuk pengobatan gejala tumor karsinoid dan tumor sekresi
VIP. Oktreopeptid menghambat pelepasan serotonin serta efektif dalam
mengontrol diare.

16
1) Oralit
Komposisi oralit 200 mL ;
Glukosa anhidrat 4g
Natrium klorida 0,7 g
Natrium sitrat dihidrat 0,58 g
Kalium klorida 0,3 g
Serbuk dilarutkan dalam 200 mL atau 1(satu) gelas air matang hangat.
Glukosa menstimulir secara aktif transpor natrium dan air melalui dinding usus
halus, dengan demikian resorpsi air meningkat.
Takaran pemakaian oralit pada diare
Umur < 1 tahun 1 - 4 tahun 5 – 12 tahun Dewasa
Tidak ada
Setiap kali BAB beri oralit
dehidrasi
Terapi A 100 mL 200 mL 300 mL 400 mL
Mencegah
(0,5 gelas) (1 gelas) (1,5 gelas) (2 gelas)
Dehidrasi
Dengan
3 jam pertama beri oralit
Dehidrasi
Terapi B 300 mL 600 mL 1,2 L 2,4 L
Mencegah
(1,5 gelas) (3 gelas) (6 gelas) (12 gelas)
Dehidrasi
Dengan
Selanjutnya setelah BAB beri oralit
Dehidrasi
Mengatasi
100 Ml 200 mL 300 mL 400 mL
dehidrasi
(0,5 gelas) (1 gelas) (1,5 gelas) (2 gelas)

Kegunaan obat :
• Oralit tidak menghentikan diare, tetapi mengganti cairan tubuh yang keluar
bersama tinja.
• Oralit 200 adalah campuran gula, garam natrium dan kalium
• Untuk bayi yang masih menyusui, berikan ASI/susu formula yang lebih banyak.
• Dapat juga diberikan tablet zinc untuk mencegah dehidrasi dan sebagai terapi
pelengkap oralit pada anak. Tablet zinc ini dapat diberikan sebanyak 10 mg
(setengah tablet) per hari untuk umur kurang dari 6 bulan dan 20 mg (1 tablet)

17
per hari untuk umur lebih dari 6 bulan. Tablet zinc diberikan dengan dikunyah
atau dilarutkan dalam satu sendok air matang atau asi. Tablet zinc harus tetap
diberikan selama 10 hari walaupun diare telah berhenti. Tablet ini dijual sebagai
obat bebas, contohnya tersedia dalm merek interzinc, L-zinc, orezinc, zanic,
zincare, zinc, zincpro, zirea, zirkum kid, Zn-Diar.
Perlu diingat bahwa oralit bukanlah pengganti obat namun hanya bertujuan
untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat diare. Jika tidak tersedia
produk oralit, maka kita dapat membuat larutan oralit sendiri dengan
mencampurkan 40 g gula + 3,5 g garam yang dilarutkan dalam 1 liter air
mendidih yang telah didinginkan.
Sediaan yang beredar :
 Oralit (Generik) serbuk (B), Alphatrolit (Pharma Apek) serbuk (B), Aqualyte
(Prafa) cairan (B)
 Bioralit (Indofarma) serbuk (B), Corsalit (Corsa) serbuk (B)

2) Kaolin
Indikasi : diare
Dosis : Dewasa 15-45 mL, Childn 6-12 thn 10-20 mL. Digunakan setelah setiap
buang air besar atau seperti yang diarahkan.Maksimal 2 hari.
Pemberian :Dapat dikonsumsi dengan atau tanpa makanan.
Peringatan, interaksi : menurunkan absorpsi dan diflunisal, azitromisin,
siprofloksasin, isoniazid, nitrofurotoin, norfloksasin, ofloksasin, rifampisin, dan
sebagian besar golongan tetrasiklin, gabapentin, fenitoin, itrakonazol, ketokonazol,
kloroquin, fenotiazin, fenasin, besi oral.
Kontra indikasi : Obstruksi usus, kondisi usus spastik. Anak <6 tahun.
Efek yang tidak diharapkan : Sangat jarang, sembelit parah yang dapat
menyebabkan impaksi feses pada anak dan lansia.

18
Kategori pada kehamilan :B
Dosis : kaolin tablet untuk dewasa 3 kali sehari 50 – 100 mg, sering dicampur
dengan pektin untuk memperlebar permukaan dan memperkuat daya serap, dalam
bentuk suspensi untuk anak-anak
Kombinasi Kaolin (1g) dan Pektin (50 mg)
Sediaan yang beredar :Neo Diaform (Corsa) Tablet (B), Kaolimec (Mecosin)
suspense (B), Neo Kaolama (Sanbe) suspense (B), Neo Enterostop (Kalbe Farma)
tablet (B)

3) Attapulgit (Magnesium aluminium silikat)


Indikasi :Gejala pengobatan diare nonspesifik.
Dosis : Dewasa 2 tab setelah buang air besar awal dan 2 tablet setelah buang air
besar berikutnya, dosis harian maksimum 12 tab. Anak-anak 6-12 thn ½ dosis
dewasa, dosis harian maksimal 6 tab.
Pemberian :Dapat dikonsumsi dengan atau tanpa makanan.
Kontra indikasi :GIT lesi pulmonalis. Demam tinggi.
Terapi khusus :Terapi tidak boleh melebihi 2 hari atau demam. Anak-anak < 6
tahun.Insufisiensi ginjal parah.
Interaksi obat :Dapat mempengaruhi penyerapan GI dari tetrasiklin.
Sediaan yang beredar : Biodiar (Novartis Indonesia) tablet 600 mg (B), Neo
Koniform (Konimex) Kaptab 600 mg; Tablet 600 mg(B), Tapulrae (Lapi) Tablet
600mg (B)

19
4) Karbo adsorben
Kegunaan :mengurangi frekuensi buang air besar, memadatkan tinja, menyerap
racun pada penderita diare
Perhatian : penderita harus meminum oralit karena obat ini bukan pengganti oralit,
tidak boleh diberikan pada anak usia dibawah 5 tahun.
Aturan pakai :
 Tablet Norit 250 mg
Dewasa : 3 – 4 tablet (750 – 1000 mg), 3 kali sehari (setiap 8 jam)
Sediaan yang beredar : Karbo Absorben (Kimia Farma) tablet 250 mg (B), Norit
(Eglin) tablet 125 mg, 250 mg (B).

5) Pektin (karbohidrat dari buah apel), dapat membentuk mucilago yang menutupi
selaput lendir usus dan berfungsi menyerap bahan yang ada didekatnya. Adapun
dosis yang tersedia yaitu biasanya kombinasi 600 mg untuk kaolin/attapulgit dan 50
mg untuk pektin.
Dewasa dan anak > 12 tahun : 1 tablet setiap habis buang air besar, maksimal 12
tablet selama 24 jam.
Anak-anak 6 - 12 tahun : 1 tablet setiap habis buang air besar, maksimal 6 tablet
selama 24 jam.
Obat tersebut tidak boleh dikonsumsi jika seseorang diare dengan disertai demam,
perlu terhindar dari kondisi konstipasi/sembelit, memiliki obstruksi usus, dan atau
alergi terhadap obat tersebut.
Obat kaolin, attapulgit, pektin seperti yang telah dijelaskan diatas hanya boleh
dikonsumsi selama dua hari. Jika setelah dua hari diare belum membaik maka
sebaiknya swamedikasi diare dihentikan dan dilakukan konsultasi dengan dokter
terlebih dahulu untuk pemeriksaan lebih lanjut . Obat kaolin, attapulgit, pektin dapat
menyebabkan konstipasi atau sembelit sebagai efek samping.

20
6) Loperamid hidroklorida
Indikasi :tambahan terapi rehidrasi pada diare akut pada dewasa dan anak-anak
lebih 4 tahun; diare kronik hanya pada dewasa.
Peringatan, kontraindikasi : kram abdomen dan reaksi kulit termasuk urtikaria;
ileus paralitik dan perut kembung.
Dosis :diare akut, dosis awal 4 mg diikuti dengan 2 mg setelah habis buang air
besar. Diare kronik pada dewasa, dosis awal 4 mg, diikuti 2 mg setiap buang air
besar.Dosis tidak melebihi dari 16mg sehari.Pemberian harus dihentikan bila tidak
ada perbaikan setelah 48 jam.
Kategori pada kehamilan :B
Sediaan yang beredar :Bidium (Bima Mitra) tablet 2 mg (K), Diadium (Lapi)
tablet Ss. 2 mg (K), Imodium (Johnson and Johnson Indonesia) tablet Ss. 2 mg (K),
Imomed (Medikon) tablet Ss. 2 mg (K), Imore (Soho) tablet Slp. 2 mg (K), Lodia
(Sanbe) tablet 2 mg (K), Lomodium (Prafa) tablet – Ss 2 mg (K), Lopamid
(Harsen) tablet Ss. 2 mg (K), Mecodiar (Mecosin) tablet 2 mg (K), Midix (Itrasal)
kapsul 2 mg (K), Normotil (Pharos) tablet Ss. 2 mg (K), Primodiar (Sekar Mirah)
tablet 2 mg (K), Tanitril (Darya Varia) tablet Ss. 2 mg (K), Tracodia (Yekatria)
tablet (K), Trifadium (Trifa Raya) tablet 2 mg (K), Vialop (Rama) tablet Ss. 2 mg
(K), Xepare (Mestika) tablet 2 mg (K).

7) Lomotil (Co-Fenotrop)
Komposisi :difenoksilat hidroklorida dan atropine sulfat
Indikasi :tambahan terapi rehidrasi pada diare akut; kolitis ulseratif ringan dan
kronis
Dosis : diawali dengan 4 tablet, dilanjutkan dengan 2 tablet setiap 6 jam hingga
diare terkendali. Anak di bawah 4 tahun tidak dianjurkan; 4-8 tahun 1 tablet 3 kali
sehari; 9-12 tahun 1 tablet 4 kali sehari; 13-16 tahun 2 tablet 3 kali sehari.
Peringatan, Kontraindikasi, Efek samping : anak-anak terutama rentan terhadap
overdosis dan gejala-gejala mungkin tertunda sehingga pengamatan dilakukan

21
paling tidak selama 48 jam setelah penggunaan; adanya dosis subklinis atropine
dapat menimbulkan efek samping atropine pada individu yang rentan atau pada
overdosis.
Interaksi :
- Alkohol : menaikkan efek sedative dan efek hipotensif
- Antibakteri : kadar plasma siprofloksasin
- Antidepresan : eksitasi atau depresi SSP (hipertensi atau hipotensi) apabila
menerima MAOI (termasuk moklobemid)
- Antiulkus :simetidin menghambat metabolism analgetik opioid (meningkatkan
kadar plasma).
Sediaan beredar : Lomotil (Searle, Kimia Farma) tablet (K).

8) Bismuth subsalisilat
Indikasi :Pengobatan gejala diare akibat racun dan virus. Meredakan gangguan
pencernaan, mulas, mual.
Dosis :Dewasa 1½ - 2 tab sekaligus. Max: 11 tab sehari. Anak-anak 9-12 thn ½ - 1
tab, max: 5 tab sehari, 6-9 tahun ½ tab, max: 4 tab sehari.
Kontraindikasi : Anak yang baru saja sembuh dari cacar air atau flu,
hipersensitivitas terhadap aspirin, neonatus, lemah dan pasien geriatri.
Efek yang tidak diinginkan : Lidah dan feses berwarna gelap
Interaksi obat : Doxycycline.
Pemberian :Dapat dikonsumsi dengan atau tanpa makanan.
Kategori pada kehamilan :C
Sediaan yang beredar : Scantoma (Tempo Scan Pasific), Stobiol (Pharos)

22
EVALUASI TERAPI DAN MONITORING
Berikan nasihat dan cek pemahaman ibu/pengasuh tentang cara pemberian oralit,
zink, ASI/makanan, dan tanda-tanda untuk segera membawa anaknya ke fasilitas
layanan kesehatan jika anak :
- Monitoring konsistensi tinja
- Monitoring bila buang air besar cair lebih sering
- Muntah berulang-ulang
- Mengalami rasa haus yang nyata
- Makan/minum sedikit
- Demam
- Ada darah pada tinja
- Tidak membaik dalam 3 hari

KIE (Konseling Informasi dan Edukasi)


1. Memberikan informasi tentang obat yang harus diminum
2. Menjaga kebersihan lingkungan (perorangan cuci tangan sebelum makan,
lingkungan, buang air besar di jamban).
3. Untuk diare pada anak dibawah 2 tahun informasikan kepada orang tua pasien
untuk tetap memberikan ASI, jika sudah disapih memberikan makanan
penyapihan yang benar,
4. Apabila pasien masih mengalami mual muntah maka berikan makanan yang
mudah dicerna seperti bubur.

23
5. Apabila diare sudah berhenti maka oralit dapat dihentikan tetapi zinc tetap
diberikan sampai 10-14 hari.
6. Penyediaan air minum yang bersih,
7. Selalu memasak makanan
8. Tidur dan istirahat yang cukup
9. Bila diare tidak membaik segera konsultasi ke dokter

BAB III
PEMBAHASAN KASUS

3.1 Contoh kasus


Kasus Diare I
Seorang pasien Debyjen 25 tahun datang ke apotek, mengeluh sering ke
belakang buang air besar 5 kali sehari dengan feses yang cair. Sehari sebelumnya
YY mengatakan bahwa dia memakan kepiting pedas, dan makanan pedas lainnya
secara tidak terkontrol. Pasien tampak lemas, ia mengaku baru kali ini makan
makanan pedas, sebelumnya tidak pernah terjadi seperti ini dan YY mengaku tidak
memiliki riwayat alergi. YY meminta rekomendasi dari Apoteker di apotek untuk
mengobati diare yang dia derita.

Terapi swamedikasi :
1. Pasien tampak lemas  Oralit 200 ml yang berisi campuran gula, garam,
natrium, dan kalium. Karena pasien tampak lemas kemungkinan sudah
mengalami dehidrasi maka takaran oralit sebanyak 400 ml (2 gelas) setiap BAB
diberi oralit. Pemberian cairan elektrolit (oralit) untuk mengganti cairan yang
hilang akibat diare.
2. Pasien mengaku diare akibat makanan pedas  Karboabsorben seperti arang
aktif, norit, bekarbon. Arang halus yang sudah diaktifkan melalui proses terentu.
Aktifitas serapnya besar untuk toksin bakteri atau zat-zat beracun dari makanan,
dan menyerap obat-obat yang diberikan bersamaan. Dosis 3-4 kali sehari 0,5 – 1
24
g. Adapun tablet norit 250 mg dikonsumsi 3-4 tablet tiga kali dalam sehari atau
setiap 8 jam.

Kasus diare 2
Seorang wanita umur 17 tahun pergi ke apotik dan ingin bertemu seorang apoteker.
Remaja tersebut mengeluh menderita diare sering buang air besar hingga 5 kali
sehari dengan tekstur feses seperti air sudah berlangsung selama 2 hari, badan
lemas, perut melilit nyeri, beberapa kali kejang perut, tapi badan tidak terasa panas.
Remaja tersebut minta diberi obat yang bisa dibeli tanpa resep dokter.

Terapi :
Apoteker menyarankan untuk menggunakan obat Oralit sebanyak 5 bungkus untuk
mengatasi gejala dehidrasi dengan cara penggunaan 1 sachet Oralit dilarutkan dalam
200 ml air. Pemberian obat Entrostop tab dengan cara penggunaan 2 tab tiap BAB, max
penggunaan Entrostop 12 tab/24 jam. Untuk mengobati kejang perut dan nyerinya
diberikan antispasmodik Spasmal 3 x sehari 1 tablet diminum bila nyeri perut melilit
atau kejang perut berlebih. Disarankan memperbanyak makan yang berserat, dan
banyak minum air putih, hindari makan pedas dan asam dan istirahat yang cukup.

Kasus diare 3
Seorang ibu datang ke apotik mau membeli obat untuk anaknya yang berumur 6 tahun
dengan keluhan muka pucat, badan demam, feses encer saat bab, dan tidak nafsu makan.
Sebagai apoteker di apotek tersebut, obat apa yang anda rekomendasikan?

Terapi :
Apoteker memberikan obat untuk pasien anak tersebut adalah Oralit sebanyak 3
bungkus untuk mengatasi gejala dehidrasi dengan cara penggunaan 1 sachet Oralit
dilarutkan dalam 200 ml air diberikan tiap BAB. Pemberian obat Neo Entrostop sachet
dengan cara penggunaan 3x1 sachet. Diberikan Zinkid syrup 1 x 1 sehari 10 ml selama
10 hari berturut – turut. Disaranka memperbanyak makan yang berserat, dan banyak
minum air putih, jangan jajan sembarangan dan istirahat yang cukup.

25
DAFTAR PUSTAKA

Badan POM RI.(2014). Menuju Swamedikasi yang Aman.InfoPOM , XV , 3 - 5. (D.


M. Hadiyani, I. S. Widiyaningrum, & A. S. Wibiayu, Eds.) Jakarta, DKI
Jakarta, Indonesia: InfoPOM.

Depkes RI. 2008, Materi Pelatihan Pengetahuan dan Keterampilan Memilih Obat
BagiTenaga Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Galato, D., Galafassi, L.M., Alano, G.M., Trauthman, S.C., 2009, Responsible
Selfmedication : Review of The Process of Pharmaceutical Attendance,
BrazilianJournal of Pharmaceutical Sciences, 45(4): p.625-633.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.(2011). Buku Pedoman Pengendalian


Penyakit Diare.Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penyehatan
Lingkungan.Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Sukandar, Elin Y. 2009. ISO Farmakoterapi. Ed. II. PT. ISFI Penerbitan. Jakarta.
349-353, 372-377.

Suraatmaja S. 2007. Kapita Selekta Gastroentrologi. Jakarta: CV. Sagung Seto.

World Health Organization, 1998, The Role of The Pharmacist in Self-care and
Selfmedication, Hangue: World Health Organization, 17p.

World Health Organization, 2000, Guidelines for the Regulatory Assessment of


Medicinal Products for use in Self-Medication, World Health
Organization, Geneva.

26

Anda mungkin juga menyukai