LIMFADENITIS / LIMFADENOPATI
PEMBIMBING :
DISUSUN OLEH:
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat,
rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tinjauan pustaka
ini yang berjudul “Limfadenitis / Limfadenopati” dengan baik dan tepat waktu.
Tinjauan pustaka ini dibuat untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik stase ilmu
kesehatan anak RSUD Budhi Asih periode 27 Juli 2020 – 20 Agustus 2020.
Dalam menyelesaikan tinjauan pustaka ini penulis mendapatkan bantuan
dan bimbingan, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada seluruh pihak terkait.
Penulis menyadari bahwa tinjauan pustaka ini masih memiliki kekurangan,
maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari semua pihak agar tinjauan pustaka ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga
pembuatan tinjauan pustaka ini dapat memberikan manfaat, yaitu menambah ilmu
pengetahuan bagi seluruh pembaca, khususnya untuk rekan-rekan kedokteran
maupun paramedis lainnya dan masyarakat pada umumnya.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................2
2.1 Definisi.........................................................................................2
2.2 Epidemiologi................................................................................2
2.3 Etiologi.........................................................................................3
2.4 Faktor Risiko................................................................................6
2.5 Klasifikasi....................................................................................6
2.6 Patofisiologi.................................................................................7
2.7 Penegakkan Diagnosis.................................................................8
2.7.1 Anamnesis..............................................................................8
2.7.2 Pemeriksaan Fisik.................................................................10
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang........................................................14
2.7.4 Limfadenitis TB pada anak...................................................15
2.8 Diagnosis Banding.....................................................................16
2.9 Tatalaksana................................................................................17
2.9 Komplikasi.................................................................................18
2.10 Prognosis..................................................................................19
BAB III KESIMPULAN...........................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Epidemiologi7
2
di departemen praktik keluarga di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 0 dari 80
pasien dan 3 dari 238 pasien masing-masing memiliki penyebab limfadenopati
ganas.
2.3 Etiologi8
3
Gambar 1. Etiologi limfadenopati13
4
Gambar 2. Etologi limfadenopati generalisata4
5
2.4 Faktor Risiko9
6
2.6 Patofisiologi12
Sistem limfe merupakan suatu jalan tambahan tempat cairan dapat
mengalir dari ruang interstisial ke dalam darah sebagai transudat di mana
selanjutnya ia berperan dalam respon imun tubuh. Secara umum sistem limfatik
memiliki tiga fungsi yaitu: 1) Mempertahankan konsentrasi protein yang rendah
dalam cairan interstisial sehingga protein-protein darah yang difiltrasi oleh kapiler
akan tertahan dalam jaringan, memperbesar volume cairan jaringan dan
meninggikan tekanan cairan interstitial. Peningkatan tekanan menyebabkan
pompa limfe memompa cairan interstisial masuk ke kapiler limfe membawa
protein berlebih yang terkumpul tersebut. Jika sistem ini tidak berfungsi maka
dinamika pertukaran cairan pada kapiler akan menjadi abnormal dalam beberapa
jam hingga menyebabkan kematian, 2) Absorpsi asam lemak, transpor lemak dan
kilus (chyle) ke sistem sirkulasi, 3) Memproduksi sel- sel imun (seperti limfosit,
monosit, dan sel-sel penghasil antibodi yang disebut sel plasma). Patogen yang
masuk akan dikenali oleh sel dendritik melalui struktur polisakarida, glikolipid,
lipoprotein, asam nukleat, dan nukleotida untuk kemudian ditransportasikan
menuju ke nodus limfe terdekat. Antigen yang berada pada nodus limfe akan
menginisiasi respon imun yang dimediasi sel T dengan menstimulasi berbagai
sitokin proinflamasi. Respon terhadap sel T akan menstimulasi sitokin lain yang
membuat sel B mengalami kemotaksis dan proliferasi pada bagian germinal nodus
limfe. Sel B akan menghasilkan immunoglobulin, seperti IgG1, IgG3, dan IgG4,
untuk membunuh dan mengekspulsikan patogen.
Nodus limfoid mempersiapkan lingkungan tempat limfosit akan menerima
paparan pertamanya terhadap antigen asing (virus, bakteri, jamur) yang akan
mengaktivasi limfosit untuk melaksanakan fungsi imunitas. Perubahan anatomi
yang bisa terjadi pada sistem limfe leher akibat suatu reaksi patologis dapat
berupa: 1) Defek pada kelenjar akibat kerusakan struktur normal kelenjar limfe
oleh sel-sel metastatik, 2) Pembesaran kelenjar bisa terjadi karena hiperplasia atau
deposit sel-sel inflamasi, atau metastasis, 3) Obstruksi saluran limfe akibat infeksi
ataupun metastasis yang kemudian menyebabkan kongesti dan melebarnya
7
saluran limfe, 4) Pergeseran letak akibat proses metastasis yang mendesak saluran
limfe, 5) Kolateralisasi, bisa merupakan akibat lanjut obstruksi.
Riwayat Pajanan
8
Gejala yang menyertai
9
Gambar 4. Alur diagnosis limfadenopati4
10
kemungkinan penyebab keganasan atau penyakit granulomatosa. Limfoma
Hodgkin tipe sklerosa nodular mempunyai karakteristik terfiksasi dan terlokalisasi
dengan konsistensi kenyal. Limfadenopati karena virus mempunyai karakteristik
bilateral, dapat digerakkan, tidak nyeri, dan berbatas tegas. Limfadenopati dengan
konsistensi lunak dan nyeri biasanya disebabkan oleh inflamasi karena infeksi.
Pada kasus yang jarang, limfadenopati yang nyeri disebabkan oleh perdarahan
pada kelenjar yang nekrotik atau tekanan dari kapsul kelenjar karena ekspansi
tumor yang cepat.13
Nyeri
Rasa nyeri timbul ketika terjadi pembesaran KGB yang cepat meningkat
dalam ukuran maupun konsistensinya. Nyeri biasanya hasil dari proses
peradangan atau supurasi, tapi nyeri juga mungkin hasil dari pendarahan ke dalam
pusat nekrotik nodus yang ganas. Pada pembesaran KGB oleh infeksi virus,
umumnya bilateral lunak dan dapat digerakkan. Bila ada infeksi oleh bakteri,
kelenjar biasanya nyeri pada penekanan, baik satu sisi atau dua sisi dan dapat
fluktuatif dan dapat digerakkan. Adanya kemerahan dan suhu lebih panas dari
sekitarnya mengarahkan infeksi bakteri dan adanya fluktuatif menandakan
terjadinya abses. Bila limfadenopati disebabkan keganasan, tanda-tanda
peradangan tidak ada, kelenjar akan keras dan tidak dapat digerakkan oleh karena
terikat dengan jaringan di bawahnya
Konsistensi
Konsistensi atau kualitas KGB yang keras seperti batu mengarahkan
kepada keganasan, padat seperti karet ke arah limfoma, lunak mengarah ke proses
infeksi, dan fluktuasi menunjukkan telah terjadinya abses atau pernanahan.
Adanya kelenjar yang lunak, mudah ditekan dan bergerak bebas lebih mengarah
ke jinak. Istilah " shotty " mengacu pada kelenjar kecil seperti gotri di bawah
kulit, seperti yang ditemukan dalam kelenjar di servikal anak-anak dengan
penyakit virus.15
Fiksasi
Sekelompok KGB yang merasa terhubung dan tampaknya bergerak
sebagai satu unit dikatakan membentuk suatu anyaman (terfiksir). Kelenjar
11
tersebut dapat berupa jinak (misalnya, tuberkulosis, sarkoidosis atau
lymphogranuloma venereum) atau ganas (misalnya, karsinoma metastasis atau
limfoma).15
Pada anak, kelenjar getah bening berukuran lebih besar dari 2 cm disertai
gambaran radiologi toraks abnormal tanpa adanya gejala kelainan telinga, hidung,
dan tenggorokan merupakan gambaran prediktif untuk penyakit granulomatosa
(tuberkulosis, cat scratch disease, atau sarkoidosis) atau kanker (terutama
limfoma). Tidak ada ketentuan pasti mengenai batas ukuran kelenjar yang menjadi
tanda kecurigaan keganasan. Ada laporan bahwa ukuran kelenjar maksimum 2 cm
dan 1,5 cm merupakan batas ukuran yang memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk
menentukan ada tidaknya keganasan dan penyakit granulomatosa.16
Lokasi limfadenopati
a. Limfadenopati oksipital dan pre aurikular
Kelenjar kecil didaerah ini umum terjadi pada bayi, tetapi tidak pada anak
yang lebih besar dan, jika tidak ada gejala lain, kelenjar ini dapat dianggap
sebagai temuan normal. Perlu dilakukan pemeriksaan kulit kepala karena eksim,
folikulitis, dan infestasi dapat menyebabkan kelenjar besar di daerah ini.16
b. Limfadenopati servikal
Kelenjar ini lebih sering ditemukan pada anak lebih dari dua tahun.
Limfadenopati servikal sangat umum dan secara jelas menunjukkan jika terdapat
infeksi pernapasan atas. Karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan telinga, rongga
mulut, dan gigi yang lengkap untuk mencari tanda-tanda infeksi atau peradangan.
Seperti hal nya dengan kelenjar getah bening oksipital, limfadenopati serviks juga
dapat disebabkan oleh eksim, infeksi, atau infestasi. Lokasi ini merupakan lokasi
yang umum untuk limfoma.16
c. Limfadenopati supraklavikular
Limfadenopati pada lokasi ini sering mengarah kekeganasan (terjadi
hingga 75% dari nodus di lokasi ini). Pembesaran kelenjar getah bening supra-
klavikula sisi kiri (Virchow's node) umumnya dikaitkan dengan keganasan perut,
terutama neuroblastoma. Adenopati supraklavikula sisi kanan sering terjadi
12
dengan adanya keganasan mediastinum atau tiroid.16
d. Limfadenopati aksilaris
Nodus aksila kecil relative sering terjadi dan biasanya disebabkan oleh
infeksi atau dermatitis pada ekstremitas atas. Limfoma sering ditemukan pada
daerah ini maka penilaian lebih lanjut disarankan.16
e. Limfadenopati inguinalis
Limfadenopati pada lokasi ini bias anya tidak memiliki etiologi spesifik
kecuali nodus lebih besar dari 3 cm tetapi bias terdapat limfoma yang disertai
adenopati pada lokasi ini. Infeksi local seperti luka trauma yang terinfeksi atau
paronikia juga dapat menyebabkan pembesaran nodus inguinalis.16
13
menimbulkan kecurigaan limfadenitis servikal disebabkan oleh streptokokus
namun hal tersebut bukan merupakan criteria diagnostic pasti. Kultur darah harus
dilakukan dari anak dengan tanda-tanda dan gejala sistemik bakteremia.
Pemeriksaan serologi untuk EBV dan B. henselae (cat-scratch disease) dilakukan
jika terdapat indikasi. Pemeriksaan yang paling dapat diandalkan untuk diagnosis
infeksi EBV adalah IgM terhadap kapsid virus. Antibodi heterofil juga bernilai
diagnostic namun tes ini tidak dapat diandalkan pada anak di bawah 4 tahun
dengan mononucleosis infeksiosa.
Pemeriksaan diagnostik lanjutan untuk limfadenopati dilakukan
berdasarkan faktor risiko spesifik yang diperoleh dari anamnesis dan pemeriksaan
fisis. Rontgen toraks, kultur tenggorokan, titer antistreptolisin O, dan pemeriksaan
serologis untuk CMV, toksoplasmosis, sifilis, tularemia, Brucella, histoplasmosis,
dan koksidioidomikosis mungkin diperlukan tergantung ada tidaknya indikasi.
Pada limfadenopati regional inguinal harus dilakukan penilaian terhadap traktus
genitalia dan sediaan untuk pemeriksaan harus diambil. Tes kulit intradermal
untuk tuberculosis dapat dilakukan dengan menggunakan tes Mantoux standar (5
tuberkulin unit), yang juga dapat memberikan hasil positif pada infeksi
mikobakteri atipikal. Aspirasi diindikasikan pada kelenjar limfe yang mengalami
inflamasi akut, ditemukan adanya fluktuasi, khususnya Jika berukuran lebih dari3
cm dan tidak berespons terhadap terapi antibiotik.
Pemeriksaan ultrasonografi atau compuled tomography dapat berguna
dalam menentukan luasnya limfadenopati dan apakah massa bersifat padat, kistik,
alasuppuratif dengan pembentukan abses. Pus dari lesi yang ditemukan adanya
fluktuasi harus diperiksa dengan pewarnaan Gram dan bakteri tahan asam dan
dilakukan kultur untuk bakteriaerob, anaerob dan mikobakteri. Biopsi harus
dilakukan jika dicurigai suatu limfoma karena ditemukan kelenjar bersifat keras,
sulit digerakkan jaringan sekitar, tidak nyeri tekan, dan ditemukan adanya gejala
atau tanda sistemik. Jika diagnosis tetap tidak dapat ditegakkan dan limfadenopati
menetap walaupun telah diberikan terapi antibiotic terhadap dugaan adanya S.
aureus dan streptokokus grup A, maka sebaiknya dilakukan biopsi eksisi seluruh
nodul. Tindakan ini bersifat kuratif untuk limfadenitis mikobakteri non
14
tuberkulosa. Sediaan biopsi harus dikirimkan untuk pemeriksaan histopatologi,
pewarnaan Gram, bakteri tahan asam, Giemsa, periodic acid-Schiff, pewarnaan
perak Warthin-Starry (B. henselae), dan pewarnaan perak metenamin. Kultur
untuk bakteri aerob, anaerob, mikobakteri, dan jamur harus dilakukan.
15
2.8 Diagnosis Banding18,19
16
Gambar 8. Gambaran klinis limfadenopati jinak dan keganasan23
2.9 Tatalaksana20
17
Jika studi ini tidak bersifat diagnostik, konsultasi dengan penyakit
menular atau spesialis onkologi mungkin bermanfaat. Biopsi harus
dipertimbangkan jika ada demam persisten atau tidak jelas, penurunan berat
badan, keringat malam, lokasi supraklavikula, massa mediastinum, nodus keras,
Atau fiksasi nodus ke jaringan di sekitarnya. Biopsi juga dapat diindikasikan jika
ada peningkatan ukuran dari awal dalam 2 minggu, tidak ada penurunan ukuran
dalam 4-6 minggu, atau tidak ada regresi menjadi "normal" dalam 8-12 minggu,
atau jika terdapat tanda dan gejala baru.
2.10 Komplikasi18
Dapat terjadi infeksi akut yang disebabkan oleh S. aureus dan Group A
Streptococcus, terbentuknya abses, selulitis, dan sepsis. Abses adalah suatu
penimbunan nanah yang terjadi akibat suatu infeksi bakteri. Jika bakteri
menyusup kedalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi. Sel-sel darah
putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi akan bergerak
ketempat infeksi dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah
putih yang mati inilah yang membentuk nanah, mengisi rongga tersebut. Selulitis
adalah suatu penyebaran infeksi bakteri kedalam kulit dan jaringan di bawah kulit.
Sepsis adalah kondisi medis serius dimana terjadi peradangan pada seluruh tubuh
akibat infeksi yang berpotensi berbahaya atau mengancam nyawa.
2.11 Prognosis21
18
BAB III
KESIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
20
12. Tirto WS. Limfatik drainase pada tumor kepala dan leher. Dalam:
Kumpulan naskah simposium bedah kepala leher, Jakarta: FKUI- RSUPN
Cipto Mangunkusumo; 2010. p 12-20.
13. Oehadian A. Pendekatan Diagnosis Limfadenopati. Bandung: Continuing
Medical Education; CDK-209/vol. 40; no. 10, 2013. Hal. 729
14. Marckdante, KJ., Kliegman, RM., Jenson, HB., Behrman, RB. Nelson
Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Ed 6. Singapore: Elsevier. 2014
15. Suradhipa W, Ariawati K. Pendekatan Klinis Limfadenopati Pada Anak.
Ilmu Kesehatan Anak Universitas Usayana. 2015. 1- 28
16. Hambleton L, Sussens J, Hewitt M. Lymphadenopathy in Children and
Young People. Pediatrics and Child Health. 2015;26(2):63-7
17. Nelson, Behrman, Kliegman, dkk. Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi
Keenam vol 1. Jakarta : EGC, 2011.
18. Marcdante KJ. Kliegman RM. Nelson Essentials of Pediatrics 8ed.
Philadelphia. Elsevier. 2019
19. Friedmann AM. Evaluation and Management of Lymphadenopathy in
Children. Journal Of The American Academy Of Pediatrics. Februari
2008;29(2);53-60
20. Richard L, Tower II, Bruce MC. Lymphadenopathy. Dalam: kliegman
RM, Stanton BF, schor NF, geme II JW, Behrman RE. nelson textbook of
pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier saunders; 2011. H. 1724
21. Patridge E, Steele RW. Lymphadenitis [Internet]. New York: Medscape;
2019 Available from: https://emedicine.medscape.com/article/960858-
overview Diakses pada 2 Agustus 2020
22. Subuh M. Waworuntu W. Petunjuk Teknis Manajemen dan Tatalaksana
TB Anak. Kementrian Kesehatan RI. 2016. 23
23. Abba AA, Khalil MZ. Clinical approach to lymphadenopathy. Annals of
Negerian Medicine 2012;6:11-7.
24. Sahai S. Lymphadenopathy. Pediatric in Review 2013;34(5):216-27.
21