Anda di halaman 1dari 20

Laporan Resmi Praktikum Uji Spesimen Klinik

Perhitungan Mikrobia dan Uji Biokimia Feses

Disusun oleh: 1. Nathalia Kalis U. 2. Dewi Andini 3. Hutri Catur S.W. 4. Siska Augusta L. 5. Marcella Indah K. (31091194) (31091197) (31091198) (31091205) (31091209)

Fakultas Bioteknologi Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta 2012

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh bakteri pathogen dapat menyerang tubuh manusia, saat system imun dalam tubuh manusia menurun yang mengakibatkan lemahnya daya tahan tubuh terhadap serangan suatu penyakit. Saat inilah bakteri yang bersifat pathogen maupun virus dan juga penyakit lainnya dapat masuk dengan mudah dan menginfeksi tubuh manusia tersebut. Jika tubuh manusai sudah terinfeksi akan ada tanda tanda vital yang ditunjukkan tubuh untuk member tanda bahwa tubuh tersebut sedang dalam proses memerangi makhluk asing yang ada didalam tubuh. Banyak cara untuk mengetahui suatu penyakit ataupun jenis bakteri yang ada didalam tubuh manusia, salah satunya dengan feses. Feses atau sisa dari metabolism tubuh manusia yang berbentuk padat juga bisa menjadi salah satu media untuk mengetahui bakteri yang ada didalam tubuh kita dan membuat kita sakit, khususnya bakteri yang ada didalam pencernaan manusia. Dengan membiakan dalam medium kemudian pemindahan ke media lain dengan masa penginkubasian tertentu akan membuat bakteri dalam tubuh khususnya pencernaan manusia mudah sekali diidentifikasi.

B. Tujuan Untuk mengetahui bakteri yang ada didalam feses probandus. Mengetahui media yang tepat dalam pertumbuhan bakteri pada feses.

BAB II DASAR TEORI

Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing orang berbeda. Keadaan sakit dapat menghindari orang-orang sesuai dengan program yang teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik untuk menggunakan fasilitas toilet yang normal ; lingkungan rumah bisa menghadirkan hambatan untuk seseorang dengan perubahan mobilitas, perubahan kebutuhan peralatan kamar mandi. Saluran gastrointestinal adalah sebuah rentetan saluran membran mukosa. Tujuan organ ini adalah untuk mengabsorpsi cairan dan nutrisi, menyiapkan makanan untuk absorpsi dan digunakan oleh sel-sel tubuh, dan merupakan tempat feses sementara. Volume dari cairan yang diabsorpsi oleh gastrointestinal banyak, membuat keseimbangan cairan sebagai fungsi utama dari sistem gastrointestinal. Pada pencernaan cairan dan makanan saluran gastrointestinal juga banyak mendapat sekresi dari organ-organ seperti kandung empedu dan pankreas. Feses (tinja) adalah produk buangan saluran pencernaan dan merupakan indikator sehat atau tidaknya kesehatan saluran pencernaan seseorang. Proses pembuangan kotoran (defekasi) dapat terjadi setiap satu atau dua hari, atau bahkan beberapa kali dalam sehari bergantung kepada kondisi kesehatan seseorang. Penyakit yang serius dapat mengganggu absorpsi dan sekresi yang normal dari saluran gastrointestinal, disebabkan karena ketidakseimbangan cairan. Faktor-faktor yang mempengaruhi defekasi: 1. Umur Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga

pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 3 tahun. Orang dewasa juga

mengalami perubahan pengalaman yang dapat mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya adalah atony (berkurangnya tonus otot yang normal) dari otototot polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus spinkter ani yang dapat berdampak pada proses defekasi. 2. Diet Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses. Makanan tertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapat mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di colon. 3. Cairan Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan memperlambat perjalanan chyme di sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan dari chyme. 4. Tonus otot Tonus perut, otot pelvik dan diafragma yang baik penting untuk defekasi. Aktivitasnya juga merangsang peristaltik yang memfasilitasi pergerakan chyme sepanjang colon. Otot-otot yang lemah sering tidak efektif pada peningkatan tekanan intraabdominal selama proses defekasi atau pada pengontrolan defekasi. Otot-otot yang lemah merupakan akibat dari berkurangnya latihan (exercise), imobilitas atau gangguan fungsi syaraf.

5. Faktor psikologi Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit-penyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi. 6. Gaya hidup Gaya hidup mempengaruhi eliminasi feses pada beberapa cara. Pelathan buang air besar pada waktu dini dapat memupuk kebiasaan defekasi pada waktu yang teratur, seperti setiap hari setelah sarapan, atau bisa juga digunakan pada pola defekasi yang ireguler. Ketersediaan dari fasilitas toilet, kegelisahan tentang bau, dan kebutuhan akan privacy juga mempengaruhi pola eliminasi feses. Klien yang berbagi satu ruangan dengan orang lain pada suatu rumah sakit mungkin tidak ingin menggunakan bedpan karena privacy dan kegelisahan akan baunya. 7. Obat obatan Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian morphin dan codein, menyebabkan konstipasi. Beberapa obat secara langsung mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-obatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan kadang-kadang digunakan untuk mengobati diare. 8. Prosedur diagnostik Prosedur diagnostik tertentu, seperti sigmoidoscopy, membutuhkan agar tidak ada makanan dan cairan setelah tengah malam sebagai persiapan pada pemeriksaan, dan sering melibatkan enema sebelum pemeriksaan. Pada tindakan ini klien biasanya tidak akan defekasi secara normal sampai ia diizinkan makan.

Barium (digunakan pada pemeriksaan radiologi) menghasilkan masalah yagn lebih jauh. Barium mengeraskan feses jika tetap berada di colon, akan mengakibatkan konstipasi dan kadang-kadang suatu impaksi. 9. Anastesi dan pembedahan Anastesi umum menyebabkan pergerakan colon yang normal menurun dengan penghambatan stimulus parasimpatik pada otot colon. Klien yang mendapat anastesi lokal akan mengalami hal seperti itu juga. Pembedahan yang langsung melibatkan intestinal dapat menyebabkan penghentian dari pergerakan intestinal sementara. Hal ini disebut paralytic ileus, suatu kondisi yang biasanya berakhir 24 48 jam. Mendengar suara usus yang mencerminkan otilitas intestinal adalah suatu hal yang penting pada manajemen keperawatan pasca bedah. 10.Nyeri Klien yang mengalami ketidaknyamanan defekasi seperti pasca bedah hemorhoid biasanya sering menekan keinginan untuk defekasi guna menghindari nyeri. Klien seperti ini akan mengalami konstipasi sebagai akibatnya. 11.Iritan Zat seperti makanan pedas, toxin baklteri dan racun dapat mengiritasi saluran intestinal dan menyebabkan diare dan sering menyebabkan flatus 12.Gangguan syaraf sensorik dan motorik Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat menurunkan stimulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisamembatasi kemampuan klien untuk merespon terhadap keinginan defekasi ketika dia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat bantuan. Akibatnya, klien bisa mengalami konstipasi. Atau seorang klien bisa mengalami fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya fungsi dari spinkter ani.

Masalah-masalah umum pada eliminasi feses: 1. Konstipasi Konstipasi berhubungan dengan jalan yang kecil, kering, kotoran yang keras, atau tidak ada lewatnya kotoran di usus untuk beberapa waktu. Ini terjadi ketika pergerakan feses melalui usus besar lambat, hal ini ditambah lagi dengan reabsorbsi cairan di usus besar. Konstipasi berhubungan dengan pengosongan kotoran yang sulit dan meningkatnya usaha atau tegangan dari otot-otot volunter pada proses defekasi. Konstipasi bisa jadi beresiko pada klien, regangan ketika BAB dapat menyebabkan stres pada abdomen atau luka pada perineum (post operasi). Ruptur merusak mereka jika tekanan cukup besar. Ditambah lagi peregangan sering bersamaan dengan tertahannya napas. Gerakan ini dapat menciptakan masalah yagn serius pada orang dengan sakit jantung, trauma otak, atau penyakit pada pernapasan. Tertahannya napas meningkatkan tekanan intratorakan dan intrakranial. Pada beberapa tingkatan, tingkatan ini dapat dikurangi jika seseorang mengeluarkan napas melalui mulut ketika regangan terjadi. 2. Impaksi feses Impaksi feses dapat didefenisikan sebagai suatu massa atau kumpulan yang mengeras, feses seperti dempul pada lipatan rektum. Impaksi terjadi pada retensi yang lama dan akumulasi dari bahan-bahan feses. Pada impaksi yagn gawat feses terkumpul dan ada di dalam colon sigmoid. Impaksi feses ditandai dengan adanya diare dan kotoran yagn tidak normal. Cairan merembes keluar feses sekeliling dari massa yang tertahan. Impaksi dapat juga dinilai dengan pemeriksaan digital pada rektum, selama impaksi massa yang mengeras sering juga dapat dipalpasi. Diare yan gbersama dengan konstipasi, termasuk gejala yang sering tetapi tidak ada keinginan untuk defekasi dan nyeri pada rektum. Hadirnya tanda-tanda umum dari terjadinya penyakit ; klien menjadi anoreksia, abdomen menjadi regang dan bisa juga terjadi muntah. Penyebab dari impaksi feses biasanya kebiasaan buan gair besar yang jarang dan konstipasi. Obat-obat tertentu juga berperan serta pada impaksi. 3. Diare Diare berhubungan dengan pengeluaran feses yang cair dan meningkatnya frekuensi dari proses defekasi. Ini adalah lawan dari konstipasi dan dampak dari

cepatnya perjalanan feses melalui usus besar. Cepatnya perjalanan chyme mengurangi waktu untuk usus besar mereabsorbsi air dan elektrolit. Sebagian orang mengeluarkan kotoran dengan frekuensi yang meningkat, tetapi bukan diare, dikatakan diare jika kotoran tidak berbentuk dan cair sekali. Pada orang dengan diare dijumpai kesulitan dan ketidakmungkinan untuk mengontrol keinginan defekasi dalam waktu yang lama. Diare dengan ancaman tidak terkontrolnya buang air besar merupakan sumber dari perhatian dan rasa malu. Sering, spasmodik dan kram abdomen yang sangat sakit berhubungan dengan diare. Kadang-kadang klien mengeluarkan darah dan lendir yang banyak ; mual dan muntah juga bisa terjadi. Pada diare persisten,secara umum bisa terjadi perluasan iritasi pada daerah anus ke daerah perineum dan bokong. Fatique, kelemahan, malaise dan berat badan yang berkuran gmerupakan dampak dari diare yang berkepanjangan. Ketika penyebab diare adalah iritasi pada saluran intestinal, diare diperkirakan sebagai mekanisme pembilasan sebagai perlindungan. Itu bisa menyebabkan hilangnya cairan dan elektrolit dalam tubuh, bagaimanapun, itu bisa berkembang menjadi sesuatu yang menakutkan dalam waktu yang singkat, terutama pada bayi dan anak kecil. 4. Fecal inkontinentia Inkontinen berhubungan dengan berkurangnya kemampuan voluntar untuk untuk mengontrol feses dan keluarnya gas melalui spinkter ani. Inkontinen bisa juga terjadi pada waktu yagn spesifik, seperti setelah makan, atau bisa juga terjadi ireguler. Fecal inkontinen secara umum berhubungan dengan terganggunya fungsi spinkter ani atau suplai syarafnya, seperti pada beberapa penyakit neuromuskular, trauma sumsum tulang belakang, dan tumor pada otot spinkter ani external. Fecal inkontinen merupakan suatu masalah distres emosional yang akhirnya dapat mengarah pada isolasi sosial. 5. Flatulence Udara atau gas di saluran gastrointestinal disebut flatus. Ada 3 sebab utama flatus : 1. Kerja dari bakteri dalam chyme di usus besar 2. Udara yang tertelan 3. Gas yang berdifusi dari pembuluh darah ke dalam intestinal Ketiga hal di atas normal, tapi 0,6 liter dari gas ini diabsorbsi ke dalam kepiler kapiler intestinal.

Flatulence adanya flatus yang banyak pada intestinal mengarah pada peregangan dan pemompaan pada intestinal. Kondisi ini disebut juga timpanites. Jumlah udara yang besar dan gas-gas lainnya juga dapat berkumpul di perut, dampaknya pada distensi gaster. Pada orang dewasa biasanya terbentuk 7-10 liter flatus pada usus besar setiap 24 jam. Gas-gas tersebut termasuk ; CO2, H2, N2. Beberapa gas yang ditelan sebagian besar dihembuskan melalui mulut dengan erutcation (bersendawa). Gas-gas yang terbentuk pada usus besar sangat sedikit diabsorbsi, melalui kapiler-kapiler intestinal ke dalam sirkulasi. Flatulence dapat terjadi pada colon, bagaimanapun bisa juga dari beragam penyebab yang lain seperti ; pembedahan abdomen, anastesi dan narkotika. Jika gas tidak dapat dikeluarkan dari anus mungkin penting untuk memasukkan sebuah rectal tube atau menyediakan suatu enema yang dapat mengalirkan kembali untuk menggerakkan gas tersebut. Penyebab umum dari flatulence dan distensi adalah konstipasi. Codein, barbiturat dan obat-obat lain yang dapat menurunkan motilitas intestinal dan tingkat kecemasan sehubungan dengan besarnya jumlah udara yang tertelan. Sebagian besar orang mempunyai pengalaman dengan flatilence dan distensi setelah memakan makanan tertentu yang mengandung gas seperti kacang buncis, kol. Distensi post operasi setelah pembedahan abdomen sering secara umum dijumpai di rumah sakit. Tipe distensi ini secara umum terjadi sekitar 3 hari post operasi dan disebabkan oleh efek dari anastesi, narkotika, perubahan diet, dan berkurangnya aktifitas. 6. Hemorhoid Hemorhoid sering juga disebut wasir, yaitu adanya pelebaran pembuluh darah vena di anus, dapat terjadi secara internal dan eksternal. Internal terjadi pada canal anus, dimana venanya berada. Eksternal hemorhoid prolapsus melalui pembukaan anus dan dapat dilihat di sana. Hemorhoid dapat terjadi dari dampak meningkatnya tekanan pada daerah anus, sering terjadi karena konstipasi kronik, peregangan selama defekasi, kehamilan dan obesitas. Beberapa hemorhoid tidak mempunyai gejala, pada lainnya dapat juga menyebabkan nyeri, gatal-gatal, dan kadang-kadang perdarahan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Alat a. Erlenmeyer b. Mikro pipet c. Cawan petri d. Tabung reaksi B. Bahan a. 10 gram feses b. Air pepton 1% C. Cara Kerja Diambil feses 10 gram Dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi 90 ml air pepton 1% dan digojog Diambil secara aseptis, seperti berikut: e. Ose f. Bunsen g. Kapas

10-1 10-2 0,1 ml sampel 1 ml sampel Dimasukkan ke medium: SSA dan CCA

10-3 diambil 1 ml sampel

Berisi 9 ml air pepton 1% Divortex Dimasukkan ke mesium SSA dan CCA

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN

Hasil Perhitungan jumlah mikrobia Jumlah koloni (CFU/ml) Medium CCA Kelompok Penyakit Warna feses Medium SSA 2,8.102 0,3.102 1,6.103 Spr 3,7 x 103 7,2.102 Enterobacter 2,21.105 0,6.102 < 101 1,7.104 4 x 103 E.coli 1,9.102 Spr 8,1.103 1,9.104 3,3 x 104 Salmonella, Shigella, Yersinia 1,9.104 0,2.102 1,08.103 Spr 2,7 x 103 2,08.105

1 2 3 4 5 6

Tipes Panas Diare Tipes dan diare Tipes Tipes dan diare

Hijau Coklat Coklat Hijau Hijau Hijau

Uji biokimia
Sampel KIA
A, Alk A, Alk A, Alk A, Alk A, Alk A, Alk

TSIA
A, Alk A, Alk Tidak tumbuh A, Alk A, Alk A, Alk

LIA

MIO

SIM

PRG

PRA

PRX

MR

VP

Urea

S. Sitrat

A B C D E F

+ + +
Lysin

+ + + + + +

+ + + + + +

+ + + + + +

+ + + + + +

+ + + + + -

+ + + + + +

+ + + +

(-) + +

Pembahasan Pada perhitungan mikrobia sample feses, didapatkan beberapa jenis feses dari probandus yang menderita suatu penyakit yang berbeda, sehingga mengakibatkan warna feses yang berbeda pula. Warna feses orang dewasa yang normal adalah berwarna coklat dan berbentuk silinder dan bersifat lunak.

Dari sample yang diambil, probandus yang menderita sakit panas dan diare memiliki warna feses yang normal, yaitu coklat,dan probandus penderita tipes dan tipes-diare memiliki warna feses abnormal, yaitu hijau. Kemungkinan warna feses yang normal pada penderita diare ini adalah penderita hampir sembuh ataupun hanya terjadi kelainan pada saluran pencernaan yang biasa. Pada feses yang berwarna hijau ini dapat terjadi kemungkinan disebabkan karena adanya perdarahan pada bagian saluran pencernaan dan infeksi usus, yang dapat disebabkan karena adanya bakteri patogen. Bakteri yang umum ditemukan pada feses adalah bakteri kelompok coliform (E.coli) dan kel Streptococcus (Enterococcus) fekal. Dan mikrobia yang tidak umum berada di feses manusia normal antara lain: Salmonella, Shigella, Yersinia, Vibrio cholerae, Bacillus cereus, E. coli O 157 : H7, Rotavirus, Parasit, Clostridium difficile. Bakteri yang benar-benar patogen adalah Salmonella, Shigella, Yersinia, E. coli O 157 : H7 Dari sample feses yang dianalisa, ditemukan adanya bakteri golongan Enterobacter, E.coli, dan Salmonella-Shigella-Yersinia. E.coli merupakan bakteri normal yang memang ada pada feses manusia. Semua kadar E.coli yang ditemukan ada pada ambang batas normal, karena jumlah E.coli yang dapat menyebabkan sakit apabila >106. Selain itu, ditemukan juga bakteri patogen yaitu Salmonella-Shigella-Yersinia pada feses. Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif yang patogen yang dapat disebabkan karena ketidakhigienis nya makanan yang dimakan, dan dapat tersebar melalui makanan yang terkontaminasi dan peredaran darah. Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit gastroenteritis dan bahkan diare akut. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian antibiotik tetracyclin, chloramphenicol, atau trimethorphim/sulfametoxazole. Tahap selanjutnya adalah tahapan konfirmasi dimana tahap ini dilakukan untuk mengidentifikasi genus dari isolat Enterobacteriaceae dengan melakukan uji biokimia. Sifat metabolisme bakteri dalam uji biokimia biasanya dilihat dari interaksi metabolit-metabolit yang dihasilkan dengan reagen-reagen kimia. Selain itu dilihat kemampuannya menggunakan senyawa tertentu sebagai sumber karbon dan sumber energi (Waluyo, 2004). Uji biokimia bakteri yang dilakukan kali ini dengan menumbuhkan bakteri tersebut pada medium KIA (Kligler Iron agar), TSIA (Triple Sugar Iron Agar), LIA (Lysine Iron Agar), MIO (Motility indole ornithine medium), SIM (sulfide indole motility), Phenol red glucose, Phenol red

xylose, Phenol red arachbinosa, MR-VP (Methyl Red and Voges Proskauer), Urea broth dan Simmon sitrate. Media KIA (Kliger Iron Agar) merupakan media diferensiasi yang digunakan menentukan fermentasi karbohidrat dan gas yang diproduksi dari fermentasi. KIA sangat baik digunakan untuk menentukan bakteri gram negatif berbentuk batang dari famili Enteribacteraceae. Yang mengalami fermentasi adalah glukosa dan menghasilkan produk yang asam. Di dalam media KIA mengandung gula atau karbohidrat yang akan direaksikan oleh bakteri membentuk suasana asam yang ditandai dengan adanya warna kuning, bakteri lebih mudah mengurai pada media bagian dasar. Warna kuning terbentuk karena di dalam media mengandung indikator Phenol Red dimana dalam suasana asam akan berubah menjadi kuning. Basa atau alkali pada medium KIA, ditandai dengan warna media yang tetap merah, atau tidak terjadi perubahan warna. Hal ini terjadi karena karbohidrat atau gula dalam media tidak terurai sehingga suasananya tidak menjadi asam. Gas pada medium ini ditandai dengan adanya bagian yang kosong dari media, atau bahkan kadang media dapat terangkat ke atas. Hal in terjadi karena adanya metabolisme dari bakteri yang menghasilkan gas, misal CO2 sehingga media akan tedesak oleh gas dan menghasilkan suatu ruangan yang berongga udara atau bahkan bila gas yang dibentuk banyak akan terangkat ke atas. KIA tegak untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam menghasilkan H2S, sedangkan KIA miring untuk mengetahui aktivitas fermentasi dari bakteri (Diana, 2012). Media LIA (Lysine Iron Agar) merupakan media diferensiasi yang digunakan untuk mengetahui kemampuan mikroorganisme dalam mendekarboksilasi atau mendeaminasi lisin dan untuk pembentukan hidrogen sulfida. Media ini digunakan untuk menumbuhkan Salmonella dan Enterobactericeae. Media ini mengandung dextrose yang digunakan dalam fermentasi karbohidrat. Indikator positif dari tumbuhnya bakteri adalah pH media di bawah 5.2 dan terjadi perubahan warna media dari ungu menjadi kuning. Kultur memproduksi hidrogen sulfat sehingga menyebabkan hitam, hal ini juga disebabkan media menjadi mengandung besi sulfida. LIA tegak untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam menghasilkan H2S, sedangkan LIA miring digunakan untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam melakukan dekarboksilasi dan aminasi lisin (Anonim, 2012). Medium TSIA (Triple Sugar Iron Agar), digunakan untuk melihat kemampuan mikroorganisme dalam memfermentasikan gula. Medium TSIA mengandung 3 macam gula, yaitu glukosa, laktosa, dan sukrosa, terdapat juga indikator fenol merah, serta FeSO4 untuk

memperlihatkan pembentukan H2S yang ditunjukkan dengan adanya endapan hitam. Bila mikroorganisme hanya dapat memfermentasikan glukosa, maka bagian butt (dasar) media akan berwarna kuning (bersifat asam) dan bagian slant-nya (permukaan) akan berwarna merah (bersifat basa). Bila mikroorganisme dapat memfermentasikan laktosa atau sukrosa atau keduanya, maka bagian slant dan butt media akan berwarna kuning (bersifat asam) serta bagian butt media kadangkala terpecah akibat pembentukan gas seperti H2 dan CO2. Bila slant dan butt merah (alkali) atau tidak terjadi perubahan warna maka tidak terjadi fermentasi karbohidrat. Bila butt berwarna kehitaman maka terdapat gas H2S yang bereaksi dengan senyawa besi FeSO4 pada media menghasilkan FeS yang berwarna kehitam-hitaman. H2S ini merupakan hasil dari metabolisme protein. Media yang pecah atau terangkat menandakan timbul gas sebagai hasil samping fermentasi (Anonim, 2012). Media MIO (Motility indole ornithine) merupakan media yang digunakan untuk pergerakan bakteri atau menunjukkan motilitas, kemampuan bakteri dalam memproduksi indole dan aktivitas dekarboksilase ornithine untuk diferensiasi Enterobacteriaceae. Motilitas ditunjukkan oleh pertumbuhan menyebar dari baris suntikan. Pemecahan ornithine ditunjukkan oleh warna ungu. Produksi indol ditunjukan oleh pembentukan warna merah pada permukaan medium setelah penambahan reagen kovacs. Medium SIM (sulfide indole motility) merupakan media yang berfungsi untuk mengetahui terbentunya sulfide, indol dan mengetahui pergerakan kuman. Perubahan atau reaksi yang terlihat adalah H2S ditunjukkan dengan terbentuknya warna hitam pada media sebagai hasil reaksi H2S dengan Fe menjadi Fes, terbentuknya indol dari tryptophan diuji dengan penambahan reagen Kovac dan adanya indol terlihat berupa cincin merah pada lapisan atas media, motilitas terlihat dengan adanya penyebaran pertumbuhan kuman pada tempat tusukan atau media tampak berkabut (Inayati, 2012). Medium Metil Red and Voges Proskauer (MR-VP Medium) merupakan media yang digunakan untuk mengetahui terbentuknya asam setelah ditetesi dengan reagen MR, sedangkan test VP digunakan untuk mengetahui terbentuknya asetil metil karbonil sebagai produk-antara (intermediate product) dari proses metabolisme karbohidrat. Medium MR (Methyl Red) digunakan untuk mengetahui bakteri yang mampu memproduksi asam kuat sebagai hasil fermentasi glukosa. Hasilnya positif jika terjadi perubahan warna menjadi merah setelah ditambahkan methyl red. Artinya, bakteri menghasilkan asam campuran (metilen glikon) dari proses fermentasi glukosa yang terkandung dalam medium MR-VP.

Sedangkan medium VP (Voges Proskauer) mengandung 2,3 butanadiol yang apabila ditambahkan alfanaftol dan KOH akan menghasilkan warna pink yang mengandung asetil metil karbinol. Hasil uji positif apabila pada media tersebut terbentuk warna pink (Helmich et al., 2001). Medium Urea Broth digunakan untuk menguji aktivitas urease. Urease merupakan enzim hidrolitik yang menyerang ikatan nitrogen dan karbon pada komponen amida misalnya urea dan membentuk alkaline yang produk akhirnya adalah amonia. Adanya amonia dalam media akan menyebabkan warna indikator berubah menjadi pink tua yang menandakan bahwa bakteri uji memiliki enzim urease sehingga dapat dikatakan reaksi ini menunjukkan hasil uji positif. Medium Simmon sitrate merupakan media yang berfungsi untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam memanfaatkan natrium citrate sebagai sumber karbon untuk keperluan hidupnya. Tanda adanya pertumbuhan bakteri pada medium ini adalah adanya perubahan warna dari hijau menjadi biru dengan adanya indikator Brom thymol blue (Anonim, 2012). Dari uji biokimia yang telah dilakukan didapatkan hasil : Sampel A B C D E F Genus Escherichia Escherichia Escherichia Escherichia / Rahnella Escherichia / Klebsiella Escherichia / Klebsiella

Tyfoid disebabkan oleh jenis Salmonella tertentu yaitu S. typhi, S. paratyphi A, dan S. paratyphi B dan kadang-kadang jenis Salmonella yang lain. Sampel feses tyfoid A, B dan C yang diperoleh setelah dilakukan identifikasi bakteri tersebut merupakan bakteri dari genus

Escherichia dan bukan Salmonella. Hal ini terbukti pada uji lysine, motil, indole, Larachbinosa, D-xylose, methyl red dan urea yang menghasilkan hasil positif. Perbedaan karakteristik keduanya berdasarkan hasil uji biokimia yang dilakukan terletak pada sitrat, urea dan indole. Pada Salmonella tidak mampu mendegradasi urea dan membentuk indole, tetapi dapat tumbuh pada medium simmon sitrate yang memanfaatkan natrium sitrat sebagai sumber karbon untuk keperluan hidupnya. Sedangkan Escherichia dapat mendegradasi urea dan membentuk indole tetapi tidak menggunakan sitrat sebagai sumber karbon untuk keperluan hidupnya. Pada medium simmon sitrat, pH terlalu basa karena menggunakan NaOH 10% sehingga dimungkinkan bakteri Salmonella tidak tumbuh sehingga hasilnya negatif. Hal inilah yang dimungkinkan terdeteksinya bakteri dari genus Escherichia pada sampel feses thyfoid. Pada sampel feses tyfoid D tidak bisa ditemukan genus yang pasti dari bakteri tersebut. Tetapi dari hasil yang didapatkan, sampel feses D memiliki kesamaan dengan genus Rahnella dan Escherichia. Perbedaan pada genus Rahnella menurut tabel Holt, 1994 dengan hasil sampel yang didapat terletak pada uji indole. Pada tabel Holt, 1994 uji indole pada genus Rahnella adalah negatif (-) sedangkan pada sampel uji indole didapat nilai positif (+). Perbedaan pada genus Escherichia menurut tabel Holt, 1994 dengan hasil sampel yang didapat terletak pada uji lisin dan urea. Pada tabel Holt, 1994 uji terhadap lisin menghasilkan nilai positif (+) sedangkan pada sampel uji lisin menghasilkan nilai negatif (-). Uji urea pada tabel Holt hasilnya positif (+) sedangkan pada sampel negatif (-). Pada sampel E dan F juga tidak bisa ditemukan genus yang pasti dari bakteri tersebut. Tetapi dari hasil yang didapat, karakteristik dominan dari bakteri tersebut merupakan bakteri dengan genus Escherichia dan Klebsiella. Sampel E memiliki 8 karakteristik yang sama dengan genus Escherichia dan 7 karakteristik yang sama dengan genus Klebsiella. Ke-8 karaktersitik yang sama dengan genus Escherichia adalah pada uji lisin, motil, indole, arachbinosa, xylose, MR, VP dan sitrat. Perbedaan terletak pada uji urea dimana berdasarkan tabel Holt genus Escherichia bernilai positif (+) sedangkan hasil dari sampel bernilai negatif (-). Karakteristik yang sama dengan genus Klebsiella terletak pada uji sitrat, VP, MR, lisin, arachbinosa, xylose dan indole. Perbedaan tabel Holt dengan sampel terletak pada uji motil dan urea dimana pada tabel Holt motil bernilai negatif (-) dan urea positif (+), sedangkan pada sampel motil bernilai positif (+) dan urea bernilai negatif (-). Pada sampel F bakteri tersebut memiliki 9 karakteristik yang sama dengan genus Escherichia dan 8 karakteristik yang sama dengan genus Klebsiella.

BAB V KESIMPULAN

Bakteri yang ada didalam feses probandus melalui uji biokimia adalah Escherichia. Sedangkan pada perhitungan mikrobia, didapatkan jenis bakteri dari kelompok Enterobacter, E.coli, Salmonella-Shigella-Yersinia.

Daftar Pustaka

Anonim. 2012. http://www.scribd.com/doc/48146758/Modul-II-spesies-final. Diakses pada tanggal 11 Mei 2012. Anonim, 2012. http://www.scribd.com/doc/59281955/Proposal-Rio-2. Diakses pada tanggal 11 Mei 2012. Anonim. 2012. Uji Biokimia Mikroba. http://www.scribd.com/doc/22086106/Uji-BiokimiaMikroba. Diakses pada tanggal 11 Mei 2012. Diana, Martha. http://martha-diana-pizyoko.blogspot.com/2012/04/mekanisme-media-

kia.html. Diakses pada tanggal 11 Mei 2012. Fundamental Of Nursing, Carol Taylor Et All, 1997, Lippincott Raven Washington. Fundamental Of Nursing, Concepts Process & Practice, Patricia A. Potter Et All. Third Edition, 1992, Mosby Year Book Washington. Grahatika, Rio. 2009. Identifikasi Dan Pemeriksaan Jumlah Total Bakteri Pada Susu Sapi Di Kabupaten Karanganyar. http://etd.eprints.ums.ac.id/6073/1/K100050035.pdf. Diakses pada tanggal 11 Mei 2012. Inayati, anis, dkk. 2010. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Saluran Pencernaan Ayam. http://www.scribd.com/doc/85122821/sal-pencernaan-bakmi. Diakses pada tanggal 11 Mei 2012.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai