Anda di halaman 1dari 15

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

PADA KASUS
DIARE
Dosen pengampu : Alwin Widhiyanto, S.Kep., Ns., M.Kes

Di susun Oleh :
Patresia Noni Bata Bani 142011119039
Meigy Dwi Rizka 142011119026
Diah Oktavia Ningsih 142011119005

PRODI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PADJARAKAN-PROBOLINGGO
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karuniaNya sehingga “Rencana Asuhan Keperawatan Anak pada kasus Diare” ini
dapat diselesaikan tepat waktu. Semoga shalawat serta salam tercurah limpahkan
kepada Nabi kita Muhammad SAW, juga segenap keluarga, dan para sahabatnya.
Ucapan terimakasih kepada:
1. KH. Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah, SH, MM. selaku Pembina
Yayasan Hafshawaty Zainul Hasan Genggong.
2. Dr. Nur Hamim, S.Kep., M.Kes. selaku Rektor Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Hafshawaty Zainul Hasan Genggong.
3. Alwin Widhiyanto R, S.Kep., Ns., M.Kes selaku dosen pembimbing mata
kuliah Keperawatan Anak.
4. Orang tua selaku pemberi dukungan moral dan material.
5. Rekan-rekan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Zainul Hasan Genggong
semester 4
Karena tanpa dukungan dan bimbingan beliau makalah ini tidak akan
terselesaikan, seiring doa semoga semua kebaikan yang telah diberikan kepada
saya mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Harapan penulis,
semoga makalah ini dapat bermanfaat baik untuk diri sendiri dan para pembaca
untuk dijadikan referensi.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
sebab itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Diare merupakan suatu keadaan buang air dengan banyak dan merupakan
gejala dari penyakit tertentu atau gangguan lain. Penyebab diare bisa dari
virus, makanan yang merangsang tercemar toksin dan gangguan pencernaan
dan sebagainya (DepKes RI, 2007). Diare merupakan penyakit menular yang
dapat ditularkan melalui tangan yang tidak bersih. Penjamah makanan dengan
hygiene perorangan yang rendah dan kebiasaan sanitasi yang tidak baik, lebih
sering mengkontaminasi makanan oleh mikroorganisme. (Capucino &
Sherman H dlm Rosidi dkk, 2020).
Menurut WHO diare adalah penyebab nomor satu angka kematian balita di
dunia. Prevalensi diare sendiri di Indonesia selalu meningkat dari tahun ke
tahun. Dari hasil Riskesdas tahun 2018 dinyatakan bahwa prevalensi diare
meningkat pada tahun 2013 sebesar 4,5 % dan tahun 2018 menjadi 6,8 %,
khusunya kejadian diare pada balita juga meningkat daari 2,,4 % pada tahun
2013 menjadi 11 % pada tahun 2018 (Dyahariesti, 2020).
Mencuci tangan dengan sabun telah terbukti mengurangi kejadian penyakit
diare kurang lebih 40%. Mencuci tangan disini lebih ditekankan pada saat
sebelum makan maupun sesudah buang air besar. Cuci tangan menjadi salah
satu intervensi paling cost effective untuk mengurangi kejadian diare pada
anak. Selain itu Depkes RI (2009) membuat kesimpulan, bahwa sekitar 30
penelitian terkait cuci tangan dengan sabun dapat memangkas angka penderita
diare hingga separuh. Pemilihan bahan makanan yang digunakan pada
pambuatan jajan oleh produsen biasanya kurang terjamin mutunya selain itu
cara penyimpanan makanan tidak dilakukan dengan benar sehingga
mengakibatkan adanya kontaminasi dari bakteri dan virus panyebab berbagai
macam penyakit. Menurut Mini Shet dan Monika Obrah (2006) dalam
“Diarrhea Prevention Through Food Safety Education” bahwa tidak mencuci
tangan, jajan yang kurang bersih serta tidak higienis, dapat meningkatkan
kejadian diare sebanyak 52% (Fatmawati dkk, 2017).
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Apa definisi diare ?
2. Apa etiologi diare ?
3. Apa saja kasifikasi diare ?
4. Apa manifestasi klinik diare?
5. Bagaimana patofisiologi diare?
6. Apa saja komplikasi yang diakibatkan diare ?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk pasien diare?
8. Apa saja penatalaksanaan yang dilakukan untuk pasien diare?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan diare?
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah di atas maka makalah ini memiliki tujuan sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui definisi diare
2. Untuk mengetahui etiologi diare
3. Untuk mengetahui kasifikasi diare
4. Untuk mengetahui manifestasi klinik diare
5. Untuk mengetahui patofisiologi diare
6. Untuk mengetahui komplikasi yang diakibatkan diare
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk pasien
diare
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang dilakukan untuk pasien diare
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan diare
1.4 Manfaat
1. Bagi Institusi Pendidikan
Agar mengetahui sejauh mana kemampuan mahasiswa dalam memahami
konsep persalinan. Serta sebagai bahan mata ajar dalam proses belajar
mengajar di Institusi
2. Tenaga Kesehata (Perawat)
Agar mengetahui tentang asuhan keperawatan anak pada kasus diare
sehingga dapat mengaplikasikannya dalam dunia kerja, sehingga dapat
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di masyarakat.
3. Mahasiswa
Menambah wawasan teori kepada mahasiswa asuhan keperawatan anak
pada kasus diare.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Menurut WHO, diare merupakan gangguan Buang Air Besar (BAB) ditandai
dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat
disertai dengan darah. (Hatati & Nuraliza, 2018). Diare merupakan penyakit
yang tidak asing terdengar dikalangan masyarakat. Penyakit ini bisa terjadi
kapan saja dan pada siapa saja, mulai dari kalangan anak-anak sampai
kalangan dewasa. Diare dalam bahasa Indonesia biasa disebut dengan "buang
air besar" atau diarrhea dalam bahasa Inggris. Diare merupakan sebuah
gangguan pada saluran pencernaan dimana tinja atau feses berubah menjadi
cair dan terjadi 3-7 kali dalam waktu 24 jam. Penyakit ini biasanya disertai
dengan sakit perut, rasa mulas yang berkepanjangan, dehidrasi dan sering
mual serta muntah (Hardiyanti, dkk, 2019).
2.2 Etiologi
Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005,
etiologi diare akut dibagi atas empat penyebab:
1. Bakteri : Shigella, Salmonella, E.Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus,
Clostridium perfringens, Stafilokokus aureus,
Campylobacter aeromonas.
2. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus,
Astrovirus.
3. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,
Balantidium coli, Trichuris trichiura, Cryptosporidiu
parvum, Strongyloides stercoralis.
4. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan
motilitas, imunodefisiensi, kesulitan makan, dll. (Supriasi
2019).
2.3 Klasifikasi
Diare diklasifikasikan menjadi beberapa jenis menurut karakteristiknya
seperti berdasarkan waktu (akut dan kronis) dan karakteristik fesesnya (cair,
berlemak, radang, dll). Durasi diare adalah hal penting karena bentuk akut
biasanya dikarenakan beberapa agen infeksi, keracunan, atau alergi makanan.
meskipun begitu diare akut bisa juga menjadi gejala dari penyakit organik atau
fungsional kronis. Diare cair merupakan gejala dari beberapa kelainan dalam
penyerapan air ulang dikarenakan ketidakseimbangan antara sekresi dan
absorpsi elektrolit (diare sekretorik) atau tercernanya substansi yang usus
tidak dapat menyerapnya kembali (diare osmotik). Diare dengan lemak yang
banyak mungkin dikarenakan rendahnya absorbsi lipid di usus yang
dikarenakan buruknya pencernaan, dan diare radang jika ada mucus dan pus.
Perbedaan antara diare sekretori dan osmotic ditegakkan melalui klinis dengan
cara mengeliminasi beberapa penyebab diare osmotik yang umumnya sedikit.
Diare osmotik dikarenakan pencernaan garam (magnesium sulfat atau fosfat)
atau polisakarida (mannitol, sorbitol) yang tidak siap untuk dicerna, atau untuk
defek beberapa enzim di mukosa usus (contohnya kurangnya laktase). Diare
osmotik berhenti saat pasien puasa, atau saat subtansi yang tidak siap diserap
tidak lagi dicerna. Diare sekretori, berlanjut meskipun pasien telah berhenti
makan. Diare sekretori mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, antara
endogen atau exogen, yang menentukan ketidakseimbangan antara absorpsi
dan sekresi elektrolit. Diantara penyebab diare sekretori, terdapat juga
abnormalitas motilitas usus, keduanya merupakan penyakit primer dan
sekunder terhadap penyakit metabolik maupun neuro-endokrin sistemik
( Idriyani & putra, 2020).
2.4 Manifestasi Klinik
1. Diare akut
a. Buang air besar encer gas-gas dalam perut, rasa tidak enak dan nyeri
perut
b. Nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram dan bunyi pada perut
c. Demam
d. Akan hilang dalam waktu 72 jam dari onset
2. Diare kronik
a. Serangan lebih sering selama 2-3 periode yang lebih panjang
b. Penurunan BB dan nafsu makan
c. Demam indikas tejadi infeksi seperti virus atau unfeksi bakteri atau
peradangan atau penyakit
d. Dehidrasi tanda-tandanya hipotensi takikardi, denyut lemah. Bentuk
klinis diare
Gejalanya biasanya disertai mual, demam, sakit perut dan dehidrasi.
Namun jika menemui diare berat pada bayi yang berusia di bawah 5
tahun, hal itu tak perlu dikhawatirkan. Anak berusia 1 bulan hingga 5
tahun sering mengalami diare 8-10 kali sehari. Hal ini wajar karena
enzim laktase dalam usus bayi belum berkembang baik sehingga laktosa
dalam susu tidak dapat dipecah dan justru menarik cairan di usus. Dari
penelitian yang dilakukan usia berpengaruh terhadap terjadinya diare
karena balita yang lebih dari 5 tahun dapat mengerti apa yang orang tua
ajarkan contohnya seperti cuci tangan sebelum makan dan sesudah
makan, kekebalan tubuhnya juga lebih kuat dibanding umur dibawah 5
tahun, sehinga diare pada usia di atas 5 tahun sedikit untuk terjadi diare
(Anbhuselvam, 2020).
2.5 Patofisiologi
Pada diare terjadi peningkatan sekresi dan penurunan absorpsi, sehingga akan
terjadi kehilangan cairan dan elektrolit dari saluran pencernaan. Mekanisme
patofisiologi terjadinya diare cair ada 2 macam yaitu:
1. Diare sekretorik
Disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh bakteri atau virus. Toksin
akan merangsang siklik AMP, siklik GMP dan Ca2+ sehingga kripta
melakukan sekresi aktif Cl- dan menghambat absorbsi Na+, Cl- dan
HCO3-, oleh karena itu absorbsi Na+ oleh villi gagal dan sekresi Cl- di
sel epitel berlangsung terus menerus atau meningkat. Hasil akhir adalah
sekresi cairan yang mengakibatkan kehilangan air dan elektrolit dari
tubuh sebagai tinja cair. Contoh klasik sekretorik adalah kolera. Kolera
memproduksi enterotoksin yang mengaktivasi adenil siklase dan
menyebabkan peningkatan siklik AMP yang berakibat sekresi aktif Cl-,
sedangkan Escherichia coli, Yersinia enterocolitica dan Klebsiella
pneumoniae memproduksi enterotoksin yang meningkatkan siklik GMP.
2. Diare osmotik
Disebabkan meningkatnya osmolaritas intra luminal, misalnya
absorbsi larutan dalam lumen kolon yang buruk. Sebagai contoh adalah
diare yang yang disebabkan Rotavirus. Infeksi Rotavirus umumnya
mengenai jejunum, tetapi dapat difus menyebar mengenai seluruh usus
halus sehingga menimbulkan diare yang hebat. Virus ini menimbulkan
diare dengan cara menginvasi epitel vili sehingga terjadi kerusakan sel
yang matur. Sel matur ini akan diganti dengan sel imatur yang berasal dari
proliferasi sel-sel kripta. Sel imatur ini mempunyai kapasitas absorbsi
yang kurang dibandingkan dengan sel matur dan aktifitas disakaridase
yang terdapat di sel imatur ini masih kurang sehingga terjadi gangguan
pencernaan karbohidrat. Adanya karbohidrat (laktase) yang tidak dapat
diabsorpsi, setelah mencapai usus besar akan difermentasi bakteri menjadi
asam organik sehingga menyebabkan suasana hyperosmolar yang
kemudian dapat mengakibatkan sekresi air ke dalam lumen usus
Kedua hal patomekanisme ini dapat terjadi invasi dan destruksi
pada sel epitel, penetrasi ke lamina propria serta kerusakan mikrovili usus
yang dapat menimbulkan keadaan maldigesti dan malabsorpsi. Bila tidak
mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami
invasi sistemik (Nolitriani dkk, 2020).
2.6 Komplikasi
Menurut Ngastiyah (2014) komplikasi dari diare adalah
1. dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik)
2. renjatan
3. hipovolemik,
4. hipokalemia
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik umum yang diprogramkan untuk
pengkajian diare, antara lain (Kyle & Carman, 2014) :
1. Kultur feses: dapat mengindikasikan adanya bakteri
2. Feses untuk adanya ovum dan parasit (O&Q): dapat mengindikasikan
adanya parasit.
3. Feses untuk panel atau kultur virus: untuk menentukan adanya rotavirus
atau virus lain
4. Feses untuk darah samar: dapat positif jika inflamasi atau ulserasi terdapat
di saluran GI
5. Feses untuk leukosit: dapat positif pada kasus inflamasi atau infeksi
6. pH feses/ mengurangi zat: untuk melihat apakah diare disebabkan oleh
intoleransi karbohidrat
7. panel elektrolit: dapat mengindikasikan dehidrasi
8. radiografi abdomen (KUB) : adanya feses di usus dapat mengindikasikan
konstipasi atau impaksi feses (massa feses yang imobil dan mengeras);
tingkat cairan-udara dapat mengindikasikan obstruksi usus.
2.8 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Dehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan. Empat hal penting
yang perlu diperhatikan
1) Jenis cairan
Oral : pedialyte atau oralit, Ricelyte
Parenteral : NaCl, Isotonic, infuse
2) Jumlah cairan
Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan cairan yang
dikeluarkan.
3) Jalan masuk atau cara pemberian
a) Cairan per oral, pada pasien dengan dehidrasi ringan dan
sedang cairan diberikan per oral berupa cairan yang
berisikan NaCl dan NaHCO3, KCL dan glukosa.
b) Cairan parenteral, pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL)
selalu tersedia di fasilitas kesehatan dimana saja. Mengenai
seberapa banyak cairan yang diberikan tergantung dari
beratringannya dehidrasi, yang diperhitungkan dengan
kehilangancairan sesuai dengan umur dan berat badannya.
4) Jadwal pemberian cairan
Diberikan 2 jam pertama, selanjutnya dilakukan penilaian
kembalistatus hidrasi untuk menghitung kebutuhan cairan.
a) Identifikasi penyebab diare
b) Terpai sistematik seperti pemberian obat anti diare, obat anti
mortilitas dan sekresi usus, antiemetic
b. Pengobatan dietetic
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat
badan kurang dari 7 kg jenis makanan :
1) Susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah
dan asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron atau
sejenis lainnya).
2) Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim),
bila anak tidak mau minum susu karena dirumah tidak biasa.
3) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan
misalnya susu yang tidak mengandung laktosa atau asam lemak
yang berantai sedang atau tidak jenuh
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Bila dehidrasi masih ringan
Berikan minum sebanyak-banyaknya, 1 gelas setiap kali setelah
pasien defekasi. Cairan harus mengandung eletrolit, seperti oralit.
Bila tidak ada oralit dapat diberikan larutan gula garamdenan 1 gelas
air matang yang agak dingindilarutkan dalam 1 sendok the gula pasir
dan 1 jumput garam dapur. Jika anak terus muntah atau tidak mau
minum sama sekali perlu diberikan melaluui sonde. Bila pemberian
cairan per oral tidak dapat dilakukan, dipasang infus dengan cairan
Ringer Laktat (RL) atau cairan lain (atas persetujuan dokter). Yang
penting diperhatikan adalah apakah tetesan berjalan lancar terutama
pada jam-jam pertama karena diperlukan untuk segera mengatasi
dehidrasi.
b. Pada dehidrasi berat
Selama 4 jam pertama tetesan lebih cepat. Untuk mengetahui
kebutuhan sesuai dengan yang diperhitungkan, jumlah cairan yang
masuk tubuh dapat dihitung dengan cara:
1) Jumlah tetesan per menit dikalikan 60, dibagi 15/20 (sesuai set
infus yang dipakai). Berikan tanda batas cairan pada botol infus
waktu memantaunya.
2) Perhatikan tanda vital : denyut nadi, pernapasan, suhu.
3) Perhatikan frekuensi buang air besar anak apakah masih sering,
encer atau sudah berubah konsistensinya.
4) Berikan minum teh atau oralit 1-2 sendok jam untuk mencegah
bibir dan selaput lendir mulut kering.
5) Jika rehidrasi telah terjadi, infus dihentikan, pasien diberi makan
lunak atau secara realimentasi.(Paramita, 2017)
9. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan.
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus diare menurut
Nuraarif &Kusuma (2015) dan PPNI (2017) sebagai berikut :
a. Diare
b. Hipovolemi berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekurangan volume
cairan
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengkonsumsi
nutrien
e. Risiko syok berhubungan dengan kekurangan volume cairan
f. Ansietas (Wahyuni, 2020)
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Diare merupakan gangguan Buang Air Besar (BAB) ditandai dengan BAB
lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan
darah. Penyebab diantaranya adalah bakteri, virus, parasite, dan non infeksi
seperti malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas,
imunodefisiensi, kesulitan makan, dll. Diare dapat klasifikasikan menjadi
beberapa jenis menurut karakteristiknya seperti berdasarkan waktu (akut dan
kronis) dan karakteristik fesesnya (cair, berlemak, radang, dll).
3.2 SARAN
Penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan sangat
jauh dari kesempurnaan tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah
dengan mengacu pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
Anbhuselvam, V. L., Karyana, I. P. G., & Purniti, N. P. S. (2019). Implementasi
lintas diare dan penggunaan obat antidiare pada anak dengan
diare. Intisari Sains Medis, 10(3), 817-820. Diakses 7 april 2017
Desak Putu Rendang Indriyani dkk, 2020, Penanganan terkini diare pada anak,
original artikel, vol 11 number 2:928-932. Diakses 31 maret 2021
Dyahariesti, N., Yuswantina, R., & Wijayanti, F. (2020). Edukasi Diare Pada
Anak. Indonesian Journal Of Community Empowerment (IJCE), 2(2).
Diakses 7 April 2021
Fatmawati, F., Arbianingsih, A., & Musdalifah, M. (2017). Faktor yang
mempengaruhi kejadian diare anak usia 3-6 tahun di TK Raudhatul Athfal
Alauddin Makassar. Journal of Islamic nursing, 1(1), 21-32. Diakses 7
april 2017
Hardiyanti, F., Tambunan, H. S., & Saragih, I. S. (2019). Penerapan Metode K-
Medoids Clustering Pada Penanganan Kasus Diare Di Indonesia. Komik
(Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komputer), 3(1). Diakses
Maret 2021
Hartati, S., & Nurazila, N. (2018). Faktor yang mempengaruhi kejadian diare
pada
balita di wilayah kerja puskesmas Rejosari Pekanbaru. Jurnal Endurance:
Kajian Ilmiah Problema Kesehatan, 3(2), 400-407. Diakses 26 Maret
2021.
Indriyani, D. P. R., & Putra, I. G. N. S. 2020. Penanganan terkini diare pada
anak:
tinjauan pustaka. Diakses 7 april 2017
Nolitriani dkk, 2020, Peran Selenium pada Diare Akut,, Jurnal Ilmu Kesehatan
Indonesia- VOL. 1 NO. 2 (2020). Diakses 3 maret 2021
Rosidi, A., Handarsari, E., & Mahmudah, M. (2020). Hubungan kebiasaan cuci
tangan dan sanitasi makanan dengan kejadian diare pada anak SD Negeri
Podo 2 Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Indonesia, 6(1). Diakses 7 april 2021
Sudarwati dkk, 2019, Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Diare Dengan
Terjadinya Diare Di Posyandu Balita Kasun Ii Desa Banyukambang ,
Jurnal Sabhanga, Vol. 1 No. 2 Juli 2019 : 117-126. Diakses 31 maret 2021
Supriasi, A. (2019). Kejadian Diare Pada Balita. Journal of Holistic and
Traditional Medicine, 3(04), 327-330. Diakses 30 maret 2021
Kyle, T., & Carman, S. (2014). Buku Ajar Keperawatan Pediatri (2nd ed.). EGC.
Paramita, L. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Diare Di Ruang 2
Ibu Dan Anak Rs Reksodiwiryo Padang. Jurnal Keperawatan.
Wahyuni, D. S. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Anak Dengan Diare
Yang Di Rawat Di Rumah Sakit. In SELL Journal (Vol. 5, Issue 1).
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai