Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN PENDAHULUAN

ANEMIA

Disusun Oleh:

Priskilla Sindi Arindita

Dosen Pembimbing:

Ns. Sri Indaryati.,M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN & PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KATOLIK MUSI CHARITAS

PALEMBANG

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anemia merupakan salah satu penyakit yang masih terus menjadi masalah bagi
ibu hamil dan remaja. Penyakit ini juga menjadi salah satu penyebab kematian dan
komplikasi ibu hamil dan melahirkan. Menurut data Riskesdas 2018 angka kejadian
anemia pada ibu hamil yang paling tinggi dengan persentase 48,9% rentan usia 25-34
tahun dibanding pada tahun 2013 angka ini menunjukkan anemia pada ibu hamil terus
meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit anemia masih terus menjadi masalah
bagi perempuan Indonesia.

Identifikasi penyebab dan penatalaksanaan anemia sangat penting dilakukan


untuk mencegah komplikasi. Hal ini tentunya dibutuhkan peran tenaga kesehatan dan
kerjasama antara pasien dan penyedia perawatan primer (Fauzianty & Suliatyaningsih,
2022).

Sehingga pada makalah ini akan dijelaskan pengertian anemia, etiologi,


patofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan, pencegahan, komplikasi penyakit
anemia.

B. Ruang Lingkup

Tempat pengambilan kasus anemia ini di ruang paviliun Elisabeth 1 Rumah Sakit
Charitas Palembang. Adapun waktu yang diperlukan untuk mengkaji, menganalisis
sampai ke pengambilan tindakan keperawatan serta evaluasi tindakan kurang lebih 1
minggu.

C. Tujuan

Tujuan pembuatan laporan pendahuluan dan laporan kasus anemia ini agar
mahasiswa mampu mengerti penyakit anemia, tanda dan gejala, proses perjalanan
penyakit, penatalaksanaan, komplikasi, serta berpikir kritis dalam mengambil tindakan
keperawatan sesuai kasus yang terjadi di Rumah Sakit.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis
1) Definisi

Menurut Surachman dkk (2021) anemia merupakan suatu kondisi tubuh


terjadi penurunan kadar jumlah total eritrosit atau sel darah merah pada sirkulasi
perifer, anemia juga dapat terjadi akibat adanya penurunan kadar hemoglobin
(Hb) pada tubuh. (surachman A, paripatra DM, Kurniawan AA, Triani M,
Laksmita Sari A, Prakosa AP, 2022).

Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit atau masa hemoglobin


yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan tubuh (Handayani & Haribowo, 2012).

Anemia adalah kondisi berkurangnya sel darah merah (eritrosit) dalam


sirkulasi darah atau massa hemoglobin (Hb) sehingga tidak mampu memenuhi
fungsinya sebagai pembawa oksigen ke seluruh jaringan (Astutik & Ertiana,
2018).

2) Anatomi Fisiologi

Darah merupakan salah satu organ tubuh yang sangat penting bagi
manusia. Di dalam darah terkandung berbagai macam komponen, baik komponen
cairan berupa plasma darah, maupun komponen padat berupa sel-sel darah.
Hematologi merupakan salah satu ilmu kedokteran yang mempelajari tentang
darah dan jaringan pembentuk darah. Dalam bab ini menguraikan tentang
komponen-komponen darah dan perannya secara fisiologis bagi manusia (Firani,
2018).

1. Komponen darah merupakan cairan tubuh yang sangat vital bagi


kehidupan manusia, yang bersirkulasi dalam jantung dan pembuluh darah.
Darah membawa oksigen dan nutrisi membagi seluruh sel dalam tubuh
serta mengangkut produk-produk hasil metabolisme sel. Darah berada di
dalam suatu pembuluh darah arteri maupun vena, dan merupakan sebagian
dari sistem organ tubuh manusia yang berperan penting bagi kelangsungan
hidup manusia. Volume darah total dalam tubuh manusia dewasa adalah
berkisar 3,6 liter (wanita) dan 4,5 (pria).
Di dalam darah mengandung sel-sel darah cairan yang disebut plasma
darah yang berisi berbagai zat nutrisi maupun substansi lainnya, sekitar
55% darah merupakan komponen cairan atau plasma, sisanya yang 45%
adalah sel-sel darah. Komponen sel-sel darah yang lebih banyak adalah sel
darah merah atau eritrosit yaitu sejumlah 41%. Rasio volume sel- sel darah
terhadap volume darah total disebut hematokrit (Hct). Lebih dari 99%
hematokrit dibentuk oleh eritrosit.

1. Sel-sel darah meliputi:


● Eritrosit (sel darah merah)
● Leukosit (sel darah putih)
● Trombosit (keping darah)
1. Plasma darah, merupakan komponen cairan yang mengandung
berbagai nutrisi maupun substansi penting lainnya yang diperlukan
oleh tubuh manusia, antara lain protein albumin, globulin,
faktor-faktor pembekuan darah, serta berbagai macam elektrolit
natrium (Na), kalium (K), klorida (CI), Magnesium (Mg) hormon.
2. Peran Fisiologis darah

Darah sangat penting untuk menjaga kondisi fisiologi dalam tubuh


manusia. Fungsi utama darah yaitu membawa substansi yang
dibutuhkan oleh sel-sel dalam tubuh, antar lain oksigen, produk
metabolisme, nutrisi (glukosa , protein, lemah, vitamin), dan
elektrolit.Darah juga berperan dalam penerusan transmisi sinyal
yang membawa berbagai hormon ke organ tubuh.

Sel-sel darah yakni eritrosit, leukosit, dan trombosit


mempunyai fungsi yang sangat penting. Fungsi masing-masing sel
darah tersebut sebagai berikut:

1. Eritrosit : berfungsi dalam transportasi oksigen dan


karbondioksida.
2. Leukosit : berperan dalam imunitas atau pertahanan tubuh
terhadap benda asing maupun mikroorganisme.

Leukosit terdiri atas :

● Neutrofil
● Eosinofil
● Basofil
● Limfosit
● Monosit
3. Trombosit : berfungsi dalam proses pembekuan darah, yang
berperan penting untuk sistem homeostasis dalam tubuh.
1) Hematopoiesis pembentukan sel-sel darah manusia

Menurut Firani (2018) pembentukan sel-sel darah manusia terjadi sejak janin
berada dalam kandungan. Tempat terjadinya proses pembentukan sel-sel darah
yaitu di dalam sumsum tulang hati dan limpa.

1. Pembentukan sel-sel darah manusia (Hematopoiesis)

Semua jenis sel darah berasal dari sel induk hematopoietik (SIH) atau
“Hematopoietic stem cell”. Hematopoiesis berasal dari kata “hemo” yang
berarti darah “poesis” yang berarti pembentukan. SIH menghasilkan
puluhan miliar sel-sel darah setiap hari dari sel induk yang diperkirakan
jumlahnya ratusan ribu sel.

Proses pembentuk sel-sel darah berawal dari satu sel induk yang masih
sangat primitif, kemudian berakhir pada pembentukan sel-sel darah yang
berpotensi ganda yang dapat menimbulkan beberapa garis keturunan sel
yang terpisah, sehingga disebut sebagai pluripotent stem cell. Di dalam
sumsum tulang SIH berjumlah 1 dari setiap 20 juta sel berinti di sumsum
tulang. Diferensiasi sel terjadi dari sel induk yang dibatasi dalam potensi
perkembangan.

Pada tahapan pembentukan sel-sel darah terjadi proses proliferasi,


diferensiasi dan maturasi sel yang terjadi secara simultan. Proliferasi
merupakan penggandaan atau perbanyakan sel, sehingga sel akan
meningkat jumlahnya. Pada proses diferensiasi sel berkembang
membentuk jenis sel darah yang berbeda dan mempunyai sifat yang
spesifik. Diferensiasi sel terjadi dari sel induk melalui sel-sel progenitor
hematopoietik yang terbatas dalam potensial perkembangannya.
Kemudian dari proses maturasi sel terjadi pematangan sel-sel darah, ketika
sel-sel induk berdiferensiasi mengalami serangkaian perubahan
fungsional, antara lain menjadi sel yang memiliki kapasitas fagositosis,
serta hemoglobin isasi.

Sejak induk hematopoesis memiliki kemampuan untuk memperbarui


dirinya (self renewal capacity), sehingga selularitas sumsum tulang tetap
konstan pada individu yang normal dan stabil. Dalam sistem
hematopoiesis satu sel induk mampu menghasilkan sekitar 1 juta sel darah
dewasa setelah 20 kali pembelahan sel, sel sel prekursor mampu merespon
faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik dengan meningkatkan produksi
satu lini sel atau lini sel lain ketika tubuh sangat membutuhkan.

SIH berpotensi banyak dapat menghasilkan sejumlah sel turunan, sebagian


lainnya berdiferensiasi menjadi sel induk limfosit (SIL) atau Lymphoid
stem cell (SIL) dan sel induk Granulosit, Eritrosit, Monosit, Megakariosit
(SI_GEMM). Baik SIL maupun SI_GEMM masing-masing menghasilkan
sel turunan dan sebagian dari sel turunan SIL berdiferensiasi menjadi sel
limfosit T, limfosit B, dan sel natural killer (NK cell). Sebagian sel
limfosit B selanjutnya mengalami diferensiasi menjadi sel plasma. Sel
plasma mempunyai kemampuan untuk membuat imunoglobulin atau
antibodi terutama jika mendapatkan rangsangan antigen. Sebagian dari
SI-GEMM tetap menjadi SI-GEMM, sebagian lainnya berdiferensiasi
menjadi bermacam-macam SIH berpotensi terbatas (committed stem cell)
yaitu: Burst Forming Unit Erythroid (BFU-E), sel induk Granulosit, sel
induk monodit, sel induk eosinofil, sel induk basofil, sel induk
megakariosit dan selanjutnya menghasilkan sel darah dewasa.

3) Etiologi

Menurut Nair & Peate (2015)

- Kehilangan darah yang berlebihan melalui perdarahan


- Penurunan sel darah merah (hemolisis)
- Penurunan produksi sel darah merah akibat kegagalan sumsum tulang merah
- Infeksi malaria
- Kekurangan asupan zat besi, asam folat, dan vitamin B12
- kehamilan
4) Patofisiologi

Sel darah merah dibuat pertama kali oleh yolk salk pada saat minggu
pertama embrio. Setelah 3 bulan masa kehamilan sistem eritropoiesis dibentuk
oleh sel-sel limpa. Saat mencapai usia kehamilan 7 bulan eritrosit terbentuk di
dalam hati,limpa, dan kelenjar sumsum tulang. Pada orang normal eritropoiesis
terjadi di sumsum tulang dikendalikan oleh jaringan stroma, sitokin, dan hormon
eritropoetin. Tahapan diferensiasi sel menghasilkan retikulosit (sel darah merah
yang mempunyai ribosom). Retikulosit berada di sumsum tulang selama 3 hari
sebelum dilepaskan ke sirkulasi. Setelah berada dalam sirkulasi, retikulosit
kehilangan ribosom dan menjadi sel darah merah yang matang. Yang beredar
selama 110 sampai 120 hari sebelum dihancurkan dari peredaran oleh makrofag.
Hemoglobin akan pecah menjadi bagian-bagian yaitu pigmen empedu, zat besi,
dan protein globin. Globin selanjutnya akan dipecah menjadi asam amino untuk
digunakan sebagai protein dalam jaringan-jaringan. Zat besi digunakan untuk
pembentukan sel darah merah lagi. Sisanya diubah menjadi bilirubin dan
biliverdin. Jumlah dari sel darah merah yang berada di sirkulasi tergantung dari
pembentukan dan pemecahannya. Keadaan normal pemecahan eritrosit seimbang
dengan pembentukan. Apabila terjadi gangguan maka akan menyebabkan
kekurangan atau kelebihan eritrosit. (Tjokroprawiro, Setiawan, Santoso,
Soegiarto, Rahmawati, 2015)

Apabila zat besi dalam pembentukan hematopoiesis (pembentukan darah)


serta diperlukan berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang ada di
dalam enzim juga diperlukan dalam mengangkut elektro (sitokrom), untuk
mengaktifkan oksigen (oksidase & oksigenase). Tanda tanda dari anemia dimulai
dengan menipisnya simpanan zat besi atau yang disebut ferritin dan bertambahnya
absorbsi zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikat
besi. Pada tahap yang lebih serius berupa habisnya simpanan zat besi,
berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya preteprpirin yang diubah
menjadi heme dan akan diikuti dengan menurunnya kadar feritin serum. Pada
akhirnya terjadi anemia dengan ciri khas rendahnya kadar Rb dan Hb. bila
sebagian jaringan kreatinin meninggalkan sel akan mengakibatkan konsentrasi
feritin serum rendah. Sehingga kadar feritin serum yang rendah akan
menunjukkan individu dalam keadaan anemia gizi. Bila kadar ferritin <12 mg/ml.
(Zahroh & Istiroha, 2019)

5) Manifestasi klinis

Menurut Handayani W & Haribowo AS (2012) gejala anemia dibedakan menjadi


yaitu:

- Gejala Umum Anemia

Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia atau anemic
syndrome. Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala yang
timbul pada semua jenis anemia pada kadar hemoglobin yang sudah
menurun sedemikian rupa di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena
anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap
penurunan hemoglobin. Gejala-gejala tersebut apabila diklasifikasikan
menurut organ yang terkena.

1. Sistem kardiovaskular, lesus, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak


nafas saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
2. Sistem saraf sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan
dingin pada ekstremitas.
3. Sistem urogenital gangguan haid dan libido menurun.
4. Epitel warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit
menurun, serta, rambut tipis dan halus.
- Gejala Khas Masing-masing Anemia

Gejala khas yang menjadi ciri diri masing-masing jenis anemia adalah
sebagai berikut.

1) Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis


angularis.
2) Anemia defisiensi asam folat: lidah merah (buffy tongue).
3) Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
4) Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda
infeksi.
- Gejala Akibat Penyakit Dasar

Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia. Gejala ini timbul
karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersebut. Misalnya
anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang berat
akan menimbulkan gejala seperti pembesaran parotis dan telapak tangan
berwarna kuning seperti jerami.

6) Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Handayani W & Haribowo AS (2012) pemeriksaan yang dilakukan


untuk dapat menentukan diagnosa anemia antara lain:

1. Pemeriksaan laboratorium hematologi

Pemeriksaan laboratorium hematologis dilakukan secara bertahap sebagai


berikut:

a) Tes penyaring tes inu dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus
anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan
bentuk morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian
pada komponen-komponen berikut ini:
● Kadar hemoglobin
● Indeks eritrosit (MCV,MCH, dan MCHC)
● Apusan darah tepi
b) Pemeriksaan rutin merupakan pemeriksaan untuk mengetahui kelainan
pada sistem leukosit dan trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan
meliputi laju endapan darah (LED), hitung diferensial, dan hitung
retikulosit.
c) Pemeriksaan sumsum tulang, pemeriksaan ini harus dikerjakan pada
sebagian besar kasus anemia untuk mendapatkan diagnosis definitif
meskipun ada beberapa kasus yang diagnosisnya tidak memerlukan
pemeriksaan sumsum tulang.
d) Pemeriksaan atas indikasi kasus: pemeriksaan ini akan dikerjakan jika
telah mempunyai dugaan diagnosis awal sehingga fungsinya adalah
untuk mengonfirmasi dugaan diagnosis tersebut. Pemeriksaan tersebut
meliputi komponen berikut ini:
● Anemia defisiensi besi: serum iron, TIBC, saturasi transferin, dan
ferritin serum.
● Anemia megaloblastik: asam folat darah/eritrosit, tes coombs, dan
elektroforesis Hb.
● Anemia pada leukemia akut biasanya dilakukan pemeriksaan
sitokimia.
2. Pemeriksaan laboratorium nonhematologic

Pemeriksaan laboratorium non hematologis meliputi:

● Faal ginjal;
● Faal endokrin;
● Asam urat;
● Faal hati;
● Biakan kuman.
3. Pemeriksaan penunjang lain

Pada beberapa kasus anemia diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai


berikut;

● Biopsi kelenjar kasus anemia diperlukan pemeriksaan penunjang


histopatologi.
● Radiologi: torak, bone survey, USG, atau limfa angiografi
● Pemeriksaan sitogenetik
● Pemeriksaan biologi molekuler (PCR = polymerase chain reaction,
FISH = fluorescence in situ hybridization).
7) Pencegahan

Upaya pencegahan anemia menurut Sari dkk (2021) dapat dilakukan melalui:

a) Pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan tentang penyakit anemia dan cara pencegahannya


sangat penting dilakukan oleh petugas kesehatan atau kader posyandu agar
meningkatkan pengetahuan pada perempuan terkhususnya sehingga dapat
mengubah pola hidup, pola makan dan rutin konsumsi tablet tambah
darah.

b) Pemberian tablet tambah darah

Pemberian tablet tambah darah pada remaja putri bertujuan untuk


memenuhi kebutuhan zat besi bagi para remaja putri yang akan menjadi
ibu di masa depan. Sehingga dengan cukupnya zat besi sejak dini
diharapkan angka kejadian anemia pada ibu hamil, perdarahan saat
persalinan, BBLR, dan balita pendek dapat menurun.

c) Memperbaiki perilaku makan

Makanan yang mengandung zat besi dan protein hewani seperti daging,
ayam, ikan, hati, telur dan protein nabati seperti sayuran berwarna hijau,
tempe, kacang-kacangan perlu ditingkatkan konsumsinya.

8) Penatalaksanaan Terapi

Pada setiap kasus anemia perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut ini
(Handayani W & Haribowo AS, 2012) :

1. Terapi spesifik sebaiknya diberikan setelah diagnosis ditegakkan


2. Terapi diberikan atas indikasi yang jelas, rasional, dan efisien.

Jenis-jenis terapi yang dapat diberikan adalah:

1. Terapi gawat darurat

Pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah jantung,
maka harus segera diberikan terapi darurat dengan transfusi sel darah
merah yang dimampatkan (PRC) untuk mencegah perburukan payah
jantung tersebut.
2. Terapi khas untuk masing-masing anemia

Terapi ini bergantung pada jenis anemia yang dijumpai, misalnya preparat
besi untuk anemia defisiensi besi.

3. Terapi kausal

Terapi kausal merupakan terapi untuk mengobati penyakit dasar yang


menjadi penyebab anemia. Misalnya, anemia defisiensi besi yang
disebabkan oleh infeksi cacing tambang harus diberikan obat anti-cacing
tambang.

4. Terapi ex-juvantibus (empiris)

Terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan, jika


terapi ini berhasil berarti diagnosis dapat dikuatkan.

9) Komplikasi

Menurut Elvira dkk (2021) ada beberapa komplikasi yang akan terjadi apabila
anemia tidak segera ditangani diantaranya:

a) Masalah jantung

Pada anemia, jantung bekerja lebih keras untuk mengkompensasi


kekurangan sel darah merah yang kaya hemoglobin demi memastikan darah
yang dipenuhi oksigen dapat dikirimkan ke seluruh tubuh. Hal inilah yang
menyebabkan jantung terbebani dan menyebabkan komplikasi seperti murmur
jantung, gagal jantung dan hipertrofi jantung (peningkatan ukuran otot
jantung).

b) Masalah dengan kehamilan

Anemia selama kehamilan sering terjadi terutama pada trimester kedua dan
ketiga, apabila sudah parah dan tidak dapat dikelola dengan baik akan
menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah atau melahirkan prematur.
Hal ini juga meningkatkan resiko bayi mengalami anemia selama masa
bayinya. Selain itu anemia pada ibu hamil juga dapat membuat ibu kehilangan
banyak darah selama persalinan.

c) Depresi
Kerusakan saraf pada beberapa kasus anemia seperti pada anemia pernisiosa
dapat menyebabkan depresi. Wanita yang mengalami anemia defisiensi zat
besi selama kehamilan juga memiliki peningkatan risiko mengalami depresi
pasca melahirkan

d) Sistem kekebalan tubuh menurun

Anemia defisiensi besi dapat menyebabkan sistem kekebalan tubuh


mengalami gangguan serta rentan terhadap infeksi serta mengurangi
kemampuan tubuh untuk melawannya.

e) Sindrom kaki gelisah

Kondisi dimana sistem saraf yang menghasilkan dorongan tak tertahan untuk
menggerakkan kaki yang biasanya dirasakan pada sore dan malam hari. Ini
juga disebut penyakit willis-ekbom dan merupakan komplikasi dari anemia
defisiensi besi.
10) Pathway/ Patoflow diagram
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

Proses pengkajian dilakukan melalui pengumpulan data secara subjektif (yaitu


data yang diperoleh dari klien dan anggota keluarganya), sedangkan data obyektif
adalah data yang diperoleh dari hasil pengukuran atau observasi. Biasanya, data
fokus berasal dari pasien anemia atau anggota keluarganya, seperti mereka yang
mengatakan dirinya lemah, lelah dan lesu, dan mereka yang mengatakan bahwa
mereka mengalami penurunan nafsu makan, mual, dan sering merasa haus. Data
obyektif dapat dilihat pada kondisi pasien tampak lemas, berat badan turun, nafsu
makan hilang atau tidak mampu makan, pasien tampak mual dan muntah, bibir
tampak kering pucat, dan anemia konjungtiva (Proverawati, 2013).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
c. Keletihan berhubungan dengan kondisi fisiologis (anemia)
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
e. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
sekunder (penurunan hemoglobin)
f. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi
g. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan metabolisme

3. Intervensi Keperawatan
a. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan

Intervensi :

- Perawatan sirkulasi
- Manajemen sensasi perifer
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

Intervensi:

- Manajemen energi
- Terapi aktivitas
c. Keletihan berhubungan dengan kondisi fisiologis (anemia)

Intervensi:

- Edukasi aktivitas/istirahat
- Manajemen energi
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

Intervensi:

- Manajemen nyeri
- Pemberian analgetik
e. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
sekunder (penurunan hemoglobin)

Intervensi:

- Pencegahan infeksi
f. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi

Intervensi:

- Pemantauan respirasi
- Manajemen jalan napas
g. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan metabolisme

Intervensi:

- Manajemen nutrisi
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa anemia merupakan kondisi
tubuh mengalami gangguan pada pembentukan darah terkhusus eritrosit yang selanjutnya
mengakibat penurunan hemoglobin dalam darah sehingga gejala yang has terlihat pada
pemeriksaan laboratorium yaitu penurunan hb, pucat, konjungtiva anemis. Adapun
masalah keperawatan yang kemungkinan muncul ialah perfusi perifer tidak efektif, defisit
nutrisi, intoleransi aktivitas, keletihan, pola napas tidak efektif, dan resiko infeksi. Pada
proses pengkajian di Rumah sakit ditemukan beberapa masalah keperawatan yang sama
tetapi juga bisa muncul diagnosa diagnosa keperawatan lainnya seperti nyeri akut dan
nausea.
B. Saran
Kedepannya mahasiswa dapat berpikir lebih kritis lagi dalam mengkaji dan menganalisis
masalah yang terjadi di Rumah Sakit, selain itu mahasiswa juga perlu mencari berbagai
referensi dalam merencanakan pemberian intervensi yang tepat untuk pasien sesuai kasus
dan topik yang akan dicapai.
DAFTAR PUSTAKA

Astutik RY, Ertiana. 2018. Anemia dalam Kehamilan. Jawa Timur: CV Pustaka Abadi.

Elfira E, Fas With W, Siregar NA, Novista VL, Yuliani N, Tanjung PG, Pasaribu M,
Sari RN. 2021. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah 1. Bandung: Media
Sains Indonesia

Fauzianty, A. and Sulistyaningsih, S., Implementasi Tatalaksana Anemia Defisiensi


Besi pada Ibu Hamil: Scoping Review. Jurnal Kesehatan Vokasional, 7(2).

Firani NK. 2018. Mengenali Sel-Sel Darah dan Kelainan Darah. Malang : UB Press

Handayani W, Haribowo AS. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Klien
dengan Gangguan Sistem Hematologi

Nair M, Peate I. 2015. Dasar-Dasar Patofisiologi Terapan: Panduan Penting untuk


Mahasiswa Keperawatan dan Kesehatan Edisi Kedua. Jakarta: Bumi Medika

Proverawati, A. (2013). Anemia dan amenia kehamilan. Yogyakarta: Nuha medika

Sari P, Hilmanto D, Herawati DMD, Dhamayanti M. 2022. Buku Saku Anemia


Defisiensi Besi Pada Remaja Putri. Jakarta: Penerbit NEM.

Zahroh R, Istiraha. 2019. Asuhan Keperawatan pada kasus Hematologi. Surabaya:


Jakad Publishing Surabaya

Tjokroprawiro A, Setiawan PB, Santoso D, Soegiarto G, Rahmawati LD. 2015. Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga University Press

Anda mungkin juga menyukai