Anda di halaman 1dari 6

PATOGENESIS & PATIFISIOLOGI GINGIVOSTOMATITIS

I. GINGIVITIS
1. Patogenesis
Patogenesis dapat diartikan sebagai proses terjadinya penyakit dari tahap
awal sampai akhir. Tahapan patogenesis penyakit pada penyakit periodontal
berupa inflamasi kronis.
a. Interaksi pejamu bakteri pada daerah subgingiva
Secara normal daerah subgingiva dan permukaan gigi yang
berdekatan dihuni oleh bakteri dalam jumlah dan jenis yang bervariasi
dan membentuk plak bakteri/plak gigi (bakterial plague/dental plague).
Beberapa menit setelah terdepositnya partikel, partikel akan terpopulasi
dengan bakteri. Bakteri dapat terdeposit langsung pada email, tetapi
biasanya bakteri melekat terlebih dahulu pada partikel dan agen bakteri
dapat menyelubungi glikoprotein saliva.
Plak bakteri dalam jumlah sedikit dapat ditolerir oleh pejamu
(host) tanpa menimbulkan penyakit. Hal ini disebabkan adanya
keseimbangan antara serangan bakteri plak dengan mekanisme
pertahanan pejamu. Apabila bakteri tertentu dari plak bertambah
jumlah dan menghasilkan faktor-faktor virulensi, keseimbangan
tersebut akan terganggu dengan akibat timbulnya penyakit. Penyakit
dapat pula timbul akibat menurunnya mekanisme pertahanan pejamu.
b. Mekanisme pertahanan periodonsium
Pertahanan periodonsium dibangun oleh berbagai faktor seperti
integritas permukaan, saliva, cairan sulkus gingiva dan leukosit pada
daerah dentogingival, yang dikelompokkan sebagai mekanisme
protektif non spesifik dan sistem imunitas yang merupakan mekanisme
protektif spesifik.
c. Stadium awal respon pejamu
Pejamu akan memberikan respon terhadap penumpukkan bakteri
atau produk-produknya di dalam sulkus gingiva. Reaksi inflamasi akut
ini berupa respon vaskular dan respon seluler.
d. Mekanisme timbulnya gingivitis dan periodontitis
Gingivitis dan periodontitis, merupakan bagian terbesar dari
penyakit yang melibatkan periodonsium, merupakan infeksi bakterial
kronis. Bentuk dan perluasannya dipengaruhi oleh interaksi pejamu
bakteri. Bakteri patogen periodontal dapat menimbulkan penyakit
secara langsung maupun secara tidak langsung.
Patogenesis penyakit periodontal berupa inflamasi kronis
(gingivitis dan periodontitis) terjadi dalam empat tahapan yaitu lesi
inisial (initial lesion), lesi awal (early lesion), lesi mantap
(esthabilished lesion) dan lesi lanjut (advanced lesion), ketiga lesi
pertama adalah tahapan gingivitis, sedangkan lesi lanjut yang disebut
juga sebagai fase distribusi periodontal (phase of periodontal break
down) adalah tahapan periodontitis.

2. Manifestasi Klinis
Ciri-ciri gingivitis mencakup pendarahan, perubahan warna, perubahan
konsistensi, perubahan tekstur permukaan, pembentukan konftu/bentuk,
perubahan saku gusi, resesi gingiva, halitosis dan rasa sakit.
a. Perdarahan
Perdarahan gingiva bisa terjadi secara spontan atau karena
trauma mekanis, misalnya sewaktu menyikat gigi. Terjadinya
pendarahan gingiva pada waktu probing merupakan tanda klinis
gingivitis yang penting. Pendarahan ini mudah terjadi karena
inflamasi kronis menyebabkan penipisan dan ulserasi epitel sulkus,
dan pembuluh darah yang penuh berisi darah menjadi rapuh dan
terdesak oleh cairan dan sel radang sehingga berada lebih dekat ke
permukaan epitel sulkus.
b. Perubahan warna
Perubahan warna gingiva biasanya bermula pada papila
interdental dan gingiva bebas. Bila inflamasi bertambah parah
terjadi perubahan warna pada gingiva cekat Akibat inflamasi
kronis warna gingiva yang normainya merah jambu akan berubah
menjadi sedikit merah sampai merah tua karena terjadinya
proliferasi vaskular dan berkurangnya keratinisasi akibat
terhimpitnya epitel oleh jaringan yang terinflamasi. Terjadinya
stasis venous menyebabkan warna gingiva menjadi merah kebiru-
biruan sampai biru, apabila vaskularisasi bericurang (berkaitan
dengan terjadinya fibrosis atau proses reparatif) warna gingiva
terlihat pueat atau hampir menyerupai warna normal.
c. Perubahan Konsistensi
Pada tahap awal konsistensi gingiva belum mengalami
perubahan. Konsistensi gingiva kemudian dapat berubah menjadi
lunak dan menggembung, serta berlekuk apabila ditekan. Hal ini
adalah akibat jaringan ikat gingiva diinfiltrasi oleh cairan dan sel-
sel eksudai inflamasi. Dalam tahap lanjut konsistensinya menjadi
sangat lunak dan rapuh yang mudah koyak apabila diprobing,
Konsistensi yang demikian disebabkan karena degenerasi jaringan
ikat dan epitel gingiva. Bila inflamasi kronis berlangsung lama
terjadi fibrosis dan proliferasi epitel sehingga konsistensi gingiva
menjadi kaku seperti kulit.
d. Perubahan tekstur permukaan
Perubahan tekstur permukaan yang sering terlihat adalah
hilangnya tekstur seperti kulit jeruk, dan berubah menjadi licin dan
berkilat karena perubahan histopatologis yang terjadi didominasi
oleh eksudasi. Tekstur yang demikian terjadi pada gingiva yang
berkonsistensi lunak. Perubahan histopatologisnya didominasi oleh
fibrosis, tekstur permukaannya adalah bernodul-nodul.
e. Perubahan kontur/bentuk
Perubahan kontur gingiva pada gingivitis umumnya berkaitan
dengan terjadinya pembesaran gingiva (gingival enlargement),
meskipun pembesaran gingiva ini juga bisa disebabkan oleh sebab-
sebab lain sebagaimana biasanya akibat pembesaran gingiva ini
tepi giginya membulat dan papila interdental menjadi tumpul.
f. Perubahan saku gusi
Pada gingivitis terjadi pembentukan saku gusi (gingival
pseudo pocket) yaitu sulkus gingiva yang dinding jaringan
lunaknya terinflamasi tanpa adanya migrasi epitel saku ke apikal.
Perbedaan saku gusi dengan sulkus gingiva adalah pada saku gusi
terdapat tanda-tanda inflamasi gingiva. Kedalamannya bisa tetap,
tetapi bisa juga bertambah apabila terjadi pembesaran gingiva atau
naiknya tepi gingiva ke koronal.
g. Resesi
Resesi adalah tersingkapnya permukaan akar gigi akibat
bergesernya posisi gingiva ke apikal, bisa terjadi pada gingiva
yang terinflamasi apabila gingivanya tipis terutama bila gingiva
cekatnya inadequate
h. Halitosis
Halitosis atau nafas yang terasa bau sering dikeluhkan
penderita gingivitis, dan keluhan inilah yang sering menjadi alasan
bagi pasien untuk meminta perawatan. Penyebabnya adalah sisa
makanan yang tertinggal, dan eksudat radang. Halitosis yang
disebabkan oleh gingivitis harus dibedakan dengan yang
disebabkan oleh sebab-sebab lain seperti kelainan pada saluran
pernafasan dan pencernaan dan penyakit-penyakit metabolisme
seperti diabetes melitus dan uremia.
i. Nyeri Sakit
Nyeri sakit jarang menyertai gingivitis pada tahap awal, kalaii
terjadi eksaserbasi akut, gingiva terasa nyeri waktu menyikat gigi
karena penderita menyikat giginya hanya dengan tekanan yang
lebih ringan dan lebih jarang menyikat gigi, sehingga plak lebih
banyak menumpuk dan kondisi penyakit bertambah parah.

II. STOMATITIS
1. Patogenesis
Etiologi dan patogenesis dari stomatitis belum diketahui pasti. Ulser pada
stomatits bukan karena satu faktor saja tetapi terjadi dalam lingkungan yang
memungkinkannya berkembang menjadi user. Faktro-faktor ini teridiri dari
taruma, stres, hormonal, genetik, merokok, alergi, dan infeksi mikroorganisme
atau faktor imunologi. Perlu dipertimbangkan faktor-faktor tersebut apabila
menjumpai pasien dengan keluhan stomatitis berulang.
Tidak ada teori yang seragam tentang adanya imunopatogenesis dari
stomatitis, adanya disregulasi imun dapat memegang peranan terjadinya
stomatitis. Salah satu penelitian mengungkapkan bahwa adanya respon imun
yang diperantarai sel secara berlebihan pada pasien stomatitis sehingga
menyebabkan ulserasi lokal pada mukossa. Respon imun itu berupa aksi
sitotoksin dari limfosit dan monosit pada mukosa mulut dimana pemicunya
belum diketahui.
Beberapa kelompok bakteri dan virus diduga sebagai penyebab stomatitis
tetapi sampai sekarang belum terbukti dengan benar. Streptococcus diduga
sangat berpengaruh dalam patogenesis stomatitis baik secara langsung maupun
melalui stimulus antigen yang mungkin melakukan reaksi silang dengan
mukosa mulut, tetapi penelitian menunjukkan bahwa limfosit merespon
Streptococcus sanguis dan Streptococcus mitis pada pasien stomatitis tidak
berbeda dengan kelompok kontrol. Beberapa penelitian telah dilaporkan
bawha tidak ada bukti yang mendukung teori virus sebagai penyebab
stomatitis.
a. Genetik
Faktor ini dianggap mempunyai peranan yang sangat besar
pada pasien yang menderita stomatits. Faktor genetik stomatitis
diduga berhubungan dengan peningkatan jumlah human leucocyte
antigen (HLA), namun beberapa ahli masih menolak hal tersebut.
HLA menyerang sel-sel melalui mekanisme sitotoksik dengan
jalan mengaktifkan sel mononukleus ke epitelium. Pasien dengan
riwayat keluarga stomatitis akan menderita stomatitis sejak usia
muda dan lebih berat dibandingkan pasien tanpa riwayat keluarga
stomatitis.
b. Trauma
Ulser dapat terbentuk pada daerah bekas terjadinya luka
penetrasi akibat trauma. Umumnya ulser terjadi karena tergigit saat
berbicara, kebiasaan buruk, atau saat mengunyah, akibat
perawatan gigi, makanan atau minuman yang terlalu panas.
Trauma bukan merupakan faktor yang berhubungan dengan
stomatitis tetapi trauma dipertimbangkan sebagai faktor
pendukung.
c. Alergi
Alergi adalah respon imun spesifik yang tidak diinginkan
terhdap alergen tertentu. A;ergi merupakan suatu reaksi antigen
dan antibodi. Stomatitis dapat terjadi karena sensitifitas jaringan
mulut terhadap beberapa bahan pokok yang ada dalam pasta gigi,
obat kumur, lipstik atau permen karet, dan bahan gigi palsu atau
tambahan serta bahan makanan. Setelah berkontak dengan
beberapa alergen, mukosa akan meradang dan edematous. Gejala
ini disertai dengan rasa panas, kadang-kadang timbul gaal-gatal,
dapat juga berbentuk vesikel kecil, tetapi sifatnya sementara dan
akan pecah membentuk daerah erosi kecil dan ulser yang
kemudian akan berkembang menjadi stomatitis.
d. Stres
Stres merupakan respon tubuh dalam menyesuaikan diri
terhadap perubahan lingkungan yang terjadi terus-menerus yang
berpengaruh terhadap fisik dan emosi. Stres dinyatakan merupakan
salah satu faktor yang berperan secara tidak langsung terhadap
ulser stomatitis ini. Aktifnya hormon glukokortikoid pada orang
yang mengalami stres dapat menyebabkan meningkatnya
katabolisme protein sehingga sintesis protein menurun. Akibatnya
metabolisme sel terganggu sehingga rentan terhadap rangsangan
atau mudah terjadi ulser.
e. Hormonal
Perubahan hormonal yang terjadi delama kehamilan terutama
meliputi konsentrasi hormon seks yaitu progesteron dan estrogen.
Pada awal kehamilan, terjadi penignkatan hormon hCG dari sel-sel
trofoblas. Juga terdapat perubahan dari korpus luteum menjadi
korpus luteum gravidarum yang memproduksi estrogen dan
progesteron.
Peningkatan kadar hormon pada darah dan saliva dapat
mempengaruhi jaringan periodontal dan memicu inflamasi.
Reseptor estrogen dan progesteron terdapat pada basal dan stratum
spinosum epitel, juga pada jaringan ikat. Tetapi perlu diingat
bahwa kehamilan bukan merupakan penyebab timbulnya penyakit
periodontal tetapi dapat memperburuk kondisi yang sudah ada.
Oral hygiene yang baik dapat membantu mencegah atau
mengurangi reaksi hormonal tersebut.
Perubahan fisiologis pada rongga mulut selama kehamilan
meliputi gingivitis, hiperplasia gingiva, granuloma pyogenik dan
perubahan pada saliva. Gingivitis merupakan manifestasi oral yang
paling sering terjadi. Gingivitis kehamilan umumnya mulai
tampak pada bulan kedua kehamilan dan mencapai puncak
keparahan pada trimester tiga kehamilan. Gingivitis kehamilan
sering menyerang marginal gingiva terutama di bagian anterior dan
papila interdental, memberikan gambaran berwarna merah terang
sampai merah kebiruan, oedematous, permukaan licin dan
mengkilat, kekenyalan berkurang, mudah koyak dan berdarah.
Perubahan saliva yang utama meliputi aliran curah saliva,
komposisi, pH, dan level hormon. Perubahan komposisi saliva
meliputi penurunan kadar natrium dan penurunan pH saliva
sementara konsentrasi kalsium, kadar protein total dan level
estrogen mengalami peningkatan. Estrogen saliva tersebut dapat
meningkatkan proliferasi dan deskuamasi mukosa oral juga
meningkatkan level cairan cervicular sub-gingival.

2. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis SAR penting untuk diketahui karena tidak ada metode
diagnosa laboratoriam spesifik yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosa SAR. SAR diawali gejala prodormal yang digambarkan dengan rasa
sakit dan terbakar selama 24-48 jam sebelum terjadi ulser. Ulser ini
menyakitkan, berbatas jelas, dangkal, bulat atau oval, tertutup selaput
pseudomembran kuning keabu-abuan, dan dikelilingi pinggiran yang
eritematus dan dapat bertahan untuk beberapa hari atau bulan.
Tahap perkembangan SAR dibagi kepada 4 tahap yaitu:
a. Tahap premonitori, terjadi pada 24 jam pertama perkembangan lesi
SAR. Pada waktu prodromal, pasien akan merasakan sensasi mulut
terbakar pada tempat dimana lesi akan muncul. Secara
mikroskopis sel-sel mononuklear akan menginfeksi epitelium, dan
edema akan mulai berkembang.
b. Tahap pre-ulserasi, terjadi pada 18-72 jam pertama perkembangan
lesiSAR. Pada tahap ini, makula dan papula akan berkembang
dengan tepi eritematus. Intensitas rasa nyeri akan meningkat
sewaktu tahap pre-ulserasi ini.
c. Tahap ulseratif akan berlanjut selama beberapa hari hingga 2
minggu. Pada tahap ini papula-papula akan berulserasi dan ulser
itu akan diselaputi oleh lapisan fibromembranous yang akan
diikuti oleh intensitas nyeri yang berkurang.
d. Tahap penyembuhan, terjadi pada hari ke - 4 hingga 35. Ulser
tersebut akan ditutupi oleh epitelium. Penyembuhan luka terjadi
dan sering tidak meninggalkan jaringan parut dimana lesi SAR
pernah muncul. Semua lesi SAR menyembuh dan lesi baru
berkembang.

DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Siti. 2007. Plak Gigi Sumber Penyakit Gigi dan Mulut. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai