Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Sitologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sel. Telah ditemukan bahwa
pada pemeriksaan sitologi, sel yang diperiksa dapat berasal dari exfoliasi sel yang
spontan sebagai hasil dari pertumbuhan yang terus-menerus sel permukaan, dimana
sel-sel yang paling atas selalu terlepas untuk diganti dengan sel yang lebih muda.
Exfoliasi sel yang terjadi spontan dapat kita temukan misalnya pada urine, dahak,
cairan ascites dan cairan vagina. Sel-sel tersebut akan mengalami degenerasi bila
tidak segera difiksasi. Pada saat terlepas dari jaringan, sel-sel tesebut terlepas pula
dari tekanan sekelilingnya, hingga akan mengambil bentuk tertentu yang khas, yang
dapat sangat berbeda dari bentu semula sewaktu masih berada dalam jaringan.

Bermula dari sitologi eksfoliatif yang dipelopori oleh Papanicolau (1946)


untuk mendeteksi kanker dini leher Rahim dan adanya kemiripan susunan sel
mukosa mulut secara mikroskopik, maka teknik sitologi eksfolatif dapat diterapkan
untuk membantu menengakkan diagnosis lesi-lesi mulut yang secara klinik
memberikan gambaran yang serupa satu sama lain. Ilmu ini relatif masih baru dan
banyak dipengaruhi oleh karya George N. Papaniculau yang dianggap sebagai
bapak sitologi. Pada masa kini sitologi telah dipergunakan secara luas di negara-
negara maju, sering kali dipergunakan untuk pemeriksaan masal (mass screning),
terutama untuk diagnosa dini kanker mulut rahim. Pemeriksaan ini terkenal dengan
nama pemeriksaan vaginal smear atau Pap test.

Pada pemeriksaan kanker dini leher rahim, Papanicolau menemukan adanya


sel basal, sel para basal, sel intermediet dan sel superfisial. Ternyata gambaran
mikroskopik sel-sel mukosa mulut normal serupa dengan sel-sel tersebut. Alasan
tersebut memungkinkan diterapkannya sitologi eksfoliatif dalam bidang
Kedokteran Gigi untuk mengevaluasi berbagai lesi mulut yang dicurigai suatu
keganasan. Walaupun tekniknya sederhana, namun ketepatan diagnostik sitologi
eksfoliatif mencapai 80-90%. Akan tetapi hasil yang akurat sangat bergantung pada
pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan klinisi dalam mendapatkan spesimen
yang representatif. Oleh karena itu hasil akhirnya tidak dapat digunakan sebagai
diagnosis akhir. Dalam menegakkan diagnosa akhir akan sangat bijaksana bila
1
dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan klinik dan histopatologik.2

Sitologi mempunyai arti penting untuk :

1. Diagnosa kelainan patologi tertentu dari organ tubuh, terutama keganasan,


yang terpenting adalah diagnosa dini dari kanker, yang klinis tidak
menimbulkan gejala.
2. Pengaruh hormon ataupun kelainan hormonal dari genetalia wanita.
3. Pemeriksaan sex chromatin.

Rongga mulut yang sehat ditandai dengan adanya keseimbangan ekologi


yang ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya, komponen seluler, humoral serta
flora normal. Komponen sitologi termasuk epitel mukosa, jaringan ikat, dan
leukosit. Berbagai keadaan dapat mempengaruhi keseimbangan dan komposisi
flora rongga mulut. Apabila sistem kekebalan tubuh seseorang menurun, bakteri
yang normalnya ada di dalam rongga mulut dapat berubah menjadi bakteri patogen
yang menyebabkan infeksi, dan infeksi rongga mulut dapat menyebar dan
menimbulkan penyakit sitemik. 3

Sel-sel dapat terdeskuamasi dengan dua cara, yaitu secara alami dan
secara buatan (biopsi permukaan/surface biopsy). Sel yang terdeskuamasi secara
fisiologis atau mengalami turnover akan memperlihatkan gambaran normal
dari penuaan dan memperlihatkan perubahan patologis jika terjadi
penyakit. Sampel dari sel yang terdeskuamasi secara fisiologis dapat
ditemukan pada cairan tubuh dan dikeluarkan melalui aspirasi, misalnya sel
mesotelial pada efusi pleura yang diambil dari cairan pleura, yang biasanya
diambil sampelnya dengan metode pencucian (wash). Sel epitel rongga mulut
yang terdeskuamasi secara fisiologis pun dapat ditemukan di permukaan gigi.

Eksfoliasi artifisial terjadi jika permukaan mukosa dikerok dan sel-sel yang
masih kontak dengan jaringan terambil sebelum waktu deskuamasi
fisiologisnya. Metodenya antara lain dengan kerokan (scrap), sikatan (brush),
4
dan usapan (swab).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI

Sitopatologi eksfoliatif adalah cabang ilmu patologi yang mempelajari


morfologi sel terdeskuamasi baik yang normal maupun yang berubah karena
proses patologis. Secara fisiologis, sel-sel terutama yang berasal dari jaringan
labil terus menerus terdeskuamasi karena jaringan tubuh terus mengalami
pembaruan. Tingkat deskuamasi yang terjadi tergantung pada jenis dan lokasi
jaringan, fungsi, kapasitas metabolismenya, dan keadaan patologis. Karena
sifat sel inilah sitopatologi eksfoliatif dapat dilakukan.

Sitologi eksfoliatif adalah ilmu yang mempelajari sel secara mikroskopik,


baik sel normal maupun sel abnormal. Sel yang diperiksa didapat dengan mengorek
epitel atau selaput lender permukaan tubuh melakukan aspirasi cairan tubuh atau
pelepasan spontan sel yang mengalami deskuamasi. Sitologi eksfoliatif bertujuan
untuk melihat keadaan sel terdeskuamasi. Secara fisiologis, sel-sel permukaan terus
menerus terdeskuamasi karena jaringan tubuh terus mengalami pembaruan.
Sitologi eksfoliatif dapat dilakukan di jaringan lunak rongga mulut seperti mukosa
bukal, gingiva, labial dan lidah.

Pengerokan dalam sitologi eksfoliatif dapat dilakukan secara tegas maupun


halus, tergantung pada tempat yang akan diambil sediaannya. Penyikatan
dengan menggunakan cytobrush atau dengan sikat gigi steril diketahui
merupakan cara yang paling baik untuk mengambil sel-sel mukosa oral.
2. INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI EKSFOLIATIF SITOLOGI

Pada mukosa mulut dapat ditemukan bermacam-macam penyakit mulut yang


secara klinik serupa, namun ternyata hanya beberapa penyakit yang memenuhi
kriteria untuk dapat dilakukan tindakan sitologi eksfoliatif. Lesi-lesi tersebut adalah
lesi-lesi merah (eritroplakia), lesi-lesi vesikular, dan lesi-lesi yang dapat dikerok.
Ketiga lesi tersebut mencerminkan gambaran klinik dari lesi kanker atau displasia
prekanker, herpes dan kadidiasis. Sediaan apus mulut yang diambil dari lesi merah
dapat menyingkirkan displasia atau kanker, dari lesi vesikular (‘blister’) dapat
menyingkirkan herpes, dan dari lesi putih dapat menyingkirkan adanya jamur. Dan
terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan indikasi serta kontra indikasi
dilakukannya eksfoliatif sitologi.

Indikasi sitologi eksfoliatif adalah sebagai berikut :

1. Bila lesi yang dicurigai tidak dianggap berbahaya atau merusak, misalnya:
tidak menimbulkan dugaan kanker atau memerlukan tindakan biopsi.
2. Bila lesi menetap 12 – 14 hari.
3. Bila lesi merah sangat luas atau cukup banyak sehingga tidak memungkinkan
dilakukan tindakan biopsi.
4. Bila lesi terletak di daerah yang sukar dilakukan operasi, misalnya : di belakang
faring.
5. Bila diduga lesi herpes atau kandidiasis.
6. Sebagai pemeriksaan lanjutan untuk deteksi rekurensi kanker.

Sedangkan kontra indikasi meliputi keadaan – keadaan :


1. Lesi yang dicurigai jelas menunjukkan kanker yang memerlukan tindakan
biopsi.
2. Bila pasien tidak dapat diharapkan kehadirannya yang berikutnya untuk
pemeriksaan lanjutan.
3. Lesi submukosa dimana ada perubahan patologik dibawah epitel permukaan
yang normal.
4. Lesi yang kering atau berkrusta seperti yang tampak pada bibir.
5. Lesi putih yang tidak dapat dikerok.5
3. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN SITOLOGI EKSFOLIATIF

Kelebihan dari sitopatologi eksfoliatif diantaranya: metode ini lebih mudah


dan cepat untuk diagnosis penunjang dibandingkan histopatologi. Dari hasil
penelitian oleh Navone dkk tahun 2004 didapatkan bahwa pemeriksaan sitopatologi
dapat meningkatkan keakuratan pemeriksaan histopatologi di rongga mulut untuk
lesi-lesi jinak dan menjadi sarana screening untuk menentukan lesi-lesi ganas.
Dibandingkan eksisi atau insisi biopsi, proses pengambilan sediaan sitopatologi
secara eksfoliasi tidak menimbulkan luka atau jejas yang besar, karena luka yang
besar akan menyulitkan evaluasi progresivitas penyakit. Metode ini juga dapat
mengambil permukaan yang lebih luas dibandingkan insisi atau eksisi terhadap lesi
di permukaan mukosa. Struktur Sel terkadang dapat dilihat lebih jelas dibanding
histopatologis karena pengerutan minimal, dan suatu sel dapat dilihat secara tiga
dimensi. Selain itu teknik ini juga dapat diwarnai dengan pewarnaan
imunositokimia.

Sitopatologi eksfoliatif juga memiliki beberapa kekurangan yang harus


diperhatikan yaitu perubahan morfologis satu sel tidak bisa dibandingkan dengan
sel yang disebelahnya karena pada saat pengambilan sel, jaringan akan terpisah.
Kekurangan lainnya, jika sel yang terambil tidak mencukupi, diagnosis harus tetap
dikonfirmasi dengan histopatologisnya. Karena gambaran sel manusia secara
umum memiliki kemiripan, jaringan (asal sel) terkadang tidak diketahui jika data
tidak lengkap atau pada metode washing. Akibat hal ini juga interrelasi dan susunan
sel terkadang tidak diketahui. Pengambilan sampel pada lebih dari satu organ dapat
menyebabkan sel yang bertetangga pada suatu sediaan dapat berasal dari organ lain
dan hubungan antara sel dengan stroma yang menghubungkannya tidak dapat
diketahui. Karena jumlah sel yang tereksfoliasi tidak berhubungan dengan besar
lesi, ukuran lesi tidak dapat dilihat dari gambaran sitologis. Dibandingkan dengan
pengambilan eksisi luas, tipe lesi (lesi in situ, invasi awal, adenokarsinoma atau
sarkoma) lebih sulit ditentukan dengan sitologi saja.
Kelebihan Pemeriksaan Sitologi

 Mudah
 Murah
 Cepat
 Sederhana
 Pendarahan sedikit, bahkan tanpa rasa nyeri.
 Dapat dilakukan pada beberapa pasien dalam waktu singkat.
 Dapat dilakukan sebagai tindakan massal.
 Untuk screening lesi yang derajat keganasannya tinggiàtidak menimbulkan
stimulasi metastase.
 Efektif untuk diagnosis tumor saluran pencernaan, paru, saluran air kemih, dan
lambung.
 Dapat memberikan hasil positif meskipun pada pemeriksaan langsung dan
palpasi tidak menunjukkan kelainan. Karsinoma dapat terdiagnosis meskipun
masih dalam stadium in situ.
Kekurangan Pemeriksaan Sitologi

 Diagnosa sitologi hanya berdasar perubahan sitoplasma dan inti sel


 Perubahan yang terjadi harus dipastikan bukan akibat kesalahan teknis
 Hanya dapat untuk mendeteksi lesi yang letaknya di permukaan mukosa mulut
 Hanya untuk lesi yang yang tidak tertutup keratin tebal
 Tidak efektif untuk digunakan pada lesi nonulseratif dan hiperkeratotik karena
sel-sel abnormal masih tertutup oleh lapisan keratin
 Hasil pemeriksaan sitologi yang mengindikasikan keganasan masih perlu
dikonfirmasi dengan biopsi
 Sering kali bahan yang terambil tidak representatif
Diagnosa sitologi sering lebih sukar daripada diagnosa histologi, oleh karena
diagnosa sitologik hanya berdasar pada keainan-kelainan dari sitoplasma dan inti
dan perubahan-perubahan ini hanya akan berarti bila kelainan-kelainan tersebut
dapat dipastikan tidak disebabkan oleh kesalahan teknis. Untuk mendapatkan hasil
yang memuaskan pada pemeriksaan sitologi perlu adnya kerja sama yang baik
antara : pengirim bahan (dokter umum atau spesiali klinis dengan ahli sitologi).67

4. TEKNIK PENGAMBILAN DAN PEMBUATAN SEDIAAN DENGAN


METODE BRUSHING

Untuk mendapatkan diagnosis sitologi yang akurat perlu ditunjang oleh data-
data klinik pasien yang lengkap seperti: nama, umur, jenis kelamin, riwayat
penyakit, tanggal, deskripsi lesi dan diagnosis klinik, dan informasi lain yang
diperlukan sebagai pedoman ahli sitologi dalam melakukan interpretasi lesi pada
pemeriksaan mikroskopis.

