Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

PATOLOGI KLINIK
DIFFERENTIAL LEUKOSIT DAN ULAS DARAH

NAMA : Tiara Maulidya


NIM : 195130101111001
KELAS : 2019 A
KELOMPOK : A2
ASISTEN : Essly Hervianingsih Adha

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Praktikum


 Mengetahui dan memahami Leukogram
 Mampu melakukan prosedur pemeriksaan hematologi leukosit secara
manual
 Mampu melakukan interpretasi hasil pemeriksaan hematologi leukosit
1.2 Tinjauan Pustaka
1.2.1. Proses Pembentukan Leukosit
Leukosit merupakan sel darah putih, sel ini tidak berwarna dan
memiliki fungsi utama melindungi tubuh dari mikroorganisme yang
menyebabkan penyakit dan diklasifikasikan menjadi dua kelompok
utama yaitu : granul dan nongranul (Imanuddin, 2015).
Konsentrasi sel darah putih dalam darah lengkap selalu dijaga
konstan, meski setiap hari sejumlah sel darah putih mati ia selalu
diganti melalui proses pembelahan sel (mitosis). Pembentukan sel darah
putih baru dilakukan di sumsum tulang disebut granulopoesis.
Pergantian sel darah putih melalui pembelahan sel, dipengaruhi oleh
factor-faktor pertumbuhan. Sel-sel mengalami pembelahan dan
maturasi dari sel induk (pluripotensial) menjadi sel precursor (mielosit),
lalu menjadi metamielosit dan akhirnya granulosit. Sel induk
(pluropotensial) memiliki kemampuan untuk memperbarui diri kembali,
sehingga menjaga keseimbangan sel darah tetap konstan (Imanuddin,
2015).
1.2.2. Jenis-jenis Leukosit

Jenis jenis leukosit (Bijanti, dkk., 2010)


Terdapat 6 macam sel daraha putih yang biasa ditemukan dalam
darah. Keenam sel tersebut adalah neutrofil, eosinofil, basofil, monosit,
limfosit, dan terkadang sel plasma. Ketiga sel pertama yang disebutkan
merupakan sel porfonuklear yang seluruhnya memiliki granular,
biasanya disebut granulosit (Imanuddin, 2015).

Pembentukan sel darah (Imanuddin, 2015)


A. Neutrofil
Neutrofil merupakan granulosit yang memiliki nucleus dengan 3-5
lobus yang saling berhubungan melalui benang kromatin dan
sitoplasma neutrofil mengandung granula yang sangat halus. Neutrofil
terkadang disebut “Soldier of The Body” karena sel ini merupakan sel
pertama yang dikerahkan untuk ke tempat bakteri masuk dan
berkembang dalam tubuh. Fungsi utama neutrofil adalah fagositosis,
pemebersihan debris, partikel, dan bakteri, serta pemusnahan organism
mikroba. Pada pewarnaan asam dan basa granul pada neutrofil
berwarna netral atau ungu muda pada pewarnaan giemsa (Imanuddin,
2015).
B. Monosit
Monosit berasal dari sumsum tulang yang kemudian masuk
kedalam sirkulasi darah dan berubah menjadi makrofag didalam
jaringan. Monosit didalam sumsum tulang hanya sebentar kemudian
akan dilepas dalam sirkulasi dalah langsung pembelahan promonosit
dan setelah bersirkulasi sebentar kemudian meninggalkan darah dan
memasuki jaringan utama untuk menjadi matur dan melaksanakn fungsi
utamanya yaitu memfagositosis partikel besar/makromolekuler seperti
fungi dan protozoa. Selain itu juga berfungsi membuang sel-sel rusak
dan mati (Bijanti, dkk., 2010).
C. Eosinofil
Eosinofil mirip dengan netrofil namun granula sitoplasmanya lebih
besar serta memiliki afinitas eosin yang berwarna merah sampai merah
jingga dan intinya jarang lebih dari tiga lobus. Eosinofil berperan
khusus dalam respon alergi, pertahanan terhadap parasit dan
pembuangan fibrin yang terbentuk selama inflamasi. Eosinofil memiliki
peran dalam hipersensitivitas missal alergi dan reaksi anafilaksis
(Bijanti, dkk., 2010).
D. Basofil
Sel ini jarang ditemukan dalam darah kebanyakan hewan. Sel
memiliki granul sitoplasma yang gelap menutupi inti. Granul basofil
memiliki afinitas zat berwarna biru atau basa dan mengandung
serotonin, heparin dan histamine. Memiliki fungsi mencegah terjadinya
proses pembekuan darah, statis pembuluh darah di daeran yang
mengalami peradangan (Bijanti, dkk., 2010).
E. Limfosit
Fungsi utama dari sel ini adalah sebagai agen fagosit yang bersifat
terbatas (hanya dapat memfagosit partikel bersifat mikro) seta
berhubungan dengan pembentukan antibody humeral dan seluler
(Bijanti, dkk., 2010).
1.2.3. Abnormalitas Leukosit
Kelainan leukosit terbagi menjadi : penyakit leukosit non klonal
atau kelainan leukosit non neoplastik (peningkatan dan penurunan
jumlah leukosit) dan penyakit bersifat klonal atau kelainan
neoplastik/keganasan (kelaianan mieloproferatif dan limfoproliferatif).
Gangguan klonal asalnya dari satu sel precursor dengan menua sel yang
terkena memperlihatkan gambaran turunan dari sel precursor tersebut.
Sedangkan gangguan klonal meliputi gangguan kuantitatif dan reaksi
leukemoid (Bijanti, dkk., 2010).
a) Peningkatan jumlah leukosit (leukositosis)
Leukositosis ialah peningkatan jumlah leukosit per mikroliter yang
melebihi normal. Leukosit meningkat sebagai respon untuk
melindungi tubuh dari serangan mikroorganisme. Dalam merespon
adanya infeksi/radang akut, neutrofil meninggalkan kelompok
marginal dan memasuki daerah infeksi dan sumsum tulang kemudian
melepas sumber cadangan dan akhirnya menimbulkan peningkatan
granulopoiesis (Bijanti, dkk., 2010).
Peningkatan jumlah neutrofil atau bisa juga di sebut neutrofilia
ialah konsekuensi kebutuhan jaringan neutrofil, hal ini disebabkan
oleh kortikosteroid (Bijanti, dkk., 2010).
Eosinofilia secara absolute disebabkan oleh infesasi parasit
(terutama parasit yang dapat menembus atau masuk ke jaringan
tubuh), alergi, tumor ovarium, dan gangguan mieloproliferatif
(Bijanti, dkk., 2010).
Basofilia jarang terjadi pada hewan, apabila terjadi akan bersamaan
dengan eosinofilia dan leukemia myeloid kronik. Penyebab umu
terjadinya basofilia adalah karena kelainan pada mieloproliferatif
(Bijanti, dkk., 2010).
Monositosis terjadi selama kebutuhan jaringan untuk proses
fagositosis makromolekuler meningkat dan dapat ditemukan pada
fase penyembuhan infeksi. Penyebab pemingkatnya monosit ialah
penyakit kronis, anemia hemolitik, listeriosis dan erysipelas (pada
babi), monositik leukemia pada anjing dan hormone kotikosteroid
(pada anjing dan kucing) (Bijanti, dkk., 2010).
b) Penurunan jumlaah leukosit (leukopenia)
Leukopenia adalah penurunan jumlah total leukosit dalam
sirkulasi, penurunan dapat terjadi pada seluruh jenis leukosit ataupun
salah satu jenis saja, misalnya : netropenia, limfopenia, eosinopenia.
Penyebab utama terjadinya leucopenia ialah degenerasi, depresi, dan
destruksi. Sedangkan sebab khusus terjadinya leucopenia adalah
infeksi virus (menyebabkan netropenia), infeksi bakteri, infeksi
protozoa,dan abnormalitas sumsum tulang (Bijanti, dkk., 2010).
Eosinopenia disebabkan oleh radang akut maupun kronis,
intoksikasi, dan trauma (Bijanti, dkk., 2010).
Basopenia disebabkan oleh kemoterapi, pada kebuntingan,
hipertiroidismus, radiasi, infeksi akut dan selama pengobatan dengan
glukokortikoid (Bijanti, dkk., 2010).
Limfopenia disebabkan oleh pemberian kortikosteroid, lisis
limfosit pada penyakit canin distemper dan hog cholera (Bijanti,
dkk., 2010).
Pada anjing yang mengalami penurunan jumlah monosit
disebabkan oleh pemberian kortikosteroid terutama pada stadium
permulaan dari stress dan setelah stadium akut dari penyakit (Bijanti,
dkk., 2010).
1.2.4. Metode Perhitungan Leukosit
Dalam melakukan perhitungan sel darah seperti leukosit, eritrosit
serta trombosit dihitung dengan menggunakan cara jumlah persatuan
volume darah. Hal ini dilakukan dengan alat hitung elektronik. Pada
dasarnya alat ini dipakai untuk pengencer otomatik untuk mendapatkan
hasil yang tepat. Tetapi harga alat ini sangat mahal dan membutuhkan
pemeliharaan yang cermat. Menghitung sel darah dapat dilakukan
dengan manual menggunakan hemositometer. Darah yang telah
dikoleksi dihisap menggunakan pipetoma putih dan dihomogenkan
menggunakan reagen Turk (mamalia). Kemudiian darah yang telah
dihomogenkan diletakkan di kamar hitung hemositometer untuk
dihitung sel darah secara manual. Namun, pemeriksaan leukosit secara
manual memakan waktu lama dan kurang cepat, sehingga pada klinik
biasanya menggunakan pemeriksaan hitung jumlah leukosit secara
otomatis walau akan memakan biaya yang cukup mahal. Alat ini
mampu memeriksa secara cepat, tepat dan mudah (Darmayani, 2016).
1.2.5. Perbedaan Nilai Relatif dan Absolut
Setelah perhitungan jenis leukosit, dicari persentase setiap jenis
leukosit dan kemudian dikalikan dengan jumlah total leukosit untuk
mendapatkan jumlah absolut dari setiap jenis sel yang ada per
mikroliter darah (Stevens, at al. 2011).
Nilai relative adalah persentase dari setiap jenis leukosit. Nilai
relative ini dapat menjadi perhitungan yang salah apabila jumlah total
leukosit tidak normal (Stevens, at al. 2011).
1.2.6. Zona yang Terbentuk dalam Preparat Apus Darah (Head, Body,
Tail)

(Suwandi, 2018)
Pemeriksaan apus darah digunakan sebagai pemeriksaan
hematologi untuk mengindentifikasi dan mengevaluasi morfologi serta
komponen sel dan menunjang diagnosis penyakit secara hematologis,
non-hematologis, memantau efek terapi dan mengetahui efek samping
dari suatu pengobatan, Pemeriksaan ini dilakukan dengan membuat
apusan darah dengan meneteskan di salah satu objek glass dan dibentuk
apusan dengan deck glass. Kemudian dilakukan pewarnaan giemsa
ataupun pewarnaan lainnya untuk di identifikasi di mikroskop. Pada
mikroskop sediaan apusan darah terlihat tiga zona berdasarkan
ketebalan granual. Pada bagian kepala merupakan zona paling tebal dan
akan semakin menipis kearah ekor dengan panjang satu per dua sampai
dua per tiga panjang objek glass. Bagian badan memiliki ketebalan
medium dan bagian ekor membentuk seperti sobekan bendera dengan
bagian cukup tipis dan cukup untuk mengidentifikasi sel darah tanpa
bertumpuk menyusun distribusi rouleaux (Suwandi, 2018).
BAB II
METODOLOGI
2.1. Alat dan bahan
2.1.1 Hematologi Leukosit
 Sampel darah (Anjing)
 Reagen Turk (mamalia), Reagen Modified Rees Ecker (non-
mamalia)
 Kamar hitung (counting chamber)
 Mikroskop
 Haemocytometer
 Pipet leukosit ‘1 1’
 Objek glass
 Cover glass
2.1.2 Pembuatan Ulas Darah
 Sampel darah (Anjing)
 Objek glass (2)
 Spuit

2.2. Prinsip Kerja


2.2.1 Hematologi Leukosit
Hematologi leukosit meniliki prinsip kerja dengan menghitung
jumlah leukosit menggunakan cara manual dengan mencampur darah
dan reagen di pipetoma putih kemudian diteteskan di hemasitometer
untuk dilhat dari lapang pandang. Hal ini digunakan untuk
mengindentifikasi jumlah leukosit apakah terjadi peningkatan /
penurunan atau berada di batas normal (Darmayani, 2016).
2.2.2 Pembuatan Ulas Darah
Prinsip kerja ulas darah dengan meneteskan darah di object glass
dan diapusmenggunakan deck glass kemudian dilakukan pengecatan
menggunakan pewarnaan untuk di identifikasi dengan mikroskop.
Metode ini digunakan untuk menentukan differensial dari masing-
masing leukosit (Suwandi, 2018).
2.3. Langkah Kerja
2.3.1. Hematologi Leukosit
Sampel darah
Dipasang pipetoma leukosit (putih) dengan alat penghisap, dihisap
darah hingga skala 0,5
Dihisap reagen turk hingga skala 11
Dilepas alat penghisap dan dihomogenkan larutan dengan cara
memutar pipet membentuk angka 8
Disiapkan counting chamber dan cover slip diatasnya untuk
mengamati leukosit diatas mikroskop
Diteteskan leukosit ke tisu (2 tetes saja), lalu diteteskan satu tetes
saja ke counting chamber dan tunggu hingga darah menyebar
dengan rata pada counting chamber.
Diamati dan dihitung leukosit dengan rumus :

Hasil
2.3.2. Pembuatan Ulas Darah
Sampel darah
Diambil darah dengan spuit
Diteteskan darah pada objek glass paling ujung (1 tetes saja)
Ditempatkan objek lain tepat pada bagaian permukaan darah yang
telah diteteskan pada objek glass
Diposisikan objek glass membentuk sudut 30°-45°
Diapuskan atau didorong dengan sudut tersebut hingga apusan
darah tipis
Dikeringkan dengan cara dibiarkan atau diayunkan (bukan ditiup
atau dipanaskan)
Hasil
Pewarnaan Diff-quick
Prepatar apusan darah
Dikeringkan dengan cara diayunkan (bukan ditiup atau dipanaskan)
Difiksasi dengan larutan methanol selama kurang lebih 5 detik,
Dilanjutkan dengan difiksasi larutan eosin selama kulang lebih 5
detik
Difiksasi lagi dengan methylen blue selama 5 detik
Dicuci dengan aliran air pelan
Dikeringkan dengan dibiarkan diudara terbuka
Diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 400x-1000x
Hasil
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
Sinyalemen : Anjing bernama Miko, berusia 3 thn.
Anamnesa : 3 hari terakhir mengalami vomit, anoreksia dan lethargi

3.1.1 Perhitungan Total Sel Leukosit


Gambar Keterangan
Total lapang pandang 1: 129

Total lapang pandang 2: 151

Total lapang pandang 3: 159

Total lapang pandang 4: 153


Jumlah total sel yang terhitung = 592

Berdasarkan literature Tharll, et al., (2012) standar normal leukosit


dalam tubuh anjing adalah kisaran 6.000-17.000 sel/µL sedangkan pada
hasil didapat 29.600 sel/µL sehingga dapat disimpulkan terjadi
kenaikan leukosit (leukositosis).

3.1.2 Differensial Leukosit

Nilai Relatif :
 Limfosit : 21 x 2 x 100% = 42%
 Basofil : 0 x 2 x 100% = 0%
 Neutrofil : 21 x 2 x 100% = 42%
 Eosinofil : 4 x 2 x 100% =8%
 Monosit : 4 x 2 x 100% = 8%
Nilai Absolut :
 Limfosit : 42% x 29.600 = 12.432 sel/µL
 Basofil : 0% x 29.600 = 0 sel/µL
 Neutrofil : 42% x 29.600 = 12.432 sel/µL
 Eosinofil : 8% x 29.600 = 2.368 sel/µL
 Monosit : 8% x 29.600 = 2.368 sel/µL

Parameter Hasil Satuan Standar Keterangan Istilah


Referensi*
(sel/µL)
Limfosit 12.432 sel/µL 1000-5000 Naik Limfositosis
Monosit 2.368 sel/µL 0-12000 Normal Normal
Neutrofil 12.432 sel/µL 3000-11,500 Naik Neutrofilia
Eosinofil 2.368 sel/µL 100-1200 Naik Eusinofilia
Basofil 0 sel/µL 0-100 Normal Normal
*(Thrall, et al., 2012)

3.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil yang didapatkan anjing Miko mengalami
peningkatan leukosit (leukositosis). Khusunya pada limfosit, neutrofil, dan
eosinofil. Menurut literature kenaikan dari neutrofil merupakan respon
tubuh dalam mempertahankan diri dari efek mikroba terutama pada
bakteri. Peningkatan jumlah neutrofil atau kondisi ini bisa disebut dengan
neutrofilia merupakan konsekuensi dari kebutuhan sel neutrofil dalam
jaringan tubuh. Hal ini disebabkan oleh kortikoseroid (karena stress),
stress yang dimaksudkan muncul dari adanya rasa nyeri, anesthesia,
operasi trauma, dan neoplasia. Apabila kita lihat dari anamnesa yang
didapatkan anjing mengalami vomit, anoreksia, dan lethargi.
Kemungkinan kenaikan neutrofil ini disebabkan oleh rasa nyeri dari gejala
tersebut (Bijanti, 2010).
Lalu eosinofil berperan khusus pada respon alergi, pertahanan
terhadap parasit dan pembuangan fibrin yang terbentuk selama inflamasi,
sel ini memiliki peranan dalam hipersalivasitas, misalnya kasus alergi dan
reaksi anafilaksis (Bijanti, 2010).
Berdasarkan dugaan-dugaan ini dapat dilakukan pemeriksaan
terkait parasit pada anjing, namun jika tidak ditemukannya parasit maka
diagnos penyakit mengarah kepada alergi pada anjing.
Limfositosisi atau peningkatan limfosit menurut Bijanti, (2010)
disebutkan bahwa hal ini apabila terjadi pada anjing dapat dikarenakan
exitasis dan takut. Namun limfosit sendiri sering juga terjadi pada penyakit
kronis dan limfositik leukemia.
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Leukosit merupakan sel darah putih yang berfungsi sebagai system
pertahanan tubuh. Leukosit dibagi menjadi granulosit yang terdiri dari
eosinophil, basophil dan neutrofil serta agranulosit yang terdiri dari
monosit dan limfosit. Dalam mengetahui fungsi leukosit dalam tuubuh
digunakan alat hemositometer dan pemeriksaan ulas daraf untuk
melakukan perhitungan differensial leukosit. Apabila kadar leukosit dalam
darah naik maka disebut leukositosis, sedangkan apabila terjadi penurunan
leukosit disebut leucopenia. Namun dalam kenaikan ataupun penurunana
leukosit dibedakan lagi tergantung dari jenis leukosit mana yang
mengalami kenaikan atau penurunan dan hal tersebut dapat menandakan
suatu gejla atau tanda dari suatu penyakit.

4.2. Saran
Puji syukur Alhamdulillah praktikum patologi klinik telah berjalan
dengan baik, video yang diberikan mudah dipahami oleh para praktikan.
Semoga untuk praktikum selanjutnya bisa menjadi lebih baik untuk
memberikan materi melalui video dengan jelas dan mudah dipahami.
DAFTAS PUSTAKA

Bijanti, R., Yuliani, M.G.A., Wahjuni, R.S., dan Utomo, R.B. 2010. Buku Ajar
Patologi Klinik Veteriner. Surabaya : Airlangga University Press.
Darmayani, S., FOnnie, E.H & Devi, E.A. 2016. Perbedaan Hasil Pemeriksaan
Jumlah Leukosit Antara Metode Manual Improved Neubauer Dengan
Metode Automatic Hematology Analyzer. Jurnal Kesehatan Manarang
Vol.2, No.2.
Imanuddin, K.A. 2015. Hubungan Jumlah Neutrofil Absolut Dengan Komplikasi
Perforasi Pda Apendisitis Akut Di Rumah Sakit Umum Daerah Palembang
Bari Periode 1 Mei 2010-30 April 2014. [Skripsi]. Palembang : Universitas
Muhammadiyah Palembang.
Stevens, A., James, S.L., and Ian S. 2011. Veterinary Hematology : A Diagnostic
Guide and Collor Atlas. England : Sounders.
Suwandi, R.D. 2018. Pengaruh Penundaan Darah Tabung Vacutainer K3edta
Pada Suhu 25oC Terhadap Morfologi Eritrosit. [Tesis], Semarang:
Universitas Muhamadiyah Semarang.
Thrall, M.A., Weiser, G., Allison, R.W., and Campbell, T.W. 2012. Veterinary
Hematology and Clinical Chemistry. UK : Wiley-Blackwell
LAMPIRAN
 Scan TM
 SS Diskusi

 Scan ACC
 SS Literatur

Anda mungkin juga menyukai