Disusun Oleh
JIHAN NABILLA P1337434318023
VIII. PEMBAHASAN :
Bahan sputum yang baik adalah sputum yang berasal dari saluran napas bawah
dengan cara membatukkan yang dalam.Bahan yang didapat dari batuk spontan
diperhatikan kualitinya dan hal ini tergantung pada letak lesi, teknik
pengeluaran sputum, waktu pengeluaran dan banyaknya bahan yang
dikeluarkan. Waktu yang
optimal untuk mengeluarkan sputum adalah pagi hari setelah bangun tidur,
penderita berkumur terlebih dulu untuk mengurangi kontaminasi oleh sisa
makanan maupun bakteri dan tidak sikat gigi. Bila sputum minimal dan setelah
diulangi tidak didapatkan spesimen adekuat dapat dibantu dengan induksi.
Bahan yang digunakan untuk induksi antara lain sulfur dioksida, larutan garam
hipertonik dan propilenglikol dengan memakai teknik inhalasi. Efek samping
prosedur inhalasi minimal antara lain pusing akibat hiperventilasi atau mual
akibat larutan garam hipertonik. Sampel sputum dapat diperoleh dengan cara
diinduksi maupun dengan dikumpulkan secara spontan. Pengumpulan sputum
tiga hari berturut-turut meningkatkan kemungkinan deteksi kanker paru.
Fiksasi cara Saccomano (50% etil alkohol dan 2% karbowax)
direkomendasikan untuk pengumpulan, trasport dan fiksasi. Sampel sputum
representatif jika terdapat makrofag alveoli maupun epitel bronkus, sebab hal
itu menunjukkan bahwa sampel didapat dari paru. Sputum adalah sekret
abnormal yang berasaldiekspektorasikan dari sistem bronkopulmoner. Sputum
bukanlah air liur saliva dan bukan pula berasal dari nasofaring. Sputum yang
dibatukkan oleh seorang pasien mengindikasikan adanya suatu proses patologis
pada sistem bronkopulmoner yang sedang berlangsung. Sputum terdiri dari
material seluler, non seluler, dan non pulmoner tergantung dari proses
patologis yang mendasarinya. Komponen seluler terdiri dari sel-sel inflamasi
atau sel darah merah dari Universitas Sumatera Utara saluran nafas, sel-sel
bronkial dan alveolar yang dieksfoliasikan, atau sel-sel keganasan dari tumor
paru. Sel-sel non pulmoner seperti sel-sel skuamosa orofaring atau sisa-sisa
makanan yang dapat menjadi bagian dari sputum apabila mengalami aspirasi
ke paru dan kemudian dibatukkan. Air merupakan komponen utama dari
sputum 90, selebihnya terdiri dari protein, enzim, karbohidrat, lemak, dan
glikoprotein. Yang dapat dievaluasi dari sputum adalah karakteristik fisiknya,
mikroorganismenya, adanya sel-sel keganasan, proses inflamasi, dan
perubahan patologis dari mukosa bronkus. Sputum dapat diperoleh secara
langsung dibatukkan atau dirangsang dengan inhalasi. Pemeriksaan sitologi
sputum merupakan satu-satunya metode non invasif yang dapat mendeteksi
keganasan paru dini yaitu lesi premaligna atau karsinoma. Inhalasi uap dapat
menggunakan beberapa cairan antara lain NaCl 3% pada suhu 37 o C. Sputum
diperiksa secara langsung dengan fiksasi alkohol 95% maupun secara
dikumpulkan dan difiksasi dengan larutan Saccomano. Pemeriksaan sputum
dengan cara invasif bisa dikerjakan dengan bilasan bronkus. rinsip pemeriksaan
sitologi sputum ialah untuk melihat perangai sel-sel yang terlepas dari suatu
lesi, baik secara spontan maupun buatan. Sputum dapat diperoleh secara
langsung dibatukkan atau dirangsang dengan inhalasi. Inhalasi uap dapat
menggunakan beberapa cairan antara lain NaCl 3% pada suhu 37o C.Sputum
bisa diperiksa secara langsung dengan fiksasi alkohol 95% maupun
dikumpulkan dan difiksasi dengan larutan Saccomano. Keuntungan
pemeriksaan langsung adalah bahan yang digunakan segar sehingga
didapatkan karakteristik morfologi sel yang lebih baik untuk
diagnostik. Kerugiannya, apusan dan fiksasi harus segera dilakukan untuk
mencegah sel mengalami lisis. Pemeriksaan sitologi sputum merupakan satu-
satunya metode non invasif yang dapat mendeteksi keganasan paru dini yaitu
lesi premaligna atau karsinoma.5 Sampel sputum dapat diperoleh dengan cara
diinduksi maupun dengan cara dikumpulkan. Pengumpulan sputum selama tiga
hari (three days pooled sputum) dapat meningkatkan kemungkinan deteksi
kanker paru. Fiksasi cara Saccomano (50% alkohol dan 2% polietilen glikol)
merupakan cara yang direkomendasikan dalam pengumpulan dan fiksasi
sampel. Keuntungan metoda Saccomano, sputum yang dikumpulkan dapat
digunakan sebagai bahan pemeriksaan penderita rawat jalan dan prosesnya
sederhana memungkinkan bahan yang diperoleh tetap segar.
IX. KESIMPULAN :
Teknik fiksasi pada sediaan sitologik pada dasarnya hampir sama dengan
sediaan jaringan. Tahap inipun sangatlah penting diketahui oleh seorang teknisi
laboratorium patologi anatomi. Pemilihan larutan fiksasi tentu tergantung dari
target diagnosis, jarak tempuh dari tempat pengambilan spesimen dengan
laboratorium sitologi hingga waktu yang diperlukan untuk mempercepat
penentuan diagnosis. Adapun jenis-jenis fiksasi yang umum digunakan di
laboratorium sitologi adalah fiksasi basah yang digunakan untuk pewarnaan
papanicolaou dan fiksasi kering untuk pewarnaan Giemsa. Namun jika jarak
pengambilan spesimen jauh dengan laboratorium sitologi (tenpat pewarnaan
dan pengamatan) maka fiksasi yang digunakan adalah fiksasi “coating”
menggunakan “spray”.
X. DAFTAR PUSTAKA :
XI. LAMPIRAN :
I. JUDUL : PEMERIKSAAN SAMPEL SITOLOGIK (CAIRAN PLEURA DAN
PAP SMEAR) DAN CARA FIKSASI
II. PRAKTIKUM KE -6
III. HARI/TANGGAL : Sabtu, 20 Februari 2021
IV. TUJUAN :
- Untuk mengetahui cara melakukan pemeriksaan sampel sitologik ( Sputum) dan
cara fiksasi
- Untuk Membantu memperkirakan keberadaan sel-sel ganas dalam spesimen
cairan sputum
V. DASAR TEORI :
Fiksasi adalah usaha manusia untuk mempertahankan elemen-elemen sel atau
jaringan agar tetap pada tempatnya dan tidak mengalami perubahan bentuk
maupun ukuran. Bahan/larutan fiksatif yang sering digunakan dalam sitologi
antara lain Alkohol ( Etanol ) dan Metanol ( Methyl Alkohol ).Layaknya spesimen
jaringan, spesimen sel pun harus melalui yang namanya fiksasi. Fiksasi spesimen
sitologi yang sempurna adalah prasyarat untuk diagnosis sitologi dengan benar.
Jika fiksasi jaringan seperti yang disebutkan pada topik di atas hanya dilakukan
dengan tahap perendaman, berbeda dengan fiksasi pada sediaan sitologik terbagi
menjadi beberapa bagian yaitu fiksasi kering, fiksasi lembab dan fiksasi basah.
Pada jenis fiksasi basah, sediaan sitologik harus direndam dalam larutan fiksasi
terpilih segera setelah pengambilan spesimen sitologi masih dalam kondisi yang
lembab. Fiksasi spesimen sitologi yang dilakukan dengan segera dilakukan guna
mencegah pengeringan dan perubahan bentuk sel akibat faktor luar. Hasil dari
fiksasi tersebut akan memungkinkan pewarnaan menjadi jelas dan tentunya
menghasilkan diagnosis yang benar. Lain halnya ketika fiksasi sitologi dilakukan
dengan teknik pengeringan, metode ini dilakukan untuk sel-sel yang relatif kuat
dari faktor lingkungan dan digunakan untuk jenis pewarnaan yang memiliki
prinsip sederhana. Idealnya fiksasi yang dilakukan pada sediaan sitologik hampir
sama kriteria dengan fiksasi yang dilakukan pada sediaan jaringan. Kriteria-
kriteria yang harus diperhatikan dalam fiksasi sediaan sitologik adalah :
a. Mempenetrasi sel dengan cepat
b. Minimal menjaga sel dari kerusakan atau kehilangan komponen sel
layaknya ketika sel masih dalam kondisi hidup.
c. Menjaga secara struktur sel maupun komponen sel (kimiawi, enzimatik,
imunologi)
d. Menghentikan proses metabolisme autolisis
e. Menghentikan pertumbuhan selular dan mikroorganisme.
f. Meningkatkan diferensiasi optik dan meningkatkan pewarnaan
struktur dan komponen sel.