Anda di halaman 1dari 25

SOP

PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN

Fasilitator :

Ns. Andi Surya Kurniawan, M.Kep

Disusun oleh :

Kelompok 7

1. Danis Ruthari 2314314201208


2. Veny Ari Ristanti 2314314201257
3. Elizabeth Septania K. 2314314201247
4. I Ketut Surya Kisyanto 2314314201221
5. Riko Citra Lusinda 2314314201237
6. Miftahul Khoron 23143142012
7. Dicky Apriliyanto 2314314201211

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI MALANG

1
TAHUN AKADEMIK 2023/2024

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
serta hidayah- Nya sehingga penulisan makalah tentang “Limfoma Non-Hodkin” dapat
selesai tepat waktu. Adapun penulisan makalah ini sebagai tugas kelompok untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Dewasa Sistem Pernafasan, Kardiovaskuler
dan Hematologi.

Kami menyadari bahwa makalah ini tidak akan tersusun dengan baik tanpa adanya
bantuan dari pihak-pihak terkait. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami ingin
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
pembuatan makalah ini, Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang
kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan keperawatan.

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................................5
1.1 LATAR BELAKANG.........................................................................................................5
2.1 RUMUSAN MASALAH...................................................................................................6
3.1 TUJUAN........................................................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................7
2.1 DEFINISI........................................................................................................................7
2.2 ANATOMI SISTEM LIMFATIK.........................................................................................7
2.3 ETIOLOGI......................................................................................................................9
2.4 MANIFESTASI KLINIS.....................................................................................................9
2.5 PATOFISIOLOGI...........................................................................................................11
2.6 WOC...........................................................................................................................12
2.7 KLASIFIKASI STADIUM (Armitage JO 2009, Cheson BD et al 2014).............................13
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG.......................................................................................13
2.9 PROSEDUR DIAGNOSTIK.............................................................................................15
2.10 PENATALAKSANAAN...................................................................................................17
BAB III.........................................................................................................................................21
PENUTUP....................................................................................................................................21
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................21
3.1 Saran...........................................................................................................................21

3
4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.Anatomi Sistem Limfatik (guytton,1997).......................................................4

5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kelenjar getah bening terdapat beberapa tempat ditubuh kita. Kelenjar


getah bening adalah bagian dari system pertahanan tubuh kita. Tubuh kita
memiliki kurang lebih sekitar 600 getah bening. Limfoma adalah penyakit
keganasan primer dari jaringan limfoid yang bersifat padat (solid) meskipun
kadang-kadang menyebar secara sistemik (Handayani, 2012). Penyakit limfoma
diklasifikasikan menjadi dua golonganya itu penyakit Limfoma Hodgkin dan
Limfoma Non Hodgkin.
Penyakit lymfona non hodgkin adalah salah satu penyakit yang tergolong
dalam kasus interne/kasus penyakit dalam pada penyakit ini terjadi proliferasi
abnormal sistem lymfoid dan struktur yang membentuknya terutama menyerang
kelenjar getah bening. LNH belum diketahui secara pasti penyebabnya.
Menurut data GLOBOCAN (IARC) tahun 2012, limfoma merupakan salah
satu dari sepuluh kanker terbanyak di dunia pada tahun 2012. Baik penduduk laki-
laki dan perempuan lebih banyak yang terkena limfoma Non-Hodgkin, yaitu
sebesar 6 % pada penduduk laki-laki dan 4.1 % pada penduduk perempuan. Lebih
dari 45.000 klien di diagnosis sebagai limfoma non-Hodgkin atau LNH setiap
tahun di Amerika Serikat. Di Indonesia sendiri, frekuensi LNH jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan limfoma Hodgkin. (Handayani, 2012)
Berbagai permasalahan dapat timbul karena kasus ini yang mana
permsalahan tersebut dapat menyangkut seluruh aspek kehidupan dari manusia
baik secara fisik, psikis, sosial maupun spiritual, secara fisik dapat menimbulkan
tergangguanya pola nafas karena ada penekanan atau kesulitan dalam menelan
makanan sehingga mengakibatkan kurangnya asupan nutrisi. Secara psikis
penyakit ini dapat menimbulkan gangguan konsep diri terutama mengenai body
image, ataupun bahkan bisa mengakibatkan perilaku menarik diri, secara sosial
bisa mengakibatkan kerusakan interaksi sosial

6
Jumlah penderita limfoma dirasa cukup fantastis sehingga patut diwaspadai.
Hendaknya masyarakat lebih peduli terhadap deteksi dini kanker khususnya
limfoma, serta menambah pengetahuan mengenai penyakit limfoma agar
penderita limfoma tidak semakin bertambah. Melihat hal dan permasalahan diatas
penulis mencoba mengangkat permasalahan tersebut dalam bentuk asuhan
keperawatan dengan harapan paling tidak penulis bisa meringankan beban yang
dialami penderita.

2.1 RUMUSAN MASALAH

2.1 Apa definisi Limfoma Non-Hodgkin ?


2.2 Bagaimanakah klasifikasi Limfoma Non-Hodgkin?
2.3 Bagaimanakah etiologi Limfoma Non-Hodgkin?
2.4 Bagaiamanakah patofisiologi Limfoma Non-Hodgkin?
2.5 Bagaimanakah manifestasi klinik Limfoma Non-Hodgkin?

3.1 TUJUAN

a. Untuk menjelaskan definisi Limfoma Non-Hodgkin


b. Untuk menjelaskan klasifikasi Limfoma Non-Hodgkin
c. Untuk menjelaskan etiologi Limfoma Non-Hodgkin
d. Untuk menjelaskan patofisiologi Limfoma Non-Hodgkin
e. Untuk menjelaskan manifestasi klinik Limfoma Non-Hodgkin

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Limfoma non-Hodgkin (LNH) adalah suatu kelompok penyakit heterogen yang


didefinisikan sebagai keganasan jaringan limfoid selain penyakit Hodgkin.
Manifestasinya sama dengan penyakit Hodgkin, namun penyakit ini biasanya
sudah menyebar ke seluruh sistem limfatik sebelum pertama kali terdiagnosis.
Apabila penyakitnya masih terlokasinya, radiasi merupakan penanganan pilihan.
Jika terdapat keterlibatan umum, digunakan kombinasi kemoterapi. (Muttaqin,
2011)

LNH merupakan proliferasi klonal yang ganas limfosit T dan B yang terdapat
bersama berbagai tingkat beban tumor. Keganasan ini tidak boleh diracunkan
dengan kelainan limfoproliferatif poliklonal. Kedua kelompok penyakit tadi
terjadi dengan frekuensi meningkat pada anak dengan status imunodefisiensi
herediter seperti ataksia-telangiektasia, sindrom Wiskott-Aldrich, imunodefisiensi
campuran, dan sindrom lomfoproliferatif terkait-X (XLP). (Behrman, dkk,
2012)Limfoma non Hodgkin adalah penyakit yang menyerang sel dari sistem
limfatik, yang dikenal sebagai sel darah putih atau limfosit. Pada limfoma non
Hodgkin limfosit mulai berperilaku seperti kanker dan tumbuh serta berlipat
ganda secara tidak terkontrol, dan tidak mati seperti proses seharusnya. Karena hal
ini limfoma non Hodgkin disebut sebagai kanker.

2.2 ANATOMI SISTEM LIMFATIK

Sistem limfatik terdapat di seluruh bagian tubuh manusia, kecuali sistem saraf
pusat. Bagian terbesarnya terdapat di sumsum tulang, lien, kelenjar timus,
limfonodi dan tonsil. Organ-organ lain termasuk hepar, paru-paru, usus, jantung,
dan kulit juga mengandung jaringan limfatik.

8
Gambar 1.Anatomi Sistem Limfatik (guytton,1997)

Limfonodi berbentuk seperti ginjal atau bulat, dengan diameter sangat


kecil sampai dengan 1 inchi. Limfonodi biasanya membentuk suatu kumpulan
(yang terdiri dari beberapa kelenjar) di beberapa bagian tubuh yang berbeda
termasuk leher, axilla, thorax, abdomen, pelvis, dan inguinal. Kurang lebih dua
per tiga dari seluruh kelenjar limfe dan jaringan limfatik berada di sekitar dan di
dalam tractus gastrointestinal.
Pembuluh limfe besar adalah ductus thoracicus, yang berasal dari sekitar
bagian terendah vertebrae dan mengumpulkan cairan limfe dari extremitas
inferior, pelvis, abdomen, dan thorax bagian inferior. Pembuluh limfe ini berjalan

9
melewati thorax dan bersatu dengan vena besar di leher sebelah kiri. Ductus
limfatikus dextra mengumpulkan cairan limfe dari leher sebelah kanan, thorax,
dan extremitas bagian superior kemudian menyatu dengan vena besar pada leher
kanan.
Limpa berada di kuadran kiri atas abdomen. Tidak seperti jaringan limfoid
lainnya, darah juga mengalir melewati limpa. Hal ini dapat membantu untuk
mengontrol volume darah dan jumlah sel darah yang bersirkulasi dalam tubuh
serta dapat membantu menghancurkan sel darah yang telah rusak (F.Martin. 2005)

2.3 ETIOLOGI

Para pakar cenderung berpendapat bahwa terjadinya LNH disebabkan oleh


pengaruh rangsangan imunologis persisten yang menimbulkan proliferasi jaringan
limfoid tidak terkendali. Diduga ada hubungan dengan virus Epstein Barr LNH,
kemungkinan ada kaitannya dengan faktor keturunan karena ditemukan fakta bila
salah satu anggota keluarga menderita LNH maka resiko anggota keluarga lainnya
terjangkit tumor ini lebih besar dibanding dengan orang lain yang tidak termasuk
keluarga itu. (Muttaqin, 2011)
Etiologi pada penyakit Limfoma non-Hodgkin adalah sebagai berikut.
1. Abnormalitas sitogeneik , seperti translokasi kromosom
2. Infeksi virus, yang menyebabkan antara lain adalah:
o Virus Epstein-barr yang berhubungan dengan limfoma burkitt (sebuah
penyakit yang ditemukan di Afrika).
o Infeksi HTLV-1 ( human T lymphotropic virus tipe 1 )

2.4 MANIFESTASI KLINIS

Gejala yang sering ditemukan pada penderita limfoma pada


umumnya non-spesifik, diantaranya:
a. Penurunan berat badan >10% dalam 6 bulan
b. Demam 38 derajat C >1 minggu tanpa sebab yang jelas
c. Keringat malam banyak
d. Cepat lelah

10
e. Penurunan nafsu makan
f. Pembesaran kelenjar getah bening yang terlibat
g. Dapat pula ditemukan adanya benjolan yang tidak nyeri dileher ketiak atau
pangkal paha (terutama bila berukuran di atas 2 cm); atau sesak napas akibat
pembesaran kelenjar getah bening mediastinum maupun splenomegali.

Tiga gejala pertama harus diwaspadai karena terkait dengan prognosis yang
kurang baik, begitu pula bila terdapatnya Bulky Disease (KGB berukuran > 6-10
cm atau mediastinum >33% rongga toraks).

Menurut Lymphoma International Prognostic Index, temuan klinis yang


mempengaruhi prognosis penderita LNH adalah usia >60 tahun, keterlibatan
kedua sisi diafragma atau organ ekstra nodal (Ann Arbor III/IV) dan
multifokalitas (>4 lokasi).Menurut Betz &Sowden, (2009)

 Keterlibatan intraabdominal
- Kemungkinan gejala yang menyerupai appendicitis (nyeri, nyeri tekan di
kuadran kanan bawah)
- Intususepsi
- Massa ovarium, pelvis, retroperitoneal
- Asites
- Muntah
- Diare
- Penurunan berat badan
 Keterlibatan mediastinum
- Efusi plura
- Kompresi trakea
- Sindrom vena kava superior
- Batuk, mengi, dipsnea, gawat pernafasan
- Edema ekstremitas atas
- Perubahan status mental
 Keterlibatan primer nasal, paranasal, oral dan faringeal
- Kongesti nasal

11
- Rinorea
- Epistaksis
- Sakit kepala
- Proptosis
- Iritabilitas
- Penurunan berat badan(Betz &Sowden, 2009)

2.5 PATOFISIOLOGI

Telah diketahui bahwa penjalaran penyakit LNH terjadi secara limfogen


dengan melibatkan rantai kelenjar getah bening yang saling berhubungan dan
merambat dari satu tempat ke tempat yang berdekatan. Meskipun demikian,
hubungan antara kelenjar getah bening pada leher kiri dan daerah aorta pada LNH
jenis folikular tidak sejelas seperti apa yang terlihat pada LNH jenis difus.
Walaupun pada LNH timbul gejala-gejala konstitisoinal (demam, penurunan
berat badan, berkeringat pada malam hari), namun insidennya lebih rendah
daripada penyakit Hodgkin. Ditemukan adanya limfadenopati difus tanpa rasa
nyeri, dapat menyerang satu atau seluruh kelenjar limfe perifer.
Biasanya adenopati hilus tidak ditemukan, tetapi sering ditemukan adanya
efusi pleura, kira-kira 20% atau lebih penderita menunjukkan adanya gejala-gejala
yang berkaitan dengan pembesaran kelenjar limfe retroperitoneal atau mesentrium
dan timbul bersama nyeri abdomen atau defekasi yang tidak teratur. Sering
didapatkan dapat menyerang lambung dan usus halus yang ditandai dengan gejala
yang mirip dengan gejala tukak lambung, anoreksia, penurunan berat badan,
nausea, hematemesis, dan melena. Penyakit-penyakit susunan saraf pusat
walaupun jarang terjadi tetap dapat timbul pada limfoma histisitik difus
(imunoblastik sel besar). (Muttaqin, 2011)
Kriteria diagnosis medic LNH adalah sebagai berikut :.
1. Riwayat pembesaran kelenjar getah bening atau timbulnya massa tumor di
tempat lain.
2. Riwayat demam yang tidak jelas
3. Penurunan berat badan 10% dalam waktu enam bulan
4. Keringat malam yang banyak tanpa sebab yang sesuai

12
5. Pemeriksaan hispatologis tumor sesuai dengan LNH

2.6 WOC

13
2.7 KLASIFIKASI STADIUM (Armitage JO 2009, Cheson BD et al 2014)

Penetapan stadium penyakit harus dilakukan sebelum pengobatan dan setiap


lokasi jangkitan harus didata dengan cermat baik jumlah dan ukurannya serta
digambar secara skematis.Hal ini penting dalam menilai hasil pengobatan.
Disepakati menggunakan sistem staging menurut Ann-Arborr

Catatan : mohon ditinjau kriteria stadium IV merujuk modifikasi Costwolds12

Keterangan :

A : Tanpa gejala konstitusional

B : Dengan gejala konstitusiona

C : Keterlibatan ekstranodal

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Pemeriksaan penunjang

Tabel 1.1 Tes Diagnostik dan Intrepretasi pada Klien dengan LNH

14
Jenis Pemeriksaan Interpretasi Hasil
Hitung darah lengkap :
 Sel darah putih Variasi normal, menurun atau meningkat
secara nyata
 Diferensial sel darah putih Neutofilia, monnosit, basofilia, dan
eosinofilia mungkin ditemukan. Limfofenia
sebagai gejala lanjut.

 Sel darah merah dan Hb/Ht Menurun

Eritrosit
Normositik, hipokromik ringan sampai
 Morfologi sel darah merah sedang

 Kerapuhan eritrosit osmotik Meningkat


Meningkat selama tahap aktif (inflamasi,
Laju endap darah (LED) malignasi).
Menurun (sumsum tulang digantikan oleh
limfoma atau hipersplenisme).
Trombosit Reaksi positif (anemia hemolitik), reaksi
negatif pada tahap lanjut.
Mungkin meningkat bila tulang terkena
Meningkat pada eksaserbasi
Test Coomb
Mungkin meningkat bila ginjal terlibat
Hipogamammaglobulinemia umum dapat
terjadi pada penyakit lanjut
Alkalin fosfatase Dilakukan untuk area yang terkena dan
membantu penetapan stadium penyakit.
Kalsium serum
Dilakukan bila terjadi adenopati hilus dan
BUN memastikan keterlibatan nodus limfe
mediatinum, abdominal, dan keterlibatan
Globulin

15
tulang.
Mengevaluasi luasnya keterlibatan nodus
Foto toraks, vertebrata, ekstremitas
limfe retroferitoneal
proksimal, serta nyeri tekan pada
Menentetukan keterlibatan sumsum tulang,
area pelvis.
invasi sumsum tulang terlihat tahap luas.
Memastikan klasifikasi diagnosis limfoma.
Ct scan dada, abdominal, tulang

USG abdominal

Biopsi sumsum tulang

Biopsi nodus limfe

2.9 PROSEDUR DIAGNOSTIK

Dignosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,


pemeriksaan laboratorik, dan patologi anatomik
Pemeriksaan :
1. Anamnesisi Umum (Shankland KR, 2012)
- Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) atau organ
- Malaise umum
- Berat badan menurun >10% dalam waktu 3 bulan
- Demam tinggi 380C sela 1 minggu tanpa sebab
- Keringat malam
- Keluhan anemia (lemas, pusing, jantung berdebar)
- Penggunaan obat-obatan tertentu
- Khusus :
- Penyakit autoimun (SLE, Sjorgen, Rheuma)
- Kelainan darah
- Penyakit infeksi
- Keadaan defisiensi imun
2. Pemeriksaan Fisik (Swedlow S, 2008)
- Pembesaran KGB

16
- Kelainan/pembesaran organ (hati/limpa)
- Performance status: ECOG atau WHO/Karnofsky
3. Pemeriksaan Diagnostik (Hehn S, dkk, 2004)
A. Biopsi eksisional atau core biopsy
1. Biopsi KGB dilakukan cukup pada 1 kelenjar yang paling representatif,
superfisial, dan perifer. Jika terdapat kelenjar superfisial/perifer yang
paling representatif, maka tidak perlu biopsi intraabdominal atau
intratorakal. Kelenjar getang bening yang disarankan adalah dari leher
dan supraclavicular, pilihan kedua adalah aksila dan terakhir adalah
ingunial spesimen kelenjar diperiksa :
a) Rutin
b) Histopatologi
c) Immunohistokimia
d) Molekuler (hibridisasi insitu) EBV
2. Diadnosis awal harus ditegakkan berdasarkan histopatologi dan tidak
cukup hanya dengan sitologi. Pada kondisi tertentu dimana KGB sulit
dibiopsi, maka kombinasi core biopsy FNAB bersama-sama dengan
teknik lain (IHK, flowcytometri, dll) mungkin dapat mencukupi untuk
diagnosis
B. Laboratorium
1. Rutin
Hemotologi :
- Darah perifer lengkap (DPL) : Hb, Ht, Leukosit, Trombosit, LED,
hitung jenis
- Gambaran Darah Tepi (GDT): morfologi sel darah
2. Analisis Urin : Urin lengkap
3. Kimia Klinik :
- SGOT, SGPT, Bilirubin (total/drek.indirek), LDH, Protein total,
albumin-globulin
- Alkali fosfatase, asam urat, ureum, kreatinin
- Gula darah sewaktu
- Elektrolit : Na, K, CI, Ca, P

17
C. Aspirasi Sumsum Tulang (BMP) dan biopsi sumsum tulang dari 2 sisi
spina illiaca dengan hasil spesimen minimal panjang 1.5 cm dan
disarankan 2 cm
D. Radiologi
Untuk pemeriksaan rutin/standard dilakukan pemeriksaan CT Scan
thorak/abdomen. Bila fasilitas tersedia, dapat dilakukan PET CT Scan

E. Konsultan THT
Bila cicncin waldever terkena dilakukan laringoskopi
F. Cairan tubuh lain (cairan pleura, cairan asites, cairan liquor serebrospinal)
Jika dilakukan punsi/aspirasi diperiksa sitologi dengan cara cytospin,
disampin pemeriksaan rutin lainnya
G. Konsultasi Jantung
Menggunakan echogardiogram untuk melihat funsi jantung limfoma
hodgkin maupun non-hodgkin dapat ditegakkan melalui prosedur-prosedur
di bawah ini (Price S.A dan Wilson L.M, 2005)

2.10 PENATALAKSANAAN

Pilihan terapi bergantung pada beberapa hal, antara lain: tipe limfoma
(jenis histologi), stadium, sifat tumor (indolen/agresif), usia, dan keadaan umum
pasien

Tujuan Tatalaksana

- Mengontrol nyeri
- Mengoptimalkan pengembalian kemampuan mobilisasi ambulasi aman
- Meningkatkan ketahanan dan kemampuan kardiorespirasi
- Memperbaiki fungsi pemrosesan sensoris dan motorik
- Memaksimalkan pengembalian fungsi otak sesuai hendaya
- Memelihara dan atau meningkatkan fungsi psiko-sosial-spiritual
- Meningkatkan kualitas hidup dengan memperbaiki dan memaksimalkan
kemampuan aktivitas fungsional

18
A. LNH INDOLEN STADIUM I DAN II
Radioterapi memperpanjang disease free survival pada beberapa pasien.
Standar pilihan terapi :
- Iradiasi
- Kemoterapi dilanjutkan dengan radiasi
- Kemoterapi (terutama pada stadium ≥2 menurut kriteria GELF)
- Kombinasi kemoterapi dan imunoterapi
- Observasi

B. LNH INDOLEN / low grade STADIUM II bulky,III,IV


Standar pilihan terapi :
1. Observasi (kategori 1) bila tidak terdapat indikasi untuk terapi.
Termasuk dalam indikasi untuk terapi bila terdapat gejala :
- Mengancam fungsi organ
- Sitopenia sekunder terhadap limfoma
- Bulky
- Progresif
- Uji Klinik

2. Terapi yang dapat diberikan:

- Rituximab dapat diberikan sebagai kombinasi terapi lini pertama yaitu


R-CVP. Pada kondisi dimana Rituximab tidak dapat diberikan maka
kemoterapi kombinasi merupakan pilihan pertama misalnya: COPP,
CHOP dan FND.
- Purine nucleoside analogs (Fludarabin) pada LNH primer
- Alkylating agent oral (dengan/tanpa steroid), bila kemoterapi
kombinasi tidak dapat diberikan/ditoleransi (cyclofosfamid,
chlorambucil)
- Rituximab maintenance dapat dipertimbangkan

19
- Kemoterapi intensif ± Total Body irradiation (TBI) diikuti dengan stem
cell resque dapat dipertimbangkan pada kasus tertentu
- Raditerapi paliatif, diberikan pada tumor yang besar (bulky) untuk
mengurangi nyeri/obstruksi.
C. LNH INDOLEN/ low grade RELAPS
Standar pilihan terapi:
- Radiasi paliatif
- Kemoterapi
- Transplantasi sumsum tulang

D. LNH AGRESIF / High grade: (Ki-67 > 30%) Yang termasuk dalam
kelompok ini adalah:
- MCL (Mantle cell lymphoma, pleomorphic variant)
- Diffuse large B cell lymphoma, Follicular lymphoma gr III, B cell
lymphoma unclassifiable with features between diffuse large B cell and
Burkitt,
- T cell lymphomas

Sebelum Tindakan (Operasi, kemotrapi, radiotrapi)

Promotif pemeliharaan fungsi fisik dan psiko-sosio- spiritual serta


kualitas hidup Preventif terhadap keterbatasan / gangguan fungsi yang dapat
timbul
Penanganan terhadap keterbatasan/ gangguan yang sudah ada

Pasca Tindakan (Operasi, Kemotrapi, Radiotrapi)

Penanggulangan keluhan nyeri :

Nyeri yang tidak diatasi dengan baik dan benar dapat menimbulkan disabilitas.

- Edukasi, farmakoterapi, modalitas kedokteran fisik dan rehabilitasi

20
- Edukasi pasien untuk ikut serta dalam penanganan nyeri memberi efek baik
pada pengontrolan nyeri (Level 1)
- Terapi medikamentosa sesuai prinsip tatalaksana nyeri World Health
Organization (WHO) dan WHO analgesic ladder (Level2)
- Terapi Non Medikamentosa Modalitas Kedokteran
- Fisik dan Rehabilitasi

- Trans Electrical Nerve Stimulation (TENS)

- Mengoptimalkan pengembalian mobilisasi dengan modifikasi aktifitas


aman dan nyaman (nyeri terkontrol), dengan atau tanpa alat bantu jalan dan
atau dengan alat fiksasi eksternal

REHABILITASI MEDIK PADA PASIEN KANKER LIMFOMA NON-


HOGDKIN

Rehabilitasi medik bertujuan untuk mengoptimalkan pengembalian


gangguan kemampuan fungsi dan aktivitas kehidupan sehari-hari serta
meningkatkan kualitas hidup pasien dengan cara aman & efektif, sesuai
kemampuan fungsi yang ada.

Pendekatan rehabilitasi medik dapat diberikan sedini mungkin sejak sebelum


pengobatan definitif diberikan dan dapat dilakukan pada berbagai tahapan &
pengobatan penyakit yang disesuaikan dengan tujuan penanganan rehabilitasi
kanker: preventif, restorasi, suportif atau paliatif.

EDUKASI

TOPIK EDUKASI KEPADA PASIEN

KONDISI INFORMASI DAN ANJURAN SAAT EDUKASI


efek samping kemoterapi yang mungkin muncul
(CPIN, dsb)

21
Kemoterapi
Nutrisi Edukasi jumlah nutrisi, jenis dan cara pemberian
nutrisi
lainnya Anjurkan untuk kontrol rutin pasca pengobatan

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Limfoma adalah neoplasma ganas yang berasal dari sel asli jaringan
limfoid (yaitu, limfosit dan prekursor serta turunannya, dan yang jarang adalah
histiosit). Limfoma non-Hodgkin (LNH) adalah suatu kelompok penyakit
heterogen yang diddefinisikan sebagai keganasan jaringan limfoid selain
penyakit Hodgkin.

Pada LNH timbul gejala-gejala konstitisoinal (demam, penurunan berat


badan, berkeringat pada malam hari), namun insidennya lebih rendah daripada
penyakit Hodgkin. Ditemukan adanya limfadenopati difus tanpa rasa nyeri,
dapat menyerang satu atau seluruh kelenjar limfe perifer.

Etiologi pada penyakit Limfoma non-Hodgkin disebabkan oleh pengaruh


rangsangan imunologis persisten yang menimbulkan proliferasi jaringan
limfoid tidak terkendali. Diduga ada hubungan dengan virus Epstein Barr
LNH, kemungkinan ada kaitannya dengan faktor keturunan karena ditemukan
fakta bila salah satu anggota keluarga menderita LNH maka resiko anggota
keluarga lainnya terjangkit tumor ini lebih besar dibanding dengan orang lain
yang tidak termasuk keluarga itu.

22
Pada anak, terdapat empat diagnosa keperawatan yaitu, Nyeri akut
berhubungan dengan pembesaran kelenjar limfe. Resiko kekurangan volume
cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh. Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk menelan atau
mencerna makanan. Inkontinensia defekasi berhubungan dengan abnormalitas
tekanan abdomen tinggi dan tekanan usus tinggi.

3.1 SARAN

Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai


tambahan
bahan belajar mahasiswa, terutama mahasiswa ilmu keperawatan dalam
mempelajari limfoma non-hodgkin.

23
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, A., & Sari, K. (2011). Gangguan gastrointestinal. Jakarta : Salemba

Medika.

Carpenito, L. J. (2013). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 13, Jakarta :

EGC.

Corwin Elizabeth J., (2009). Patofisiologi : Buku Saku. Alih bahasa : Nike Budi

Subekti. Editor edisi Bahasa Indonesia : Egi Komara Yudha (et. al). Edisi 3.

Jakarta : EGC.

Dessain, S. K. (2009). Hodgkin Disease. [serial online].

http://emedicine.medscape.com/article/201886-overview. Diunduh pada

tanggal 1 Mei 2015.

Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta :

24
EGC.

Ford, Martin Paula. (2005). Malignant Lymphoma. [serial online].

http://www.healthline.com/galecontent/malignant-lymphoma/.[1 Juni 2015].

Haryanto, Sri. (2009). Terapi Pengobatan Tumor dan Kanker. Penerbit Kanisius :

Yogjakarta.

Kumar, Abbas, dan Fausto. 2005. Phatologic Basis of Diseases 7th Edition.

Philadelphia: Elsevier & Saunders.

Lusianah & Suratun. (2010). Asuhan keperawatan klien gangguan sistem

gastrointestinal. Jakarta : Trans Info Media.

Muttaqin, A., & Sari, K. (2011). Gangguan gastrointestinal. Jakarta : Salemba

Medika.

Pearce, Evelyn C (2002). Anatomy and Physiology for Nurses. Anatomi dan

Fisiologi untuk Paramedis. Alih bahasa Sri Yuliani Handoyo. Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta.

25

Anda mungkin juga menyukai