Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN PRE/POST OPERASI PADA Ny.

N
DENGAN GANGGUAN MUSKULOSKELETAL : CIDERA KEPALA DI
PAVILIUN CENDANA KAMAR 702
RSUD SITI FATIMAH PALEMBANG

Disusun Oleh :
RIKHA SAULINA NABABAN
2235004

Dibuat untuk Memenuhi Target Laporan pada Mata Kuliah


Praktik Profesi Keperawatan Bedah (4 SKS)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KATOLIK MUSI CHARITAS
PALEMBANG
2022
2

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami hanturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat dan rahmatnya penulis dapat mengumpulkan laporan “Keperawatan
Medikal Bedah, Sistem muskuloskeletal : Cidera Kepala”. Laporan ini berisikan
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan proses penyakit dan proses pembelajaran
selama stase keperawatan medikal bedah. Laporan dibuat berdasarkan sumber
yang telah didapatkan dari hasil jurnal maupun buku.
Dalam kesempatan ini kami berterima kasih kepada, Bapak/Ibu/Saudara/i:
1. E.F. Slamet Santoso Sarwono MBA, DBA, selaku Rektor Universitas
Katolik Musi Charitas Palembang
2. Maria Nur Aeni, S.K.M, M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Univesitas Katolik Musi Charitas Palembang.
3. Ns. Bangun Dwi Hardika, M.K.M Selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Katolik Musi Charitas Palembang.
4. Ns.Sanny Frisca, M.K Selaku koordinator mata ajar keperawatan bedah
5. Pembimbing lapangan atau klinik Ns.Sanny Frisca, M.Kep yang telah
meluangkan waktunya untuk membantu dan membimbing dalam proses
dan juga
Penulis menyadari dalam penulisan proposal ini masih jauh dari kata
sempurna, banyak kekurangan baik dari segi materi ataupun penulisan, oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun guna diperbaiki di masa
yang akan datang dari teman-teman, ibu dan bapak dosen mata ajar keperawatan
medikal bedah sangat kami harapkan agar dapat membuat laporan ini menjadi
lebih baik

Palembang, 15 November 2022

Penulis

2
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN................................................................. 4
A. Latar Belakang............................................................................ 4
B. Ruang Lingkup ........................................................................... 6
C. Tujuan ......................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................... 7
A. Konsep Medis Anemia................................................................ 7
B. Konsep Asuhan Keperwatan Anemia ......................................... 13
BAB III TINJAUAN KASUS......................................................... 26
A. Konsep Keperawatan ............................................................... 26
B. Pengkajian 11 Pola Gordon ........................................................ 26
C. Diagnose Keperawatan ............................................................... 26
D. Intervensi Keperwatan ................................................................ 26
E. Implemetasi Keperawatan dan Evaluasi Keperawatan............... 22
BAB IV PENUTUP ......................................................................... 27
A. Kesimpulan ................................................................................. 27
B. Saran ........................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

3
4

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cedera otak merupakan penyebab kecacatan dan kematian yang
cukup tinggi dalam neurologi yang menjadi masalah kesehatan penyebab
terbanyak terjadinya cedera otak adalah benturan atau kecelakaan. Cedera
otak di bagi 3 yaitu: ringan, sedang, berat tergantung tingkat kesadaran
(Pretyana D. A, 2017). Cedera otak dapat diukur keparahannya yakni
dengan mengukur tingkat kesadaran menggunakan Glasgow Coma Scale
(GCS) (Suripto Y, 2018). Cedera otak sedang didefenisikan dengan
adanya GCS 9-12 dimana pasien mengeluh nyeri, serta terdapat abrasi dan
hematoma (Rosani P, 2018). Nyeri akut yang muncul pada pasien cedera
otak sedang pada bagian kepala akibat adanya tekanan intra kranial yang
disebabkan oleh hematoma pada bagian otak dan fraktur pada tulang
tengkorak (Rosani P, 2018)
Cedera kepala sedang dimulai dengan adanya kelainan struktural
atau fisiologis pada fungsi otak oleh faktor eksternal yang diindikasikan
sebagai onset baru atau perburukan dari satu atau lebih gejala klinis
meliputi kehilangan kesadaran, kehilangan memori tepat setelah terjadinya
trauma. Pasien cidera kepala sedang masih mampu menuruti perintah
sederhana, namun tampak bingung dan mengantuk, biasanya ditandai
dengan 30 menit awal pasien mengalami penurunan kesadaran dan
amnesia. Setelah kembali ke kesadaran yang composmestis pada tahap
inilah pasien dengan cidera otak sedang akan merasakan nyeri akut yang
timbul mendadak pada bagian kepala akibat tekanan intra kranial yang
disebabkan oleh hematoma pada bagian otak dan fraktur pada tulang
tengkorak (Rosani P, 2018).

4
5

Setelah terjadinya trauma dapat juga mengakibatkan kelainan


status mental (kebingungan, disorientasi, dan pemikiran lambat), defisit
neurologis (kelemahan, kehilangan keseimbangan, perubahan penglihatan,
praxis, paresis atau plegia, kelainan sensoris dan afasia (Clarinta, 2016).
Cedera kepala sedang didefenisikan dengan adanya GCS 13-15 dimana
pasien tidak kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri akut, serta
terdapat abrasi dan hematoma (Rosani P, 2018). Nyeri merupakan sensasi
ketidaknyamanan yang bersifat individual. Nyeri tidak lagi dipandang
sebagai kondisi alami dari cidera atau trauma yang akan berkurang secara
bertahap seiring waktu, karena nyeri yang tak mereda dapat menyebabkan
komplikasi, peningkatan lama rawat inap di rumah sakit dan distress
(Rosani P, 2018).
Perawat mempunyai peran penting dalam pemberian pereda nyeri
yang adekuat. Nyeri dapat diatasi dengan melakukan berbagai alternatif,
baik secara farmakologis maupun non farmakologis. Secara farmakologis
dapat diatasi dengan menggunakan obat-obatan analgesik. Sedangkan
penatalaksanaan non farmakologis terhadap nyeri dapat dilakukan dengan
tindakan menejemen nyeri di antaranya teknik relaksasi mencakup latihan
pernafasan diafragma, imajinasi terbimbing. Pelatihan relaksasi biasanya
dilakukan pada jangka waktu terbatas dan tidak memiliki efek samping .
Teknik imajinasi terbimbing adalah proses menggunakan kekuatan pikiran
untuk mengarahkan tubuh untuk menyembuhkan diri, memelihara
kesehatan maupun relaksasi melalui komunikasi dalam tubuh yang
melibatkan semua indera penjelasan sederhanannya menggunakan
imajinasi dengan sengaja untuk memperoleh relaksasi atau menjauhkan
dari sensasi yang tidak di inginkan. Perasaan rileks akan diteruskan ke
hipotalamus merangsang kelenjar pituitary yang menghasilkan endorphin
sebagai neurotransmitter yang mempengaruhi suasana hati menjadi rileks,
dan kompres (Rosani P, 2018).
6

B. Tujuan
1. Tujuan umum Tujuan umum adalah untuk memahami dan
mengaplikasikan asuhahan keperawatan pada pasien dengan gangguan
sistem muskoloskeletal : cidera kepala
2. Tujuan Khusus
a. Memahami konsep medis Cidera Kepala
b. Mamahami dan melakukan pengkajian keperawatan
c. Memahami dan menentukan diagnosis keperawatan
d. Memahami dan menentukan intervensi keperawatan
e. Memahami dan melakukan Implementasi keperawatan
f. Memahami dan melakukan Evaluasi keperawatan
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Muskoloskeletal : cidera kepala termasuk dalam Keperawatan
Medikal Bedah Tempat di Ruang Cendana dan dilaksanakan tanggal 28
November - 02 Desember 2022
Kamar paviliun Cendana 702 RSUD Siti Fatimah Palembang
D. Manfaat Penelitian
a. Bagi Pelayanan Keperawatan
Hasil dari asuhan keperawatan ini dapat digunakan sebagai acuan
dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan
gangguan muskuloskeletal
b. Bagi Pendidikan Keperawatan
Hasil dari asuhan keperawatan ini dapat digunakan sebagai acuan
dalam materi pembelajaran
c. Bagi Penelitian Keperawatan
Hasil dari asuhan keperawatan ini dapat digunakan sebagai bahan
penelitian selanjutnya dengan menambah intervensi dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan gangguan
muskuloskeletal
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Menurut Brain Injury Association Of America (2009), trauma kepala
adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital atau
degenerative, tetapi disebabkan oleh benturan fisik dari luar yang dapat
mengakibatkan kerusakan kemampuan kognitif maupun fisik. Trauma
kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma
tumpul maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena robekanya
subtansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemorogik, serta
edema serebral disekitar jaringan otak (Batticaca, 2008)
Cedera otak adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa pendarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak (Pretyana D A, 2017). Cedera kepala
merupakan adanya pukulan atau benturan mendadak pada kepala dengan
atau tanpa kehilangan kesadaran (Febriyanti dkk, 2017). Cedera otak adalah
salah satu penyebab kematian.Secara global insiden cedera otak meningkat
dengan tajam terutama karena peningkatan penggunaan kendaraan
bermotor (Ucha & Rekha, 2016).

2. Klasifikasi
Cedera otak dapat dibagi menjadi 3 menurut Prasetyo, (2016) yaitu
a. Cedera Otak Ringan
Glaslow Coma Scale > 12, tidak ada kelainan dalam CT-Scan, tiada
lesi operatif dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit. Trauma otak
ringan atau cedera otak ringan adalah hilangnya fungsi neurologi atau
menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya.
Cedera otak ringan adalah trauma kepala dengan GCS : 15 (sadar
penuh) tidak kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri
kepala, 23 hematoma, laserasi dan abrasi. Cedera otak ringan adalah

7
8

cedera otak karena tekanan atau terkena benda tumpul. Cedera otak
ringan adalah cedera otak tertutup yang ditandai dengan hilangnya
kesadaran sementara. Pada suatu penelitian kadar laktat rata-rata pada
penderita cedera otaka ringan 1,59 mmol/L.
b. Cedera Otak Sedang
Glaslow Coma Scale 9-12, lesi operatif dan abnormalitas dalam CT-
Scan dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit. Pasien mungkin
bingung atau somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti perintah
sederhana (GCS 9-13). Pada suatu penelitian cedera otak sedang
mencatat bahwa kadar asam laktat rata-rata 3,15 mmol/L.
c. Cedera Otak Berat
Glaslow Coma Scale < 9 dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit.
Hampir 100% cedera otak berat dan 66% cedera otak sedang
menyebabkan cacat yang permanen. Pada cedera kepala berat
terjadinya cedera otak primer sering kali disertai cedera otak sekunder
apabila proses patofisiologi sekunder yang menyertai tidak segera
dicegah dan dihentikan. Penelitian pada penderita cedera otak secara
klinis dan eksperimental menunjukan bahwa pada cedera otak berat
dapat disertai dengan peningkatan titer asam laktat dalam jaringan
otak dan cairan serebrospinalis (CSS) ini mencerminkan kondisi
asidosis otak. Pada suatu penelitian penderita cedera otak berat
menunjukan kadar rata-rata asam laktat 3,25 mmol/L.

3. Etiologi
Etiologi cedera otak menurut Amin & Hardhi, (2013) yaitu
a. Cedera akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang
tidak bergerak
b. Cedera deselerasi terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek
diam, seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala
membentur kaca depan mobil
9

c. Cedera akselerasi-deselerasi sering terjadi dalam kasus kecelakaan


kendaraan bermotor dan episode kekerasan fisik
d. Cedera coup-countre coup terjadi jika kepala terbentur yang
menyebabkan otak bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat
mengenai area tulang tengkorak yang berlawanan serta area kepala
yang pertama kali terbentur
e. Cedera rotasional terjadi jika pukulan menyebabkan otak berputar
dalam rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau
robeknya neuron dalam substansia alba serta robeknya pembuluh darah
yang memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak

4. Manesfestasi Klinik
Tanda gejala pada pasien dengan cedera otak menurut Wijaya dan Putri
(2013), adalah
a. Cedera otak ringan – sedang seperti
1) Disorientasi ringan
2) Amnesia post traumatik
3) Hilang memori sesaat
4) Sakit kepala
5) Mual muntah
6) Vertigo dalam perubahan posisi
7) Gangguan pendengaran
b. Cedera otak sedang – berat seperti
1) Oedema pulmonal
2) Kejang
3) Infeksi
4) Tanda herniasi otak
5) Hemiparase
6) Gangguan syaraf kranial
10

5. Patofisiologi
Patofisiologi cedera otak menurut Pretyana D A, (2017) yaitu
a. Pukulan langsun yaitu dapat menyebabkan kerusakan otak pada sisi
pukulan (coup injury) atau pada sisi yang berlawanan dari pukulan
ketika otak bergerak dalam tengkorak dan mengenai dinding yang
berlawanan.
b. Rotasi atau deselerasi yaitu fleksi, ektensi, atau rotasi leher
menghasilkan serangan pada otak yang menyerang titik-titik tulang
dalam tengkorak (misalnya pada sayap dari tulang sfenoid). Rotasi
yang hebat juga menyebabkan trauma robekan di dalam substansi putih
otak dan batang otak, menyebabkan cedera aksonal dan bintik-bintik
perdarahan intraserebral.
c. Tabrakan
Otak seringkali terhindar dari trauma langsung kecuali jika berat
(terutama pada anak-anak dengan tengkorak yang elastis)
d. Peluru
Cenderung menyebabkan hilangnya jaringan seiring dengan trauma.
Pembengkakan otak merupakan masalah akibat disrupsi tengkorak
yang secara otomatis menekan otak yaitu
1) Derajat cedera otak primer secara langsung berhubungan dengan
jumlah kekuatan yang mengenai kepala.
2) Kerusakan sekunder terjadi akibat : komplikasi sistem pernapasan
(hipoksia, hiperkarbia, obstruksi jalan napas), syok hipovolemik
(cedera kepala tidak menyebabkan syok hipovolemik – lihat
penyebab lain), perdarahan intrakranial, edema serebral, epilepsi,
infeksi, dan hidrosefalus.
11

6. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan di rumah sakit menurut Pretyana D A, (2017), adalah
a. Berikan infuse dengan cairan non osmotik (kecuali dextrose oleh
karena dexstrose cepat dimetabolisme menjadi H2O+CO2 sehingga
dapat menimbulkan edema serebri)
b. Diberikan analgesia atau anti muntah secara intravena
c. Berikan posisi kepala dengan sudut 15-45 derajat tanpa bantal kepala,
dan posisi netral, karena dengan posisi tersebut dari kaki dapat
meningkatkan dan memperlancar aliran balik vena kepala sehingga
mengurangi kongesti cerebrum dan mencegah penekanan pada syaraf
medula spinalis yang menambah TIK.

7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan cedera otak menurut
Pretyana D A (2017), yaitu
a. Deficit neurologis
b. Infeksi sistemik (pneumonia, septikemia)
c. Infeksi bedah neuro (infeksi luka, osteomielitis, meningitis,
ventrikulitis, abses otak)
d. Osifikasi heterotrofik (nyeri tulang pada sendi-sendi yang menunjang
berat badan)
e. Epidural hematoma (EDH) adalah berkumpulnya darah di dalam
ruang epidural di antara tengkorak dan dura meter. Keadaan ini sering
di akibatkan karena terjadi fraktur tulang tengkorak yang
menyebabkan arteri meningeal tengah terputus atau rusak (laserasi)
dimana arteri ini berada diantara dura meter dan tengkorak daerah
inferior menuju bagian tipis tulang temporal dan terjadi hemoragik
sehingga menyebabkan penekanan pada otak
12

8. Pemeriksaan penunjang
a. Foto polos kepala Indikasi dilakukannya pemeriksaan meliputi
jejas lebih dari 5 cm, luka tembus (peluru/tajam), deformasi kepala
(dari inspeksi dan palpasi), nyeri kepala yang menetap, gejala fokal
neurologis, gangguan kesadaran.
b. CT-Scan Indikasi CT-Scan adalah
1) Nyeri kepala menetap atau muntah-muntah yang tidak
menghilang setelah pemberian obat-obatan analgesia.
2) Adanya kejang-kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna
terdapat pada lesi intrakranial dibandingkan dengan kejang
general.
3) Penurunan GCS lebih dari 1 dimana factor-faktor ekstrakranial
telah disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena
syok, febris, dll).
4) Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai.
5) Luka tembus akibat benda tajam dan peluru.
6) Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik
dari GCS (Sthavira, 2012).
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI digunakan untuk pasien
yang memiliki abnormalitas status mental yang digambarkan oleh
CT-Scan. MRI telah terbukti lebih sensitive daripada CT-Scan,
terutama dalam mengidentifikasi lesi difus non hemoragig cedera
aksonal.
d. X-Ray X-Ray berfungsi mendeteksi perubahan struktur tulang
(fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan /edema), fragmen
tulang (Rasad, 2011).
e. BGA ( Blood Gas Analyze) Mendeteksi masalah pernafasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intra kranial (TIK).
f. Kadar elektrolit Mengoreksi keseimbangan elektrolit sebgai akibat
peningkatan tekanan intra kranial (Musliha, 2010).
13

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
(mungkin segera, farktur itu sendiri atau sendi secara sekunder,
dari pembengkakan jaringan, nyeri)
b. Sirkulasi
1) Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap
nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah).
2) Takikardia (respon strees, hipovolemia)
3) Penurunan/tak ada nadi pada bagian distal yang cedera,
pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena
4) Pembengkakakn jaringan atau masa hematoma pada sisi
cedera
c. Neurosensori
1) Hilang gerakan/sensasi, spasme otot
2) Kebas/kesemutan (parestesis)
3) Deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi,
krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan atau
hilang fungsi
4) Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri atau ansietas atau
trauma lain)
d. Nyeri/kenyamanan
1) Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi
pada area jaringan/kerusakan tulang; dapat berkurang pada
imobilisasi) tak ada nyeri akibat kerusakan saraf
2) Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)
e. Kemanan
1) Laserase kulit, avulasi jaringan, perdarahan, perubahan warna
2) Pembengkakakn lokal (dapat meningkat secara bertahap atau
tiba-tiba)
14

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ansietas bd kurang terpapar informasi
b. Nyeri akut b.d pencedera fisiologis
c. Resiko infeksi bd efek prosedur infasif
15

BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 KONSEP KEPERAWATAN


a. ANALISIS KASUS CIDERA KEPALA
Pada tanggal 10 November 2022 pukul 17.20 WIB Ny N berusia
68 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS RK Charitas
Palembang dengan keluhan nyeri pada jempol kaki kiri dan tidak dapat
digerakkan setelah tertimpa lemari. Sebelumnnya pasien sedang
memindahkan lemari dari kamar depan menuju kamar belakang bersama
suami dan cucu nya. Tiba tiba pasien tidak sengaja tersandung dan pada
saat mengangkat kembali lemari, pasien kehilangan keseimbangan lalu
jempol kaki kiri tertimpa lemari. Lalu pasien dibawa ke RS RK Charitas
Palembang untuk mendapatkan pertolongan.
Pada saat pengkajian, pemeriksaan fisik yang didapatkan keadaan
umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, tekanan
darah 120/80 mmHg, denyut nadi 80x/menit, pernafasan 21x/menit, suhu
36,4 C, SPO2 98%, nyeri 4/n, O2 3L/m, glasgow coma scale (GCS) 15.
Pasien menngatakan ada riwayat penyakit hipertensi 2000 dan asma
tahun 2010. Pasien mendapatkan tindakan operasi tanggal 14 November
2022 pukul 13.00 WIB. Pada pemeriksaan lokalis look pada pedis
sinistra didapatkan fraktur di digiti 1, bengkak, deformitas, kulit utuh
(tidak terdapat luka robek). Pada pemeriksaan Feel: didapatkan nyeri
tekan, pulsasi distal teraba, sensibilitas normal. Pada pemeriksaan
Movement: didapatkan nyeri gerak aktif, nyeri gerak pasif, range of
motion (ROM) sulit dinilai, krepitasi tidak dilakukan. Pada pemeriksaan
Neuro vascular distal (NVD) didapatkan A. Dorsalis pedis teraba,
capillary refill time (CRT) kurang dari 3 detik, dan sensibilitas normal.
Dari pemeriksaan foto rontgen pemeriksaan radiografil pedis kiri
proyeksi AP oblik didapatkan fraktur kominatif phalang distal digiti 1
pedis sinistra, edema jaringan lunak distal digiti 1 pedis sinistra, densitas

15
16

tulang baik, tidak tampak ospur, celah sendi dan permukaann sendi baik.
Didapatkan kesimpulan fraktur kominutif phalang distal digiti pedis
sinistra dan edema jaringan lunak distal digiti pedis sinistra.

b. PENGKAJIAN
Annamese :
Keluhan utama :
Nyeri pada jempol kaki kiri post operasi
Riwayat kesehatan sekarang:
Pada tanggal 10 November 2022 pukul 17.20 WIB Ny N berusia 68
tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS RK Charitas
Palembang dengan keluhan nyeri pada jempol kaki kiri dan tidak dapat
digerakkan setelah tertimpa lemari. Sebelumnnya pasien sedang
memindahkan lemari dari kamar depan menuju kamar belakang bersama
suami dan cucu nya. Tiba tiba pasien tidak sengaja tersandung dan pada
saat mengangkat kembali lemari, pasien kehilangan keseimbangan lalu
jempol kaki kiri tertimpa lemari. Lalu pasien dibawa ke RS RK Charitas
Palembang untuk mendapatkan pertolongan.
Pada saat pengkajian, pemeriksaan fisik yang didapatkan keadaan umum
pasien tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, tekanan darah
120/80 mmHg, denyut nadi 80x/menit, pernafasan 21x/menit, suhu 36,4
C, SPO2 98%, nyeri 4/n, O2 3L/m, glasgow coma scale (GCS) 15

Riwayat kesehatan masa lalu :


Pasien menngatakan ada riwayat penyakit hipertensi 2000 dan asma
tahun 2010
17

3.2 PEMERIKSAAN FISIK


No Area Pemeriksaan Temuan
1 Area Kepala I = kepala simetris, tidak ada luka dan
benjolan
P= kepala bersih, tidak ada bekas operasi
P= tidak ada benjolan bekas operasi
A= tidak dikaji
2 Jantung I= dada simetris
P= tidak ada massa / benjolan
P= tidak ada pembengkakkan
A= suara v terdengar keras
3 Thoraks / dada I= dada simetris
P= paru kiri dan kanan sama
P= terdengar suara lup dup (pekak)
A= tidak ada suara nafas tambahan
4 Abdomen I= perut tampak menonjol, terlihat warna
coklat
P= tidak terdapat nyeri tekan
P= sonor
A= bising usus 12x/m
5 Punggung I= punggung simetris, tidak ada kelainan
P=tidak teraba massa atau benjolan
P= tidak teraba nyeri tekan pada punggung
A= tidak dilakukan
6 Lengan dan tungkai I= tampak ada luka pada jempol kaki kiri
P= terdapat nyeri tekan disekitar luka
P= tidak dilakukan
A= tidak dilakukan
7 Pemeriksaan lain -
18

3.3 POLA PENGKAJIAN 11 POLA KESEHATAN GORDON


I. Pola persepsi kesehatan – pemelihraan kesehatan
Data yang dikaji leih lanjut
 Pasien mandi nya berapa kali sehari ?
 Biasa nya sebelum makan mencuci tangan atau tidak?
II. Pola nurisi dan metabolic
Data yang dikaji leih lanjut
 Tanya kan kepada pasien makan nya berapa kali sehari?
III. Pola elminasi
Data yang dikaji lebih lanjut
 Apakah buang air kecil nya lancar ?
 Apakah buang air besar nya tersumbat /sulit mengeluarkan feses?
IV. Pola aktivitas dan latihan
Data yang dikaji lebih lanjut
 Apa aktivitas sehari-hari ?
 Apa pekerjaan pasien ?
V. Pola tidur dan istirahat
Data yang di kaji lebih lanjut
 Biasa jam tidur nya jam berapa ?
 Bangun tidur nya jam berapa?
 Apakah pasien sering tidur siang?
VI. Pola persepsi kognitif –perseptual
Data yang dikaji lebih lanjut
 Tanyakan kepada pasien mempunyai kebiasan apa saja ?
VII. Pola persepsi diri dan konsep diri
Data yang dikaji leih lanjut
 Tanayakan kepada pasiaen ketika dia sakit merasakan apa ?
VIII. Pola peran dan hubungan dengan sesame
Data yang dikaji lebih lanjut
 Tanyakan kepada pasien bila ada masalah cerita dengan siapa ?
19

IX. Pola reproduksi dan seksualitas


Data yang dikaji lebih lanjut
 Apakah paien kepala rumah tangga ?
 Pasien mengatakan berjenis kelamin perempuan
X. Pola koping dan tolerasi stress
Data yang dikaji lebih lanjut
 Tanyakan kepada pasien bila ada masalah cerita dengan siapa ?
XI. Pola kepercayaan dan keyakinan
Data yang dikaji lebih lanjut
 Tanyakan kepada pasien , bahwa pasien menganut agama apa ?
 Tanyakan kepada pasie apakah rajin ke rumah ibadah ( masjid ,
vihara dan gereja ) ?

3.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Ansietas bd kurang terpapar informasi
b. Nyeri akut b.d pencedera fisiologis
c. Resiko infeksi bd efek prosedur infasif

3.5 Intervensi Keperawatan


Diagnoosa Intervensi
Ansietas bd kurang terpapar a. Memonitor tanda – tanda
informasi ansietas
b. Mengidentifikasi saat
tingkat ansietas berubah
c. Menggunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
d. Memotivasi
mengidentifikasi situasi
yang memicu kecemasan
e. Menganjurkan
20

mengungkapkan perasaan
dan persepsi
f. Melatih teknik relaksasi
Kolaborasi pemberiaan
obat antiansietas
Nyeri Akut bd pencedera a. Mengidentifikasi lokasi,
fisiologis karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan
intensitas nyeri
b. Mengidentifikasi skala
nyeri
c. Mengidentifikasi faktor
yang memperberat dan
memperingan nyeri
d. Memonitor efek samping
penggunaan analgetik
e. Memberikan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
f. Memfasilitasi istirahat dan
tidur
g. Menganjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
h. Menhgajarkan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
i. Kolaborasi pemberian
analgetik

Resiko Infeksi bd efek prosedur a. Memonitor tanda gejala


infasif infeksi
21

b. Mencuci tangan sebelum


dan sesudah kontak dengan
pasien
c. Mengajarkan mencuci
tangan dengan benar
d. Mengajarkan
meningkatkan asupan
nutrisi
e. Mengajarkan
meningkatkan asupan
cairan
f. Kolaborasi pemberian
analgetik
22

No Diagnosis Luaran Intervensi Implementasi Evalua


Keperawatan
1. Ansietas bd Setelah dilakukukan Reduksi ansietas 16:00 Memonitor tanda ansietas
kurang terpapar intervensi 3x24 jam Observasi : R/ pasien tampak gelisah S = Pasien m
informasi diharapkan keluhan - Monitor tanda tanda takut mau oper
tingkat ansietas ansietas 16.10 Mengidentifikasi saat tingkat
berkurang dengan - Identifikasi saat tingkat ansietas berubah O = Pasien
kriteria hasil ansietas berubah R/ pasien tampak gelisah cemas
a. Keluhan khawatir Terapeutik :
16.20 Menggunakan pendekatan A = Masalah
akibat kondisi yang - Gunakan pendekatan yang
dihadapi berkurang tenang dan meyakinkan yang tenang dan meyakinkan teratasi sebagia
skala 4 - Motivasi mengidentifikasi R/ pasien tampak gelisah
b. Keluhan gelisah situasi yang memicu P =
berkurang skala 4 kecemasan Memotivasi mengidentifikasi dilanjutkan
16.30
c. Keluhan pucat Edukasi : situasi yang memicu
berkurang skala 4 - Anjurkan mengungkapkan kecemasan
perasaan dan persepsi R/ pasien tampak gelisah
- Latih teknik relaksasi
16.40 Menganjurkan
mengungkapkan perasaan dan
Kolaborasi : persepsi
-Kolaborasi pemberian obat R/ pasien tampak gelisah
antiansietas
17.00 Melatih teknik relaksasi
R/ pasien tampak tenang pada
saat diberikan teknik nafas
23

dalam

17.10 Kolaborasi pemberian obat


antiansietas, jika perlu
2. Nyeri akut bd Setelah dilakukukan Manajemen nyeri 17.00 Mengidentifikasi
agen pencedera intervensi 3x24 jam Observasi : lokasi, karakteristik, S = pasien m
fisiologis diharapkan keluhan - Identifikasi lokasi, durasi, frekuensi, nyeri pasca ope
nyeri akut berkurang karakteristik, durasi, kualitas dan intensitas
dengan kriteria hasil frekuensi, kualitas dan nyeri O = pasien
a. Keluhan nyeri intensitas nyeri R/ pasien mengatakan menahan nyeri
berkurang skala 4 - Identifikasi skala nyeri nyeri post op di digiti
b. Keluhan meringis - Identifikasi faktor yang I pedis sinistra A= masalah n
17.20 belum teratasi
berkurang skala 4 memperberat dan
memperingan nyeri Mengidentifikasi
- Monitor efek samping 17.30 skala nyeri P= intervensi d
penggunaan analgetik R/ skala nyeri 4/n

Mengidentifikasi
Terapeutik : faktor yang
- Berikan teknik memperberat dan
nonfarmakologi untuk memperingan nyeri
mengurangi rasa nyeri 17.40 R/ pasien mengatakan
- Fasilitasi istirahat dan tidur nyeri pada jempol
Edukasi : kaki kiri , nyeri terasa
- Anjurkan memonitor nyeri saat bergerak
secara mandiri 18.00
24

- Ajarkan teknik Memonitor efek


nonfarmakologi untuk samping penggunaan
mengurangi rasa nyeri analgetik
Kolaborasi : R/ pasien tampak
Kolaborasi pemberian tenang
18.10
analgetik
Memberikan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
18.20
R/ pasien mengatakan
nyeri sedikit
berkurang
18.30
Memfasilitasi istirahat
dan tidur
R/ pasien tampak
tenang
18.40
Menganjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
R/ pasien tampak
tenang

Mengajarkan teknik
nonfarmakologi untuk
25

mengurangi rasa nyeri


R/ pasien tampak
tenang

Kolaborasi pemberian
analgetik
R/ pasien tampak
tenang
3. Resiko Infeksi Setelah dilakukukan Pencegahan Infeksi 19.00 Memonitor tanda
bd efek intervensi 3x24 jam Observasi gejala infeksi S= Pasien m
prosedur infasif diharapkan keluhan - Monitor tanda gejala infeksi R/ tampak kemerahan ada luka di jem
resiko infeksi berkurang - Cuci tangan sebelum dan pada luka pasca kiri
dengan kriteria hasil sesudah kontak dengan operasi
a. Keluhan kemerahan pasien 19.10 O = Tampak
berkurang skala 4 Mencuci tangan digiti 1 pedis si
b. Keluhan nyeri Edukasi sebelum dan sesudah
berkurang skala 4 - Ajarkan mencuci tangan kontak dengan pasien A= masalah
dengan benar R/ pasien tampak infeksi belum t
- Ajarkan meningkatkan menahan nyeri
asupan nutrisi P= intervensi d
19.20
- Ajarkan meningkatkan Mengajarkan mencuci
asupan cairan tangan dengan benar
Kolaborasi 19.30 R/ pasien tampak
Kolaborasi pemberian tenang
analgetik
Mengajarkan
26

19.40 meningkatkan asupan


nutrisi
R/ pasien tampak
tenang
20.00
Mengajarkan
meningkatkan asupan
cairan
R/ pasien tampak
tenang

Kolaborasi pemberian
analgetik
R/ pasien tampak tenang
27

BAB III
PEMBAHASAN
A. PENGKAJIAN

Pengkajian dilakukan dengan metode wawancara dan pemeriksaan

fisik menggunakan format pengkajian Ny N pada yanggal 16 November 2022

– 18 November 2022 di ruang Lukas RS RK Charitas Palembang

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan ditegakkan pada laporan asuhan keperawatan

pana Ny. N yaitu ansietas bd kurang terpapar informasi, nyeri akut b.d

pencedera fisiologis dan resiko infeksi bd efek prosedur infasif

C. PERENCANAAN KEPERAWATAN

Perencanaan keperawatan yang direncanakan yaitu melakukan

tindakan nonfarmakologi dengan memberikan posisi semi fowler dan

mengajarkan teknik tarik nafas dalam untuk mengurangi rasa nyeri

D. IMPLEMENTASI

Implementasi keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang

telah disusun berdasarkan kriteria waktu yang telah disusun berdasarkan

waktu yang telah direncanakan

E. EVALUASI

Evaluasi keperawatan yang dilakukan dengan menggunakan evaluasi

keperawatan dimulai hari rabu 16 november 2022 sampai jumat 18 november

2022dilakukan dengan metode subjektif, objektif, asessment dan planning.

26
28

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :


Pengkajian pasien fraktur menggunakan 11 pola Gordon dan pemeriksaan
fisik head toe toe.
Diagnosa Yang Dapat Muncul :
a. Ansietas bd kurang terpapar informasi
b. Nyeri akut b.d pencedera fisiologis
c. Resiko infeksi bd efek prosedur infasif
d. Mobililitas fisik bd nyeri
e. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan perifer b.d penurunan aliran
darah
Penatalaksanaan kedaruratan :
1. Segera setelah cidera imobilisasi bagian tubuh sebelum pasien di
pindahkan.
2. Bebat fraktur, termasuk sendi di dekat fraktur, untuk mencegah
pergerakan frekmen fraktur.
3. Penekanan langsung untuk mengendalikan perdarahan.
B. Saran

Demikianlah makalah ini saya susun guna untuk memenuhi tugas laporan

pada mata kuliah praktik profesi keperawatan bedah. Bagi para pembaca

makalah ini, sebaiknya tidak merasa puas, karena masih banyak ilmu-ilmu

yang didapat dari berbagai sumber. Sebaiknya mencari sumber lain untuk

lebih memperdalam materi fraktur.

27
29

DAFTAR PUSTAKA

Asrizal, R. A. (2014). Closed Fracture 1/3 Middle Femur Dextra. Medula, 2(3),
94–100. file:///C:/Users/User/Downloads/335-649-1-SM.pdf
Brunner, Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal – Bedah. Jakarta: EGC
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah (A. Suslia &
P. P. Lestari (eds.); 8th ed.). Elsevier.
Risnanto, & Insani, U. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah:
Sistem Muskuloskeletal. Deepublish.
Sagaran, V. C., Manjas, M., & Rasyid, R. (2017). Distribusi Fraktur Femur Yang
Di Rawat Di Rumah Sakit Dr. M. Djamil, Padang (2010-2012). 6, 586–589.
Suriya, M., & Zuriati. (2019). Asuhan Keperawtan Medikal Bedah Gangguan
Pada Sistem Muskuloskeletal Aplikasi Nanda NIC & NOC. Pustaka Galeri
Mandiri.

28

Anda mungkin juga menyukai