Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kelompok makalah Small Group Discussion (SGD)
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Kronik Anak Pada Sistem Hematologi: Anemia, Hemofilia
dan Thalasemia” sebagai tugas mata kuliah Keperawatan Anak II.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dalam
penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih baik lagi. Penyusun juga berharap semoga
makalah ini bermanfaat bagi kami secara pribadi dan bagi semua pembaca.
Kelompok 1
ii
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI :
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang…………………………………………… 1
1.2. Rumusan Masalah……………………………………….. 3
1.3. Tujuan Umum……………………………………………. 4
1.4. Tujuan Khusus…………………………………………… 4
1.5. Manfaat…………………………………………………… 4
BAB 2 TINJAUAN TEORI
2.1. Konsep Teori Hematologi………………………………… 5
2.2. Anemia
1. Definisi………………………………………………… 9
2. Klasifikasi………………………………………………9
3. Etiologi………………………………………………… 11
4. Manifestasi Klinis……………………………….…….. 12
5. Patofisiologi…………………………………………….13
6. Pemeriksaan Diagnostik……………………………….. 16
7. Penatalaksanaan Medis ………………………………… 16
8. Komplikasi…………………………………………….. 17
9. Pencegahan……………………………………………. 18
10. Asuhan Keperawatan………………………………….. 18
2.3. Hemofilia
1. Definisi………………………………………………… 28
2. Klasifikasi………………………………………………28
3. Etiologi………………………………………………… 30
4. Manifestasi Klinis…………………………………….. 31
5. Patofisiologi…………………………………………….32
6. Penatalaksanaan Medis ……………………………….. 34
7. Komplikasi…………………………………………….. 34
8. Asuhan Keperawatan………………………….………. 35
2.4. Thalasemia
1. Definisi………………………………………………… 42
2. Klasifikasi………………………………………………42
3. Etiologi………………………………………………… 44
4. Manifestasi Klinis………………………….………….. 44
5. Patofisiologi…………………………………………….45
6. Pemeriksaan Diagnostik……………………………….. 47
iii
7. Penatalaksanaan Medis…………………………………48
8. Komplikasi…………………………………………….. 49
9. Asuhan Keperawatan…………………………………...50
BAB 3 TINJAUAN KASUS
3.1. Pengkajian…………..…………………………………….. 57
3.2. Analisa Data………………………………………………. 62
3.3. Diagnosa Keperawatan…………………………………… 62
3.4. Intervensi Keperawatan…………………………………… 62
BAB 4 PENUTUP
4.1. Kesimpulan…………………………………………........... 67
4.2. Saran………………………………………………………. 68
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
iv
seseorang memiliki bobot 54 kilogram, darah dalam tubuhnya berkisar 4,4 - 5,4 kg. Pada
anak-anak saat berusia 5 atau 6 tahun, jumlah darahnya sama dengan orang dewasa. Tapi
karena mereka lebih kecil, termasuk tulangnya, maka persentase darah dibanding berat
tubuhnya lebih besar dibanding orang dewasa. Sebagai perbandingan, bayi yang baru
lahir memiliki volume darah lebih sedikit. Bayi yang lahir dengan berat sekitar 2,3 - 3,6
kilogram hanya memiliki darah sekitar 0,2 liter (satu cangkir) darah dalam tubuhnya.
…………………………………..
Darah adalah cairan di dalam tubuh yang berfungsi untuk mengirimkan zat-zat dan
oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh, menggangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme
dan juga berperan sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri. Darah
merupakan bagian penting dari sistem transport. Darah merupakan jaringan yang
berbentuk cairan yang terdiri dari 2 bagian besar yaitu plasma darah dan bagian
korpuskuli. Sel-sel yang beredar dalam darah terdiri dan sel darah merah (eritrosit), sel
darah putih (leukosit), dan sel trombosit (sesungguhnya berupa fragmen-fragmen sel). Sel
darah putih (leukosit) terdiri dari seri granulosit (eosinofil, basofil, neutrofil), seri limfosit
(limfosit-T, limfositB, sel Natural Killer, sel-sel stem/batang), serta monosit.
Anemia telah menjadi salah satu masalah kesehatan utama yang dihadapi saat ini,
dimana banyak ditemukan di berbagai Negara di dunia baik Negara maju maupun Negara
berkembang. Secara global anemia terjadi pada 24,8% dari populasi dunia yaitu
sekitar 1.62 juta orang. Tingginya angka kejadian anemia ini mengindikasikan
status nutrisi dan kesehatan masyarakat yang masih buruk. Anemia dapat terjadi
pada semua kelompok usia namun paling sering ditemui pada anak-anak dan ibu
hamil (WHO, 2008).
Ada beberapa perbedaan mengenai darah antara anak-anak dan orang dewasa,
antara lain dalam hal: jumlah normal, penyebab anemia, insidensi dan tipe keganasan,
masalah-masalah karena kelahiran/prematuritas, kelainan-kelainan kongenital
(thalassemia, sindroma anemia Fanconi, dan lain-lain).
Pada anak-anak, kadar Hemoglobin (Hb) normal saat lahir sekitar 12-20g/dl,
sedangkan eritrositnya berupa makrositik, dan Hbnya juga masih mengandung HbF. Pada
usia 2-3 bulan, Hb terendah adalah 9 g/dl dan sampai usia 14 tahun akan meningkat
secara pelan-pelan, dimana pada laki-laki akan menjadi 13-17 g/dl dan perempuan sekitar
12-18 g/dl. WHO telah menyederhanakan kriteria untuk anemia, dimana usia 6 bulan- 6
v
tahun adalah lebih dan 11 g/dl (> 11 g/dl), sedangkan untuk usia lebih dan 6 tahun adalah
lebih dan 12 g/dl. Sel darah merah (eritrosit) mengandung Hb sebagai pembawa oksigen.
Pada anemia akan terjadi keadaan dimana Hb dalam darah rendah. Pada keadaan seperti
ini maka ukuran sel darah merah bisa menjadi lebih kecil dan normal (mikrositik), atau
bila dilihat harga MCV (Mean Cell Volume) terlihat rendah. Keadaan lain bisa terjadi
yaitu ukuran sel darah merah tetap normal (normositik) / nilai MCV normal atau ukuran
sel menjadi lebih besar dan normal (makrositik) atau nilai MCV tinggi.
Selain itu Indonesia termasuk dalam kelompok negara yang beresiko tinggi
untuk penyakit Thalasemia. Yayasan Thalasemia Indonesia menyebutkan bahwa
setidaknya 100.000 anak lahir di dunia dengan Thalasemia α. Di Indonesia sendiri, tidak
kurang dari 1.000 anak kecil menderita penyakit ini. Penderita Thalasemia β
jumlahnya mencapai sekitar 200.000 orang. Angka kejadian carrier Thalasemia β di
Indonesia sekitar 3-5%, bahkan di beberapa daerah mencapai 10%. 2.500 bayi baru
lahir diperkirakan akan mengidap Thalasemia setiap tahunnya. Prevalensi Thalasemia
bawaan atau carrier di Indonesia adalah sekitar 3-8%. Dengan angka kelahiran 23 per
1000 dari 240 juta penduduk Indonesia, diperkirakan ada sekitar 5.520.000 bayi penderita
Thalasemia yang lahir tiap tahunnya.
vi
Darah harus membeku pada waktu dan tempat yang tepat, dan ketika keadaannya
telah pulih seperti sediakala, darah beku tersebut harus lenyap. Sistem ini bekerja tanpa
kesalahan sedikit pun hingga bagian-bagiannya yang terkecil. Jika terjadi pendarahan,
pembekuan darah harus segera terjadi demi mencegah kematian. Di samping itu, darah
beku tersebut harus menutupi keseluruhan luka, dan yang lebih penting lagi, harus
terbentuk tepat hanya pada lapisan paling atas yang menutupi luka. Jika pembekuan
darah tidak terjadi pada saat dan tempat yang tepat, maka keseluruhan darah pada
makhluk tersebut akan membeku dan berakibat pada kematian.
1.5 Manfaat
Adapun manfaat dari penyusunan makalah ini antara lain:
1.5.1 Mahasiswa
vii
Menjadi bahan pembelajaran dalam mata kuliah Keperawatan Anak
1.5.2 Institusi
Dapat menjadi referensi tambahan dalam meningkatkan pengetahuan dan studi
tentang Praktik Keperawatan khususnya di bidang Keperawatan Anak
1.5.3 Profesi Keperawatan
Sebagai acuan dalam standar asuhan keperawatan yang tepat pada anak dengan
penyakit kronik pada system hematologi: anemia, hemofilia dan thalasemia.
BAB II
TINJAUAN TEORI
viii
(untuk dihapus dari tubuh) mengangkut produk pencernaan (yaitu nutrisi)
dari usus ke jaringan seluruh tubuh. Produk larut pencernaan termasuk
glukosa, garam, beberapa vitamin dan beberapa protein. Mereka dibawa
dalam larutan oleh plasma darah.
b) Mengangkut limbah nitrogen dari hati ke ginjal, mengangkut hormon dari
kelenjar hormon yang memproduksi ke organ target hormon tertentu.
c) Transportasi panas yang dilepaskan oleh proses kimia dalam tubuh, proses
metabolisme yaitu, untuk pendingin bagian tubuh atau kulit misalnya pada
tungkai dan kepala, akan dibebaskan dari tubuh jika semua area tubuh telah
memiliki energi panas yang cukup.
3) Fungsi kekebalan Darah
Konstituen utama darah (plasma darah, sel darah merah, sel darah putih dan
trombosit darah), sel darah putih yang disebut leukosit, melakukan fungsi
kekebalan tubuh yang penting dan karena itu digambarkan sebagai bagian
utama dari sistem kekebalan tubuh. Namun, bagian lain dari darah juga
membantu melindungi tubuh terhadap invasi dan penyakit yang disebabkan
oleh patogen misalnya sel-sel darah merah yang membentuk bekuan darah
untuk menutup pembuluh darah yang rusak. Fungsi-fungsi ini umumnya terjadi
sesuai dengan yang diperlukan, tergantung pada apa yang terjadi di dalam
tubuh, misalnya dalam kasus-kasus atau cedera atau infeksi bakteri.
ix
tubuh. Proses ini disebut fagositosis. Fagosit dapat melindungi tubuh
dengan cara ini di lokasi luka, dalam pembuluh darah atau kelenjar getah
bening dan bahkan dalam jaringan di luar pembuluh darah karena fagosit
cukup kecil untuk melewati kapiler untuk menyerang bakteri hadir dalam
jaringan sekitarnya.
b. Komponen darah
x
1) Bagian korpuskuli (elemen seluler)
a) Eritrosit (sel darah merah)
Merupakan bagian utama dari sel darah. Jumlah pada pria dewasa adalah lima
juta/μl darah sedangkan pada wanita empat juta/μl darah. Berbentuk bikonkaf,
warna merah disebabkan oleh adanya Hemoglobin. Dihasilkan oleh limpa, hati
dan sum-sum tulang pada tulang pipih. Berusia sekitar 120 hari, sel yang telah tua
dihancurkan di hati dan dirombak menjadi pigmen bilirubin (Pigmen empedu).
Fungsi primernya adalah mengangkut O2 dari paru-paru ke jaringan dan CO2 dari
jaringan ke paru-paru.
b) Leukosit (sel darah putih)
Jumlah sel pada orang dewasa 6000 – 9000 sel/μl darah. Diproduksi di sum-sum
tulang, limpa dan kelenjar limfe.Terdiri dari beberapa jenis, yaitu : Granulosit
Agranulosit, Lekosit, Trombosit (keping darah / sel darah pembeku)
2) Bagian cair (plasma / serum)
Plasma adalah cairan berwarna kuning muda yang didapat dengan cara memutar
sejumlah darah yang sebelumnya ditambah dengan antikoagulan.Serum adalah cairan
berwarna kuning muda yang didapat dengan cara memutar sejumlah darah yang
dibiarkan membeku tanpa penambahan antikoagulan.Serum komposisinya hampir
sama dengan plasma.
2.2.1. Anemia
1. Definisi
xi
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam
1 mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang dipadatkan (packed red cells
volume) dalam 100 ml darah. (Ngastiyah 2005)
Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau konsentrasi
hemoglobin turun dibawah normal (Wong,2003). Anemia berarti kekurangan sel
darah merah, yang dapat di sebabkan oleh hilangnya darah yang terlalu cepat atau
karena terlalu lambatnya produksi sel darah merah. (Guyton,1997).
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan terhadap keseimbangan antara
pembentuk darah pada masa embrio daripada masa anak/dewasa. Pada masa embrio,
setelah beberapa minggu dari masa konsepsi terjadi, sel-sel darah primitive telah
dibentuk oleh jaringan mesenkim embrional kandung kuning telur (yolk sac) dan
selanjutnya pembentukan sel darah dilanjutkan oleh hati, limpa, sumsum tulang, dan
kelenjar-kelenjar limfoid. Setelah bayi lahir hingga dewasa, sel darah dibuat oleh
sumsum tulang. Hamper semua gangguan pada system hematopoietic ditandai
dengan klinik pucat atau anemia.
2. Klasifikasi Anemia
a. Akibat Pembentukan Eritrosit
1) Anemia Defisiensi besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya
mineral Fe sebagai bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit.
Kebutuhan Fe dalam makanan sekitar 20 mg sehari, dari jumlah ini hanya
kira-kira 2 mg yang diserap. Jumlah total Fe dalam tubuh berkisar 2-4 g, kira-
kira 50 mg/kg BB pada wanita. Umumnya akan terjadi anemia dimorfik,
karena selain kekurangan Fe juga terdapat kekurangan asam folat (Kapita
Selekta Kedokteran, 2000). Pada anak-anak, anemia defisiensi besi paling
sering terjadi antara usia 6 bulan sampai 3 tahun; remaja dan bayi prematur
juga beresiko (Kepertawatan Pediatrik, 2005).
2) Anemia Aplastik
Merupakan keadaan yang disebabkan berkurangnya sel hematopeatik dalam
darah tepi seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit akibat berhentinya
pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang. Terjadi karena
ketidaksanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel darah (Kapita
Selekta Kedokteran, 2000). Anemia aplastik dikarakteristikkan dengan
xii
pansitopenia (anemia, granulositopenia, dan trombositopenia) dan hipoplasia
sumsum tulang (Keperawatan Pediatrik, 2005).
3) Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik secara umum mempunyai abnormalitas morfologi dan
pematangan eritrosit tertentu. Morfologi megaloblastik dapat dijumpai pada
sejumlah keadaan, hampir senua kasus pada anak disebkan oleh defisiensi
asam folat, vitamin B12 atau kedua-duanya.
b. Akibat Kelainan
1) Anemia Sel Sabit
Penyakit sel sabit (sickle cell disease) merupakan kelompok penyakit yang
bersifat hemolitik, genetik berat, kronis, dihubungkan dengan hemoglobin S
(Hb S), yang mentrasnformasikan sel darah merah ke dalam bentuk sabit
(seperti bulan sabit) pada saat oksigenasi darah menurun. Hemoglobin SS
(anemia sel sabit) merupakan bentuk paling umum dari penyakit sel sabit.
Anemia sel sabit ditemukan paling sering pada orang-orang di pedalaman
afrika, tetapi juga juga pada orang-orang mediterania, karibia, amerika tengah
dan selatan, arab, dan pedalaman Indian timur. Anemia sel sabit merupakan
hemoglobinopati yang paling sering terjadi pada orang afrika amerika dan
diperkirakan mencapai 1 setiap 375 kelahiran hidup. Ciri sel sabit merupakan
gangguan benigna dan bersifat carrier (Keperawatan Perdiatrik, 2005).
2) Anemia Hemolitik
Terjadi penghancuran (hemolysis) eritrosit secara berlebihan karena:
a) Faktor intrasel: misalnya thalassemia, hemoglobinopatia (thalassemia
HbE, anemia, sickle cell), sferositas kongenital, defisiensi enzim eritrosit
(G-6PD, piruvat kinase, glutation reductase)
b) Faktor ekstrasel: karena intoksikasi, infeksi (malaria), imunologis
(inkompatibilitas golongan darah, reaksi hemolitik pada transfuse darah)
Pada anemia hemolitik, umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur
eritrosit 100-120 hari).
c. Akibat Perdarahan
Terjadi akibat perdarahan yang massif seperti kecelakaan, operasi dan persalinan
dengan perdarahan atau perdarahan yang menahun seperti penyakit cacingan.
xiii
3. Etiologi Anemia Pada Anak
Anemia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti:
a. Gangguan pembentukan eritrosit
Gangguan pembentukan eritrosit terjadi apabila terdapat defisiensi substansi
tertentu seperti mineral (besi, tembaga), vitamin (B12, asam folat), asam amino,
serta gangguan pada sumsum tulang.
b. Perdarahan
Kehilangan darah mendadak seperti kecelakaan, operasi dan persalinan dengan
perdarahan hebat. Akibat kehilangan darah yang cepat terjadi reflex
kardiovaskular yang fisiologis berupa kontraksi arteriol, pengurangan aliran
darah atau komponennya ke organ tubuh yang kurang vital (anggota gerak,
ginjal dan sebagainya) dan penambahan aliran darah ke organ vital (otak dan
jantung).
c. Hemolisis
Hemolisis adalah proses penghancuran eritrosit. Anemia terjadi sebagai akibat
gangguan, atau rusaknya mekanisme produksi sel darah merah. Penyebab
anemia adalah menurunnya produksi sel-sel darah merah karena kegagalan dari
sumsum tulang, meningkatnya penghancuran sel-sel darah merah, perdarahan,
dan rendahnya kadar ertropoetin, misalnya pada gagal ginjal yang parah. Gejala
yang timbul adalah kelelahan, berat badan menurun, letargi, dan membran
mukosa menjadi pucat. Apabila timbulnya anemia perlahan (kronis), mungkin
hanya timbul sedikit gejala, sedangkan pada anemia akut yang terjadi adalah
sebaliknya (Fadil, 2005).
xiv
Telinga Vertigo, tinnitus
Mulut Mukosa licin dan mengkilat, stomatitis, perdarahan gusi, atrofi papil
lidah, glossitis, lidah merah (anemia deficiency asam folat)
Paru – paru Dipsneu, takipnea, dan orthopnea
Kardiovaskuler Takikardia, lesu, cepat lelah, palpitasi, sesak waktu kerja, angina
pectoris dan bunyi jantung murmur, hipotensi, kardiomegali, gagal
jantung
Gastrointestinal Anoreksia, mual-muntah, hepatospleenomegali (pada anemia
hemolitik)
Muskuloskletal Nyeri pinggang, sendi
System Sakit kepala, pusing, tinnitus, mata berkunang-kunang, kelemahan
persyarafan otot, irritable, lesu perasaan dingin pada ekstremitas.
xv
destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan
bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl
mengakibatkan ikterik pada sclera). (Smeltzer & Bare. 2002 : 935 ).
xvi
WOC Anemia
Anoksia eritropoetin
Dyspnea, Miotin & aktin tidak lengket Peningkatan kerja jantung
Takipnea,
Orthopnea
Aktivasi RAA,
Penurunan kontraksi otot Hipertropi Kerja otak
terganggu Vasokontriksi pemb. darah
7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis yang diberikan yaitu transfusi darah, pilihan kedua
plasma (plasma expanders atau plasma subtitue). Dalam keadaan darurat diberikan
cairan intravena dengan cairan infus apa saja yang tersedia. Adapun penatalaksanaan
medis yang diberikan berdasarkan jenis anemia yaitu:
a. Anemia Defisiensi Zat Besi
Pemberian makanan yang adekuat. Pada anak dengan defisiensi zat besi
diberikan sulfas ferosus 3x10 mg/kg BB/ hari (waspada terhadap terjadinya
enteritis). Dapat diberikan preparat zat besi parenteral secara intramuscular
atau intravena bila pemberian per oral tidak dapat dilakukan. Transfusi darah
diberikan hanya bila kadar Hb kurang dari 5 g/dl disertai keadaan umum yang
buruk, misalnya pada gagal jantung, bronkopneumonia dan sebagainya.
Pengobatan pada pasien dengan defisiensi asam folat dengan memberikan
asam folat 3x5 mg/hari sedangkan pada bayi yaitu 3x2,5 mg/hari.
b. Anemia Aplastik
1) Prednison dan testosterone.
Prednisone, dosis 2-5 mg/kg BB/ hari per oral; testosterone dengan dosis
1-2 mg/kg BB/hari secara parenteral. Akhir akhir ini testosterone diganti
dengan oksimetolon yang mempunyai daya anabolic dan merangsang
system hemopoietik lebih kuat, dosis diberikan 1-2 mg/kg BB/hari per
oral. Hendaknya memperhatikan fungsi hati. Pengobatan dapat
berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Jika terdapat remisi
dosis dikurangi sepenuhnya dan jumlah sel darah diawasi setiap minggu.
Bila kemudian terjadi relaps, dosis obat harus diberikan penuh lagi.
2) Transfusi Darah
Diberikan jika diperlukan saja, karena pemberian transfusi darah terlampau
sering akan menimbulkan depresi sumsum tulang atau akan menimbulkan
reaksi hemolitik sebagai akibat dibentuknya antibody terhadap sel-sel
darah tersebut.
3) Pengobatan terhadap infeksi sekunder
Untuk mencegah infeksi, sebaiknya anak diisolasi dalam ruangan yang
suci hama. Pemberian obat antibiotika dipilih yang tidak menyebabkan
depresi sumsum tulang. Kloramfenikol tidak boleh diberikan.
4) Makanan
Makanan umumnya diberikan dalam bentuk lunak. Bila terpaksa diberikan
melalui pipa lambung harus hati-hati karena dapat menimbulkan
luka/perdarahan pada waktu pemasangan.
5) Istirahat
Untuk mencegah perdarahan terutama pada otak.
Evaluasi Airway, Breathing, Circulation dan segera perlakukan setiap kondisi yang
mengancam jiwa. Kristaloid adalah cairan awal pilihan yang harus segera
diberikan.
8. Komplikasi
Anemia dapat menyebabkan daya tahan tubuh anak berkurang, akibatnya
anak anemia akan mudah terkena infeksi. Mudah terserang batuk, flu, atau terkena
infeksi saluran napas, jantung juga menjadi mudah lelah, karena harus memompa
darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan
berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi
lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan
organ-organ tubuh, termasuk otak (Fadil, 2005).
B1 (Breathing)
Dispnea (kesulitan bernapas), napas pendek, dan cepat lelah saat
melakukan aktivitas jasmani merupakan menifestasi berkurangnya
pengiriman oksigen.
B2 (Bleeding)
Takikardia dan bising jantung menggambarkan beban jantung dan
curah jantung meningkat, pucat pada kuku, telapak tangan, serta
membran mukosa bibir dan konjungtiva. Keluhan nyeri dada bila
melibatkan arteri koroner. Angina (nyeri dada) khususnya pada
pasien usia lanjut dengan stenosis koroner dapat diakibatkan karena
iskemia miokardium. Pada anemia berat, dapat menimbulkan gagal
jantung kongestif sebab otot jantung yang kekurangan oksigen
tidak dapat menyesuaikan diri dengan beban kerja jantung yang
meningkat.
B3 (Brain)
Disfungsi neurologis, sakit kepala, pusing, kelemahan, dan tinitus
(telinga berdengung).
B4 (Bladder)
Gangguan ginjal, penurunan produksi urine.
B5 (Bowel)
Penurunan intake nutrisi disebabkan karena anoreksia, nausea,
konstipasi atau diare, serta stomatitis (sariawan lidah dan mulut).
B6 (Bone)
Kelemahan dalam melakukan aktifitas
i) Pemeriksaan Penunjang
Tes penyaring: tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap
kasus anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya
anemia dan bentuk morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini
meliputi pengkajian pada komponen-komponen berikut ini: kadar
hemoglobin, indeks eritrosit, (MCV, MCV, Dan MCHC), apusan
darah tepi.
Pemeriksaan darah rutin merupakan pemeriksaan untuk
mengetahui kelainan pada sistem leukosit dan trombosit.
Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju endap darah (LED),
hitung diferensial, dan hitung retikulosit.
Pemeriksaan sumsum tulang: pemeriksaan ini harus dikerjakan
pada sebagian besar kasus anemia untuk mendapatkan diagnosis
defenitif meskipun ada beberapa kasus yang diagnosisnya tidak
memerlukan pemeriksaan sumsum tulang
Pemeriksaan atas indikasi khusus: pemeriksaan ini akan
dikkerjakan jika telah mempunyai dugaan diagnosis awal sehingga
fungsinya adalah untuk mengomfirmasi dugaan diagnosis tersebut
pemeriksaan tersebut memiliki komponen berikut ini:
- Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi
transferin, dan feritin serum.
- Anemia megaloblastik: asam folat darah/ertrosit, vitamin
B12.
- Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes coombs, dan
elektroforesis Hb.
- Anemia pada leukeumia akut biasanya dilakukan
pemeriksaan sitokimia.
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa untuk penderita anemia yang biasanya muncul adalah:
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan pengiriman oksigen ke
jaringan
b. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakadekuatan masukan zat besi
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
transport O2 ke jaringan
c. Intervensi Keperawatan
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan pengiriman oksigen ke
jaringan
NOC NIC
Toleransi terhadap aktivitas (0005) 1. Terapi Oksigen (3320)
1. Saturasi oksigen ketika beraktivitas a. Berikan oksigen tambahan seperti
SaO2 normal : 95-100%
yang diperintahkan
2. Frekuensi pernafasan ketika
b. Monitor aliran oksigen
beraktivitas c. Monitor efektifitas terapi oksigen,
RR normal Anak : 20-30x/menit
misalnya tekanan oksimetri
3. Kemudahan bernafas ketika beraktifitas
d. Ajarkan keluarga mengenai
4. Kemudahan dalam melakukan aktivitas
penggunaan alat oksigen
hidup harian
e. Konsultasi dengan tim kesehatan
5. Kekuatan tubuh bagian atas
6. Kekuatan tubuh bagian bawah lain untuk terapi oksigen
Kekuatan Otot Pada anak yang 2. Bantuan perawatan diri (1800)
a. Monitor kemampuan perawatan
kooperatif
diri secara mandiri
5: Normal
b. Berikan bantuan sampai pasien
4: Dapat melawan tekanan
mampu melakukan perawatan diri
3: Dapat menahan berat - tidak dapat
mandiri
melawan tekanan
c. Bantu pasien menerima kebutuhan
2: Hanya dapat menggerakkan anggota
terkait dengan kondisi
badan
ketergantungannya
1: Teraba gerakan konstraksi otot, tidak
3. Peningkatan keterlibatan keluarga
dapat bergerak
(7110)
0: Tidak ada konstraksi
a. Identifikasi kemampuan anggota
7. Kemudahan dalam melakukan aktivitas
keluarga untuk terlibat dalam
hidup harian
perawatan pasien
b. Dorong perawatan oleh anggota
keluarga selama perawatan di
rumah sakit atau perawatan di
fasilitas perawatan jangka panjang
4. Manajemen nutrisi (1100)
a. Tentukan status gizi pasien dan
kemampuan pasien untuk
memenuhi kebutuhan gizi
5. Manajemen pengobatan (2380)
a. Tentukan obat yang diperlukan dan
kelola menurut resep atau protocol
b. Monitor efektifitas cara pemberian
obat yang sesuai
c. Monitor efek samping obat
6. Monitor tanda-tanda vital (6680)
a. Monitor tekanan darah, nadi, suhu
dan status pernapasan dengan tepat
b. Identifikasi kemungkinan penyebab
perubahan tanda-tanda vital
NOC NIC
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari 1. Manajemen nutrisi (1100)
a. Tentukan status gizi pasien dan
kebutuhan tubuh (00002)
1. Nafsu makan bertambah (1014) kemampuan pasien untuk memenuhi
a. Ada hasrat/keinginan untuk makan
kebutuhan gizi
b. Intake nutrisi dan makanan yang
b. Tentukan jumlah kalori dan jenis
adekuat
nutrisi yang dibutuhkan untuk
2. Berat Badan : Massa Tubuh (1006)
a. Berat badan bertambah memenuhi persyaratan gizi
3. Status Nutrisi (1004) 2. Terapi Nutrisi (1120)
a. Asupan makanan meningkat a. Lengkapi pengkajian nutrisi, sesuai
b. Rasio berat badan/tinggi badan yang
kebutuhan
ideal b. Monitor intake makanan/cairan dan
hitung masukan kalori perhari sesuai
kebutuhan
3. Monitor Nutrisi (1160)
a. Timbang Berat Badan pasien
b. Lakukan pengukuran antropometrik
pada komposisi tubuh
c. Lakukan pemeriksaan laboratorium
dan monitor hasilnya (Hb, Ht,
albumin, kreatinin, darah rutin, darah
lengkap)
4. Manajemen Berat Badan (1260)
a. Hitung berat badan ideal pasien
b. Diskusikan dengan pasien mengenai
hubungan antara asupan makanan,
olahraga, peningkatan berat badan,
dan penurunan berat badan
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan transport
O2 ke jaringan
NOC NIC
Perfusi Jaringan Perifer (0407) a. Monitor tanda – tanda vital (6680)
a. Pengisian kapiler jari <2 detik a. Monitor tekanan darah, nadi, suhu
b. Nadi (80-105 x/menit)
dan status pernafasan dengan tepat
c. Tekanan Darah (90/60 mmHg)
b. Monitor dan laporkan tanda dan
d. Suhu (36,50-370C)
Status Sirkulasi (0401) gejala hipotermia dan hipertermia
a. Saturasi Oksigen (95-100%) c. Identifikasi kemungkinan penyebab
b. PaO2 (80-100 mmHg)
perubahan tanda-tanda vital
c. PaCO2 (35-45 mmHg)
d. Monitor warna kulit, suhu dan
d. Urine output (1400-1500 ml/24 jam)
kelembaban
e. Monitor sianosis sentral dan perifer
b. Monitor asam basa (1920)
a. Ambil spesimen yang diminta untuk
pemeriksaan laboratorium
keseimbangan asam basa (analisa
gas darah, urine dan serum) pada
pasien yang berisiko sesuai
kebutuhan
b. Catat apakah nilai PaCO2
menunjukkan asidosis respiratorik,
alkalosis respiratorik atau normal
c. Terapi Oksigen (3320)
a. Berikan oksigen tambahan seperti
yang diperintahkan
b. Monitor aliran oksigen
c. Monitor efektifitas terapi oksigen,
misalnya tekanan oksimetri
d. Ajarkan keluarga mengenai
penggunaan alat oksigen
e. Konsultasi dengan tim kesehatan
lain untuk terapi oksigen
4. Monitor neurologi (2620)
a. Monitor tingkat kesadaran
b. Monitor tingkat orientasi
c. Monitor kecendrungan Skala Koma
Glasgow
d. Monitor status pernafasan; nilai
ABG, tingkat oksimetri, kedalaman,
pola, laju/tingkat dan usaha
bernafas
2.2.2 Hemofilia
1. Definisi Hemofilia
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor
pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada
kromosom X ( ). Meskipun hemofilia merupakan penyakit herediter tetapi
2. Klasifikasi Hemofilia
Menurut National Heart, Lung, dan Blood Institute (NHLBI), 8 dari 10
orang penderita hemofilia memiliki hemofilia tipe A. Hemofilia B, atau sering
disebut dengan Penyakit Natal, disebabkan oleh kurangnya faktor pembekuan IX
(FIX). Hemofilia B diderita sekitar 1 dari antara 50.000 orang. Hemofilia C, atau
biasa disebut defisiensi XI faktor disebabkan kurangnya faktor pembekuan XI
(FXI). Hemofilia tipe C diwariskan berbeda dari hemofilia A atau B, akibatnya
hemofilia C dapat diderita oleh anak laki-laki maupun perempuan. Orang dengan
tipe hemofilia ini jarang atau sering tidak mengalami pendarahan spontan,
pendarahan biasanya terjadi setelah trauma atau operasi.
a. Hemofilia A
Adalah hemofilia yang paling umum ditemukan, keadaan terkait –X yang
disebabkan oleh kekurangan faktor koagulasi VIII. Disebut juga hemofilia
klasik
b. Hemofilia B
Merupakan jenis hemofilia yang umum ditemukan, keadaan terkait-X yang
disebabkan oleh kekurangan faktor koagulasi IX. Disebut juga chrismast
disease. Hemofilia B Leyden, bentuk peralihan defisiensi faktor koagulasi IX,
tendensi perdarahan menurun setelah pubertas.
c. Hemofilia C
Gangguan autosomal yang disebabkan oleh kekurangan faktor koagulasi XI,
terutama terlihat pada orang turunan Yahudi Aohkenazi dan ditandai dengan
episode berulang perdarahan dan memar ringan, menoragia, perdarahan
pascabedah yang hebat dan lama, dan masa rekalsifikasi dan tromboplastin
parsial yang memanjang. Disebut juga plasma tromboplastin antecedent
deficiency. PTA deficiency, dan Rosenthal syndrome.
(Dorland’s Ilustrated Medical Dictionary, 2002).
c. Ringan
Yaitu 6 % – 50 % dari jumlah normalnya. Penderita hemofilia ringan
mengalami perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut
gigi, atau mengalami luka yang serius (Betz, Cecily Lynn. 2009).
3. Etiologi Hemofilia
Berikut ini adalah beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya
penyakit hemophilia:
a. Faktor genetik atau keturunan
Hemofilia disebabkan oleh faktor genetik atau keturunan yaitu hemofilia A
dan B, kedua gen tersebut terletak pada kromosom X, sehingga termasuk
penyakit resesif terkait –X. Oleh karna itu semua anak perempuan dari laki-
laki yang menderita hemofilia adalah karier penyakit, dan anak laki-laki tidak
terkena. Anak laki-laki dari perempuan yang kerier memiliki kemungkinan
50% untuk menderita penyakit hemofilia dapat terjadi pada wanita homozigot
dengan hemofilia (ayah hemofilia, ibu karier) tetapi keadaan ini sangat jarang
terjadi. Kira-kira 30% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dan mungkin
akibat mutasi spontan (Hoffbrand, Pettit, 1993).
b. Mutasi gen
Menurut Robbins (2007) 70-80% penderita Hemofilia mendapatkan mutasi
gen resesif X-linked dari pihak Ibu. Gen F VIII dan F IX terletak pada
kromosom X dan bersifat resesif., maka penyakit ini dibawa oleh perempuan
(karier, XXh) dan bermanifestasi klinis pada laki-laki (laki-laki, XhY); dapat
bermanifestasi klinis pada perempuan bila kromosom X pada perempuan
terdapat kelainan (XhXh).
c. Defisiensi vitamin K
Defisiensi vitamin K menyebabkan gangguan faktor VIII dan IX sehingga
menjadikan proses koagulasi terganggu dan luka pun menjadi tidak tertutup
dan menyebabkan perdarahan, terjadi hambatan pembentukan trombin yang
sangat penting untuk pembentukan normal bekuan fibrin fungsional yang
normal dan pemadatan sumbat trombosit yang telah terbentuk pada daerah
jejas vascular.
Selain itu terdapat juga faktor risiko pada penyakit hemofilia yaitu riwayat
keluarga dari dua pertiga anak-anak yang terkena menunjukkan bentuk bawaaan
resesif terkait-x. Hemofilia A (defisiensi faktor VIII terjadi pada 1 dari 5000 laki-
laki. Hemofilia B ( defisiensi faktor IX) terjadi pada seperlimanya.
4. Manifestasi klinik
a. Masa Bayi (untuk diagnosis)
1) Perdarahan berkepanjangan setelah sirkumsisi
2) Ekimosis subkutan di atas tonjolan-tonjolan tulang (saat berumur 3-4
bulan)
3) Hematoma besar setelah infeksi
4) Perdarahan dari mukosa oral.
5) Perdarahan Jaringan Lunak
b. Episode Perdarahan (selama rentang hidup)
1) Gejala awal : nyeri
2) Setelah nyeri : bengkak, hangat dan penurunan mobilitas
3) Sekuela Jangka Panjang…………………………………………………….
Perdarahan berkepanjangan dalam otot menyebabkan kompresi saraf dan
fibrosis otot. Umumnya penderita hemofilia berat perdarahan sudah mulai
terjadi pada usia di bawah 1 tahun. Perdarahan dapat terjadi di mukosa
mulut, gusi, hidung, saluran kemih, sendi lutut, pergelangan kaki dan siku
tangan, otot iliospoas, betis dan lengan bawah. Perdarahan di dalam otak,
leher atau tenggorokan dan saluran cerna yang masif dapat mengancam
jiwa.
5. Patofisiologi Hemofilia
Hemofilia disebabkan dua faktor yaitu faktor genetik dan defisiensi
vitamin K. Faktor genetik tadi menyebabkan penurunan sintesis faktor
pembekuan darah VIII dan IX, dan karena penurunan faktor pembekuan darah
tadi menyebabkan fator X tidak teraktivasi sehingga terjadi pemanjangan APTT
(Activated Patrial Thromboplastin Time) dan menyebabkan proses pembentukan
trombin menjadi lama sehingga stabilitas fibrin pun menjadi tidak memadai
sehingga terjadi pendarah dan menyebabkan darah sukar membeku.
Defisiensi vitamin K menyebabkan gangguan faktor VIII dan IX sehingga
menjadikan proses koagulasi terganggu dan luka pun menjadi tidak tertutup dan
menyebabkan perdarahan. Dari kedua hal tersebut menyebabkan terjadinya
hemofilia, lantaran hemofilia tersebut menyebabkan beberapa hal:
a. Karena perdarahan dari hemofilia dalam pernafasan tersebut menyebabkan
banyaknya kehilangan darah sehingga menyebabkan Hb turun dan
mengakibatkan aliran darah ke paru pun menurun dan menyebabkan hipoksia
sehingga terjadi dispneu dan lataran hal ini terjadi gangguan pola nafas.
b. Karena perdarahan tersebut pada darah menyebabkan kumpulan trombositpun
menurun sehingga sirkulasi darah ke jantungpun terganggu dan terjadi
iskemik miokard karena iskemik miokard tersebut pengisian darah ke
ventrikel kiripun menurun dan menyebabkan cardic out pun menurun karena
hal tersebut terjadilah intoleransi aktivitas.
c. Karena pendarahan tersebut pada otak menyebabkan vasokonstriksi pada
pembuluh darah otak sehingga terjadi defisit faktor pembekuan darah dan
menyebabkan nekrosis pada jaringan otak sehingga otak mengalami defisit
fungsi neurologisnya dan menyebabkan letargi, lantaran hal ini maka
menyebabkan terjadinya resiko cedera.
d. Karena perdarahan tersebut pada GI menyebabkan absorpsi ususpun menurun
sehingga sari makanan pun tidak dapat diserap sehingga menyebabkan
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan.
WOC Hemofilia
Faktor Genetik
Defisiensi Vit. K
Faktor X tidak
G3 proses koagulasi
Pemanjangan APTT
Luka tidak tertutup
Hambatan
Trombin lama terbentuk Eliminasi Urine
Perdarahan
Stabilitas fibrin tidak memadai
Trombosit menurun Oliguri
Perdarahan Defisit faktor pembekuan darah
Penurunan
Darah sukar membeku HEMOFILIA GFR
Kehilangan Sirkulasi darah Penurunan aliran
banyak darah ke jantung darah dan O2 ke
menurun jaringan
Nekrosis jaringan otak
Hb menurun Iskemik
miokard Defisit fungsi Absorpsi usus
neurologis menurun
Aliran darah dan O2 CO menurun
ke paru paru menurun Sari makanan
Letargi
Pengisian tidak dapat
VS menurun Resiko cedera diserap
Hipoksia
Perubahan nutrisi
Dispnea Letih, lesu dan
kurang dari
mudah lelah
kebutuhan tubuh
Penurunan
Pola napas perfusi jaringan Intoleransi
tidak efektif perifer Aktivitas
6. Penatalaksanaan Medis
Adapun penatalaksanaan medis yang diberikan pada anak dengan Hemofilia
yaitu:
a. Terapi Supportif
1) Melakukan pencegahan seperti menghindari terjadinya luka atau benturan
2) Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar
aktivitas faktor pembekuan sekitar 30-50%
3) Lakukan Rest, Ice, Compressio, Elevation (RICE) pada lokasi perdarahan
untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi.
4) Rehabilitasi medik, sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara
komprehensif dan holistic dalam sebuah tim karena keterlambatan
pengelolaan akan menyebabkan kecacatan dan ketidakmampuan baik fisik,
okupasi maupun psikososial dan edukasi. Rehabilitasi medic atritis
hemofilia meliputi : latihan pasif/aktif, terapi dingin dan panas,
penggunaan ortosis, terapi psikososial dan terapi rekreasi serta edukasi.
b. Terapi Pengganti Faktor Pembekuan
Dilakukan dengan memberikan F VIII atau F IX baik rekombinan, kosentrat
maupun komponen darah yang mengandung cukup banyak factor pembekuan
tersebut. Hal ini berfungsi untuk profilaktif/untuk mengatasi episode
perdarahan. Jumlah yang diberikan bergantung pada factor yang kurang.
7. Komplikasi
Menurut Handayani (2008), komplikasi yang dapat terjadi pada pasien
hemofilia adalah perdarahan intrakranium, infeksi oleh virus imunodefisiensi
manusia sebelum diciptakannya F VIII artificial, kekakuan sendi, hematuria
spontan dan perdarahan gastrointestinal, serta resiko tinggi terkena AIDS akibat
transfusi darah.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
pengiriman oksigen ke jaringan
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan pengiriman oksigen ke
jaringan
3) Risiko pola napas tidak efektif berhubungan dengan dispnea sekunder terhadap
aliran darah dan O2 ke paru yang menurun
c. Intervensi Keperawatan
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
pengiriman oksigen ke jaringan
NOC NIC
Ketidakefektifan perfusi jaringan 1. Pengaturan Hemodinamik
a. Lakukan penilaian komprehensif
perifer
Perfusi Jaringan: Perifer (0407) terhadap status hemodinamik
a. CRT < 2 detik
(memeriksa tekanan darah, denyut
b. Suhu kulit ujung kaki dan tangan
jantung, denyut nadi, tekanan vena
normal (36.5-37.5 C)
jugularis, tekanan vena sentral,
Perfusi jaringan : Seluler (0416) atrium kiri dan kanan, tekanan
a. Nilai rata-rata gas darah arteri ventrikel, dan tekanan arteri
b. Saturasi oksigen pulmonalis), dengan tepat.
c. Keseimbangan elektrolit dan b. Identifikasi adanya tanda dan gejala
asam/basa peringatan dini system hemodinamik
Status sirkulasi (0401) yang dikompromikan (misalnya:
a. SaO2 normal >95% dyspnea, penurunan kemampuan
b. CRT < 2 detik
c. Tekanan darah normal 80-100/60 untuk olahraga, ortopnea, sangat
mmHg kelelahan, pusing, melamun, edema,
d. Nadi normal 80-90x/menit palpitasi, dyspnea paroksismal
Tanda-tanda vital (0802)
a. Frekuensi nadi ketika beraktivitas nocturnal, perubahan berat badan.
Nadi Normal Anak : 80-90x/menit c. Tentukan status perfusi (yaitu apakah
b. Tekanan darah normal 80-100/60 pasien terasa dingin, suam-suam
mmHg kuku, atau hangat)
c. Suhu normal 36.5-37.5 C d. Monitor denyut nadi perifer,
d. Frekuensi pernafasan ketika
pengisian kapiler, suhu dan warna
beraktivitas
RR normal Anak : 20-30x/menit ekstremitas.
2. Manajemen Elektrolit/cairan (2080)
a. Amati membrane bukal pasien,
sklera, dan kulit terhadap indikasi
perubahan cairan dan keseimbangan
elektrolit (misalnya kekeringan,
sianosis, dan jaundice)
3. Interpretasi Data Laboratorium
a. Laporkan pada dokter segera jika
tiba-tiba terjadi perubahan pada nilai
laboratorium
b. Analisa apakah hasil yang
didapatkan konsisten dengan
perilaku pasien dan kondisi klinis
4. Terapi Oksigen (3320)
a. Pertahankan kepatenan jalanan napas
b. Berikan oksigen tambahan seperti
yang diperintahkan
c. Monitor efektifitas terapi oksigen
( misalnya tekanan oksimetri, ABGs)
dengan tepat
5. Monitor tanda-tanda vital (6680)
a. Monitor tekanan darah, nadi, suhu
dan status pernapasan dengan tepat
b. Identifikasi kemungkinan penyebab
perubahan tanda-tanda vital
1. Definisi Thalasemia
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan
sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek
(kurang dari 100 hari) (Ngastiyah, 2005).
Thalasemia merupakan penyakit genetik yang menyebabkan gangguan
sintesis rantai globin, komponen utama molekul hemoglobin (Hb) (Menurut
Setianingsih 2008).
Thalasemia adalah salah satu dari penyakit genetik yang diwariskan dari
orang tua kepadaanaknya dimana terjadi kelainan sintesis hemoglobin yang
heterogen akibat pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin yang
menyebabkan ketidakseimbangan produksi rantai globin.
2. Klasifikasi
Secara molekuler, Thalasemia dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu
Thalasemia alfa dan Thalasemia beta sesuai dengan kelainan berkurangnya produksi
rantai-polipeptida.
a. Thalasemia Alfa
Thalasemia ini disebabkan oleh mutasi salah satu atau seluruh globin rantai alfa
yang ada. Thalasemia alfa terdiri dari:
1) Silent Carrier State
Gangguan pada 1 rantai globin alfa. Keadaan ini tidak timbul gejala
sama sekali atau sedikit kelainan berupa sel darah merah yang tampak
lebih pucat.
2) Thalasemia Alfa Trait
Gangguan pada 2 rantai globin alfa. Penderita mengalami anemia ringan
dengan sel darah merah hipokrom dan mikrositer, dapat menjadi carrier.
3) Hemoglobin H Disease
Gangguan pada 3 rantai globin alfa. Penderita dapat bervariasi mulai
tidak ada gejala sama sekali, hingga anemia yang berat yang disertai
dengan perbesaran limpa (splinomegali).
b. Thalasemia Alfa Mayor
Gangguan pada 4 rantai globin alfa. Thalasemia tipe ini merupakan kondisi yang
paling berbahaya pada Thalasemia tipe alfa. Kondisi ini tidak terdapat rantai
globin yang dibentuk sehingga tidak ada HbA atau HbF yang diproduksi. Janin
yang menderita alfa Thalasemia mayor pada awal kehamilan akan mengalami
anemia, membengkak karena kelebihan cairan, perbesaran hati dan limpa. Janin
ini biasanya mengalami keguguran atau meninggal tidak lama setelah dilahirkan.
c. Thalasemia Beta
Thalasemia beta terjadi jika terdapat mutasi pada satu atau dua rantai globin beta
yang ada. Thalasemia beta terdiri dari:
1) Thalasemia Beta Trait (Minor)
Thalasemia jenis ini memiliki satu gen normal dan satu gen yang
bermutasi. Penderita mengalami anemia ringan yang ditandai dengan sel
darah merah yang mengecil (mikrositer).
2) Thalasemia Intermedia
Kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa produksi
sedikit rantai beta globin. Penderita mengalami anemia yang derajatnya
tergantung dari derajat mutasi gen yang terjadi.
3) Thalasemia Mayor (Cooley’s Anemia)
Kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat
memproduksi rantai beta globin. Gejala muncul pada bayi ketika
berumur 3 bulan berupa anemia yang berat. Penderita Thalasemia mayor
tidak dapat membentuk hemoglobin yang cukup sehingga hampir tidak
ada oksigen yang dapat disalurkan ke seluruh tubuh, yang lama
kelamaan akan menyebabkan kekurangan O2 , gagal jantung kongestif,
maupun kematian. Penderita Thalasemia mayor memerlukan transfusi
darah yang rutin dan perawatan medis demi kelangsungan hidupnya.
3. Etiologi
Adapun yang menjadi faktor penyebab terjadinya Thalasemia yaitu:
a. Terjadinya mutasi gen β-globin pada kromosom 16
b. Adanya pasangan suami istri yang membawa gen/carier thalasemiac.
c. Mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai α atau β dari HB berkurang.
d. Berkurangnya sintesis HBA dan eritropoesis yang tidak efektif disertai
penghancuran sel-sel eritrosit intramuscular.
4. Manifestasi klinik
Pada Thalasemia Mayor, gejala klinis telah terlihat sejak anak baru berumur
kurang dari 1 tahun. Gejala yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan
fisik tidak sesuai dengan umur dan berat badan kurang. Pada anak yang besar sering
dijumpai adanya gizi buruk, perut membuncit karena adanya pembesaran limpa dan
hati yang mudah diraba. Adanya pembesaran limpa dan hati tersebut mempengaruhi
gerak pasien karena kemampuannya terbatas. Limpa yang membesar ini akan
mudah ruptur hanya karena trauma ringan saja. Gejala lain (khas) ialah bentuk muka
yang mengoloid, hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar
dan tulang dahi juga lebar. Hal ini disebabkan oleh adanya gangguan perkembangan
tulang muka dan tengkorak. (Gambaran radilogis tulang memperlihatkan medulla
yang lebar, korteks tipis dan trabekula kasar). Keadaan kulit pucat kekuning-
kuningan. Jika pasien sering mendapat transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa
dengan besi akibat penimbunan zat besi dalam jaringan kulit. Penimbunan besi
(hemosiderosis) dalam jaringan tubuh seperti pada hepar, limpa, jantung akan
mengakibatkan gangguan alat-alat tersebut (hemokromotosis) (Ngastiyah, 2005).
WOC Thalasemia
Mutasi DNA
Pengikatan O2 berkurang
Kompensator meningkat pada rantai α
Hb defectif
Ketidakseimbangan
Eritrosit
Suplay
Hemolisis
tidak
O2 <<
stabil
polipeptida
MK: Resiko
Infeksi
Anemia Transfusi
berat darah berulang
Hemosiderosis
Hipoksia
Endokrin Jantung Hepar Limpa Kulit
menjadi
Dyspnea
kelabu
Kelenjar pituitary Penurunan Fibrosis, Limpa sulit
Penggunaan otot sensitive terhadap kekuatan Hepatitis, mendaur MK:
bantu napas zat besi pompa Sirosis ulang sel kerusak
jantung, darah an
Gangguan sistem aritmia, dengan integrita
terkumpul Hepatom bentuk
hormonal s kulit
Ketidakefektifan nya cairan egali abnormal
Pola Nafas dijaringan
Hipotiroid,
hipertiroid, DM jantung Meningkatnya
MK:
jumlah darah
Kelelahan Gagal Nyeri
Tumbuh kembang dalam limpa
Jantung akut
terganggu
MK: Splenomegali
Intoleransi MK: MK:
aktivitas Keterlambatan Resiko
pertumbuhan & cidera Wajah
perkembangan
Malas makan Tulang muka (tulang pipih)
memproduksi sel darah merah
sebanyak-banyaknya
Intake
nutrisi <<
Sum-sum tulang
membesar
MK:
Ketidakseimbangan Gejala khas: dahi dan tulang
nutrisi kurang dari pipi menonjol, jarak kedua
kebutuhan tubuh mata jauh, muka mengoloid
6. Pemeriksaan Diagnostik
Hasil hapusan darah tepi didapatkan gambaran anisositosis, hipokromi,
poikilositosis, sel target (fragmentosit dan banyak sel normoblas). Kadar zat besi
dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap zat besi (IBC) menjadi
rendah. Hemoglobin pasien mengandung HbF yang tinggi biasanya lebih dari 30%.
Kadang-kadang ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45%
thalasemia juga mempunyai HbE. Pada umumnya pasien dengan thalassemia HbE
maupun HbS secara klinik lebih ringan daripada thalasemia mayor. Biasanya
mereka baru datang berobat ke dokter pada umur 4-6 tahun, sedangkan thalasemia
mayor gejala telah tampak sejak umur 3 bulan (Ngastiyah, 2005)
7. Penatalaksanaan Medis
Prinsip pentalaksanaan pada pasien thalasemia adalah:
a. Terapi tranfusi darah untuk mencegah komplikasi dari anemia kronis
Pemberian tranfusi darah ditujukan untuk mempertahankan dan
memperpanjang umur atau masa hidup pasien dengan cara mengatasi
komplikasi anemia, memberi kesempatan pada anak untuk proses tumbuh
kembang, memperpanjang umur pasien. Tranfusi darah diberikan bila Hb
anak < 7 gr/dl dyang diperiksa 2x berturut dengan jarak 2 mingg dan bila
kadar Hb > 7 gr/dl tetapi disertai gejala klinis seperti Facies Cooley,
gangguan tumbuh kembang, fraktur tulang curiga adanya hemopoisis
ekstrameduler. Pada penanganan selanjutnya, transfusi darah diberikan Hb ≤8
gr/dl sampai kadar Hb 11-12 gr/dl. Darah diberikan dalam bentuk PRC, 3
ml/kgBB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dL.
b. Pencegahan dari resiko kelebihan besi akibat terapi transfusi
Pasien thalasemia dengan terapi tranfusi biasanya meninggal bukan karena
penyakitnya tapi karena komplikasi dari tranfusi darah tersebut. Komplikasi
tersebut adalah penumpukan besi diberbagai organ. Desferoxamine diberikan
setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/L atau saturasi transferin
sudah mencapai 50 %, atau sekitar setelah 10 -20 kali transfusi. Pemberian
dilakukan secara subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam
dengan dosis 25-35 mg/kg BB/hari, minimal selama 5 hari berturut-turut
setiap selesai transfusi darah. Dosis desferoxamine tidak boleh melebihi 50
mg/kg/hari. Evaluasi teratur terhadap toksisitas desferoxamin
direkomendasikan pada semua pasien yang mendapat terapi ini. Saat ini
sudah tersedia kelasi besi oral, namun penggunaannya di Indonesia belum
dilakukan. Selain itu dilakukan pemberian suplemen Asam Folat. Asam folat
adalah vitamin B yang dapat membantu pembangunan sel-sel darah merah
yang sehat. Suplemen ini harus tetap diminum di samping melakukan
transfusi darah ataupun terapi khelasi besi.. Asam Folat 2x1 mg/hari untuk
memenuhi kebutuhan yang meningkat.
c. Penatalaksanaan Splenomegali
Dilakukan tindakan splenektomi dengan indikasi:
1) Limpa yang terlalu besar sehingga membatasi gerak pasien, menimbulkan
peningkatan tekanan intra-abdominal dan bahaya terjadinya rupture.
2) Meningkatnya kebutuhan tranfusi yang melebihi 250ml/kgBB dalam 1
tahun terakhir
8. Komplikasi
Tranfusi darah yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan
kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan
tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal ini menyebabkan
gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur
akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda hiperspleenisme
seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh
infeksi dan gagal jantung.
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah
diperiksa terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis
hepatis, diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada
hemosiderosis, karena peningkatan deposisi melanin.
d) Riwayat Nutrisi
Untuk mengetahui status gizi pada anak, adakah tanda-tanda yang
menunjukkan anak mengalami gangguan kekurangan nutrisi.
e) Pemeriksaan fisik
B1 (Breathing)
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran nafas bagian atas
atau infeksi lainnya karena rendahnya hemoglobin yang berfungsi
sebagai alat transport serta kondisi hipoksia, dyspnea dan
penggunaan otot bantu pernafasan.
B2 (Bleeding)
Penumpukan zat besi yang mengarah pada penurunan kekuatan
pompa jantung, aritmia dan terkumpulnya cairan di jaringan
sehingga menyebabkan gagal jantung.
B3 (Brain)
Nekrosis jaringan otak, defisit fungsi neurologis, letargi, penurunan
kesadaran.
B4 (Bladder)
Gangguan ginjal, penurunan produksi urine.
B5 (Bowel)
Karena adanya rasa lelah dan malas beraktivitas, anak menjadi
enggan makan/anoreksia sehinga berat badan anak akan sangat
rendah dan tidak sesuai dengan usianya/ gangguan dalam proses
tumbuh kembang
B6 (Bone)
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih
banyak tidur/istirahat karena bila beraktifitas seperti anak normal
mudah merasa lelah.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
pengiriman oksigen ke jaringan
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan pengiriman oksigen
ke jaringan
3) Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan nutrisi tidak
adekuat dan keterlibatan dengan system perawatan akibat penyakit
Thalasemia
c. Intervensi Keperawatan
1) Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
pengiriman oksigen ke jaringan (00204)
NOC NIC
Ketidakefektifan perfusi jaringan 1. Pengaturan Hemodinamik
a. Lakukan penilaian komprehensif
perifer
Perfusi Jaringan: Perifer (0407) terhadap status hemodinamik
a. CRT < 2 detik
(memeriksa tekanan darah, denyut
b. Suhu kulit ujung kaki dan tangan
jantung, denyut nadi, tekanan vena
normal (36.5-37.5 C)
jugularis, tekanan vena sentral,
Perfusi jaringan : Seluler (0416) atrium kiri dan kanan, tekanan
a. Nilai rata-rata gas darah arteri ventrikel, dan tekanan arteri
b. Saturasi oksigen > 95% pulmonalis), dengan tepat.
c. Keseimbangan elektrolit dan b. Identifikasi adanya tanda dan
asam/basa gejala peringatan dini system
Status sirkulasi (0401)
a. SaO2 normal >95% hemodinamik yang dikompromikan
b. CRT < 2 detik (misalnya: dyspnea, penurunan
c. Tekanan darah normal 80-100/60
kemampuan untuk olahraga,
mmHg
d. Nadi normal 80-90x/menit ortopnea, sangat kelelahan, pusing,
Tanda-tanda vital (0802) melamun, edema, palpitasi,
a. Frekuensi nadi ketika beraktivitas
Nadi Normal Anak : 80-90x/menit dyspnea paroksismal nocturnal,
b. Tekanan darah normal 80-100/60 perubahan berat badan tiba-tiba)
mmHg c. Tentukan status perfusi (yaitu
c. Suhu normal 36.5-37.5 C apakah pasien terasa dingin, suam-
d. Frekuensi pernafasan ketika
suam kuku, atau hangat)
beraktivitas d. Monitor denyut nadi perifer,
RR normal Anak : 20-30x/menit
pengisian kapiler, suhu dan warna
ekstremitas.
2. Manajemen Elektrolit/cairan (2080)
a. Amati membrane bukal pasien,
sklera, dan kulit terhadap indikasi
perubahan cairan dan
keseimbangan elektrolit (misalnya
kekeringan, sianosis, dan jaundice)
3. Interpretasi Data Laboratorium
a. Laporkan pada dokter segera jika
tiba-tiba terjadi perubahan pada
nilai laboratorium
b. Analisa apakah hasil yang
didapatkan konsisten dengan
perilaku pasien dan kondisi klinis
4. Terapi Oksigen (3320)
a. Pertahankan kepatenan jalanan
napas
b. Berikan oksigen tambahan seperti
yang diperintahkan
c. Monitor efektifitas terapi oksigen
( misalnya tekanan oksimetri,
ABGs) dengan tepat
5. Monitor tanda-tanda vital (6680)
a. Monitor tekanan darah, nadi, suhu
dan status pernapasan dengan tepat
b. Identifikasi kemungkinan penyebab
perubahan tanda-tanda vital
NOC NIC
Risiko keterlambatan perkembangan 1. Peningkatan Perkembangan: Anak
Perkembangan anak: Usia Anak a. Bangun hubungan saling percaya
Pertengahan (0108) dengan anak
a. Menunjukkan kebiasaan sehat yang b. Lakukan interaksi social dengan
baik anak
b. Bermain berkelompok c. Identifikasi kebutuhan unik setiap
c. Menunjukkan kepercayaan diri
anak dan tingkat kemampuan
d. Menunjukkan pemikiran kompleks
adaptasi yang diperlukan
yang semakin berkembang
d. Ajarkan orangtua mengenai tingkat
perkembangan normal dari anak
dan perilaku yang berhubungan
e. Sediakan aktivitas yang
mendukung interaksi di antara
anak-anak
f. Tawarkan mainan sesuai usianya
2. Pendidikan Orangtua: Keluarga yang
Membesarkan Anak
a. Pahami hubungan antara perilaku
orangtua dan tujuan yang sesuai
dengan usia anak
b. Identifikasi tugas perkembangan
atau tujuan yang sesuai untuk anak
c. Berikan sumber informasi online,
buku, dan literature yang dirancang
untuk mengajarkan orangtua
mengenai pengasuhan anak
BAB 3
TINJAUAN KASUS (ANEMIA)
KASUS SEMU
An. M berusia 3 tahun berjenis kelamin perempuan dibawa orang tuanya ke RS. Kita Bersama
pada tanggal 20 Oktober 2018 dengan keluhan aktivitas berkurang selama seminggu terakhir,
kondisi badan lemah, nafsu makan menurun, dan wajah pucat. An. M merupakan anak pertama,
ayahnya bekerja sebagai buruh bangunan dan ibunya adalah IRT yang tinggal di Mulyorejo,
Surabaya. Pada saat pengkajian pasien nampak lemah, pucat pada kuku, telapak tangan,
membrane mukosa bibir dan konjungtiva. Selama perawatan pasien hanya makan 2x sehari
dengan ½ porsi makan. BB sebelum sakit : 11 kg, BB sekarang : 10 kg. Hasil pemeriksaan
laboratorium, didapatkan Hb 7 gr/dl, WBC 11,07 L, HCT 20,1 %, PLT 695x L. Diagnosa
Medis Anemia.
1. B1 (Breath)
Bentuk dada normal, takipnea, terpasang alat bantu pernafasan.
RR : 40x/menit
2. B2 (blood)
Pasien nampak lemah, pucat pada kuku, telapak tangan, membrane mukosa bibir
dan konjungtiva.
Masalah : Kerusakan perfusi jaringan
3. B3 (brain)
GCS E 4 V 5 M 6
Istirahat dan tidur : 8 jam/hari
Gangguan penglihatan : tidak ada
Gangguan pendengaran : tidak
Bentuk hidung : normal
4. B4 (bladder)
Urine : warna kuning
Alat bantu : tidak ada
Kandung kemih : normal
5. B5 (bowel)
Nafsu makan : Menurun, frekuensi 2 x sehari, ½ porsi makan
dengan nasi dan lauk tanpa sayur
Minum : Air Putih 1200 – 1500 cc
Mulut : Bersih, mukosa lembab,
Perut : normal
Peristaltik : 14 x/ menit
Hepar : tidak ada hepatomegali
BAB : 1x 1-2 hari, teratur, ampas normal, bau khas feses,
warna kuning
3.1.9 Psiko-sosio-spiritual
Ekspresi afek dan emosi : Menangis, marah
Hubungan dengan keluarga : Akrab
Dampak hospitalisasi bagi anak : Anak menangis saat mendapatkan
tindakan keperawatan
Dampak hospitalisasi bagi orang tua : Ibu selalu menemani An. M
3.1.10.1 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Laboratorium
Nadi: 130x/menit
Hipoksia, pucat, lemah
Pencegahan Sirkulasi
(4070)
1. Lakukan penilaian
sirkulasi perifer secara
komprehensif
(misalnya mengecek
nadi perifer, udem,
waktu pengisian
kapiler, warna dan suhu
ekstrimitas, dan indeks
siku brakialis, sesuai
indikasi).
2. Pertahankan hidrasi
yang cukup untuk
mencegah peningkatan
viskositas darah.
Pemberian Produk-
produk Darah (4030)
1. Cek kembali instruksi
dokter
2. Dapatkan riwayat
transfuse pasien
3. Dapatkan atau
verifikasi kesediaan
(informed consent)
pasien.
4. Cek kembali pasien
degan benar, tipe darah,
tipe Rh, jumlah unit,
waktu kadaluarsa, dan
catat perprotokol di
agensi.
5. Instruksikan kepada
pasien mengenai tanda
dan gelaja reaksi
terhadap transfuse
(gatal, pusing, nafas
pendek, dan atau nyeri
dada)
6. Monitor adanya reaksi
BAB 4
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Hematologi adalah Ilmu yang mempelajari tentang darah serta jaringan yang
membentuk darah. Darah merupakan bagian penting dari system transport. Darah
merupakan jaringan yang berbentuk cairan yang terdiri dari 2 bagian besar yaitu plasma
darah dan bagian korpuskuli.
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 1 mm 3
darah atau berkurangnya volume sel yang dipadatkan (packed red cells volume) dalam
100 ml darah. Klasifikasi anemia yaitu anemia defisiensi besi, anemia aplastik, anemia
sel sabit, anemia megaloblastik dan anemia hemolitik. Anemia terjadi sebagai akibat
gangguan, atau rusaknya mekanisme produksi sel darah merah. Penyebab anemia adalah
menurunnya produksi sel-sel darah merah karena kegagalan dari sumsum tulang,
meningkatnya penghancuran sel-sel darah merah, perdarahan, dan rendahnya kadar
ertropoetin, misalnya pada gagal ginjal yang parah. Gejala yang timbul adalah kelelahan,
berat badan menurun, letargi, dan membran mukosa menjadi pucat. Apabila timbulnya
anemia perlahan (kronis), mungkin hanya timbul sedikit gejala, sedangkan pada anemia
akut yang terjadi adalah sebaliknya. Penatalaksanaan yang dilakukan yaitu pemberian
tambahan oksigen, pemberian cairan intravena,, resusitasi pemberian cairan kristaloid
dengan normal salin, dan transfusi kompenen darah sesuai indikasi.
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah
Meskipun hemofilia merupakan penyakit herediter tetapi sekitar 20-30% pasien tidak
memiliki riwayat keluarga dengan gangguan pembekuan darah, sehingga diduga terjadi
mutasi spontan akibat lingkungan endogen maupun eksogen. Klasifikasi hemophilia yaitu
hemophilia A, hemophilia B, dsn hemophilia C. Penyebabnya yaitu keturunan, mutase
gen, defisiensi vitamin K. Umumnya penderita hemofilia berat perdarahan sudah mulai
terjadi pada usia di bawah 1 tahun. Perdarahan dapat terjadi di mukosa mulut, gusi,
hidung, saluran kemih, sendi lutut, pergelangan kaki dan siku tangan, otot iliospoas, betis
dan lengan bawah. Perdarahan di dalam otak, leher atau tenggorokan dan saluran cerna
yang masif dapat mengancam jiwa.
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel
darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang
dari 100 hari). Thalasemia dibagi menjadi thalasemia alfa dan thalasemia beta. Penyebab
thalasemia yaitu mutasi gen β-globin pada kromosom 16, adanya pasangan suami istri
yang membawa gen/carier thalasemia, adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi
rantai α atau β dari HB berkurang, dan berkurangnya sintesis HBA dan eritropoesis yang
tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intramuscular. Prinsip pentalaksanaan
pada pasien thalasemia adalah terapi tranfusi darah untuk mencegah komplikasi dari
anemia kronis, pencegahan dari resiko kelebihan besi akibat terapi transfuse, dan
penatalaksanaan splenomegaly.
1.2 Saran
Penulis mengharapkan kepada pembaca agar tidak hanya sekedar mengetahui
tentang asuhan keperawatan anak dengan gangguan sistem hematologi, tetapi juga bisa
memahami dan dapat mengaplikasikan dalam pelaksanaan praktik keperawatan yang
profesional.
DAFTAR PUSTAKA
Aru et al. 2009. Ilmu Penyakit dalam Jilid II: Edisi V. Jakarta: Interna Publishing
Dorland’s Ilustrated Medical Dictionary, 29/E. 2002. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Handayani, Wiwik. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Jhonson, Marion, Meridean Maas et al (2013) Nursing Outcomes Classification (NOC). St Louis
Mosby
McCloskey, Joanne C., Bullechek, Gloria M (2013) Nursing Intervensions Classification (NIC).
St Louis Mosby
Ngastiyah.2005.Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta