Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

DIARE PADA PEDIATRIK


KELOMPOK 3
KELAS : APOTEKER ANGKATAN V
Disusun oleh:

1. Erni purwita sari


2. Lia aryani
3. Nurul hasanah
4. Pahriyan saputra
5. Rosmawaty hutagulung
6. Tina idharnawati
7. Leli musdalifah

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS TJUT NYAK DHIEN
MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah SWT karena atas petunjuk dan hidayah-Nya serta
dorongan dari semua pihak sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik dan seksama. Makalah mengenai “Diare” ini disusun dengan
sistematis untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Preskripsi, Program
Studi Farmasi, Fakultas Farmasi , Universitas Tjut Nyak Dhien Medan
Dengan selesainya makalah ini, maka tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan laporan ini. Kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari kekurangan-
kekurangan, baik dari segi materi maupun teknis penulisan. Oleh karena itu saran
dan kritik yang membangun dari rekan-rekan pembaca sangat dibutuhkan untuk
penyempurnaanya. Semoga laporan praktikum ini dapat memberikan manfaat
untuk rekan-rekan yang membaca terkait penyakit Diare.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................
ii
DAFTAR ISI ............................................................... Error! Bookmark not
defined.
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 RumusanMasalah ............................................................................................ 3
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
5
2.1 Pengertian Diare .............................................................................................. 5
2.2 Epidemiologi dari Diare................................................................................... 6
2.3 Patofisiologi Penyakit Diare ............................................................................ 6
2.4 Klasifikasi Diare .............................................................................................. 8
2.5 Etiologi Diare .................................................................................................. 9
2.6 Cara Penularan dan Faktor Resiko ................................................................. 11
2.7 Gejala Klinis dari Penyakit Diare ...................................................................
12
2.8 Diagnosis Penyakit Diare ............................................................................... 14
2.9 Komplikasi .................................................................................................... 15
2.10 Pengobatan Penyakit Diare ........................................................................ 28
2.11 Pencegahan Penyakit Diare .......................................................................... 31
BAB III PENUTUP ...............................................................................................
34
3.1 Kesimpulan ............................................................................................36
3.2 Saran ............................................................................................................. 37
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 38
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit diare masih menjadi penyebab kematian balita (bayi dibawah 5 tahun)
terbesar didunia. Menurut catatan UNICEF, setiap detik 1 balita meninggal karena
diare. Diare sering kali dianggap sebagai penyakit sepele, padahal di tingkat
global dan nasional fakta menunjukkan sebaliknya. Menurut catatan WHO, diare
membunuh 2 juta anak didunia setiap tahun, sedangkan di Indonesia, menurut
Surkesnas (2001) diare merupakan salah satu penyebab kematian ke 2 terbesar
pada balita.
Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga
kali sehari. Dimana pada dunia ke-3, diare adalah penyebab kematian paling
umum kematian balita, membunuh lebih dari 1,5 Juta orang pertahun. Diare
kondisinya dapat merupakan gejala dari luka, penyakit, alergi (Fructose, Lactose),
penyakit dan makana atau kelebihan Vitamin C dan biasanya disertai sakit perut
dan seringkali enek dan muntah. Dimana menurut WHO (1980) diare terbagi dua
berdasarkan mula dan lamanya, yaitu diare akut dan diare kronik.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2007 dari Kementerian Kesehatan,
tingkat kematian bayi berusia 29 hari hingga 11 bulan akibat diare mencapai 31,4
persen. Adapun pada bayi usia 1-4 tahun sebanyak 25,2 persen. Bayi meninggal
karena kekurangan cairan tubuh. Diare masih merupakan masalah kesehatan di
Indonesia. Walaupun angka mortalitasnya telah menurun tajam, tetapi angka
morbiditas masih cukup tinggi. Kematian akibat penyakit diare di Indonesia juga
terukur lebih tinggi dari pneumonia (radang paru akut) yang selama ini
didengungkan sebagai penyebab tipikal kematian bayi.
Diare seringkali dianggap penyakit yang biasa dan sering dianggap sepele
penanganannya. Pada kenyataanya diare dapat menyebabkan gangguan sistem
ataupun komplikasi yang sangat membahayakan bagi penderita. Beberapa
diantaranya adalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, shock
hipovolemia, gangguan berbagai organ tubuh, dan bila tidak tertangani dengan
baik dapat menyebabkan kematian. Dengan demikian menjadi penting bagi
perawat untuk mengetahui lebih lanjut tentang diare, dampak negative yang
ditibulkan, serta upaya penanganan dan pencegahan komplikasinya.
Penyakit diare hingga kini masih merupakan penyebab kedua morbiditas dan
mortalitas pada anak usia kurang dari dua tahun di seluruh dunia terutama
dinegara-negara berkembang, jumlah nya mendekati satu dalam lima orang,
inimenyebabkan kematian pada anak-anak melebihi AIDS dan malaria. Hampir
satu triliun dan 2,5 milyar kematian karena diare dalam dua tahun pertama
kehidupan. Diare juga menyebabkan 17% kematian anak balita di dunia.Tercatat
1,8 milyar orang meninggal setiap tahun karena penyakit diare (termasuk kolera),
banyak yang mendapat komplikasi seperti malnutrisi, retardasi pertumbuhan, dan
kelainanimun (World Health Organization [WHO], 2009).
Angka prevalensi diare di Indonesiamasih berfluktuasi.Berdasarkan data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi diare klinis adalah 9,0%
(rentang: 4,2% - 18,9%), tertinggi di Provinsi NAD (18,9%) dan terendah di D.I.
Yogyakarta (4,2%). Beberapa provinsi mempunyai prevalensi diare klinis >9%
(NAD, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten,Nusa Tenggara
Barat, Nusa Tengara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua). Sedangkan menurut dataRiskesdas
pada tahun 2013 angka prevalensi mengalami penurunan sebesar(3,5%) untuk
semua kelompok umur.
Bila dilihat per kelompok umur insiden diare tertinggi tercatat pada anak umur <1
tahun yaitu 5,5%.Sedangkan pada umur 1-4 tahun angka insiden diare tercatat
sebanyak 5.1% (Riskesdas, 2013). Sejalan dengan hasil survei morbiditas diare
pada tahun 2010 (Kementerian Kesehatan [Menkes], Survei morbiditas diare
tahun 2010) angka morbiditas menurut kelompok umur terbesar adalah 6-11 bulan
yaitu sebesar 21,65% lalu kelompok umur 12-17 bulan sebesar 14,43%, kelompok
umur 24-29 bulan sebesar 12,37%, sedangkan proporsi terkecil pada
3
kelompok umur 54-59 bulan yaitu 2,06%. Kontrol penyakit diare sendiri telah
lama diupayakan oleh pemerintah Indonesia untuk penekanan angka kejadian
diare. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah seperti adanya program-
program penyediaan air bersih dan sanitasi total berbasis masyarakat.Adanya
promosi pemberian ASI ekslusif sampai enam bulan, termasuk pendidikan
kesehatan spesifik dengan tujuan bisa meningkatkan kualitas hidup masyarakat
dan menurunkan kematian yang disebabkan oleh penyakit diare (Departemen
Kesehatan (Depkes,2013).

1.3 Tujuan Penulisan


1. Menjelaskan tentang pengertian Diare
2. Mengetahui Epidemiologi dari penyakit Diare
3. Mengetahui patofisiologis dari penyakit Diare
4. Mengetahui klasifikasi dari penyakit Diare
5. Menjelaskan tentang etiologi dari penyakit Diare
6. Menjelaskan tentang cara penularan serta faktor resiko dari penyakit Diare
7. Mengetahui gejala – gejala yang ditimbulkan dari penyakit Diare
8. Mengetahui cara mendiagnosis penyakit Diare
9. Mengetahui komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit Diare
10. Mengetahui pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita penyakit Diare
11. Mengetahui pencegahan yang dapat dilakukan pada penyakit Diare
1.4 Manfaat Penulisan
1. Untuk memberikan informasi berupa pengetahuan kepada pembaca dan
masyarakat mengenai bahaya yang ditimbulkan dari penyakit Diare
2. Untuk memberikan informasi tentang penanganan dan pencegahan penyakit
Diare secara farmakologis maupun non farmakologis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Diare
Diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat
berupa air saja dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih)
dalam satu hari (Depkes RI 2011).
Diare dapat disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam
usus. Diseluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare
setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian pada anak yang hidup di negara
berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare dapat
melibatkan lambung dan usus (Gastroenteritis), usus halus (Enteritis), kolon
(Kolitis) atau kolon dan usus (Enterokolitis) (Wong, 2008).
Menurut WHO Pengertian diare adalah buang air besar dengan konsistensi cair
(mencret) sebanyak 3 kali atau lebih dalam satu hari (24 jam). Ingat, dua kriteria
penting harus ada yaitu BAB cair dan sering, jadi misalnya buang air besar sehari
tiga kali tapi tidak cair, maka tidak bisa disebut daire. Begitu juga apabila buang
air besar dengan tinja cair tapi tidak sampai tiga kali dalam sehari, maka itu bukan
diare. Pengertian Diare didefinisikan sebagai inflamasi pada membran mukosa
lambung dan usus halus yang ditandai dengan diare, muntahmuntah yang
berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan
gangguan keseimbangan elektrolit (Betz, 2009).
Hidayat (2008) menyebutkan diare adalah buang air besar pada bayi atau anak
Iebih dan 3 kali sehari, disertai konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa
lendir dan darah yang berlangsung kurang dan satu minggu. Diare merupakan
suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya.
Perubahan yang terjadi berupa peningkatan volume cairan, dan frekuensi dengan
atau tanpa lendir darah.

2.2 Epidemiologi dari Diare


Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di Amerika
Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada
ruang praktek dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data
menunjukkan diare akut karena infeksi terdapat peringkat pertama s/d ke empat
pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit (Hendarwanto, 1996).
Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun sedangkan
di negara berkembang lebih dari itu. Di USA dengan penduduk sekitar 200 juta
diperkirakan 99 juta episode diare akut pada dewasa terjadi setiap tahunnya.
WHO memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus diare akut setiap tahun dengan
mortalitas 3-4 juta pertahun (Rani, 2002)
Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta episode diare
didapatkan 13,3 % di Puskesmas, di rumah sakit didapat 0,45% pada penderita
rawat inap dan 0,05 % pasien rawat jalan. Penyebab utama disentri di Indonesia
adalah Shigella, Salmonela, Campylobacter jejuni, Escherichia coli, dan
Entamoeba histolytica. Disentri berat umumnya disebabkan oleh Shigella
dysentery, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh Shigella flexneri,
Salmonella dan Enteroinvasive E.coli ( EIEC).
Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien diare
akut yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi,
berpergian, penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk
penting dalam mengidentifikasi pasien beresiko tinggi untuk diare infeksi
(Thielman, 2004).
2.3 Patofisiologi Penyakit Diare
Proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor di
antaranya pertama faktor infeksi, proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme
(kuman) yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang
dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah
permukaan usus.
Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan
gangguan fungsi usus meneyebabkan sistem transpor aktif dalam usus sehingga
sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan
meningkat. Kedua, faktor malabsorbsi merupakan kegagalan dalam melakukan
absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga
usus sehingga terjadilah diare. Ketiga faktor makanan, ini terjadi apabila toksin
yang ada tidak mampu diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan
peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap
makanan yang kemudian menyebabkan diare. Keempat, faktor psikologis dapat
mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang akhirnya
mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare
(Hidayat, 2006:12)
Diare merefleksikan peningkatan kandungan air dalam feses akibat gangguan
absorpsi dan atau sekresi aktif air usus.6 Secara patofisiologi, diare akut dapat
dibagi menjadi diare inflamasi dan noninflamasi
Inflamasi
Noninflamasi
Mekanisme
Invasi mukosa atau cytotoxin mediated inflammatory response
Enterotoksin atau berkurangnya kapasitas absorpsi usus kecil
Lokasi
Kolon, usus kecil bagian distal
Usus kecil bagian proksimal
Diagnosis
Terdapat leukosit feses, kadar laktoferin feses tinggi
Tidak ada leukosit feses, kadar laktoferin feses rendah
Penyebab
Bakteri
Campylobacter* Shigella species Clostridium difficile Yersinia Vibrio
parahaemolyticus Enteroinvasive E.coli Plesiomonas shigelloides
Salmonella* Escherichia coli** Clostridium perfringens Staphylococcus aureus
Aeromonas hydrophilia Bacillus cereus Vibrio cholerae
Virus
Parasit
Cytomegalovirus* Adenovirus Herpes simplex virus
Rotavirus Norwalk
Entamoeba histolytica
Cryptosporidium* Microsporidium* Isospora Cyclospora Giardia lamblia
Usus kecil berfungsi sebagai organ untuk mensekresi cairan dan enzim, serta
mengabsorpsi nutriens. Gangguan kedua proses tersebut akibat infeksi akan
menimbulkan diare berair (watery diarrhea) dengan volume yang besar, disertai
kram perut, rasa kembung, banyak gas, dan penurunan berat badan.6 Demam
jarang terjadi serta pada feses tidak dijumpai adanya darah samar maupun sel
radang.6 Usus besar berfungsi sebagai organ penyimpanan. Diare akibat gangguan
pada usus besar frekuensinya lebih sering, lebih teratur, dengan volume yang
kecil, dan sering disertai pergerakan usus yang nyeri. Demam dan feses
berdarah/mucoid juga sering terjadi. Eritrosit dan sel radang selalu ditemukan
pada pemeriksaan feses (Medicinus Probiotics vol 22. N0 3, 2009)
2.4 Klasifikasi Diare
a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari ( umumnya kurang
dari 7 hari ). Gejala dan tanda sudah berlangsung < 2 minggu sebelum datang
berobat. Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan
penyebab utama kematian bagi penderita diare.
b. Diare kronik, yaitu diare yang gejala dan tanda sudah berlangsung > 2 minggu
sebelum dating berobat atau sifatnya berulang.
c. Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat dari disentri
adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kemungkinan terjadi
komplikasi pada mukosa.
d. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus
menerus. Akibat dari diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan
metabolisme.
Terdapat beberapa pembagian diare ( Juffrie,2011) .
1. Pembagian diare menurut etiologi a. Diare Spesifik Diare yang disebabkan oleh
infeksi bakteri, virus, atau parasit. Contoh: disentri. b. Diare Non Spesifik Diare
yang disebabkan oleh malabsorbsi makanan, rangsangan oleh zat makanan,
gangguan saraf.
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan
a. Absorpsi
b. Gangguan sekresi
3. Pembagian diare menurut lamanya diare
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non infeksi
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi.
2.5 Etiologi Diare
Mekanisme diare (Juffrie, 2011) Secara umum diare disebabkan dua hal yaitu
gangguan pada proses absorpsi atau sekresi. Kejadian diare secara umum terjadi
dari satu atau beberapa mekanisme yang saling tumpang tindih. Menurut
mekanisme diare maka dikenal: diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume
cairan yang berada di kolon lebih besar daripada kapasitas absorpsi. Disini diare
dapat terjadi akibat kelainan di usus halus, mengakibatkan absorpsi menurun atau
sekresi yang bertambah. Apabila fungsi usus halus normal, diare dapat terjadi
akibat absorpsi di kolon menurun atau sekresi di kolon meningkat. Diare juga
dapat dikaitkan dengan gangguan motilitas, inflamasi dan imunologi. Komplikasi
kebanyakan penderita diare sembuh tanpa mengalami komplikasi, tetapi sebagian
kecil mengalami komplikasi dari dehidrasi, kelainan elektrolit atau pengobatan
yang diberikan.
Tabel 2.1 Penyebab Diare Akut dan Kronik pada Bayi, Anak-anak dan Remaja
(Sodikin, 2011).
Jenis diare Bayi Anak-anak Remaja
Akut - Gastroenteritis -gastroenteritis - gastroenteritis
- Infeksi sistemik -keracunan -keracunan akibat
akibat pemakaian -infeksi sistemik pemakaian
antibiotik akibat antibiotik
pemakaian
antibiotik
Kronik -pasca infeksi defisiensi -pasca infeksi -penyakit radang
disakarida sekunder defisiensi usus
-intoleransi protein susu disakarida -intoleransi laktosa
-sindrom iribilitas colon sekunder -giardisis
-fibrosis kistik - sindrom -penyalahgunaan
-penyakit kistik iribilitas colon laksatif(anoreksia
-penyakit seliakus -penyakit seliak nervosa).
-sindrom usus pendek -intoleransi
buatan laktosa
-giardiasis

Rotavirus merupakan etiologi paling penting yang menyebabkan diare


pada anak dan balita. Infeksi Rotavirus biasanya terdapat pada anak-anak umur 6
bulan–2 tahun (Suharyono, 2008). Infeksi Rotavirus menyebabkan sebagian besar
perawatan rumah sakit karena diare berat pada anak-anak kecil dan merupakan
infeksi nosokomial yang signifikan oleh mikroorganisme patogen. Salmonella,
Shigella dan Campylobacter merupakan bakteri patogen yang paling sering
diisolasi. Mikroorganisme Giardia lamblia dan Cryptosporidium merupakan
parasit yang paling sering menimbulkan diare infeksius akut (Wong dkk., 2009).
Selain Rotavirus, telah ditemukan juga virus baru yaitu Norwalk virus. Virus ini
lebih banyak kasus pada orang dewasa dibandingkan anak-anak (Suharyono,
2008). Kebanyakan mikroorganisme penyebab diare disebarluaskankan lewat
jalur fekal-oral melalui makanan, air yang terkontaminasi atau ditularkan antar
manusia dengan kontak yang erat (Wong dkk., 2009).

2.6 Cara Penularan dan Faktor Resiko


Menurut Bambang dan Nurtjahjo (2011) cara penularan diare pada umumnya
melalui cara fekal-oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh
enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang
yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat (melalui 4F =
finger, files, fluid, field). Juffrie dan Mulyani (2011). Faktor resiko yang dapat
meningkatan penularan enteropatogen antara lain: tidak memberikan ASI secara
penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air
bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan (MCK),
kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan
makanan yang tidak higenis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal
tersebut beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk
dijangkiti diare antara lain gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman
lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir
dan faktor genetik.
1. Faktor umur
Sebagian besar episiode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi
tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar
antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin
terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau
binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang
paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang,
yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih
besar dan pada orang dewasa.
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini
meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada
infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja
penderita mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang infeksius. Orang
dengan infeksi asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak
enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak
menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
Escheria coli dapat menyebabkan bakteremia dan infeksi sistemik pada neonatus.
Meskipun Escheria coli sering ditemukan pada lingkungan ibu dan bayi, belum
pernah dilaporkan bahwa ASI sebagai sumber infeksi Escheria coli (Alan &
Mulya, 2013).
3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Didaerah sub
tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan
diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin.
Didaerah tropik (termasuk indonesia), diare yang disebabkan oleh retrovirus dapat
terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau,
sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.
2.7 Gejala Klinis dari Penyakit Diare
Bila penyebab diare akibat menelan makanan yang mengandung racun dari
kuman, akan terdapat gejala lain berupa mual hingga muntah. Pada kasus
keracunan makanan, biasanya gejala diare seperti muntah akan terlihat lebih
dominan dibandingkan diarenya sendiri. Demam juga mungkin menyertai diare
yang diakibatkan oleh infeksi. Selain itu, adanya perlukaan di mukosa usus akan
menyebabkan adanya darah maupun lendir pada tinja sehingga diperlukan
pencegahan diare untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya komplikasi diare.
Nyeri perut hingga kram perut dapat terjadi pada diare yang terjadi akibat
percepatan gerakan usus maupun yang melukai mukosa usus.
Selain tanda dan gejala diare, yang penting untuk diperhatikan bila anda
mengalami diare adalah untuk mengenali tanda – tanda kekurangan cairan yang
merupakan salah satu komplikasi diare yang paling sering terjadi. Pada usia
dewasa, gejala kekurangan cairan yang dapat diamati adalah:
a. Feses berwarna gelap yang mengindikasi adanya darah pada feses
b. Kurang tidur
c. Penurunan berat badan
d. Badan lemah
e. Feses lembek dan cair serta lebih dari 3 kali dalam 24 jam
f. Sakit perut dan kram perut
g. Mual dan muntah
h. Sakit kepala
i. Kehilangan nafsu makan
j. Demam
k. Dehidrasi
l. Darah pada feses
m. Feses yang dihasilkan banyak
Pada anak, karena komposisi cairan pada tubuhnya sangat tinggi, bila terjadi
kekurangan cairan akan tampak cekung di daerah sekitar mata maupun ubun –
ubun. Selain itu bila dilakukan cubitan kulit di daerah perut, kulit tidak akan
segera kembali seperti semula atau menjadi peyot seperti kulit orang lanjut usia.
Anak yang tampak rewel, minum dengan sangat lahap, menangis namun tidak
keluar air mata, atau tidak kencing selama > 3 jam juga merupakan tanda
kekurangan cairan. Bila anak sampai tidak sadar atau nampak sesak dan sulit
bernapas, kekurangan cairan yang terjadi mungkin sudah berat.
Diare adalah penyakit serius jika terjadi pada bayi dan anak Anda. Diare dapat
menyebabkan dehidrasi serius dan mengakibatkan kondisi yang membahayakan
nyawa pada waktu yang singkat. Anda perlu menghubungi dokter jika Anda
melihat gejala-gejala ini pada anak Anda:
a. Produksi urin menurun
b. Mulut kering
c. Kelelahan
d. Sakit kepala
e. Kulit kering
f. Mengantuk
g. Gelisah dan rewel
2.8 Diagnosis Penyakit Diare
1) Pemeriksaan Umum
Untuk mengetahui apakah seorang pasien terkena diare dan faktor apa saja yang
menyebabkannya, pertama-tama dokter akan mengajukan beberapa pertanyaan
pada pasien, misalnya seberapa sering pasien mengalami diare, seperti apa tekstur
kotoran yang dikeluarkan, apakah diare disertai gejala demam, apakah pasien suka
makan di sembarang tempat, dan apakah pasien pernah melakukan kontak dengan
penderita diare.
Selain itu, dokter juga mungkin akan menanyakan apakah pasien sedang
mengonsumsi suatu obat (bisa jadi diarenya akibat efek samping obat), berapa
banyak kopi atau minuman beralkohol yang dia konsumsi, atau apakah baru-baru
ini pasien sering gelisah dan mengalami stres.
2) Pemeriksaan lebih lanjut
Pemeriksaan lebih lanjut bisa saja dilakukan apabila jawaban yang diberikan
pasien belum cukup membantu dokter dalam menarik kesimpulan. Beberapa jenis
metode pemeriksaan untuk kasus diare di antaranya adalah tes darah, analisis
sampel tinja, dan pemeriksaan rektum. Pemeriksaan darah biasanya disarankan
oleh dokter jika diare diduga terjadi akibat penyakit tertentu, seperti penyakit
inflamasi usus. Sedangkan langkah analisis sampel tinja dilakukan jika dokter
mencurigai diare disebabkan oleh bakteri atau parasit, atau jika pasien:
a. Memiliki gejala lain, seperti adanya darah atau nanah pada tinja.
b. Mengalami diare berkepanjangan selama lebih lebih dari seminggu.
c. Memiliki gejala yang berdampak kepada seluruh tubuh Anda, seperti demam
dan dehidrasi.
d. Baru saja dirawat di rumah sakit atau mengonsumsi antibiotik.
e. Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, misalnya karena Anda mengidap
HIV.
Jika pasien berusia di atas 50 tahun atau jika penyebab diare tidak diketahui,
dokter mungkin akan menyarankan Anda untuk menjalani pemeriksaan colok
dubur. Melalui pemeriksaan ini, dokter akan meneliti apakah diare disebabkan
oleh adanya masalah atau kelainan di dalam lubang dubur atau saluran usus besar.
Pemeriksaan colok dubur dilakukan dokter dengan cara memasukkan jari yang
telah dilindungi sarung tangan ke dalam lubang dubur.
Jika penyebab diare masih juga belum bisa diketahui, pemeriksaan seperti
kolonoskopi atau sigmoidoskopi mungkin akan dilakukan. Pemeriksaan ini
biasanya jarang ada di klinik-klinik praktik dokter dan harus dilakukan di rumah
sakit. Dalam pemeriksaan kolonoskopi, dokter akan memasukkan sebuah pipa
fleksibel khusus yang disebut kolonoskop guna memeriksa kondisi seluruh usus
Anda. Sedangkan dalam sigmoidoskopi, pemeriksaan usus dilakukan dengan
memasukkan alat yang disebut sigmoidoskop dari dubur. Alat ini hampir serupa
dengan kolonoskop, namun ukurannya lebih kecil dan dilengkapi dengan kamera
serta lampu pada ujungnya.
2.9 Komplikasi
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama
pada lanjut usia dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera, kehilangan cairan
terjadisecara mendadak sehingga cepat terjadi syok hipovolemik. Kehilangan
elektrolit melaluifeses dapat mengarah terjadinya hipokalemia dan asidosis
metabolik. Pada kasus-kasus yang terlambat mendapat pertolongan medis, syok
hipovolemik sudah tidak dapat diatasi lagi, dapat timbul nekrosis tubular akut
ginjal dan selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi
bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat, sehingga rehidrasi optimaltidak
tercapai.
Komplikasi paling penting walaupun jarang diantaranya yaitu: hipernatremia,
hiponatremia, demam, edema/overhidrasi, asidosis, hipokalemia, ileus paralitikus,
kejang, intoleransi laktosa, malabsorpsi glukosa, muntah, gagal ginjal.
Haemolityc Uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi terutama oleh
EHEC(Enterohemorrhagic E. Coli). Pasien HUS menderita gagal ginjal, anemia
hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS meningkat
setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti-diare, tetapi hubungannya
dengan penggunaan antibiotik masih kontroversial.
Sindrom Guillain – Barre, suatu polineuropati demielinisasi akut, merupakan
komplikasipotensial lain, khususnya setelah infeksi C. jejuni; 20-40% pasien
Guillain – Barre menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya. Pasien
menderita kelemahan motorik dan mungkin memerlukan ventilasimekanis.
Mekanisme penyebab sindrom Guillain – Barre belum diketahui. Artritis pasca-
infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena
Campylobacter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.
2.10 Pengobatan Penyakit Diare
1. Farmakologi
A. Obat pengubah konsistensi tinja
1. Golongan Absorbensia
Mekanisme kerja : digunakan sebagai terapi simptomatik pada diare. Obat
golongan adsorben memiliki kemampuan mengikat dan menginaktivasi toksin
bakteri, mengabrobsi nutrien, toksin racun dan penyebab diare. Penggunaan obat
adsorbem harus dipisahkan dengan obat oral lainnya selama 2-3 jam.
a. Polycarbophil
Nama obat
Polycarbophil
Mekanisme aksi
Mengembalikan tingkat kelembaban yang lebih normal dan menyediakan
sebagian besar di saluran usus pasien ( DIH )
Indikasi
Pengobatan sembelit atau diare (DIH )
Kontraindikasi
Hipersensitivitas; Sakit perut; Mual atau muntah (terutama
bila dikaitkan dengan demam atau tanda-tanda perut akut lainnya) (davisplus)
Dosis
PO (Dewasa): 1 g 1 - 4 kali sehari atau sesuai kebutuhan (tidak lebih dari 6 g / 24
jam); untuk parah diare, bisa diulang q 30 menit
PO (Anak-anak 6- 12 tahun) : 500 mg 1 - 3 kali sehari atau sesuai kebutuhan
(tidak melebihi 3 g /24 jam); untuk diare berat, bisa diulang q 30 menit.
PO (Anak-anak 2-6 tahun) : 500 mg 1 - 2 kali sehari atau sesuai kebutuhan
(tidak melebihi 1,5 g /24 jam); untuk diare berat, bisa diulang q 30 menit.
(davisplus)
Efek samiping
Perut kembung ( DIH)
Perhatian
Gunakan dengan hati-hati pada pasien yang mengalami kesulitan menelan.
Kembung dan perut kembung mungkin menjadi masalah saat digunakan jangka
pendek.
Gunakan hati-hati pada pasien dengan riwayat impaksi / obstruksi usus. (DIH)
b. Attapulgite
Nama obat
Attapulgite
Mekanisme aksi
Secara tidak selektif menyerap cairan interstisial berlebih, sehingga mengurangi
keenceran pada tinja ( DIH )
Indikasi
Pengobatan simtomatik pada diare dan kram (DIH )
Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap attapulgite atau komponen dalam formulasi (DIH)
Dosis
PO (Dewasa): 1200-1500 mg/dose; maximum dose: 8400 mg/day
PO (Anak-anak 6- 12 tahun) : 600-750 mg/dose; maximum dose: 4500 mg/day
PO (Anak-anak 3-6 tahun) : 300 mg/dose; maximum dose: 2100 mg/day
(DIH)
Efek samiping
Perut kembung, mual, dan pencernaan terganggu ( Medscape)
perhatian
Konsultasikan dengan dokter sebelum memulai terapi jika demam tinggi atau tinja
berdarah muncul.
19
Jangan gunakan selama >2 hari.
Jika diare berlanjut, berkonsultasilah dengan petugas kesehatan.
Dosis tidak terbentuk pada anak <3 tahun.
c. Kaolin-pectin
Nama obat
Kaolin-pectin
Komposisi : kaolin 986 mg dan pektin 40 mg/ 5 ml
Mekanisme aksi
Menyerap cairan, mengikat dan menghilangkan iritasi saluran pencernaan (a to z)
Indikasi
Pengobatan simtomatik pada diare dan kram (a to z )
Kontraindikasi
Jika digunakan pada bayi dan anak-anak <3 thn tanpa bimbingan dokter;
Jika digunakan selama >2 hari atau saat demam tinggi;
Pasien dengan obstruksi usus atau radang usus besar
( a to z )
Dosis
Semua dosis diberikan setelah setiap buang air besar.
DEWASA: PO 60-120 ml (kekuatan biasa) atau 45-90 ml (konsentrat) setelah
setiap buang air besar.
ANAK 6-12 tahun : PO 30-60 ml (kekuatan biasa) atau 30 ml (konsentrat) per
dosis.
ANAK 3-5 tahun : PO 15-30 ml (kekuatan biasa) atau 15 ml (konsentrat) per
dosis. ( a to z )
Efek samiping
Konstipasi dan impaksi fesef (pada bayi dan orang
20
tua)
Perhatian
Kehamilan Kategori B.
Laktasi: Kaolin dan pektin tidak terserap dari saluran pencernaan; ibu menyusui
dilarang mengonsumsi obat ini
d. Arang aktif
Nama obat
Arang aktif
Mekanisme aksi
Menghambat penyerapan GI. (a to z)
Indikasi
Perawatan darurat keracunan oleh sebagian besar obat-obatan dan bahan kimia.
Pengobatan diare, gas perut dan perut kembung yang berlebihan (a to z )
Kontraindikasi
Tidak efektif untuk keracunan oleh sianida, asam mineral dan alkali. Tidak terlalu
efektif untuk meracuni etanol, metanol dan garam besi. ( a to z )
Dosis
30-100 g (atau 1 g / kg atau kira-kira 5-10 kali jumlah racun yang tertelan)
sebagai suspensi (dicampur dengan air 6-8 oz). ( a to z )
Efek samiping
GI: Muntah; sembelit atau diare; bangku hitam Sorbitol dapat menyebabkan tinja
longgar dan muntah.( a to z )
Perhatian
Gunakan di bawah pengawasan dokter sehingga keseimbangan cairan dan
elektrolit dapat dipantau dengan benar.
B. Anti motilitas
Dalam kelompok ini tergolong ,loperamid HCl, serta kombinasi difenoksilat dan
atropin sulfat. Efek kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi,
peningkatan absorbsi cairan, sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan
mengurangi frekuensi diare. Bila diberikan dengan benar cukup aman dan dapat
mengurangi frekuensi defekasi sampai 80%. Obat ini tidak dianjurkan pada diare
akut dengan gejala demam dan sindrom disentri.
1. Loperamide HCl
Nama obat
Loperamide HCl
Mekanisme aksi
Memperlambat motilitas usus, mempengaruhi pergerakan air dan elektrolit
melalui usus, menghambat peristalsis, mengurangi volume feses setiap hari,
meningkatkan viskositas dan densitas bulk tinja, mengurangi hilangnya cairan dan
elektrolit. (a to z)
Indikasi
Pengendalian dan kelegaan simptomatik pada diare akut atau kronis akut;
pengurangan volume output ileostomy. (a to z )
Kontraindikasi
Kolitis pseudomembran karena penggunaan antibiotik; Diare akut yang
berhubungan dengan organisme yang menembus dinding usus (misalnya
toksigenik Escherichia coli, Salmonella, dan Shigella); kondisi di mana konstipasi
harus dihindari; diare berdarah; demam; kolitis ulserativa akut (potensi megacolon
toksik). ( a to z )
Dosis
Diare akut
DEWASA: PO 4 mg diikuti 2 mg setelah setiap tinja yang tidak terbentuk; tidak
melebihi 16 mg /2224 jam.
ANAK 8 - 12 YR (> 30 KG): 2 mg 3x sehari
6 - 8 YR (20 -30 KG): 2 mg 2x sehari.
2 -5 YR (13 - 20 KG): Hari pertama: 1 mg 3x sehari
Diare kronis
DEWASA: PO 4 sampai 8 mg 4x sehari atau 2x sehari (a to z)
Efek samiping
Kelelahan; kantuk; pusing. Ruam. Nyeri perut; distensi atau ketidaknyamanan;
sembelit; mual; muntah; mulut kering. ( a to z)
Perhatian
Kehamilan Kategori C.
Tidak dianjurkan untuk anak-anak <2 thn. Gunakan dengan hati-hati pada anak
kecil. Hentikan jika distensi abdomen atau gejala tak diinginkan lainnya terjadi.
( a to z)
2. Diphenoxylate HCl/Atropine Sulfate
Nama obat
Diphenoxylate HCl/Atropine Sulfate
Mekanisme aksi
Diphenoksilat, terkait dengan meperidin, menurunkan motilitas saluran GI.
Atropin menghambat overdosis diphenoxylate yang disengaja. (a to z)
Indikasi
Terapi adjunctive dalam pengobatan diare (a to z )
Kontraindikasi
kterus obstruktif; diare yang terkait dengan enterocolitis pseudomembran atau
bakteri penghasil enterotoksin; glaukoma sudut sempit
kontraindikasi jika digunakan pada anak <2 thn ( a to z )
Dosis
DEWASA: Dosis awal: PO 5 mg 4x sehari.
ANAK 2 -12 thn : PO 0,3- 0,4 mg / kg / hari dalam 4 dosis terbagi. ( a to z )
Efek samiping
Pusing; kantuk; sedasi; sakit kepala; rasa tidak enak; kelesuan; kegelisahan;
euforia; depresi; mati rasa ekstremitas; kebingungan Mulut kering; anoreksia;
mual; muntah; ketidaknyamanan perut; ileus paralitik; megakolon beracun;
pankreatitis; sembelit. Pembengkakan gusi; anafilaksis; hipertermia ( a to z)
Perhatian
Kehamilan: Kategori B.
Risiko atropinisme lebih tinggi, terutama dengan sindrom Down. Beritahu dokter
dan hentikan terapi untuk distensi abdomen atau gejala tak diinginkan lainnya.
Ketidakseimbangan cairan / elektrolit: Dehidrasi dapat menyebabkan efek
samping, terutama pada anak kecil. Jika terjadi dehidrasi atau ketidakseimbangan
elektrolit, mungkin perlu menghentikan terapi sampai kondisi terkoreksi.
Kerusakan hati: Gunakan dengan sangat hati-hati; bisa memicu koma hepatic. ( a
to z)
C. Obat anti sekretorik
1. Bismuth subsalisilat
Nama obat
Bismuth subsalisilat
Mekanisme aksi
Menghasilkan efek antisecretory dan
antimicrobial; mungkin memiliki efek anti-inflamasi.. (a to z)

Indikasi
Pengobatan gangguan pencernaan tanpa menyebabkan konstipasi, mual, kram
perut; kontrol diare, termasuk diare pengembara (a to z )
Kontraindikasi
Terhadap Penyakit virus seperti cacar air atau influenza pada pasien <18 thn.. ( a
to z )
Dosis
DEWASA: PO 2 Tablet (262 mg masing-masing) atau 30 ml suspensi q 30
sampai 60 menit prn (maksimal 8 dosis / hari). ANAK 9-12 YR: suspensi PO 1
tablet atau 15 ml q 30 sampai 60 menit prn (maksimal 8 dosis / hari).
ANAK 6-9 YR: tablet PO atau suspensi 10 ml q 30 sampai 60 menit prn
(maksimal 8 dosis / hari).
ANAK 3-6 YR: tablet PO atau suspensi 5 ml q 30 sampai 60 menit prn (maksimal
8 dosis / hari).
ANAK <3 YR: Konsultasikan dengan dokter. ( a to z )
Efek samiping
THT: Tinnitus; perubahan warna lidah. GI: Perubahan warna pada tinja; impaksi
(a to z )
Perhatian
Ibu menyusui tidak boleh mengonsumsi obat ini (ekstreksi lewat asi)( a to z ).
D. Golongan Antibiotik
1. Primadex (A to Z Drug Fact, 2003) co-trimoxazole
a. Komposisi : sulfametoksazole 400mg dan trimethoprim 80mg (ISO vol.45 hal
190)
b. Mencegah proses biosintesa bakteri pada pembentukan asam nukleat dan
protein bersifat bakteriosidal
c. Indikasi : mengobati diare traveler, bakteri Shigellosis enteritis
d. Kontraindikasi : hipersensitif sulfonamide, anak < 2 bulan, megaloblastis
anemia
e. Dosis : sulfa/trime 800/160mg tiap 12 jam selama 5 hari
f. Interaksi : siklosporin, methotrexate, fenitoin, procainamide, sulfonylurea,
warfarin
g. Efek samping : mual, muntah, nyeri perut, pusing, peptic ulcer,
h. Penyimpanan : simpan pada suhu ruangan bebas cahaya matahari langsung
i. Perhatian : pregnancy, anak<2 bulan, AIDS
j. Assessment : obat yang telah diminum, alergi obat (sulfonamida), tindakan yang
sudah dilakukan, kebutuhan minum yang sudah diberikan
k. Education : perbanyak minum air putih, minum dengan segelas air putih,
laporkan ke dokter atau tenaga medis lain bila terjadi demam, candidiasis,
pendarahan, lindungi diri cahaya matahari bila terjadi reaksi alergi
E. Lain - lain
1. Entrostop (A to Z Drug Fact, 2003) pectin
a. Komposisi : atapulgit 650 mg dan pectin 50 mg (ISO vol.45 hal 481)
b. Indikasi : pengobatan simptomatis pada diare
c. Kontraindikasi : anak < 3 tahun, digunakan pada penderita demam > 2 hari,
colitis
d. Dosis : 60-120 mL, 45-90 mL
Anak 6-12 tahun : 30-60 mL
Anak 3-5 tahun : 15-30 mL
e. Interaksi : clindamycin, digoxin, penisilin
f. Efek samping : konstipasi, feses keras, kematian pada janin
g. Perhatian : pregnancy, tidak dikosumsi bersama susu
h. Assessment : obat yang telah diminum, alergi obat, keluhan pada perut, feses,
dehidrasi, suhu
i. Education : diminum setelah diare, hubungi dokter bila diare terus berlangsung
selama 2x24 jam, harus sesuai dosis
2. Scopma (A to Z Drug Fact,2003) hyoscine
a. Komposisi : hoisin n-butilbromida (ISO vol.45 hal 476)
b. Inhibitor acetylcolin pada reseptor muskarinik, mengurangi mula, muntah,
mulut kering
c. Indikasi : mencegah mual muntah
d. Kontraindikasi : alergi, glaucoma, anak dengan alergi atropin
e. Dosis : 20 mg tiap 6 jam. Anak 6-12 tahun 10 mg tiap 8 jam (Martindale 36th
p.1735)
f. Interaksi : haloperidol, fenotiazine
g. Efek samping : dermatitis, mulut kering, pandangan kabur
h. Penyimpanan : simpan pada suhu ruangan bebas cahaya langsung
i. Assessment : obat yang sudah diminum, alergi obat, kebiasaan aktifitas
berhubungan dengan pandangan,
j. Education : kurangi alcohol, cegah penggunaan sedative, basahi mulut dengan
lipice, permen atau lainnya
3. Lacto -B
Nama obat
Lacto-B
Komposisi
Per Viable cell lactobacillus acidop hillusbifidobacterium longun, streptococcus
faeelum 1 x 107 CFU/g vit C 10 mg, vit B 0,5 mg, vit B2 0,5 mg, vit B5 0,5 mg,
niacin 2 mg protein 0,02 g, fat 0,1 g/sachet (ISO vol.49)
Indikasi
Pengobatan diare yang tidak rumit, terutama yang disebabkan oleh terapi
antibiotik; membangun kembali flora fisiologis dan bakteri normal dari saluran
usus
(DIH 17th ed)
27
Kontraindikasi
Hipersensitivitas untuk setiap komponen formulasi (DIH 17th ed.)
Dosis
Anak :
1-6 th : 3 sachet per hari
< 1 th : 2 sachet per hari
Dapat digunakan bersama makanan bayi dan susu formula
Efek samping
Perut kembung (DIH 17 th ed.)
Perhatian
Untuk anak yang masih mengkonsumsi ASI silahkan berkonsultasi terlebih
dahulu
4. Zinc
Nama obat
Zinc sulfate 54,9 mg setara dengan zinc 20 mg ( ISO vol. 49)
Indikasi
Suplemen zinc ( DIH )
Kontraindikasi
Akumulasi gangguan ginjal dapat terjadi difailr ginjal akut ( BNF for children )
dosis
Oral : 110 – 220 mg zinc sulfate setara dengan 24 – 50mg zinc / 3 kali / hari ( DIH
)
Efek samping
Gangguan gastrointestinal seperti sakit perut, dispepsia, mual, muntah, iritasi
lambung, gastritis jika dikonsumsi dalam perut kosong ( Martindel 36th )
perhatian
Hati – hati pada penderita ginjal jika mengkonsumsi berlebihan menyebabkan
kerusakan ginjal ( ISO Vol. 49)
5. Pharolit
Dapat dilakukan dengan cara pemberian oral rehidration atau memperbanyak
intake cairan seperti air mineral, sup atau jus buah, dengan
Komposisi
Nacl 3,5g , Na citrate 2,5g , kcl 1,5g , glucose 20g
Iso 48 hal : 406
Indikasi
digunakan untuk penggantian oral elektrolit dan cairan pada pasien dengan
dehidrasi, khususnya yang diasosiasikan dengan diare akut dari berbagai etiologi.
Martindale 36’ 1672
Dosis
Dewasa: 200 sampai 400 ml larutan rehidrasi oral Anak-anak: 200ml
Martindale 36’ 1672
Kontraindikasi
tidak sesuai untuk pasien dengan obstruksi gastrointestinal, gagal ginjal oligurik
atau anurik, atau bila rehidrasi parenteral thera [porf ditandai seperti pada
dehidrasi berat atau muntah yang sulit diatasi.
Martindale 36’ 1672
Efeksamping
Muntah bisa terjadi setelah mengonsumsi larutan rehidrasi oral
Martindale 36’ 1672
Perhatian
Garam rehidrasi oral atau tablet effervescent harus dilarutkan hanya dengan air
dan pada volume yang ditentukan
Martindale 36’ 1672
tujuan untuk mengembalikan komposisi cairan dan elektrolit tubuh yang
sebelumnya mengalami dehidrasi akibat diare (Berarrdi, et al., 2009).
Diet merupakan prioritas utama dalam penanganan diare. Menghentikan konsumsi
makanan padat dan susu perlu dilakukan. Rehidrasi dan maintenance air dan
elektrolit merupakan terapi utama yang harus dilakukan hingga episode diare
berakhir. Jika pasien kehilangan banyak cairan, rehidrasi harus ditujukan untuk
menggantikan air dan elektrolit untuk komposisi tubuh normal. Sedangkan pada
pasien yang tidak mengalami deplesi volume, pemberian cairan bertujuan untuk
pemeliharaan cairan dan elektrolit. Pemberian cairan parenteral perlu dilakukan
untuk memasok air dan elektrolit jika pasien mengalami muntah dan dehidrasi
berat, selain untuk mencegah terjadinya hipernatremia.
1. minum dan makan secara normal.
2. untuk bayi dan balita, teruskan minum ASI
3. banyak mengonsumsi garam oralit
4. banyak makan buah dan umbi-umbian, seperti pisang, apel, pear, kentang, dll.
5. sebaiknya hindari makan makanan pedas dan asam serta makanan dan
minuman penyebab terjadinya diare tersebut.
Oral rehydration solution (ORS) atau oralit digunakan pada kasus diare ringan
sampai sedang. Rehidrasi dengan menggunakan ORS harus dilakukan secepatnya
yaitu 3-4 jam untuk menggantikan cairan serta elektrolit yang hilang selama diare
untuk mencegah adanya dehidrasi. Cara kerja dari ORS adalah dengan
menggantikan cairan serta elektrolit tubuh yang hilang karena diare dan muntah,
namun ORS tidak untukmengobati gejala diare (Berarrdi, et al, 2009 ; Nathan,
2010)
ORS mengandung beberapa komponen yaitu Natrium dan kalium yang berfungsi
sebagai pengganti ion essensial, sitrat atau bicarbonate yang berfungsi untuk
memperbaiki keseimbangan asam basa tubuh serta glukosa digunakan sebagai
sebagai carrier pada transport ion natrium dan air untuk melewati mukosa pada
usus halus.Komposisi ORS yang direkomendasikan oleh WHO yaitu adalah
komponen natrium 75 mmol/L dan glukosa 200 mmol/L (Nathan,2010).
Dalam 1 sachet ORS serbuk harus dilarutkan dengan menggunakan 200mL air.
Penting sekali untuk membuat larutan ORS sesuai dengan volume yang
direkomendasikan, sebab apabila terlalu pekat konsentrasinya, maka larutan akan
mengalami hiperosmolar, dan dapat menyebabkan penarikan air pada usus halus
sehingga dapat memperparah diarenya. Larutan ORS yang telah dilarutkan
tersebut sebaiknya digunakan tidak lebih dari 24 jam dan disimpan di dalam
lemari es. Dosis ORS yang direkomendasikan untuk orang dewasa adalah 200-
400 mL diminum tiap setelah buang air besar, atau 2-4 liter selama 4-6 jam
(Nathan,2010).
Cara membuat Oralit (Kementrian Kesehatan R.I, 2011) :
1. Cuci tangan dengan sabun dan bilas dengan air hingga bersih
2. Sediakan 1 gelas air minum (200 mL)
3. Pastikan oralit dalam keadaan bubuk kering
4. Masukkan 1 bungkus oralit ke dalam air minum di gelas
5. Aduk cairan oralit sampai larut
6. Larutan oralit jangan disimpan lebih dari 24 jam
Berikut adalah beberapa produk ORS :
Dietary management
Saat mengalami diare, umumnya pasien menahan untuk tidak makan
dikarenakan khawatir diare yang dialami akan bertambah parah. Hal tersebut
justru memperparah keadaan pasien, sebab pada saat yang sama pasien juga
mengalami malabsorbsi nutrisi. Oleh karena itu, pasien dianjurkan makan tetap
seperti biasa, namun sedapat mungkin menghindari makanan berlemak dan
makanan dengan kadar gula yang tinggi karena akan dapat menimbulkan diare
osmotik, serta dihindari pula makanan pedas karena akan mengganggu saluran
cerna seperti timbul rasa mulas dan kembung pada perut. Perlu dihindari juga
minuman yang mengandung kafein, karena kafein dapat meningkatkan siklik
AMP sehingga berakibat pada peningkatan sekresi cairan ke saluran cerna, hal ini
dapat memperparah diare. Pasien dianjurkan untuk banyak minum air putih, dan
jika diperlukan dapat disertai pemberian ORS (Blenkinsopp et al., 2009; Berarrdi,
2009).
2.11 Pencegahan Penyakit Diare
Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan
adalah :
1. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia
dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal
oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan
32
sampai umur 6 bulan. Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini.
ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau
cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi
dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan
tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan
organisme lain yang akan menyebabkan diare. Keadaan seperti ini di sebut disusui
secara penuh (memberikan ASI Eksklusif).
Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan
dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan
makanan lain (proses menyapih).
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan
zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap
diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya
lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai
dengan susu botol. Flora normal usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya
bakteri penyebab botol untuk susu formula, berisiko tinggi menyebabkan diare
yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk.
2. Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan
pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan
bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.
Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping ASI,
yaitu:
a. Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat teruskan
pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak berumur 9 bulan atau
lebih. Berikan makanan lebih sering (4x sehari).
Setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang dimasak dengan
baik, 4-6 x sehari, serta teruskan pemberian ASI bila mungkin.
b. Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-bijian untuk
energi. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-
buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.
c. Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi anak. Suapi anak
dengan sendok yang bersih.
d. Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan
panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.
3. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Face-Oral kuman
tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan, minuman
atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan yang
wadah atau tempat makan-minum yang dicuci dengan air tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih
mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang
tidak mendapatkan air bersih.
Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai
dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a. Ambil air dari sumber air yang bersih
b. Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus
untuk mengambil air.
c. Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-anak
d. Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)
e. Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih dan
cukup.
4. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam
penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun,
terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan,
mempunyai dampak dalam kejadian diare ( Menurunkan angka kejadian diare
sebesar 47%).
5. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban
mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit diare.
Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga
harus buang air besar di jamban.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a. Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh
seluruh anggota keluarga.
b. Bersihkan jamban secara teratur.
c. Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.
6. Membuang Tinja Bayi Yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak
benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang
tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga:
a. Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban
b. Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di jangkau
olehnya.
c. Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di dalam
lubang atau di kebun kemudian ditimbun.
d. Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan sabun.
7. Pemberian Imunisasi Campak
Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar bayi
tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai diare,
sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu
berilah imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan.

8. Penyediaan Air Bersih


Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air antara
lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata, dan
berbagai penyakit lainnya, maka penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan
kualitas mutlak diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk
untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Untuk mencegah terjadinya
penyakit tersebut, penyediaan air bersih yang cukup disetiap rumah tangga harus
tersedia. Disamping itu perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan.
9. Pengelolaan Sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor
penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb. Selain itu sampah dapat
mencemari tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika seperti
bau yang tidak sedap dan pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena itu
pengelolaan sampah sangat penting, untuk mencegah penularan penyakit tersebut.
Tempat sampah harus disediakan, sampah harus dikumpulkan setiap hari dan
dibuang ke tempat penampungan sementara. Bila tidak terjangkau oleh pelayanan
pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan
sampah dengan cara ditimbun atau dibakar.
10. Sarana Pembuangan Air Limbah
Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola
sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit. Sarana
pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bau,
mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dan
bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi menularkan penyakit seperti
leptospirosis, filariasis untuk daerah yang endemis filaria. Bila ada saluran
pembuangan air limbah di halaman, secara rutin harus dibersihkan, agar air
limbah dapat mengalir, sehingga tidak menimbulkan bau yang tidak sedap dan
tidak menjadi tempat perindukan nyamuk.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan
dapat berupa air saja dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (tiga kali atau
lebih) dalam satu hari yang dapat disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit
yang abnormal dalam usus. Diare juga didefinisikan sebagai inflamasi pada
membran mukosa lambung dan usus halus yang ditandai dengan diare,
muntahmuntah yang berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan
dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit. Di negara maju diperkirakan
insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun sedangkan di negara berkembang lebih
dari itu. WHO memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus diare akut setiap tahun
dengan mortalitas 3-4 juta pertahun Penyebab utama disentri di Indonesia adalah
Shigella, Salmonela, Campylobacter jejuni, Escherichia coli, dan Entamoeba
histolytica. Disentri berat umumnya disebabkan oleh Shigella dysentery,
kadangkadang dapat juga disebabkan oleh Shigella flexneri, Salmonella dan
Enteroinvasive E.coli ( EIEC). Secara patofisiologi, diare akut dapat dibagi
menjadi diare inflamasi dan noninflamasi. Diare akibat gangguan pada usus besar
frekuensinya lebih sering, lebih teratur, dengan volume yang kecil, dan sering
disertai pergerakan usus yang nyeri. Demam dan feses berdarah/mucoid juga
sering terjadi. Terdapat beberapa pembagian diare:
1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan
a. Absorpsi
b. Gangguan sekresi
3. Pembagian diare menurut lamanya diare
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non
infeksi
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi.
Secara umum diare disebabkan dua hal yaitu gangguan pada proses absorpsi atau
sekresi. Menurut mekanisme diare maka dikenal: diare akibat gangguan absorpsi
yaitu volume cairan yang berada di kolon lebih besar daripada kapasitas absorpsi.
Diare juga dapat dikaitkan dengan gangguan motilitas, inflamasi dan imunologi.
Rotavirus merupakan etiologi paling penting yang menyebabkan diare pada anak
dan balita. Kebanyakan penderita diare sembuh tanpa mengalami komplikasi,
tetapi sebagian kecil mengalami komplikasi dari dehidrasi, kelainan elektrolit atau
pengobatan yang diberikan. Komplikasi paling penting walaupun jarang
diantaranya yaitu: hipernatremia, hiponatremia, demam, edema/overhidrasi,
asidosis, hipokalemia, ileus paralitikus, kejang, intoleransi laktosa, malabsorpsi
glukosa, muntah, gagal ginjal.
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita
atau tidak langsung melalui lalat. . Selain hal-hal tersebut beberapa faktor pada
penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain
gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya
motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.
Bila penyebab diare akibat menelan makanan yang mengandung racun dari
kuman, akan terdapat gejala lain berupa mual hingga muntah. Pada kasus
keracunan makanan, biasanya gejala diare seperti muntah akan terlihat lebih
dominan dibandingkan diarenya sendiri. Demam juga mungkin menyertai
diareyang diakibatkan oleh infeksi. Selain itu, adanya perlukaan di mukosa usus
akan menyebabkan adanya darah maupun lendir pada tinja sehingga diperlukan
pencegahan diare untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya komplikasi diare.
Nyeri perut hingga kram perut dapat terjadi pada diare yang terjadi akibat
percepatan gerakan usus maupun yang melukai mukosa usus. Untuk pengobatan
farmakologis dapat digunakan golongan obat pengubah konsistensi tinja
(polycarbophil, attapulgite, kaolin-pectin, arang aktif), anti motilitas (Lorepamide
HCl, Diphenoxylate HCl/Atropine Sulfate), obat antisekretorik (bismuth
subsalisilat), dan golongan obat lain (primadex, entrostop, scopma). Sedangkan
untuk pengobatan secara nonfarmakologi dapat dilakukan dengan cara pemberian
oral rehidration atau memperbanyak intake cairan seperti air mineral, sup atau jus
buah, dengan tujuan untuk mengembalikan komposisi cairan dan elektrolit tubuh
yang sebelumnya mengalami dehidrasi akibat diare. Pencegahan dapat dilakukan
dengan pemberian ASI dan makanan pendamping ASI pada bayi, menggunakan
air bersih yang cukup, rajin mencuci tangan, menggunakan jamban yang baik,
memberi imunisasi campak pada anak, serta melakukan pengelolaan sampah yang
baik

3.2 Saran
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna sehingga diharapkan para pembaca
dapat melengkapi makalah ini dengan sumber-sumber infromasi yang terpercaya
dan dapat di pertanggungjawabkan.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Lukman Zulkifli. 2015. Tatalaksana Diare Akut. CDK-230/ vol. 42 no. 7.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Berardi, R.R., et al. 2009. Handbook of Nonprescription Drugs : An Interactive
Approach to Self Care 16th Edition. Washington DC : American
Pharmascist Association
Blenkinsopp A, Paxton P. Symptoms in the Pharmacy: A Guide to the
Management
of Common Illness. 6th Ed. 2009, Blackwell Science Ltd.
Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry
NK,
et al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New
York: Lange Medical Books, 2003. 225 - 68.
Guerrant RL, Gilder TV, Steiner TS, et al. Practice Guidelines for the
Management of
Infectious Diarrhea. Clinical Infectious Diseases 2001;32:331-51.
Hendarwanto. Diare akut Karena Infeksi, Dalam: Waspadji S, Rachman AM,
Lesmana LA, dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi
ketiga. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam
FKUI ;1996. 451-57.
Kementrian Kesehatan RI. 2011. Diare di Indonesia. Buletin Jendela Data dan
Informasi Kesehatan Volume 2 Triwulan 2. Jakarta: Redaksi Datinkes
Departemen Kesehatan
Nathan, A, 2010. Non-prescription Medicines. USA: Pharmaceutical Press.
Rani HAA. Masalah Dalam Penatalaksanaan Diare Akut pada Orang Dewasa.
Dalam:
Setiati S, Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment
in Internal Medicine 2002. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian
Penyakit Dalam FK UI, 2002. 49-56.
Soewondo ES. Penatalaksanaan diare akut akibat infeksi (Infectious Diarrhoea).
Dalam : Suharto, Hadi U, Nasronudin, editor. Seri Penyakit Tropik Infeksi
Perkembangan Terkini Dalam Pengelolaan Beberapa penyakit Tropik
Infeksi. Surabaya : Airlangga University Press, 2002. 34 – 40
Sweetman, Seon C, dkk.2009. Martindale The Complete drug Reference 36thed.
USA
: Pharmaceutical Press
Tatro, D.S. 2003. A to Z Drug Facts. San Francisco: Facts and Comparison
Thielman NM, Guerrant RL. Acute Infectious Diarrhea. N Engl J Med
2004;350:1:
38-47

Anda mungkin juga menyukai