Anda di halaman 1dari 8

1.

Sitologi (Mulut)
a. Definisi
Sitology berasal dari kata “cytos” yang artinya sel dan “logos” yang artinya ilmu. Jadi
arti dari sitology yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang sel. Pemeriksaan
sitology adalah prosedur cara pemeriksaan sel yang etrlepas dari tubuh dengan cara
scrabing atau kerokan

b. Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi Pemeriksaan Sitologi Mulut:

 Kasus yang diduga sebagai karsinoma epidermoid


 Kasus yang melibatkan daerah luas pada mukosa
 Lesi yang menutupi daerah multipel dari mukosa sehingga membutuhkan banyak biopsi
insisional untuk menentukan tingkat perubahan patologis
 Lesi permukaan yang telah dirawat radiasi sehingga bila dilakukan biopsi menyebabkan ulserasi
yang menetap dan osteoradionekrosis
 Pasien yang menolak biopsi atau berisiko untuk tindakan bedah
 Kasus yang tidak direncanakan untuk dilakukan biopsi
 Lesi eritematus yang penampilannya tidak berbahaya

Kontraindikasi Pemeriksaan Sitologi Mulut

 Kasus yang sudah dapat dipastikan merupakan kanker


 Lesi keratotik
 Lesi yang letaknya di dalam dan tidak berhubungan dengan permukaan mukosa
 Lesi dengan permukaan nekrosis yang luas
 Lesi yang tidak dapat atau memungkinkan untuk diperoleh spesimen yang adekuat seperti
homogenus leukoplakia
 Lesi-lesi eksofitik yang permukaannya luas, lesi submukosa, lesi pigmentasi tidak berulkus

c. Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan
metode ini lebih mudah dan cepat untuk diagnosis penunjang dibandingkan histopatologi.
• meningkatkan keakuratan pemeriksaan histopatologi di rongga mulut untuk lesi-lesi jinak
dan menjadi sarana screening untuk menentukan lesi-lesi ganas.
• Dibandingkan eksisi atau insisi biopsi, proses pengambilan sediaan sitopatologi secara
eksfoliasi tidak menimbulkan luka atau jejas yang besar, karena luka yang besar akan
menyulitkan evaluasi progresivitas penyakit.
• Metode ini juga dapat mengambil permukaan yang lebih luas dibandingkan insisi atau
eksisi terhadap lesi di permukaan mukosa.
• Struktur sel terkadang dapat dilihat lebih jelas dibanding histopatologis karena pengerutan
minimal, dan suatu sel dapat dilihat secara tiga dimensi.
• Selain itu teknik ini juga dapat diwarnai dengan pewarnaan imunositokimia
Kekurangan :
• Perubahan morfologis satu sel tidak bisa dibandingkan dengan sel yang disebelahnya
karena pada saat pengambilan sel, jaringan akan terpisah.
• Jika sel yang terambil tidak mencukupi, diagnosis harus tetap dikonfirmasi dengan
histopatologisnya. Karena gambaran sel manusia secara umum memiliki kemiripan, jaringan
(asal sel) terkadang tidak diketahui jika data tidak lengkap atau pada metode washing.
Akibat hal ini juga interrelasi dan susunan sel terkadang tidak diketahui.
• Pengambilan sampel pada lebih dari satu organ dapat menyebabkan sel yang bertetangga
pada suatu sediaan dapat berasal dari organ lain dan hubungan antara sel dengan stroma
yang menghubungkannya tidak dapat diketahui. Karena jumlah sel yang tereksfoliasi tidak
berhubungan dengan besar lesi, ukuran lesi tidak dapat dilihat dari gambaran sitologis.
Dibandingkan dengan pengambilan eksisi luas, tipe lesi (lesi in situ, invasi awal,
adenokarsinoma atau sarkoma) lebih sulit ditentukan dengan sitologi saja.

d. Teknik
1. Pengisian status pasien
Mengisi data-data klinik pasien yang lengkap seperti nama, usia, jenis kelamin, riwayat
penyakit, tanggal, deskripsi lesi, dan diagnosis klinik/diagnosis kerja, dan informasi lain yang
diperlukan sebagai pedoman ahli sitologi dalam melakukan intrepretasi lesi pada
pemeriksaan mikroskopik.
2. Persiapan terhadap lesi
Sebelum dilakukan pengerokan epitel, gelas obyek diberi label yang berisi nama penderita,
tanggal pengambilan spesimen dan spesikasi lokasi lesi serta diagnoses klinik. Lesi yang
dikerok diberi larutan desinfektan. Apabila lesi ditutupi oleh debris atau jaringan nekrotik,
maka harus dibersihkan terlebih dahulu dengan kapas yang dibasahi dengan larutan garam
fisiologis. Untuk menghindari rasa sakit dapat diberikan anastesi topikal yang disemprotkan
pada daerah lesi dan sekitarnya.
3. Pengambilan Spesimen
Alat yang diperlukan untuk pengambilan spesimen adalah alat pengerok epitel, gelas obyek,
larutan fiksasi, dan label yang akan dilekatkan pada gelas obyek.
4. Pengiriman spesimen ke laboratorium
Setelah spesimen kering dan diberi label dapat segera dikirim ke laboratorium patologi
/sitologi untuk di pulas denga pulasan pappanicolaou(PAS) dan di periksa oleh ahli sitologi.
Sebelum speimen dikirim ke laboratorium sitologi untuk mencegah kerusakan maka gelas
obyek harus ditutup dengan gelas obyek lain dan diantaranya dipisahkan oleh penjepit
kertas. Kemudian dibungkus dengan lemnaran tipis aluminium dan masukkan dalam sampul
surat atau tabung khusus. Pengiriman spesimen kelaboratorium sitologi disertai dengan
data-data klinik pasien lengkap deskripsi lesi dan informasi lain yang diperlukan untuk
pedoman ahli sitologi dalam melakukan interpretasi mikroskopik.

e. Teknik fiksasi

Fiksasi adalah usaha manusia untuk mempertahankan elemen-elemen sel atau jaringan agar
tetap pada tempatnya dan tidak mengalami perubahan bentuk maupun ukuran.
Cara fiksasi ada 2 :
1. Fiksasi langsung : Ialah fiksasi pada sediaan smear / apusan
Contoh :
✓ Pap smear
✓ FNAB yang langsung dibuat smear / apusan.
✓ Apusan endapan cairan yang sudah disentrifuge.
2. Fiksasi tidak langsung : Ialah fiksasi yang dilakukan pada bahan/cairan yang tidak segera di
buat sediaan.
Contoh : C. ascites, C.pleura dsb difiksasi dengan alkohol 50 % perbandingan
1:1,kecuali untuk sputum difiksasi dengan alkohol 70 % perbandingan 1:1.

Fiksasi dasar untuk pemeriksaan Sitologi :


a. Pewarnaan Papanicolaou
Preparat apus difiksasi langsung ke alkohol 95 % tanpa menunggu kering. Untuk
Pap smear dan FNAB minimal 15 menit, sedangkan untuk apusan cairan minimal 1
jam.
b. Pewarnaan Giemsa
Preparat apus harus benar-benar kering, kemudian difiksasi minimal 5 menit.

f. Macam macam bahan fiksasi


Bahan/larutan fiksatif yang sering digunakan dalam sitologi antara lain Alkohol ( Etanol ) dan
Metanol ( Methyl Alkohol ).
✓ Alcohol
Merupakan larutan dengan daya dehidrasi yang kuat dan menyebabkan pengerasan dan
pengerutan jaringan. Alkohol dapat mengkoagulasi protein dan.presipitasi glukogen dan
melarutkan lemak. Fungsi alkohol yang utama adalah sebagai bahan fiksasi sediaan sitologi
namun dalam keadaan terpaksa dapat digunakan sebagai fiksasi sediaan histopatologi. Hal
ini disebabkan daya tembus alkohol yang kurang baik oleh karena jaringan cepat menjadi
keras dan mengkerut sehingga sediaan sukar dipulas.
✓ Methanol
Metanol, juga dikenal sebagai metil alkohol Ia merupakan bentuk alkohol paling sederhana.
Pada "keadaan atmosfer", methanol berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak
berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan
daripada etanol). Methanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan
bakar

2. Sitodiagnosis

a. Ppp
b. Ppp
c. Klasifikasi

Hasil pemeriksaan sitologi terbagi dari 5 klas yaitu :


1. Klas I NORMAL
-Sel-sel belum mengalami perubahan / normal
-Perlu observasi
2. Klas II ATYPICAL
-Ditemukan sel-sel dengan sedikit perubahan atypia tetapi belum ada perubahan keganasan
3. Klas III INDETERMINATE
-Gambaran menunjukkan antara kanker dan bukan kanker
-Sel-sel dengan perubahan atypia lebih banyak ditemukan tetapi belum jelas adanya keganasan
-Kemungkinan lesi adalah pra kanker / Karsinoma insitu-Biopsi dianjurkan
4. Klas IV SUGGESTIVE OF CANCER
-Ditemukan sejumlah kecil sel sudah menunjukkan perubahan ganas
-Sejumlah besar sel menunjukkan perubahan kearah keganasan
-Biopsi harus dilakukan
5. Klas V POSITIVE OF CANCER
-Nampak sel-sel yang jelas ganas-Biopsi harus dilakukan
-CONCLUSIVE OF CANCER (Sudiono, Janti, 2008.)

d. kriteria keganasan
• Perubahan pada inti sel dalam ukuran (membesar)
• Bentuk (bervariasi/ pleomorfik)
• Distribusi kromatin yang tidak normal dan warna menjadi lebih gelap(hiperkromatik)
• Perbandingan inti – sitoplasma bertambah
• Dinding inti tidak teratur
• Serta anak inti lebih dari satu dan tidak teratur (sudjono, 2008)

3. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan sitologi dan tindakan lanjutnya ?

Interpretasi sitologi

Kriteria interpretasi hasil sitologi yang dapat digunakan oleh sitopatologis sebagai petunjuk akan
adanya keganasan adalah: perubahan pada inti sel dalam ukuran (membesar), bentuk (bervariasi
atau pleomorfik), distribusi kromatin yang tidak normal dan warna menjadi lebih gelap
(hiperkromatik), perban- dingan inti-sitoplasma bertambah, dinding inti tidak teratur, serta anak inti
lebih dari satu dan tidak teratur (Sudiono, 2008)

Tindakan lanjutan

Akurasi pemeriksaan sitologi dalam mendiagnosis kanker mulut sama dengan pemeriksaan
histopatologi. Diagnosis sitologi berbeda dengan biopsi, umumnya kasus dikategorikan sebagai
normal, dicurigai, atau ganas. Apabila terdapat keraguan akan hasil sitologi, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan ulang atau segera dilakukan biopsi, terutama pada kasus-kasus: secara klinis masih
tetap dicurigai sebagai suatu keganasan atau kelak akan berubah menjadi ganas hasil menunjukkan
kecurigaan akan adanya keganasan dan perlu segera ditegak- kan diagnosis yang pasti. Hasil
pemeriksaan sitologi bukanlah merupakan di- agnosis akhir, setiap kasus yang dicurigai atau
didiagnosis ganas memerlukan tindak lanjut berupa biopsi pada tempat tersebut. Pada kasus
keganasan atau dicurigai ganas, sitopatologis berkewajiban menghubungkan gambaran karakteristik
sel dengan pemeriksaan histopatologis lanjutan dan data laboratoris lainnya (Sudiono, 2008)

4. Squamous Cell Carcinoma


a. Definisi

b. Prosedur diagnosis
c. Gambaran HPA
Evaluasi histopatologis dari tingkat di mana tumor ini menyerupai jaringan induknya dan
menghasilkan produk normal (keratin) disebut gradasi. Lesi dinilai pada skala tiga poin (kelas I
sampai III). Tingkat histopatologis tumor agak terkait dengan perilaku biologisnya. Tumor yang
cukup membesar untuk menyerupai jaringan asalnya tampaknya tumbuh pada kecepatan yang
lebih lambat dan kemudian bermetastasis pada waktunya, disebut well differentiated squamous
cell carcinoma.
Tumor yang memproduksi keratin yang sedikit atau tidak ada, mungkin tidak membesar
sehingga menjadi sulit untuk mengidentifikasi jaringan asal. Tumor ini sering membesar dengan
cepat dan bermetastasis di awal perjalanannya dan disebut poorly differentiated. Tumor dengan
penampilan mikroskopis di antara kedua ekstrem ini diberi label karsinoma moderately
differentiated. Sampai batas tertentu, penilaian karsinoma sel skuamosa adalah proses
subyektif, bergantung pada area sampel tumor dan kriteria ahli patologi individu untuk evaluasi.
Stadium klinis tampaknya berkorelasi jauh lebih baik dengan prognosis daripada gradasi
mikroskopik.
d. Terapi
Sejumlah terapi modalitas saat ini tersedia untuk pengelolaan squamous cell carcinoma
dirongga mulut. Antara terapi yang paling penting meliputi eksisi bedah, terapi
radiasi,kemoterapi, atau kombinasi dari dua atau lebih dari modalitas tersebut. Pengobatan
yang digunakan tergantung pada size tumor dan lokasi, status fisik dan sosial pasien, dan
pengalaman serta keterampilan dokter.

Bedah
Bedah adalah pilihan pengobatan pertama untuk squamous cell carcinoma yang kecil. Eksisi
bedah lokal dapat digunakan untuk tumor ganas rongga mulut yang berukuran 2cm dan dapat
dikeluarkan dengan teknik transoral. Ketika mandibula terlibat, radiocurability adalah tidak
mungkin, dan reseksi tumor primer dengan teknik mandibula proksimal dan pembedahan leher
dibutuhkan. Namun, stadium lanjut squamous cell carcinoma biasanya diobati dengan program
pengobatan gabungan dari bedah, kemoterapi, dan radioterapi. Reseksi bedah karsinoma oral
dengan margin bebas tumor kurang dari 5 mm dapat diikuti dengan pertumbuhan kembali
tumor ganas dan mungkin dengan metastasis yang lebih besar, dan biasanya memerlukan
administrasi pasca-operasi kemoradioterapi.

Radioterapi
Terapi radiasi dapat diberikan untuk menyembuhkan sebagai bagian dari gabungan radiasi-
operasi dan/atau kemoterapi manajemen, atau untuk palliation. Radiasi membunuh sel dengan
berinteraksi dengan molekul air dalam sel, memproduksi molekul yang berinteraksi dengan
proses biokimia dalam sel dan menyebabkan kerusakan DNA secara langsung. Sel-sel yang
terkena mungkin mati atau tetap tidak mampu divisi. Karena potensi yang lebih besar untuk
perbaikan sel di jaringan normal dibandingkan pada sel-sel ganas dan kerentanan yang lebih
besar kepada radiasi karena fraksi pertumbuhan yang lebih tinggi dari sel tumor ganas, kelainan
jenis efek dicapai. Untuk mencapai efek terapi, terapi radiasi diberikan dalam pecahan harian
dengan merencanakan hari untuk memberi radiasi. Relatif hipoksia pusat sel-sel tumor kurang
rentan terhadap radioterapi tetapi mungkin menjadi lebih baik akibat kerana sel perifer
dipengaruhi oleh radiasi dan dengan demikian menjadi lebih rentan terhadap fraksi radiasi.
Squamous cell carcinoma biasanya adalah radiosensitif dan lesi awal dapat disembuhkan. Tumor
eksofitik dan beroksigen adalah yang lebih radiosensitif, manakala tumor invasif yang besar
dengan fraksi pertumbuhan yang kecil adalah kurang responsif. Squamous cell carcinoma yang
terbatas pada mukosa dapat disembuhkan dengan radioterapi. Namun, tumor yang menyebar
ke tulang mengurangi kemungkinan penyembuhan dengan radiasi sendirian.

Kemoterapi
Kemoterapi digunakan sebagai terapi induksi sebelum terapi lokal, kemoradioterapi simultan,
dan kemoterapi adjuvan setelah pengobatan lokal. Tujuan dari kemoterapi induksi adalah untuk
mempromosikan pengurangan tumor awal dan untuk memberikan pengobatan
micrometastases yang awal karena kontrol lokal telah meningkat dengan terapi gabungan
agresif, tetapi terjadinya kegagalan karena penyakit metastasis telah meningkat. Efek potensial
toxic dari kemoterapi termasuk mucositis, mual, muntah, dan penekanan sumsum tulang. Agen
prinsip yang telah dipelajari sendiri atau dalam kombinasi di kepala dan tumor ganas leher
adalah methotrexate, bleomycin,Taxol dan turunannya, turunan platinum (cisplati
dancarboplatin), dan 5-fluorouracil. Tanggapan tumor awal untuk kemoterapi sebelum
radioterapi dapat memprediksi respon tumor terhadap radiasi. Protokol kemoterapi dan
radioterapi sekarang adalah untuk standar perawatan bagi tahap 3 dan 4 sebagai terapi primer
dan setelah operasi untuk penyakit dengan prognostik yang buruk setelah operasi termasuk
margin dekat, dan invasi vaskular oleh tumor. Induksi kemoterapi masih belum menjadi standar
dalam protokol pengobatan. Namun, ada bukti tingkat respons yang baik, namun manfaat
kelangsungan hidup masih belum mapan. Dengan penggunaan kemoradioterapi simultan yang
lebih banyak, morbiditas terkait dengan terapi ini akan menjadi lebih jelas.

5. Biopsi
a. Definisi
Biopsi merupakan salah satu cara pemeriksaan patologi anatomi yang dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosis pasti suatu lesi khususnya yang dicurigai sebagai suatu keganasan.
Pemeriksaan patologi ini juga bermanfaat tidak hanya menegakkan diagnosis dan rencana
pengobatan tetapi juga untuk menentukan prognosis. Berasal dari bahasa latin yaitu bios:hidup
dan opsi: tampilan. Jadi secara umum biopsi adalah pengangkatan sejumlah jaringan tubuh yang
kemudian akan dikirim ke laboratorium untuk diperiksa.

Biopsi kebanyakan dlakukan untuk mengetahui adanya kanker. Pemeriksaan penunjang seperti
X-ray, CT scan ataupun ultrasound dapat dilakukan terlebih dahulu untuk mengalokasikan area
biopsi. Biopsi dapat dilakukan juga dengan proses pembedahan. Dengan demikian biopsi adalah
pemeriksaan penunjang untuk membantu diagnosa dokter bukan untuk terapi kanker kecuali
biopsi eksisional dimana selain pengambilan sampel juga mengangkat semua massa atau
kelainan yang ada.Kemajuan teknologi radiologi yang pesat dan merupakan mitra utama biopsi,
terutama pada tumor yang terletak di rongga dada dan rongga abdomen. Keberadaan
fluoroskop-TV, ultrasonogram dan CT Scan sangat bermanfaat dalam menuntun ujung jarum
sampai mencapai massa tumor. Kemajuan teknlogi laboratorium, tersedianya pewarnaan dan
ditopanng kerja sama patologist dan radiologist, sitologi biopsi dapat dilakukan lebih efektif dan
efisien.

b. Indikasi dan Kontraindikasi


Infeksi akan terjadi bila tidak memperhatikan teknik aseptik antisepsis, Perdarahan, bisa terjadi
pada lesi neoplasma karena adanya hipervaskularisasi.
Indikasi suatu tindakan Biopsi adalah sebagai berikut :
1. Lesi yang menetap lebih dari 2 minggu tanpa diketahui penyebabnya
2. Ulserasi yang menetap tidak menunjukkan tanda tanda kesembuhan sampai 3 minggu
3. Setiap penonjolan yang dicurigai sebagai suatu neoplasma
4. Lesi tulang yang tidak diidentifikasi setelah pemeriksaan klinis dan radiologis
5. Lesi hiperkeratotik yang menetap
Sedangkan Kontra Indikasi Biopsi antara lain :

1. Infeksi pada lokasi yang akan dibiopsi (relatif)


2. Gangguan faal hemostasis berat (relatif)
3. Biopsi diluar daerah yang direncanakan akan dieksisi saat operasi

c. Macam teknik
d. Teknik fiksasi
e. Bahan fiksasi
Berdasarkan kemampuannya dalam koagulasi, terdapat dua jenis bahan fiksatif yaitu
fiksatif koagulan(merkuri klorida, asam pikrat, zinc sulfat) dan fiksatif nonkoagulan
(formalin, glioksal, atau glutaraldehyde). Fiksatif koagulan dapat menyebabkan pori-pori
membran sel membesar dibandingkan dengan fiksatif non-koagulan (Jamie, et al., 2010).
Bahan fiksatif dapat mengubah komposisi dan stabilitas jaringan secara kimiawi dan fisik.
Secara kimiawi, protein sel diubah secara fungsional dan struktural dengan cara koagulasi
dan membentuk senyawa aditif baru. Senyawa tersebut terbentuk dengan cara ikatan
silang dari dua makromolekul yang berbeda, yakni cairan fiksatif dan protein sel. Hal ini
menyebabkan sel resisten terhadap gerakan air dan cairan lainnya. Akibatnya, struktur sel
menjadi stabil, baik di dalam maupun di antara sel-sel. Selain itu, kebanyakan enzim di
dalam sel menjadi terinaktivasi dan mencegah autolisis sel. Secara fisik, membran sel yang
awalnya hidrofilik, dilarutkan dengan cairan fiksatif menyebabkan pori-pori sel membesar.
Akibatnya, makromolekul dapat memasuki sel. Hal ini membantu untuk teknik setelah
fiksasi, khususnya pada proses parafinisasi dan pewarnaan dimana zat-zat tersebut akan
dapat masuk ke dalam sel dan menempel dengan mudah (Hewitson, et al., 2010; Kiernan,
2000; Jamie, et al., 2010; Ahmed, et al., 2011; Pranahendra, 2015).
Bahan fiksatif yang umum digunakan adalah Nuetral Buffered Formalin (NBF). Larutan NBF
merupakan bahan fiksasif campuran yang umum digunakan dan berfungsi sebagai bahan
pengawet dan untuk melindungi struktur fisik sel. Larutan NBF yang digunakan adalah NBF
10% dengan pH berkisar antara 6.5 – 7.5. Formula yang digunakan untuk 1 liter NBF
adalah formaldehyde (37-40%) sebanyak 100 ml dicampur dalam larutan aquadest 900 ml
yang sebelumnya telah dicampur dengan Sodium phosphate monobasic 4 gram dan
Sodium phosphate dibasic (anhydrous) 6.5 gram (Hess, 1993; Kiernan, 2000; Suntoro, 1983).
Kelebihan NBF 10% adalah memliki pH=7 (merupakan pH yang sangat baik), lebih mudah
dan dapat digunakan untuk menyimpan jaringan 1-4 hari dan dalam waktu yang
lama. Untuk kebutuhan fiksasi cepat selama 4-6 jam dapat memakai larutan
formalin-alkohol-asam asetat. Sedangkan untuk menyimpan blok jaringan segar dapat
memakai larutan formalin-sodium asetat (Miranti, 2010).
f. Bagaimana interpretasi

Anda mungkin juga menyukai