||GASTROENTERITIS||
DISUSUN OLEH:
DWI PINASTY PUTRI
(PO7120523085)
TINGKAT 1B
Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karna berkat dan
tuntunanNya kami boleh menyelesaikan makalah ini dengan waktu yang di
harapkan.Makalah ini dibuat guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Antropologi
yang membahas materi tentang “Penyakit Gastroenteritis” kami menyadari bahwa
makalah ini masih banyak kekurangan maka dari itu kritik dan saran dari dosen dan
pembaca dapat membantu untuk mengembangkan makalah ini. Kami juga mau
berterima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah
ini,semoga dengan makalah ini dapat menambah wawasan kita mengenai penyakit
DIARE.
Penulis
DAFTAR ISI
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diare merupakan salah satu penyakit dengan insidensi tinggi di dunia dan dilaporkan
terdapat hampir 1,7 milyar kasus setiap tahunnya. Penyakit ini sering menyebabkan
kematian pada anak usia di bawah lima tahun (balita). Dalam satu tahun sekitar 760.000
anak usia balita meninggal karena penyakit ini (World Health Organization (WHO),
2013b).
Didapatkan 99% dari seluruh kematian pada anak balita terjadi di negara
berkembang. Sekitar ¾ dari kematian anak terjadi di dua wilayah WHO,yaitu Afrika
dan Asia Tenggara. Kematian balita lebih sering terjadi di daerah pedesaan, kelompok
ekonomi dan pendidikan rendah. Sebanyak ¾ kematian anak umumnya disebabkan
penyakit yang dapat dicegah, seperti kondisi neonatal, pneumonia, diare, malaria, dan
measles (WHO, 2013b).
Dari penemuan kasus diare di fasilitas masyarakat pada tahun 2011 terdapat 35,5%
kasus diare yang ditangani di Indonesia. Di Jawa Tengah ditemukan kasus diare
sebanyak 1.337.427, dan yang ditangani 225.332 kasus atau sekitar 16,8%
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).
Kejadian diare di kota Surakarta pada tahun 2007 cukup tinggi yaitu sebanyak 7,06%
dari total jumlah penduduk (Departemen Kesehatan RI, 2009). Penularan diare dapat
dengan cara fekal-oral, yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh
enteropatogen, kontak tangan langsung dengan penderita, barang-barang yang telah
tercemar tinja penderita atau secara tidak langsung melalui lalat. Cara penularan ini
dikenal dengan istilah 4F, yaitu finger, flies, fluid, field (Subagyo & Santoso, 2012).
Adapun faktor risiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen diantaranya
adalah tidak memberikan ASI secara penuh pada bayi usia 4-6 bulan, tidak memadainya
penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan,
kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan
yang tidak higienis, serta cara
penyapihan yang tidak baik (Subagyo & Santoso, 2012). Kejadian diare dapat dicegah
dengan memperhatikan air minum yang aman dan sanitasi yang higienis (WHO,
2013b).
Pemberian air susu ibu (ASI) merupakan cara alami untuk menjaga nutrisi yang baik,
meningkatkan daya tahan tubuh, serta memelihara emosi selama masa pertumbuhan
dan perkembangan bayi. ASI mengandung zat nutrisi yang dibutuhkan, serta faktor anti
bakteri dan anti virus yang melindungi bayi terhadap infeksi. Beberapa penelitian
membuktikan bahwa ASI dapat mengurangi kejadian infeksi selama masa bayi dan
balita. Suatu penelitian menyatakan bahwa bayi yang tidak mendapat ASI, dua kali
lebih sering masuk rumah sakit dibandingkan bayi yang mendapat ASI (Aldy, Lubis,
Sianturi, Azlin, & Tjipta, 2009).
Di Indonesia, persentase ibu yang menyusui eksklusif sampai dengan 6 bulan adalah
15,3 %. Inisiasi dini menyusui kurang dari satu jam setelah bayi lahir adalah 29,3 %,
tertinggi di Nusa Tenggara Timur 56,2 % dan terendah di Maluku 13,0 %. Sebagian
besar proses mulai menyusui dilakukan pada kisaran waktu 1-6 jam setelah bayi lahir
tetapi masih ada 11,1% yang mulai menyusui setelah 48 jam. Untuk pemberian
kolostrum cukup baik, dilakukan oleh 74,7 % ibu kepada bayinya (Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS 2010).
A. Definis Diare
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defeksi lebih
dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair),
dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2005). Diare merupakan cairan dan
elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air
besar dengan bentuk tinja yang encer dan cair (Suriadi & Yuliana, 2006).
B. Klasifikasi Diare
- Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnyakurang dari 7
hari ). Gejala dan tanda sudah berlangsung < 2 minggu sebelumdatang berobat. Akibat
diare akut adalah dehidrasi,sedangkan dehidrasimerupakan penyebab utama kematian
bagi penderita diare
- Diare kronik, yaitu diare yang gejala dan tanda sudah berlangsung > 2 minggu
sebelum dating berobat atau sifatnya berulang.
- Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat dari disentriadalah
anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kemungkinan terjadikomplikasi pada
mukosa.
- Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terusmenerus.
Akibat dari diare persisten adalah penurunan berat badan dangangguan metabolisme.
- Faktor sosial demografi yang paling dominan menyebabkan diare pada balita yaitu
usia anak, pendidikan ibu, pekerjaan dan sosial ekonomi. Faktor perilaku yang paling
dominan menyebabkan diare pada balita yaitu kebersihan pribadi seperti kebiasaan
mencuci tangan dan tidak memberi ASI eksklusif.
D. Patofisiologi
1. Pemeriksaan tinja
Diperiksa dalam hal volume, warna dan konsistensinya serta diteliti adanya mukus
darah dan leukosit. Pada umumnya leukosit tidak dapat ditemukan jika diare
berhubungan dengan penyakit usus halus. Tetapi ditemukan pada penderita salmonella,
E. Coli, Enterovirus dan Shigelosis. Terdapatnya mukus yang berlebihan dalam tinja
menunjukkan kemungkinan adanya peradangan kolon. pH tinja yang rendah
menunjukkan adanya malabsorbsi HA, jika kadar glukosa tinja rendah/ Ph kurang dari
5,5 makan penyebab diare bersifat tidak menular.
2. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan analis gas darah, elektrolit, ureuum, kreatinin dan berat jenis plasma.
Penurunan pH darah disebabkan karena terjadi penurunan bikarbonat sehingga
frekuensi nafas agak cepat. Elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium, dan
fosfor.
G. Penatalaksanaan
H. Komplikasi
I. Pencegahan
Kesimpulan
1. Prevalensi diare pada anak di Indonesia Tahun 2018 adalah 6,8% dengan insiden
tertinggi pada kelompok usia 12-23 bulan.
2. Pencegahan diare pada anak dapat dilakukan dengan pemberian ASI, penyediaan air
bersih, pencegahan pencemaran air dan pembiasaan cuci tangan.
3. Penatalaksanaan diare pada anak meliputi pemberian oralit bagi anak penderita diare,
Pemberian zink, Memberikan antibiotik secara selektif dan tidak memberikan antidiare,
Memberikan makan dan melanjutkan ASI (Air Susu Ibu), Serta memberikan nasehat
kepada orang tua tentang kapan anak harus dibawa ke rumah sakit
Saran
Berman, A., Snyder. S., & Frandsan. G. (2015). _Kozier & Erbs’s fundamental
of nursing: concept. Process, and practice 10th Ed_ USA: Pearson Education
Inc.
Perry, A.G & Potter, P. A (2014). _Nursing Skills & Producedures (8th ed). St
Louis : Elsevier
Ramaiah, safitri, 2007. All You Wanted To Know About Diare. Jakarta: Bhuana
Ilmu Popular.