Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH IMUNOSEROLOGI

PETANDA TUMOR

Disusun oleh :
Kelompok 8 :

Ajrina Malia P27903117050

Arie Susiloningtyas P27903117054

Lulu Lutfia P27903117076

Rizky Pratama Putra P279031170

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK


POLTEKKES KEMENKES BANTEN
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah.SWT karena atas rahmat dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah petanda tumor ini. Sholawat
teriring salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita yakni nabi besar
Muhammad.SAW yang telah membawa kita dari zaman kebodohan menuju
zaman yang terang benderang kaya dengan ilmu pengetahuan.
Makalah ini berisi mengenai Petanda Tumor mulai dari pengertian tumor,
klasifikasi tumor, parameter-parameter petanda tumor tersebut.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna untuk itu
kami membutuhkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak yang
membaca makalah ini. Kami juga ingin mengucapkan terimakasih kepada seluruh
pihak yang membantu dalam pengerjaan makalah ini baik secara materil maupun
non-materil.

Tangerang, 19 Januari 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3
BAB I ...................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
A. Latar Belakang ............................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 4
C. Tujuan ........................................................................................................... 4
BAB II .................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN .................................................................................................... 5
A. Definisi Petanda Tumor ............................................................................... 5
B. Klasifikasi Petanda Tumor ........................................................................... 5
C. Parameter-Parameter Petanda Tumor ........................................................... 12
BAB III ................................................................................................................. 29
PENUTUP ............................................................................................................ 29
A. Kesimpulan ................................................................................................ 29
B. Saran ........................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 31

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak
terkendali. Diperkirakan setiap tahun 12 juta orang diseluruh dunia menderita
kanker dan 7,6 juta diantaranya meninggal dunia. Ironisnya kejadian ini terjadi
lebih cepat di negara miskin dan berkembang. Di Indonesia kejadian kanker
mencapai 4.3%. berdasarkan data demografi, wanita lebih banyak menderita
kanker yaitu sebanyak 5,7% sedangkan laki-laki hanya sekitar 2,9%, hal ini
sejalan dengan tingginya angka pasien kanker pada ibu rumah tangga yaitu sekitar
8,2%. Berdasarkan tingkatan usia didapatkan semakin tinggi usia seseorang maka
semakin beresiko untuk mengalami kanker, terbukti dengan kejadian kanker pada
usia lebih dari 75 tahun berkisar antara 9,4%.
Seperti yang sudah kita ketahui kanker berkembang dari suatu tumor ,
berdasarkan data-data dan kajian-kajian di atas maka dirasa perlu tindakan untuk
menghambat angka terjadinya kanker yang membesar. Petanda tumor dapat
menjadi salah satu diagnosis laboratorium yang dapat dilakukan untuk
mengetahui perkembangan-perkembangan sel tumor atau kelainan dalam jaringan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Petanda Tumor ?
2. Apa saja klasifikasi Petanda Tumor ?
3. Apa saja parameter-parameter Petanda Tumor ?

C. Tujuan
1. untuk mengetahui pengertian tumor
2. untuk mengetahui klasifikasi petanda tumor petanda tumor
3. untuk mengetahui parameter-parameter petanda tumor tersebut.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Petanda Tumor


Penanda tumor adalah senyawa yang ditemukan di atas jumlah normal di
dalam darah, urin, atau cairan tubuh lainnya bila terdapat kanker tertentu di dalam
tubuh. Sebagian besar penanda tumor merupakan protein, namun beberapa jenis
penanda tumor yang terbaru dapat berupa gen atau senyawa lain. Ada banyak
sekali penanda tumor yang saat ini digunakan oleh dokter untuk
menunjang diagnosis atau pemantauan pasien penderita kanker. Sebagian penanda
tumor hanya spesifik ditemukan pada satu jenis kanker tertentu, namun sebagian
lainnya dapat ditemukan pada beberapa jenis tumor
Umumnya, pemeriksaan penanda tumor harus dilakukan berdasarkan
rekomendasi dokter dan hasilnya dianalisa bersama dengan riwayat kesehatan
pasien, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium lainnya. Hal ini
dikarenakan, pemeriksaan penanda tumor memiliki keterbatasan-keterbatasan
tertentu sehingga tidak bisa digunakan sebagai satu-satunya penentu diagnosis
kanker pada pasien.
B. Klasifikasi Petanda Tumor
Dengan perkembangan teknologi laboratorium khususnya perkembangan
dalam bioteknologi, saat ini dimungkinkan untuk medeteksi petanda tumor bukan
saja di tingkat seluler atau ekstra seluler, tetapi juga di tingkat molekuler.
1. Petanda tumor serologik (ekstra seluler)
Substansi yang diproduksi oleh sel kanker atau yang disekresi dan
dilepaskan oleh sel jinak sebagai respons terhadap adanya kanker pada
umumnya berupa makromolekul atau protein dengan komponen karbohidrat
atau protein dengan komponen karbohidrat atau lipid yang kadarnya dalam
darah atau cairan tubuh lain dapat diukur secara kuantitatif. Kadar substansi
ini dalam batas-batas tertentu menunjukkan korelasi dengan pertumbuhan
tumor. Hingga saat ini banyak sekali jenis substansi yang diketahui berkaitan

5
dengan tumor (tumor ascociated antigen), sehingga dalam aplikasinya di
klinik petanda tumor sering dikelompokkan dalam beberapa kelompok :
 dihubungkan dengan respons penderita (host response marker)
 berkaitan dengan pertumbuhan dan destruksi sel (cell turnover marker)
 Dihubungkan dengan proliferasi (proliferation marker)
 petanda diferensiasi atau asal-usul sel (diferentiaton marker)

Petanda respons penderita pada umumnya dikaitkan dengan adanya


inflamasi, baik sebagai respons terhadap tumor itu sendiri, respons terhadap
proses distruksi jaringan normal akibat invasi tumor ke jaringan atau respons
terhadap infeksi yang berkaitan dengan kanker. Petanda tumor golongan ini yang
telah lama digunakan di klinik adalah fosfatase alkali,  - GT, CRP, 2-
makroglobulin dan lain-lain. Perkembangan terakhir telah mengungkapkan bahwa
berbagai jenis sitokin dan reseptornya juga dapat digunakan sebagai petanda
tumor, misalnya IL-2 dan sIL-2R, 1L-6 dan IL-6R, TNF- dan berbagai jenis
sitokin lainnya. Dinamika perubahan kadar sitokin dalam serum sesuai dengan
progresi dan regresi tumor. Disamping itu pada penderita kanker juga sering
dilepaskan tPA (tissue plasminogen activator) sehingga terjadi aktivasi kaskade
koagulasi yang menyebabkan DIC (disseminated intravaskular coagulation) dan
hiperfibrinolisis yang sering berakhir dengan perdarahan hebat. Pada penderita
kanker juga sering dijumpai para-endokrinopati yang ditandai dengan sekresi
hormon oleh sel-sel yang pada keadaan normal tidak diprogramkan untuk
memproduksi hormon tersebut dalam jumlah fisiologis (ectopic hormone
secretion)
Petanda pertumbuhan dan destruksi sel yang sudah lama dikenal adalah
LDH, fosfatase alkali plasenta dan asam sialat (scialic acid). Beberapa
diantaranya merupakan produk sel yang mengalami destruksi, misal sitokeratin
CK8, CK18 dan CK 19 atau Cyfra 21.1 yang sering dilepaskan ke dalam serum
atau cairan tubuh akibat dekomposisi jaringan.
Petanda proliferasi menggambarkan intensitas proliferasi sel, yaitu jumlah
sel baru yang dihasilkan setiap satuan waktu. Petanda ini dilepaskan oleh sel-sel

6
yang sedang membelah diri secara aktif dan mengindikasikan aktifitas
pertumbuhan sel. Beberapa contoh petanda tumor golongan ini adalah Ki 67,
PCNA (Proliferasi cell nuclear antigen) dan TPS (tissue polypeptide specific
antigen). Ekspresi antigen-antigen ini menunjukkan korelasi baik dengan sintesis
DNA, sehingga dapat digunakan sebagai indeks proliferasi sel.
Petanda diferensiasi adalah substansi yang diproduksi oleh sel atau jaringan
tertentu, termasuk diantaranya berbagai jenis protein, enzim dan isoenzim serta
hormon. Tumor yang berasal dari sel bersangkutan biasanya memproduksi
substansi ini secara berlebihan, walaupun pada beberapa kasus ada pengendalian.
Peran terpenting pengukuran kadar ini adalah menentukan asal-usul tumor atau
jenis tumor primer pada pasien dengan metastasis yang asal-usul tumornya tidak
jelas. Beberapa diantaranya yang sudah lama dikenal adalah PSA (prostate
specific antigen) yang digunakan sebagai petanda kanker prostat, -HCG (hormon
chorionic gonodotropin) yang digunakan untuk memantau pasien pasca
molahidatidosa dan deteksi dini choriocarcinoma. Protein lain yang banyak
digunakan adalah protein onkofetal misalnya AFP (alfa-fetoprotein) pada kanker
hati, CEA (carcino embryogenic antigen) pada kanker yang berasal dari jaringan
embrional. CA 15.3, anti GAL dan MMC – 1 (breast cancer associated mucinous
antigen) pada kanker payudara : SSC (squamous cell carcinoma antigen) untuk
kanker leher rahim dan kanker lain yang berasal dari sel skuamosa.
2. Petanda tumor seluler
Walaupun belum ada petanda morfologis yang hanya terdapat pada sel
kanker dan tidak terdapat pada sel normal, ada beberapa ciri yang sering dijumpai
pada populasi sel ganas. Bersamaan dengan perubahan struktur komponen seluler
biasanya juga terjadi perubahan sifat dan fungsi biologis sel yang menetap.
a. Morfologi sel
Sel ganas yang menunjukkan anaplasia dengan ciri-ciri rasio antara
volume nukleus dengan sitoplasma lebih besar dari normal, pola kromatin
inti lebih halus dan maturasi sitoplasma terhambat. Hilangnya adesi antar
sel dan antara populasi sel dengan stroma di sekitarnya juga dapat
merupakan petanda pertumbuhan ganas. Evaluasi sel dan jaringan dengan

7
pewarnaan sitokimia dan histokimia merupakan cara menentukan petanda
tumor selular yang pertama digunakan, kemudian disusul dengan teknik
imuno sitokimia dan imuno histokimia. Teknik ini dapat memberikan
informasi tentang asal-usul sel kanker, jenis sel dan stadium
diferensiasinya serta derajat keganasan. Teknik ini merupakan teknik yang
masih penting untuk memastikan adanya keganasan pada satu spesimen,
namun tidak memberikan informasi tentang sifat biologis tumor. Karena
itu di negara-negara dimana metode diagnostik dan terapi kanker sudah
sangat maju, pemeriksaan histopatologik dan sitopatologik saja dianggap
tidak cukup. Mereka menuntut para meter yang lebih obyektif, kuantitatif
dan reproducible serta dapat mengukur sifat dasar tumor yang berkaitan
langsung dengan sifat pertumbuhan dan sifat biologis lainya yang
mencerminkan agresivitas tumor dan sensitivitasnya terhadap terapi.

b. Fenotip dan petanda permukaan sel.


Perubahan sel ke arah ganas dapat mengakibatkan ekspresi atau
fenotip yang tidak lazim atau produksi berbagai antigen baru yang
mempunyai makna klinik dalam menunjang diagnosis atau memprediksi
prognosis kanker. Peranan antibodi monoklonal (AbMo) pada awal tahun
1980an merupakan penemuan yang sangat penting dalam dunia
kedokteran, karena dimungkinkan menentukan antigen permukaan sel
yang merupakan petanda jenis sel maupun stadium diferensiasinya secara
spesifik. Salah satu contoh pemanfaatan AbMo adalah menentukan
klasifikasi dan subklasifikasi leukemia. Dengan konsensus internasional
antibodi dikelompokkan dalam berbagai Clusters of Differentiation (CD’s)
sesuai dengan antigen permukaan dideteksinya. Hingga saat ini telah
diidentifikasi l66 jenis CD antigen, walaupun banyak diantaranya yang
belum diketahui jelas fungsinya.
Setiap jenis sel dan setiap stadium maturasi mengekspresikan CD spesifik
atau kombinasi spesifik CD yang relevan, misalnya ekspresi CD3 untuk
limfosit, CD 14 untuk monosit, CD 19, CD 20 atau CD 22 untuk limfosit

8
B. kombinasi CD 10 dengan CD 19 atau CD 20 untuk sel pre-B, ekspresi
CD 5 dan CD 7 untuk limfosit T, CD 13 dan atau CD 33 untuk sel mieloid.
Walaupun sel leukemik mengekspresikan jenis antigen permukaan yang
sama dengan sel normal, pada sel leukemik antigen permukaan biasanya
diekspresikan dengan densitas abnormal (ekspresi berlebihan). Dalam
keadaan normal tidak lebih dari 30% antigen permukaan yang relevan
diekspresikan pada permukaan sel.
Banyak penelitian menyatakan bahwa immunophenotyping pada leukemia
dapat digunakan untuk : a) membedakan sel normal dari sel leukemik; b)
menentukan lineage dan stadium diferensiasi; c) mengidentifikasi adanya
ko-ekspresi antigen dari 2 lineage berbeda (mixed lineage leukemia); d)
memprediksi prognosis. Telah dibuktikan bahwa sifat prokoagulan yang
diekspresikan oleh sel ganas dan dampaknya terhadap mekanisme
koagulasi-fibrinolisis bukan hanya merupakan epifenomena dari kanker,
tetapi mempunyai fungsi penting dalam alur bioregulasi kanker yang
berpengaruh pada proses invasi, proliferasi dan metastasik serta
meningkatkan progresivitas kanker tertentu.
c. Kinetik sel dan status ploidi
Tigadimensi perubahan kanker yaitu perubahan intrinsik,
perubahan dalam hubungan dengan lingkungan baik dengan matriks
maupun dengan substansi biokimiawi ekstra seluler. Dan perubahan dalam
jumlah sel. Sitokinetik mencakup kinetik dari proliferasi dan pertumbuhan
sel. Kemampuan untuk berpoliferasi secara autonom atau proliferasi tidak
terkendali merupakan salah satu perubahan fenotip sel yang mengalami
transformasi ganas. Sistem cyclin-cyclin dipendent kinase (cyclin-cdk)
sangat berpengaruh dalam pengaturan siklus sel. Kelainan pada sistem
cyclin-cdk pada fase S dapat menyebabkan replikasi DNA berulang lebih
dari satukali pada satu fase S tunggal sebelum siklus sel memasuki fase
berikutnya dengan akibat kandungan DNA abnormal atau dikenal sebagai
aneuploidi. Kecepatan pertumbuhan sel dalam satu tumor tidak sama.

9
Kinetik sel menggambarkan pertumbuhan dan agresivitas tumor sehingga
pengukurannya merupakan prosedur penting untuk menentukan prognosis
dan sebagai dasar pemilihan terapi yang tepat. Beberapa parameter kinetik
sel yang sudah banyak digunakan adalah parameter fraksi fase S / SPF
(proporsi fraksi dalam fase S dan fase G2M, merefleksikan kecepatan
pertumbuhan tumor), ekspresi Ki67, PCNA dan TLI (thymidine labelling
index).
Proliferasi tidak terkendali mengandung risiko kesalahan dalam
replikasi DNA dan menghasilkan kandungan DNA abnormal (aneuploidi).
Aneuploidi sering ditemukan pada kanker dan dianggap mempunyai nilai
prognostik. Pada umumnya status ploidi dinyatakan dengan indeks DNA
(ID). Status ploidi disbut diploid bila ID = 0,95 – 1,05 dan aneuploidi bila
ID (0,95 atau) 1,05. pada umumnya jenis kanker dengan DNA aneuploidi
mempunyai prognosis lebih buruk dibanding kanker dengan DNA diploid.
Walaupun aneuploidi dalam sel atau jaringan tidak selalu berarti
keganasan, aneuploidi merupakan indikasi bahwa sel bersangkutan
potensial menjadi ganas, bahkan sering dianggap sebagai status
premalignan. Karena itu histogram DNA merupakan informasi yang
bermakna dan dianggap dapat mempengaruhi keputusan klinik dalam
kaitannya dengan penentuan prognosis.
d. Kelainan struktur kromosom
Pada kanker sering dijumpai kelainan kariotip atau struktur
kromosom abnormal yang dapat diidentidikasi pada sel-sel yang
bermitosis. Kelainan sitogenetik ini dapat berupa translokasi, kehilangan
(deletion), penyisipan (insertion), invertion, amplifikasi dan lain-lain.
Kelainan genetik pada umumnya terjadi pada kromosom di bagian- yang
rapuh dan letaknya berdekatan dengan atau pada lokasi onkogen yang
menyebabkan disfungsi onkogen bersangkutan dan selanjutnya berakibat
transformasi ganas. Kelainan kariotip spesifik telah diketahui sejak lama
pada keganasan tertentu, misalnya kromosom philadelphia (Ph) yang
dijumpai pada 90 % leukemia mielositik kronik dan pada 17-25 %

10
leukemia linfositik akut. Kromosom Ph terjadi akibat translokasi
resiprokal onkogen c-abl dari kromosom 9 ke lokasi spesifik pada
kromosom 22 yang disebut bcr (breakpoint cluster region) yang kemudian
melakukan fusi dan membentuk Cimerie bcr-abl gene.
Gen abnormal ini dianggap bertanggungjawab atas terjadinya transformasi
ganas. Petanda sitogenetik lain yang sudah lama diidentidikasi adalah
translokasi antara kromosom 8 dan 14 pada B-ALL.
Kelainan kariotip juga dapat dijumpai pada tumor padat. Sebagian besar
tumor padat menunjukkan delesi material genetik yang lokasinya pada
umumnya sesuai dengan lokasi gen supresor, sehingga hal itu merupakan
indikasi hilangnya atau inaktifasi gen supresor. Beberapa contoh,
diantaranya delesi material genetik pada kromosom 17 (17q) pada kanker
payudara dan delesi pada kromosom 3 (3p) pada kanker paru jenis sel
kecil (SCLC)

3. Petanda Tumor Molekular


Penerapan teknologi DNA telah memunginkan identifikasi perubahan
minimal pada DNA (point mutation), yaitu perubahan satu atau beberapa
nukelosida saja, bai karena hilang (deletion), substitusi atau translokasi yang
tidak terdeteksi dengan peentuan kariotip kromosom. Teknologi PCR
(polymerase chain reaction) meningkatkan kemampuan deteksi kelainan
molekuler sehingga dapat digunakan untuk deteksi dini dan deteksi sisa sel
kanker (minimal residual disease, MRD). Teknik PCR bahkan dapat
digunakan untuk mendeteksi risiko terjadinya kanker tertentu, khususnya pada
jenis kanker heredifer, misalnya delesi gen APC dan DCC pada kanker
kolorektal, mutasi gen supresor BRCA 1 dan BRCA 2 pada kanker payudara
dan kanker ovarium. Klasifikasi gen MDR (multi drug resistant) dengan
teknik ini juga bermanfaat sebagai pedoman terapi.
Berbagai kelainan gen yang unik sebagai akibat translokasi, deletion,
insertion atau transposisi maupun point mulation di lokasi yang khas diketahui
ada kaitannya dengan keganasan tertentu. Mutasi onkogen C-myc dan ras

11
merupakan yang pertamakali diketahui akibat dalam mekanisme pertumbuhan
kanker. Translokasi C-myc dapat dijumpai antara lain pada kanker payudara,
kanker paru dan kanker kolon. Setidaknya sepertiga dari semua jenis kanker
mengandung gen ras mutant. Onkogen ras memegang peran pada stadium
awal maupun terminal perkembangan tumor. Onkogen lain yang sering
mengalami mutasi pada berbagai jenis kanker adalah bcl 2 yang berfungsi
sebagai gen anti-apoptotik, C-erb B2 dan lain-lain. Disamping mutasi
onkogen, mutasi atau inaktifasi gen supresor juga memiliki peran penting
dalam tumorigenesis-inaktivasi gen p53 yang terletak pada lengan pendek
kromosom 17, atau gen Rb1 yang terletak pada lengan panjang kromosm 13
menyebabkan disfungsi gen-gen tersebut dan berakibat pertumbuhan tidak
terkendali. Adanya kerusakan DNA akan menginduksi aktivitas p53 normal
(wild type) untuk menghentikan siklus sel pada dase G1 dan memberi
kesempatan kepada gen DNA repair memperbaiki DNA yang rusak, sebelum
siklus sel berlanjut ke fase sintesis dan replikasi DNA. Disfungsi gen p53
mengakibatkan disfungsi mekanisme DNA repair, sehingga DNA yang rusak
tidak sempat diperbaiki bahkan direplikasi pada fase S dan diwariskan pada
sel-sel turunannya. Disfungsi gen ini walaupun tidak selalu langsung
menyebabkan transformasi ganas, mengakibatkan ketidakstabilan genetik.
Mutasi lebih dari satu gen menyebabkan sel tumbuh lebih tidak terkendali
dibanding mutasi satu gen saja. Ekspresi gen abnormal secara berlebihan
dikaitkan dengan kecenderungan invasi atau metastasis, sedang bila hal itu
terjadi pada kasus-kasus tenang atau remisi, merupakan indikasi bahwa
penyakitnya menjadi progresif. Dengan demikian, identifikasi mutasi gen
pada lokasi tertentu dapat digunakan sebagai parameter prognosis, bahkan
sebagai prediktor kecenderungan ganas.

C. Parameter-Parameter Petanda Tumor


1. AFP (Alpha Fetoprotein)
Alpha fetoprotein (AFP) adalah glikoprotein yang dihasilkan oleh
kantung telur yang akan menjadi sel hati pada janin. Ternyata protein ini dapat

12
dijumpai pada 70 – 95% pasien dengan kanker hati primer dan juga dapat
dijumpai pada kanker testis. Pada seminoma yang lanjut, peningkatan AFP
biasanya disertai dengan human Chorionic Gonadotropin (hCG). Kadar AFP
tidak ada hubungan dengan besarnya tumor, pertumbuhan tumor, dan derajat
keganasan. Kadar AFP sangat tinggi (>1000 IU/mL) pada kasus dengan
keganasan hati primer, sedangkan pada metastasis tumor ganas ke hati (keganasan
hati sekunder) kadar AFP kurang dari 350 – 400 IU/mL. Pemeriksaan AFP ini
selain diperiksa di dalam serum, dapat juga diperiksakan pada cairan ketuban
untuk mengetahui adanya spinabifida, ancephalia, atresia oesophagus atau
kehamilan ganda.
AFP paa kehamilan protein ini mulai terbentuk di plasma saat janin (fetus)
berusia empat minggu dan dihasilkan paling banyak pada usia kandungan
mencapai 12-16 minggu. Setelah melahirkan, AFP umumnya tidak terdeteksi di
dalam darah. Untuk membantu memperkirakan adanya kelainan pada janin,
seperti sindrom down (kelainan genetik), sindrom turner, dan spina bifida,
pemeriksaan AFP biasanya dilakukan terhadap wanita dengan usia kandungan 16-
22 minggu. Jumlah AFP di dalam darah juga dapat meningkat bila pasien sedang
mengandung bayi kembar. Umumnya, pemeriksaan AFP juga harus dilengkapi
dengan pemeriksaan hormon estriol dan HCG, serta pemeriksaan USG
(ultrasonografi).
AFP pada kanker, pada penderita kanker testis, kanker pankreas, kanker
hati, kanker ovarium, dan kanker saluran empedu, kadar AFP dalam tubuh pasien
meningkat. Pemeriksaan AFP tidak boleh dilakukan pada populasi umum, tetapi
sebaiknya hanya dilakukan bila ada gejala untuk pmeriksaan lain menunjang ke
arah kanker tertentu. Sebagai petanda tumor, AFP bukan lah protein yang spesifik
terhadap keganasan penyakit tertentu dan nilainya dapat berbeda apabila diukur
dengan metedo yang berbeda antar laboratoriu. Oleh karena itu diperlukan
pendamapingan dokter dalam menerjemahkan hasil AFP pasien.
Cara pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan CMIA
(Chemiluminesecent Microparticle Immunoassay) dengan menggunakan sampel
uji berupa serum atau plasma dengan antikoaagulan sodium heparin, litium

13
heparin atau EDTA. Sampel uji berupa serum atau plasma tersebut bertahan tujuh
hari pada sushu 2-80C atau bisa lebih dari 7 hari apabila dibekukan pada suhu -
200C atau lebih rendah. Sebelum pemeriksaan tidak ada persiapan khusus untuk
pasien.
Ha-hal yang dapat mempeengaruhi hasil tes antara lain:
1. Perokok.
2. Gestational Diabetes.
3. Jika pernah melakukan tes medis yang menggunakan radioaktif dalam 2
minggu sebelumnya.

2. Carcinoembryonic antigen (CEA)


Carcinoembryonic antigen (CEA) adalah protein yang dihasilkan oleh
epitel saluran cerna janin yang juga dapat diekstraksi dari tumor saluran cerna
orang dewasa. Pemeriksaan CEA ini bertujuan untuk mengetahui adanya kanker
usus besar, khususnya ardenocarcinoma. Pemeriksaan CEA merupakan uji
laboratorium yang tidak spesifik karena hanya 70% kasus didapatkan peningkatan
CEA pada kanker usus besar dan pankreas. Peningkatan kadar CEA dilaporkan
pula pada keganasan oesophagus, lambung, usus halus, dubur, kanker payudara,
kanker serviks, sirosis hati, pneumonia, pankreatitis akut, gagal ginjal, penyakit
inflamasi dan trauma pasca operasi. Yang penting diketahui pula bahwa kadar
CEA dapat meningkat pada perokok.
Petunjuk ASCO tidak menganjurkan CEA untuk pemeriksaan penapisan,
diagnosis, penentuan stadium, atau surveilans rutin pada pasien dengan kanker
payudara setelah terapi awal, juga tidak untuk memantau respon penyakit
metastasis terhadap pengobatan. Namun, peningkatan kadar CEA dapat digunakan
untuk mendeteksi rekurensi apabila tidak ada parameter penyakit yang
lain(Sacher, 2004).
Pemeriksaan CEA

Deskripsi : Carcinoembryonic Antigen (CEA) merupakan penanda


berbagai jenis kanker yang dikombinasikan dengan

14
penanda tumor lainnya.

Manfaat : (1) Bersama dengan penanda tumor lain untuk


Pemeriksaan mendeteksi karsinoma saluran cerna (CA 19-9), kanker
payudara (CA 15-3), kanker ovarium (CA 125), kanker
paru (NSE), kanker pankreas, kanker usus halus, dan
kanker lambung; (2) Prognosis dan follow up kanker
kolorektal; (3) Pemeriksaan pasca operasi dan
pemantauan prognosis kanker.

Persyaratan & : 0,5 (0,25) mL Serum


Jenis Sampel

Stabilitas Sampel : 2-8 °C : 48 jam, <= -20 °C : > 48 jam

Prosedur : -Ambil 10 mL darah vena dan masukkan ke dalam


tabung tertutup merah atau jingga muda. Hindari
hemolisis
-Heparin sebaiknya tidak diberikan selama 2 hari
sebelum pemeriksaan karena mempengaruhi hasil
-Tidak perlu pembatasan makan dan cairan

Nilai Rujukan : Dewasa: tidak merokok: <2,5 ng/ml; Merokok: <3,5


ng/ml
Gangguan inflamasi akut: 10 ng/dl; Neoplasma: 12
ng/dl

Catatan : Kriteria penolakan sampel : Hemolisis : Mutlak; Beku


ulang : Mutlak. Sampel tidak boleh mengandung fibrin,
sel darah merah atau partikel lain.

3.Cancer antigen 72-4


Cancer antigen 72-4 atau dikenal dengan Ca 72-4 adalah mucine-like,
tumor associated glycoprotein TAG 72 di dalam serum. Antibodi ini meningkat

15
pada keadaan jinak seperti pankreatitis, sirosis hati, penyakit paru, kelainan
ginekologi, kelainan ovarium, kelainan payudara dan saluran cerna. Pada keadaan
tersebut spesifisitas sebesar 98%. Peningkatan Ca 72-4 mempunyai arti diagnostik
yang tinggi untuk kelainan jinak pada organ tersebut. Pada keganasan lambung,
ovarium dan kanker usus besar mempunyai arti diagnostik yang tinggi. Pada
kanker lambung, uji diagnostik Ca 72-4 mempunyai nilai sensitifitas 28 – 80% ;
pada kanker ovarium, sensitifitas 47 – 80% ; sedangkan pada kanker usus besar,
sensitifitasnya 20 – 41%. Pemeriksaan petanda tumor ini dipakai untuk membantu
menegakkan diagnosis, bila diperlukan harus digunakan lebih dari satu petanda
tumor. Selain itu pemeriksaan Ca 72-4 juga dipakai pada pasca operasi dan pada
waktu relaps.

4. Cancer antigen 19-9 (Ca 19-9)


Cancer antigen 19-9 (Ca 19-9) adalah antigen kanker yang dideteksi
untuk membantu menegakkan diagnosis, keganasan pankreas, saluran
hepatobiliar, lambung dan usus besar. Kadar Ca 19-9 meningkat pada 70 – 75%
kanker pankreas dan 60 – 65% kanker hepatobiliar. Pada peningkatan ringan,
kadar Ca 19-9 dapat dijumpai pada radang seperti pankreatitis, sirosis hati,
radang.
Pankreas adalah organ dalam perut yang terletak secara horisontal di
belakang bagian bawah lambung. Di dalam pankreas, sel eksokrin pankreas
menghasilkan cairan pencernaan, sedangkan sel endokrin pankreas menghasilkan
hormon insulin dan glukagon , yang mengatur tingkat gula darah dalam tubuh.
Di Amerika Serikat, kanker pankreas merupakan penyebab kematian
akibat kanker ke-4 paling umum. Aktor, Patrick Swayze dan baru-baru ini, pendiri
Apple, Steve Jobs, keduanya meninggal akibat kanker pankreas. Di Singapura,
terjadi peningkatan kanker pankreas selama 40 tahun belakangan ini. Dari tahun
2003 hingga 2007, terdapat sekitar 1000 kasus dengan diagnosa kanker pankreas.
Walaupun kanker pankreas tidak termasuk di dalam urutan 10 besar kanker yang
paling umum di Singapura, kanker tersebut menjadi penyebab ke-6 dan ke-7
kematian akibat kanker untuk pria dan wanita di Singapura yang menjadi

16
penyebab kanker pankreas masih belum jelas. Namun orang-orang dengan faktor
resiko tertentu memiliki kemungkinan besar untuk terkena kanker pankreas.
Faktor-faktor resiko tersebut meliputi:
1. Merokok: Merokok tembakau adalah faktor resiko utama untuk kanker
pankreas.
2. Diabetes: Mereka dengan diabetes memiliki kemungkinan besar untuk
terkena kanker pankreas.
3. Faktor genetik: memiliki anggota keluarga terdekat dengan riwayat kanker
pankreas, meningkatkan resiko terkena kanker.
4. Pancreatitis (radang/infeksi pada pankreas):Peradangan/infeksi pada
pankreas untuk waktu yang cukup lama dapat meningkatkan resiko
terkena kanker pankreas.
5. Obesitas: Mereka yang memiliki kelebihan berat badan memiliki
kemungkinan sedikit lebih banyak daripada orang lain untuk terkena
kanker pankreas.

Cara mendeteksi kanker pankreas, apabila ada dugaan terkena kanker


pankreas, scan CT pada bagian perut perlu dilakukan. Scan MRI juga mungkin
dilakukan untuk membantu dokter melihat pankreas dalam bentuk visual,
sehingga dapat membantu memutuskan prosedur pengobatan. Juga pemeriksaan
pendukung : CEA, Bilirubin, Fungsi Liver.
Prosedur ERCP (endoscopic retrograde cholangio pancreatography)
biasanya dilakukan apabila kanker pankreas sudah terdiagnosa positif. Prosedur
ini menggunakan kamera fiberoptik untuk melihat ke dalam lambung dan usus
kecil di mana terdapat saluran yang mengarah kepada pankreas. Cairan X-Ray
disuntikkan ke dalam saluran pankreas sehingga organ tersebut dapat diambil
gambarnya, sehingga keabnormalan saluran pankreas dapat diidentifikasi. Selama
prosedur ECRP, sebagian jaringan akan diangkat untuk keperluan biopsi.
Metode lain yang tersedia adalah endoscopic ultrasound (EUS) yang
menggunakan alat ultrasound untuk mengambil gambar pankreas dari dalam
perut. Alat ultrasound dimasukkan melalui selang serat optik melalui

17
kerongkongan ke dalam perut untuk memperoleh gambar pankreas. Prosedur ini
juga memungkinkan untuk mengambil sample jaringan sel untuk keperluan
biopsi. Suatu biopsi adalah satu-satunya cara yang pasti untuk dokter untuk
mengetahui apakah kanker hadir. Pada suatu biopsi, dokter mengangkat beberapa
jaringan-jaringan dari pankreas. Mereka diperiksa dibawah sebuah mikroskop
oleh seorang ahli patologi, yang memeriksa untuk sel-sel kanker. Satu cara untuk
mengangkat jaringan adalah dengan suatu jarum yang panjang yang dimasukkan
melalui kulit kedalam pankreas. Ini disebut suatu biopsi jarum. Dokter-dokter
menggunakan x-rays atau ultrasound untuk membimbing penempatan jarum. Tipe
biopsi lain adalah suatu biopsi sikat. Ini dilakukan sewaktu ERCP. Dokter
memasukkan suatu sikat yang sangat kecil melalui endoscope kedalam saluran
empedu untuk menyeka sel-sel untuk diperiksa dibawah sebuah mikroskop.
Adakalanya suatu operasi yang disebut suatu laparotomy mungkin
diperlukan. Selama operasi ini, dokter dapat memperhatikan organ-organ dalam
perut dan dapat mengangkat jaringan. Laparotomy membantu dokter menentukan
keadaan atau luasnya penyakit. Mengetahui keadaan membantu dokter
merencanakan perawatan. Contoh-contoh jaringan yang diperoleh dengan suatu
macam biopsi mungkin tidak memberikan suatu diagnosis yang jelas, dan biopsi
mungkin perlu diulang menggunakan suatu metode yang berbeda.

5. Cancer 12-5 (Ca-12-5)


dipakai untuk indikator kanker ovarium epitel non-
mucinous. Kadar Ca 12-5 meningkat pada kanker ovarium dan dipakai untuk
mengikuti hasil pengobatan 3 minggu pasca kemotrapi. Diagnosa
1. Pemeriksaan fisik: Dokter memeriksa tanda-tanda umum dari kesehatan.
Dokter Anda mungkin menekan perut Anda untuk memeriksa tumor atau
penumpukan abnormal cairan (asites). Sebuah sampel cairan dapat diambil
untuk mencari sel-sel kanker ovarium.
2. Pemeriksaan panggul: Dokter Anda merasa ovarium dan organ terdekat
untuk benjolan atau perubahan lain dalam bentuk atau ukuran. Tes Pap ini
merupakan bagian dari pemeriksaan panggul normal, tetapi tidak

18
digunakan untuk mengumpulkan sel-sel ovarium. Tes Pap dapat
mendeteksi kanker serviks. Tes Pap tidak digunakan untuk mendiagnosa
kanker ovarium.
3. Tes darah: Dokter Anda mungkin agar tes darah. Lab mungkin memeriksa
tingkat zat, termasuk CA-125. CA-125 adalah zat yang ditemukan pada
permukaan sel kanker ovarium dan pada beberapa jaringan normal.
Tingkat CA-125 yang tinggi bisa menjadi tanda kanker atau kondisi lain.
CA-125 tes tidak digunakan sendiri untuk mendiagnosa kanker ovarium.
Tes ini disetujui oleh Administrasi Makanan dan Obat untuk pemantauan
respon wanita untuk pengobatan kanker ovarium dan untuk mendeteksi
kembali setelah pengobatan.
4. Ultrasound: Perangkat USG menggunakan gelombang suara yang orang
tidak dapat mendengar. Perangkat bertujuan gelombang suara pada organ-
organ di dalam panggul. Gelombang memantul dari organ. Sebuah
komputer menciptakan gambar dari gema. Gambar dapat menunjukkan
tumor ovarium. Untuk tampilan yang lebih baik dari indung telur,
perangkat mungkin akan dimasukkan ke dalam vagina (USG
transvaginal).
5. Biopsi: Biopsi adalah pengangkatan dari jaringan atau cairan untuk
mencari sel-sel kanker.

Pembedahan biasanya diperlukan untuk mendiagnosis kanker ovarium.


CA-125, kanker antigen-125, adalah protein yang ditemukan pada tingkat sel-sel
kanker ovarium yang paling tinggi dibandingkan dengan sel normal. CA-125
diproduksi pada permukaan sel dan dilepaskan dalam aliran darah. CA 125 adalah
penanda tumor untuk kanker ovarium dan kadangkala juga kanker rahim, karena
CA 125 akan diproduksi oleh sel kanker dari ovarium (indung telur) dan rahim,
dan masuk ke dalam darah, sehingga bisa terdeteksi dari pemeriksaan
laboratorium.
Sensitifitas dan spesifisitas dari tes CA-125 terhadap Kanker ovarium
(indung telur) memiliki keterbatasan.

19
Untuk spesifisitas, peningkatan CA-125 selain pada kanker ovarium, juga
dapat ditemukan pada jenis kanker lainnya, seperti kanker endometrium, saluran
indung telur, paru, payudara, dan pencernaan. CA-125 dapat juga meninggi pada
keadaan endometriosis, menstruasi, dan hamil, atau penyakit peradangan di
sekitar organ produksi.
Untuk sensitifitas, juga ada keterbatasan, karena sekitar 20% kasus
kanker ovarium tidak terjadi peningkatan CA-125 dan hanya 50% dari kasus
kanker ovarium tahap awal mengalami peningkatan CA-125.
Namun tes CA-125 ini dapat dipakai untuk memprediksi adanya suatu
kelainan yang dibutuhkan pemeriksaan lebih lanjut. Jadi bila tes CA-125
mengalami peningkatan, sebaiknya dicari tahu apa penyebabnya.
Nilai normal CA-125 : 0 – 35 U / mL.

6. Cancer antigen 15-3 (Ca 15-3)


Cancer antigen 15-3 (Ca 15-3) dipakai untuk mengidentifikasi kanker
payudara dan monitoring hasil pengobatan. Pemeriksaan petanda tumor ini akan
lebih sensitif bila digunakan bersama CEA. Kadar Ca 15-3 meningkat pada
keganasan payudara, ovarium, paru, pankreas dan prostat.
Petanda tumor CA 15-3 mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang
rendah pada tahap awal penyakit dan akan meningkat sejalan dengan semakin
lanjutnya perjalanan penyakit. Berbagai penelitian menunjukkan peningkatan
kadar CA 15-3 pada kanker payudara stadium I hanya sekitar 10% pasien,
stadium II sekitar 20% pasien, stadium III sekitar 40% pasien, dan 75% pasien
pada stadium IV. Pemeriksaan kadar CA 15-3 serial selama masa pemantauan
pasca terapi memberikan informasi prognostik yang lebih baik. Peningkatan CA
15-3 juga ditemukan pada pasien sirosis, hepatitis, kelainan Autoimun dan
kelainan kelenjar ovarium.
Pada kanker payudara, peranan serum marker belum banyak dibuktikan.
Serum marker yang paling banyak dipakai adalah Ca 15-3 dan Carcinoembryonic
Antigen (CEA), sementara marker lain yang belum begitu banyak dipakai antara
lain BR 29.29 (Ca 27.29), Tissue Polypeptide Antigen (TPA), Tissue Polypeptide

20
Specific Antigen (TPS) dan Her-2. Tujuan review ini adalah untuk mengevaluasi
kegunaan klinis serum tumor marker pada kanker payudara, yaitu dalam diagnosis
dini, prognosis, respon terhadap terapi, pengawasan setelah pengobatan primer,
dan monitor respon pada penyakit tahap lanjut. Review terutama akan difokuskan
pada Ca 15-3 karena Ca 15-3 merupakan yang paling luas dipakai pada kanker
payudara. Fungsi pemeriksaan CA 15-3 :
1. Membantu Diagnosis Dini
Di antara semua serum marker yang ada, tidak ada satupun yang
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik untuk diagnosis dini
kanker payudara. Ca 15-3 misalnya meningkat pada 10 pasien kanker
payudara stadium I, 20 % pasien stadium II, 40 % pasien stadium III, dan 75
% pasien stadium IV. Selain sensitivitasnya yang kurang baik, Ca 15-3 juga
kurang spesifik, dan dapat ditemukan pada orang normal (~5%), pada
beberapa penyakit non-keganasan seperti penyakit hati, dan pada
adenocarcinoma lain. Oleh sebab itu, diagnosis dini kanker payudara masih
akan banyak bergantung pada mammography dan histopathology.
2. Menentukan Prognosis
Kebanyakan faktor prognosis yang telah ada (mis. ukuran tumor, status
lymph node, dll) memerlukan jaringan tumor dengan operasi atau biopsi.
Oleh sebab itu, diperlukan suatu marker prognosis dalam darah. Beberapa
serum marker yang telah dipelajari antara lain Ca 15-3, serum Her-2, dan
CEA. Berbagai studi telah menunjukkan bahwa kadar Ca 15-3 pada awal
penyakit yang tinggi (dengan cut off berkisar antara 25-40 KiloUnit/L) dapat
memprediksikan outcome yang buruk. Kadar Ca 15-3 selama follow up juga
dapat memberikan informasi prognosis.
Tampellini, et al. melaporkan bahwa pasien dengan Ca 15-3 < 30 KU/L
pada saat kekambuhan pertama, akan memiliki masa bertahan hidup lebih
panjang daripada pasien dengan kadar yang lebih tinggi. Penemuan-
penemuan ini menyatakan bahwa Ca 15-3 merupakan faktor prognosis yang
baik.

21
Selain Ca 15-3, Her-2 dan CEA juga dapat dijadikan faktor prognosis.
Konsentrasi Her-2 yang tinggi dapat memprediksi outcome yang buruk
(seperti: waktu pengembangan penyakit yang lebih cepat, masa bebas
penyakit yang lebih pendek dan kesembuhan keseluruhan yang rendah).
Walaupun belum banyak dipelajari, kadar CEA pre/post operasi juga
dikaitkan dengan prognosis kanker payudara yang buruk.
3. Prediksi Respon terhadap Terapi
Seperti faktor-faktor prognosis, marker-marker prediksi keberhasilan
terapi yang telah ada juga memerlukan jaringan tumor untuk dianalisis.
Beberapa penemuan awal menunjukkan bahwa serum Her-2 yang tinggi dapat
dikaitkan dengan respon yang buruk terhadap terapi endokrin dan kemoterapi
berbasis cyclophosphamide-methotrexate-5-fluorourocil, tapi dapat
memprediksi hasil yang baik dengan terapi kombinasi trastuzumab
(herceptin) dan kemoterapi.
Ca 15-3 dan marker terkait MUC-1 lainnya juga dapat dijadikan faktor
prediksi respon terapi. Overekspresi MUC-1 (antigen yang dideteksi oleh
assay Ca 15-3 dan BR29.79) pada tikus menunjukkan resistensi terhadap cis-
platinum. Studi lebih lanjut masih harus dilakukan untuk menentukan apakah
kadar marker terkait MUC-1 dapat memprediksi respon/resistensi pada pasien
yang menjalani terapi berbasis platinum.
4. Pengawasan setelah Pengobatan Primer
Pengawasan pasien setelah pengobatan primer dengan pemeriksaan
klinis, radiologi, dan tes biokimia sekarang umum dilakukan, berdasarkan
asumsi bahwa deteksi awal kekambuhan atau metastasis panyakit akan
meningkatkan kesempatan untuk sembuh. Meskipun sebenarnya, data-data
yang ada saat ini tidak menunjukkan bahwa follow up intensif menggunakan
tes biokimia standar dan radiologi setelah pengobatan primer dapat
bermanfaat. Sebaliknya, keberhasilan follow up akan sangat bergantung pada
sensitivitas dan spesifisitas tes diagnosis yang digunakan.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat apakah penggunaan
Ca 15-3 sebagai dasar memulai pengobatan awal setelah pembedahan dapat

22
meningkatkan kesembuhan atau kualitas hidup pasien. Studi oleh Jager
dilakukan pada pasien dengan kadar Ca 15-3 atau CEA yang meningkat, tapi
tanpa adanya bukti metastasis penyakit. Sebagian pasien (n=21) diberikan
pengobatan medroxyprogesterone acetate, sementara sebagian lain (n = 26)
tidak. Untuk pasien yang tidak diobati, interval waktu hingga metastasis
terdeteksi adalah 4 bulan, sementara untuk kelompok pasien yang diobati,
interval waktu mencapai > 36 bulan.
Dua studi lain juga menunjukkan bahwa pengobatan awal yang hanya
didasarkan pada peningkatan nilai marker (Ca 15-3, CEA, atau mammary
cancer antigen), meskipun pada pasien asimtomatis, dapat memberikan
outcome yang lebih baik, daripada jika pengobatan didasarkan pada radiologi
atau yang lain.
Ketiga studi, walaupun menunjukkan hasil yang bagus, hanya dilakukan
pada pasien yang relatif sedikit, sehingga tidak cukup kuat untuk melakukan
suatu perubahan dalam praktek klinis, misalnya untuk merekomendasikan
pasien asimtomatis dengan tumor marker meningkat untuk memulai suatu
terapi baru.
5. Monitor Respon terhadap Terapi pada Pasien Tahap Lanjut
Kriteria yang telah dipakai untuk mengukur respon terhadap terapi pada
kanker payudara tahap lanjut adalah International Union against Cancer
Criteria (UICC) yang mencakup pemeriksaan fisik, pengukuran luka,
radiologi dan isotope scanning. Beberapa studi telah dilakukan untuk
mempelajari penggunaan serum marker dalam hal ini. Penggunaan serum
marker memiliki beberapa keuntungan termasuk sensitivitas yang lebih baik,
pengukuran yang lebih objektif dan kenyamanan bagi pasien.
Dari 11 studi yang dilakukan, didapatkan bahwa 66 % dari pasien
membaik setelah kemoterapi, menunjukkan penurunan konsentrasi marker,
73 % dari pasien dengan penyakit yang stabil tidak menunjukkan perubahan
konsentrasi marker yang signifikan, dan 80 % dari pasien dengan penyakit
yang bertambah parah menunjukkan peningkatan konsentrasi marker. Dalam

23
sebagian besar studi-studi ini, yang dimaksud perubahan konsentrasi adalah
perubahan kadar Ca 15-3 > 25 %.
Hasil penelitian CEA menunjukkan hasil serupa. 82 % dari pasien
memiliki konsentrasi CEA yang menurun dan respon penyakit, sedangkan 74
% memiliki konsentrasi yang tinggi dan penyakit yang memburuk.
Walaupun data-data yang telah ada menunjukkan korelasi yang baik
antara tumor marker dengan respon terapi pada penyakit tahap lanjut, ASCO
(American Society of Clinincal Oncology) tidak menganjurkan penggunaan
rutin Ca 15-3 atau CEA dalam hal ini. ASCO hanya menyarankan pengunaan
keduanya pada kondisi khusus, dimana evaluasi klinis sulit dilakukan, dan
baik Ca 15-3 maupun CEA tidak dapat berdiri sendiri dalam menentukan
respon terapi pada keadaan apapun.
Selain Ca 15-3 dan CEA, serum Her-2 juga dapat digunakan untuk
memonitor respon pada terapi, terutama pada berbasis trastuzumab. Dalam
suatu studi dengan 99 pasien tahap lanjut yang diberi terapi berbasis
trastuzumab, didapatkan bahwa korelasi antara status klinis dengan serum
Her-2 adalah 0.793, sementara dengan Ca 15-3 adalah 0.627. Jika kedua
marker dikombinasi, didapatkan korelasinya dengan status klinis adalah 0.83.

7. Prostat Spesific Antigen (PSA)


Prostat Spesific Antigen (PSA) dipakai untuk diagnosis kanker prostat.
Dahulu kala pemeriksaan kanker prostat dilakukan pemeriksaan
aktifitas prostatic acid phosphatase (PAP), diikuti dengan pemeriksaan colok
dubur. Tetapi aktifitas PAP yang tinggi disertai dengan pembesaran kelenjar
prostat selalu sudah terjadi metastasis. Untuk pemeriksaan dini kanker prostat
dipakai pemeriksaan PSA. Kadar PSA dapat meningkat pada hipertrofi
prostat jinak dan lebih tinggi lagi pada kanker prostat. Kadar PSA meningkat
setelah colok dubur atau bedah prostat. Pemeriksaan PSA disarankan untuk
pemeriksaan rutin pada pria usia lebih dari 40 tahun. Total PSA (tPSA) terdiri
dari PSA bebas dan PSA kompleks. Kadar PSA total dipakai untuk
mendapatkan persen (%) PSA bebas.

24
Prostat adalah kelenjar seks pada pria, terletak di bawah kandung kemih
dan mengelilingi saluran kencing. PSA adalah enzim yang dikeluarkan oleh
kelenjar prostat yang berfungsi untuk mengencerkan cairan ejakulasi
sehingga memudahkan pergerakan sperma. Pada keadaan normal, hanya
sedikit PSA yang masuk ke dalam aliran darah tetapi bila terjadi peradangan
atau kerusakan jaringan prostat maka kadar PSA dalam darah meningkat. Jadi
peningkatan kadar PSA bukan hanya disebabkan oleh kanker prostat tetapi
dapat juga disebabkan oleh BPH.
Dalam darah, PSA ditemukan dalam keadaan bebas (free-PSA) dan
sebagian besar diikat oleh protein (disebut c-PSA atau complexed-PSA). Pada
BPH (pembesaran prostate yang jinak ) konsentrasi free PSA lebih dominan
sedangkan pada kanker prostat peningkatan c-PSA yang lebih dominan.
Kanker prostat adalah penyakit kanker yang menyerang kelenjar prostat,
dimana sel-sel kelenjar prostat tumbuh secara abnormal tak terkendali
sehingga mendesak dan merusak jaringan sekitarnya. Pada pria berusia lanjut
> 60 tahun hasil PSA bisa membuat rancu apakah pembesaran prostate jinak/
BPH yang sering terjadi pada pria berusia lanjut atau keganasan .Untuk
membedakan apakah peningkatan kadar PSA disebabkan oleh BPH atau
kanker prostat maka dianjurkan pemeriksaan rasio free-PSA/PSA total atau
rasio c-PSA/PSA total terutama bagi mereka yang kadar PSA totalnya antara
2.6-10 ng/ml.
Penyebab kanker prostat belum diketahui secara pasti, namun penelitian
telah menemukan beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terkena
kanker prostat, yaitu :
 Usia : Risiko kanker prostat akan meningkat setelah usia 50 tahun.
 Ras/Etnis : Orang berkulit hitam memiliki risiko lebih tinggi terkena
kanker prostat dibandingkan orang berkulit putih.
 Riwayat Keluarga : Jika Ayah atau saudara laki-laki Anda menderita
kanker prostat, maka risiko Anda akan meningkat lebih dari dua kali lipat.
Risiko akan semakin tinggi jika Anda memiliki kerabat yang terdiagnosa
kanker prostat di bawah usia 65 tahun.

25
 Diet : Diet tinggi lemak dan obesitas (kegemukan) akan meningkatkan
risiko kanker prostat.

Tes PSA (Prostate-Specific Antigen - Antigen Khusus Prostat). Tes ini


bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kanker prostat pada prostat . Bila hasil
pemeriksaan PSA sedikit meningkat, perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan free-
PSA untuk menentukan nilai rasio free-PSA/PSA total. Manfaat Tes PSA :
 Untuk skrining (PSA total).
 Untuk Diagnosis (PSA total dan rasio free-PSA/PSA total atau rasio c-
PSA/PSA total).
 Untuk pemantauan penyakit dan pemantauan pengobatan serta
pemantauan setelah pengangkatan prostat.
Macam – macam tes PSA :
1. Pemeriksaan colok dubur (Digital Rectal Examination/DRE)
Dengan menggunakan sarung tangan, dan jari yang diberi pelumas, dokter
akan memeriksa prostat anda, apakah membesar dan ada benjolan. Prosedur
pemeriksaan colok dubur ini mungkin menimbulkan rasa tidak enak sedikit,
namun ini merupakan pemeriksaan yang cepat dan mudah.
2. Tes PSA (Prostate-Specific Antigen/antigen khusus prostat)
Tes darah ini bertujuan untuk mengukur kadar protein yang dikeluarkan
oleh kelenjar prostat. Bila kadarnya tinggi mengindikasikan kanker prostat.
Namun peningkatan kadar PSA kadang juga dapat disebabkan oleh pembesaran
prostat, infeksi atau peradangan prostat.
Diagnosis kanker prostat dipastikan setelah dilakukan beberapa
pemeriksaan untuk menunjang diagnosis yaitu :
 Riwayat keluarga dan pemeriksaan fisik (termasuk DRE)
 Pemeriksaan darah yaitu PSA total, dan bila perlu ditambahkan
pemeriksaan rasio free-PSA/PSA total (atau c-PSA(2)/PSA total) untuk
membedakan kanker prostat dan BPH terutama bagi pasien dengan hasil
PSA total antara 2.6-10 ng/ml

26
 Biopsi yang dipandu dengan TRUS ( Transrectal ultrasonography) untuk
mendapatkan jaringan prostat. Selanjutnya, jaringan diperiksa di bawah
mikroskop untuk mendeteksi ada tidaknya sel kanker.

8. Neuron Specific Enolase (NSE)


Neuron Specific Enolase (NSE) dipakai untuk menilai hasil pengobatan
dan perjalanan penyakit keganasansmall cell bronchial carcinoma,
neuroblastoma, dan seminoma. Kadar NSE tidak mempunyai hubungan dengan
adanya metastasis, tapi memiliki korelasi yang baik terhadap stadium perjalanan
penyakit. Peningkatan ringan kadar NSE dapat dijumpai pada penyakit paru jinak
dan penyakit pada otak.
NSE merupakan salah satu dari tiga bentuk enolase, sebuah enzim yang
terdapat di lintasan glikolisis. Walaupun cukup spesifik di neuron, NSE juga dapat
ditemukan di kultur sel neuroendokrin dan bentuk sel kanker terkait.

Deskripsi : Neuron Spesific Enolase merupakan isoenzim


glikolitik enolase yang memiliki tiga sub unit
yaitu alfa, beta dan gamma.

Manfaat Pemeriksaan : (1) Diagnosis dan pemantauan terapi Small Cell


Lung Carcinoma (SCLC); (2) Diagnosis dan
pemantauan neuroblastoma.

Persyaratan & Jenis : 0.5 (0.3) mL serum


Sampel

Stabilitas Sampel : 15-25 °C : 6 jam, 2-8 °C : 24 jam, -20 °C : 3


bulan

Persiapan Pasien : -

Hari Kerja : Kamis (08.00, 13.00, 15.00)

Metode : ECLIA

27
Nilai Rujukan : < 16.3 ng/Ml

Tempat Rujukan : Prodia Jakarta Kramat

Catatan : Kriteria penolakan sampel : Hemolisis : Mutlak;


Lipemik : Tidak Mutlak; Beku ulang : Mutlak.

Neuron Spesific Enolase subunit γ terdapat dalam konsentrasi tinggi pada


sel neuron, sel neuroendokrin dan tumor neurogenik. Selain itu,juga terdapat pada
jaringan otot polos, trombosit, sel epitel Henle, sel macula densa ginjal, sel epitel
bronkhus dan pneumocyte tipe 2. Peningkatan kadar NSE dalam serum ditemukan
pada 75% kasus SCLC dan 14% kasus NSCLC. Pemantauan kadar NSE serum
secara berkala selama dan setelah pengobatan dapat memberikan gambaran
perkembangan kanker atau kekambuhan.
Konsentrasi NSE di dalam CSF akan meningkat seiring terjadinya stroke
iskemik dan sejumlah cedera otak lain seperti subarachnoid hemorrhage, ICH,
dan lain-lain, hingga mulai dapat dideteksi setelah 4-8 jam setelah terjadinya
serangan. Konsentrasi tertinggi setelah terjadi stroke iskemik memiliki korelasi
dengan nilai pada skala stroke NIH.

9. Squamous cell carcinoma (SCC)


Squamous cell carcinoma (SCC) antigen diperoleh dari jaringan
karsinoma sel skuamosa dari serviks putri. Pemeriksaan SCC bertujuan untuk
menilai prognosis, kekambuhan dan monitoring penyakit. Umumnya SCC
meningkat pada keganasan sel squamosa seperti faring, laring, palatum lidah dan
leher.
Antigen Squamous Cell Carsinoma (SCC) pertama kali dilaporkan oleh
Kato dan Torigoe pada tahun 1977 yang merupakan sub fraksi dari tumor antigen
TA-4 yang diambil dari 4 tahap pemurnian antigen tumor ini dari karsinoma sel
skuamous pada serviks uteri dengan berat molekul 48.000 dalton yang berlokasi
pada sitoplasma epitel skuamous.
Pada karsinoma serviks antigen SCC digunakan untuk :

28
 Diagnosis : dengan nilai batas normal 2 ng/ml, maka sensitivitas
diagnosisnya 51%
 Meramalkan prognosis : Kadar yang tinggi pada saat diagnosis
menunjukkan prognosis yang kurang baik. Pemeriksaan sebelum terapi
bermanfaat untuk menentukan pasien yang berisiko tinggi untuk kambuh
sehingga dapat pemantauan / terapi yang intensif.
Lemier dkk, melaporkan 10 dari 11 pasien mengalami respon
komplit/parsial terhadap kemoterapi mempunyai kadar Antigen SCC yang
menurun.
 Deteksi kekambuhan : sensitivitasnya 83%
 Keparahan penyakit : Jumlah kasus dengan kadar antigen SCC di atas
normal tergantung stadium. Makin tinggi stadium makin banyak jumlah
kasus dengan antigen SCC yang positif. Pada stadium I : 20,4%, Stadium
II : 73,1%, Stadium III : 96% dan Stadium IV : 100% (Penelitian Kato).

Kadar antigen SCC meningkat pada hampir semua karsinoma serviks


stadium lanjut. Akan tetapi sebaliknya petanda tumor tidak bermanfaat untuk
mendeteksi penyakit pra kanker / karsinoma in situ atau karsinoma pra invasif.

10. Cyfra 21-1


Cyfra 21-1 dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis kelainan
paru yang jinak seperti pneumonia, sarcoidosis, TBC, bronchitis kronik, asma,
dan emfisema. Kadarnya juga meningkat pada kelainan hati dan gagal ginjal.
Kadar cyfra 21-1 lebih dari 30 ng/ml didapatkan pada primary bronchial
carcinoma.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

29
Penanda tumor adalah senyawa yang ditemukan di atas jumlah normal di
dalam darah, urin, atau cairan tubuh lainnya bila terdapat kanker tertentu di dalam
tubuh. Sebagian besar penanda tumor merupakan protein, namun beberapa jenis
penanda tumor yang terbaru dapat berupa gen atau senyawa lain. Umumnya,
pemeriksaan penanda tumor harus dilakukan berdasarkan rekomendasi dokter dan
hasilnya dianalisa bersama dengan riwayat kesehatan pasien, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan laboratorium lainnya.
Dengan perkembangan teknologi laboratorium khususnya perkembangan
dalam bioteknologi, saat ini dimungkinkan untuk medeteksi petanda tumor bukan
saja di tingkat seluler atau ekstra seluler, tetapi juga di tingkat molekuler.

B. Saran
Dengan adanya petanda tumor ini diharapkan kita dapat menambah
pengetahuan untuk kita bahwa sangat penting untuk mendeteksi penyakit kanker
sejak dini agar apabila kita terkena penyakit tersebut bisa di tangani dengan tepat
serta unuk kita yang tidak terkena dapat menjadi wawasan atau pengetahuan baru
bahwa sangat enting untuk menjaga kesehatan kita agar bias terhindar dari
penyakit yang berbahaya ini.

30
DAFTAR PUSTAKA

Kresno SB. Petanda Tumor, dalam : Immunologi, Diagnosis dan Prosedur


Laboratorium. Jakarta. Balai Penerbit FK UI. 200: 378 – 404
Vande Belde CJH; Busman.FT; Wageviener DJth. Penanda Tumor, dalam :
Onkologi 1thed. Yogyakarta. Panitia Kanker RSUP Dr. Sardjito.1999:164
– 70
Saryadi. Patologi Umum. Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
2001: 64 – 70
Analiskesehatansederhana.2016.http://analiskesehatansederhana.blogspot.co.id/20
16/01/petanda-tumor.html

31

Anda mungkin juga menyukai