Anda di halaman 1dari 74

PROPOSAL

PERBEDAAN HASIL PEMERIKSAAN JUMLAH ERITROSIT


DENGAN TEKNIK HOMOGENISASI SEKUNDER INVERSI
(BOLAK-BALIK) 5 KALI DAN 8 KALI

Ummi Rizky Ramadini


1734007

PROGRAM STUDI DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KATOLIK MUSI CHARITAS
PALEMBANG
2021
PROPOSAL

PERBEDAAN HASIL PEMERIKSAAN JUMLAH ERITROSIT


DENGAN TEKNIK HOMOGENISASI SEKUNDER INVERSI
(BOLAK-BALIK) 5 KALI DAN 8 KALI

Ummi Rizky Ramadini


1734007

PROGRAM STUDI DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KATOLIK MUSI CHARITAS
PALEMBANG
2021
PERSETUJUAN PROPOSAL

Proposal Penelitian dengan judul :

Perbedaan Hasil Pemeriksaan Jumlah Eritrosit Dengan Teknik


Homogenisasi Sekunder Inversi (Bolak-balik) 5 Kali dan 8 Kali

Ummi Rizky Ramadini, NIM : 1734007, Tahun : 2021

Telah disetujui untuk diuji di hadapan

Tim Penguji Proposal Penelitian

Program Studi DIV Teknologi Laboratorium Medis

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Katolik Musi Charitas Palembang

Pada Hari , Tanggal 2021

Pembimbing I Pembimbing II

iii
dr. Hotman Sinaga, Sp.PK Margaretha Haiti M.Kes

Penguji I Penguji II

Pada Hari, Tanggal 2021

Mengetahui,

Ka Prodi DIV Teknologi Laboratorium Medis

iv
Pradian Mariadi, S.Si.,M.T

v
DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PROPOSAL....................................................................... iii

PENGESAHAN PROPOSAL........................................................................ iv

DAFTAR ISI.................................................................................................. v

DAFTAR TABEL.......................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR..................................................................................... viii

DAFTAR SINGKATAN................................................................................ ix

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. x

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1

A. Latar Belakang............................................................................... 1

B. Rumusan Masalah.......................................................................... 3

C. Tujuan Penelitian........................................................................... 3

1. Tujuan Umum............................................................................ 3

2. Tujuan Khusus........................................................................... 4

vi
D. Manfaat Penelitian......................................................................... 4

1. Manfaat Teoritik........................................................................ 4

2. Manfaat Aplikatif....................................................................... 4

E. Keaslian Penelitian......................................................................... 5

BAB II LANDASAN TEORI....................................................................... 7

A. Tinjauan Pustaka........................................................................... 7

1. Darah.......................................................................................... 7

2. Eritrosit...................................................................................... 11

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jumlah Eritrosit................. 14

4. Homogenisasi............................................................................. 17

5. Pemeriksaan Laboratorium........................................................ 19

6. Verifikasi dan Validasi Metode Pemeriksaan............................ 20

7. Pemantapan Mutu Laboratorium............................................... 20

B. Kerangka Pemikiran...................................................................... 40

C. Hipotesis........................................................................................ 41

vii
BAB III METODE PENELITIAN................................................................. 42

A. Jenis Penelitian.............................................................................. 42

B. Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................... 42

C. Subjek Penelitian........................................................................... 42

D. Populasi dan Sampel Penelitian..................................................... 42

1. Populasi penelitian..................................................................... 42

2. Sampel penelitian....................................................................... 42

3. Teknik Pengambilan Sampel..................................................... 43

E. Rancangan Penelitian..................................................................... 43

F. Definisi Oprasional........................................................................ 44

G. Alur Penelitian............................................................................... 45

H. Cara Kerja...................................................................................... 46

1. Tahap Pra-Analitik..................................................................... 46

2. Tahap Analitik........................................................................... 48

3. Tahap Pasca Analitik................................................................. 51

viii
I. Analisa Data.................................................................................... 52

1. Pengumpulan Data..................................................................... 52

2. Pengolahan Data........................................................................ 52

3. Penyajian Data........................................................................... 54

4. Analisis Data.............................................................................. 54

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 57

ix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Eritrosit merupakan sel yang berbentuk cakram bikonkaf, tidak berinti,
tidak bergerak, berwarna merah karena mengandung hemoglobin, jumlah di
dalam tubuh paling banyak kira-kira mencapai 4,5-5 juta/mm 3 (Nugraha,
2015). Pemeriksaan erotrosit dilakukan sebagai skrining rutin bagian dari
pemeriksaan hitung darah lengkap maupun darah rutin guna mendiagnosis
gangguan hematologis (Daniels, 2006). Anemia merupakan gangguan
hematologis yang berupa keadaan jumlah sel darah merah berada di bawah
normal (Desmawati, 2013) dimana keadaan tubuh kekurangan haemoglobin,
gangguan hematologis lainnya berupa polisetemia dimana eritrosit bisa
mengalami peningkatan dalam sirkulasi, ditandai dengan keadaan kadar
haemoglobin pada laki-laki lebih dari 16,5g/dL atau hematokrit lebih dari 49%
dan pada wanita kadar haemoglobin lebih dari 16.0g/dL atau hematokrit lebih
dari 48%.(Cahyanur, 2019)
Hitung jumlah eritrosit merupakan suatu pemeriksaaan untuk
menentukan jumlah eritrosit dalam 1 µL darah (Nugraha, 2015) Pada
umumnya beberapa rumah sakit seperti RS PB Charitas Belitang, RS RK
Charitas, dan BBLK (Balai Besar Laboraturium Kesehatan) untuk melakukan
pemeriksaan hitung jumlah eritrosit sudah menggunakan alat otomatis seperti
hematology analyzer.
Pada pemeriksaan Eritrosit di laboraturium baiasanya menggunakan
sampel darah vena karena darah yang berada diluar tubuh cepat membeku
maka dilakukan dengan penambahan antikoagulan (Wahdaniah, 2018)
Antikoagulan adalah zat yang ditambahkan kedalam darah dengan tujuan
untuk menghambat dan mencegah proses pembentukan bekuan darah.

1
Antikoagulan yang digunakan dalam pemeriksaan hematologi untuk hitung
jumlah eritrosit adalah antikoagulan EDTA.(Nughraha, 2015)

2
2

Darah yang ditampung kedalam tabung EDTA perlu dilakukan


homogenisasi guna mencampur sampel darah dengan antikoagulan sebelum
dilakukan analisis supaya komponen darah sama bentuk atau kondisinya
seperti ketika beredar di dalam aliran darah pada tubuh. Proses ini dilakukan
dengan cara membolak-balikan tabung sampel beberapa kali sebelum darah di
periksa (Riswanto, 2013) Homogenisasi yang dilakukan setelah darah diambil
disebut homogenisasi primer tujuannya agar darah yang keluar dari dalam
tubuh bisa tercampur merata dengan antikoagulan yang digunakan, setelah
darah didiamkan perlu dilakukan dihomogenkan lagi dan homogenisasi ini
disebut homogenisasi sekunder dimana darah yang sudah mengendap selama
didiamkan harus dicampurkan lagi sebelum dilakukan pemeriksaan. Menurut
BD Vacutainer homogenisasi pada tabung EDTA dilakukan sebanyak 8-10
kali.
Adapun beberapa penelitian yang menyangkut tentang homogenisasi
dan darah yang didiamkan pada tabung EDTA, antara lain penelitian Azhari
Muslim (2015) dilakukan pemeriksaan berupa waktu simpan darah K2EDTA
dan Na2EDTA selama 1 jam, 2 jam dan 3 jam terhadap kadar haemoglobin.
Hasil dari penelitian ini menunjukan terjadi penurunan kadar hemoglobin pada
penundaan waktu 1 jam, 2 jam dan 3 jam. Dengan demikian dapat
disimpulkan darah K2EDTA dan Na2EDTA yang ditunda 1 jam atau lebih
dapat menyebabkan eritrosit membengkak sehingga nilai hematokrit,
hemoglobin, KHER menurun dan VER meningkat.
Pada penelitian Utami (2019) dilakukan pemeriksaan darah K2EDTA
dan K3EDTA yang dilakukan dengan segera, dan disimpan selama 2 jam, 4
jam, 6 jam, dan 8 jam terhadap parameter eritrosit. Hasil dari penelitian ini
beberapa nilai parameter yang diperoleh dengan tabung K3EDTA secara
signifikan lebih rendah daripada yang diperoleh dengan tabung K2EDTA.
Pada penelitian LIPPI et al (2007) dilakukan pemeriksaan sampel
dengan menggunakan 3 perlakuan yaitu Tabung pertama setelah pengumpulan
darah tidak dihomogenisasi bolak-balik dan dibiarkan pada keadaan tegak
3

dalam waktu 30 – 60 menit pada suhu kamar kemudian diperiksa. Tabung


kedua dan ketiga di homogenisasi bolak-balik 6 dan 12 kali setelah
pengumpulan dan diperiksa 30 – 60 menit setelah darah diambil pada
pemeriksaan hematologi darah lengkap. Hasil yang didapatakan pada
pemeriksaan eritrosit tidak terdapat perbedaan.
Setelah homogenisasi primer darah didiamkan kurang dari 1 jam pada
penelitian ini lama waktu didiamkan selama 10 menit hal tersebut dilakukan
Karena adanya penundaan dari beberapa factor seperti pengiriman sampel
yang tidak segera dilakukan atau pergantian shift petugas laboraturium.
(sujud, 2015) Selama didiamkan maka darah tersebut akan mengendap karna
sudah tercampur dengan antikoagulan, pengendapan terjadi dalam waktu
kurang dari 1 jam darah harus diperiksa 2 jam setelah pengambilan sampel
(Utami,2019) jika darah didiamkan terlalu lama dapat menyebabkan terjadinya
serangkaian perubahan pada eritrosit seperti pecahnya membran eritrosit
(hemolysis) yang dapat mengakibatkan penurunan jumlah eritrosit
(Azhari,2015) kemudian jika darah sudah didiamkan darah tersebut
dihomogenisasi sekunnder sebelum melakukan pemeriksaan hitung jumlah
eritrosit pada laboraturium.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan diatas, peneliti
merumuskan suatu permasalahan apakah ada perbedaan hasil hitung julmah
eritrosit dengan teknik homogenisasi sekunder inversi( bolak- balik) sebanyak
5 kali dan homogenisasi sekunder inversi (bolak-balik) 8 kali setelah darah
didiamkan selama 10 menit.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hasil pemeriksaan hitung jumlah eritrosit dengan
teknik homogenisasi sekunder 5 kali dan homogenisasi sekunder 8 kali.
4

2. Tujuan khusus
a. Mengetahui hasil pemeriksaan hitung jumlah eritrosit dengan teknik
homogenisasi sekunder 5 kali
b. Mengetahui hasil pemeriksaan hitung jumlah eritrosit dengan teknik
homogenisasi sekunder 8 kali
c. Mengetahui apakah ada perbedaan untuk hasil pemeriksaan hitung
jumlah eritrosit dengan teknik homogenisasi sekunder 5 kali dan
homogenisasi sekunder 8 kali pada laboraturium hematologi.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Dapat memberikan informasi di bidang pemeriksaan laboraturium
hematologi terhadap hitung jumlah eritrosit dengan teknik homogenisasi
sekunder 5 kali dan homogenisasi sekunder 8 kali.
2. Manfaat aplikatif
Dapat digunakan sebagai acuan dalam pengolahan specimen jika hasil
pemeriksaan eritrosit pada homogenisasi sekunder 5 kali dan 8 kali
berbeda maka digunakan teknik homogenisasi yang sama dengan standar
homogenisasi primer yaitu 8 kali tetapi jika tidak terdapat perbedaan
maka dapat digunakan teknik homogenisasi sekunder cukup dengan 5 kali
untuk pemeriksaan hitung jumlah eritrosit.
5

E. Keaslian Penelitian

Nama Peneliti
Judul Variabel Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan
(tahun)
Azhari Muslim Pengaruh Waktu Variabel bebas : terjadi penurunan Penelitian sebelumnya :
(2015) Simpan Darah  Darah K2EDTA kadar hemoglobin  Waktu darah didiamkan
K2EDTA dan didiamkan pada pada penundaan selama 1 jam, 2 jam, dan 3
Na2EDTA Pada suhu kamar selama waktu 1 jam, 2 jam jam
Suhu Kamar 1 jam, 2 jam dan 3 dan 3 jam  Pemeriksaan kadar
Terhadap Kadar jam hemoglobin
Hemoglobin  Darah Na2EDTA
didiamkan pada Penelitian ini :
suhu kamar selama  Homogenisasi primer 8 kali
1 jam, 2 jam dan 3  Homogenisasi sekunder 5
jam kali dan 8 kali
 Waktu tunggu homogenisasi
Variabel terikat : primer ke sekunder 10 menit
 Pemeriksaan kadar  Pemeriksaan hitung jumlah
hemoglobin eritrosit

Utami, et al Waktu simpan Variabel bebas : beberapa nilai Penelitian sebelumnya :


(2019) darah antikoagulan  Darah K2EDTA parameter yang  Waktu darah di simpan
k2edta dan k3edta yang diperiksa diperoleh dengan selama 2 jam, 4 jam, 6 jam,
terhadap parameter dengan segera, dan tabung K3EDTA dan 8 jam
eritrosit disimpan selama 2 secara signifikan  Pemeriksaan parameter
jam, 4 jam, 6 jam, lebih rendah eritrosit
dan 8 jam daripada yang Penelitian ini :
 Darah K3EDTA diperoleh dengan  Homogenisasi primer 8 kali
6

yang diperiksa tabung K2EDTA  Homogenisasi sekunder 5


dengan segera, dan kali dan 8 kali
disimpan selama 2  Waktu tunggu homogenisasi
jam, 4 jam, 6 jam, primer ke sekunder 10 menit
dan 8 jam  Pemeriksaan hitung jumlah
Variabel terikat : eritrosit
 Pemeriksaan
parameter eritrosit
Lippi Giuseppe, et Evaluation of Variabel bebas : Tidak terdapat Penelitian sebelumnya :
al (2007) Different Mixing  Tabung pertama perbedaan terhadap  Tabung Tidak
Procedures for tidak dibolak-balik jumlah eritrosit dihomogenisasi dan
K2EDTA Primary dan dibiarkan pada pada Tabung dibiarkan pada posisi tegak
Samples on posisi tegak selama pertama tidak selama 30 sampai 60 menit
Hematological 30 sampai 60 menit dibolak-balik dan  Tabung 2 dan 3 dibolak-
Testing  Tabung kedua dan dibiarkan pada balik 6 dan 12 kali setelah
ketiga dibolak-balik posisi tegak selama pengumpulan dan diperiksa
6 dan 12 kali setelah 30 sampai 60 menit 30-60 menit
pengumpulan dan dan tabung kedua Penelitian ini :
diperiksa 30-60 dan ketiga dibolak-  Homogenisasi primer 8
menit balik 6 dan 12 kali kali
Variabel terkait : setelah  Homogenisasi sekunder 5
 Pemeriksaan pengumpulan dan kali dan 8 kali
hematologic diperiksa 30-60  Waktu tunggu
darah lengkap menit homogenisasi primer ke
sekunder 10 menit
 Pemeriksaan hitung jumlah
eritrosit
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DARAH
2.1.1 Pengertian
Darah merupakan jaringan pada tubuh yang berbentuk cair
berwarna merah yang dapat bergerak dari suatu tempat ke tempat lain
sehingga mampu menyebar ke berbagai kompartemen tubuh.
(Nugraha, 2015)
Darah sendiri terbentuk dari dua komponen yaitu komponen
selular sekitar 45% yang terdiri dari eritrosit, leukosit dan trombosit.
Sedangkan komponen non selular sekitar 55% berupa cairan yang
biasa disebut plasma yang terdiri dari air, protein, karbohidrat, lipid,
asam amino, vitamin, mineral. Plasma yang tidak mengandung faktor-
faktor pembekuan darah disebut serum. (Nugraha, 2015)
Proses pembentukan sel-sel darah biasa disebut hematopoiesis
yang terjadi pada masa embrional dan tempat terjadinya
hematopoiesis ialah pada kandung kuning telur, pada minggu keenam
sampai bulan ke enam atau ketujuh kehidupan janin, hati dan limpah
menjadi organ utama yang menghasilkan sel-sel darah hingga dua
minggu kelahiran bayi. Setelah itu pada umur 6-7 bulan masa janin,
sum-sum tulang memiliki peran penting dalam hematopoiesis sampai
ke masa bayi. Pada masa kanak-kanak terjadi pergantian tulang oleh
lemak yang bersifat progresif. Sehingga sumsum tulang yang bersifat
hemopoetik terbatas pada tulang rangka sentral serta ujung-ujung
proksimal tulang paha dan lengan atas pada orang dewasa (Nugraha,
2015)
Sel-sel darah bermula dari satu sel induk yaitu sel punca yang
merupakan sel precursor semua sel darah dan terdapat pada sumsum
tulang. Sel punca mampu berdiferensiasi menjadi beberapa jenis sel
spesifik dan diklasifikasikan sebagai myeloid atau limfoid. Setelah

7
8

terbentuk sel punca myeloid dan limfoid berdiferensiasi untuk


menghasilkan sel blas yang merupakan tahap sel imatur yang dapat
diidentifikasi pertama kali yang akhirnya akan menjadi eritrosit,
leukosit, da trombosit.(Costance, 2017)
2.1.2 Fungsi Darah
Menurut Nugraha, 2015 fungsi darah yaitu :
 Sebagai fungsi respirasi, melalui eritrosit darah mampu
mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan seluruh tubuh dan
mengangkut karbondioksid dari jaringan ke paru-paru. Proses
pengangkutan oksigen dan karbondioksida tersebut dilakukan oleh
hemoglobin yang terkandung di dalam eritrosit.
 Sebagai fungsi nutrisi, pada system pencernaan nutrisi seperti
karbohidrat, protein dan lemak akan diabsorpsi menuju kapiler
darah di dalam lumen usus dan sebagian nutrisi akan disinteis oleh
sel dalam organ hati. Melalui system kardiovaskuler nutrisi akan
didistribusikan keseluruh tubuh karna semua molekul tersebut
akan diangkut oleh darah.
 Sebagai fungsi ekskresi, sisa metabolisme yang tidak digunakan
akan dikeluarkan oleh sel kedalam darah dan diangkut melalui
system kardiovaskuler untuk menuju organ ekskresi lalu
dikeluarkan.
 Sebagai penyeimbang asam-basa tubuh, untuk dapat
mempertahankan fungsi fisiologis darah yang menjangkau seluruh
bagian tubuh akan membuang senyawa yang mengganggu
keseimbangan asam-basa pada tubuh.
 Sebagai fungsi penyeimbang air tubuh, air dalam darah (plasma)
yang merupakan cairan eskrasel yang berada didalam
intravaskuler akan mengatur tekanan osmotic agar selalu seimbang
karena cairan dalam tubuh harus selalu dipertahankan.
 Sebagai fungsi pengatur suhu tubuh, pembuluh darah dapat
melebar (vasodilatasi) dan juga menyempit (vaso-konstriksi) untuk
9

bersirkulasi dimana hal tersebut terjadi jika tubuh mengalami


kenaikan atau penurunan suhu tubuh baik karena suhu lingkungan
ataupun karena sakit.
 Sebagai fungsi pertahanan terhadap infeksi, sel darah seperti
leukosit dapat membantu mempertahankan system imun tubuh
terhadap benda asing maupun serangan penyakit oleh
mikrorganisme seperti virus, bakteri, dan parasite.
 Sebagai fungsi transport hormon dan pengatur metabolisme, darah
akan membawa hormone yang diekskresi oleh kelenjar endokrin
menuju jaringan sasaran untuk direspon oleh jaringan agar dapat
melakukan fungsi fisiologis.
 Sebagai fungsi pembekuan darah, sel darah seperti trombosit
memiliki peran dalam proses pembekuan darah untuk membentuk
sumbatan pada keadaan tertentu saat darah keluar dari pembuluh
darai seperti terluka atau mengalami penyakit dimana tubuh butuh
penyumbatan agar darah tidak keluar dari sirkulasi.

2.1.3 Struktur Sel Darah


a. Sel darah merah (eritrosit)
Sel darah merah berbentuk cakram bikonkaf dengan diameter
sekitar 7,6 mikron, sel darah merah memiliki ketebalan bagian tepi
2 mikron dan bagian tengahnya 1 mikron atau kurang, sel darah
merah sendiri tersusun atas membrane yang sangat tipis sehingga
mudah terjadi difusi oksigen, krbondioksida dan sitoplasma, tetapi
sel darah merah tidak memiliki inti. (Desmawati,2013) Jumlah
eritrosit dalam tubuh paling banyak kira-kira mencapai 4,5-5
juta/mm3 dan memiliki bentuk yang elastis agar bias berubah
bentuk ketika melalui berbagai macam pembuluh darah. (Nugraha,
2015)
Sel daarah merah atau biasa disebut eritrosit memiliki peranan
penting dalam membawa oksigen dari paru menuju jaringan tubuh
10

dan membawa karbon dioksida(CO2) dari jaringan tubuh ke paru-


paru. (Kiswari, 2014)
Pada orang dewasa SDM 95% dengan masa sel yang tersususn
atas hemoglobin. Hemoglobin merupakan protein dan pigmen
merah yang terdapat dalam sel darah merah. Normal hemoglobin
dalam darah pada laki-laki 15,5 g/dl dan pada wanita 14,0 g/dl dan
rata-rata konsentrasi hemoglobin dalam sel darah merah 32 g/dl.
(Desmawati, 2013)
b. Sel darah putih (Leukosit)
Leukosit atau sel darah putih memiliki ukuran sel yang lebih besar
dari eritrosit, tidak berwarna dan memiliki 5 jenis sel leukosit
yaitu neutrophil, eosinophil, basophil, monosit dan limfosit.
Limfosit sendiri memiliki fungsi dalam mempertahankan tubuh
dan dibagi kedalam dua kelompok besar yaitu fagosit yang
mencangkup eosinophil, basophil, monosit, dan untuk imunosit
hanya mencangkup limfosit. Jumlah leukosit paling sedikit dalam
tubuh sekitar 4.000-11.000 /mm3. Pada leukosit terdapat granula
yang merupakan butir-butir yang berasal dari lisosom, sel yang
bergranula disebut granulosit yang mencangkup sel neutrophil,
eosinophil dan basophil sedangkan sel yang tidak bergranula atau
biasa disebut agranulosit mencangkup sel monosit dan limfosit,
granula senidri menentukan jenis leukosit selain bentuk dan
warna. (Nugraha, 2015)
c. Trombosit
Trombosit merupakan partikel kecil berdiameter 2-4µl dan
terdapat di dalam plasma darah. Trombosit memiliki fungsi untuk
memelihara perdarahan agar tetap utuh setelah mikrotrauma yang
terjadi pada endotel sehari-hari, trombosit juga mengawali
penyumbatan pembuluh darah yang terkena trauma dan menjaga
stabilitas fibrin. Trombosit dibentuk oleh fragmentasi sel raksa
sumsum tulang (megakalorosit) dan produksinya diatur oleh
11

trombopoetin. Dalam mengontrol pendarahan trombosit


melepaskan substansi yang mampu mengikat trombosit lain untuk
membentuk sumbatan dan menghentikan pendarahan yang terjadi.
Trombosit mampu mengaktivai factor pembekuan dalam plasma
darah melalui susbtansi lain, apabila terjadi cedera vaskuler
trombosit juga akan mengumpul pada tempat cedera tersebut.
Substansi yang dilepaskan oleh granula trombosit dan sel darah
lainnya menyebabkan trombosit yang akan menempel satu sama
laian membentuk sumbatan yang akan menghentikan pendarahan
sementara. (Desmawati,2013)

2.2 ERITROSIT
2.2.1 Pengertian
Eritrosit merupakan sel yang berbentuk cakram bikonkaf, tidak berinti,
tidak bergerak, berwarna merah karna mengandung hemoglobin,
eritrosit berdiamater 7,5 µm dan tebal 2,0 µm. jumlah di dalam tubuh
paling banyak kira-kira mencapai 4,5-5 juta/mm 3 dan memiliki bentuk
yang bersifat elastis agar bisa berubah bentuk ketika melalui berbagai
macam pembuluh darah yang dilalauinya (Nugraha, 2015)
2.2.2 Proses Pembentukan Eritrosit
Proses pembentukan eritrosit disebut eritropoiesis dan dibentuk pada
sumsum tulang, setiap hari eritrosit dibentuk sekitar 1012 sel melalui
tahap eritopoesis yang kompleks dan teratur. (Nugraha, 2017) eritrosit
berawal dari eritlobas yang muncul dari sel primitive dalam sumsum
tulang, eritloblas adalah sel berinti yang dalam proses pematangan
di sum-sum tulang menimbun haemoglobin dan secara bertahap
kehilangan intinya. Pada tahap ini sel dikenal sebagai retikulosit.
Pematangan lebih lanjut menjadi eritrosit disertai dengan
menghilangnya material berwarna gelap dan ssedikit penyusutan
ukuran. Eritrosit matang kemudian dilepaskan dalam sirkulasi. Dalam
12

keadaan eritopoeisis cepat, retikulasi dan sel imatur lainnya dapat


dilepaskan dalam sirkulasi sebelum waktunya.(Desmawati, 2013)
2.2.3 Fungsi Eritrosit
Fungsi utama sel darah merah adalah membawa oksigen dari paru ke
jaringan. Eritrosit memiliki kemampuan khusus melakukan fungsi ini
karena kandungan haemoglobin di dalamnya tinggi. Jika haemoglobin
tidak ada maka kapasitas pembawa oksigen darah dapat berkurang
sampai 99% dan tentunya tidak akan mencukupi kebutuhan untuk
metabolisme dalam tubuh. Fungsi penting haemoglobin adalah
kemampuannya mengikat oksigen dengan longgar dan reversible.
Akibatnya, oksigen yang langsung terikat dalam paru, diangkut sebagai
oksihemoglobin dalam darah aterial langsung terurai dan haemoglobin
dalam jaringan. Dalam darah vena haemoglobin bergabung dengan ion
hydrogen yang dihasilkan oleh metabolisme sel sehingga dapat
menyangga kelebihan asam.(Desmawati, 2013)
2.2.4 Struktur Eritrosit
Eritrosit matang berbentuk cakram bikonkaf dengan diameter 7 mikron,
eritrosit merupakan sel yang hanya terdiri atas membrane dan
sitoplasma tanpa inti sel. Komponen eritrosit terdiri dari:
1. Membrane eritrosit
2. System enzim (dalam embeden meyerhoff pathway : pyruvate
kinase, dalam pantose pathway : enzyme G6PD ‘Glucose 6-
phosphate dehydrogenase’)
3. Hemoglobin yang memiliki fungsi mengangkut oksigen,
komponennya terdiri dari :
a. Heme merupakan gabungan protoporfirin dengan besi
b. Globin merupan bagian dari protein yang terdiri atas 2 rantai
alfa dan 2 rntai beta (I Made Bakta, 2006)
13

2.2.5 Kriteria Eritrosit


Menurut Riswanto (2013) eritrosit memiliki kriteria agar mampu
melakukan fungsinya, yaitu :
1. Harus mempertahankan struktur bikonkaf untuk memaksimalkan
pertukaran gas
2. Harus dapat berubah bentuk (lentur) agar dapat masuk ke kapiler
mikrosirkulasi yang halus
3. Harus memiliki lingkungan internal yang konstan agar hemoglobin
tetap dalam bentuk tereduksi sehingga dapat mengangkut oksigen
4. Kelangsungan hidup eritrosit harus normal dan fisik maupun
kimiawinya harus dipertahankan
Eritrosit harus diproduksi dalam jumlah yang memadai Adapun nilai
rujukan untuk eritrosit sebagai berikut :
 Dewasa pria : 4,50-6,50 (x106/µl)
 Dewasa wanita : 3.80-4,80 (x106/µl)
 Bayi baru lahir : 4,30-6,30 (x106/µl
 Anak usia 1-3 tahun : 3,60-5,20 (x106/µl)
 Anak usia 4-5 tahun : 3,70-5,70 (x106/µl)
 Anak usia 6-10 tahun : 3,80-5,80 (x106/µl)

2.2.6 Destruksi Eritrosit


Destruksi eritrosit terjadi karena proses penuaan disebut dengan
senescence, sedangkan destruksi patologik disebut dengan hemolysis
yang dapat terjadi karna intravaskuler maupun ekstravakuler terutama
pada system RES yaitu pada lien dan hati. Hemolysis pada eiritrosit
dapat mengakibatkan komponen-komponen hemoglobin terurai seperti
berikut :
a. Komponen protein yaitu globin yang akan dikembalikan ke pool
protein dan dapat dipakai kembali
b. Komponen heme yang akan pecah menjadi dua yaitu :
14

1) Besi yang akan dikembalikan ke pool besi dan akan dipakai


ulang
2) Bilirubin yang akan disekresi melalui inti dan empedu (I Made
Bakta, 2006)

2.3 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KADAR ERITROSIT


2.3.1 Faktor Fisiologis
Faktor fisiologis merupakan factor yang berhubungan dengan fisik
yang dapat mempengaruhi hasil pada pemeriksaan
a. Faktor yang dapat menaikkan jumlah eritrosit
1) Dataran tinggi
Penururnan tekanan oksigen pada dataran tinggi dapat
menyebabkan tubuh menghasikan eritrosit lebih banyak untuk
memenuhi kebutuhan oksigen. Maka semakin tinggi dataran,
semakin besar peningkatan jumlah eritrosit yang dihasilkan dan
pemeriksaan yang terkait seperti hemoglobin dan hematokrit
(riswanto, 2013)
2) Merokok
Kebiasaan merokok dalam jumlah yang lebih dapat menyebabkan
peningkatan pada jumlah eritrosit (Riswanto, 2013)

b. Faktor yang dapat menurunkan jumlah eritrosit


1) Aktivitas fisik
Aktivitas fisik seperti olahraga dapat menyebabkan terjadinya
pemindahan cairan tubuh antara kompartemen di dalam pembuluh
darah dengan begitu aktivitas fisik dapat menurunkan volume
plasma yang dapat menyebabkan hemokonsentrasi/hemodilusi
sehingga jumlah eritrosit mengalami penurunan (Permenkes
No.43, 2013; Riswanto, 2013)
15

2) Diet
Konsumsi makanan dapat mengubah komposisi darah maka dari
itu makanan dan minuman dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan seperti jumlah eritrosit dimana asupan cairan yang
berlebih dapat menyebabkan penurunan hemoglobin(Permenkes
No.43, 2013; Riswanto, 2013)
3) Kehamilan
Pada kehamilan akan terjadi hemodilusi (pengenceran darah)
pada eitrosit yang dimulai dari minggu ke 10 kehamilan dan akan
terus menerus meningkat sampai minggu ke 35 sehingga dapat
menyebabkan penurunan jumlah eritrosit (Permenkes No.43,
2013; Riswanto, 2013)
4) Trauma
Trauma pada luka perdarahan akan menyebabkan penurunan pada
kadar hemoglobin dan hematokrit karena terjadi pemindahan
cairan tubuh kedalam pembuluh darah yang menyebabkan
pengenceran darah sehingga jumlah eritrosit berkurang
(Permenkes No.43, 2013)

2.3.2 Faktor Patologis


Faktor patologis merupakan keadaan kelainan fungsi dan strukur pada
tubuh, yang termasuk faktor patologis diantaranya yaitu :
a. Penggunaan obat
Obat-obatan yang diberikan dapat menyebabkan terjadinya respon
tubuh terhadap obat, seperti obat-obatan tertentu yang dikonsumsi
pasien asam folat, vit B12, preparat besi dapat mempengaruhi proses
hemopoesis. Adapun pemberian antikoagulasi oral dan asetosal
dapat mempengaruhi proses hemostatis, obat deuretik dan kafein
dapat menyebabkan hemokonsentrasi yang akan mempengaruhi
pemeriksaan hemoglobin maka penggunaan obat-obatan dapat
menurunkan jumlah eritrosit (Riswanto, 2013)
16

b. Anemia
Anemia merupakan keadaaan dimana eritrosit yang beredar tidak
mampu memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan tubuh, maka dari itu anemia disebut juga penyakit dimana
eritrosit mengalami penurunan karna kadar hemoglobin berada
di bawah normal (I Made Brakta,2006)
c. Polisetemia
Peningkatan hematokrit atau sel darah merah dapat disebabkan oleh
penurunan volume plasma atau peningkatan jumlah sel darah merah.
polisitemia dibagi menjadi polisitemia relatif dan polisitemia
absolut. Polisitemia relatif adalah peningkatan hematokrit, sel darah
merah akibat penurunan volume plasma. Sedangkan, polisitemia
absolut adalah peningkatan jumlah sel darah merah (Cahyanur,
2019)
d. Dehidrasi
Dehidrasi merupakan keadaan dimana cairan tubuh mengalami
penurunan misal karena muntah atau diare prestinen dan karna hal
itu dehidrasi dapat menyebabkan hemokonsentrasi palsu yang
mampu membuat komponen darah seperti eritrosit mengalami
peningkatan (Kiswari,2014)

2.3.3 Faktor Teknis


Faktor teknis merupakan faktor yang berhubungan dengan pemeriksaan
yang dapat memepengaruhi hasil pemeriksaan. Menurut Riswanto, 2013
yang merupakan faktor teknis diantaranya adalah :
a. Pemasangan tourniquet, tidak lebih dari 2 menit jika pemasangan
tourniquet dalam waktu lama dan terlalu keras dapat menyebabkan
hemokonsentrasi dimana nilai hematokit akan mengalami
peningkatan
17

b. Penusukan yang dilakukan berkali-kali akan menyebabkan darah


bocor mengakibatkan cairan masuk ke jaringan sehingga terjadi
hematoma
c. Kulit yang ditusuk masih basah oleh allkohol dapat menyebabkan
hemolysis akibat kontaminasi dari alcohol
d. Penampungan darah dalam tabung, memasukan darah dengan cara
disemprotkan apalagi tanpa melepas jarum akan menyebabkan
hemolysis dan darah yang di tampung dalam tabung yang berisi
antikoagulan harus segera di homogenisasikan dengan cara
membolak-balik tabung sebanyak 8-10 kali
e. Sentrifugasi merupakan proses dimana darah diputar menggunakan
alat centrifuge, jika tabung tidak ditutup maka darah akan berpotensi
akan terkontaminasi. Adapun saat sentrifugasi tabung pembanding
harus berukuran sama dan volume specimen sama agar seimbang.
Pada saat penggunaan tongkat aplikator untuk melepaskan bekuan
berpotensi menjadi sumber kontaminasi dan hemolysis
f. Pemisahan serum atau plasma diharuskan kurang dari 2 jam dari
waktu pengambilan karena eritrosit dan sel darah yang masih hidup
masih melakukan metabolisme dan dapat mempengaruhi kadar analit
dalam serum atau plasma.

2.4 HOMOGENISASI
Homogenisasi adalah proses mencampur sampel darah sebelum dilakukan
pemeriksaan pada laboraturium supaya komponen darah pada saat keluar dari
tubuh masih pada bentuk dan kondisi yang sama saaat beredar dalam aliran
darah. Proses dari homogenisasi dilakukan dengan membolak-balik tabung
sampel beberapa kali sebelum dilakukan pemeriksaan jika penghomogenan
dilakukan dengan tidak tepat dan memadai maka akan mempengaruhi hasil
pemeriksaan yang akan dilakukan (riswanto, 2013)
18

2.4.1 Jenis Homogenisasi


a. Homogenisasi Primer
Homogenisasi primer dilakukan pada saat darah baru diambil
kemudian dicampur kedalam tabung yang berisi antikoagulan.
b. Homogenisasi Sekunder
Homogenisasi sekunder dilakukan pada darah yang telah didiamkan
setelah dilakukan homogenisasi primer.

2.4.2 Cara Homogenisasi


Ada beberapa cara yang dilakukan untuk homogenisasi, diantaranya
yaitu:
a. Secara Manual
1. Teknik Inversi (bolak balik)
Teknik inversi yaitu teknik dengan membolak-balikan
tabung keatas dan kebawah beberapa kali sesaat sebelum darah
diperiksa.Menurut BD Vacutainer (2019) standar homogenisasi
darah dilakukan sebanyak 8-10 kali. Sedangkan, menurut
Permenkes No.43 (2013), homogenisasi dilakukan sebanyak 10-
12 kali. Keuntungan homogenisasi dengan teknik inversi
mempunyai waktu yang lebih cepat dan merupakan teknik yang
dianjurkan. Namun jika penghomogenan dilakukan berlebihan
akan mengakibatkan darah lisis, pecahan eritrosit pada alat
dapat dibaca sebagai trombosit mengakibatkan eritrosit rendah
palsu.
2. Teknik angka delapan
Teknik angka delapan yaitu teknik dengan cara
menggerakkan tabung seperti angka delapan. Menurut Hartina
(2018) tidak semua ATLM melakukan teknik manual inversi
(bolak-balik) sebagian dari mereka menggunakan teknik angka
delapan ini namun teknik ini mempunyai kelemahan
19

dibandingkan dengan teknik inversi yaitu untuk homogenisasi


darah waktunya lebih lambat.

b. Secara automatic
Teknik homogenisasi secara automatik dapat dilakukan
dengan menggunakan alat. Salah satu alat pencampur darah yang
biasa digunakan dalam laboratorium yaitu roller mixer. Roller
mixer merupakan alat yang digunakan untuk mencampur antara
sampel darah dan antikoagulan dengan gulungan atau rol yang
berputar, hal ini untuk menghindari terjadinya pembekuan.Alat ini
dilengkapi dengan pengaturan waktu dan kecepatan.( Yucel et al,
2016) Lamanya waktu pencampuran antara darah dengan
antikoagulan berkisar 1-5 menit dengan kecepatan 33-40 rpm rpm
(Elfyansyah & Hutabarat, 2017; Cheesbrough, 2005). Keuntungan
alat roller mixer, yaitu memudahkan dalam proses pencampuran
darah dengan antikoagulan menjadi homogen sehingga dapat
mempercepat dalam proses pengambilan data.

2.5 PENUNDAAN PEMERIKSAAN


Penundaan pemeriksaan terjadi karena beberapa factor seperti pengiriman
sampel yang tidak segera dilakukan atau pergantian shift petugas
laboraturium. (Sujud, 2015) pada penelitian ini lama waktu didiamkan selama
10 menit . Selama didiamkan maka darah tersebut akan mengendap karna
sudah tercampur dengan antikoagulan, pengendapan terjadi dalam waktu
kurang dari 1 jam darah harus diperiksa 2 jam setelah pengambilan sampel
(Utami,2019) jika darah didiamkan terlalu lama dapat menyebabkan terjadinya
serangkaian perubahan pada eritrosit seperti pecahnya membran eritrosit
(hemolysis) yang dapat mengakibatkan penurunan jumlah eritrosit
(Azhari,2015)
20

2.6 PEMERIKSAAN
Kegiatan pada laboraturium untuk pemeriksaan seperti eritrosit
memiliki 3 tahap penting yaitu tahap pra analitik, analitik, dan pasca analitik.
Menurut Yaqin dan Arista (2015) kesalahan pada tahap pra analitik
memberikan kontribusi sekitar 61% dari total kesalahan laboratorium,
sementara kesalahan analitik 25%, dan kesalahan pasca analitik 14%. Berikut
tahapan-tahapan yang harus diilakukan sebelum pemeriksaan di laboraturium
2.6.1 Pra Analitik
Tahap pra analitik merupakan serangkaian kegeiatan laboraturium
sebelum pemeriksaan specimen, yang meliputi :
2.6.1.1 Formulir permintaan pasien
Formulir permintaan pasien adalah hal utama yang harus
dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan laboratorium. Pada
formulir permintaan pemeriksaan biasanya harus mencantumkan
seperti nama lengkap, usia, jenis kelamin, nomor rekam medis,
NIK, diagnosis, nama dokter, waktu pengumpulan spesimen, dan
jenis uji laboratorium yang akan diperiksa. Identitas pasien yang
dicantumkan pada label harus sama dengan formulir permintaan,
sehingga dapat dipertanggungjawabkan pada saat pelaporan
hasil.
2.6.1.2 Persiapan pasien
Sebelum specimen diambil pasien harus dipersiapkan terlebih
dahulu dengan baik sesuai prosedur. Persiapan pasien mencakup
beberapa hal, diantaranya yaitu petugas laboratorium harus
menyarankan kepada pasien untuk :
 tidak merokok karena dengan merokok dapat menyebabkan
terjadinya perubahan cepat dan lambat pada kadar zat
tertentu yang diperiksa. Perubahan cepat terjadi dalam 1 jam
hanya dengan 1-5 batang dan terlihat akibatnya seperti
peningkatan kadar hemoglobin pada perokok kronik
21

 minum alcohol, mengkonsusmsi minuman beralkohol juga


dapat menyebabkan perubahan cepat dan lambat pada kadar
analit yang diperiksa, perubahan cepat dapat terjadi dalam
waktu 2-4 jam setelah konsumsi alcohol dan perubahan
lambat dapat mengakibatkan peningkatan pada sel darah
merah yang akan diperiksa
 menghindari pemakaian obat-obatan, penggunaan obat-
obatan yang diberikan secara oral maupun cara lainnya akan
menyebabkan terjadinya respon terhadap obat tersebut
seperti obat deuritik akan menyebabkan hemokonsentrasi
yang menurunkan kadar eritrosit terutama untuk pemeriksaan
hemoglobin dan hematocrit
 Memperhatikan posisi tubuh untuk menormalkan
keseimbangan cairan tubuh dari perubahan posisi maka
disarankan pasien untuk dududk dengan tenang sekurang-
kurangnya 15 menit sebelum diambil darah
 Menghindari aktivitas fisik seperti berolahraga sebelum
spesimen diambil di laboratorium, karena akan
mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium
(PERMENKES, 2013).
 Pada persiapan pasien petugas perlu memberi penjelasan
terhadap pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan dan
meminta persetujuan pasien.
2.6.1.3 pengambilan dan penampungan specimen
Pada saat pengambilan specimen Peralatan yang digunakan
untuk pengambilan darah harus steril, bersih, kering, tidak
mengandung bahan kimia atau deterjen, terbuat dari bahan yang
tidak mengubah zat-zat yang ada pada spesimen, dan sekali
pakai buang (Permenkes No.43, 2013).
22

1. Wadah sampel
Wadah yang digunakan untuk penampungan specimen harus
terbuat dari gelas atau plastik, tidak bocor, tertutup rapat,
harus bersih dan kering. Pada pemeriksaan eritrosit wadah
yang digunakan tabung EDTA, karena jenis sampel yang
digunakan yaitu darah utuh (whole blood). Pada tabung berisi
antikoagulan EDTA (Riswanto, 2013).
2. Antikoagulan
Antikoagulan merupakan suatu zat yang dapat mencegah
pembekuan darah dengan cara mengikat atau mengendapkan
kalsium sehingga menghambat pembentukan trombin dalam
proses pembekuan darah (Riswanto, 2014. Dengan
pemberian antikoagulan maka didapatkan specimen darah
utuh (whole blood) dan jika darah tersebut di sentrifuse maka
akan didapatkan plasma yang masih mengandung fibrinogen.
Antikoagulan diberikan berdasarkan keperluan pemeriksaan
karena sifatnya dari zat adiktif yang memiliki pengaruh
berbeda terhadap specimen darah (Yayuningsih, 2017).
Pada dasarnya darah yang keluar dari pembuluh darah
akan membeku karena proses koagulasi, maka dari itu darah
harus ditampung dalam tabung yang berisi antikoagulan
untuk mencegah terjadinya pembekuan.
Ketika menggunakan tabung yang mengandung
antikoagulan penting untuk memperhatikan volume yang
sesuai dengan pemeriksaan yang diinginkan dan cara
pencampurannya harus benar. Jika pencampuran antara darah
dengan antikoagulan tidak benar maka akan mengakibatkan
kegagalan dalam mencegah pembekuan darah. (Kiswari,
2014). Berikut beberapa macam antikoagulan yang biasanya
digunakan pada laboraturium :
23

a) EDTA (Ethylen Diamine Tetraacetic Acid)


EDTA terdiri dari 3 macam yaitu dinatrium
(Na2EDTA), dipotasium (K2EDTA), dan tripotasium
(K3EDTA). Menurut ICSH dan CLSI yang dikutip dari
buku Riswanto (2013), jenis antikoagulan yang paling
baik dan dianjurkan yaitu K2EDTA. EDTA memiliki
kelebihan dibanding antikoagulan yang lain, yaitu tidak
mempengaruhi sel-sel darah oleh sebab itu pencampuran
EDTA dilakukan berkali-kali sebanyak 8-10 kali dengan
cara inversi (membolak-balikkan tabung). EDTA
mencegah koagulasi dengan cara mengikat ion kalsium
sehingga tidak terjadi proses pembentukan bekuan darah.
Untuk pemakaian antikoagulan ini adalah 1 mg K 2EDTA
untuk 1 ml darah. EDTA dapat mencegah koagulasi
dengaan cara mengikat ion kalsium sehingga terbentuk
garam kalsium yang tidak larut. (Nugraha, 2017).
b) Na-sitrat
Natrium sitrat harus segara dilakukan pencampuran
dengan antikoagulan natrium sitrat untuk mencegah
terjadinya koagulasi dan bekuan darah dalam spesimen
yang memberikan hasil invalid terhadap pemeriksaan
koagulasi. Pencampuran dengan cara inversi 4-5 kali
secara lembut dan perlahan, pencampuran yang
dilakukan secara berulang-ulang dan terlalu kuat
menyebabkan trombosit akan saling menggumpal dan
mempersingkat waktu pembekuan. untuk pemeriksaan
atau pengujian koagulasi dan agregasi trombosit serta
penggunaannya dengan cara menambahkan 1 bagian
natrium citrat 3,2 % kedalam 9 bagian darah. Pada
pemeriksaan laju endap darah (LED) metode westergren
24

penggunaannya adalah 1 bagian natrium citrat 3,8 %


dimasukkan kedalam 4 bagian darah (Nugraha, 2017).
c) Heparin
Heparin merupakan antikoagulan yang jarang
digunakan dalam pemeriksaan hematologi karena
harganya yang relatif mahal, tetapi menjadi antikoagulan
pilihan karena tidak mengubah komposisi darah, Heparin
digunakan dalam bentuk sodium heparin dengan
konsentrasi 12-30 IU/ml darah. (Nugraha 2017). Heparin
terdiri dari tiga macam, yaitu ammonium heparin, lithium
heparin, dan sodium heparin. Heparin mencegah
pembekuan darah dengan cara menghambat
pembentukan thrombin dari prothrombin sehingga
menghentikan pembentukan fibrin dari fibrinogen.
d) Oksalat
Antikoagulan ini sebenarnya dikhususkan untuk
pemeriksaan glukosa darah. Penggunaan natrium oksalat
dengan cara menambahkan 1 bagian natrium oksalat
dalam bentuk bubuk kedalam 9 bagian darah. Pada
double oxalate digunakan sebanyak 2 mg untuk 1 ml
darah (Nugraha, 2017). Oksalat mencegah pembekuan
darah dengan cara mengendapkan kalsium dalam darah.
Antikoagulan ini terdiri dari tiga macam, yaitu natrium
oksalat, kalium oksalat dan ammonium oksalat. Kalium
oksalat yang dikombinasi dengan natrium fluoride (NaF)
dikhususkan untuk pemeriksaan kadar glukosa darah,
dimana fungsinya sebagai antiglikolisis yang mencegah
metabolisme glukosa. (Yayuningsih, 2017; Riswanto,
2013).
25

3. Lokasi pengambilan specimen


Pada saat pengambilan specimen untuk pemeriksaan eritrosit
lokasi dapat diambil dari vena cubiti daerah siku. Vena cubiti
merupakan vena yang terbaik untuk pungsi vena, karena pada
vena ini ukurannya besar, cukup terlihat dan sedikit
kemungkinan terjadi memar atau hematoma. (Nugraha,
2017) Pengambilan darah dapat diambil dari darah arteri
umumnya diambil dari arteri radialis pada pergelangan
tangan atau arteri femoralispada daerah lipat paha.spesimen
darah kapiler biasanya digunakan pada anak-anak atau pada
vena yang sulit ditemukan pada orang dewasa. (Permenkes
No.43, 2013).
4. Pemberian identitas
Setelah spesimen darah diambil dan dimasukkan kedalam
tabung diberi identitas: nama lengkap, jenis kelamin, umur,
dan kode sampel yang akan dilakukan perlakuan
(KepMenKes No.1792, 2010)

2.6.1.4 Pengolahan specimen


Bahan pemeriksaan yang telah didapatkan akan stabil antara 1– 2
jam setelah dikumpulkan dan harus segera dilakukan
pemeriksaan. Untuk pemeriksaan hitung eritrosit menggunakan
darah dengan antikoagulan K2EDTA dengan cara homogenisasi
primer yang dilakukan membolak-balik tabung keatas dan
kebawah sebanyak 8 – 10 kali dan homogenisasi sekunder 5 kali
dan 8 kali.
2.6.1.5 Penyimpanan specimen
Semua specimen harus dibawa ke laboraturium dengan segera.
Pada penyimpanan spesimen dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti suhu, antikoagulan yang dipakai, wadah dan
stabilitasnya. Pemisahan serum atau plasma sebaiknya dilakukan
26

kurang dari 2 jam dari waktu pengambilan darah . Hal ini


disebabkan karena eritrosit dan sel darah masih hidup masih
melakukan metabolism dan dapat mempengaruhi kadar analit
dalam serum atau plasma.
Specimen darah rutin idealya harus tiba di laboraturium dalam
waktu maksimal 45 menit setelah pengambilan specimen. Untuk
pemeriksaan eritrosit, darah dalam antikoagulan K2EDTA
stabilitas pada suhu ruang dengan temperatur (20 – 25°C) stabil
dalam waktu kurang dari 6 jam (Riswanto, 2013)
2.6.1.6 pengiriman specimen
Specimen dikirim dalam wadah yang tertutup rapat untuk
mencegah terjadinya pencemaran atau penguapan dan diberi
label identitas dari pasien dan harus segera dikirim Maka dari itu
perlu diperhatikan syarat dalam pengiriman sampel, yaitu waktu
pengiriman tidak melampaui masa stabilitas spesimen, tidak
terkena sinar matahari langsung, dan suhu pengiriman harus
memenuhi syarat (PerMenKes No. 43, 2013; Riswanto.2013)

2.6.2 Analitik
Tahap analitik merupakan tahap kedua dalam pemeriksaan dan
terdiri dari alat, reagen, bahan control dan metode pemeriksaan
2.6.2.1 Alat
Peralatan pada laboratorium untuk melaksanakan suatu
pemeriksaan merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan, maka dari itu alat yang
digunakan harus dipelihara dan dikalibrasi secara berkala.
Kalibrasi sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil
pemeriksaan laboratorium yang terpercaya. Kalibrasi peralatan
dilakukan pada alat baru di install dan diuji fungsi dan kalibrasi
alat dilakukan secara berkala sekurang-kurangnya satu kali
dalam satu tahun, atau sesuai dengan pedoman pada pabrikserta
27

ketentuan peraturanperundang-undangan sesuai instruksi pabrik


(Permenkes No.43, 2013).
Alat yang digunakan untuk penelitian pemeriksaan eritrosit ini
adalah Automatic Hematology Analizer sysmex XS-800 dengan
metode impedans. Agar hasil yang dikeluarkan akurat, maka
perlu memperhatikan hal seperti, bagian luar alat dilap setiap
hari, periksa ada tidaknya sumbatan pada selang pembuangan
limbah, bila alat tidak dipakai tutup badan alat (Buku Petunjuk
Operasional Sysmex XS-800).

2.6.2.2 Reagen

2.6.2.3 Bahan Kontrol


Bahan control merupakan bahan yang digunakan untuk
memantau ketepatan suatu pemeriksaan pada laboratorium atau
untuk mengawasi kualitas hasil pemeriksaan sehari-hari.
Menurut Permenkes No 1792 (2010) ada beberapa macam
bahan control yaitu:
1) Bahan kontrol komersial
Bahan kontrol komersial adalah bahan kontrol yang ada
dipasar, dibuat oleh pabrik. Bahan kontrol komersial dibagi
menjadi dua macam yaitu:
a) Unassayed
Unassayed adalah bahan kontrol yang tidak mempunyai
niai rujukan sebagai tolak ukur
b) Assayed
Assayed adalah bahan control yang disertai nilai rujukkan
(Permenkes No.1792, 2010).

2) Bahan kontrol buatan sendiri


Ada beberapa macam bahan kontrol yang dibuat sendiri
yaitu:
28

a) Pooled sera, merupakan bahan kontrol dari campuran


bahan sisa serum pasien yang sehari-hari dikirim ke
laboratorium.
b) Larutan spikes, merupakan bahan kontrol yang dibuat
dari bahan kimia murni.
c) Hemolisat, merupakan bahan kontrol yang dibuat dari
lisat (bahan yang berisi sel darah merah yang telah
hancur) (Permenkes No.1792, 2010).

2.6.2.4 Metode
Menurut Permenkes No. 25 (2015), Metode pemeriksaan harus
memenuhi persyaratan yaitu uji validasi dan verifikasi. Menurut
Riswanti (2013) menghitung jumlah eritrosit dapat dilakukan
dengan 2 metode yaitu metode manual dan elektronik
(automatic) namun untuk menghitung jumlah eritrosit metode
manual sangat jarang dilakukan karna tingkat ketelitiannya
rendah berbedan dengan menghitung jumlah eritrosit
menggunakan alat penghitung otomatis yang merupakan alat
yang memberikan hasil yang dapat diandalkan dan reproducible,
instrument-instrumen ini deprogram untuk memberika hasil yang
cepat dan akurat. Berikut metode untuk pemeriksaan eritrosit :
1. Metode manual
Menurut Yayuningsih (2017), pada pemeriksaan
eritrosit menggunakan metode mikroskopis, salah satunya
dengan menggunakan alat bilik hitung hemositometer
pengencerkan darah dengan larutan hayem menggunakan
pipet thoma eritrosit atau tabung pemeriksaan eritrosit
menggunakan darah yang diencerkan 200 kali.
Cara menghitung sel eritrosit dengan cara manual
menggunakan bilik hitung adalah (Yayuningsih, 2017;
Riswanto, 2013) :
29

a) Eritrosit dihitung dengan menggunakan mikroskop


pembesaran 10 kali. Kurangi cahaya yang masuk
dengan mengecilkan diafragma.
b) Pengamatan difokuskan pada bidang-bidang bergaris
dalam bilik hitung dan carilah eritrosit.
c) Lakukan pengitungan eritrosit pada 25 bidang kecil di
bagian tengah bilik hitung
d) Perhitungan
Hitung eritrosit = jumlah sel yang dihitung
jumlah sel yang dihitung
Hitung eritrosit ¿ ×
volume bilik hitung
pengenceran
jumlah sel yang dihitung
Hitung leukosit ¿ × 200 kali
0,02
Jumlah sel eritrosit = N x 10.000
2. Metode otomatis
Pada laboraturium perhitungan eritrosit menggunakan
metode otomatis menggunakan alat yang disebut
Hematology Automatic Analyzer (HAA) yang dapat
melakukan hitung jumlah eritrosit secara langsung
(Yayuningsih, 2017) Ada beberapa prinsip menurut Geer JP
(2014) yang digunakan pada alat HAA, yaitu :
a. Metode impedance
Prinsip dari metode impedance adalah sampel yang
diencerkan dengan menggunakan larutan pengenceran,
selanjutnya suspensi sel akan dialirkan lewat celah.
Sebuah arus konstan melewati antara dua elektroda
platinum pada kedua sisi dari lubang alat. Setiap sel yang
lewat pada lubang mengalami penurunan konduktansi
listrik sehingga menghasilkan implus listrik, penurunan
tegangan sebanding dengan ukuran sel dan dicatat secara
elektronik. Turunnya tegangan sebanding dengan ukuran
30

sel yang memungkinkan ukuran sel rata-rata ditentukan


secara bersamaan. Besarnya tegangan sebanding dengan
volume sel (ukuran sel).
b. Metode optic
Metode lain yang biasa digunakan dalam hematology
analyzer yaitu metode optik. Prinsip dari metode optik
adalah darah yang diencerkanakan melewati detektor
berkas cahaya. Ketika sel-sel darah melewati ruang dan
menghasilkan cahaya optik, kemudian dibaca oleh
detektor dan dikonversikan dalam bentuk jumlah sel.
Metode ini dapat menganalisa atau memeriksa lebih dari
100 spesimen per jam.
c. Metode Gabungan (Impedance dan Optik)
Beberapa penganalisa hematologi yang lebih baru telah
menggabungkan metode impedansi dan optik dalam satu
instrumen, sehingga memungkinkan untuk penggunaan
yang optimal. Metode ini cocok untuk rumah sakit yang
lebih besar dan laboratorium rujukan karena dapat
mengerjakan sampel dalam jumlah yang banyak, namun
alat yang menggunakan metode ini relative lebih mahal
dari yang lainnya.
d. Metode Flowcytometry
Prinsip dari metode flowcytometry adalah darah yang
diencerkan dengan menggunakan larutan berwarna
selanjutnya dengan system hydro dynamicfocusing sel-
sel darah akan bergerak melalui celah dan menghasilkan
cahaya berwarna (berfluresensi). Foto detektor akan
menangkap cahaya dari berbagai sudut spesifik yang
dapat membedakan jenis sel darah. Ada beberapa
detektor yang membedakan ukuran, komposisi inti sel,
dan komposisi granula sel. Kemudian dilakukan
31

penghitungan jumlah sel dan ukurannya dan akan


diproses dan dikonversikan dalam bentuk digital.

2.6.3 Pasca Analitik


2.6.3.1 Pencatatan
Pencatatan hasil adalah suatu kegiatan setelah melakukan
pemeriksaan dilakukan, kemudian hasil dicatat yang mencakup
nama pasien, umur, jenis kelamin, nomor rekam medis,
permintaan pemeriksaan dan hasil pemeriksaan untuk mencegah
terjadinya kesalahan pemeriksaan eritrosit (Permenkes No.1792,
2010).
2.6.3.2 Pelaporan
Pelaporan hasil mencangkup format hasil, verifikasi, validasi ,
tidak ada transkrip, tulisan jelas, dan tidak ada kesalahan
penulisan angka dan satuan yang digunakan, pencantuman nilai
normal, pencantuman keterangan yang penting bila dilakukan
pengulangan pemeriksaan, penyampaian hasil segera dilakukan
setelah pemeriksaan dilakukan, mempunyai dokumen atau arsip
yang lengkap jelas dan mudah dimengerti, disiapkan buku
ekspedisi ( Santoso, 2008)
2.6.3.3 Pendokumentasian
Untuk menjaga kerahasiaan hasil pasien sebaiknya hasil yang
diberikan tersegel. Hasil pemeriksaan harus memiliki rekaman
dokumen yang dapat disimpan untuk pembuktian, memastikan
ketertelusuran dalam pemberian hasil pasien. ( Siregar C, 2007).

2.7 VERIFIKASI DAN VALIDASI METODA


2.7.1 Verifikasi Metode
Verifikasi merupakan tindakan pencegahan terjadinya kesalahan
dalam melaakukan kegiatan di laboraturium mulai dari tahap pra
analitik sampik dengan melakukan pencegahan ulang setiap
32

tindakan/proses pemeriksaan.(PerMenKes No.43 tahun 2013)


Verifikasi metode dilakukan pada saat ingin digunakan minimal sekali
dalam setahun jika tidak ada masalah. Jika, terdapat masalah dapat
dilakukan verifikasi ulang dengan bahan kontrol yang diuji sebanyak
10 kali. Menurut Maria tuntun (2018) Penilaian verifikasi dapat
dilakukan sebagai berikut :
a. Presisi (ketelitian)
Presisi merupakan suatu kemampuan untuk memberikan hasil
yang sama pada setiap penanggulangan pemeriksaan atau bisa
disebut kedekatan suatu hasil pemeriksaan dengan hasil
pemeriksaan lainnya. Secara kuantitatif presisi disajikan dalam
bentuk impresisi yang diekspresikan dalam ukuran koefisien
variasi (% CV) dengan rumus :
SDX 100
CV (%) =
x
SD = Standar Deviasi (simpangan baku)
X = Rata-rata hasil pemeriksaan berulang.
b. Akurasi
Akurasi atau ketepatan merupakan suatu kesesuaian antara hasil
pemeriksaan dengan nilai yang sebenarnya. Pada penilaian akurasi
terdapat nilai rentang yang bias digunakan sebgai standar karna
penilaian akurasi tidak harus selalu tepat sama dengan (true
value).rentang nilai (range) tersebut didapatkan dari hasil
pemeriksaan berulang berdasarkan standar deviasi (SD) dimana
akurasi dianggap bagus jika hasil pemeriksaan berada pada lebih
kurang 2 SD.
c. Total Allowable Eror (TEa)
TEa (total error allowable) merupakan persyaratan kualitas
analititis yang menetapkan batas ketidaktepatan (reproducibility)
atau kesalahan acak dan keakuratan (kesalahan sistematis atau
bias) yang dapat ditoleransi dalam pengukuran atau hasil test. TEa
33

berfungsi untuk membantu menginterpretasikan hasil dari program


jaminan kualitas eksternal pada suatu laboratorium yang dirujuk
untuk menguji klinik atau hasil laboratorium lainnya.
2.7.2 Validasi Metode
Validasi merupakan suatu proses untuk memastikan metode
analisis yang sesuai dengan tujuan pengujiannya. Validasi biasa
dilakukan pada metode analisa yang dimodifikasi maupun yang
baru dibuat atau dikembangkan. Parameter yang harus dilakukan
validasi metode uji adalah presisi, akurasi, limit deteksi,
spesitifitas, linieritas, range, robustness dan system suitability
(Riyanto, 2017)

2.8 PEMANTAPAN MUTU


Pemantapan mutu pada laboraturium merupakan suatu kegiatan yang
ditunjukan untuk menjamin ketelitian dan ketepan hasil suatu pemeriksaan
yang dilakukan pada laboraturium. (.(PerMenKes No.43 tahun 2013)
2.8.1 Pemantapan Mutu Internal
Pemantapan mutu internal/Quality Control (QC) adalah suatu proses
yang dilakukan untuk mengevaluasi pengujian. QC memiliki tujuan
untuk memastika system mutu agar berjalan dengan benar dan
menjamin hasil pemeriksaan laboraturium juga mengetahui dan
meminimalkan penyimpangan serta mengetahui sumber dari
penyimpangan (maria tuntun, 2018)
Tujuan dari pemantapan mutu internal antara lain :
1. Pemantapan dan penyempurnaan metode pemeriksaan dengan
mempertimbangkan aspek analitik dan klinik.
2. Mempertinggi kesiagaan tenaga sehingga pengeluaran hasil yang
salah tidak terjadi dan kesalahan dapat dilakukan dengan segera.
3. Memastikan bahwa semua proses dimulai dari persiapan pasien,
pengambilan spesimen, pengiriman spesimen, penyimpangan,
34

pengolahan spesimen, pencatatan dan pelaporan telah dilakukan


dengan benar.
4. Mendeteksi kesalahan dan mengetahui sumber kesalahannya,
5. Membantu memperbaiki pelayanan penderita melalui peningkatan
mutu pemeriksaan laboratorium (Depkes, 2013).
Cakupan objek pemantapan mutu internal meliputi aktivitas pra
analitik, analitik, dan pasca analitik. Tahapan-tahapan pemantapan
mutu internal antara lain :
1. Tahap Pra-Analitik
Tahap pra-analitik ini dilakukan agar tidak terjadi kesalahan
sebelum melakukan analisis spesimen terhadap pasien yang
diperiksa, meliputi persiapan pasien, pemberian identitas,
pengambilan dan penampungan spesimen, penanganan spesimen,
pengiriman spesimen dan pengolahan serta persiapan spesimen.
2. Tahap Analitik
Tahap analitik dilakukan dengan tujuan untuk menjamin
hasil pemeriksaan spesimen dari pasien dapat dipercaya/valid,
untuk menegakkan diagnosis terhadap pasiennya. Pada tahap ini
yang dilakukan meliputi pemeriksaan spesimen, pemeriksaan
kalibrasi alat, uji kualitas reagen dan uji ketelitian.
3. Tahap Pasca Analitik
Pada tahap akhir yaitu tahap pasca analitik yang dilakukan
meliputi Pembacaan hasil dan pelaporan hasil. Hasil yang didapat
harus dilaporkan dengan benar jika salah dalam pembacaan hasil
maka akan beresiko terhadap diagnosis pasien.
Pembuatan grafik control
Grafik kontrol merupakan suatu grafik yang menyatakan hasil
pemeriksaan telah dilakukan dapat diterima atau tidak. Pada grafik
kontrol dari hasil bahan kontrol diperiksa minimum 20 hari berbeda. Dari
data yang diperoleh dihitung rata-rata (mean) dan Standar Deviasi (SD),
nilai perhitungan mean dan SD yang telah diperoleh kemudian dibuat
35

dalam Levey Jenning Chart dan hasil kontrol yang didapat menggunakan
aturan Westgard’s Multi Rules. Berikut ini beberapa cara yang digunakan
dalam menganalisa hasil bahan kontrol yang digunakan dalam
pemeriksaan:
a. Levey Jenning Chart
Menururt Sukoirini (2010) Levey Jennings Chart
merupakan grafik dimana nilai kontrol yang diperoleh akan
ditemukan nilai rata-rata dan batas nilai yang dapat dinyatakan
diterima . Pada penggunaannya grafik Levey Jennings digunakan
untuk menilai hasil bahan kontrol dan terdiri atas sumbu X (hari) dan
Y (hasil dari bahan kontrol). Grafik ini memiliki garis yang
menyatakan nilai mean (rata-rata) dan garis yang menyatakan batas
nilai kontrol yang masih dapat diterima menurut aturan (±2SD atau
±3SD) (Permenkes No.1792, 2010).
Rumus satuan SD :
xi−Mean
Satuan SD =
SD
Keterangan :
Xi :Nilai bahan kontrol
Mean : Nilai rata-rata;
SD : Nilai SD

Gambar Grafik Levey Jennings Chart


b. Westgard’s Multi Rules
36

Menurut Sukorini (2010), Westgard multirules merupakan suatu seri


multirules yang digunakan untuk membantu evaluasi pemeriksaan
kontrol berpasangan (kadar rendah dan kadar tinggi) pada level
signifikan secara medis atau pada akhir rentang linieritas metode
pemeriksaan tersebut. Berikut beberapa aturan dari Westgard
multirules yaitu :
1. Aturan 1-2S
Aturan ini yang merupakan peringatan. Aturan ini
menyatakan apabila satu nilai berada diluar batas +/- 2SD akan
tetapi masih berada didalam batas +/- 3SD yang merupakan
peringatan akan kemungkinan terdapat masalah pada instrumen
atau malfungsi metode, akan tetapi masih diterima dan hasil dapat
dilaporkan.

Gambar Aturan Westgard 1-2s

2. Aturan 1-3S
Aturan ini yang merupakan penolakan. Satu nilai kontrol
berada diluar batas +/- 3SD. Aturan ini mendeteksi kesalahan
acak sehingga perlu dilakukan pengecekan instrumen.
37

Gambar Aturan Westgard 1-3s


3. Aturan 2-2S
Dua nilai kontrol (level rendah) berturut-turut berada
diluar batas +/- 2 SD yang dimana perlu dilakukan pengecekan
alat. Jika hal ini terjadi berturut-turut pada bahan kontrol dengan
level yang sama berarti violation yang berarti berkaitan dengan
bahan kontrol. Aturan ini mendeteksi kesalahan sistematik yang
termasuk kriteria peringatan.

Gambar Aturan Westgard 2-2s

4. Aturan R-4S
Aturan ini dapat digunakan apabila dua hasil kontrol
berada pada garis mean +2SD dan nilai kontrol selanjutnya pada
mean –2SD. Aturan ini termasuk kriteria penolakan dimana perlu
dilakukan pengecekan terhadap reprodusibilitas analayzer.
38

Gambar Aturan Westgard R4s

5. Aturan 4-1S
Kriteria peringatan dimana 4 nilai kontrol berturut-turut
diluar 1 SD, dimana termasuk kesalahan sistematik yang berarti
mengindikasikan adanya shift atau trend didalam proses analitik.

Gambar Aturan Westgard 4-1s

6. Aturan 10-x
Aturan ini termasuk kriteria penolakan jika 10 nilai
kontrol berturut-turut berada pada sisi yang sama dari nilai rerata
yang dimana termasuk tipe kesalahan sistematik dimana
mengindikasikan alat tersebut keluar dari kalibrasi atau bahan
kontrol yang sudah kadaluwarsa.
39

Gambar Aturan Westgard 10x


40

2.8.2 Pemantapan Mutu Eksternal


Pemantapan Mutu Eksternal merupakan suatu kegiatan yang
diselenggarakan secara periodik oleh pihak lain di luar
laboratorium yang bersangkutan. Pemantapan mutu eksternal ini
bertujuan untuk memantau dan menilai kualitas suatu laboratorium
dalam bidang pemeriksaan tertentu dan sangat bermanfaat bagi
sebuah laboraturium karena hasil evaluasi yang diperoleh dapat
menunjukkan kualitas dari laboratorium yang bersangkutan
(PerMenKes No.43 tahun 2013).
41

2.9 KERANGKA PEMIKIRAN


Pemeriksaan Hitung Eritrosit

Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan

Faktor Laboratorium

Pra Analitik Analitik Pasca Analitik

1. Persiapan pasien 1. Metode 1. Pelaporan hasil


2. Identifikasi pasien 2. Reagensia 2. Pencatatan hasil
3. Pengumpulan spesimen 3. Alat
4. Pengelolaan spesimen
5. Pengiriman spesimen
6. Penyimpanan spesimen
Homogenisasi
Sekunder 8 kali

Didiamkan 10 menit
Faktor Patologis

( 2 menit)

Homogenisasi Sekunder Homogenisasi


sebanyak 5 kali Sekunder 8 kali

Pemeriksaan hitung
Eritrosit

Hasil Pemeriksaan
hitung Eritrosit

Tidak Terdapat perbedaan


hitung jumlah Eritrosit
Keterangan :
: Yang akan diperiksa
: Faktor yang mempengaruhi    hasil
: Berhubungan langsung
: Tidak Berhubungan langsung
42

2.10 HIPOTESIS
Tidak terdapat perbedaan hasil pemeriksaan eritrosit dengan teknik
homogenisasi sekunder 5 kali dan 8 kali
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pra-eksperimen. Pra-
eksperimen adalah jenis penelitian dimana tidak ada variabel kontrol dan
sampel tidak dipilih secara random (Sugiyono, 2015). Penelitian ini dilakukan
untuk melihat perbedaan hasil pemeriksaan hitung jumlah eritrosit dengan
teknik homogenisasi sekunder 5 kali dan 8 kali.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian akan dilakukan di Fakultas Ilmu Kesehatan UKMC dan
waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juni 2021.

C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang akan digunakan adalah mahasiswa Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Katolik Musi Charitas Palembang.

D. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi penelitian
Populasi adalah keseluruhan dari subjek penelitian atau subjek yang
diteliti menjadi sarana penelitian (Notoatmojo, 2018). Populasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ilmu
Kesehataan Universitas Katolik Musi Charitas Palembang
2. Sampel penelitian
Sampel adalah objek yang teliti dan dianggap mewakili seluruh
populasi (Notoatmojo, 2018). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini

42
adalah mahasiswa-mahasiswi Fakultas Ilmu Kesehataan UKMC
Palembang. Berjumlah 30 orang yang masuk kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi merupakan kriteria yang perlu dipenuhi oleh setiap
anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel. Kriteria eksklusi

43
43

merupakan ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil sebagai


sampel (Notoatmodjo, 2018).

Tabel 3.1 Kriteria Inklusi dan Kriteria Ekslusi


Kriteria inklusi Kriteria eksklusi

Mahasiswa Fikes UKMC Sampel hemolisis


Palembang
Bersedia diambil darah dan Mengkonsumsi obat-obatan
mengisi informed consent diuretic
Berusia 19-23 tahun Tidak hadir pada saat jadwal
Tidak mengeluh sakit pengambilan sampel

3. Teknik Pengambilan Sampel


Teknik sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi sampel yang
digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada sehingga jumlah sampel
akan mewakili dari keseluruhan populasi yang ada (Sugiyono, 2015).
Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah Quota
Sampling. Dimana cara mengambil sampel dilakukan dengan menetapkan
berapa jumlah sampel yang diperlukan atau menetapkan quantum (jatah).
Kemudian quantum itulah yang dijadikan dasar untuk mengambil unit
sampel yang diperlukan (Notoatmojo, 2018).

E. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang akan digunakan adalah “Static Group
Comparison” yang berarti bahwa dalam rancangan ini kelompok eksperimen
menerima perlakuan (X) yang diikuti dengan pengukuran kedua atau
observasi (O2) (Notoatmojo, 2018). Desain penelitiannya, yaitu:
44

X1 O1
S
X2 O2

Gambar 3.1 Desain Penelitian

Keterangan:
S = Subjek terpilih atau Sampel
X1 = Perlakuan Teknik Homogenisasi Sekunder 5 kali
X2 = Perlakuan Tidak Homogenisasi Sekunder 8 kali
O1 = Hasil Pengukuran pemeriksaan hitung jumlah eritrosit dengan teknik
homogenisasi sekunder 5 kali
O2 = Hasil Pengukuran pemeriksaan hitung jumlah eritrosit dengan teknik
homogenisasi sekunder 8 kali

F. Definisi Oprasional

Tabel 3. 2 Definisi Operasional


Variabel
Definisi Alat Cara Skala
Variabel terikat
Eritrosit Jumlah Sysmex XS- Mengukur Rasio
eritrosit dalam 800i jumlah
darah/l eritrosit
dengan
metode
otomatis
Variabel bebas
45

Homogenisasi Pencampuran Manual Darah Nominal


darah yang dibolak-balik
didiamkan secara inversi
pasca sebanyak 5
homogenisasi kali
primer
sebanyak 5
kali

Homogenisasi Pencampuran Manual Darah Nominal


darah yang dibolak-balik
didiamkan secara inversi
pasca sebanyak 8
homogenisasi kali
primer
sebanyak 8
kali
46

G. Alur Penelitian

Populasi
P
Subjek target
E

M Kriteria Inklusi
E
Subjek terpilih
R
Mengisi inform concent
I

K Pra Analitik Pengambilan darah

S
Pengolahan sampel darah
A
Homogenisasi sekunder 8 kali (CLSI,
A 2017 dan BD Vacutainer, 2010)
N
Didiamkan selama 10 menit
(2 menit)

E
Homogenisasi Sekunder Homogenisasi
R sebanyak 5 kali Sekunder 8 kali

I
Pemeriksan Eritrosit dengan
Analitik alat Sysmex XS-800i
T

R
Hasil pemeriksaan
O
Pasca Analitik
Analisa data
S

T
47

H. Cara Kerja
1. Tahap pra-analitik

1.1 Persiapan Subjek


Cara Kerja:
a. Memberikan penjelasan tentang pengisisan inform concentdan
tentang penelitian yang akan dilakukan.
b. Melakukan pengecekan ulang data sehubungan dengan
persyaratan penelitian dengan kuisioner.
c. Hasil kerja : Subjek siap diambil darah.
1.2 Pengambilan darah
a. Alat dan bahan yang akan digunakan untuk pengambilan sampel
yaitu :
1) tabung K₂EDTA; 2) jarum suntik ; 3) holder; 4) kapas alkohol
70 %; 5) kapas kering bersih; 6) APD (handscoon, masker, jas
laboratorium); 7) plester; 8) ATK; 9) tempat penampungan
limbah; 10) tourniquet; 11) label; 12) rak tabung.
b. Cara kerja :
1) Mempersiapkan peralatan sampling yang akan digunakan.
2) Melakukan pendekatan kepada subjek penelitian dengan
ramah dalam memberikan penjelasan sebelum dan saat
dilakukannya pengambilan darah.
3) Menanyakan identitas subjek penelitian dan mencatatnya
di wadah penampungan sampel, yaitu tabung EDTA 3 ml.
4) Melakukan pengambilan sampel darah menurut PerMenKes
(2013):
a) Posisi subjek penelitian duduk dengan posisi lengan
subjek penelitian harus lurus, jangan membengkokkan
siku. Pilih lengan yang banyak melakukan aktivitas.
b) Subjek penelitian diminta untuk mengepalkan tangan
48

c) Pasang "torniquet"± 10 cm di atas lipat sikuPemasangan


tourniquet tidak lebih dari 1 menit dengan tekanan darah
harus dipertahankan 40 mmHg.
d) Pilih bagian vena mediana cubiti
e) Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil darahnya
dengan alkohol 70% dan biarkan kering untuk mencegah
terjadinya hemolisis dan rasa terbakar. Kulit yang sudah
dibersihkan jangan dipegang lagi.
f) Tusuk bagian vena tadi dengan jarum, lubang jarum
menghadap ke atas dengan sudut kemiringan antara jarum
dan kulit 15 derajat, tekan tabung vakum sehingga darah
terisap ke dalam tabung. Bila jarum berhasil masuk vena,
akan terlihat darah masuk dalam semprit. Selanjutnya
lepas torniquet dan pasien diminta lepaskan kepalan
tangan.
g) Biarkan darah mengalir ke dalam tabung sampai selesai.
h) Tarik jarum dan letakkan kapas alkohol 70 % pada bekas
tusukan untuk menekan bagian tersebut selama ± 2 menit.
Setelah darah berhenti, plester bagian ini selama ± 15
menit.

c. Hasil : Tersedia sampel darah vena


1.3 Pengolahan sampel
a. Alat dan bahan : 1) sampel darah vena dengan antikoagulan
K₂EDTA; 2) APD (handscoon, masker, jas laboratorium).
b. Cara kerja
1) Homogenisasi primer
a) Sampel darah yang telah diambil, kemudian dimasukkan
kedalam 1 tabung dengan antikoagulan K₂EDTA.
49

b) Pada masing-masing sampel darah dihomogenisasi dengan


teknik bolak-balik atau inversi sebanyak 8 kali (BD
Vacutainer, 2010).
c) Sampel yang sudah dihomogenisasi kemudian didiamkan
selama 10 menit dan selanjutnya diperiksa.
2) Homogenisasi sekunder
a. Sampel darah yang sudah didiamkan selama 10 menit ± 2
menit dihomogenkan dengan teknik bolak-balik atau inversi
sebanyak 5 kali dan 8 kali dan selanjutnya diperiksa
b. Hasil : Sampel darah siap diperiksa dengan menggunakan
alat Hematologi Analyzer Sysmex XS-800i.

2. Tahap Analitik

2.1 Menyiapkan alat Sysmex XS-800i


a. Persiapan
 Cek kecukupan reagen
 Cek intrumen : pastikan kabel dan selang terpasang
 Cek pembuangan : buang jika sudah penuh
b. Menghidupkan alat
Urutan menghidupkan alat :
 Computer
 Instrument
c. Log on pada computer

 Hidupkan computer, window 2000 akan muncul secara


automatis

 Program XS akan berjalan dan muncul kotak IPU Log in


50

 Masukan user name & password dan tekan enter

d. Hasil : Alat siap untuk melakukan pemeriksaan.

2.2 Verifikasi Metode


Pada proses verifikasi metode untuk menentukan uji presisi,
akurasi, dan TEa.
a. Alat dan bahan : 1) Sysmex XS-800i; 2) bahan kontrol eighcheck
(low kontrol, normal kontrol, dan high kontrol)
b. Cara kerja pengukuran bahan kontrol (±7 kali)
1) Keluarkan bahan kontrol yang disimpan pada lemari es dan
letakkan pada suhu ruang selama 15 menit sebelum
digunakan.
2) Pastikan alat pada posisi “ready”.
3) Homogenkan bahan kontrol dengan cara membolak-balikkan
8 kali tabung.
4) Buka penutup dan letakkan bahan kontrol dibawah aspirasi
(probe), pastikan ujung probe menyentuh dasar tabung agar
probe tidak menghisap udara.
5) Jika terdengar bunyi “beep” sebanyak 2 kali dan pada layar
LCD terdapat tulisan “Analyzing”. Tarik keluar ujung probe
dari tabung kontrol.
6) Lakukan pengukuran bahan kontrol minimal 7 kali.
Kemudian catat hasil pemeriksaan kontrol dan hitung mean,
standar deviasi (SD), coefisien variasi (CV), dan bias untuk
mengetahui presisi dan akurasi metode dan TEa.
c. Hasil :
1) Presisi diterima sesuai dengan persyaratan, presisi diterima jika
CV < 5%.
2) Akurasi sampel diterima jika rata-rata nilai hasil pemeriksaan
bahan kontrol tidak jauh dari nilai tengah kontrol ( 9,19 %)
51

3) Tea Sampel diterima jika rata-rata nilai hasil pemeriksaan


bahan kontrol tidak jauh dari nilai tengah kontrol ( 15 %)

(Buku Petunjuk Operasional Sysmex XS-800i ).

2.3 Pemantapan Mutu Internal (PMI)


a. Alat dan bahan : 1) Sysmex XP-100; 2) bahan kontrol eighcheck
(low kontrol, normal kontrol, dan high kontrol)
b. Cara kerja :
1) Cek lampu ready pada alat menyala hiju, jika tidaak
kemungkinan ada sesuatu yang eror
2) Klik manual
3) Klik QC
4) Pilih QC file yang akan dijalankan dan klik OK
5) Homogenisasi control E-check lalu tempatkan pada aspiration
port dan tekan START
6) Hasil analisa QC akan tampil. Bila berwarna merah maka
hasil QC akan keluar dari batas. Untuk mengulang tekan
cancel lalu ulangi langkah 4. Bila QC masuk tekan Accept.
7) Bila hasil bahan kontrol diterima maka pemeriksaan sampel
dapat dilakukan. Hasil bahan kontrol diterima bila berada
dalam rentang yang diperbolehkan.

c. Hasil :Sesuai aturan Westgard’s multi-rules

(Buku petunjuk Operasional Sysmex XS-800i).

2.4. Pemeriksaan jumlah eritrosit


a) Alat dan bahan : 1) Sysmex XS-800i ; 2) sampel darah dengan
antikoagulan K₂EDTA
52

b) Cara kerja :
1. Siapkan sampel, minimal 500µl yang diambil sebanyak 20µl
oleh alat
2. Cek status dalam keadaan ready (lampu ready menyala hijau)
3. Klik manual ico atau tekan F2
4. Muncul window (masukkan nomor sampel, pilih dicrete (CBC
atau CBC + DIFF) lalu isi patient ID
5. Klik OK setelah selesai di set
6. Mix sampel (homogenkan sampel)
7. Buka tutup sampel (vacutube)
8. Masukan kedalam aspiration port kemudian tekan tombol start,
maka lampu akan hijau akan berkedip dan tunggu sampai
terdengar bunyi beep 2x lalu tarik sampel
9. Tunggu hasil annalisa sampel keluar di layar monitor
10. Tulis langsung hasil di blanko pemeriksaan ? primt hasil analisa
sampel
c) Hasil : Hasil print out diambil dan didokumentasi dengan cara
diketik dikomputer.
(Buku Petunjuk Operasional Sysmex XS-800i).

3. Tahap Pasca-analitik

3.1 Pencatatan hasil


a. Alat : 1) Pena; 2) inform concent
b. Cara kerja :
1. Menyiapkan alat tulis yang akan digunakan
2. Mencatat hasil pemeriksaan pada form pemeriksaan
c. Hasil : Data hasil pemeriksaan tercatat pada form hasil
pemeiksaan .
3.2 Pelaporan hasil
a. Alat dan bahan: 1) kompuuter; 2) formulir hasil pemeriksaan;
53

3) printer; 4) kertas
b. Cara kerja :
1. Menyiapkan alat yang akan digunakan
2. Mengetik hasil dari print out alat pemeriksaan pada dikomputer
3. Mencetak dokumen dari hasil yang sudah diketik
4. Menyerahkan dokumen hasil pada pejabat atau petugas lab yang
bewenang untuk divalidasi.
5. Setelah hasil divalidasi, kemudian hasil dikeluarkan.
c. Hasil : tersedia dokumen dari hasil pemeriksaan yang sudah
divalidasi.
54

I. Analisa Data
Adapun tahapan pada analisis data yaitu :
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan proses pengumpulan data primer
dan data sekunder. Data hasil pemeriksaan hitung jumlah eritrosit yang
telah divalidasi kemudian digunakan untuk pemecahan masalah yang
diteliti atau menguji hipotesis yang sudah dirumuskan (Siregar, 2013)
2. Pengolahan Data
Pengolahan data dalam penelitian merupakan proses dalam
memperoleh data ringkasan menggunakan cara atau rumusan tertentu.
Pengolahan data dalam suatu penelitian meliputi beberapa tahap yaitu
(Notoatmojo, 2018)
2.1 Editing
Editing merupakan merupakan suatu proses pengecekan atau
pemeriksaan data yang telah dikumpulkan dari penelitian. Editing
bertujuan untuk mengkoreksi kesalahan-kesalahan dan kekurangan
data yang telah dikumpulkan. Pada penelitian pengolahan data
dikumpulkan dari informed consent, melalui proses editing yang akan
dilakukan:
1) Apa data telah lengkap, seperti :
Pada informed consent pertanyaan yang tersedia telah di isi semua
dan pada informed consent jawaban relevan dengan pertanyaan
2) Apa data pemeriksaan hitung eritrosit dengan teknik homogenisasi
sekunder 5 kali dan 8 kali.

2.2 Coding
Coding adalah suatu tahap pemberian kode pada hasil data yang
termasuk kategori yang sama. Tujuannya untuk membedakan hasil
analisis antara data atau identitas data. Dalam penelitian pemeriksaan
hitung jumlah eritrosit dilakukan coding pada homogenisasi sekunder
55

5 kali diberi kode A dan 8 kali diberi kode B. Kode angka 1-30
menunjukkan urutan sampel, pada penelitian dilakukan codeing diberi
label seperti tabel:
Tabel 3.3Kode sampel
Kode sampel
No Homogenisasi sekunder Homogenisasi sekunder
5 kali 8 kali
1. A1 B1
2. A2 B2
3. A3 B3
4. A4 B4
5. A5 B5
6-30 A6-A30 B6-B30

2.3 Tabulasi
Tabulasi merupakan suatu proses penempatan data kedalam
bentuk tabel yang sudah diberi kode yang sesuai dengan kebutuhan
analisis. Tabulasi bertujuan untuk memudahkan meringkas proses
analisis data. Pada penelitian yang akan dilakukan menggunakan
tabulasi dengan bentuk data 30 dari jumlah populasi yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut :
Tabel 3.4 Tabulasi Data
Homogenisasi sekunder 5 kali Homogenisasi sekunder 8 kali
No
Kode Hasil Kode Hasil
1 A1 - B1 -
2 A2 - B2 -
3 A3 - B3 -
4 A4 - B4 -
5 A5 - B5 -
6-30 A6 – A30 - B6 – B30 -

Keterangan :
56

1-30 : No urut sampel

A : Kode sampel homogenisasi sekunder 5 kali

B : Kode sampel homogenisasi sekunder 8 kali

- : Hasil pemeriksaan jumlah eritrosit


57

3. Penyajian data
Penyajian data disajikan dalam bentuk deskriptif untuk
menggambarkan ukuran kelompok data yang dianalisis menggunakan uji
statistik. Penyajian ini digunakan untuk membuat gambaran secara
sistematis, data yang akan digunakan berupa tabel, grafik, dan diagram.
Pada penelitian ini data disajikan dalam bentuk tabel.Tabel merupakan
kumpulan angka-angka yang berdasarkan kategori tertentu.Sebuah tabel
minimal memuat judul tabel, judul kolom, dan judul baris (Siregar, 2013).
4. Analisa data

Analisa data merupakan proses menyusun data secara sistematis


yang diperoleh dari hasil kuesioner (angket) dan dokumentasi (Siswanto,
2015). Pada penelitian ini data yang diperoleh dari hasil kuesioner yaitu
jumlah eritrosit dengan pengukuran secara otomatis menggunakan alat
sysmex XS-800i. Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan selanjutnya
disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis dengan cara mengolah data
dengan menggunakan komputer program SPSS versi 22. Pada penelitian
yang akan dilakukan tahapan dari analisa data adalah sebagai berikut:

4.1 Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang


digunakan terdistribusi normal atau tidak. Apabila data terdistribusi
normal, maka dapat digunakan uji statistik parametrik, sedangkan bila
data tidak terdistribusi normal, maka digunakan uji statistik non
parametrik (Siregar, 2017). Metode yang digunakan untuk menguji
normalitas data berdasarkan jumlah subjek, yaitu (Dahlan, 2009) :
a. Metode analitik Kolmogorov-Smirnov bila subjek data yang
digunakan > 50
58

b. Metode analitik Shapiro-Wilk bila subjek data yang digunakan ≤


50
Berikut kriteria pengujian yang diambil berdasarkan nilai probabilitas.
1) Jika probabilitas (sig) sebesar (α) > 0,05 maka data terdistribusi
normal
2) Namun jika probabilitas (sig) sebesar (α) ≤ 0,05 maka data
dinyatakan tidak terdistribusi normal.
Uji normalitas yang digunakan pada penelitian ini adalah
metode analitik Shapiro-Wilk, dikarenakan jumlah subjek yang
digunakan atau ≤ 50 sampel.

4.2 Analisis Univariat

Analisis univariat merupakan analisis yang menggambarkan


suatu data yang akan dibuat baik sendiri maupun secara kelompok
(Siswanto, 2015). Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau
mendekskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk
analisis Univariat bergantung dengan jenis datanya. Untuk data
numerik digunakan nilai mean atau rata-rata, median, dan SD
(Standard Deviasi). Pada umumnya dalam analisis ini hanya
menghasilkan distribusi frekuensi dan presentasi dari setiap variabel
(Notoatmodjo, 2012).

4.3 Analisis Bivariate

Menurut Notoatmodjo (2012), analisis bivariat merupakan


analisis yang dilakukan berdasarkan dua variabel yang berhubungan.
Menurut Siswanto (2015), uji hipotesis merupakan uji yang
digunakan untuk analisis bivariate.Untuk menentukan statistik yang
digunakan tentukan dahulu jenis data yang digunakan.Pada penelitian
59

ini data yang digunakan adalah data kuantitatif dan variabel yang
digunakan adalah dua variabel yaitu varibel bebas dan variabel terikat.
Dalam uji beda untuk mengetahui uji perbedaan dapat
dilakukan dengan parametrik dan non parametrik. Jika data yang
didapatkan terdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji
parametrik yaitu uji T data berpasangan ( Paired sample T - test).
Namun, jika data yang didapatkan tidak terdistribusi dengan normal
dilakukan transformasi data. Jika hasil transformasi data didapatkan
data berdistribusi normal maka digunakan uji T data berpasangan
(Paired sample T- test). Jika data tidak terdistribusi normal, maka
dilanjutkan uji non parametrik menggunakan uji Wilcoxom signed
rank test. Dengan ketentuan uji bila sig () ≤ 0,05 terdapat perbedaan
maka hipotesis (Ho) ditolak, sedangkan jika nilai sig () > 0,05 tidak
terdapat perbedaan maka hipotesis (Ho) diterima (Dahlan, 2013
DAFTAR PUSTAKA

BD Vacutainer (2019). Order of Draw for Multiple Tube


Collectionfile:///C:/Users/User/Downloads/PAS_BC_Vacutainer-order-of-
draw-for-multiple-tubes-poster_IM_EN.pdf - Diakses April 2020.

Cahyanur R, Ikhwan Rinaldi.2019.Pendekatan Klinis Polisitemia.Jurnal penyakit


dalam Indonesia.Vol 6.No 3.

Constains L(2017).Buku Ajar Labortaurium Klinis. Jakarta : EGC

Cheesbrough, M (2005). Laboratory Practice in Tropical Countries.Edition


2.Cambridge : The Edinburgh Building, Cambridge and Tropical Health
Technology.

Dahlan, Muhamad S (2009). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta :


Selemba Medika

Daniels, Rick.2006.Delmar’s manual & laboratory and diagnostic tests

Desmawati (2013). Sistem Hematologi dan Immunologi.Jakarta : In Media

Dewi Yayuningsih (2017). Hematologi Program Keahlian Teknologi


Laboraturium Medic. Jakarta: EGC

Geer JP et al (2014) Wintrobe’s clinical hematology. Edisi 13. Lippincott


Williams and Wilkins

60
Hartina., Garini.A., Tarmizi.M.I (2018). Perbandingan Teknik Homogenisasi
Darah EDTA Dengan Teknik Inversi dan Teknik Angka Delapan Terhadap
Jumlah Trombosit. JPP (Jurnal Kesehatan Poltekkes Palembang) Vol. 13 No
2

Kiswari, Rukman (2014). Hematologi dan Transfusi. Jakarta: Erlanga.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1792/MENKES/


SK/XII/2010 tentang Pedoman Pemeriksaan Kimia Klinik

Lippi Giuseppe et al (2007). Evaluation of Different Mixing Procedures for


K2EDTA Primary Samples on Hematological Testing. Laboratory Medicine

61
62

Nugraha G (2015). Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Dasar. Jakarta: Cv


Trans Info Media

Nugraha G (2017).Pemeriksaan Hematologi Dasar.Jakarta: Cv Trans Info Media

Notoatmodjo (2012) Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Notoatmojo (2018) Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2013 tentang


Cara Penyelenggaraan Laboratorium Klinik Yang Baik

Riswanto (2013). Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Yogyakarta: Alfamedia


dan Kanal Medika.

Riyanto (2017) Validasi dan Verifikasi Metode uji; sesuai ISO/IEC 17025
laboratorium pengujian dan kalibrasi edisi 1 cetakan 4. Yogyakarta :
DEEPUBLISH

Siswanto.2018.Perbedaan homogenisasi cara manual bolak-balik5-10 kali dengan


di bolak-balk 2-4 kali pada pemeriksaan trombosit

Sukorini U et al (2010) Pemantapan Mutu Internal Laboratorium. Yogyakarta :


Kanal Medika dan Alfamedia

Sugiyono (2015) Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta

Siregar (2013). Metode penelitian kuantitatif. Jakarta: Prenadamedia

Wahdaniah, Sri Tumpuk(2018).Perbedaan Penggunaan Antikoagulan K2edta Dan


K3edta Terhadap Hasil Pemeriksaan Indeks Eritrosit. JLK 2 (2) (2018)

Yaqin dan Arista (2015). Analisis Tahap Pemeriksaan Pra Analitik Sebagai Upaya
Peningkatan Mutu Hasil Laboratorium Di RS. Muji Rahayu Surabaya.
ISSN 2087-0725; Jurnal Sains Vol.5 No.1

Yucel, Cigdem., Turhan, Turan., Esin, Calci (2016). The effect of preanalytical
mechanical mixing time on complete blood cell count parameters in the
emergency laboratory. Ankara Numune Eğitim ve Araştırma Hastanesi,
Ankara, Turkey

Anda mungkin juga menyukai