Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PROYEK ANATOMI DAN FISIOLOGI HEWAN (BI-2102)

PEMERIKSAAN PARAMETER HEMATOLOGI PADA


MENCIT (Mus musculus)

Tanggal Praktikum: 7 Oktober 2020

Tanggal Pengumpulan: 13 Oktober 2020

Disusun oleh:

Regina

10619014

Kelompok 11

Asisten:

Imaduddien Raihan Budiyanto

10618005

PROGRAM STUDI BIOLOGI

SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

BANDUNG

2020
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hematologi merupakan salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari


mengenai darah, organ yang memproduksi darah, dan penyakit yang berkaitan
dengan darah (Martini, Nath, & Bartholomew, 2012). Seseorang yang ahli
dalam ilmu mengenai darah disebut sebagai Hematologist. Dalam dunia
kesehatan, analisis hematologi berfokus pada diagnosis dan penyembuhan
penyakit seperti hemofilia, leukimia, anemia bulan sabit, dan penyakit lainnya
yang berhubungan dengan darah (Healio, 2017). Dalam analisis hematologi,
terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil analisis antara lain:
nutrisi dari makanan yang dimakan, usia, jenis kelamin, aktivitas, merokok, dan
penyakit (Saputro & Junaidi, 2015).

Praktikum ini penting dilakukan karena dengan melakukan percobaan ini,


kita dapat lebih memahami bagaimana cara menghitung kadar eritrosit, leukosit,
hemoglobin, dan parameter hematologi lainnya menggunakan berbagai macam
metode. Lalu kita juga lebih dapat memahami mengenai komponen darah yang
ada di dalam tubuh kita, karena darah merupakan komponen yang paling
penting dalam tubuh dan fungsinya yang sangat krusial dalam transportasi
oksigen, nutrisi, sebagai imunitas tubuh, dan proses pembekuan darah.
1.2 TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Membuat apusan darah mencit (Mus musculus)
2. Menentukan jenis-jenis sel darah berdasarkan sampel preparat darah yang
diberikan
3. Menentukan nilai parameter hematologi dari data percobaan sampel darah
mencit
4. Mendeskripsikan gelombang EKG serta prinsip kerjanya.

1.3 HIPOTESIS
Hipotesis dari praktikum ini adalah:
1. Ditemukannya semua jenis sel darah pada apusan darah mencit
2. Sel darah merah tidak mempengaruhi nilai Mean Corpuscular Volume
(MCV)
3. Tinggi-rendahnya parameter MCV, MCH, dan MCHC diakibatkan adanya
penyakit anemia.
4. Metode Sahli merupakan metode yang tepat untuk melihat ketelitian hasil
konsentrasi hemoglobin,
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 JENIS – JENIS SEL DARAH


Dalam tubuh hewan dan manusia dialiri oleh darah yang memiliki banyak
jenis dan fungsinya masing-masing. Secara garis besar, darah yang ada di tubuh
hewan terdiri dari: sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan
keping darah (trombosit). Selain darah, terdapat plasma darah yang merupakan
cairan matriks yang komposisinya adalah air, ion, dan plasma protein yang
terlarut. Fungsi dari plasma darah adalah untuk meregulasi tekanan osmotik
tubuh, transportasi, dan pertahanan tubuh (Campbell & Reece, 2009).
Sel darah merah atau eritrosit merupakan jenis darah yang memiliki jumlah
paling banyak dalam tubuh dengan jumlah normal adalah lima sampai 6 juta per
mikroliter. Eritrosit memiliki karakteristik bentuk sel bulat bikonkaf tak berinti
dengan ukuran diameter 7 – 8 𝜇𝑚. Di dalam eritrosit terdapat komponen berupa
protein yang mengandung zat besi yaitu hemoglobin. Satu molekul hemoglobin
dapat mengikat 4 molekul O2 dan ditransportasikan ke seluruh tubuh.
Hemoglobin juga yang memberikan warna merah pada eritrosit (Campbell &
Reece, 2009)

Gambar 2.1 Sturktur Eritrosit

(Martini et al., 2012)


Leukosit atau sel darah putih merupakan sel darah yang jumlahnya sekitar
4.500 – 11.000/ml3 darah. Karakteristik yang terdapat pada leukosit adalah adanya
nukleus dan bersifat motil. Fungsi utama leukosit adalah sebagai mekanisme
pertahanan tubuh dan reaksi alergi. Leukosit dibagi menjadi dua kelompok besar
berdasarkan ada atau tidaknya granula pada sitoplasmanya yaitu granulosit dan
agranulosit. Granulosit merupakan salah satu kelompok leukosit yang memiliki
granula pada sitoplasmanya dan nukleusnya berlobus lebih dari satu. Sel – sel
leukosit yang merupakan bagian dari kelompok garanulosit adalah: neutrofil,
eusinofil, dan basofil. Sedangkan agranulosit merupakan kelompok sel darah putih
yang jarang ditemukannya granula pada sitoplasmanya dan contoh dari sel
agranulosit adalah monosit dan limfosit. (Martini et al., 2012; C. L. C. and R. S.
Schwartz, 2019).

Neutrofil yang komposisinya sekitar 60%-70% dalam tubuh memiliki ciri


bentuk bulat berlobus. Granula pada neutrofil mempunyai fungsi “antimicrobial”
yang terdiri dari fagositosis, degranulasi, dan sekresi materi yang berupa NET
(neutrophil extracellular traps). Ketika ada serangan patogen yang masuk ke dalam
tubuh, neutrofil akan bertindak sebagai agen fagositosis dengan cara “menelan” dan
kemudian menghancurkan patogen yang masuk ke dalam tubuh. Ketika neutrofil
sudah melaksanakan tugasnya, selanjutnya akan dibuang oleh makrofag (Rosales,
2018; Sherwood, Klandorf, & Yancey, 2005). Eosinofil memiliki ciri-ciri bentuk
sel bulat dan berlobus dua. Fungsi dari eosinofil adalah sebagai agen fagositosis,
mengeluarkan enzim sitotoksik, dan meningkatkan reaksi alergi. Basofil terdiri dari
<1% di dalam tubuh dan memiliki ciri-ciri bentuk bulat dan lobus pada nukleus
tidak terlalu terlihat. Dalam mekanisme pertahanan tubuh, asofil mengeluarkan
senyawa histamin dan heparin untuk reaksi inflamasi (Martini et al., 2012)

Monosit dan limfosit merupakan jenis leukosit yang tidak bergranula atau
agranula. Monosit memiliki ciri-ciri ukuran yang cukup besar bila dibandingkan
dengan sel leukosit lainnya dengan ukuran diameter 15 𝜇𝑚 nukleusnya
mempunyasi bentuk seperti “kidney-bean shape” dan sitoplasmanya bewarna
pucat. Monosit memiliki peran sebagai makrofag, yaitu agen yang memfagositosis
sel-sel asing yang bersifat patogen. Limfosit merupakan jenis sel agranula lainnya.
Terdapat 20% - 30% sel limfosit di dalam tubuh dan memiliki ciri – ciri bentuk
bulat dan nukleusnya juga berbentuk bulat. Limfosit dibagi menjadi tiga jenis
berdasarkan fungsinya yaitu: sel T, sel B, dan sel pembunuh (Natural Killer Cells/
NK Cells). Sel T berperan sebagai pengaktif imun tubuh bila ada serangan patogen
yang masuk ke dalam tubuh, sel B berfungsi sebagai penghasil antibodi yang
disalurkan melalui pembuluh darah, pembuluh limpa untuk mekanisme pertahanan
dari serangan patogen. Kemudian sel pembunuh memiliki peran sebagai
penghancur sel-sel asing berupa patogen dan juga sel-sel kanker (Martini et al.,
2012).

Gambar 2.2 Jenis – jenis Leukosit.

Trombosit atau platlet merupakan bagian dari sel darah yang memiliki peran
untuk mekanisme hemostasis atau mekanisme pembekuan darah. Trombosit
merupakan perkembangan dari sel megakariosit yang diproduksi di sum-sum tulang
merah. Pembentukan trombosit dan megakariosit dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti: trombopoietin (TPO) atau hormon peptide yang dihasilkan oleh ginjal
untuk meningkatkan produksi platlet, lalu faktor lainnya ada interleukin (IL-6), dan
multi – CSF untuk meningkatkan produksi platlet dan perkembangan megakariosit.
Terdapat sekitar 150.000 – 500.000 trombosit yang ada di dalam tubuh manusia dan
sel trombosit memiliki ukuran diameter sekitar 4 𝜇𝑚. Selain berperan dalam proses
pembekuan darah, trombosit juga memiliki fungsi sebagai koagulan atau
penggumpalan darah yang melibatkan fatktor yaitu ion Ca2+ dan ion-ion lainnya.
Proses pemnggumpalan darah inilah yang kemudian mengakibatkan adanya
hemostasis (Holinstat, 1999; Martini et al., 2012)

Gambar 4.3 Trombosit dalam darah (tanda panah)

(R. S. Schwartz & Conley, 2019)

2.2 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH SEL


DARAH

Dalam pemeriksaan hematologi terdapat beberapa faktor yang dapat


mempengaruhi jumah sel darah, faktor yang mempengaruhi jumlah sel darah
terutama meningkatkan jumlah eritrosit adalah: aktivitas, usia, jenis kelamin,
tingkat stress, suhu, ketinggian. Sedangkan faktor-faktor yang dapat
menurunkan jumlah eritrosit adalah: tekanan barometrik, saat tidur, dan masa
kehamilan (Rushdi, 2016).

Pada leukosit, faktor – faktor yang mempengaruhi jumlah sel terutama pada
peningkatan kadar leuokosit dalam tubuh adalah adanya infeksi bakteri, virus,
atau parasit yang menyerang imun tubuh. Hal ini dikarenakan sesuai fungsi dari
leukosit sendiri yaitu sebagai imunitas tubuh, jadi ketika ada benda asing berupa
patogen yang masuk kedalam tubuh, maka leukosit akan memperbanyak jumlah
sel untuk membantu menyerang sel patogen tersebut. Sedangkan faktor yang
dapat menurunan jumlah leukosit adalah adanya paparan radiasi, kekurangan
vitamin B12, stress, masa kehamilan, dan hipotirodisme (Tortora & Derrickson,
2014).

Faktor - faktor yang mempengaruhi jumlah trombosit adalah: adanya


kerusakan jaringan, kehilangan darah, adanya infeksi, dan peradangan. Faktor-
faktor tersebut yang dapat meningkatkan kadar trombosir dikarenakan sesuai
fungsi trombosit yaitu sebagai agen untuk menggumpalkan darah dan
pembekuan darah bila terjadi luka (Adrian, 2020). Faktor yang dapat
mengurangi jumlah trombosit dalam tubuh adalah adanya pembengkakan
limpa, demam berdarah, infeksi virus, dan konsumsi alkohol berlebih
(MayoClinic, 2020).

2.3 PARAMETER HEMATOLOGI


Dalam tes darah dianalisis beberapa parameter hematologi untuk
mengetahui mengenai kondisi tubuh atau untuk mengidentifikasi ada atau
tidaknya penyakit. Parameter hematologi terdiri dari perhitungan eritrosit,
leukosit, trombosit, hemoglobin, hematokrit, MCV (Mean Corpuscular
Volume), MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin), dan MCHC (Mean
Corpuscular Hemoglobin Concentration) (Kone et al., 2017). Setiap parameter
hematologi memiliki kadar normalnya masing-masing dan apabila jumlah
parameter – parameter tersebut tidak sesuai dengan jumlah normalnya,
kemungkinan adanya penyakit yang menyerang manusia atau hewan tersebut.
Parameter hematologi antara pria dan wanita berbeda, hal ini dapat
disebabkan karena metabolisme tubuh dan pola hidup yang berbeda antara pria
dan wanita. Untuk kadar eritrosit normal pada pria berjumlah antara 4,4 x 106 –
5,5 x 106 /𝜇𝐿 dan untuk wanita berjumlah 4,2 x 106 – 5,5 x 106 /𝜇𝐿. Jumlah
leukosit normal pada pria dan wanita adalah 4000-10.000 /𝜇𝐿. Kadar trombosit
normal pada pria dan wanita adalah 150.000 – 500.000 /𝜇𝐿. Untuk kadar
hemoglobin normal pada pria berjumlah sekitar 13-16 g/dL dan pada wanita
11,5 – 15 g/dL (Kone et al., 2017).
Hemotrokit menunjukan presentase volume yang membandingakn
volume eritrosit dengan volume darah total yang terdiri dari plasma darah dan
eritrosit. Hematrokit normal pada pria adalah sekitar 40% - 54%, sedangkan
pada wanita 36% - 48%. Untuk mendapatkan hematrokit digunakan Teknik
sentrifugasi untuk memisahkan plasma darah dan eritrosit yang dibatasi oleh
pembatas atau buffy coat yang terdiri dari leukosit dan trombosit (Walker, Hall,
& Hurst, 1990).
MCV atau Mean Corpuscular Volume merupakan nilai untuk
menyatakan proporsi volume dari eritrosit. MCV juga dapat digunakan untuk
mendiagnosis penyakit yang berhubungan dengan sel darah merah/eritrosit
(Brittany S. Maner; Leila Moosavi., 2020). Pada manusia, nilai MCV normal
pada pria dan wanita adalah sekitar 75 – 95 fL (Kone et al., 2017). Rumus
perhitungan dalam mencari MCV adalah:
𝐻𝑒𝑚𝑎𝑡𝑟𝑜𝑘𝑖𝑡 (%)
𝑀𝐶𝑉 =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑒𝑟𝑖𝑡𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡 (𝑗𝑢𝑡𝑎/𝑚𝑚3 )

MCH atau Mean Corpuscular Hemoglobin merupakan salah satu


parameter untuk menghitung rata- rata hemoglobin dalam sel darah
merah/eritrosit. MCH normal pada manusia 30 – 35 pg (Kone et al., 2017;
Walker & Hall, 1990). Rumus perhitungan dalam mencari MCH adalah:
𝑔
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ℎ𝑒𝑚𝑜𝑔𝑙𝑜𝑏𝑖𝑛 ( ) 𝑥 10
𝑀𝐶𝐻 = 𝑑𝑙
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐸𝑟𝑖𝑡𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡 (𝐽𝑢𝑡𝑎/𝑚𝑚3 )

MCHC atau Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration


menyatakan jumlah hemoglobin terhadap hematrokit. Satuan MCHC biasanya
g/dl atau diinterpresentasikan dalam bentuk presentase. MCHC normal pada
manusia adalah 34 g/dL (Walker & Hall, 1990). Rumus perhitungan dalam
mencari MCHC adalah:
𝑔
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ℎ𝑒𝑚𝑜𝑔𝑙𝑜𝑏𝑖𝑛 ( )
𝑀𝐶𝐻𝐶 = 𝑑𝑙
ℎ𝑒𝑚𝑎𝑡𝑟𝑜𝑘𝑖𝑡 (%)
2.4 KELAINAN PADA DARAH
Adanya penyakit yang menyerang tubuh manusia atau hewan dapat
diperiksa atau dianalisis melalui konsentrasi darahnya. Terlalu rendah atau
terlalu tingginya jumlah suatu sel dapat diartikan adanya penyakit yang
bermacam-macam. Penyakit umum yang berkaitan dengan darah yaitu: anemia,
anemia bulan sabit (sickle-cell anemia). hemofilia, leukimia, dan thalassemia.
Anemia merupakan penyakit yang berkaitan dengan hemoglobin atau
eritrosit yang jumlahnya di bawah normal. Anemia terjadi karena adanya
kemungkinan produksi sel darah merah yang berkurang, kehilangan darah
secara berlebihan, atau hancurnya sel darah merah yang terlalu cepat. Hal ini
menyebabkan kadar O2 yang diikat oleh hemoglobin pada eritrosit juga
berkurang sehingga sel dan jaringan pada tubuh tidak mendapatkan pasokan
oksigen yang cukup. Karena kurangnya pasokan oksigen pada sel dan jaringan,
hal tersebutlah yang dapat menyebabkan tubuh menjadi lebih cepat lelah
intensitas bernapas yang berkurang, muka pucat, dan bila tidak segera diberi
penanganan khusus dapat menyebabkan gagal jantung bahkan kematian
(Chaparro & Suchdey, 2019)
Anemia bulan sabit atau sickle-cell anemia disebabkan adanya mutase pada
eritrosit lebih tepatnya pada asam amino pembentuk eritrosit. Pada dasaranya
hemoglobin mengikat oksigen untuk diedarkan ke seluruh tubuh, namun pada
kasus ini ketika hemoglobin mencoba untuk mengikat oksigen, bentuk eritrosit
yang tadinya bulat berubah menjadi adanya lengkungan seperti bulan sabit dan
eritrosit menjadi rapuh serta mudah hancur. Hal ini menyebabkan kurangnya
oksigen yang dapat diedarkan ke tubuh (Martini et al., 2012)
.

Gambar 4.4 Perbandingan Eritrosit Normal dan Eritrosit Bulan Sabit

(https://www.genome.gov/genetics-glossary/Sickle-Cell-Disease)

Hemofilia merupakan penyakit yang bersifat genetik yang


mengakibatkan sulitnya untuk melakukan pembekuan darah atau
hemostasis. Penyakit hemofilia ini dapat terjadi akibat adanya mutasi gen
yang terpaut kromosom X (X-linked) dan biasanya banyak diderita oleh pria,
sedangkan wanita biasanya hanya sebagai carrier tetapi tidak menutup
kemungkinan bahwa wanita juga dapat menderita hemofilia. Terdapat dua
jenis hemofilia, yaitu hemofilia A dan hemofilia B. Pada hemofilia A tidak
adanya faktor VIII pada kromosom X dan hemofilia B tidak adanya faktor
IX pada kromosom X (Cahill & Colvin, 1997).

Leukimia atau kanker darah disebabkan karena adanya produksi


leukosit yang berlebihan. Namun leukosit yang dihasilkan oleh sum-sum
tulang merah tersebut bersifat abnormal dan tidak berkembang dengan
sempurna, sehingga leukosit yang bersifat abnormal itu kemudian tidak
dapat melakukan fungsinya yaitu sebagai imunitas tubuh. Hal tersebut juga
yang menyebabkan sel leukosit normal digantikan oleh sel-sel leukosit yang
abnormal dan akhirnya menggangu aktivitas tubuh terutama dalam
mekanisme pertahanan tubuh (Sherwood et al., 2005)

Thalassemia disebabkan ketidakmampuan hemoglobin untuk


memproduksi hemoglobin 𝛼 dan 𝛽. Akibatnya, pertumbuhan dan
perkembangan eritrosit menjadi terganggu dan tidak dapat bertahan lama,
hal ini menyebabkan kurangnya oksigen yang harus diedarkan keseluruh
tubuh dan dapat menggangu aktivitas sel dan jaringan serta dapat
menggangu fungsi-fungsi eritrosit lainnya. Manusia yang menderita
thalassemia harus melakukan transfuse darah rutin agar bisa mendapatkan
jumlah eritrosit yang mencukupi di dalam pembuluh darah (Martini et al.,
2012)

2.5 ELEKTROKARDIOGRAM (EKG)


Elektrokardiogram merupakan alat perekam altivitas listrik pada otot
jantung. Cara kerja dari EKG ini adalah dengan cara merekam aktivitas listrik
dari elektroda yang diletakan pada beberapa bagian tubuh. Terdapat beberapa
gelombang yang dapat dilihat pada aktivitas otot jantung, yang terdiri dari:
gelombang P, gelombang kompleks QRS, dan gelombang T. Pada gelombang
P, menunjukan adanya depolarisasi dari artrium yang diinisiasi oleh nodus
sinoatrial (SA). Nodus SA memproduksi gelombang listrik yang kecil, sekitar
0,25 mV dengan durasi yang singkat yaitu 0,12 detik. Gelombang kompleks
QRS muncul ketika ventrikel mengalami depolarisasi. Signal yang diberikan
dari gelombang ini cukup besar karena dipengaruhi oleh berat otot ventrikel
yang lebih berat dibandingkan dengan otot pada atrium. Pada gelombang QRS,
terdapat gelombang R yang terletak pada puncak gelombang QRS. Gelombang
T menunjukan adanya bagian ventrikel jantung yang mengalami repolarisasi.
(Martini et al., 2012)

Gambar 4.5 Gelombang yang Terekam pada ECG

(Martini et al., 2012)


BAB III

METODOLOGI

3.1 ALAT DAN BAHAN


Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini disajikan pada
Tabel 3.1
Tabel 3.1 Alat dan Bahan

ALAT BAHAN

Kaca objek + cover glass Sampel darah mencit (Mus musculus)

Pipet Pewarna Giemsa

Hemasitometer Larutan Hayem

Hemometer Sahli Larutan Turk

Tabung kapiler HCL 1 N

Alat sentrifuga Larutan heparin / EDTA

Kalkulator Akuades

Skala Wintrobe Gloves

Tabung ukur (Haemoglobinometer) Malam

Counter Plastik limbah

Mikroskop cahaya
3.2 CARA KERJA
3.2.1. PEMBUATAN PREPARAT APUSAN DARAH
Untuk pembuatan preparat apusan darah, langkah pertama yang
dilakukan adalah setetes darah ditempatkan di daerah ujung kaca objek.
Kemudian salh satu sisi kaca objek lain ditempatkan di atas kaca objek yang
telah ditetesi darah dengan kemiringan 30-450. Lalu kaca objek tersebut
digeserkan hingga menyentuh darah sehingga darah menyebar sepanjang
sisi kaca objek yang bersentuhan dan kaca objek tersebut digeserkan
kembali secara berlawanan arah sehinga terbentuk apusan darah. Apusan
darah yang terbentuk sebaiknya tipis dan terbentuk degradasi warna darah
dan kemudian apusan difiksasi dengan cara membiarkan apusan tersebut
mengering. Setelah kering, apusan diwarnai menggunakan pewarna Giemsa
dan kemudian ratakan pewarnaan dan dibiarkan hingga kering.

3.2.2. PENGUKURAN JUMLAH DARAH


3.2.2.1 PERHITUNGAN JUMLAH ERITROSIT
Langkah pertama dalam melakukan perhitungan jumlah
eritrosit adalah darah dihisap menggunakan pipet khusus untuk
eritrosit sampai skala 1 dan terperangkapnya gelembung udara
dihindari. Kemudian, dengan menggunakan pipet yang sama,
larutan Hayem dihisap sampai skala 101, lakukan ini dengan hati-
hati dan jangan sampai larutan darah dan hayem terhisap. Lalu, pipet
dibolak-balik agar darah dan larutan Hayem menjadi homogen.
Selanjutnya, dengan menggunakan tisu, buanglah beberapa tetes
larutan dari ujung pipet sampai skala 1. Beberapa tetes larutan
kemudian diteteskan pada sisi kaca penutup hemasitometer dan
hindari penetesan larutan yang berlebihan yang menyebabkan
larutan masuk ke parit di kiri-kanan ruang hitung, karena hal ini
dapat menyebabkan kesalahan penghitungan. Kemudian, eritrosit
dihitung pada 5 ruang persegi hemasitometer. Perhitungan jumlah
eritrosit dapat menggunakan perhitungan berikut:
101−1
Pengenceran = = 200
0,5

Σ 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑒𝑟𝑖𝑡𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡 𝑥 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑃𝐸𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛


Jumlah Eritrosit/mm3 = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑅𝑢𝑎𝑛𝑔 𝐻𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐻𝑒𝑚𝑜𝑠𝑖𝑡𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟

Σ 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑒𝑟𝑖𝑡𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡 𝑥 200


=
5 𝑥 0.2 𝑥 0.2 𝑥 0.1

3.2.2.2 PERHITUNGAN JUMLAH LEUKOSIT

Langkah pertama dalam menghitung jumlah leukosit adalah


darah dihisap menggunakan pipet khusus untuk leukosit skala 1 dan
hindari terperangkapnya gelembung udara. Kemudian, dengan
menggunakan pipet yang sama, larutan Turk dihisap sampai skala
11. Lalu, pipet dibolak-balik agar darah dan larutan Turk menjadi
homogen dan dengan menggunakan tisu, beberapa tetes larutan
dibuang dari ujung pipet sampai skala 1. Selanjutnya, larutan
diteteskan pada sisi kaca tutup hemasitometer dan hindari penetesan
larutan yang berlebihan, sehingga larutan dapat masuk ke bagian
kiri-kanan ruang perhitungan, karena hal ini dapat menyebabkan
kesalahan perhitungan. Terakhir, leukosit dihitung pada empat
ruang persegi hemasitometer. Perhitungan jumlah leukosit dapat
menggunakan cara berikut:

11−1
Pengenceran = = 10
1

Σ 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑒𝑢𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡 𝑥 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛


Jumlah Leukosit/mm3 = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑅𝑢𝑎𝑛𝑔 𝐻𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐻𝑒𝑚𝑎𝑠𝑖𝑡𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟

Σ 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑒𝑢𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡 𝑥 10
` = 4 𝑥 1 𝑥 0.1
3.2.2.3 PENGUKURAN KONSENTRASI HEMOGLOBIN
DENGAN METODE SAHLI
Untuk pengukuran konsentrasi hemoglobin dengan metode
Sahli, hal pertama yang dilakukan adalah tabung hemoglobinomer
disiapkan dan HCL 1 N diisi sampai ke skala terendah (2 gm%,
marking kuning). Kemudian darah dihisap menggunakan pipet
khusus alat ukur Sahli sampai skala 20𝜇l dan darah kemudian
diteteskan ke dalam tabung hemoglobinometer dan dihomogenisasi.
Lalu warna larutan yang terbentuk dibandingkan dengan larutan
standar hemoglobin dalam tabung standar di sebelah tabung sampel
dan ditunggu hingga 10 menit. Setelah itu, larutan sampel ditetesi
lagi dengan akuades dan dihomogenisasi hingga warnanya
sebanding dengan warna larutan standar. Setelah warna larutan
sampel sebanding dengan warna larutan standar, skala pada tabung
sampel diamati tanpa mengangkat stirrer. Konsentrasi hemoglobin
sampel darah ditentukan dalam satuan g/dL dan pastikan dari
meniskus bawah.

3.2.2.4 PENGUKURAN VOLUME HEMATOKRIT DENGAN


METODE WINTROBE
Tahap pertama pada pengukuran volume hematokrit dengan
metode winkler adalah tabung kapiler diisi dengan darah dan
ujungnya ditutup dengan malam. Kemudian tabung diletakan pada
alat sentrifuga khusus berkecepatan tinggi dengan ujung yang
tertutup mengarah ke tepi alat sentrifuga. Selanjutnya, tabung
disentrifugasi selama 2-5 menit dengan kecepatan 10.000-15.000
rpm dan volume hematokrit ditentukan dengan menggunakan skala
Wintrobe dengan cara: pertama, bagian dasar tabung yang berisi
eritrosit diletakan di garis paling bawah skala. Kedua, garis
pembatas pada skala antara warna merah eritrosit dengan warna
kekuningan plasma ditentukan sebagai volume (%) hematokrit.
Ketiga, volume hematrokit yang akurat mengukur massa eritrosit di
bawah “buffy coat”. Keempat, “buffy coat” terdapat di bagian atas
massa eritrosit dan di bagian bawah plasma, dan kelima, batas
hematokrit dapat diukur dengan membandingkan sampel darah dan
tabel Wintrobe.
BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL PENGAMATAN


Hasil apusan darah dan morfologi sel darah mencit (Mus musculus)
disajikan pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil Apusan Darah dan Morfologi Sel Darah Mencit (Mus musculus)
Perbesaran
No. Sel Darah Hasil Apusan Darah Morfologi
Mikroskop

- Bentuk bulat
- Warna merah
1. Eritrosit 100X - Tidak ada nukleus
- Bentuknya seperti
Gambar 4.1 Eritrosit Mencit (Mus
cakram bikokaf
musculus)

(Reste, Porfirio, de Souza, &


Silva, 2014)

- Bentuk tidak
teratur
- Berukuran lebih
2. Trombosit 100X
kecil
Gambar 4.2 Trombosit Mencit (Mus
musculus)

(Reste et al., 2014)

- Berukuran besar
- Nukleusnya
berlobus
3. Neutrofil 100X - Bergranula
- Sitoplasma
Gambar 4.3 Neutrofil Mencit (Mus berwarna
musculus)
transparan

(Reste et al., 2014)

- Nukleus
4. Limfosit 100X berbentuk bulat
- Berukuran besar

Gambar 4.4 Limfosit Mencit (Mus


musculus)

(Reste et al., 2014)


- Berukuran besar
5. Monosit 100X - Memiliki 2 lobus
pada nukleus

Gambar 4.5 Monosit Mencit (Mus


musculus)

(Reste et al., 2014)

- Sel bergranula
- Memiliki lobus
6. Eosinofil 100X pada nukleusnya
- Biasanya

Gambar 4.6 Eosinofil Mencit (Mus berwarna merah


musculus)

(Reste et al., 2014)

Dalam menghitung jumlah sel darah merah atau eritrosit untuk 10 ekor
mencit (Mus musculus) dapat menggunakan perhitungan sebagai berikut:

101−1
Pengenceran = = 200
0,5

Σ 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑒𝑟𝑖𝑡𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡 𝑥 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛


Jumlah Eritrosit/mm3 = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑅𝑢𝑎𝑛𝑔 𝐻𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐻𝑒𝑚𝑜𝑠𝑖𝑡𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟

Σ 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑒𝑟𝑖𝑡𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡 𝑥 200


=
5 𝑥 0.2 𝑥 0.2 𝑥 0.1
Hasil perhitungan jumlah eritrosit 10 ekor mencit (Mus musculus) yang
didapatkan dari perhitungan di atas, disajikan dalam Tabel 4.2

Tabel 4.2 Jumlah Eritrosit 10 Ekor Mencit (Mus musculus)

Mencit Eritosit yang Jumlah Eritrosit


Ke- Terhitung (c/mm3)

1. 412 4.120.000

2 812 8.120.000

3. 819 8.190.000

4. 829 8.290.000

5. 789 7.890.000

6. 765 7.650.000

7. 876 8.760.000

8. 578 5.780.000

9. 489 4.890.000

10. 208 2.080.000


Dalam menghitung jumlah sel darah putih atau leukosit untuk 10 ekor
mencit (Mus musculus) dapat menggunakan perhitungan sebagai berikut:

11−1
Pengenceran = = 10
1

Σ 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑒𝑢𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡 𝑥 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛


Jumlah Leukosit/mm3 = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑅𝑢𝑎𝑛𝑔 𝐻𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐻𝑒𝑚𝑎𝑠𝑖𝑡𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟

Σ 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑒𝑢𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡 𝑥 10
` = 4 𝑥 1 𝑥 0.1

Hasil perhitungan jumlah leukosit 10 ekor mencit (Mus musculus) yang


didapatkan dari perhitungan di atas, disajikan dalam Tabel 4.3

Tabel 4.3 Jumlah Leukosit 10 Ekor Mencit (Mus musculus)

Mencit Leukosit yang Jumlah Leukosit


Ke- Terhitung (c/mm3)

1. 556 13.900

2 490 12.250

3. 240 6.000

4. 258 6.450

5. 367 9.175

6. 295 7.375

7. 242 6.050

8. 151 3.775

9. 84 2.100

10. 234 5.850


Hasil kompilasi data perhitungan hemoglobin, volume hematokrit, MCV,
MCH, dan MCHC disajikan pada Tabel 4.4

Tabel 4.4 Hasil Kompilasi Data Perhitungan Hemoglobin, Volume Hematokrit, MCV,
MCH, dan MCHC

Mencit Haemoglobin Volume MCV MCH MCHC


Ke- (g/dL) Hematokrit (fL) (pg) (g/dL)

1. 11,3 51,90% 125,971 27,427 21,773

2 17,4 42,50% 40,941


52,340 21,429

3. 15,8 38,50% 41,039


47,009 19,292

4. 16,9 47,50% 35,579


57,298 20,386

5. 17,2 38,50% 44,675


48,796 21,800

6. 14,5 38,60% 37,565


50,458 18,954

7. 16,4 47,50% 34,526


54,224 18,721

8. 12,3 80,50% 15,280


139,273 21,280

9. 27,6 19,30% 143,005


39,468 56,442

10. 8,6 20,80% 41,346


100 41,346
Hasil mean, standar deviasi, dan range dari kompilasi parameter hematologi
disajikan pada Tabel 4.5

Tabel 4.5 Hasil Mean, Standar Deviasi, dan Range dari Parameter Hematologi

Test Unit N Mean SD Range


RBC million/mm3 10 6.577.000 2.243.479,69 6.680.000
WBC 103 /mm3 10 7.292,5 3.607,5 11.800
Hemoglobin g/dL 10 15,8 5,07 19
Hematocrit % 10 43% 17% 61%
MCV fL 10 71,48 36,25 99,81
MCH pg 10 26,70 12,47 37,72
MCHC g/dL 10 45,57 35,47 127,73

Untuk memvisualisasikan data hasil perhitungan kompilasi parameter


hematologi, dapat dilihat pada beberapa grafik berikut:

GRAFIK HEMATOKRIT
120.00%

100.00%
Jumlah Hematokrit

80.00%

60.00%

40.00%

20.00%

0.00%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Mencit

Grafik 4.1 Jumlah Hematokrit


GRAFIK HEMOGLOBIN
35
30

Hemobglobin (g/dL)
25
20
15
10
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Mencit

Grafik 4.2 Jumlah Hemoglobin

GRAFIK JUMLAH ERITROSIT


12000000
Jumlah Eritrosit (c.mm3)

10000000
8000000
6000000
4000000
2000000
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
-2000000
Mencit

Grafik 4.3 Jumlah Eritrosit

GRAFIK JUMLAH LEUKOSIT


20000
Jumlah Leukosit (c/mm3)

15000

10000

5000

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
-5000
Mencit

Grafik 4.4 Jumlah Leukosit


GRAFIK MCV
200.000

150.000

MCV (fL)
100.000

50.000

-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Mencit

Grafik 4.4 MCV

GRAFIK MCH
100.000
80.000
60.000
MCV (fL)

40.000
20.000
-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
(20.000)
(40.000)
Mencit

Grafik 4.5 MCH

GRAFIK MCHC
200.000

150.000
MCHC (g/dL)

100.000

50.000

-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
(50.000)
Mencit

Grafik 4.6 MCHC


4.2 PEMBAHASAN
Dari hasil literatur apusan mencit pada Tabel 4.1 dapat dilihat
bahwa ditemukannya sel darah merah atau eritrosit yang memiliki ciri-ciri
sel yang berbentuk bulat, memiliki bentuk seeprti cakram bikonkaf,
berwarna merah, dan tidak memiliki nukleus. Warna merah pada eritrosit
berasal dari pigmen hemoglobin yang merupakan komponen utama pada
eritrosit. Sel darah merah sendiri memiliki ukuran diameter 7,8 𝜇𝑚 dan
ketebalan sel 2,85 𝜇𝑚. Eritrosit memiliki bentuk seperti cakram bikonkaf
dikarenakan saat proses pematangan eritrosit, nukleus keluar dari sel pada
tahapan normoblast, sehingga menyebabkan adanya struktur yang lebih
tipis pada bagian tengah sel (Martini et al., 2012).
Lalu ditemukannya juga trombosit yang memiliki karakteristik
bentuk yang tidak beraturan dan berukuran lebih kecil bila dibandingkan
dengan sel darah di sekitarnya. Hal ini dikarenakan trombosit hanya
memiliki ukuran diameter sekitar 2-3𝜇𝑚 dan trombosit tidak memiliki
nukleus (Campbell & Reece, 2009)
Pada Tabel 4.1 ditemukannya beberapa sel darah putih atau leukosit,
seperti neutrofil, eosinofil, monosit, dan limfosit. Neutrofil yang pada tabel
memiliki ciri-ciri berukuran cukup besar, berlobus, bergranula, dan
sitoplasmanya terlihat transparan. Menurut (Martini et al., 2012), neutrofil
memiliki ciri-ciri ukuran diameter sekitar 12 𝜇𝑚, nukleusnya memiliki
lobus yang berjumlah antara 2- 5 lobus, dan pada sitoplasmanya terdapat
granula yang mengandung komponen – komponen untuk mekanisme
pertahanan. Eosinofil pada hasil literatur memiliki ciri nukleusnya berlobus,
memiliki granula pada sitoplasma dan berwarna merah. Eosinofil sendiri
pada nukleusnya memiliki lobus umumnya berjumlah 2 buah, dan diameter
sel berukuran 12-15 𝜇𝑚. Bilas sel eosinofil diberi pewarnaan, dapat terlihat
bahwa granula pada sitoplasmanya berwarna kemerahan (Martini et al.,
2012). Monosit memiliki ukuran yang cukup besar, yaitu sekitar 15 𝜇𝑚 dan
lobusnya berjumlah 2 buah atau kadang berbentuk seperti tapal kuda.
Limfosit memiliki ukuran diameter sekitar 8 – 10 𝜇𝑚 dan memiliki nukleus
yang berukuran besar hampir mengisi keselruhan sel (Martini et al., 2012)
Dari hasil perhitungan jumlah eritrosit pada 10 mencit (Mus
musculus) yang disajikan di Tabel 4.2 didapatkan bahwa jumlah eritrosit
paling tinggi ada pada mencit ke – 7 dengan jumlah eritrosit sebesar
8.760.000mm3 sedangkan mencit dengan jumlah eritrosit terendah ada pada
mencit ke – 10 dengan jumlah eritrosit 2.080.000/mm3. Menurut (McGarry,
Protheroe, & Lee, 2010) jumlah eritrosit normal pada mencit berkisar antara
7 – 13 juta/mm3. Hal ini dapat disimpulkan bahwa hanya mencit ke – 1, 8,
9 yang normal, sedangkan yang lain dapat diindikasikan adanya penyakit
yang berkaitan dengan jumlah eritrosit. Bila jumlah eritrosit dibawah
jumlah normal, maka mencit menderita anemia yaitu kurangnya eritrosit
untuk memasok oksigen ke seluruh tubuh (Chaparro & Suchdey, 2019). Jika
jumlah eritrosit di atas normal dapat dikatakan bahwa mencit berada di
tempat yang kandungan oksigen di udaranya sedikit (Cafasson, 2018).
Menurut literatur jumlah leukosit normal pada mencit berkisar
antara 5.000 – 12.000 / mm3(McGarry et al., 2010). Bila dilihat pada Tabel
4.3, mencit yang memiliki jumlah leukosit diatas normal adalah mencit ke-
1 dengan jumlah leukositnya 13.900/mm3, sedangkan mencit yang memiliki
jumlah leukosit di bawah normal adalah mencit ke-8 dan ke-9 dengan
jumlah leukosit masing-masing 3.775/mm3 dan 2.100 mm3. Jumah leukosit
yang di atas normal kemungkinan adanya patogen atau virus yang sedang
menyerang tubuh mencit tersebut, sehingga leukosit akan memperbanyak
sel untuk melawan patogen. Sedangkan apabila jumlah leukosit di bawah
normal, kemungkinan terjadinya leukopenia. Leukopenia dapat terjadi salah
satunya ada disfungsi dari sum-sum tulang belakang yang memproduksi sel
darah putih (WebMD, n.d.)
Pada data hasil analisis hemoglobin pada Tabel 4.4 dapat dilihat
bahwa jumlah hemoglobin tertinggi ada pada mencit ke – 9 dengan jumlah
hemoglobin sebesar 27,9 g/dL. Sedangkan jumlah hemoglobin terendah ada
pada mencit ke – 10 dengan jumlah hemoglobin sebesar 8,6 g/dL. Menurut
literatur jumlah hemoglobin normal adalah 13 – 18 g/dL (Hedrich, 2012).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hanya mencit ke- 2, 3, 4, 5, 6, dan 7
yang memiliki jumlah hemoglobin normal, sedangkan apabila mencit
memiliki hemoglobin di bawah normal dapat diartikan bahwa mencit
tersebut kemungkinan kekurangan eritrosit, dan apabila jauh di bawah
normal kemungkinan mencit menderita anemia (Barrell, 2017).
Hasil data analisis pada Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa mencit yang
memiliki hematokrit tertinggi ada pada mencit ke- 8 dengan jumlah
hematokritnya adalah 80,50 %, sedangkan untuk yang terendah adalah
19,30 % dan terdapat pada mencit ke-9. Menurut literatur (Hedrich, 2012),
jumlah hematokrit normal pada mencit adalah antara 40% - 50%, sehingga
bila dilihat pada tabel, mencit yang jumlah hematokritnya sesuai literatur
adalah mencit ke 2, 4, dan 7. Bila hematokrit melebihi batas normal, dapat
diartikan mencit mengalami dehidrasi atau beberapa penyakit lainnya
seperti penyakit paru-paru. Bila jumlah hematokrit terlalu rendah dapat
diartikan bahwa mencit mengalami anemia atau kekuranga zat besi (Fe)
(MedlinePlus, n.d.)
MCV normal menurut literatur adalah 40-55 fL (Hedrich, 2012), dan
mencit yang memiliki MCV sesuai dengan literatur adalah mencit ke-2, 3,
5, 6, dan 7. Apabila hasil MCV di atas batas normal, maka mencit
didiagnosis terkena penyakit anemia makrositik yaitu di mana tubuh
kekurangan asam folat (vitamin B9) atau vitamin B12, sehingga sel darah
merah yang dihasilkan lebih besar bila dibandingkan pada biasanya, namun
tidak dapat mencukupi kebutuhan tubuh (Nagao & Hirokawa, 2017).
Sedangkan apabila jumlah MCV di bawah normal, maka dapat berarti
mencit mengalami anemia mikrositik.
Kadar MCH normal menurut literatur adalah 13 – 17 pg sedangkan
untuk MCHC normalnya adalah 27-33 g/dL. Jika dilihat pada Tabel 4.4
mencit yang memiliki jumlah MCH normal adalah mencit ke-1, sedangkan
pada perhitungan MCHC tidak ada satupun mencit yang berada pada selang
normal. Bila mencit memiliki kadar MCH di bawah normal kemungkinan
mencit tersebut mengalami anemia mikrositik dan jika mencit memiliki
MCH di atas normal kemungkinan mencit mengalami anemia makrositik.
Apabila hasil perhitungan MCHC di atas normal, kemungkinan mencit
mengalami pembengkakan dan bila MCHC di bawah normal, mencit
kemungkinan mengalami penyakit vaskuler atau kurangnya zat besi
(Hedrich, 2012).
Faktor- faktor yang mempengaruhi perhitungan parameter
hematologi adalah bisa dari meningkatnya atau menurunnya massa eritrosit,
yang kemudian mempengaruhi pehitungan himatokrit, hemoglobin, dan
parameter lainnya. Lalu variabel lainnya yang dapat mempengaruhi hasil
perhitungan hematologi adalah umur mencit, jenis kelamin mencit, strain,
waktu pengujian, dan human/instrument error (Hedrich, 2012)
Korelasi anatara Mean Corpuscular Volume dengan morfologi
eritrosit adalah, seperti yang telah diketahui bahwa MCV merupakan
parameter yang menyatakan proporsi suatu volume eritrosit. Apabila
eritrosit memiliki ukuran sel yang lebih besar bila dibandingkan yang
normal (makrolistik) maka nilai MCV pun juga semakin besar, dan hal yang
terjadi juga apabila sel darah merah memiliki ukuran yang lebih kecil
dibandingkan yang normalnya (mikrolistik), maka nilai MCV juga akan
lebih kecil. Hal ini dapat dihubungkan dengan penyakit anemia mikrolistik
atau makrolistik, di mana ukuran sel darah merah berukuran abnormal dan
juga tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh dalam memasok oksigen
(Curry, 2019)
Kelebihan dalam menggunakan hemasitometer adalah
hemasitometer terbuat dari kaca yang memudahkan pengelihatan dalam
menghitung jumlah sel yang ingin diteliti, dan juga ukurankaca dibuat tepat
dan akurat. Kelebihan lainnya adalah dapat menghitung jumlah sel yang
hidup maupun yang mati, jika diberikan pewarnaan trypan blue, maka dapat
dilihat bahwa sel yang mati akan berwarna biru, sedangkan yang masih
hidup tidak akan berwarna. Namun kekurangan dari hemasitometer ini
adalah tidak dapat digunakan untuk meneliti sel yang ukurannya sangat
kecil, tingkat validitas rendah, karena akan sulit untuk membedakan sel
hidup dan sel mati. Kekurangan lainnya adalah bahannya yang terbuat dari
kaca sehingga harus berhati-hati dalam menggunakannya karena mudah
pecah.
Kelebihan menggunakan alat hemoglobinometer dalam metode
Sahli adalah alatnya yang praktis, ukurannya yang kecil, dapat membaca
konsentrasi hemoglobin dengan cepat, dan dapat digunakan untuk
seseorang yang tidak ahli sekalipun, Kekurangannya adalah hasil
visualisasinya yang tidak teliti dan tidak dapat dikatakan akurat. (Schmalzel,
Steinke, Randal, & Shepherd, 1989)
Kelebihan menggunakan alat wintrobe adalah tidak diperlukannya
larutan pengencer sehingga lebih hemat sedangkan kekurangannya adalah
sering terjadi munculnya gelembung saat memasukan darah ke dalam
tabung.
BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
Kesimpulan dari praktikum ini adalah:
1. Dalam membuat apusan darah mencit diperlukannya setetes darah yang
ditempatkan pada kaca objek, lalu salah satu kaca objek lainnya
menggeser kaca objek yang terdapat tetesan darah secara berlawanan
arah sehingga terbentuk apusan darah, kemudian apusan dikeringkan
dan diberi pewarna Giemsa.
2. Jenis-jenis sel darah berdasarkan sampel preparat hasil literatur
ditemukan eritrosit, trombosit, neutrofil, eosinofil, monosit, dan limfosit
3. Dalam menentukan nilai parameter hematologi dapat menggunakan
hemasitometer dalam menghitung jumlah eritrosit dan leukosit,
menggunakan matode Sahli untuk menentukan konsentrasi hemoglobin,
dan menggunakan metode Wintrobe untuk mengukur volume
hematokrit
4. Gelombang pada EKG terdiri dari gelombang P yang menunjukan
adanya depolarisasi atrium, gelombang QRS kompleks yang
menunjukan adanya depolarisasi ventrikel, dan ada gelombang T yang
menunjukan adanya repolarisasi ventrikel
DAFTAR PUSTAKA

Adrian, K. (2020). Kenali Berbagai Penyebab Trombosit Tinggi. Retrieved


October 11, 2020, from ALODOKTER website:
https://www.alodokter.com/kenali-berbagai-penyebab-trombosit-
tinggi#:~:text=Trombosit tinggi adalah kondisi ketika,trombosit bisa
menyebabkan penggumpalan darah.

Barrell, A. (2017). Hemoglobin levels: Levels, Imbalances, Symptoms, and Risk


fFctors. Retrieved October 13, 2020, from Medical News Today website:
https://www.medicalnewstoday.com/articles/318050%0Ahttps://www.medic
alnewstoday.com/articles/318050.php

Brittany S. Maner; Leila Moosavi. (2020). Mean Corpuscular Volume (MCV).


Retrieved October 12, 2020, from StatPearls Publishing LLC. website:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK545275/

Cafasson, J. (2018). Red Blood Cell Count (RBC): Purpose, Procedure, and
Preparation. Retrieved October 13, 2020, from Healthline website:
https://www.healthline.com/health/rbc-count

Cahill, M., & Colvin, B. (1997). Haemophilia. The Fellowship of Postgraduate


Medicine.

Campbell, N. A., & Reece, J. B. (2009). Campbell Biology (8th ed.).


https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Chaparro, C. M., & Suchdey, P. S. (2019). Anemia Epidemiology,


Pathophysiology, and Etiology in Low-and Middle - Income Countries.
Annals of the New York Academy of Sciences, 1450, 15–31.
https://doi.org/10.1016/j.physbeh.2017.03.040

Curry, C. V. (2019). Mean Corpuscular Volume (MCV): Reference Range,


Interpretation, Collection and Panels. Retrieved October 13, 2020, from
Medscape website: http://emedicine.medscape.com/article/2085770-
overview?pa=scZcg%2B39f3VWo4j%2BEcw54WAcKcIYyBTp98Y8sB0C
P%2BDTexwxyYazNXH1xEXeQsK15zQxch5%2Bj0PbraRUl7tugcCS%2F
WSTBm2zAbocu%2FPZLlg%3D#a2%5Cnhttp://emedicine.medscape.com/a
rticle/2085770-overview#a2

Healio. (2017). What is Hematology? Retrieved October 10, 2020, from HemOnc
Today website: https://www.healio.com/news/hematology-
oncology/20120331/what-is-hematology

Hedrich, H. (2012). The Laboratory Mouse. In The Laboratory Mouse (2nd ed.).
https://doi.org/10.1016/C2009-0-60982-X

Holinstat, M. (1999). Normal Platelet Function. ACC Current Journal Review,


1458(February), 13–16. https://doi.org/10.1007/s10555-017-9677-x.Normal

Kone, B., Maiga, M., Baya, B., Sarro, Y., Coulibaly, N., Kone, A., … Siddiqui, S.
(2017). Establishing Reference Ranges of Hematological Parameters from
Malian Healthy Adults. Journal of Blood & Lymph.
https://doi.org/10.4172/2165-7831.1000154.Establishing

Martini, F. H., Nath, J. L., & Bartholomew, E. F. (2012). Fundamentals of


Anatomy and Physiology (9th ed.). San Fransisco: Pearson Education.

MayoClinic. (2020). Thrombocytopenia (Low Platelet Count) - Symptoms and


causes. Retrieved October 11, 2020, from MayoClinic website:
https://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/thrombocytopenia/symptoms-causes/syc-20378293

McGarry, M. P., Protheroe, C. A., & Lee, J. J. (2010). Cell Differential


Assessments of Peripheral Blood Films. Mouse Hematology: A Laboratory
Manual, 39–42. Retrieved from
http://cshlpress.com/default.tpl?cart=147024192110269195&action=full&--
eqskudatarq=846

MedlinePlus. (n.d.). Hematocrit Test. Retrieved October 13, 2020, from


https://medlineplus.gov/lab-tests/hematocrit
Nagao, T., & Hirokawa, M. (2017). Diagnosis and treatment of macrocytic
anemias in adults. Journal of General and Family Medicine, 18(5), 200–204.
https://doi.org/10.1002/jgf2.31

Reste, T. I., Porfirio, L. C., de Souza, A. S., & Silva, I. S. (2014). Hematology of
Swiss Mice (Mus musculus) of Both Genders and Different Ages. Acta
Cirurgica Brasileira, 29(5), 306–312. https://doi.org/10.1590/S0102-
86502014000500004

Rosales, C. (2018). Neutrophil: A cell with many roles in inflammation or several


cell types? Frontiers in Physiology, 9(FEB), 1–17.
https://doi.org/10.3389/fphys.2018.00113

Rushdi, M. (2016). Physiological Factors Affecting The RBCs Count. Retrieved


October 11, 2020, from Scholar Idea website:
https://scholaridea.com/2016/05/31/physiological-factors-affecting-the-rbcs-
count/

Saputro, D. A., & Junaidi, S. (2015). Pemberian Vitamin C Pada Latihan Fisik
Maksimal Dan Perubahan Kadar Hemoglobin Dan Jumlah Eritrosit. JSSF
(Journal of Sport Science and Fitness), 4(3).

Schmalzel, J. L., Steinke, J. M., Randal, V. T., & Shepherd, A. P. (1989). An


Optical Hemoglobinometer for Whole Blood.
https://doi.org/10.1152/ajpheart.1989.257.4.h1306

Schwartz, C. L. C. and R. S. (2019). Blood - White Blood Cells (Leukocytes).


Retrieved October 10, 2020, from Britannica website:
https://www.britannica.com/science/blood-biochemistry/White-blood-cells-
leukocytes#ref910579

Schwartz, R. S., & Conley, C. L. (2019). Blood - Platelets (Thrombocytes).


Retrieved October 11, 2020, from Britannica website:
https://www.britannica.com/science/blood-biochemistry/Platelets-
thrombocytes
Sherwood, L., Klandorf, H., & Yancey, P. (2005). Animal Physiology: From
Genes to Organisms. In Thomson /Brooks/Cole. Belmont: Brooks/Cole
Cengage Learning.

Tortora, G. J., & Derrickson, B. (2014). Principles of Anatomy and Physiology


(14th ed.). https://doi.org/10.1007/978-3-540-75863-1_1

Walker, H., & Hall, W. (1990). Clinical Method: The History, Physical, and
Laboratory Examinations (3rd ed.).
https://doi.org/10.1001/archinte.140.1.135a

Walker, H., Hall, W., & Hurst, J. (1990). Clinical Methods: The History,
Physical, and Laboratory Examinations (3rd, Ed.).
https://doi.org/10.1097/00000542-196707000-00028

WebMD. (n.d.). Low White Blood Cell Count: 6 Possible Causes for a Low
WBC. Retrieved October 13, 2020, from
https://www.webmd.com/cancer/white-blood-cell-count-low#1

Anda mungkin juga menyukai