Sebelum melakukan pengambilan/pengerokan epitel, objek glass diberi label


yang berisi nama pasien, tanggal pengambilan spesimen dan lokasi lesi serta
diagnosis klinik. Lesi yang akan dikerok diberi larutan disinfektan. Apabila lesi
ditutup oleh debris atau jaringan nekrotik, maka harus dibersihkan terlebih dahulu
dengan kapas yang dibasahi oleh larutan garam fisiologis.

Bahan dan alat yang harus disiapkan dalam pengambilan sampel dengan
metode brushing adalah sikat yang dapat dimasukkan ke rongga mulut, objek glass,
pensil kaca, dan alkohol 96% untuk fiksasi. Antiseptik oral seperti povidone iodine
solution atau chlorhexidine dapat disiapkan untuk sterilisasi sesudah pengambilan
sampel. Untuk pembuatan sediaan, diperlukan bahan pewarnaan Papanicolaou,
entelan dan cover glass. Pengambilan sediaan dilakukan dengan mengerok atau
menyikat mukosa yang akan diambil sampelnya. Dengan metode brushing,
penyikatan mukosa dapat dilakukan menggunakan cytobrush atau sikat gigi yang
telah disterilisasi dengan merendamnya dalam cairan Chlorhexidine 0,2%. Teknik
penyikatan juga dilakukan secara berulang dan dengan arah yang sama. Setelah
dilakukan pengambilan sampel, sikat diapus pada objek glass yang sudah bersih
dan sudah ditandai terlebih dahulu dengan nomor pasien atau regio pengambilan
sampel di rongga mulut.

Objek glass yang sudah diapus harus segera dimasukkan ke larutan fiksasi
dan tidak boleh dikeringkan untuk mencegah pembusukan spesimen, perubahan sel,
dan kontaminasi. Bahan fiksasi untuk pewrnaan rutin yaitu alkohol 96%. Fiksasi
juga berguna untuk mengkondisikan struktur sel agar dapat diwarna. Fiksasi
dilakukan minimal selama 20-30 menit. Perendaman di larutan yang dilakukan
kurang dari 20 menit akan menyebabkan sampel mudah lepas dari objek glass.
Preparat yang sudah difiksasi kemudian dikeluarkan dari alkohol dan dibilas
dengan air bersih.

Setelah spesimen kering dapat segera dikirim ke laboratorium


patologi/sitologi untuk dipulas dengan pulasan Papanicolaou atau PAS dan
diperiksa oleh ahli sitologi.

Sebelum dikirim ke laboratorium sitologi, untuk mencegah terjadinya


kerusakan maka objek glass harus ditutup dengan objek glass lain dan diantaranya
dipisahkan oleh penjepit kertas. Kemudian dibungkus dengan plastik atau lambaran
tipis aluminium dan masukkan dalam sampul surat atau tabung khusus. Pengiriman
spesimen ke laboratorium patologi disertai dengan data-data klinik pasien yang
lengkap, deskripsi lesi, dan informasi lain yang diperlukan untuk pedoman ahli
sitologi dalam melakukan interpretasi mikroskopik.

Gambar 1. Teknik Brushing


BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
1. KESIMPULAN

Diagnosa kelainan patologi tertentu dari organ tubuh, terutama keganasan,


yang terpenting adalah diagnosa dini dari kanker, yang klinis tidak menimbulkan
gejala.Diagnosa sitologi sering lebih sukar daripada diagnosa histologi, oleh karena
diagnosa sitologik hanya berdasar pada keainan-kelainan dari sitoplasma dan inti
dan perubahan-perubahan ini hanya akan berarti bila kelainan-kelainan tersebut
dapat dipastikan tidak disebabkan oleh kesalahan teknis.
Sel yang diperiksa dapat berasal dari exfoliasi sel yang spontan sebagai hasil
dari pertumbuhan yang terus-menerus sel permukaan, dimana sel-sel yang paling
atas selalu terlepas untuk diganti dengan sel yang lebih muda. Exfoliasi sel yang
terjadi spontan dapat kita temukan misalnya pada urine, dahak, cairan ascites dan
cairan vagina. Sel-sel tersebut akan mengalami degenerasi bila tidak segera
difiksasi. Pada saat terlepas dari jaringan, sel-sel tesebut terlepas pula dari tekanan
sekelilingnya, hingga akan mengambil bentuk tertentu yang khas, yang dapat sangat
berbeda dari bentu semula sewaktu masih berada dalam jaringan.
Bermula dari sitologi eksfoliatif yanguntuk mendeteksi kanker dini leher
Rahim dan adanya kemiripan susunan sel mukosa mulut secara mikroskopik, maka
teknik sitologi eksfolatif dapat diterapkan untuk membantu menengakkan diagnosis
lesi-lesi mulut yang secara klinik memberikan gambaran yang serupa satu sama
lain.Sitopatologi eksfoliatif dapat digunakan sebagai metode screening untuk lesi-
lesi jinak dan yang dicurigai keganasan pada mukosa oral. Metode ini lebih mudah,
cepat, dan tidak invasif dibandingkan pengambilan sampel histopatologis, dan
dapat digunakan sebagai pemeriksaan penunjang pada kasus-kasus lesi oral
terutama yang melibatkan jaringan epitel oral. Namun demikian ada beberapa
kekurangan yang harus diperhatikan agar metode ini dapat dilakukan secara efektif.
Pemeriksaan sitologi dilakukan dimulai dari pengambilan sampel untuk
bahan pemeriksaan, persiapan preparat, fiksasi untuk bahan pemeriksaan sitologi,
tahapan pengecatan, kemudian pemeriksaan sediaan. Walaupun tekniknya
sederhana, namun ketepatan diagnostik sitologi eksfoliatif mencapai 80-90%, dan
daripada pengetahuan dan ketrampilan klinis. Metode ini lebih mudah, cepat, dan
tidak invasif dibandingkan pengambilan sampel histopatologis, dan dapat
digunakan sebagai pemeriksaan penunjang pada kasus-kasus lesi oral terutama
yang melibatkan jaringan epitel oral. Namun demikian ada beberapa kelebihan dan
kekurangan yang harus diperhatikan berdasarkan indikasi sitologi dan mengikut
kontra indikasi yang meliputi beberapa keadaan agar metode ini dapat dilakukan
secara efektif.
2. SARAN
Sebagai analis kesehatan yang bekerja di laboratorium haruslah dapat
mengetahui serta memahami bagimana patologi sel, serta memahami pemeriksaan
secara sitologi, baik dari pengambilan, membuat sediaan, sampai pemeriksaan, agar
mendapatkan hasil yang akurat pada akhir pemeriksaan, sehingga benar-benar
dapat mengakakan diagnosa yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA

1
Prof.Dr.Mukawi, Tanwir Y. 1989. Teknik Pengelolaan Sediaan Histopatologi
dan Sitologi.Bandung:FKUI
2
Agoeng TDH, Karaton NR. Penerapan Sitologi Eksfoliatif Dalam Praktek Rutin
Dokter Gigi. Jurnal Gigi UI. Vol.3(3).1996
3
Rahmawati,Athika.Gambaran Sitologi Eksfoliatif Pada Apusan Mukosa Mulut
Murid SD Negeri 13 Sungai Buluh Batang Anai Padang Pariaman. Jurnal
Kesehatan Andalas.2018;7(2):246-252.
4
Sabirin,I.P.R. (2015). Sitopatologi Eksfoliatif Mukosa Oral sebagai Penunjang di
Kedokteran Gigi. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan,2(1),158.
5
Tjahajani A, DH, Kraton NR. [enerapan Sitologi Eksfoliatif dalam Praktek Rutin
Dokter Gigi. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia,1996;3(3):88-91.
6
Perbandingan Antara Hasil Pemeriksaan Sitologi Sikatan dan Biopsi Buta pada
Penderita Karsinoma Nasofaring.Azwar.Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Syiah
Kuala.Desember 2010.Vol.10(3).137.
7
Sitologi Eksfoliatif Mukosa Oral sebagai Pemeriksaan Penunjang di Kedokteran
Gigi. Sabrina IPR. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. Vol.2 (1). Januari 2015;157-
161.

Anda mungkin juga menyukai