Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH IMUNIHISTOKIMIA

Estrogen Receptor (ER)

Disusun Oleh:
Kelas E Kelompok VII

Suci Indah Astuti ( G1C219084 )


Nissa Isnaini Azmi ( G1C219170 )
Fahrum Burhan ( G1C219027 )

JURUSAN D4 ANALIS KESEHATAN LINTAS JALUR


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas petunjuk dan hidayah-Nya sehingga kelompok kami
dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Imunohistokimia. Dalam
pembuatan makalah ini, berbagai hambatan telah kami alami. Oleh karena
itu, terselesaikannya makalah ini tentu saja bukan karena kemampuan
kami semata, namun karena adanya dukungan dan bantuan dari pihak-
pihak terkait. Kami sadar, tanpa adanya kerja sama, makalah ini pasti
tidak akan dapat terselesaikan.
Untuk itu dalam kesempatan yang paling baik ini, kami ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar–besarnya kepada
dosen pengampuh dan teman-teman kami yang juga ikut memberikan
masukan atau saran untuk makalah yang kami buat ini. Kami menyadari
bahwa makalah ini tidak lepas dari kesalahan dan kekhilafan baik dari
penulisan dan tata bahasa. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun dari pembaca sangat kami harapkan demi penyempurnaan
dan perbaikan makalah ini.
Demikian kata-kata yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya. Apabila ada kesalahan,
kami mohon maaf.

Semarang, 20 Maret 2020


Penulis

Kelompok VII

ii
DAFTAR ISI

Halaman
Cover.....................................................................................................i
Kata Pengantar......................................................................................ii
Daftar Isi.................................................................................................iii
Daftar Gambar.......................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................2
1.2 Rumusan Masalah......................................................................2
1.3 Tujuan.........................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI......................................................................4
2.1 Pengertian Estrogen Receptor...................................................4
2.2 Struktur Estrogen Receptor........................................................4
2.3 Imunohistokimia..........................................................................6
2.4 Metode Pengecatan Imunositokimia..........................................8
2.5 Pemeriksaan Preparat Ca Mamae.............................................12
BAB III PENUTUP.................................................................................18
5.1 Kesimpulan.................................................................................19
Daftar Pustaka.......................................................................................iv

iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Struktur Estrogen Receptor ..........................................................5
2. Gambaran Dirrect dan Indirect Labelling .....................................9
3. Gambaran Metode Avidin Biotin Complex (ABC) ........................10
4. Gambarn Metode Streptavidin-Peroxidase...................................11
5. Gambaran Metode Peroxidase–antiperoxidase (PAP) ................12
6. Hasil Pengamatan Analisa Ekspesi Estrogen Receptor
menggunakan Immunohistochemistry..........................................15

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker merupakan salah satu penyakit ganas yang selalu
meghantui manusia. Penyakit ini dapat menjangkiti siapa saja tanpa
mengenal usia maupun jenis kelamin, namun kebanyakan penderita
kanker adalah wanita dengan usia diatas 40 tahunan. Penyakit kanker
yang biasa menyerang wanita adalah kanker payudara, kanker serviks,
dan kanker rahim. Ketiga kanker ini merupakan penyakit pembunuh utama
wanita. Perlu diketahui bahwa kanker merupakan sel yang tumbuh secara
tidak normal, jadi perilaku gaya hidup perlu diperhatikan untuk
menghindari terjangkitnya penyakit ini (Savitri, 2015). 
Kanker payudara merupakan keganasan tersering dan menjadi
penyebab utama kematian pada wanita di seluruh dunia, dengan jumlah
lebih dari 1.000.000 kasus setiap tahun. Menurut WHO 8-9% wanita akan
mengalami kanker payudara. Ini menjadikan kanker payudara sebagai
jenis kanker yang paling banyak ditemui pada wanita. Setiap tahun lebih
dari 250.000 kasus baru kanker payudara terdiagnosa di Eropa dan
kurang lebih 175.000 di Amerika Serikat. Masih menurut WHO, tahun
2000 diperkirakan 1,2 juta wanita terdiagnosa kanker payudara dan lebih
dari 700.000 meninggal karenanya. The US Centre for Disease Control
and Prevention (CDC) melaporkan bahwa pada akhir 2004, sejumlah
215.990 wanita di Amerika Serikat di diagnosis sebagai kasus baru kanker
payudara, dan 40.580 wanita di Amerika meninggal karena penyakit ini
pada akhir tahun. Data Badan Registrasi Kanker (BRK) Indonesia tahun
1998, menunjukkan kanker payudara menduduki urutan ke-2 terbanyak
dari seluruh keganasan pada wanita di seluruh sentra Patologi Anatomi di
Indonesia, dengan jumlah 2671 kasus. Karsinoma payudara juga dapat
menyerang pria tetapi kemungkinannya sangat kecil, yaitu 1/100 dari
wanita. Kesempatan kanker berkembang dengan pesat sangat tergantung

1
2

umur, semakin tua usia semakin cepat kanker berkembang (widjaja,


2011).
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat dalam
bidang kedokteran telah menawarkan berbagai pilihan terapi yang dapat
digunakan kepada pasien kanker payudara. Terapi yang diberikan dapat
berupa pembedahan, kemoterapi, radioterapi, hormonal terapi maupun
targeting therapy. Pemeriksaan profil imunohistokimia telah digunakan
secara luas sebagai dasar dalam pemilihan terapi hormonal dan targeting
therapy. Pemeriksaan imunohistokimia dapat mendeteksi jenis reseptor
hormon sel kanker, yaitu estrogen receptor (ER) dan reseptor progesteron
(PR), serta ekspresi dari human epidermal growth factor receptor-2
(HER2).1,6,7 Reseptor hormon ini dapat ditemukan baik pada sel normal
maupun sel kanker dan memiliki peran dalam pertumbuhan sel apabila
berikatan dengan hormon (Intan et al., 2012).
Salah satu pengecatan imunohistokimia secara indirec adalah
estrogen receptor (ER). ER merupakan salah satu standar dalam
penatalaksanaan karsinoma payudara pada saat ini. ER terdiri dari 2
subtipe yaitu estrogen receptor α (ERα) dan estrogen receptor β (ERβ).
Kedua reseptor ini berbeda dalam lokalisasi dan konsentrasinya di dalam
tubuh. estrogen receptor α (ERα) dapat ditemukan dalam sel kanker
endometrium, payudara, stroma ovarium, dan hipotalamus. estrogen
receptor β (ERβ) terdapat dalam ginjal, otak, tulang, jantung, paru-paru,
mukosa usus, prostat, dan sel endotel (Muhartono et al, 2016).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dibuat rumusan
masalahnya yaitu :
1. Apakah yang dimaksud estrogen receptor?
2. Apa sajakah struktur estrogen receptor?
3. Apa sajakah metode pemeriksaan estrogen receptor?
3

4. Bagaimana Langkah kerja dalam Analisis Ekspresi estrogen


receptor menggunakan Immunohistochemistry (IHC)?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian estrogen receptor?
2. Untuk mengetahui struktur estrogen receptor?
3. Untuk mengetahui metode pemeriksaan estrogen receptor?
4. Untuk mengetahui Langkah kerja dalam Analisis Ekspresi
estrogen receptor menggunakan Immunohistochemistry (IHC).
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Estrogen Reseptor


Estrogen reseptor (ER) merupakan salah satu anggota
reseptor inti yang memperantarai aksi hormon estrogen didalam
tubuh (Prawiroharsono, 2001 dalam Mulyati, 2016). Estrogen
memiliki peranan penting dalam perkembangan, diferensiasi dan
pada sistem reproduksi (Berry, 2008). Estrogen akan masuk ke
dalam sel, tetapi hanya sel yang mengandung reseptor estrogen
yang akan merespon. Estrogen di dalam tubuh terdapat dua
reseptor yang dikenal yaitu estrogen reseptor alfa (ERα) dan
estrogen reseptor beta (ERβ) (Beshay, 2013).
Kedua reseptor tersebut secara luas ditampilkan dalam jenis
jaringan yang berbeda, terdapat beberapa perbedaan dalam pola
ekspresinya. ERα bisa didapatkan pada sel kanker endometrium,
payudara, stroma ovarium, dan hipotalamus. Protein ERβ
ekspresinya terdapat dalam ginjal, otak, tulang, jantung, paru-paru,
mukosa usus, prostat, dan sel endotel. Jika suatu reseptor
berikatan dengan estrogen, maka akan terjadi perubahan formasi
reseptor yang memungkinkan terjadinya ikatan koaktivator dan
mengaktifkan faktor transkripsi. Aktivasi transkripsi gen akan
mengarahkan sintesis protein tertentu yang kemudian
mempengaruhi berbagai fungsi sel tergantung macamnya dan
tergetnya. Salah satu titik tangkap pengobatan kanker khusunya
kanker payudara adalah dengan menghambat aktivitas estrogen
pada estrogen reseptor alfa (ERα). Pada kasus kanker payudara,
ERα berikatan dengan estrogen dan berpoliferasi secara abnormal
(Putra et al, 2008).
2.2 Struktur Estrogen Receptor

4
5

ERα dan ERβ adalah anggota superfamili steroid/nuklir


reseptor (NR) yang mencakup lebih dari 150 anggota. Anggota ini
memiliki struktur dan mekanisme umum yang mempengaruhi
transkripsi banyak gen target dalam mengkode sinyal fisiologis dan
patologis spesifik. NR superfamili meliputi NR kelas I, reseptor
steroid: glukokortikoid, mineralokortikoid, progesteron, estrogen,
dan androgen (GR, MR, PR, ER, dan AR), dan NR kelas II:
reseptor asam retinoat, reseptor retinoid X, vitamin D reseptor,
reseptor tiroid, dan peroxisome proliferator activated receptor
(RAR, RXR, VDR, TR, dan PPAR). ERα pertama kali diklonning
dari sel kanker payudara manusia pada tahun 1986, sementara
ERβ ditemukan 10 tahun kemudian. Kedua subtipe reseptor ini
bervariasi dalam struktur, dan gen pengkodeannya berbeda pada
kromosomnya (Berry, 2008). ER terdiri dari 6 domain (bagian)
fungsional yaitu :
1) Domain A/B, merupakan bagian yang aktivasinya tidak tergantung
ligan atau disebut bagian transactivation fungtion 1 (AF 1).
2) Domain C, merupakan tempat berikatan dengan DNA (DNA binding
domain). Daerah ini memiliki kesaman asam amino sebesar 99 %
pada kedua ER.
3) Domain D, merupakan bagian terdapatnya signal dengan nukleus dan
berhubungan dengan domain C.
4) Domain EF adalah bagian terminal yang merupakan bagian yang
berikatan dengan ligan, terjadinya dimerisasi atau proses
penggabungan dua molekul sejenis menjadi satu molekul yang lebih
besar dan fungsi transaktivasi yang
tergantung ligan (AF2). Bagian ini memiliki kesamaan asam amino
sebesar lebih kurang 58 % (Nilson et al., 2001“dalam” Mahmudati,
2015).
6

Gambar 1. Struktur estrogen receptor (Levin, 2001 “dalam” Mahmudati, 2015)


2.3 Imunohistokimia (IHC)
Imunohistokimia merupakan sebuah teknik yang bertujuan
untuk mengidentifikasi sel-sel spesifik berdasarkan komponen
antigenik atau produk selulernya dengan reaksi komplek antigen-
antibodi. Dengan kata lain imunohistokimia, digunakan sebagai
dasar penegakan diagnosis dan identifikasi tipe sel berdasarkan
detail morfologi, terutama sering digunakan pada kasus-kasus
tumor dan keganasan kanker (Rahayu, 2004).
Prinsip Imunohistokimia adalah bahwa antibodi akan berikatan
secara spesifik dengan antigen. Antibodi akan “mencari“ lokasi antigen,
dan berikatan dengan antigen. Tempat antigen dapat ditentukan bila kita
dapat mengetahui dimana ikatan antibodi-antigen Antibodi terbentuk
akibat masuknya bahan kimia spesifik dari spesies lain ke dalam system
imun. Sistem imun mempunyai kemampuan innate untuk mengenali setiap
asam amino, karbohidrat, atau lipid dan bereaksi terhadap bahan-bahan
kimia ini melalui molekul reseptor spesifik. Pengenalan ini tergantung
pada banyak faktor, salah satu di antaranya adalah besar (size) bahan
kimia tersebut; diperlukan molekul yang besarnya beberapa ratus Dalton
untuk memulai pengenalan oleh reseptor dan timbulnya respons imun.
Molekul-molekul ini disebut antigen. Beberapa protein cukup besar untuk
menimbulkan respons imun, sehingga protein ini dapat besifat antigen.
Prosedur umum pengecatan IHC terdiri dari beberapa
langkah tahapan dasar, yaitu:
A. Fiksasi dan Processing Jaringan
Pada pengecatan IHC, cairan fiksasi yang umum digunakan
adalah buffer formalin 10% dalam suasana netral selama 24-72
7

jam. Processing jaringan itu sendiri terdiri dari fiksasi, dehidrasi,


dan embedding (penanaman) jaringan pada blok parafin agar
jaringan menjadi kaku (Dabbs, 2013). Secara umum, terdapat dua
macam metode fiksasi, yaitu pelarut organik dan reagen cross-
linking. Pelarut organik seperti alkohol dan aseton akan
memindahkan lipid, mendehidrasi sel dan mengendapkan protein.
Reagen cross-linking seperti paraformaldehid membentuk jembatan
intermolekuler melalui gugus amino bebas (CCRC, 2009).
B. Endogenus Blocking
Proses endogenous blocking merupakan sesuatu yang
sangat penting dalam proses pengecatan IHC. Tingkat kerentanan
enzim dalam mengalami denaturasi dan inaktivasi selama proses
fiksasi sangat bervariasi. Positif palsu juga dapat terjadi akibat
adanya endogenous peroxidase dimana peroxidase pada jaringan
dapat bereaksi dengan H2O2 yang diberikan bersama DAB
menimbulkan warna coklat pada sel yang mengandung
endogenous perosidase (Irawan, 2015).
C. Antigen Retrieval
Antigen retrieval merupakan salah satu langkah dari
pewarnaan imunohistokimia. Teknik sederhana antigen retrieval
telah berperan penting dalam memperluas pewarnaan
imunohistokimia (Vinod et al, 2016). Proses antigen retrieval
bertujuan untuk memunculkan kembali epitop dengan
mengembalikan struktur protein atau antigen yang tertutup pada
saat proses fiksasi (Dabbs, 2013)
D. Protein Blocking
Protein blocking diterapkan sebelum menggunakan antibodi
untuk mendeteksi antigen spesifik dalam jaringan pada pengecatan
IHC. Prinsip dari proses protein blocking menurut Latja (2007)
adalah larutan protein (blocking agent) yang ditambahkan akan
mengikat protein nonspesifik yang terdapat dalam jaringan
8

sehingga membatasinya untuk berikatan dengan antibodi. Cara


yang paling efektif untuk meminimalisasi pewarnaan nonspesifik
adalah dengan menambahkan larutan protein (Bancroft dan
Gamble, 2008). Beberapa blocking agent untuk protein blocking
menurut Radig (2013), yaitu: Normal Serum, Protein Solution,
Commercial Mixes.
9

E. Inkubasi Antibodi
Antibodi merupakan suatu molekul yang dapat berikatan
dengan molekul kedua, yang disebut dengan antigen. Antibodi ini
nantinya akan berikatan secara spesifik dengan antigen atau
protein yang terdapat dalam jaringan. Antibodi yang digunakan
dalam pengecatan IHC dihasilkan dari hewan yang diinduksi secara
khusus dengan antigen tertentu untuk memunculkan respon imun.
Antibodi yang digunakan untuk menginkubasi dapat menggunakan
antibodi monoklonal maupun poliklonal (Dabbs, 2013).
2.4 Metode Pengecatan Imunohistokimia
Metode atau sistem deteksi dalam pengecatan IHC yang
dapat digunakan untuk melokalisasi dan menampilkan antigen
dalam jaringan (Bancroft dan Gamble, 2008) yaitu:
a. Metode langsung (Direct)
Metode yang hanya menggunakan satu jenis antibodi yang
berikatan secara kovalen pada antibodi primer (biosciense, 2010).
Antibodi primer yang telah berlabel akan bereaksi langsung dengan
antigen pada preparat sitologi maupun histologi untuk mengenali
antigen spesifiknya yang terdapat pada sel jaringan (Bancroft dan
Gamble, 2008). Salah satu contoh antibodi berlabel adalah
antiserum terkonjugasi Fluorescein isothiocyanate (FITC) dan
rodhamin. Kelemahan metode direct adalah amplifikasi sinyal atau
pewarnaan kurang memadai dan kurang sensitif untuk permintaan
diagnosa (Irawan, 2015).
b. Metode tidak langsung (Indirect)
Metode indirect lebih rumit dan lama pengerjaannya apabila
dibandingkan dengan metode direct yang digunakan dalam
pengecatan IHC (Howard dan Kaser, 2014). Metode indirect
labelling akan melekat secara kovalen pada antibodi sekunder,
dimana antibodi sekunder akan melekat dengan antibodi primer
saat proses immunoassay (Innova biosciense, 2010). Kelebihan
10

dari metode indirect adalah memiliki tingkat sensitivitas yang lebih


tinggi yaitu beberapa ribu kali lebih sensitif dari pada metode direct
sehingga metode indirect saat ini lebih banyak digunakan dalam
pemeriksaan IHC (Howard dan Kaser, 2014).

Gambar 2. Gambaran direct labelling (A) dan indirect labelling (B)


(Ramos-Vara,2005)
Metode tidak langsung menggunakan dua macam antibodi,
yaitu antibodi primer yang tidak berlabel dan antibodi sekunder
yang berlabel. Antibodi primer berperan dalam mengenali antigen
yang diidentifikasi pada jaringan (first layer) sedangkan antibodi
sekunder akan berikatan dengan antibodi primer (second layer).
Antibodi kedua merupakan anti-antibodi primer. Pelabelan antibodi
sekunder diikuti dengan penambahan substrat berupa kromogen.
Kromogen merupakan suatu gugus fungsi senyawa kimiawi yang
dapat membentuk senyawa berwarna bila bereaksi dengan
senyawa tertentu. Penggunaan kromogen fluorescent dye seperti
FITC, rodhamin dan texas-red disebut metode
immunofluorescence, sedangkan penggunaan kromogen enzim
seperti peroksidase, alkali fosfatase atau glukosa oksidase disebut
metode immunoenzyme.
Antibodi agar dapat terjamin dapat mengikat antigen, maka
sel harus difiksasi dengan ditempelkan pada bahan pendukung
11

padat sehingga antigen menjadi immobile. Hal ini dapat dilakukan


dengan menumbuhkan sel pada slide mikroskop, coverslip, atau
bahan pendukung plastik yang sesuai (Setiawan,2018).
c. Metode Avidin-Biotin Complex (ABC)
Metode Avidin Biotin Complex (ABC) menggunakan enzim
peroxidase yang berikatan dengan ikatan biotin-avidin. Avidin
tersebut akan berikatan dengan biotin pada antibodi sekunder.
Peroxidase pada ikatan ABC akan bereaksi dengan H2O2 yang
diberikan bersama kromogen sehingga menimbulkan visualisasi
warna pada sel yang mengandung antigen, dimana proses awal
terjadinya antigen berikatan dengan antibodi primer, kemudian
antibodi primer berikatan dengan antibodi sekunder yang berlabel
biotin, biotin yang berada pada antibodi sekunder akan diikat oleh
ABC yang mengandung peroxidase, dan peroxidase pada
rangkaian avidin biotin akan bereaksi dengan substrate H2O2 /
kromogen (Petersen dan Pedersen, 2016).

Gambar 3. Gambaran metode Avidin Biotin Complex (ABC) (Ramos-


Vara, 2005)
d. Metode Streptavidin-Peroxidase
Metode streptavidin-peroxidase menggunakan enzim
peroxidase yang berikatan langsung dengan streptavidin.
Steptavidin yang mengandung peroxidase akan mengenali biotin
pada antibodi sekunder. Peroxidase yang pada ikatan streptavidin
12

akan bereaksi dengan H2O2 yang diberikan bersama kromogen


sehingga menimbulkan visualisasi warna pada sel yang
mengandung antigen, dimana proses awal terjadi ketika antigen
berikatan dengan antibodi primer, kemudian antibodi sekunder
yang berlabel akan berikatan dengan antibodi primer, biotin pada
antibodi sekunder diikat oleh streptavidin yang mengandung
peroxidase, dan peroxidase akan bereaksi dengan substrate H2O2/
kromogen (Petersen dan Pedersen, 2016).

Gambar 4. Gambaran Metode Streptavidin-Peroxidase (Ramos-Vara,


2005)
e. Metode Peroxidase-antiperoxida (PAP)
Metode peroxidase-antiperoxidase (PAP) menggunakan
enzim peroxidase yang berikatan dengan antibodi, dimana antibodi
primer dan PAP yang digunakan berasal dari spesies yang sama,
misalkan antibodi primer yang digunakan adalah mouse
monoclonal maka PAP juga harus dalam mouse, begitu juga bila
antibodi primer spesies rabbit, maka antibodi pada PAP juga dalam
rabbit. Metode ini menggunakan antibodi sekunder yang tidak
terkonjugasi, dimana spesies antibodi sekunder merupakan anti-
antibodi primer yaitu bila antibodi primer adalah mouse maka
antibodi sekunder adalah anti mouse, begitu juga bila antibody
primer adalah rabbit maka antibodi sekunder adalah anti rabbit
(Ramos-Vara, 2005).
13

Gambar 5. Gambaran metode Peroxidase–antiperoxidase (PAP) (Ramos-Vara, 2005)

2.5 Pemeriksaan Preparat Ca mamae


A. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum Analisis Ekspresi
ER menggunakan Immunohistochemistry (IHC) ini adalah
sebagai berikut:
1. Inkubator
2. Toples
3. Waterbath
4. Mikropipet & tip
5. Vortex
6. Chamber
7. Mikroskop Komputer
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum Analisis
Ekspresi ER menggunakan Immunohistochemistry (IHC) ini
adalah sebagai berikut:
1. Slide Preparat CA Mamae (Human Breast Tumor)
2. Xilol
3. Ethanol Bertingkat (Absolute, 90%, 80%, 70%)
4. Akuades Steril
5. Antigen Retrieval (Buffer Sitrat PH 6,0)
6. PBS (Phosphate Buffer Saline)
7. Blocking Endogen Peroksidase (3% H2O2 dalam methanol)
14

8. Blocking Buffer
9. Antibody Primer (ER)
10. Antibody Sekunder (Biotin Conjugate),
11. SA-HRP (Strep Avidin Horseradish Peroxidase)
12. Chromogen DAB (Diaminobenzidine)
13. Counterstain Mayer’s Hematoxilien
14. Entelan
B. Prosedur kerja
Langkah kerja dalam Analisis Ekspresi ER menggunakan
Immunohistochemistry (IHC) adalah sebagai berikut:
1. Deparafinasi
Slide dipanaskan pada suhu 60°C selama 60 menit. Kemudian
direndam dalam larutan-larutan di bawah ini secara berurutan;
a. Xilol (2 X 10 menit)
b. Ethanol absolut (2 X 10 menit)
c. Ethanol 90 % (1 X 5 menit)
d. Ethanol 80 % (1 X 5 menit)
e. Ethanol 70 % (1 X 5 menit)
f. Aquades steril (3 X 5 menit)
2. Antigen Retrieval
a. Rendam slide dalam chamber yang berisi buffer sitrat PH
6,0, kemudian kemudian dipanaskan dalam waterbath
suhu 95°C selama 20 menit.
b. Keluarkan slide dari waterbath, tunggu sampai suhu ruang
± 20 menit.
c. Cuci slide dengan PBS (3 X 5 menit).
3. Imunohistokimia
Hari ke-1
a. Blocking Endogen Peroksidase
1) Diteteskan 3% H2O2 (dalam methanol) inkubasi 20
menit pada suhu ruang.
15

2) Dicuci PBS 3 X 5 menit.


b. Blocking Unspesifik protein.
1) Diteteskan Blocking Buffer (Backgroud Sniper),
inkubasi 60 menit pada suhu ruang.
2) Dicuci PBS 3 X 5 menit.
c. Inkubasi Antibody Primer
1) Diteteskan antibody primer yang dilarutkan dalam
Blocking Buffer. (1:100)
2) Inkubasi over night pada 4°C.
3) Esok harinya dikeluarkan dari 4°C, ditunggu sampai
suhu ruang, kemudian dicuci PBS 3 X 5 menit.
Hari ke-2
a. Inkubasi Antibody sekunder
1) Diteteskan antibody sekunder (Biotin Conjugate),
inkubasi 60 menit pada suhu ruang.
2) Dicuci PBS 3 X 5 menit.
b. Inkubasi SA-HRP (Strep Avidin Horseradish Peroxidase)
1) Diteteskan SA-HRP, inkubasi 40 menit pada suhu
ruang.
2) Dicuci dengan PBS 3 X 5 menit.
3) Bilas dengan aquades.
c. Aplikasi Chromogen DAB (Diaminobenzidine)
1) Diteteskan DAB (DAB Chromogen ; DAB Buffer =
1;40), inkubasi 1-10 menit pada suhu ruang.
2) Dicuci aquades 3 X 5 menit.
d. Counterstain Mayer’s Hematoxilien
1) Diteteskan Mayer’s Hematoxilien (Mayer’s
Hematoxilien ; aquades = 1;3), inkubasi 1-10 menit
pada suhu ruang.
2) Dibilas dengan aquades
16

e. Mounting Entelan
f. Diamati dibawah Mikroskop
4. Resep Larutan
a. PBS (Phosphate Buffer Saline)
NaCl 8 gr
Na2HPO4 1,44 gr
KH2HPO4 0,24 gr
KCl 0,2 gr
Aquades 1L
PH 7,4
b. Sodium Buffer Sitrat
Na3C6H5O7 2,94 gr
Dilarutkan dalam aquades 1L, di ukur pH 6,0 kemudian
ditambahkan 0,5 ml Tween 20.
c. Blocking Buffer
3% FBS + 0,25 Triton X-100 (dalam PBS).
C. Hasil Pengamatan

Pewarnaan Imunihistokimia Human Pewarnaan Imunihistokimia Human


Breast Tumor (100x). Ekspresi Breast Tumor (400x). Ekspresi
Estrogen Receptors (ER) terdapat di Estrogen Receptors (ER) terdapat di
Nukleus (Coklat Pekat). Nukleus (Coklat Pekat).

Gambar 6. Hasil pengamatan Analisis Ekspresi ER menggunakan


Immunohistochemistry (IHC) (sumber : Setiawan, 2018)

Proses antigen retrieval diperlukan setelah dilakukan


deparafinisasi karena proses tersebut akan membuat epitop dari
jaringan tersebut lebih terlihat atau lebih dominan dibandingkan
17

dengan tidak dilakukan antigen retrieval sehingga nantinya antibodi


primer yang diberikan akan dapat mengenali epitopnya dengan baik.
Selanjutnya dilakukan bloking unspesifik protein, hal ini bertujuan
untuk menutupi sisi protein lain, sehingga antibodi tidak mengenali
protein lain yang tidak dimaksud. Hal ini dapat mengurangi bias.
Pada proses selanjutnya adalah sampel labeling yang terdiri
dari imunodeteksi menggunakan antibodi primer dan sekunder,
pemberian substrat, dan counterstaining untuk mewarnai jaringan lain
di sekitarnya. Antibodi primer yang digunakan adalah antibody
polyclonal Estrogen Receptors (ER), setelah diberikan antibodi primer,
preparat dicuci, sehingga antibodi primer yang tidak berikatan akan
terbuang. Berikutnya diberikan antibodi sekunder yang spesifik
terhadap antibodi primer, sehingga antibodi sekunder (biotin
conjugate) ini akan berikatan dengan antibodi primer. Antibodi
sekunder ini dimodifikasi sehingga memiliki molekul indikator pada
antibodi tersebut, molekul indikator yang digunakan adalah SA-HRP
yang berikatan dengan H2O2. Setiap 1 antibodi primer dapat dikenali
oleh lebih dari 1 antibodi sekunder yang memiliki SAHRP. Selanjutnya
diberikan kromagen diaminobenzidine (DAB). DAB ini akan bereaksi
dengan H2O2 yang terdapat pada SA-HARP antibodi sekunder dan
akan dihasilkan produk reaksi berwarna coklat yang dapat kita lihat.
Proses terakhir adalah counterstaining, yaitu memberikan warna lain
pada jaringan yang tidak terwarnai oleh proses Imunohistokimia. Pada
praktikum ini menggunakan mayer hematoxilen sebagai
counterstaining yang nantinya akan memberikan warna kebiruan pada
jaringan lainnya. Counterstaining bertujuan untuk memberikan warna
kontras terhadap hasil Imunohistikimia, sehingga jaringan berwarna
coklat dapat terlihat jelas dibandingkan dengan jaringan sekitarnya.
Hasil Imunohistokimia dari praktikum ini terlihat slide Human Breast
Tumor adanya ekspresi Estrogen Receptors (ER) pada nukleus.
18

Pewarnaan imunohistokimia pada slide jaringan CA Mamae


(Human Breast Tumor) ini menggunakan antibodi Estrogen Receptors
(ER) dimana sel yang positif mengekspresikan Estrogen Receptors
(ER) akan memiliki nucleus (inti sel) yang berwarna cokelat. Hal ini
disebabkan karena lokalisasi Estrogen Receptors (ER) adalah di
nucleus (inti sel)
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Estrogen receptor (ER) merupakan salah satu anggota reseptor
inti yang memperantarai aksi hormon estrogen didalam tubuh.
Estrogen memiliki peranan penting dalam perkembangan,
diferensiasi dan pada sistem reproduksi.
ER terdiri dari 6 domain (bagian) fungsional yaitu : Domain A/B,
merupakan bagian yang aktivasinya tidak tergantung ligan atau
disebut bagian transactivation fungtion 1 (AF 1), Domain C,
merupakan tempat berikatan dengan DNA (DNA binding domain).
Daerah ini memiliki kesaman asam amino sebesar 99 % pada kedua
ER, Domain D, merupakan bagian terdapatnya signal dengan
nukleus dan berhubungan dengan domain C, Domain EF adalah
bagian terminal yang merupakan bagian yang berikatan dengan
ligan, terjadinya dimerisasi atau proses penggabungan dua molekul
sejenis menjadi satu molekul yang lebih besar dan fungsi
transaktivasi yang tergantung ligan (AF2). Bagian ini memiliki
kesamaan asam amino sebesar lebih kurang 58 %.
Metode atau sistem deteksi dalam pengecatan IHC yang
dapat digunakan untuk melokalisasi dan menampilkan antigen dalam
jaringan yaitu:
1. Metode Indirect
2. Metode Direct
3. Metode Avidin-Biotin Complex (ABC)
4. Metode Streptavidin-Peroxidase
5. Metode Peroxidase-antiperoxida (PAP)
Prosedur pewarnaan Immunohistochemistry (IHC) pada
jaringan Ca mamae (Human Breast Tumor) sebagai berikut:
Deparaffinization dan Rehydration, Antigen Retrieval, Block

18
19

Endogenous Peroxidase, Protein Block, Primary Antibody,


Biotinylated Secondary Antibody, Streptavidin HRP, DAB
Chromogen serta Hematoxylin Counterstain.
Hasil pengamatan pada jaringan Ca mamae Lokalisasi
Ekspresi Estrogen Receptors (ER) terdapat di nucleus (inti sel).
DAFTAR PUSTAKA

Bancroft JD dan Gamble M. 2008. Theory and Practice of Histological


Techniques: Immunohistochemical Techniques. United State:
Churchill Livingstone Elsevier p.433-53.

CCRC, 2009, Prosedur tetap uji kombinasi dengan agen kemoterapi,


Cancer
Chemoprevention Research Center Farmasi UGM Yogyakarta, 1–7.

Dabbs DJ. 2013. Diagnostic Immunohistochemistry: Theranostic and


Genomic Applications: Techniques of Immunohistochemistry:
Principles. Pitfalls, and Standarization 4th Edition. United States of
America: Elsevier Saunders p.1-19.

Howard GC dan Kaser MR. 2014. Making and Using Antibodies 2nd
Edition. Prancis: CRC Press p.303-9.

Intan, N., Wiguna, P., Studi, P., Dokter, P., Kedokteran, F., & Udayana, U.
(2012). Karakteristik Pemeriksaan Imunohistokimia Pada Pasien
Kanker Payudara Di Rsup Sanglah Periode 2003-2012.

Irawan. V, IHC Part 1: Antibody & Antigen, Fiksasi, Antigen Retrieval (AR),
Endogenus Biotin, Endogenus Peroxidase.
http://vetsciencereview.blogspot.co.id/2015/09/ihc-part-1
antibodyantigen fiksasi.html, 26 September 2015 (diakses 18 Maret
2020).

Innova Biosciences, 2010. Antibody labeling


http://www.biomol.de/details/IN/Innova_Guide_Antibody_Labeling_bio
m ol.pdf, 26 September 2015 (diakses 18 Maret 2020).

Jimmy Hadi Widjaja. (2011). Peranan Status Hormonal Er, Pr Dan


Her-2/Neu Dengan Terapi Kanker Payudara.

Latja A, 2007. Handbook of Neurochemistry and Molecular Neurobiology :


Methods in Immunohistochemistry 3rd Edition. Canada: Springer.

Muhartono, M., Ramanisa, S., Mutiara, H., & Riduan, R. J. (2016).


Hubungan Antara Status Reseptor Estrogen, Reseptor Progesteron
Dan Human Epidermal Growth Factor Receptor 2 Dengan Derajat
Keganasan Karsinoma Payudara Invasif. Majalah Kedokteran
Andalas, 39(2), 65. Https://Doi.Org/10.22338/Mka.V39.I2.P65-
72.2016

v
Petersen, K. & Pedersen, H.C., 2016. Detection Methods. Dako IHC
Guidebook, (6)

Putra, Cahya S, Rachmatika M. B & Sudarmanto B.W, 2008. Kurkunmin


dan Analognya sebagai selective estrogen reseptor modulators
(SERMS) : kajian berdasarkan metode docking pada reseptor
estrogen alfa, pharmacon 9 (1), 7-9.

Rahayu, 2004. Tekhnik immunohistokimia sebagai pendeteksi antigen


spesifik penyakit infeksi. IJD 11 (2) : 76-82.

Ramos-Vara, J.A., 2005. Technical Aspects of Immunohistochemistry.


Vet. Pathol., 42:405–426.

Savitri, A. 2015. Kupas Tuntas Kanker Payudara. Repository Riset


Kesehatan Nasional. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Setiawan, 2018. Analisis Ekspresi Er, (Her-2/Neu), dan Pr Menggunakan


Metode Immunohistochemistry (Ihc). Universitas Brawijaya : Program
Magister Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Malang. (diakses 18 Maret 2020)

Vinod K.R, 2016. Antigen yang diinduksi secara sederhana dan efektif
metode pengambilan. MethodsX 3 : 315 – 319.

vi

Anda mungkin juga menyukai