Anda di halaman 1dari 36

LIMFOMA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah IBM IV

Oleh:
Yasinnurrasyad Azmabasyar Rausyanfikr

PEMBIMBING:
Prof.DR.Harmas Yazid Yusuf,drg.,Sp.BM(K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
anugerah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“L i m f o m a ” dalam rangka tugas saya sebagai Residen Bedah Mulut Adapun
tujuan di buatnya makalah ini adalah untuk menambah wawasan dan pengetahuan
dalam bidang bedah .
Pada kesempatan ini saya ucapkan terimakasih kepada Prof.DR.Harmas
Yazid Yusuf,drg.,Sp.BM(K) atas bimbingannya serta kepada rekan-rekan yang
telah memberikan masukan dalam pembuatan makalah ini.
Demikian makalah ini saya susun, saya menyadari masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu saya mengharap kritik dan saran
untuk perbaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi rekan-
rekan dokter muda dan pembaca pada umumnya.

Bandung, Maret 2020


Penulis

YASINNURRASYAD A. R

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... 1


DAFTAR ISI .................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 4
I. LIMFOMA NON-HODGKIN.............................................................. 5
1.1 Etiologi................................................................................................. 6
1.2 Karakteristik......................................................................................... 6
1.3 Gejala Klinis......................................................................................... 7
1.4 Klasifikasi............................................................................................. 8
1.5 Diagnosis dan Stadium Limfoma Non-Hodkin.................................... 20
1.6 Terapi dan Prognosis............................................................................ 21
II. LIMFOMA HODGKIN...................................................................... 22
2.1 Definisi................................................................................................. 22
2.2 Etiologi................................................................................................. 23
2.3 Epidemiologi......................................................................................... 23
2.4 Histopatologi......................................................................................... 24
2.5 Klasifikasi............................................................................................. 24
2.6 Gambaran Klinis................................................................................... 29
2.7 Stadium Klinis...................................................................................... 29
2.8 Terapi.................................................................................................... 30
2.9 Prognosis............................................................................................... 31
BAB III KESIMPULAN................................................................................ 32
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 34

2
BAB I

PENDAHULUAN

Limfoma maligna merupakan neoplasma primer dari sistem limforetikuler

atau sistem imun, dan tersusun oleh sel-sel retikuler sederhana, histiosit atau

limfositik, atau kombinasi kedua sel tersebut. Limfoma maligna dibagi ke dalam

dua kelompok, yaitu penyakit Hodgkin (Hodgkin's disease) dan limfoma non-

Hodgkin (Non-Hodgkin's lymphoma). Penyakit Hodgkin adalah tumor ganas yang

muncul pada nodus limfatik tunggal atau pada rangkaian nodus limfatik dan

menyebar secara khusus ke nodus-nodus limfatik yang secara anatomi letaknya

berdekatan. Sedangkan limfoma non-Hodgkin merupakan tumor ganas sistem

limforetikuler yang sering berkembang di luar sistem limfoid.

Pada limfoma maligna, bentuk arsitektur nodus limfatik normal

mengalami distorsi atau hilang oleh proliferasi sel-sel limfoid yang mengalami

keganasan. Perubahan bentuk arsitektur nodus tersebut bisa berpola difus atau

folikuler. Pada limfoma maligna, sel-sel yang berproliferasi biasanya terdiri dari

satu tipe sel (monomorf), namun pada keadaan yang reaktif sel-sel proliferasi

tersebut dapat terdiri dari beberapa tipe sel (polimorf).

Limfoma maligna berjumlah sekitar 10 dari keseluruhan tumor ganas.

Hampir 80 dari limfoma maligna muncul di dalam nodus limfatik, dan sekitar 50

kasus limfoma terlokalisir mencakup leher.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kelenjar getah bening adalah sebuah jaringan berbentuk oval di dalam

tubuh yang bertindak sebagai penghasil dan penyaring cairan yang disebut sebagai

getah bening (limfosit). Getah bening berfungsi sebagai alat pertahanan alami

tubuh terhadap infeksi. Kelenjar getah bening tersebar di berbagai tempat di

dalam tubuh manusia seperti di ketiak, lipatan paha, leher, panggul dan perut.1

Pembengkakan atau pembesaran kelenjar getah bening di area mana saja

bisa mengindikasikan adanya infeksi, kanker atau penyakit lain yang berhubungan

dengan sistem getah bening. Kabanyakan pembengkakan kelenjar getah bening

berhubungan dengan infeksi ringan yang sedang dihadapi oleh sistem kekebalan

tubuh. Misalnya demam atau infeksi pada gigi. Adapun area kelenjar getah bening

yang mengalami pembengkakan biasanya adalah kelenjar getah bening yang

paling dekat dengan area terjadinya infeksi. Misalnya infeksi gigi bisa membuat

kelenjar getah bening yang ada disekitar leher membengkak.

Hal-hal yang menyebabkan pembengkakan kelenjar getah bening adalah

infeksi, virus, peradangan, kanker. Dalam berbagai kondisi kelenjar getah bening

dapat terserang penyakit. Jenis penyakit yang paling banyak menyerang kelenjar

getah bening adalah kanker kelenjar getah bening atau limfoma.1,2

Limfoma adalah kanker yang tumbuh akibat perubahan genetik (mutasi)

sel limfosit (sel darah putih yang bertanggung jawab atas pertahanan alami tubuh).

Sistem pembuluh getah bening (sistem limfatik) merupakan sistem pertahanan

alami tubuh terhadap infeksi. Sistem ini bekerja melalui cairan limfatik dalam

pembuluh getah bening. Cairan limfatik merupakan cairan putih menyerupai susu

4
yang mengandung protein, lemak dan limfosit. Limfosit terdiri dari 2 jenis yaitu

sel B dan sel T. 1

Kapiler limfe tersebar di mana-mana dan pada kulit terletak di dermis.

Tulang, periosteum, otot-otot polos, tendon, peritoneum, pleura dan pericard

penuh dengan kapiler limfe. Begitu pula dengan usus, organ-organ tubuh lainnya

seperti ginjal, lien. Ada bagian tubuh yang tidak mempunyai sistem limfe, yaitu

susunan saraf pusat, sumsum tulang, sistem kartilago, mata, telinga bagian dalam,

otot-otot lurik, dan lapisan epidermis.

Pada rongga mulut, jaringan limfoid sebagian besar tampak sebagai cincin

Waldeyer’s, sedangkan pada dasar lidah dan palatum lunak jaringan limfoid

tampak tidak berkapsul, seperti juga pada kelenjar ludah mayor dan minor dimana

jaringan limfoid tampak sebagai kumpulan duktus.2

Pada daerah leher dan kepala, tumor ganas limfe dapat ditemukan pada

nodus limfe regional dan pada daerah ekstranodus limfoid yang dikenal sebagai

gut associated atau mucosa associated lymphoid tissue, yang merupakan

perluasan dari kavitas oral. Tumor ganas kelenjar limfe pada rongga mulut terjadi

sekitar 5 dari semua oral malignancy.4

Limfoma adalah neoplasma ganas yang berasal dari sel asli jaringan

limfoid (yaitu, limfosit dan prekursor serta turunannya, dan yang jarang adalah

histiosit). Seperti neoplasma lainnya, semua limfoma bersifat monoklonal. Dua

kelompok besar limfoma maligna telah dikenal yaitu limfoma non-Hodgkin dan

limfoma Hodgkin.1,2

I. LIMFOMA NON-HODGKIN

Limfoma Non-Hodgkin merupakan tumor ganas kelenjar limfe yang relatif

sering terjadi, sering pada daerah ekstranodus kepala dan leher, terutama pada
5
pasien dengan infeksi HIV (AIDS). Sampai sekarang, manifestasinya di rongga

mulut baik primer maupun sekunder sangat jarang. Terapi limfoma Non-Hodgkin

lebih sulit daripada limfoma Hodgkin dan lebih sering menyebar ke lokasi

ekstranodal jauh.4,5

Insidensi limfoma Non-Hodgkin lebih banyak terjadi pada pria

dibandingkan wanita, terutama pada kulit putih. Biasanya terjadi pada usia

pertengahan dan orang tua, kecuali limfoma Burkit yang ditemukan pada anak-

anak.1,2,3

1.1 ETIOLOGI

Etiologi Iimfoma Non-Hodgkin belum diketahui secara pasti, tetapi diduga

prevalensinya meningkat pada kasus-kasus yang berkaitan dengan:6

- Pasien dengan gangguan immunologis kongenital (seperti Blomm syndrome,

Wiskott-Aldrich syndrome) dan didapat

- Infeksi EBV (Epstein Barr Virus)

- Pengguna obat-obatan yang mengandung phenytoin

- Infeksi HIV (AIDS)

- Transplantasi organ

- Penyakit autoimun seperti Sjogren syndrome, lupus eritematosus sistemik atau

rheumatoid atritis

1.2 KARAKTERISTIK

Karakteristik limfoma Non-Hodgkin ditandai dengan adanya pembesaran

secara bertahap yang asimptomatis, yang dapat melibatkan kelenjar limfe tanpa

adanya suatu intervensi. Rata-rata pembesarannya tergantung pada tipe tumor

6
ganas.

Limfoma Non-Hodgkin pada rongga mulut dapat terjadi pada MALT

(cincin Waldeyer’s) atau dapat berkembang sebagai infiltrat pada jaringan non

limfoid. Karakteristik limfoma Non-Hodgkin pada rongga mulut biasanya

pembengkakan difus asimptomatis dan lesi tampak erimatous atau keunguan,

dengan atau tanpa ulserasi. Jika mengenai tulang dapat menimbulkan gejala

seperti sakit dan hilang rasa pada bibir, bahkan fraktur patologis tulang.3,4,5

Karakteristik histopatologis limfoma Non-Hodgkin memberikan gambaran

proliferasi sel-sel limfosit dengan derajat diferensiasi yang bervariasi, tergantung

tipe dari tumor ganas limfe. Semua limfoma tumbuh infiltratif, membentuk

lapisan luas sel neoplastik yang seragam dengan atau tanpa jaringan nekrotik.5,6

1.3 GEJALA KLINIS

Terdapat pembengkakan pada kelenjar limfe yang berjalan lambat, tidak

sakit, konsistensi padat kenyal. Melibatkan kelenjar limfe pada daerah servikal,

aksila atau inguinal . Sejalan dengan perkembangan keganasan, kelenjar limfe

yang terkena akan bertambah dan terfiksasi dengan jaringan sekitarnya. Pada

rongga mulut limfoma terlihat sebagai ektranodular, lesi pada jaringan lunak

terlihat sebagai pembengkakan yang bersifat keras, menyebar serta daerah yang

terkena pada bukal, posterior palatum keras atau gingiva (gambar 1). Limphoma

juga dapat ditemukan di cincin Waldeyer’s, saluran gatrointestinal, limpa, kulit

dan sumsum tulang. Penderita juga mengeluhkan demam ringan serta keluar

keringat pada malam hari.4,5

7
A. B.

Gambar 1. A. Limfoma Non-Hodgkin di kepala leher.

B. Limfoma pada gingiva dan tuberositas.1

1.4 KLASIFIKASI

Banyak klasifikasi limfoma non-Hodgkin yang telah dipublikasikan,

masing-masing mempunyai kelebihan tersendiri. Namun demikian, Formulasi

Kerja (Working Formulation) untuk penggunaan klinis telah diterima secara luas

dan akan dijelaskan. Sebelum Formulasi Kerja dibahas, beberapa prinsip umum

yang relevan dengan limfoma non-Hodgkin akan disajikan berikut ini:6

· Sebagian besar limfoma non-Hodgkin (80%-85%) berasal dari sel B; sisanya

berasal dari sel T. Tumor histiosit atau makrofag sangat jarang.

· Secara histologi, sel limfoma memperlihatkan dua macam pola pertumbuhan:

yaitu baik dalam bentuk rumpun-rumpun (clusters) nodul yang dapat

diidentifikasi (impala folikuler atau noduler) maupun menyebar secara difus

di dalam kelenjar (limfoma difus). Secara umum, perjalanan penyakit bentuk

noduler berkaitan dengan prognosis yang lebih baik daripada pola yang difus.

· Limfoma noduler hampir seluruhnya adalah sel B (tampaknya bentuk folikuler

limfoma ini adalah suatu usaha untuk menyerupai pusat germinal dari mana

limfoma ini berasal). Limfoma difus dapat berupa sel B atau sel T.

8
Klasifikasi limfoma Non-Hodgkin menurut Rappaport :6

1. Nodular

 Limfosit, berdiferensiasi baik

 Limfosit, berdiferensiasi buruk

 Campuran (limfosit dan histiosit)

 Histiosit

2. Difus

 Limfosit, berdiferensiasi baik: tanpa gambaran plasmasitoid, dengan

gambaran plasmasitoid

 Limfosit, berdiferensiasi buruk: tanpa gambaran plasmasitoid, dengan

gambaran plasmasitoid

 Limfoblastik: convoluted, nonconvoluted

 Campuran (limfosit dan histiosit)

 Histiosit: tanpa sclerosis, dengan sclerosis

 Tumor Burkitt

 Undifferentiated

3. Tidak dapat diklasifikasikan

4. Composite

Klasifikasi limfoma Non-Hodgkin menurut Lukes dan Collins :6

1. Undefined cell type

9
2. Tipe sel T

 Sel limfosit kecil

 Sezary dan mycosis fungoides

 Sel limfosit convoluted

 Sarkoma imunoblastik

3. Tipe sel B

 Sel limfosit kecil

 Sel limfosit plasmasitoid

 Sel pusat folikel

 Sel kecil dengan inti melekuk

 Sel besar dengan inti melekuk

 Sel kecil dengan inti tidak melekuk

 Sel besar dengan inti tidak melekuk

 Sarkoma imunoblastik

 Histiosit

4. Tidak dapat diklasifikasikan

Yang termasuk dalam kategori ini adalah :

1. Limfoma burkitt Afrika (endemik)

2. Limfoma burkitt sporadik (non endemik)

3. Limfoma yang agresif, timbul pada individu yang terinfeksi HIV

Limfoma non-Hodgkin dibagi menjadi tiga kelompok prognostik utama:

(1) derajat rendah, (2) derajat menengah, dan (3) derajat tinggi yang berdasarkan

kepada statistik angka kelangsungan hidup. Formulasi Kerja juga memuat

10
kelompok lain yang meliputi limfoma histiositik, leukemia/limfoma sel T yang

diinduksi HTLV-1, dan kelainan limfomatosa T lainnya dengan keterlibatan kulit

yang jelas.5,6

1.4.1. Limfoma derajat rendah

Kelompok ini meliputi tiga tumor:1,6

(1) Limfoma limfositik kecil;

(2) Folikuler, terutama limfoma sel belah (cleaved cell) kecil; dan

(3) Limfoma folikuler campuran (sel belah kecil dan besar).

Kedua limfoma folikuler akan dibahas bersama.

1.4.1.1. Limfoma limfositik kecil (Small Lymphocytic Lymphoma (SLL))

Merupakan 4% dari seluruh limfoma non-Hodgkin dan merupakan satu

satunya limfoma derajat rendah yang tidak mernpunyai bentuk folikuler.

Morfologi. Sel bersifat kompak, kecil, tampak seperti limfosit tidak terstimulasi

dengan inti butat yang terpulas gelap, sitoplasma jarang, dan ukurannya agak

bervariasi. Gambaran mitosis jarang dan sedikit atau tidak ada atipia sitotogik.

Keterlibatan sumsum tulang terdapat hampir di semua kasus, dan pada sekitar

40% penderita, sel neoplastiknya masuk ke dalam darah, menimbulkan gambaran

seperti leukemia limfositik kronik. Limfoma limfositik kecil (SLL) berturnpang-

tindih, baik secara klinis maupun morfologis, dengan leukemia limfositik kronik

(LLK) dan pada beberapa kasus dengan makroglobulinemia Waldenstriim. Ketiga

neoplasma tersebut merupakan neoplasma limfosit B yang berdiferensiasi baik

(gambar 2).1,5,6

11
Gambar 2. Keterlibatan kelenjar getah bening pada leukemia limfositik kronis/ limfoma limfositik

kecil. A. Dengan pembesaran lemah, tampak pengurangan difus arsitektur kelenjar getah bening.

B. Pada pembesaran kuat, sebagian sel tumor memperlihatkan gambaran limfosit bulat kecil.

Sebuah prolimfosit, sel yang lebih besar dengan nucleolus terletak ditengah. 1

Gambaran klinis. Baik leukemia limfositik kronik (LLK) maupun limfoma

limfositik kecil (SLL) terjadi secara primer pada kelompok usia yang lebih tua.

Penderita mengalami limfadenopati generalisata dengan pembesaran kelnjar limfe

yang ringan sampai sedang; gejala lain yang terkait biasanya ringan, dan

umumnya angka kelangsungan hidup baik.

Imunofenotip. Sel tumor memperlihatkan IgM, IgD, dan antigen pan-B-cell

CD19 permukaan, suatu fenotip yang sama dengan sel B tidak terstimulasi.

Namun demikian, mereka juga mengekspresikan CD5, suatu molekul yang

ditemukan pada semua sel T dan sangat sedikit pada subsel sel B.1,5,6

1.4.1.2. Limfoma folikuler

12
Terdapat dua subkelompok sitologik limfoma folikuler derajat rendah: (1)

folikuler sel belah kecil small cleaved cell) dan (2) folikuler sel campuran

(follicular mixed cell).

Morfologi. Sel tumor tampak mirip seperti sel B pusat germinativum normal. Sel

nwoplastik yang predominan biasanya ”mirip sentrosit”. Sel ini sedikit lebih besar

daripada limfosit dengan kontur inti terbelah angular yang ditandai dengan

indentasi mencolok dan lipatan linear. Kromatin inti kasar dan padat, dan

nukleolus tidak jelas. Sel kecil ini bercampur dengan sel mirip sentroblas yang

lebih besar dan jumlah bervariasi. Jenis sel kedua ini memiliki kromatin vesikular,

beberapa nukleolus, dan jumlah sitoplasma yang sedang serta mirip dengan sel

yang bermitosis aktif yang secara normal terdapat dipusat germinativum (gambar

3).

Gambaran klinis. Limfoma folikuler terjadi terutama pada orang lanjut usia dan

merupakan kira-kira 40% dari limfoma non-Hodgkin dewasa di Amerika Serikat.

Sama seringnya mengenai laki-laki dan perempuan. Timbul sebagai limfadenopati

generalisata yang tidak nyeri; organ selain kelenjar (misalnya, organ visera) tidak

lazim terkena. Sumsum tulang seringkali terlibat (pada 75% kasus), tetapi

keterlibatan darah perifer dalam bentuk leukemia berat tidak umum terjadi. Pada

sekitar 40 % pasien, limfoma folikular berkembang menjadi limfoma sel B besar

difus.

Perubahan krosomonal. Pada sebagian besar penderita, sel tumor mengalami

translokasi t(14;18); dengan break poilit pada kromosom 18 terdapat di 18q21,

yang diduga merupakan tempat proto-onkogen bcl-2.1,5,6

13
Gambar.3. Limfoma folikular, yang mengenai sebuah kelenjar getah bening. A. Agregat nodular

sel limfoma terdapat diseluruh kelenjar getah bening. B. Pada pembesaran kuat, sel limfoid kecil

dengan kromatin padat dan inti iregular atau terbelah bercampur dengan populasi sel besar dengan

nukleolus.1

Prognosis. Limfoma folikuler adalah tumor yang kurang aktif (indolent), dengan

median angka kelangsungan hidup berkisar antara 7-9 tahun yang sebagian besar

tidak terpengaruh oleh pengobatan. Pada beberapa penderita, tumor berkembang

lambat menjadi suatu tumor difus dengan tipe histologi derajat-tinggi yang

mencerminkan timbulnya subklon sel B neoplastik agresif. Median angka

kelangsungan hidup selelah transformasi ini kurang dari 1 tahun.

Immunofenotip. Sel tumor mengekspresikan Ig perrnukaan dan antigen sel B

seperti, CD19, CD10, serta CD21.1,6

1.4.2. Limfoma Derajat Menengah

Ada empat tumor dalam kategori ini yang tercantum dalam formula kerja,

salah satu di antaranya mempunyai susunan folikuler, sedangkan tiga lainnya

mempunyai pola difus.

1.4.2.1. Limfoma Folikuler, Terutama Sel Besar

Adalah tumor yang jarang terjadi dan prosentasenya kurang dari 15%

limfoma non-Hodgkin folikuler. Berlawanan dengan limfoma folikuler derajat-

14
rendah, sebagian besar sel neoplastik limfoma ini berukuran besar, dengan inti

belah (cleaved) atau tidak belah (noncleaved). Gambaran mitosis juga lebih

banyak Tumor ini berkembang menjadi limfoma difus di awal perjalanan

penyakitnya dan mempunyai prognosis yang lebih buruk daripada limfoma

folikuler lainnya.1,6

1.4.2.2. Limfoma Difus, Sel Belah Kecil (Diffuse, Small Cleaved Cell

Lymphoma (DSCCL))

Tersusun dari sel belah kecil yang mirip dengan limfoma sel belah kecil

folikuler. Berlawanan dengan limfoma folikuler dan tipe histologi yang sama,

tumor ini mempunyai rasio banding pada wanita yang lebih tinggi dan

mempunyai sifat yang lebih agresif (median angka kelangsungan hidup 2-4

tahun). Suatu subkelompok yang secara fenotip dan genetik berbeda, kadang-

kadang disebut "limfoma sentrostik" dan "intermediately diffrentiated

lymphocytic lymphoma" telah diidentifikasi. Tumor ini dapat dibedakan dari sel

folikular pucat (yang diduga merupakan asal sebagian besar DSCC1 ) sebab

walaupun mereka mengekspresikan antigen sel B tumor ini tidak

mengekspresikan CD10 tetapi mengekspresikan CD5. Selain itu, limfoma ini

memperilhatkan sitogenetik yang tidak tampok pada DSCCL sisanya.1,6

1.4.2.3. Limfoma Difus, Campuran Sel Besar dan Kecil (DM)

Mengandung campuran sel belah kecil dan sel besar yang dapat belah atau

tidak belah. Inti sel belah besar berbentuk irreguler terindentasi, dan lebih besar,

dengan inti tidak jelas Sitoplasma jarang dan pucat. Sel tidak belah besar

berukuran sampai empat kali limfosit normal, dengan inti bulat atau oval dengan

15
satu atau dua anak inti yang jelas. Kromatin berbentuk vesikuler dan mitosis jelas

terlihat, jumlah sitoplasma lebih besar daripada sel belah besar.1,6

1.4.2.4. Limfoma Difus, Sel Besar (DLC)

Terutama mengandung sel belah besar dan sel tidak belah besar seperti

yang telah dijelaskan untuk limfoma difus campuran sel besar dan kecil. Limfoma

sel besar difus dan varian campuran difus tampaknya mewakili ekspresi

morfologis lain di dalam spektrum limfoma sel besar. Meskipun diklasifikasikan

sebagal limfoma- derajat-menengah, limfoma difus campuran sel besar dan kecil

(DM) dan limfoma difus sel besar (DLC) mempunyai gambaran klinis sama

seperti limfoma imunoblastik sel besar derajat-tinggi (gambar 4).1,6

Gambar.4. Limfoma sel B yang besar dan difus. Sel tumor memiliki nukleus besar, dengan

kromatin terbuka dan nukleus yang menonjol.1

1.4.3.

Limfoma Derajat Tinggi

Terdapat tiga tumor dalam kelompok ini yaitu limfoma imunoblastik sel

besar, limfoma limfoblastik, dan limfoma sel tidak berbelah kecil.

16
1.4.3.1. Limfoma Imunoblastik Sel Besar

Sel tumor dalam neoplasma ini berukuran empat sampai lima kali lebih

besar daripada limfosit kecil dan mempunyai inti vesikuler besar berlobus banyak

dengan satu atau dua anak inti sang jelas terletak di tengah. Sitoplasma dapat

terpulas tebal dan pironinofilik atau jernih. Beberapa tumor mempunyai campuran

sel transforrnasi besar dan limfosit atipik kecil dengan inti sel yang berubah-ubah

bentuk (contorted) (gambar 5).

Gambaran klinis. Limfoma imunoblastik sel besar, limfoma difus sel besar, dan

limfoma difus campuran mempunyai perilaku klinis yang sama, dan merupakan

40%-50% limfoma non Hodgkin dewasa. Secara bersama-sama, ketiga jenis

limfoma kadang-kadang disebut sebagai limfoma difus sel besar.

Pronognosis. Ketiga limfoma difus ini (limfoma imunoblastik sel besar, limfoma

difus sel besar, dan limfoma difus campuran) adalah tumor agresif yang cepat

bersifat fatal bila tidak diobati. Namun, dengan kombinasi kemoterapi intensif,

remisi lengkap dapat dicapai pada 60%-80% kasus, dan hampir dapat diobati.

Imunofenotif. Dapat berasal dari sel T atau B, tetapi paling sering dari sel B.

Identifikasi imunofenotip yang dapat dipercaya (B atau tidak dapat dibuat tanpa

pemeriksaan rnolekuler atau fenotipik). Sebagian besar penelitian gagal

memperlihatkan korelasi bermakna antara subtipe sitotogik, fenotip dan respon

terapi.1,6

17
Gambar 5. Limfoma imunoblastik1

1.4.3.2. Limfoma Limfoblastik (LL)

Entitas klinikopatologik ini berkerabat dekat dengan leukemia limfobtastik

akut sel T (LLA-T).

Morfologi. Sel berukuran kurang lebih sama, dengan sitoplasma yang jarang dan

inti sel yang agak lebih besar daripada inti sel limfosit kecil. Kromatin inti sel

terlihat tak beraturan dan berbintik-bintik halus, anak inti tidak ada atau tidak jelas

(Inconspicuous). Pada sebagian besar kasus, membran inti mengalami konvolusi.

Biasanya tampak pula angka mitosis yang tinggi dengan pola "langit berbintang"

("starry sky") akibat makrofag yang tersebar.

Gambaran klinis. Terutama mengenai laki-laki (2:1); banyak penderita yang

berusia di bawah 20 tahun. Merupakan kurang dari 5% dari seluruh limfoma non-

Hodgkin tetapi merupakan 40% limfoma masa anak-anak. Adanya masa

mediastinal yang jelas pada 50%-70% penderita pada saat diagnosis menunjukkan

asal dari timus. Penyebaran dini yang progresif cepat ke sumsum tulang dan

kemudian ke darah serta selaput otak mengarah pada gambaran yang menyerupai

LLA-T.

Pronosis. Biasanya buruk. Upaya mutakhir untuk mengobati tumor ini secara

agresif dengan menggunakan protokot yang efektif untuk LLA telah memberikan

hasil yang menggembirakan.

Imunofenotif. Sel tumor menyerupai sel T intratimik. Terminal deoksinukleotidil


18
transferasi (TdT), suatu enzim yang berkaitan dengan sel limfoid primitif,

terekspresi pada semua kasus. Pada beberapa penderita sel juga positif CD2+,

CD5+, dan CD7+, seperti pada timosit muda, sedangkan pada kasus lainnya CD4

dan CD8 juga terekspresi pada sel tumor. Pada sebagian besar kasus, tidak ada

ekspresi CD3 permukaan, tetapi ada CD3 sitoplasmik.1,5,6

1.4.3.3. Limfoma Sel Tidak Berbelah Kecil

Dalam kategori ini terdapat limfoma Burkitt, yang endemik di Afrika, dan

tumor sekerabat yang terlihat di luar Afrika. Secara histologis, kasus asal Afrika

dan kasus non-endemik adalah identik, meskipun ada perbedaan klinis dan

virologis.

Morfologi. Sel tumor tampak monoton, berukuran sedang antara sel-sel limfosit

tidak belah kecil dan besar, serta mempunyai inti sel bulat atau oval yang berisi

dua sampai lima anak inti. Ukuran inti hampir mendekati ukuran inti makrofag di

dalam tumor. Samar-samar terdapat sejurnlah sitoplasma basofilik atau amfofilik,

yang sangat pironinofilik dan sering mengandung vakuola kecil berisi lipid.

Tumor ini mempunyai indeks rnitotik yang tinggi dengan gambaran "langit

berbintang” (Gambar 6).

19
Gambar 6. Burkitt lymphoma. Sel tumor dan intinya hampir seragam sehingga gambarannya

monoton. Aktivitas yang tinggi (mata panah) dan nucleolus yang mencolok. Pola langit berbintang

yang ditimbulkan oleh makrofag normal yang berwarna terang akan lebih besar dengan

pembesaran lemah.

Imunofenotif. Tumor sel B ini menyerupai sel B pusat germinal yang aktif dan

mengekspresikan 1gM permukaan, penanda sel pan-B, dan CD10.

Gambaran klinis. Keadaan ini paling banyak mengenai anak-anak atau orang

dewasa muda, merupakan kira-kira 30% limfoma non-Hodgkin anak-anak di

Amerika Serikat. Pada orang Afrika, adanya keterlibatan maksila atau mandibula

merupakan gambaran yang umum, sedangkan tumor abdominal (usus besar,

retroperitoneum, ovarium) lebih umum di Amerika.

Prognosis. Dengan metode pengobatan saat ini dapat diharapkan angka

kelangsungan hidup jangka panjang sampai 50%.1,6

1.5 DIAGNOSIS DAN STADIUM LIMFOMA NON-HODGKIN

Diagnosis limfoma non-Hodgkin dapat ditegakkan dari gambaran klinis,

tetapi pemeriksaan histologik kelenjar dibutuhkan untuk konfirmasinya.

Penentuan galur sel T atau sel B yang tepat dapat dilakukan dengan

immunophenotyping dan dengan analisis penyusunan ulang (rearrangement) gen

reseptor-T dan reseptor-B.

Stadium penting dalam menentukan terapi limfoma Non-Hodgkin.

Pemeriksaan CT Scan toraks dan abdomen biasanya merupakan bagian evaluasi

listaging semua pasien limfoma. Sistem staging sama dengan penyakit Hodgkin.

Pada limfoma Non-Hodgkin, terkenanya kelenjar limfatik non contigious, terkena

cincin Waldeyer’s, epitrochlear dan saluran cerna lebih sering daripada penyakit

20
Hodgkin. Limfoma Non-Hodgkin lebih sering mengenai ekstranodal.

Sistem staging Ann Arbor biasa dipakai untuk pasien limfoma Non-

Hodgkin. Dengan sistem ini, stadium I, II, III dan IV limfoma Non-Hodgkin dapat

disubklasifikasikan ke kategori A dan B. A tanpa gejala, B bila terdapat gejala

umum. Gejala pada kelompok B adalah salah satu dari penurunan berat badan

lebih dari 10 dalam 6 bulan sebelum diagnosis, tanpa sebab yang jelas; suhu tubuh

lebih dari 38°C, keringat pada waktu malam. Staging (Penggolongan) Non-

Hodgkin dan Hogkin Lymphoma.1,5

Staging yang digunakan adalah menurut Ann Arbor dengan modifikasi

Cotswolds, yaitu:6

Stadium 1 : Keterlibatan satu regio kelenjar getah bening (I) atau keterlibatan satu

organ ekstralimfatik (IE).

Stadium II : Keterlibatan dua atau lebih regio kelenjar getah bening pada sisi

diafragma yang sama (II) atau dengan keterlibatan lokal satu organ ekstranodal

(IIE).

Stadium III : Keterlibatan regio kelenjar getah bening pada kedua sisi diafragma

(III), dapat disertai limpa (IIIS) dan/atau keterlibatan satu organ ekstranodal atau

keduanya (IIIE, IIIES)

Stadium IV : Keterlibatan difus atau diseminata pada satu atau lebih organ

ekstranodal atau jaringan dengan atau tanpa keterlibatan kelenjar getah bening

1.6 TERAPI DAN PROGNOSIS

Prognosis dan pendekatan terapi dipengaruhi oleh histopatologi,

pengambilan jaringan biopsi harus dikerjakan dengan melibatkan hematologist

yang berpengalaman dalam mendiagnosis limfoma. Pada umumnya dengan terapi

21
adekuat, kelangsungan hidup berkisar 50-60%.

Teknik radiasi berbeda dengan terapi limfoma Hodgkin. Dosis radiasi

bervariasi dari 3500 sampai 5000 cGy tergantung dari subtipe histologis, besarnya

penyakit dan digunakan kemoterapi. Terapi biasanya dimulai dari leher, dada dan

aksila (mantle field). Karena cincin Waldeyer, epitrochlear dan kelenjar di

mesenterium dapat terkena limfoma Non-Hodgkin, lokasi-lokasi ini dapat

diradiasi, namun harus diperhatikan morbiditas akibat radiasi organ tersebut.

Adanya limfoma Non-Hodgkin ekstranodal dapat diterapi dengan radiasi pada

lokasi ekstranodal dengan harapan hidup lebih panjang, angka keberhasilan 50%,

tetapi sejumlah pasien dapat sembuh dengan regimen kemoterapi yang agresif.

Prognosis tergantung dari tipe histologis, stadium dan terapi limfoma Non-

Hodgkin, mempunyai 3 kelompok prognostik : gradasi rendah, gradasi

intermediate dan gradasi tinggi. Limfoma Non-Hodgkin gradasi rendah

mempunyai prognosis relatif lebih baik dengan median, kelangsungan hidup

mencapai 10 tahun, tetapi biasanya tidak kurabel pada stadium lanjut. Limfoma

Non-Hodgkin gradasi rendah stadium dini (I dan II) dapat diterapi secara efektif

dengan radioterapi saja. Limfoma Non-Hodgkin gradasi intermediate dan tinggi

mempunyai harapan hidup yang lebih pendek, tetapi sejumlah besar pasien dapat

sembuh dengan regimen kemoterapi agresif.1,6

II. LIMFOMA HODGKIN

2.1 Definisi

Limfoma Hodgkin (LH) adalah suatu gangguan yang mengenai jaringan

limfoid. LH berasal dari satu nodus atau satu rangkaian kelenjar limfe dan

biasanya menyebar ke kelenjar di sekitarnya. LH dibedakan dengan LNH karena

beberapa alasan. Pemeriksaan morfologis LH ditemukan adanya sel raksasa


22
neoplastik khas yang disebut sel Reed-Sternberg (RS) bercampur dengan infiltrat

sel radang reaktif non inflamatorik yang jumlahnya bervariasi. LH sering

berkaitan dengan gambaran klinis yang agak khas, termasuk manifestasi sistemik

seperti demam. Terapi LH berbeda dibandingkan dengan beberapa neoplasma

limfoid lainnya.

Dahulu LH banyak menimbulkan kematian, namun dengan penegakkan

diagnosis yang tepat dan terapi yang diberikan menunjukkan hasil yang baik

hampir 90% tingkat kesembuhan.7

2.2 Etiologi

Etiologi LH multifaktorial dan belum diketahui dengan pasti, namun pada

20-90% kasus limfoma Hodgkin klasik (LHK) ditemukan adanya virus Epstein

Barr (VEB) berdasarkan penelitian epidemiologi dan serologi. Insidensi VEB

positif bervariasi dengan umur, subtipe histologi, dan faktor epidemiologi seperti

geografi atau status imunodefisiensi. VEB positif pada LHK biasanya sering

ditemukan pada usia yang sangat muda atau tua.7,8

2.3 Epidemiologi

Sebanyak 7.800 orang didiagnosa dengan LH setiap tahunnya di Amerika

Serikat. LH merupakan kanker yang jarang terjadi, namun yang paling sering

terkena adalah pada usia muda dengan insidensi paling tinggi usia 15-34 tahun.

Angka kejadian LH menurun pada usia 35-54 tahun, kemudian meningkat lagi

setelah usia 55 tahun.2 Pada 90% kasus LH stadium 1, angka bertahan hidup

adalah 5 tahun.8

23
2.4 Histopatologi

Diagnosa LHK ditegakkan dengan cara pemeriksaan mikroskop. LH

dikenal dengan ditemukannya sel Reed-Sternberg (RS). Sel RS memiliki ciri yang

unik, merupakan sel raksasa (diameter 20-50 µm) dengan inti lebih dari satu dan

menutupi anak inti yang besar berwarna merah tua, dengan warna cerah di

sekelilingnya, terlihat seperti mata burung hantu (owl eye). Keberadaan sel RS

inilah yang membedakan LH dengan LNH. LH biasanya dimulai pada salah satu

kelenjar kemudian menyebar ke sekitarnya melalui saluran limfe.

Diagnosa LH dapat diperoleh melalui pemeriksaan morfologi atau

gabungan pemeriksaan morfologi dan imunohistokimia, dengan demikian dapat

mengurangi ketergantungan terhadap pemeriksaan sel RS.7,8

Gambar 7: Sel RS binukleus, yang tampak seperti owl eye, dengan nukleolus besar mirip badan

inklusi, banyak sitoplasma dikelilingi oleh limfosit.7

2.5 Klasifikasi

Klasifikasi LH menurut World Health Organization (WHO) diambil dari

Revised European American Lymphoma (REAL) tahun 1994, yang dibagi menjadi

24
dua tipe yaitu LH limfosit nodularis predominan (LHLNP) dan LH klasik (LHK).

LHK terbagi lagi menjadi beberapa subtipe, yaitu LHK sklerosis nodularis

(LHKSN), LHK selularitas campuran (LHKSC), LHK kaya limfosit (LHKKL),

dan LHK deplesi limfosit (LHKDL).9,10

2.5.1 Limfoma Hodgkin Limfosit Nodularis Predominan (LHLNP)

Tipe LHLNP membentuk sekitar 5% LH, ditandai dengan sejumlah besar

limfosit reaktif yang tampak matang bercampur dengan histiosit jinak dengan

jumlah bervariasi, sering di dalam nodus besar yang batasnya tidak jelas. Tipe sel

reaktif lain, seperti eosinofil, neutrofil, dan sel plasma, tidak atau hanya sedikit

ditemukan, dan sel RS tipikal sangat sulit dicari. Sel varian limfosit dan histiosit

yang memiliki nukleus multilobus gembung, yang mirip dengan berondong

jagung (popcorn cell), lebih sering ditemukan. Sel tumor LHLNP menunjukkan

positif VEB. LHLNP lebih banyak terjadi pada pria dibanding wanita (3:1),

dengan usia rata-rata 30-50 tahun.9,10

Gambar 8: Limfoma Hodgkin limfosit nodularis predominan. A, Sel limfosit predominan lebih

sering ditemukan pada pria usia muda. B, Terlihat sel limfosit predominan dengan kontur nukleus

multilobus.7

25
2.5.2 Limfoma Hodgkin Klasik Sklerosis Nodularis (LHKSN)

Tipe LHKSN merupakan bentuk histologis tersering dan berbeda dari tipe

lain, baik secara klinis maupun histologis. Sel tumor tidak menunjukkan adanya

VEB. LHKSN secara morfologis ditandai dengan dua gambaran:7,8

1. Adanya varian khusus sel RS yang disebut sel lakuna. Sel ini berukuran

besar dan memiliki satu nukleus hiperlobaris dengan banyak nukleolus

kecil dan sitoplasma berwarna pucat. Pada jaringan yang difiksasi oleh

formalin, sitoplasma sering mengalami retraksi dan menyebabkan

gambaran sel berada di ruang jernih, atau lakuna.

2. Adanya di sebagian besar kasus pita kolagen yang membagi jaringan

limfoid menjadi nodus berbatas tegas. Fibrosis mungkin sedikit atau

banyak, dan infiltrat sel mungkin memperlihatkan limfosit, eosinofil,

histiosit, dan sel lakuna dalam proporsi yang berbeda-beda. Sel RS klasik

jarang ditemukan.

Gambar 9: Limfoma Hodgkin klasik skeloris nodularis. A, Sel RS memiliki gambaran sel lakuna

dengan nukleus yang mengandung banyak nukleolus kecil. B, Contoh kasus fibrohistiositik

stadium II yang merupakan varian LHKSN.7

26
2.5.3 Limfoma Hodgkin Klasik Selularitas Campuran (LHKSC)

LHKSC sering terjadi pada pasien berusia lebih dari 50 tahun dan secara

keseluruhan menyebabkan sekitar 25% kasus. Pasien laki-laki lebih banyak

daripada perempuan. Sel RS banyak ditemukan di dalam infiltrat selular

heterogen khas, yang mencakup limfosit, eosinofil, sel plasma, dan histiosit jinak.

Pasien dengan LHKSC banyak yang bermanifestasi sebagai penyakit diseminata,

dan banyak yang memperlihatkan manifestasi sistemik.7,8

Gambar 10. Limfoma Hodgkin klasik selularitas campuran. Sel RS binukleus dikelilingi berbagai

jenis sel, termasuk eosinofil, limfosit, dan histiosit.7

2.5.4 Limfoma Hodgkin Klasik Kaya Limfosit (LHKKL)

Kasus LHKKL memiliki presentase 5% dari keseluruhan kasus LHK.

LHKKL sering disalah interpretasi sebagai LHLNP. Ada pendapat yang

mengatakan bahwa LHKKL merupakan varian dari LHKSN pada “fase awal”,

namun pada pasien dengan biopsi multipel menunjukkan tidak ada perubahan

pada pemeriksaan histologi. Karakteristik klinis dari LHKKL berbeda dengan

LHKSN. LHKKL lebih banyak terjadi pada pria, dan disertai dengan adanya

27
limfadenopati perifer pada stadium I atau II. Sel tumor biasanya menunjukkan

VEB negatif.7,9

Gambar 11: Limfoma Hodgkin klasik kaya limfosit. A, Sel RS ditemukan di antara folikel yang

diperluas, banyak di daerah tepi. B, Pada perbesaran yang lebih, tampak sel RS pada daerah tepi

dari folikel sel B.7

2.5.5 Limfoma Hodgkin Klasik Deplesi Limfosit (LHKDL)

LHKDL sangat jarang ditemukan. Pada gambaran histologis terlihat

banyak sel-sel RS yang besar dan letaknya acak dengan sedikit limfosit. LHKDL

lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita, dan terjadi pada usia tua

disertai dengan penurunan imunitas. Sel tumor LHKDL menunjukkan VEB

positif.9,10

28
Gambar 12: Limfoma Hodgkin klasik deplesi limfosit. Terlihat banyak

sel RS dengan letak yang acak dan sedikit limfosit.7

2.6 Gambaran Klinis

Gejala utama adalah pembesaran kelenjar limfe, tidak terasa sakit, pada

tahap awal biasanya mobile, tetapi bisa menjadi terfiksir dan melekat pada

jaringan. Pembesaran kelenjar pada bagian leher paling sering terjadi dan mudah

dideteksi (80% terdapat pada kelenjar limfe leher). Gejala selanjutnya tergantung

pada lokasi penyakit yang sudah stadium lanjut sering disertai gejala sistemik:

demam yang tidak jelas penyebabnya, keringat malam, penurunan berat badan dan

pruritus generalisata. Hampir semua sistem dapat diserang penyakit seperti traktus

gastrointestinal, traktus respiratonus, sistem saraf, dan sistem darah.8,9,10

Pada rongga mulut gejalanya dapat berupa pembesaran tonsil, biasanya

pada fase awal unilateral. Ketika sudah melibatkan daerah ekstranodus dapat

dilihat pembengkakan submukosa, kadang disertai dengan ulserasi mukosa atau

erosi tulang di bawahnya.8,10

2.7 Stadium Klinis

Stadium klinis LH (dan LNH) adalah sebagai berikut:8

29
I. Keterlibatan satu regio kelenjar limfe (I) atau terkenanya satu organ atau

jaringan ekstralimfatik (IE).

II. Keterlibatan dua atau lebih kelenjar limfe di sisi diafragma yang sama (II)

atau dengan keterlibatan organ atau jaringan ekstralimfatik di sekitarnya

(IIE).

III. Keterlibatan kelenjar limfe di kedua sisi diafragma (III), yang mungkin

mencakup limpa (IIIS), tempat atau organ ekstralimfatik di sekitarnya

secara terbatas (IIIE), atau keduanya (IIIES).

IV. Keterlibatan satu atau lebih organ atau jaringan ekstralimfatik dengan atau

tanpa keterlibatan limfatik.

Semua stadium di atas dibagi lebih lanjut berdasarkan tidak ada (A) atau

adanya (B) gejala sistemik berikut: demam signifikan, keringat malam, berat

tubuh menurun lebih dari 10% yang tidak diketahui sebabnya.10

Gambar 13: Regio distribusi penyakit LH di tubuh.10

Pasien yang lebih muda dengan tipe histologik yang relatif baik cenderung

datang pada stadium klinis I atau II dan biasanya bebas dari manifestasi sistemik.
30
Pasien dengan penyakit diseminata (stadium III dan IV) lebih besar

kemungkinannya datang dengan keluhan seperti demam, penurunan berat badan

yang tidak jelas penyebabnya, pruritus, dan anemia.8,10

2.8 Terapi

Terapi stadium awal (stadium I dan II) adalah terapi radiasi. Radioterapi

diberikan dengan dosis 4000 cGy dengan cara Extended-Field Radiotherapy.

Terapi radiasi tidak hanya dilakukan pada regio kelenjar yang terkena, namun

kelenjar yang tidak terkena juga diradiasi. Pada stadium II-A dilakukan Total

Nodal Irradiation (TNI). Terapi untuk stadium II-B dan IV adalah kemoterapi,

regimen yang digunakan yaitu MOPP (Mechlorethamine, Vincristme/Oncovm,

Procarbazine, dan Prednisone), dengan dosis sebagai berikut:8,10,11

M: Nitrogen mustard 6 mg/m2 hari 1 dan 8

O: Oncovin 1,4 mg/m2 hari 1 dan 8

P: Prednisone 60 mg/m2 hari 1-14

P: Procarbazine 100 mg/m2 hari 1-14

2.9 Prognosis

Prognosis setelah radioterapi dan kemoterapi agresif untuk pasien dengan

penyakit LH, termasuk mereka yang mengidap penyakit diseminata, umumnya

sangat baik. Namun, kemajuan dalam terapi ini juga membawa masalah baru.

Pasien yang bertahan hidup lama setelah protokol radioterapi-kemoterapi

memperlihatkan resiko yang jauh lebih tinggi mengidap leukemia akut, kanker

paru, melanoma, kanker payudara, dan beberapa bentuk NHL. Akibatnya, upaya

sekarang ditujukan untuk menciptakan regimen terapi yang kurang genotoksik

31
sehingga penyulit terkait terapi berkurang sementara angka kesembuhan

dipertahankan tetap tinggi.8,10

32
BAB III

KESIMPULAN

Limfoma maligna merupakan suatu keganasan limfe yang sangat jarang

terjadi, yang dapat menyebabkan suatu lesi primer maupun sekunder. Pada rongga

mulut sangat jarang terjadi, lebih umum mengenai limfonodus servikalis.

Berdasarkan gejala klinis dan gambaran histopatogisnya, limfoma maligna

digolongkan menjadi 2 kelompok, yaitu limfoma Hodgkin dan limfoma Non-

Hodgkin. Secara histopatologis, nampak adanya sel Reed-Sternberg pada limfoma

Hodgkin.

Tabel . Perbedaan karakteristik limfoma Hodgkin dan limfoma Non-

Hodgkin

Limfoma Hodgkin Limfoma Non-

Hodgkin
1. Usia 18-38 tahun Usia pertengahan
2. Keadaan umum Baik Terganggu
3. Pruritus Mendahului/menyertai -
4. Demam Kasus awal Jarang
5. Lesi pada URT dan GIT Jarang Lesi primer
6. Karakteristik Polilobulated Sangat besar oval
7. Respon Radiasi Lambat Cepat
8. Histopatologis Sel Reed-Sternberg -
9. Penyebaran Teratur mulai Tidak teratur/acak

servikal/supraklavila

Tabel . Perbedaan Klinis antara Limfoma Hodgkin dan Non-Hodgkin

Penyakit Hodgkin Limfoma Non- Hodgkin

Lebih sering terlokalisasi pada satu Lebih sering melibatkan banyak kelenjar

kelompok aksial kelenjar (servikal, perifer

33
mediastinal, para-aortik)

Penyebaran teratur secara berkesinambungan Penyebaran tak berksinambungan

(contiquity) (noncontiquous)

Kelenjar mesenterik dan cincin

Waldeyer jarang terkena Cincin Waldeyer dan kelenjar mesentrik

sering terkena

Keterlibatan ekstranodal tidak lazim

Keterlibtan ekstranodal lazim terjdi.

Diagnosa limfoma Non-Hodgkin ditegakkan setelah melalui pemeriksaan

klinis dan mengetahui gambaran histopatologis dari jaringan tumor ganas limfoid

yang berasal dari nodus limfatik. Terapi untuk limfoma Hodgkin dan Non-

Hodgkin dengan radioterapi bersama atau tanpa kemoterapi, tergantung pada

derajat keganasan dan stadiumnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kirita, T., Ohgi K., Shimooka, H. et al. 2000. Primary Non-Hodgkin's


Lymphoma of the Mandible Trcated with Radiotherapy, Chemotherapy,
and Autologous Peripheral Blood Stem Cell Transplantation. Oral Surg
Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod. 90 (4):450-455.

34
2. Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N. 2005. Robbins and Cotran Pathologic
Basis of Disease. 7th Ed. Elsevier Saunders. p 686 -690.
3. Neville, B.W., Damm, D.D., Allen, C.M., Bouquot, J.E. 2002. Oral &
Maxillofacial Pathology. 1st Ed. W.B. Saunders Company. Philadelphia. p
515 - 521.
4. Regezi, J.A., Scciubba, JJ. 1999. Oral Pathology Clinical Pathologic
Correlations. 3rd Ed. W.B. Saunders Company. Philadelphia. p 273 - 283.
5. Rosai, J. 2004. Rosai and Ackerman 's Surgical Pathology. 9th Ed. Mosby.
Philadelphia. p1917-1931.
6. Robbins, S.L. 1994. Pathology Basis of Disease. Ec1. ke-5. Philadelphia,
W.B. Saunders Co.p 648.
7. Eberle FC, Mani H, Jaffe ES. Histopathology of Hodgkin’s Lymphoma.
The Cancer Journal [Internet]. 2009 [cited 2013 March 8]; 15(2):129-37.
Available from: http://www.edwards.usask.ca/faculty/Colin
%20Boyd/Personal/WebMagic/CancerJournal/Eberle.pdf.
8. Clarke C, O’Malley C, Glaser S. Chapter 27 Hodgkin Lymphoma.
National Cancer Institute [Internet]. Available from:
http://seer.cancer.gov/publications/survival/surv_hodgkin.pdf.
9. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Mitchell RN. Robbins, Basic Pathology.
8th ed. Philadelphia: Elsevier. 2007. P. 444-61.
10. Armitage JO. Early-Stage Hodgkin’s Lymphoma. N Engl J Med [Internet].
2010 [cited 2013 March 8]; 363:653-62. Available from:
http://sumed.stb.sun.ac.za:8001/rid=1HM6S1C2L-16J7B5X-
3PQ/Hodgkins%20Lymphoma.pdf.
11. Greenberg MS, Glick M. Burket’s Oral Medicine Diagnosis and
Treatment. 10th ed. Ontario: BC Decker Inc; 2003. P. 448-51.

35

Anda mungkin juga menyukai