Puji syukur kami panjatkan ke khadirat Tuhan Yang Maha Esa. atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari masih
banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini yang tentunya jauh dari kesempurnaan.
Karena itu saya selalu membuka diri untuk setiap saran dan kritik yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan karya saya selanjutnya.
Terselesaikannya makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagi pihak. Untuk itu
saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu,baik secara langsung
ataupun tidak langsung.
Akhirnya semoga sumbangan amal bakti semua pihak tersebut mendapat balasan yang
setimpal dari- Nya. Dan semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan saya
khususnya dan pecinta masyarakat ilmu pengetahuan pada umumnya.
Kelompok 1
DAFTAR ISI
SAMPUL.........................................................................................................
KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................
2.1 Definisi...........................................................................................
2.2 Etiologi...........................................................................................
2.3 Manifestasi.....................................................................................
2.4 Klasifikasi .....................................................................................
2.5 Gejala,area,,pemeriksaan dan pengobatan.....................................
2.6 Asuhan keperawatan......................................................................
BAB IV PENUTUP.........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Tubuh manusia penuh dengan jaringan limfatik yang terdiri dari saluran
getah bening dan kelenjar getah bening, di mana limfosit diedarkan ke seluruh
organ dan jaringan dalam tubuh untuk melawan infeksi. Namun, ketika tumor
ganas berkembang pada limfosit, sel-sel getah bening ini akan bermultiplikasi
secara terus menerus dan berkumpul di kelenjar getah bening, membentuk tumor,
dan menyebar ke sumsum tulang, hati, dan organ tubuh lainnya. Bentuk kanker
yang berasal dari sistem limfatik ini disebut sebagai “limfoma”. Limfoma
merupakan kanker pada sistem limfatik. Penyakit ini merupakan kelompok
penyakit heterogen dan bisa diklasifikasikan menjadi dua jenis utama: Limfoma
Hodgkin dan limfoma Non-Hodgkin.
Sebagian besar LH ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan salah
satu penyulit dalam terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium awal
merupakan faktor penting dalam terapi kuratif walaupun tersedia berbagai jenis
terapi, baik kemoterapi ataupun radioterapi. Akhir-akhir ini, angka harapan hidup
penderita LH semakin meningkat bahkan sembuh berkat manajemen penyakit
yang tepat. Tanda dan gejala umum dari LH dapat berupa pembengkakan
limfonodi yang sering kali dirasakan tidak nyeri, demam, berkeringat di malam
hari, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan dan merasa kekurangan
energi. Tanda dan gejala tersebut bisa dikatakan tidak khas oleha karena sering
kali juga ditemukan pada penyakit lain yang bukan LH.
Limfoma Non-Hodgkin lebih umum terjadi di Hong Kong dan daerah-
daerah tetangganya di Asia. Penyakit ini juga merupakan salah satu dari “10
kanker pembunuh utama” di Hong Kong. Limfoma adalah istilah umum untuk
berbagai tipe kanker darah yang muncul dalam sistem limfatik, sehingga dapat
menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening. Karena sistem kekebalan
ditemukan di seluruh tubuh, limfoma dapat dimulai hampir di mana saja.
Limfoma terjadi ketika limfosit berkembang biak secara tidak normal dan
berkumpul di bagian tertentu dari sistem limfatik, seperti kelenjar getah bening,
sumsum tulang dan limpa.
2.2. Etiologi
A. Limfoma Hodgkin
Penyebab pasti dari limfoma Hodgkin (LH) hingga saat ini masih belum
jelas diketahui namun beberapa faktor, seperti paparan infeksi virus, faktor
keluarga dan keadaan imunosupresi diduga memiliki keterkaitan dengan
terjadinya LH.8 Pada 70% atau sepertiga dari kasus LH yang pernah dilaporkan
di seluruh dunia menunjukkan adanya keterlibatan infeksi virus Epstein Barr
(EBV) pada sel Reed-Sternberg. Ekspresi gen dari EBV diduga memicu
terjadinya transformasi dan pemrograman ulang dari sel-B limfosit menuju
salah satu fenotif LH. Pada saat terjadinya infeksi primer, EBV akan masuk
dalam fase laten di dalam memori sel-B limfosit sehingga EBV mampu
bertahan sepanjang masa hidup sel-B limfosit. EBV kemudian mengkode
produk gen EBNA-1 dan LMP-1 yang diduga berperan dalam proses
transformasi memori sel-B lim-fosit. Produk-produk gen ini bekerja pada jalur
sinyal intraseluler di mana EBNA-1 bekerja secara langsung dengan
memberikan umpan negatif pada ek-spresi gen penekan tumor dan
meningkatkan perkembangan tumor melalui umpan positif pada CCL22 yang
kemudian memromosikan aktivasi sel-B limfosit. Pada saat yang bersamaan,
produk gen LMP-1 meniru sinyal yang dihasilkan oleh CD40 yang bekerja
untuk mengaktifkan jalur sinyal NF-kB, p38, PI3K, AP1 dan JAK-STAT dalam
memromosikan kelangsungan hidup sel-B limfosit.
Infeksi EBV juga diduga menjadi penyebab dari terjadinya mutasi genetik
pada gen Ig yang mengkode reseptor sel-B limfosit di mana EBV kemudian
mengkode gen LMP-2 yang mampu memrogram ulang sel-B limfosit matur
menuju salah satu fenotif LH dan mencegah terjadinya proses apoptosis melalui
aktivasi sinyal penyelamatan pada pusat germinal sel-B limfosit. Akibat dari
adanya serangkaian proses tersebut di atas menyebabkan terjadinya ekspansi
klonal yang tidak terkontrol dari sel-B limfosit yang kemudian akan
mensekresikan berbagai sitokin, seperti IL-5 yang akan menarik dan mengakti-
vasi eosinofil dan IL-13 yang dapat menstimulasi sel Reed-Sternberg lebih
lanjut untuk mengekspresikan CD30 (Ki-1) dan CD15 (Leu-M1). CD30
merupakan penanda aktivasi limfosit yang diekspresikan oleh sel-sel jaringan
limfoid yang reaktif dan ganas, sedangkan CD15 merupakan penanda dari
granulosit, monosit dan sel-T limfosit yang teraktivasi yang dalam keadaan
normal tidak diekspresikan oleh sel-B limfosit.Orang dengan riwayat keluarga
pernah menderita LH, terutama saudara kembar dan orang dengan gangguan
sistem imun, seperti penderita HIV/AIDS juga memiliki resiko yang tinggi
untuk menderita LH.
B. Limfoma Non Hodgkin
Etiologi terjadinya sebagian besar LNH sampai saat ini belum diketahui.
Ada beberapa faktor risiko terjadinya LNH yaitu ;
1. Imunodefisiensi, dimana diketahui sekitar 25% kelainan herediter langka
yang berhubungan dengan terjadinya LNH antara lain adalah severe
combined immunodeficiency, hypogamma globulinemia, common
variable immunodeficiency, Wiskott-Aldrich syndrome, dan ataxia-
telangiectasia. Limfoma yang berhubungan dengan kelainan-kelainan
tersebut seringkali dihubungkan pula dengan Epstein-Barr virus (EBV)
dan jenisnya beragam, mulai dari hiperplasia poliklonal sel B hingga
limfoma monoklonal.
2. Agen Infeksius; EBV DNA ditemukan pada 95% limfoma Burkit
endemik, dan lebih jarang ditemukan pada limfoma Burkit sporadik.
Karena tidak pada semua kasus limfoma Burkit ditemukan EBV,
hubungan dan mekanisme EBV terhadap terjadinya limfoma Burkit belum
diketahui. Sebuah hipotesis menyatakan bahwa infeksi awal EBV dan
faktor lingkungan dapat meningkatkan jumlah prekursor yang terinfeksi
EBV dan meningkatkan risiko terjadinya kerusakan genetik. EBV juga
dihubungkan dengan PosttranspIant Lymphoproliferative Disorders
(PTLDs) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) associated
lymphomas. Selain EBV DNA, HTLV-1 juga merupakan agen penyebab
leukimia/limfoma sel T dewasa/ imunodefisiensi (herediter atau didapat)
yang merupakan faktor pencetus untuk terjadinya limfoma sel B. Pada
sindrom defisiensi imun didapat (AIDS) terdapat peningkatan insidensi
limfoma di tempat-tempat yang tidak umum, misalnya di sistem saraf
pusat. Limfoma tersebut biasanya berasal dari sel B dan secara histologi
berderajat tinggi atau sedang. Enteropati yang diinduksi gluten serta
limfadenopati angioimunoblastik merupakan faktor pencetus terjadinya
limfoma sel T, dan beberapa limfoma jaringan limfoid yang terkait
dengan mukosa (mucosa-assosiated lymphoid tissue, MALT) di lambung,
faktor pencetusnya dikaitkan dengan infeksi Helicobacter. Infeksi
hepatitis C juga telah diajukan sebagai faktor risiko terjadinya LNH.
3. Paparan Lingkungan dan Pekerjaan; beberapa pekerjaan yang sering
dihubungkan dengan risiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan
pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut
organik seperti benzen.
4. Diet dan Paparan Lainnya; risiko LNH meningkat pada orang yang
mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok dan yang terkena
paparan ultraviolet.
5. Transplantasi organ; pada tahun 1980 lesi limfoproliferatif dilaporkan
muncul pada pasien yang menerima terapi immunosupresif kronik setelah
menjalani transplantasi organ padat. Laporan terbaru dari Standford
University mengindikasikan 40% dari seluruh pasien yang bertahan dari
transplantasi jantung berkembang menjadi limfoma maligna.
2.3. Manifestasi
Manifestasi penyakit limfoma dapat bervariasi tergantung pada tipe
limfoma dan seberapa luas penyebarannya. Berikut adalah beberapa gejala umum
yang dapat terjadi pada penderita limfoma:
1. Pembengkakan Kelenjar Getah Bening:Pembengkakan kelenjar getah bening
yang tidak menyakitkan atau nyeri adalah salah satu tanda utama limfoma.
Kelenjar getah bening yang sering membengkak terletak di leher, ketiak, atau
pangkal paha.
2. Demam:Penderita limfoma dapat mengalami demam yang tidak terkait dengan
infeksi lain.
3. Penurunan Berat Badan:Penurunan berat badan yang tidak disengaja dan tanpa
sebab yang jelas dapat terjadi pada beberapa kasus limfoma.
4. Kelelahan:Kelelahan yang berlebihan dan berlangsung lama tanpa alasan yang
jelas dapat menjadi gejala limfoma.
5. Keringat Berlebihan:Keringat berlebihan, terutama pada malam hari, dapat
menjadi tanda limfoma.
6. Gangguan Sistem Limfatik:Limfoma dapat mempengaruhi organ limfatik,
seperti timbulnya gejala terkait organ tertentu, misalnya batuk atau sesak napas
jika melibatkan kelenjar getah bening di mediastinum (ruang di antara paru-
paru).
7. Gejala Kulit:Pada beberapa kasus, limfoma dapat menimbulkan lesi atau
perubahan pada kulit.
Penting untuk diingat bahwa gejala ini dapat bervariasi antara individu dan
bergantung pada jenis limfoma serta sejauh mana penyakit telah menyebar. Jika
Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalami gejala tersebut, sebaiknya
segera berkonsultasi dengan profesional medis untuk evaluasi dan
diagnosis yang tepat. Limfoma adalah jenis kanker yang berkembang dalam
sistem limfatik, yang melibatkan kelenjar getah bening, sumsum tulang, dan
limpa. Manifestasi penyakit ini dapat mencakup pembengkakan kelenjar getah
bening, demam, penurunan berat badan, kelelahan, keringat berlebihan, gangguan
sistem limfatik, dan gejala kulit. Pembengkakan kelenjar getah bening yang tidak
menyakitkan, terutama di leher, ketiak, atau pangkal paha, merupakan tanda
utama limfoma. Demam yang tidak terkait dengan infeksi, penurunan berat badan
tanpa sebab yang jelas, serta kelelahan yang berlebihan juga sering muncul
sebagai gejala umum.
Limfoma dapat mempengaruhi organ limfatik dan menyebabkan gejala
terkait organ tertentu, seperti batuk atau sesak napas jika melibatkan kelenjar
getah bening di mediastinum (ruang di antara paru-paru). Gejala kulit, seperti lesi
atau perubahan, juga dapat muncul pada beberapa kasus limfoma. Penting untuk
diingat bahwa gejala limfoma dapat bervariasi tergantung pada tipe limfoma dan
seberapa luas penyebarannya. Jika ada kecurigaan terhadap limfoma berdasarkan
gejala yang dialami, penting untuk segera berkonsultasi dengan profesional medis
untuk evaluasi, diagnosis, dan penanganan yang tepat.
2.4. Klasifikasi
A. limfoma Hodgkin (LH)
Klasifikasi limfoma Hodgkin (LH) yang umum digunakan hingga saat ini
yaitu klasifikasi histologik menurut REAL (Revised American European
Lymphoma) dan WHO (World Health Organization) yang menglasifikasikan LH
ke dalam 5 tipe, yaitu (1) nodular sclerosing, (2) mixed cellularty, (3) lymphocyte
depleted, (4) lymphocyte rich dan (5) nodular lymphocyte predominant. LH tipe
nodular sclerosing, mixed cellularity, lymphocyte depleted dan lymphocyte rich
seringkali dikelompokkan sebagai LH klasik.
1. LH tipe nodular sclerosing
LH tipe nodular sclerosing adalah tipe LH yang paling sering
dijumpai, baik pada penderita pria ataupun wanita, terutama pada para
remaja dan dewasa muda. LH tipe ini memiliki kecenderungan predileksi
pada kelenjar getah bening yang terletak di supraklavikula, servikal dan
mediastinum. Karakteristik histologik dari LH tipe nodular sclerosing
adalah:
a) adanya variasi dari sel Reed Stenberg yaitu sel lakuna yang
merupakan sebuah sel besar yang memiliki sebuah inti multilobus,
anak inti yang kecil dan multipel serta sitoplasma yang melimpah
dan pucat.
b) adanya fibrosis dan sklerosis yang luas dengan pita kolagen yang
membagi jaringan limfoid ke dalam nodul-nodul berbatas dengan
infiltrat seluler yang mengandung limfosit, eosinofil, histiosit dan
sel lacuna.
2. LH tipe mixed cellularity.
LH tipe mixed cellularity adalah tipe LH yang paling sering terjadi
pada anak-anak dan penderita yang berusia lebih dari atau sama dengan
50 tahun serta mencangkup 25% dari keseluruhan kasus LH yang
dilaporkan. Pria lebih dominan untuk menjadi penderita dibandingkan
dengan wanita dan LH tipe ini memiliki kecenderungan predileksi pada
kelenjar getah bening yang terletak di abdomen dan limpa. Karakteristik
histologik dari LH tipe mixed cellularity adalah sel Reed Sternberg yang
berlimpah di dalam infiltrat inflamasi heterogen yang mengandung
limfosit berukuran kecil, eosinofil, sel plasma dan makrofag. LH tipe ini
juga yang paling sering menunjukkan manifestasi sistemik dibandingkan
dengan tipe-tipe lainnya.
3. LH tipe lymphocyte depleted.
LH tipe lymphocyte depleted merupakan tipe LH yang paling jarang
dijumpai dan hanya mencangkup kurang dari 1% dari keseluruhan kasus
LH namun merupakan tipe LH yang paling agresif dibandingkan dengan
tipe LH lainnya. LH tipe ini paling sering terjadi pada penderita dengan
usia yang sudah lanjut dan seringkali dihubungkan dengan infeksi virus
HIV/AIDS. Infiltrat pada LH tipe ini lebih sering tampak difus dan
hiposeluler sedangkan sel Reed Sternberg hadir dalam jumlah yang besar
dan bentuk yang bervariasi. LH tipe lymphocyte depleted dapat dibagi
menjadi subtipe retikuler dengan sel Reed Sternberg yang dominan dan
sedikit limfosit serta subtipe fibrosis difus di mana kelenjar getah bening
digantikan oleh jaringan ikat yang tidak teratur dan dijumpai sedikit sel
limfosit dan sel Reed Sternberg.
4. LH tipe lymphocyte rich
LH tipe lymphocyte rich mencangkup kurang dari 5% dari
keseluruhan kasus LH. Karakteristik histologic dari LH tipe ini adalah
adanya sel Reed Sternberg dengan latar belakang infiltrat sel limfosit serta
sedikit eosinofil dan sel plasma yang dapat berpola difus atau noduler.
5. LH tipe nodular lymphocyte predominant.
LH tipe nodular lymphocyte predominant mencangkup sekitar 5%
dari keseluruhan kasus LH. Karakteristik histologik dari LH tipe ini yaitu
adanya variasi sel Reed Sternberg limfohistiositik (L & H) yang memiliki
inti besar multilobus yang halus dan menyerupai gambaran berondong
jagung (pop-corn). Sel Reed Sternberg L & H biasanya ditemukan di
dalam nodul besar yang sebagian besar dipenuhi oleh sel-B limfosit kecil
yang bercampur dengan makrofag sedangkan sel-sel reaktif lainnya
seperti eosinofil, neutrophil dan sel plasma jarang ditemukan. Varian sel
ini juga biasanya tidak menghasilkan CD30 dan CD15 seperti sel Reed
Sternberg pada umumnya melainkan menghasilkan CD20.
1. Biopsi
Prosedur pemeriksaan ini adalah mengambil sampel jaringan kelenjar
getah bening yang membengkak, untuk diperiksa di laboratorium.Hasil
pemeriksaan ini bisa menunjukkan keberadaan kanker ini dan jenisnya.
2. Tes darah
Pemeriksaan darah untuk menegakkan diagnosis limfoma adalah:Tes
darah lengkap, untuk mendeteksi penurunan sel darah.Tes kimia darah,
untuk memeriksa fungsi ginjal dan hati.Lactate dehydrogenese (LDH),
untuk memeriksa kadar LDH yang biasanya meningkat pada pengidap
kanker ini
3. Aspirasi sumsum tulang
Prosedur pemeriksaan ini adalah dengan menggunakan jarum untuk
mengambil darah dan sampel jaringan sumsum tulang.Kemudian, petugas
akan mengecek sampel untuk memastikan keberadaan sel kanker.
4. Pemindaian
Prosedur pemeriksaan ini adalah dengan melakukan foto Rontgen, CT
scan, MRI, USG, dan PET scan. Ini bertujuan untuk melihat posisi, ukuran,
dan penyebaran kanker.
Beberapa jenis pengobatan yang dapat dokter lakukan adalah:
1. Obat-obatan
Pengobatan dengan obat-obatan dapat berupa obat kemoterapi, seperti
vincristine atau epirubicin, dan obat imunoterapi, seperti rituximab. Tujuan
obat-obatan ini adalah untuk membunuh sel limfoma.
2. Radioterapi
Prosedur radioterapi biasanya adalah dengan menggunakan radiasi sinar
khusus untuk membunuh sel kanker.
3. Transplantasi sumsum tulang belakang
Prosedur ini dokter lakukan jika kanker ini sudah menyebar di sumsum
tulang. Dokter akan mengganti jaringan sumsum tulang yang rusak, dengan
jaringan sumsum tulang yang sehat.
7. Pemeriksaan fisik
Inspeksi
9. Palpasi
Palpasi dalam
a) Palpasi kulit 3,5 - 5,0 cm dengan penekanan dalam yang kuat.
Gunakan satu tangan diatas tangan lainnya untuk menghasilkan
tekanan yang lebih kuat, bila diperlukan.
b) Gunakan teknik ini untuk meraba organ dalam dan masa untuk
menentukan ukuran, bentuk, nyeri tekan, kesimetrisan, dan
mobilitas.
10. Perkusi
a) Perkusi adalah mengetukkan jari atau tangan anda secara cepat dan
tegas terhadap bagian-bagian tubuh pasien untuk membantu anda
menentukan batas organ : mengidentifikasi bentuk, ukuran, dan
posisi organ ; serta menentukan apakah suatu organ bersifat padat
atau terisi oleh cairan atau gas.
b) Perkusi juga melibatkan penggunaan telinga yang terlatih untuh
mendeteksi variasi ringan dari bunyi. Organ dan jaringan
menghasilkan bunyi dengan kekerasan, ketinggian nada, dan
durasinya berbeda-beda.
Perkusi langsung
a) Tekan bagian tubuh dengan bagian distal jari tengah anda yang
tidak dominal.
b) Jauhkan bagian tangan lainnya dari permukaan tubuh.
c) Fleksikan pergelangan tangan anda yang dominan dan
pergunakan jari tengah untuk mengetuk secara cepat dan
langsung pada titik dimana jari tengah anda yang lainnya
menyentuh kulit pasien.
11. Auskultasi
Pada Paru-paru
Pada Jantung
Pada Abdomen
Ekstremitas
Atas : kaji kekuatan otot, rom kanan dan kiri, capillary refile,
dan perubahan bentuk tulang
Bawah : kaji kekuatan otot, rom kanan dan kiri, capillary refile,
dan perubahan bentuk tulang.
c. Palpasi salah satu dari titik pulsasi arteri pasien (biasanya arteri
radialis) dengan menggunakan bantalan jari telunjuk dan jari
tengah tangan anda.
+2 = Denyut normal
+3 = Denyut melompat
2. Diagnosis Keperawatan
Sebagai masalah keperawatan yang muncul pada pasien yang
mengalami pembengkakan pada kelenjar getah bening antara lain:
(Sumber : Buku SDKI, SIKI, dan SLKI 2017).
3. Rencana Keperawatan
4. Implementasi
Menurut Wartono, (2015). Implementasi merupakan tanda yang
sudah direncanakan dalam rencana perawat. Tindakan keperawatan
mencapai tindakan mandiri (independen) dan tindakan kolaborasi hal-hal
yang harus dilakukan sebelum melakukan implementasi
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir proses perawatan yang digunakan
sebagai alat ukur keberhasilan suatu asuhan perawatan yang telah dibuat.
Evaluasi ini berguna untuk menilai setiap langkah dalam perencanaan,
mengukur kemajuan klien dalam mencapai tujuan akhir.
BAB III
METODE KEGIATAN
3.1. Metode
Di dalam penulisan karya ilmiah menggunakan dua metode penelitian,
yaitu metode penelitian kualitatif dan metode penelitian kuantitatif. Data
pengembangan media ini berupa data kualitatif yang digunakan untuk mengetahui
kualitas media pembelajaran Agar langkah-langkah yang diambil penulis dalam
penelitian ini tidak melenceng dari pokok pembahasan dan lebih mudah
dipahami, maka urutan Langkah langkah akan dibuat secara sistematis sehingga
dapat dijadikan pedoman yang jelas dan mudah untuk menyelesaikan
permasalahan yang ada. Urutan Langkah langkah yang akan dibuat pada
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1. berikut:
3.2. Media
Teknik pengambilan data diperoleh dari ahli media dan ahli materi yang
dilakukan melalui observasi dan wawancara sehingga mendapatkan masukan dan
saran yang dapat digunakan sebagai landasan dalam melakukan perbaikan
terhadap media pembelajaran yang telah dibuat. Data berupa data kualitatif dan
kuantitatif untuk mengatahui data kualitas media pembelajaran dengan kategori
sangat baik, baik, cukup, kurang dan sangat kurang ,Data pengembangan media
pembelajaran dari ahli materi, ahli media, dan guru akan dikumpulkan dan
diambil kesimpulan untuk digunakan sebagai landasan perbaikan terhadap setiap
komponen media pembelajaran yang telah dibuat..
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dapat diambil kesimpulan bahwa Pembengkakan kelenjar getah bening
merupakan gejala umum limfoma. Walaupun demikian, infeksi daerah kepala dan
leher (misalnya tonsilitis), TBC paru-paru atau tumor ganas yang menyebar dari
tempat lainnya juga bisa menyebabkan pembengkakan kelenjar getah bening di
daerah leher dan menyulitkan proses diagnosis yang dilakukan Selain
pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan secara menyeluruh, pemeriksaan yang
dilakukan dengan biopsi kelenjar getah bening merupakan satu-satunya cara
untuk menentukan apakah pembengkakan tersebut bersifat jinak atau ganas
Pengobatan untuk limfoma mencakup kemoterapi, imunoterapi,
radioimunoterapi, atau radioterapi. Dokter akan menentukan rencana pengobatan
yang tepat untuk pasien, sesuai dengan kondisi kesehatan umum mereka, subtipe
limfoma, dan stadium limfoma.
4.2. Saran
Penting untuk melakukan penelitian analitik lebih lanjut guna mengetahui
keterkaitan antara variabel-variabel secara lebih spesifik. Penambahan variabel
pada penelitian selanjutnya terkait pekerjaan pasien, etnis, alamat, serta gaya
hidup juga penting untuk dilakukan. Kemoterapi merupakan tindakan pengobatan
yang banyak digunakan untuk mengobati limfoma. Obat anti-kanker diberikan
baik secara oral maupun secara intravena untuk membunuh sel-sel kanker Selain
radioterapi tradisional dan kemoterapi, "imunoterapi" telah menjadi salah satu
alternatif pengobatan penting untuk mengatasi limfoma.
DAFTAR PUSTAKA
https://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Master-12210-BAB%20I.Image.Marked.pdf
https://www21.ha.org.hk/smartpatient/EM/MediaLibraries/EM/EMMedia/Lymphoma-
Indonesian-201801.pdf?ext=.pdf
http://scholar.unand.ac.id/41572/5/TESIS%20FULL-converted.pdf
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/
c52b9761d6e8ade70f0502c2708381b5.pdf
https://iccc.id/limfoma-non-hodgkin
https://www.halodoc.com/kesehatan/limfoma
https://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/987/1/ASUHAN%20KEPERAWATAN%20PADA
%20PASIEN%20LIMFOMA%20NON%20HODGKIN%20POST%20OPERASI
%20DENGAN%20PEMENUHAN%20KEBUTUHAN%20RASA%20AMAN%20DAN
%20NYAMAN
https://media.neliti.com/media/publications/317062-sistem-pakar-diagnosa-penyakit-
limfoma-d-241c201d.pdf
https://eprints.uny.ac.id/49145/3/BAB%20III.pdf