Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS SISTEM ONKOLOGI

LIMFOMAMALIGNA

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 5

AGUS NURVIANUS ZEBUA ( 2122001)

DEARNI KEZIA LUMBAN TORUAN ( 2122018)

ENJELITA SITINJAK ( 2122022)

SADARMAN ZENDRATO ( 2122045)

Mata Kuliah : Onkologi

Dosen Pengampu : Lam Murni Sagala, S.Kep, Ns, M.Kep

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN

STIKES MURNI TEGUH


2022/ 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia
dan izinnya-lah kami dari kelompok 5 dapat menyusun makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Dengan Kasus Gangguan Sistem Onkologi Limfomamaligna” ini tepat pada
waktunya.

Pada kesempatan ini, kami menyampaikan rasa hormat dan ucapan terimakasih kepada
semua pihak yang dengan tulus ikhlas memberikan bantuan dan dorongan kepada kami dalam
pembuatan makalah ini, terutama kepada Dosen kami ibu Lam Murni Sagala, S.Kep.,Ns.,M.Kep
selaku dosen mata kuliah Keperawatan Onkologi dan anggota kelompok 5 yang telah
berpartisipasi dalam menyelesaikan makalah ini, serta kepada orangtua kami yang selalu
mendoakan dan memberikan semangat kepada kami.

Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan-
kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik,
saran, dan usulan perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa sarana yang membangun. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat
berguna bagi kami sendiri maupun bagi orang-orang yang membaca dan mengetahui nya.

Medan, Maret 2023

Penulis

Kelompok 5
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................................
1.1.Latar Belakang...........................................................................................................
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................................
1.3.Tujuan .........................................................................................................................
BAB II Tinjauan Teoritis..................................................................................................
2.1 Anotomi dan Fisiologi................................................................................................
2.2. Faktor- Faktor Resiko...............................................................................................
2.3. Klarifikasi...................................................................................................................
2.4. Fatofisiologi ...............................................................................................................
2.5. Manifestasi Klinis......................................................................................................
2.6. Pemeriksaan Diagnostik dan Pemeriksaan Penunjang limfomamaligna............
2.7. Penatalaksanaan........................................................................................................
2.8. Komplikasi.................................................................................................................
2.9 Prognosis Penyakit Limfamamaligna.......................................................................
2.10.Pathway.....................................................................................................................
BAB III Laporan Kasus....................................................................................................
1. Pengkajian Keperawatan.............................................................................................
2.Diagnosa Keperawatan.................................................................................................
3. Intervensi Keperawatan...............................................................................................
BAB IV Penutup................................................................................................................
4.1 Kesimpulan..................................................................................................................
4.2 Saran............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Limfoma Maligna didefinisikan sebagai suatu penyakit keganasan yang menyerang


limfosit yang berada pada jaringan-jaringan limfoid contohnya seperti nodus limfe. Penyakit
ini pertama kali di deskripsikan oleh Thomas Hodgkin pada tahun 1832 di London Inggris,
Pada umumnya limfoma maligna diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu limfoma
Hodgkin (LH) dan limfoma Non-Hodgkin (LNH). Dimana LH adalah suatu keganasan sel B
yang ditandai dengan adanya sel Reed Sternberg, dan LNH dapat berasal dari sel B atau sel
T.
Limfoma Maligna terhitung sebesar 3,37% dari seluruh keganasan di dunia. Limfoma
maligna meningkat rata-rata 3-4% selama dekade terakhir. LNH pada laki-laki 6% dan pada
wanita 4,1% sedangkan LH 1,1% pada laki-laki dan 0,7% pada wanita.
Mengenai prevalensi limfoma di Amerika Serikat diketahui bahwa limfoma Hodgkin
memiliki prevalensi sebesar 8,2% sedangkan untuk prevalensi limfoma non-Hodgkin jauh
lebih tinggi yaitu sebesar 62,4 % (Longo, 2012).
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan RI tahun 2013 di Indonesia estimasi
insidensi limfoma terhadap anak pada tahun 2005-2007 adalah 0,75 per 100.000 penduduk.
Apabila dibandingkan dengan penyakit kanker lainnya di Indonesia, limfoma maligna berada
pada urutan keenam kanker tersering. Sebagian besar pasien yang terdiagnosis limfoma
ditemukan dalam stadium lanjut sehingga banyak mengalami komplikasi dan sulit
disembuhkan.
Data lembaga kanker global (GLOBACAN) tahun 2012, menunjukkan limfoma
merupakan salah satu dari sepuluh jenis kanker terbanyak di dunia. Kematian akibat limfoma
masih sangat tinggi, mencapai setengah dari kasus baru.
Limfoma maligna menempati 3,37% dari seluruh keganasan di seluruh dunia. Insiden
Limfoma maligna di dunia mengalami peningkatan dengan rata-rata 3 4% dalam 4 dekade
terakhir. Kenaikan insiden Limfoma Non Hodgkin pada pria 6% dan wanita 4,1%. Limfoma
Hodgkin 1,1% pada pria dan 0,7% pada wanita. Data dari Kementrian Kesehatan Indonesia
pada tahun 2013, angka kejadian Limfoma di Indonesia sebesar 0,06% dengan estimasi
14.905 pasien. VEB memiliki peran pada perkembangan Neoplasma Limforetikuler sel B.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa ekspresi gen-gen laten VEB menyumbangkan
perubahan fenotipe ganas, terutama LMP-1. Gen laten VEB ditemukan dapat merubah
perkembangan sel, merubah fenotip dari sel, menginduksi proliferasi dan mencegah
apoptosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya ekspresi gen laten LMP-1 dari
VEB pada Limfoma Maligna (Kemenkes, 2013).
Dampak dari limfoma dapat menyebabkan melemahnya system kekebalan tubuh ketika
sel limfosit ini diserang kanker. Jika tidak segera ditangani, limfoma berpotensi
menyebabkan komplikasi juga muncul akibat prosedur perawatan limfoma seperti
kemoterapi dan radioterapi.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa anatomi, fisiologi limfomamaligna


2. Apa factor-faktor resiko limfomamaligna
3. Apa patofisiologi dari limfomamaligna
4. Apa komplikasi limfomamaligna
5. Apa manifestasi klinis limfomamaligna
6. Bagaimana prognososis penyakit limfamamaligna
7. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dan pemeriksaan penunjang limfomamaligna
8. Bagaimana askep pada pasien dengan gangguan system onkologi limfamamaligna

1.3 TUJUAN

1. Untuk mengetahui anatomi, fisiologi, fisika, dan patofisiologi limfomamaligna


2. Untuk mengetahui factor-faktor resiko kanker limfomamaligna
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari limfomamaligna
4. Untuk mengetahui komplikasi limfomamaligna
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis limfomamaligna
6. Untuk mengetahuiprognososis penyakit limfamamaligna
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dan pemeriksaan penunjang
limfomamaligna
8. Untuk mengetahui askep pada pasien dengan gangguan system onkologi
limfamamaligna
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Anatomi dan Fisiologi

Limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan dari
sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit sehingga muncul
istilah limfoma maligna (maligna = ganas). Ironisnya, pada orang sehat sistem limfatik
tersebut justru merupakan komponen sistem kekebalan tubuh. Ada dua jenis limfoma
maligna yaitu Limfoma Hodgkin (HD) dan Limfoma non-Hodgkin (LNH) (Vinjamaran,
2017).
Limfoma merupakan istilah istilah yang merujuk pada pembesaran kelenjar getah bening
yang umumnya disebabkan oleh berbagai jenis kanker darah yang muncul pada sisem
limfatik. Limfoma disebabkan oleh golongan sel darah putih yaitu sel-sel B atau sel-sel T
yang dalam keadaan normal berfungsi untuk menjaga daya tahan tubuh, selanjutnya akan
menjadi abnormal dengan membelah diri secara cepat dari sel biasa atau hidup lebih lama
dari biasanya. Adapun sitem limfatik merupakan sebuah sistem dalam tubuh yang
mengedarkan cairan getah bening melalui kontraksi otot yang berdekatan dengan kelenjar
tertentu. Memiliki jaringan pembuluh dengan katup dan kelenjar pada tempat-tempat
tertentu. Kelenjar getah bening akan menyaring benda asing dari getah bening dan juga
mengangkut berfungsi lemak yang diserap di usus halus ke hati (Kemenkes, 2015).
Limfoma maligna adalah jenis keganasan sel yang mulai menyerang sel-sel yang ada
dalam kekebalan tubuh. Secara umum, limfoma maligna terbagi menjadi 2 kategori yaitu
limfoma hodgkin, yang ditandai dengan adanya jenis sel yang disebut sel Reed-Sternberg.
Kategori lainnya adalah limfoma non-hodgkin, yang meliputi kelompok keganasan pada sel
sistem kekebalan yang besar dan beragam. Limfoma non-hodgkin dapat dibagi lebih lanjut
menjadi kanker yang memiliki jalur indolen (tumbuh lambat) dan yang memiliki jalur agresif
(tumbuh cepat). Limfoma hodgkin dan non-hodgkin memiliki prognosis dan pengobatan
yang bergantung pada stadiumnya, jenis kanker ini dapat terjadi pada anak-anak maupun
orang dewasa (NCI, 2019).

2.2 Faktor- Faktor Resiko

Penyebab limfoma maligna sampai saat ini belum diketahui pasti dan masih dilakukan
penelitian terkait. Hasil penelitian terkini melaporkan bahwa faktor risiko tertentu dapat
meningkatkan besarnya peluang untuk mengembangkan limfoma maligna. Faktor risiko yang
dimaksud diantaranya, perubahan genetik, infeksi tertentu (misalnya infeksi oleh Virus
Imunodefisiensi), radiasi, bahan kimia, dan penyakit
pada system kekebalan tubuh (seperti artritis reumatoid, AIDS dan agen imunosupresif
yang digunakan setelah tindakan transplantasi organ). Berikut dijabarkan beberapa factor
predisposisi limfoma maligna (Lei Leng Kit, 2019):

a. Usia
Penyakit limfoma maligna lebih umum ditemukan di usia dewasa muda yaitu antara 18-35
tahun dan pada orang yang berusia diatas 50 tahun.

b. Jenis kelamin

Penyakit limfoma maligna lebih banyak menyerang pria dibandingkan wanita

c. Gaya hidup yang tidak sehat

Besarnya risiko terjadinya limfoma maligna cenderung meningkat pada kelompok orang
yang sering tepapar sinar UV, merokok dan mengonsumsi makanan tinggi lemak (hewani).

d. Pekerjaan

Pekerjaan yang sering dikaitkan dengan kejadian limfoma maligna adalah peternak,
pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan karena adanya paparan herbisida dan pelarut
organik.

2.3 Klasifikasi

Kemenkes (2015) menjelaskan limfoma maligna terbagi menjadi 2 kategori utama yaitu:
a. Limfoma Maligna Hodgkin
Umumnya keganasan ini terjadi karena mutasi di sel B pada system limfatik dengan hasil
deteksi ditemukan sel abnormal sel ReedSternberg dalam sel kanker. Umumnya pasien
sudah terdiagnosis di usia 20 sampai 30 tahun. Limfoma maligna hodgkin memililki 5
subtipe, dimana limfoma hodgkin sendiri merupakan jenis yang paling biasa
disembuhkan dan biasa menyerang kelenjar getah bening yang terletak di leher dan
kepala.
b. Limfoma Maligna Non-Hodgkin
Umumnya keganasan terjadi karena adanya mutasi DNA pada sel B dan sel T pada
system limfatik. Jenis keganasan ini merupakan tumor ganas yang berbentuk padat dan
berasal dari jaringan limforetikuler dan memiliki 30 subtipe yang masih berkembang.
Limfoma non Hodgkin biasanya pertumbuhannya cenderung lambat ( Indolent) dan
terdapat pula jenis dengan pertumbuhan cepat ( aggressive). Umumnya, jenis ini di
diagnosis di usia 60 tahun. Terdapat beberapa tahapan dalam stadium limfoma non
Hodgkin, di antaranya terdiri atas :

1. Stadium 1
Sel kanker mulanya akan berkumpul menjadi sebuah kelompok didaerah tertentu
pada kelenjar getah bening. Contohnya di leher atau di bawah ketiak
2. Stadium 2
Sel limfoma yang berada di kelenjar getah bening berjumlah sekurang-kurangnya dua
kelompok.
3. Stadium 3
Sel limfoma di temukan pada kelompok kelenjar getah benih bsgian atas maupun
daerah di bawah diafragma, atau limfoma berada di sekitar organ atau jaringan
kelenjar getah bening lainnya.
4. Stadium 4
Pada stadium ini, sel limfoma sudah menyebar ke organ lain atau jaringan selain di
kelenjar getah bening, dapat juga berada di dalam organ hati atau sumsum tulang
belakang

2.4 Patofisiologi

Pada tahapan awal, sel induk multipotensial akan mengalami transformasi atau
perubahan bentuk ke sel progenitor limfosit dan selanjutnya akan melakukan
diferensiasi melewati 2 jalur. Dua jalur tersebut yaitu, beberapa sel dalam kelenjer
timus akan mengalami pematangan untuk menjadi limfosit T. Beberapa sel lain dalam
kelenjar limfe atau tetap berada dalam sumsum tulang akan berdiferensiasimenjadi
limfosit B. Sel T dan sel B akan mengalami pengaktifan serta berproliferasi jika ada
rangsangan dari antigen. Fungsi imunitas seluler dijalnkan oleh dan limfosit B akan
aktif dengan menjadi imunoblas yang membentuk sel plasma (imunoglobulin).
Sel-sel induk multipotensial di dalam sumsum tulang akan menghasilkan sel
limfosit dalam kelenjar limfe. Limfoma maligna merupakan keganasan yang berasal
dari sel limfosit, berawal dari nodus limfe, dan dapat melibatkan jaringan limfoid
didalam limpa, traktus gastrointestinal (misalnya dinding lambung), hati atau sumsum
tulang. Terjadinya mutasi gen pada salah satu sel (sel limfosit tua) yang sedang dalam
proses transformasi menjadi imunoblas (terjadi akibat adanya rangsangan imunogen)
akan menyebabkan perubahan limfosit normal menjadi sel limfoma. Sel limfosit tua
berada di luar centrum germinativum sedangkan imunoblast berada di bagian paling
sentral centrum germinativum. Apabila membesar maka dapat menimbulkan tumor
dan apabila tidak ditangani secara dini maka menyebabkan limfomamagna, proses ini
terjadi di dalam kelenjar getah bening.
Adanya proliferasi abnormal pada tumor akan memberi penekanan atau
penyumbatan pada organ tubuh yang terkena. Tumor ini dapat bermula di bagian
kelenjar getah bening (nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal). Gejala
secara fisik dapat timbul berupa, benjolan yang kenyal, mudah digerakkan (pada
leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi dapat dimulai dengan
gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam, jika terdapat gejala tersebut
dapat segera dicurigai sebagai limfoma. Namun, perlu diketahui bahwa tidak semua
benjolan yang terjadi di sistem limfatik merupakan keganasan atau limfoma. Benjolan
tersebut dapat merupakan hasil perlawanan kelenjar limfa dengan virus yang
menyerang tubuh atau mungkin sejenis tuberculosis limfa. Umumnya, beberapa
penderita akan mengalami demam pel- ebstein. Demam ini menggambarkan suhu
tubuh yang meninggi selama beberapa hari dan di selingi dengan suhu normal atau
suhu di bawah normal selama beberapa hari atau beberapa minngu. Gejala lainnya
dapat timbul berdasarkan lokasi pertumbuhan sel-sel limfoma.

2.5 Manifestasi Klinis

Gejala yang sering ditemukan pada penderita limfoma maligna diantaranya sebagai
berikut (Kemenkes, 2019):
a. Berat badan turun sebesar >10% selama kurun waktu 6 bulan
b. Demam 38 derajat celcius terjadi selama >1 minggu tanpa sebab yang jelas
c. Aktif berkeringat terutama di malam hari
d. Mudah lelah
e. Nafsu makan berkurang
f. Pembesaran pada daerah kelenjar getah bening yang terlibat
g. Ditemukan benjolan yang tidak nyeri di leher, ketiak atau pangkal paha
(terutama bila berukuran >2 cm) atau kadang sesak napas akibat pembesaran
kelenjar getah bening mediastinum maupun splenomegali.
Tiga gejala pertama harus diwaspadai karena terkait dengan prognosis yang
kurang baik, begitu pula jika terdapat Bulky Disease (KGB berukuran > 6-10
cm atau mediastinum >33% rongga toraks). Menurut Lymphoma International
Prognostic Index, temuan klinis yang mempengaruhi prognosis penderita
LNH (Limfoma Non Hodgkin) adalah usia >60 tahun, keterlibatan kedua sisi
diafragma atau organ ekstra nodal (Ann Arbor III/IV) dan multifokalitas (>4
lokasi).

2.6 Pemeriksaan Diagnostik dan Pemeriksaan Penunjang limfomamaligna

Jenis pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada limfoma maligna


sebagai berikut (Andyana, 2017):

a. Pemeriksaan Hematologi
Melalui pemeriksaan dapat ditemukan adanya anemia, neutrofilia, eosinofilia,
limfopenia, serta laju endap darah dan LDH (lactate dehydrogenase serum)
yang meningkat pada pemeriksaan darah lengkap.

b. Pemeriksaan Pencitraan
Pada pencitraan ditemukan gambaran radiopaque dari nodul unilateral atau
bilateral yang berbatas tidak tegas atau dapat tegas serta konsolidasi pada
pemeriksaan foto polos dada proyeksi Posterior Anterior (PA). Gambaran
hiperdens dari massa jaringan lunak multipel akibat agregasi nodul pada
pemeriksaan CT scan dengan kontras di daerah thorax abdomen atau pelvis.

c. Pemeriksaan Histopatologik
Pada pemeriksaan histopatologi (biopsy kelenjer getah bening) dapat
ditemukan adanya sel Reed Sternberg dengan latar belakang sel radang
pleomorf .

d. Pemeriksaan Imunohistokimia
Pada pemeriksaan imunohistokimia dapat ditemukan adanya penanda CD15,
CD20 atau CD30 pada sel Reed Sternberg.

e. Pemeriksaan lainnya
Pemeriksaan lainnya dapat dilakukan untuk melihat penyebaran sel
kanker, seperti tes fungsi hati, ginjal dan paru, ekokardiografi dan
eletrokardiografi digunakan untuk mengetahui adanya tanda dan
gejala keterlibatan organ lainnya selain kelenjar getah bening serta tes
kehamilan pada penderita wanita muda.

2.7 Penataksanaan

Secara umum, penatalaksanaan limfoma maligna berbeda-beda sesuai


dengan tipe dan stadiumnya. Beberapa modalitas penatalaksanaan yang dapat
dilakukan terdiri atas (Andyana, 2017):

a. Radioterapi
Radioterapi berperan besar dalam pengobatan limfoma (khsusnya limfoma
hodgkin) yang metastasis penyakitnya lebih sulit diketahui radioimunoterapi
dan radioisotope.Radioimunoterapi dan radioisotope telah banyak digunakan
untuk mengobati limfoma hodgkin.
b. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan metode pengobatan keganasan yang umumdigunakan.
Metode ini menggnakan obat-obatan tertentu dalam membunuh sel kanker,
beragam jenis obat kemoterapi memberikan hasil yang pada limfoma.
c. Pembedahan (Surgery)
Penatalaksaan dengan pembedahan menjadi jenis pengobatan yang memiliki
peran terbatas pada limfoma. Pada beberapa jenis limfoma, dapat menjadikan
pembedaha sebagai alternatif utama, seperti limfoma gaster yang terbatas pada
perut dan bila ada risiko berupa perforasi, perdarahan masif dan obstruksi.
Akan tetapi, hingga saat ini pembedahan hanya bersifat sebagai upaya untuk
menegakkan diagnosis dengan surgical biopsy.

2.8 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi akibat limfoma maligna dapat dibedakan


berdasarkan, komplikasi sebagai akibat dari pertumbuhan kanker tersebut dan
komplikasi karena pengobatan dengan kemoterapi. Komplikasi yang dapat
muncul akibat dampak dari pertumbuhan kanker dapat berupa kelainan pada
jantung, perdarahan, infeksi, pansitopenia, kelainan pada paru-paru, kelainan
neurologis, sindrom vena cava superior, kompresi pada spinal cord, obstruksi
hingga perdarahan pada traktus gastrointestinal, nyeri, dan jika penyakit sudah
tahap leukemia akan mengalami leukositosis.
Komplikasi akibat pengobatan dengan kemoterapi dapat berupa infeksi,
kelelahan, neuropati, mual dan muntah, pansitopenia, dehidrasi setelah diare
atau muntah, penggunaan doksorubisin mengakibatkan toksisitas jantung,
sindrom lisis tumor dan kanker sekunder
2.9 Prognosis Penyakit Limfamamaligna

Menurut The International Prognostic Score, prognosis dari limfoma


maligna hodgkin ditentukan oleh beberapa faktor. Pada pasien yang memiliki
≤ 1 faktor maka harapan hidup sekitar 90%, sedangkan jika pasien memiliki ≥
4 faktor maka angka harapan hidup hanya 59%. Faktor faktor tersebut yakni:
a. Serum albumin < 4 g/dL
b. Hemoglobin (Hb) < 10.5 g/dL
c. Jenis kelamin laki-laki
d. Stadium IV
e. Usia > 45 tahun
f. Jumlah sel darah putih > 15,000/mm3
g. Jumlah limfosit < 600/mm3 atau < 8% dari total jumlah sel darah putih

Sedangkan pada limfoma non-hodgkin, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi


prognosisnya yaitu:
1. Usia > 60 tahun
2. Ann arbor stage (III-IV)
3. Hemoglobin (Hb) <12 g/dL
4. jumlah area limfonodi yang terkena > 4 bagian
5. Peningkatan serum LDH
Dari beberapa faktor risiko limfoma non hodgkin tersebut,
selanjutnya dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok risiko,
yaitu resiko rendah
(jika terdapat ≤ 1 faktor), resiko menengah (terdapat 2 faktor),
dan risiko
6. buruk (jika terdapat ≥ 3 faktor).
2.10 Pathway
BAB III

LAPORAN KASUS

1. Pengkajian keperawatan

a. Identitas pasien

Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, Pendidikan orang tua
dan pekerjaan orang tua.

b.Keluhan Utama

Pasien mengeluh tidak nyaman karena adanya benjolan.

c.Riwayat Penyakit Sekarang

Klien periksa rumah sakit biasanya didapat keluhan benjolan terasa biasanya didapat
keluhan benjolan terasa nyeri diarea leher, paha dan ketiak. Selain itu klien juga mengalami
penurunan berat badan, pembesaran kelenjar getah bening, sering berkeringat pada malam hari
dan merasa lelah terus menerus.

d.Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pasien dengan limfoma Hodgkin diperoleh Riwayat penyakit pembesaran seperti area leher,
ketiak dan paha. Pasien dengan Riwayat transplantasi ginjang atau jantung.

e.Riwayat penyakit keluarga

Adanya penyakit serupa atau penyakit lain yang diderita oleh keluarga yang berhubungan
dengan kanker merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya kanker misalnya kanker tiroid
dan amandel.

Pemeriksaan fisik (HEAD TO TOE)

a) Kepala

Inpeksi : Kulit kepala tampak bersih, rambut tampak hitam dan penyebaran rambut rata, dan
tidak ada ketombe.

Palpasi : Tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan.

b) Mata
Inspeksi : Nampak simestris kiri dan kanan, sclera tidak ikterik, pupil isokor dan tidak ada edema
maupun pereadangan pada palpebral, konjungtiva tidak anemis.

Palpasi : Tidak teraba adanya massa, tidak ada nyeri tekan.

c) Hidung

Inspeksi : Nampak bersih, tidak terdapat pembengkakan pada septum, tidak terdapat sumbatan
pada lubang hidung, tidak terdapat secret, tidak ditemukan adanya polip

Palpasi : Tidak teraba adanya massa, tidak ada nyeri tekan

d) Telinga

Inpeksi : pinna telinga simetris kiri dan kanan, nampak daun telinga lentur, adanya serumen pada
telinga, telinga luar nampak bersih.

Palpasi : Tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan

e) Mulut dan gigi

Inspeksi : Tidak terdapat stomatitis,mukosa bibir lembab, gigi lengkap, tidak terdapat
peradangan pada tonsil dan ukuran normal (T1) serta tidak ada dahak

f) Leher

Inspeksi : Terdapat benjolan pada leher bagian kiri

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

g) Dada dan paru-paru

Inspeksi : Ada pengembangan dada, simetris antar kedua lapang paru, ada penggunaan otot bantu
nafas dada, Pasien nampak sesak setelah beraktivitas

Palpasi : Nyeri tekan tidak ada

Auskultasi : frekuensi nafas : 28 x/m


2.Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien penyakit limfomamaligna yaitu:

1. Nyeri kronis berhungan dengan kerusakan system saraf ditandai dengan mengeluh nyeri ,
tampak meringis, dan gelisah .( D.0078) hal. 74

2. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi dan ketidak tahuan
menemukan sumber informasi ditandai dengan menayakan masalah yang dihadapi dan
menunjukkan perilaku berlebihan.( D. 0111) hal : 246

3. Resiko hipertermia berhungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh diatas
nialai normal dan kulit terasa hangat ( D. 0130) hal . 284

4. Defisit nutrisi berhungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan dan factor ekonomi

(finansial tidak mencukupi) ditandai dengan berat badan menurun minimal 10 % dibawah
rentang ideal. ( D. 0019) hal. 56

5. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas ditandai
dengan pola napas berubah dan frekuensi napas berubah ( D .0149) hal. 18

Analisis Data

DS :
Pasien mengatakan sesak nafas

DO :
a. Pasien Nampak sesak
b. RR : 28x/ menit
c. Saturasi oksigen 98%
d. Terdapat benjolan pada leher sebelah kiri
e. Terpasang oksigen nasal canul 4 liter/ menit
f. Hasil foto thorax PA/ AP
Kesan: massa mediastinum
Cukup menurun dengan skala 2

DS :
a. Pasien mengatakan cepat merasa lelah bila beraktivitas
b. Pasien mengatakan sesak bertambah setelah beraktivitas
DO :
a. Pasien nampak lemah
b. Aktivitas pasien di bantu keluarga
c. Pasien Nampak sesak setelah beraktivitas
d. RR : 28 x/i

DS :
a. Pasien mengatakan sedih dan cemas dengan keadaannya saat ini
b. Pasien selalu menanyakan tentang penyakitnya
c. Pasien mengatakan sulit tidur terutama pada malam hari

DO :
a. Pasien tampak lesu
b. Pasien tampak gelisah
c. Pasien tampak cemas
d. Pasien tampak termenung

3.Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI ( SIKI )


KEPERAWATAN ( SDKI) HASIL ( SLKI )
Nyeri kronis berhungan Tingkat nyeri Manajemen nyeri
dengan kerusakan system ( L. 08066) hal : 145 ( I. 08238) hal : 201
saraf ditandai dengan Ekspetasi : menurun  Mengidentifikasi skala
mengeluh nyeri , tampak  Keluhan nyeri nyeri
meringis, dan gelisah . menurun  Mengidentifikasi lokasi
( D.0078) hal. 74  Meringis cukup karakteristik, durasi,
menurun frekuensi, kualitas,
 Gelisah menurun. intensitas nyeri
 Mempertimbangkan
jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan
straategi meredakan
nyeri.
Defisit pengetahuan Tingkat pengetahuan Promosi kesiapan penerimaan
berhubungan dengan kurang ( L. 12111) hal : 146 informasi
terpapar informasi dan Ekspetasi : meningkat ( I. 12470 ) hal : 371
ketidak tahuan menemukan  Mengidentifikasi
sumber informasi ditandai  Perilaku sesuai pemahaman tentang
dengan menayakan masalah anjuran meningkat kondisi kesehatan saat
yang dihadapi dan  Pertanyakan tentang ini
menunjukkan perilaku
berlebihan. masalah yang du  Memfasilitasi akses
( D. 0111) hal : 246 hadapi menurun pelayanan pada saat
 Perilaku sesuai dibutuhkan
pengetahuan  Memberikan infotrmasi
berupa alur, leaflet atau
gambar untuk
memudahkan pasien
mendapatkan informasi
kesehatan.
Resiko hipertermia Termoregulasi ( L. 14134 ) Manajemen hipertermia
berhungan dengan proses hal : 129 ( I.15506 ) hal . 181
penyakit ditandai dengan Ekspetasi: membaik  Mengidentifikasi
suhu tubuh diatas nialai  Menggigil menurun penyebab hipertermia
normal dan kulit terasa  Suhu tubuh membaik (mis. Dehidrasi,
hangat ( D. 0130)  Suhu kulit membaik terpapar lingkungan
hal . 284 panas, penggunaan
incubator)
 Memonitor suhu tubuh
 Memberikan cairan
oral

Defisit nutrisi berhungan Status nutrisi ( L. 03030) Manajemen nutrisi ( I. 03119)


dengan ketidakmampuan Hal. 121 Hal.200
mencerna makanan dan Ekspetasi : membaik  Mengidentifikasi status
factor ekonomi ( finansial  Indeks massa tubuh nutrsi
tidak mencukupi) ditandai ( IMT) membaik  Memonitor gerak
dengan berat badan menurun  Nafsu makan badan
minimal 10 % dibawah membaik  Mengkolaborasi
rentang ideal.  Porsi makanan yang dengan ahli giji untuk
( D. 0019) hal. 56 dihabiskan meningkat menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan.
Bersihan jalan nafas tidak Bersihan jalan napas Manajemen jalan napas
efektif berhubungan dengan ( L 01001) hal.18 ( I. 01011) hal. 186
hipersekresi jalan napas Ekspetasi : meningkat  Mengidentifikasi dan
ditandai dengan pola napas  Frekuensi napas mengelola kepatenan
berubah dan frekuensi napas membaik jalan napas
berubah  Pola napas membaik  Memonitor pola napas
( D .0149) hal. 18  Sulit berbicara ( frekuensi, kedalaman,
membaik usaha napas)
 Memberikan minum
hangat.
BAB IV

KESIMPULAN

4.1 PENUTUP

Limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan dari
sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit sehingga muncul
istilah limfoma maligna (maligna = ganas). Ironisnya, pada orang sehat sistem limfatik tersebut
justru merupakan komponen sistem kekebalan tubuh. Ada dua jenis limfoma maligna yaitu
Limfoma Hodgkin (HD) dan Limfoma non-Hodgkin (LNH) (Vinjamaran, 2017).

Tanda-tanda vital pasien dalam batas normal dan CRT < 2 detik, Disability : Tidak
terdapat kesenjangan karena dari hasil pengkajian tingkat kesadaran Tn. “E” yaitu GCS 15 dan
Exposure : tidak terdapat kesenjangan karena dari hasil pengkajian tidak terdapat peningkatan
suhu tubuh. Dan untuk pengangkatan diagnosa terdapat kesenjangan yaitu Pola nafas tidak
efektif, anisietas dan defisit nutrisi. Hal ini disebabkan oleh respon tubuh setiap orang yang
berbeda-beda sesuai dengan tanda dan gejala yang dialami oleh pasien.

4.2 SARAN

Kami sangat mengharapkan agar makalah ini dapat menjadi acuan dalam mempelajari
tentang Limfomamaligna dan harapan kami makalah ini tidak hanya berguna bagi kami tetapi
juga berguna bagi semua pembaca. penulis memberikan beberapa saran terkait hasil asuhan
keperawatan pada pasien Limfoma maligna. Terakhir dari kami walaupun makalah ini kurang
sempurna kami mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA

Amori. 2017. Jurnal Nasional : Pengobatan tepat untuk


Limfoma.www.jurnalnasional/limfoma/44356.com. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2013.

Anonymous. 2012. Limfoma Maligna. www.wordpress.com. Diakses pada tanggal 15 Oktober


2013.

Asdie, Ahmad H. 2012. Horison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC

Bakta IM. Limfoma Non Hodgkin. Hematologi Klinik Ringkas. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2006. h: 202-19.

Chandrasoma P, Taylor CR. Sistim Limfoid: Limfoma maligna. Alih bahasa. Dalam:
Chandrasoma P, Taylor CR. Patologi Anatomi. Edisi ke-2. Jakarta: EGC,1995:406-21

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta. : EGC

Doenges, Marilyn E, et all. 1993. Nursing Care Plans : Guidelines for Planning
andDocumenting Patient Care, Edition 3, F.A. Davis Company, Philadelphia.

Goljan EF. Rapid Review Pathology. Edisi 4. Philadelphia.W. B. Saunders Company.2014.

Hoffbrand, A.V, et all. 2002. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta : EGC

Karlina Isabella. 2018. Ki-67 sebagai parameter prognosis pada limfoma non Hodgkin.

Nurhuda Hendra S & Linachoridah, 2016. Limfoma non-hogkin primer vertebra torakalis
Dengan kompresi progresif medula spinalis.

Potter & Perry AG. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,Proses, dan Praktik. 4th
ed. EGC: Jakarta.2013.

Vinjamaran. 2017. Lymphoma, Non-Hodgkin. www.emedicine.com. Diakses pada tanggal 15


Oktober 2013.

Inas Susanti, Agustina H, et all.2014. Korelasi antara Imunoekspresi LMP-1 Virus Epstein-
Barr dengan Respon Kemoterapi CHOP pada Limfoma Maligna Non-Hodgkin Tipe Diffuse
Large B Cell

Heri Sutrisno. 2013. Gambaran Kualitas Hidup Pasien Kanker Limfoma Non Hodgkin yang
Dirawat di RSUP Sanglah Denpasar.

Naz E, et all. Correlation of Ki-67Proliferative Index with Clinical and Pathological Features
on Tissue Sections of Non Hodgkins Lymphoma by Immunostaining.Journal Pak Medical
Association. 2014; 6(8) 124-29
Rosernberg, Martha Craft & Smith, Kelly. 2010. Nanda Diagnosa Keperawatan. Yogyakarta:
Digna Pustaka.

Scanlon VC, Sanders T. The lymphatic system and Immunity. In: Scanlon VC, Sanders T.
Essential of Anatomy and Physiology. 5thed. Philadelphia: FA Davis Company,2007:319-26

Skandalakis JE.Neck: Lymphatic System. In: Skandalakis JE, Colborn GL, Weidman TA, Foster
KS, Kingsworth AN, Skandalakis LJ,et al eds. Skandalakis Surgical Anatomy. New York:
McGraw-Hill Companies,2004:32-3

Zahra,Abu.2014.lp dan askep klien limfoma


non.http://abuzzahra1980.blogspot.co.id/2013/06/lp-dan-askep-kliendengan-limfoma-non.html.d

Andyana, I Wayan Losen. 2017. Limfoma Hodgkin. Bali: Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rsup
Sanglah Universitas Udayana

Kemenkes. 2015. Infodatin Limfoma. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia: Pusat Data
dan Infomasi Kementrian Kesehatan RI tersedia di www. Depkes.go.id

Kemenkes. 2019. Panduan Penatalaksanaan Limfoma Non-Hodgkin. Komite Penanggulangan


Kanker Nasional Kementrian Kesehatan RI tersedia di
http://kanker.kemkes.go.id/guidelines.php?id=2#

Lei Leng Kit. 2017. Limfoma.Smart Patient tersedia di


http://www21.ha.org.hk/smartpatient/EM/MediaLibraries/EM/Diseases/Ca
ncer/Lymphoma/Cancer-Lymphoma-Indonesian.pdf?ext=.pdf

NCI. 2019. NCI Dictionary of Cancer Terms. National Cancer Institute. Tersedia
dihttps://www.cancer.gov/publications/dictionaries/cancerterms/def/lymphoma

PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai