Anda di halaman 1dari 67

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Darah
Darah merupakan cairan yang sangat penting bagi setiap manusia, hal ini
dikarenakan salah satu fungsi darah sebagai alat transportasi serta mempunyai
fungsi lainnya menjadi penunjang kehidupan. seseorang yang tak cukup darah
bisa mengalami gangguan kesehatan serta bahkan bisa menyebabkan kematian.
Darah yang beredar pada tubuh mampu menghangatkan, mendinginkan dan
melindungi tubuh dari zat beracun, selain itu darah bisa memperbaiki
kerusakan apapun pada dinding pembuluh darah dan mampu diremajakan
kembali. Darah di tubuh manusia terdiri dari 55% plasma darah (cairan darah)
dan 45% sel-sel darah sedangkan jumlah darah yang berada di tubuh kita
sekitar 1/3 belas berat badan orang dewasa atau sekitar 4-5 liter, komponen
darah yang ada pada manusia terdiri dari sel darah merah, sel darah putih serta
trombosit (Anamisa, 2015).
Darah juga membawa hormon, antibodi, dan zat lainnya ke tempat yang
dibutuhkan. Selain itu, darah membawa produk limbah yang dihasilkan oleh
metabolisme sel ke paru-paru, kulit, hati, dan ginjal, dimana mereka
ditransformasikan dan dihilangkan dari tubuh (Jitowiyono, 2018).
Darah berwarna merah antara merah terang apabila kaya oksigen sampai
merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada darah disebabkan
oleh hemoglobin, protein pernapasan (respiratory proteirt) yang melindungi
besi dalam bentuk heme, yang merupakan tempat terikatnya molekul-molekul
oksigen. Manusia memiliki sistem peredraan darah tertutup yang berarti darah
mengalir dalam pembuluh darah dan disirkulasi oleh jantung. jantung melalui
pembuluh darah vena cava superior dan vena cava interior. Darah juga
mengangkut bahan-bahan sisa metabolisme, obat-obatan bahan kimia asing ke
hati untuk diuraikan ke ginjal untuk dibuang sebagai air seni (D’Hiru, 2013).

5
B. Pemeriksaan Darah Lengkap
1. Penegertian Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan darah lengkap merupakan pemeriksaan yang sering
dilakukan di Rumah Sakit maupun Laboratorium Klinik dan lebih di kenal
dengan nama Complete Blood Count (CBC), yang merupakan pem eriksaan
dasar dari komponen sel darah. Sebuah mesin otomatis (Haematologi
analyzer) melakukan pemeriksaan ini dalam waktu kurang dari 1 menit
terhadap setetes darah (Liswanti, 2014).
Pemeriksaan darah lengkap bertujuan untuk mengetahui jumlah setiap
komponen penyusun darah. Pemeriksaan darah lengkap biasanya disarankan
kepada setiap pasien yang datang ke suatu rumah sakit yang di sertai dengan
suatu gejala klinis, dan jika di dapatkan hasil yang di luar normal biasanya
dilakukan pemeriksaan lanjutan yang lebih spesifik terhadap gangguan
tersebut, sehingga diagnosa yang tepat segera di lakukan. Penegakan
diagnosis dari infeksi virus selain dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
juga memerlukan pemeriksaan penunjang. Adapun salah satu pemeriksaan
penunjang tersebut yang biasanya dilakukan untuk melihat pasien
terdiagnosa kanker yaitu dengan pemeriksaan darah lengkap dengan
parameter yaitu hemoglobin (HGB), hematokrit (HCT), leukosit (WBC),
trombosit (PLT), eritrosit (RBC), MCV, MCH, dan MCHC (Rizki Prianita,
dkk 2012).
2. Parameter Pemeriksaan Darah Lengkap
a. Hemoglobin
Hemoglobin (Hb) adalah komponen utama dari sel darah merah
(eritrosit), merupakan protein terkonjugasi yang berfungsi untuk
transportasi oksigen (O2) dan karbon dioksida (CO2). Salah satu
hemoglobin abnormal diantaranya, hemoglobin yang berikatan dengan
karbon monoksida (karboksihemoglobin). Meningkatnya jumlah dari
setiap jenis hemoglobin abnormal disebabkan penyerapan zat atau obat
yang berbahaya (Kiswari, 2014).
Berhubungan dengan hal ini ketelitian masing-masing cara berbeda,
untuk penilaian hasil sebaiknya diketahui cara mana yang dipakai. Nilai

6
rujukan kadar hemoglobin tergantung dari umur dan jenis kelamin . nilai
kadar bayi baru lahir, hemoglobin lebih tinggi dari pada orang dewasa
yaitu berkisar antara 13,6-19,6 g/dl. Kadar hemoglobin menurun dan
pada umur 3 tahun dicapai kadar paling rendah yaitu 9,5-12,5 g/dl, itu
secara bertahap kadar hemoglobin naik dan pada pubertas kadarnya
mendekati kadar pada dewasa yaitu berkisar antara 11,5-14,8 g/dl.
Sedangkan laki-laki dewasa kadar hemoglobin berkisar antara 13-16 g/dl
sedangkan pada perempuan dewasa 12-14 g/dl. Perempuan hamil terjadi
hemodilusi sehingga batas terendah nilai rujukan dintentukan 10 g/dl.
Nilai hemoglobin (Riswanto, 2013).
b. Hitung Jumlah Leukosit
leukosit merupakan penanda yang sensitif pada proses inflamasi.
Pemeriksaan ini tersedia di semua rumah sakit dan tempat fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya. Leukosit merupakan salah satu sistem
pertahanan tubuh secara seluler. Manfaat leukosit dalam tubuh yaitu
sebagian besar diangkut secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan
mengalami peradangan atau inflamasi secara serius. Dengan demikian
leukosit merupakan pertahanan yang terdepan dan kuat terhadap adanya
agen-agen infeksius yang menyerang tubuh (Yusmaidi, 2016).
Sel darah putih (Leukosit) merupakan komponen darah yang sangat
penting yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Dikenal ada tiga
jenis leukosit, yaitu limfosit (baik B maupun T), granulosit (neutrofil,
eosinofil, basofil) dan monosit. Limfosit B berfungsi menghasilkan
antibodi, sedangkan limfosit T berperan utama dalam mekanisme imun
seluler seperti membunuh sel-sel yang terinfeksi virus atau sel-sel
kanker. Monosit adalah calon makrofag yang berperan dalam pagositosit.
Sementara itu granulosit neutrofil memfagositasi bakteri dan berperan
dalam inflamasi akut. Basofil menyerupai mastosit, mengandung
histamine dan heparin serta berperan dalam reaksi hipersensitivitas
imunologik, sedangkan eosinofil berperan dalam reaksi alergi dan infeksi
penyakit cacing (Nasution, 2013).

7
c. Hitung Jumlah Eritrosit
Sel darah merah atau eritrosit merupakan sel darah dengan jumlah
yang paling banyak dalam tubuh manusia. Fungsi utama eritrosit adalah
mengangkut oksigen dan mengantarkannya ke sel-sel tubuh. Hitung
jumlah eritrosit merupakan salah satu parameter Hematologi yang
ditentukan guna membantu menegakkan diagnosis, menunjang diagnosis,
membuat diagnosis banding, memantau perjalanan penyakit, menilai
beratnya sakit dan menentukan prognosis (Wirawan, 2012).
Pemeriksaan hitung jumlah eritrosit secara manual dengan alat
Hemositometer merupakan metode yang paling umum digunakan karena
lebih murah (Herrera, 2015). Metode ini biasanya digunakan pada rumah
sakit dan laboratorium klinik berskala kecil dengan beban kerja yang
tidak terlalu besar. Pada metode ini, eritro-sit dihitung dengan bantuan
mikroskop. Namun hitung jumlah eritrosit dengan metode ini
membutuhkan waktu yang cukup lama dan rumit. Selain itu akurasi hasil
pemeriksaan dipengaruhi oleh faktor subjektif seperti pengalaman dan
keahlian dari teknisi laboratorium, dan faktor kelelahan dari teknisi
terutama jika sampel pemeriksaan dalam jumlah yang sangat besar.
Metode otomatis digunakan sebagai solusi masalah tersebut karena lebih
efektif dan efisien (Pandit, 2015).
d. Hitung Jumlah Trombosit
Hitung trombosit merupakan salah satu pemeriksaan yang sangat
penting untuk berbagai kasus baik yang menyangkut hemostasis maupun
kasus lain yang meliputi penegakan diagnosis, penilaian hasil terapi atau
perjalanan suatu penyakit, penentuan prognosis dan penilaian berat
tidaknya suatu penyakit (Sujud, dkk., 2015). Hitung jumlah trombosit
ialah pemeriksaan untuk menentukan jumlah trombosit dalam mikro liter
(μL) darah. Satuan hitung jumlah trombosit dinyatakan dalam sel/mm
sel/μL, 2 ×10⁶ sel/L. Fungsi sel ini dalam darah adalah untuk pembekuan
darah dan hemostasis (menghentikan perdarahan). Dalam darah tepi, sel
pembeku darah ini berjumlah sekitar 150.000–400.000 sel/μL. Pada
gangguan kesehatan trombosit dapat menurun yang disebut

8
thrombositopenia atau dapat meningkat disebut thrombositosis (Sofro,
2012).
e. Hitung Jenis Leukosit
1) Eosinofil
Eosinofil adalah sel darah putih dari kelompok granulosit yang
berperan dalam sistem multi selular dan beberapa infeksi parasit.
Eosinofil berukuran sedikit lebih kecil dibandingkan dengan neutrofil,
yaitu berdiameter 9 μm, berlobus dua dan mempunyai granula ovoid
dengan eosin asidofilik yang berwarna merah. Sitoplasma eosinofil
berisi ganula yang lebih besar berwarna merah dan menutupi inti.
Jumlah normal eosinofil pada peredaran darah kurang lebih 1-3% dari
total leukosit (Hairanti, 2019).

Gambar 2.1 Eosinofil


(Sumber:Adianto,2013)

2) Basofil
Basofil adalah granulosit dengan populasi paling minim yaitu 0-1%
dari total leukosit pada peredaran darah.Basofil berdiameter kurang
lebih 12 μm yang mengandung banyak granula sitoplasmik dengan
dua lobus. Granula berwarna biru tua atau lembayung dan menutupi
inti. Basofil merupakan sel utama pada reaksi alergi/ hipersensitifitas,
dan berhubungan dengan kekebalan (Jatmiko, 2019).

Gambar 2.2 Basofil


(Sumber:Adianto,2013).

9
3) Limfosit
Limfosit Merupakan sel yang berbentuk bulat dengan ukuran 12
μm.Sel ini kompeten secara imunologik karena kemampuanya
membantu fagosit dan jumlahnya mencapai 20-40%. Sebagai
imunosit, limfosit memiliki kemampuan spesifisitas antigen dan
ingatan imunologik. Peningkatan limposit terdapat pada leukemia
limpositik, infeksi virus dan infeksi kronik. Sedangkan penurunan
limposit terjadi pada penderita kanker,anemia aplastik dan gagal ginjal
(Nugraha, 2015).

Gambar 2.3 Limfosit


(Sumber: Adianto,2013)

4) Monosit
Jenis sel agranulosit ini berjumlah sekitar 2-8% dari seluruh
leukosit. Sel ini merupakan sel yang terbesar diantara sel leukosit
karena diameternya sekitar 12-15 μm. Bentuk inti dapat berbentuk
oval, sebagai tapal kuda atau tampak seakan-akan terlipat-lipat. Butir-
butir khromatinnya lebih halus dan tersebar rata dari pada butir
khromatin limfosit (Nugraha, 2015).

Gambar 2.4 Monosit


(Sumber:Adianto,2013)

5) Neutrofil
Neutrofil berukuran sekitar 14μm, granulanya berbentuk butiran
halus tipis dengan sifat netral sehingga terjadi percampuran warna
asam (eosin) dan warna basa (metilen biru), sedang pada granula

10
menghasilkan warna ungu atau merah muda yang samar (Nugraha,
2015).
Neutrofil berfungsi sebagai garis pertahanan tubuh terhadap zat
asing terutama terhadap bakteri. Bersifat fagosit dan dapat masuk ke
dalam jaringan yang terinfeksi. Sirkulasi neutrofil dalam darah yaitu
sekitar 10 jam dan dapat hidup selama 1-4 hari pada saat berada dalam
jaringan ekstravaskuler (Kiswari, 2014).
Neutrofil adalah jenis sel leukosit yang paling banyak yaitu sekitar
50-70% diantara sel leukosit yang lain. Ada dua macam netrofil yaitu
neutrofil batang (stab) dan neutrofil segmen (poli morfonuklear)
(Kiswari, 2014).
Perbedaan dari keduanya:
Neutrofil batang merupakan bentuk muda dari neutrofil segmen
sering disebut sebagai neutrofil tapal kuda karena mempunyai inti
berbentuk seperti tapal kuda. Seiring dengan proses pematangan,
bentuk intinya akan bersegmen dan akan menjadi neutrofil segmen.
Sel neutrofil mempunyai sitoplasma luas berwarna pink pucat dan
granula halus berwarna ungu(Riswanto,2013).

Gambar 2.5 Neutrofil Batang


(Sumber: Hofbrand,2015)
Neutrofil segmen mempunyai granula sitoplasma yang tampak tipis
(pucat), sering juga disebut neutrofil polimorfonuklear karena inti
selnya terdiri atas 2-5 segmen (lobus) yang bentuknya bermacam-
macam dan dihubungkan dengan benang kromatin. Jumlah neutrofil
segmen yaitu sebanyak 3-6, dan bila lebih dari 6 jumlahnya maka
disebut dengan neutrofil hipersegmen (Kiswari, 2014).

11
Gambar 2.6 Neutrofil Segmen
(Sumber: Adianto,2013)

f. Hematokrit
Hematokrit (Ht atau Hct) disebut juga packed cell volume (PCV)
adalah pemeriksaan volume eritrosit dalam milliliter yang ditemukan
dalam 200 ml darah dan dihitung dalam persen (%). Pemeriksaan
menggambarkan kompoisis eritrosit dalam darah di dalam tubuh.
Perubahan persentase hematokrit dipengaruhi oleh factor seluler dan
plasma. Seperti peningkatan atau penurunan produksi eritrosit, ukuran
eritrosit dan kehilangan atau asipan cairan (Nugraha, 2012).
g. Mean Corpuscular Volume (MCV)
Mean Corpuscular Volume(MCV) adalah volume rata-rata sel darah
merah dalam spesimen. MCV dalam pemeriksaan dipakai sebagai
indikator kadar anemia seseorang. Dinyatakan dalam femtoliter (fl) per
sel darah merah (fl = 10−15 liter), dengan batas normal 81-96b fl. Sel
darah merah dalam batas-batas tersebut dinamakan normositiksel
berukuran normal. Mean Corpuscular Volume (MCV) yang kurang dari
81 fl dinamakan mikrositik. Sedangakan MCV yang lebih besar dari 96 fl
menunjukkan sel-sel makrositik (D'Hiru, 2013). Rumus perhitungan
Mean Corpuscular Volume (MCV) adalah sebagai berikut :

12
h. Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH)
Mean Corpuscular Haemoglobin(MCH) adalah besaran yang
dihitung secara otomatis pada penghitung elektronik tetapi juga dapat
ditentukan apabila hemoglobin dan hitung sel darah merah diketahui.
Besaran yang dinyatakan dalam pikogram dan dapat dihitung dengan
membagi jumlah hemoglobin per liter darah dengan jumlah sel darah
merah perliter. Rentang normal adalah 27-31 pg per sel darah merah (pg
= 10−12 gram, atau mikromikogram). Mean Corpuscular Haemoglobin
(MCH) memberikan informasi rata-rata hemoglobin yang ada di dalam
satu eritrosit, nilai Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH) rendah
menunjukkan hipokromik (jumlah rata-rata hemoglobin kurang dari
normal), nilai Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH) yang normal
menunjukkan normokromik (jumlah rata-rata hemoglobin normal), dan
nilai Mean Corpuscular Haemoglobin(MCH) tinggi menunjukkan
hiperkromik (jumlah rata-rata hemoglobin tinggi). Nilai Mean
Corpuscular Haemoglobin(MCH) cenderung sebanding dengan Mean
Corpuscular Volume(MCV). Banyaknya hemoglobin per eirtrosit disebut
dengan pikogram fl (Apriliana, 2019). Rumus perhitungan MCH adalah
sebagai berikut :

i. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)


Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
memberikan informasi berat rata-rata hemoglobin persatuan volume sel
darah merah. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
dapat ditentukan secara manual dengan membagi hemoglobin per
desiliter darah dengan hematokrit. Nilai rujukan berkisar 32-36
g/dl.Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
memberikan informasi berat rata-rata hemoglobin persatuan volume sel
darah merah. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)

13
dapat ditentukan secara manual dengan membagi hemoglobin per
desiliter darah dengan hematokrit. Nilai rujukan berkisar 32-36
g/dl(Kurniawan, 2016). Rumus perhitungan MCHC adalah sebagai
berikut :

j. RDW (Red cell distribution width)


Red cell distribution width (RDW) adalah suatu hitungan matematis
yang menggambarkan jumlah anisositosis (variasi ukuran sel) danpada
tingkat tertentu menggambarkanpoikilositosis (variasi bentuk sel) sel
darahmerah pada pemeriksaan darah tepi. Ada 2 metode yang dikenal
untuk mengukur nilai RDW, yaitu RDW-CV (Coefficient Variation) dan
RDW-SD (Standard Deviation). Nilai RDW-CVdapat diukur dengan
rumus:

Red cell distribution width (RDW) merupakan indeks laboratorium


yang digunakan untuk mengevaluasi variasi ukuran atau bentuk sel darah
merah. Penelitian terbaru menunjukkan terdapat hubungan antara
peningkatan RDW dengan prognosis beberapa penyakit seperti
tromboemboli paru, penyakit ginjal kronik, syok septik, penyakit jantung
kongestif, stroke, dan community-acquired pneumonia (CAP).
Mekanisme pasti penyebab peningkatan RDW pada kasus tersebut belum
diketahui secara pasti, namun diperkirakan berhubungan dengan proses
inflamasi yang mengganggu proses eritropoesis. Nilai normal RDW-CV
berkisar 11,5%-14,5%;sedangkan RDW-SD merupakan nilaiaritmatika
lebar kurva distribusi yang diukurpada frekuensi 20%. Nilai normal
RDW-SD berkisar antara 39–47 fL. Makin tinggi nilai RDW, makin
besar variasi ukuran sel (Bagus, 2019).

14
C. Mindray Bc-5150
Mindray merupakan salah satu alat yang digunakan untuk memeriksa darah
lengkap dengan cara menghitung dan mengukur sampel berupa darah. Alat ini
biasanya digunakan dalam bidang kesehatan.Alat ini dapat mendiagnosis
penyakit yang diderita seorang pasien seperti kanker, dan lain-lain.Pemeriksaan
hematologi rutin seperti meliputi pemeriksaan hemoglobin, hitungsel leukosit,
dan hitung jumlah sel trombosit.
1. Spesifikasi Mindray Analisis Parameter:
25 parameter: WBC, Lym%, Mon%, Neu%, Bas%, Eos%, Lym #, Sen #,
Neu#,Eos#,Bas#,RBC,HGB,HCT,MCV,MCH,MCHC,RDW-CV, RDW-SD,
PLT,MPV, PDW,PCT, P-LCR, P-LCC.12 parameter
penelitian termasuk LIC%, LIC #, ALY%, ALY #, PLT Clumps #,
PLTClumps%, Lip #, Lip% , NRBC #, NRBC%, Blast #, Blast% 3 histogram
untuk scattergram WBC, RBC dan PLT3 untuk diferensial WBC
a. Reagen
M-52D Pengencer, M-52DIFF Lyse, M-52LH Lyse, Probe Cleanser
b. Volume
Mode whole blood 15 μL
c. Throughput (Jumlah sampel yang diperiksa dalam waktu tertentu)
60 sampel per jam
1) Layar sentuh
Layar sentuh TFT 10,4 inci
2) Kapasitas penyimpan data
Hingga 250.000 hasil termasuk informasi numeric dan grafis
3) Lingkungan operasi
Suhu : 10°C-30°C kelembaban: 20%-85% Tekana udara: 70kpa-
106kpa
4) Kebutuhan daya
100V-240v50Hz/60Hz
5) Dimensi dan berat
Panjang (400 mm) x Lebar (320 mm) x Tinggi (410 mm) Berat: 24kg

15
2. Prinsip mindray Bc-5150
Prinsip Kerja dari alat ini adalah mengukur sel darah secara otomatis
berdasarkan impedansi aliran listrik atau berkas cahaya terhadap sel-sel
yang dilewatkan atau Pengukuran dan penyerapan sinar akibat interaksi
sinar yang mempunyai panjang gelombang tertentu dengan larutan atau
sampel yang dilewatinya. Alat ini bekerja berdasarkan prinsip flow
cytometer. Flow cytometri adalah metode pengukuran (metri) jumlah dan
sifat-sifat sel (cyto) yang dibungkus oleh aliran cairan (flow) melalui celah
sempit Ribuan sel dialirkan melalui celah tersebut sedemikian rupa sehingga
sel dapat lewat satu per satu, kemudian dilakukan penghitungan jumlah sel
dan ukurannya. Alat ini juga dapat memberikan informasi intra seluler,
termasuk inti sel. Prinsip impedansi listrik berdasarkan pada variasi
impedansi yang dihasilkan oleh sel-sel darah di dalam mikrooperture (celah
chamber mikro ) yang mana sampel darah yang diencerkan dengan elktrolit
diluents / sys DII akan melalui mikroaperture yang dipasangi dua elektroda
pada dua sisinya (sisi sekum dan konstan ) yang pada masing-masing arus
listrik berjalan secara continue maka akan terjadi peningkatan resistensi
listrik (impedansi) pada kedua elektroda sesuai dengan volume sel
(ukuransel) yang melewati impulst / voltage yang dihasilkan oleh amplifier
circuit ditingkatkan dan dianalisa oleh elektonik system lalu hemoglobin
diukur dengan melisiskan (Mindray, 2006).
3. Kelebihan dan Kekurangan Alat Mindray
Mindray memiliki beberapa kelebihanyaitu:
a. Efisiensi Waktu lebih cepat dalam pemeriksaan hanya membutuhkan
waktu sekitar 2-3 menit dibandingkan dilakukan secara manual dan lebih
tanggap dalam melayanipasien.
b. Ketepatan hasil-hasil yang dikeluarkan oleh alat hematologi analyzer ini
biasanya sudah melalui Quality Control yang dilakukan oleh
internlaboratorium tersebut, baik diinstitusi Rumah Sakit ataupun
Laboratorium Klinik Pratama.
Mindray memiliki kekurangan tidak dapat menghitung sel abnormal.
Seperti dalam pemeriksaan hitung jumlah sel,bisa saja nilai dari hasil hitung

16
leukosit atau trombosit bisa saja rendah karena ada beberapa sel yang tidak
terhitung dikarenakan sel tersebut memiliki sel yangabnormal (Mindray,
2006).
4. Prosedur Kerja
a. Disiapkan alat dan bahan yang akandigunakan
b. Sampel yang digunakan adalah darah yang telah dimasukkan pada tabung
EDTA dandihomogenkan
c. Dipastikan alat dalam status ready jika system tidak ada pada Whole
Blood Mode, Kemudian ditekan tombol (Mode) untuk merubah Analysis
Mode dan digunakan tombol (Left/Right) untuk memilih “ whole blood
(WB) “ Kemudia ditekan tombol (Enter)
d. Ditekan tombol (Sampel Nomor) untuk memastikan nomor identitas
darah sampel, Kemudian tekan tombol(Enter)
e. Dihomogenkan darah control yang akan diperiksa dengan baik, kemudian
dibuka tutupnya dan diletakan di bawah Aspiration Probe. Dipastikan
ujung Probe menyentuh dasar botol darah sampel agar tidak
menghisapudara
f. Ditekan StarSwitch untuk memulaiproses
g. Ditarik Botol darah sampel dari bawah probe setelah terdengar bunyi
Beep duakali
h. Hasil akan tertampil pada layar dan secara otomatis tercetak pada
kertasprinter (Mindray, 2006).

D. Pemantapan Mutu Laboratorium


Pemantapan mutu (quality assurance) laboratorium adalah semua kegiatan
yang ditujukan untuk menjamin ketelitian dan ketepatan hasil pemeriksaan
laboratorium (Depkes, 1997). Kegiatan ini terdiri atas empat komponen
penting, yaitu : pemantapan mutu internal (PMI), pemantapan mutu eksternal
(PME), verifikasi, validasi, audit, dan pendidikan dan pelatihan. Pemantapan
mutu laboratorium juga merupakan suatu peralatan mutu yang digunakan untuk

melakukan pengawasan mutu dengan menggunakan konsep pengawasan proses

17
statistik (statistical proses control) (Riyono, 2007).
1. Pemantapan Mutu Eksternal
a. Definisi Pemantapan Mutu Eksternal
Pemantapan Mutu Eksternal adalah kegiatan yang diselenggarakan
secara periodik oleh pihak lain di luar laboratorium yang bersangkutan
untuk memantau dan menilai penampilan suatu laboratorium dalam
bidang pemeriksaan tertentu. Penyelenggaraan kegiatan Pemantapan
Mutu Eksternal dilaksanakan oleh pihak pemerintah, swasta atau
internasional. Setiap laboratorium kesehatan wajib mengikuti
Pemantapan Mutu Eksternal yang diselenggarakan oleh pemerintah
secara teratur dan periodik meliputi semua bidang pemeriksaan
laboratorium, seperti yang terdapat pada Pasal 6 Permenkes nomor 411
tahun 2010 tercantum bahwa laboratorium Klinik wajib melaksanakan
pemantapan mutu eksternal yang diakui oleh pemerintah (Siregar dkk,
2018).
Pemantapan Mutu Eksternal adalah kegiatan yang diselenggarakan
secara periodic oleh pihak lain di luar laboratorium yang bersangkutan
untuk memantau dan menilai penampilan suatu laboratorium dalam
bidang pemeriksaan tertentu. Penyelenggaraan kegiatan pemantapan
mutu eksternal dilaksanakan oleh pihak pemerintah, swasta atau
internasional. Setiap laboratorium kesehatan wajib mengikuti
pemantapan mutu eksternal yang diselenggarakan oleh pemerintah secara
teratur dan periodic meliputi semua bidang pemeriksaan laboratorium,
seperti yang terdapat pada pasal 6 permenkes nomor 411 tahun 2010
tercantumbahwa laboratorium klinik wajib melaksanakan pemantapan
mutu eksternal yang diakui olehpemerintah (Sukorini,2010).
Dalam pelaksanaannya, kegiatan pemantapan mutu eksternal ini
mengikut sertakan semua laboratorium, baik milik pemerintah maupun
swasta dan dikaitkan dengan akreditasi laboratorium kesehatan serta
perizinan laboratorium kesehatan swasta. Karena di Indonesia terdapat
beraneka ragam jenis dan jenjang pelayanan laboratorium serta

18
mengingat luasnya wilayah Indonesia, maka pemerintah
menyelenggarakan pemantapan mutu eksternal untuk berbagai bidang
pemeriksaan dan di selenggarakan pada berbagai tingkatan, yaitu tingk
atan nasional/tingkat pusat, tingkat nasional, tingkat provisi/wilayah
(Sukorini,2010).
Kegiatan pemantapan mutu eksternal ini sangat bermanfaat bagi
suatu laboratorium, sebab dari hasil evaluasi yang di perolehnya dapat
menunjukkan performance (penampilan/proficiency) laboratorium yang
bersangkutan dalam bidang pemeriksaan yang ditentukan. Untuk itu pada
waktu melaksanakan kegiatan ini tidak boleh diperlakukan secara khusus,
jadi pada waktu melakukan pemeriksaan harus dilaksanakan oleh petugas
yang biasa melaksanakan pemeriksaan tersebut serta menggunakan
peralatan/reagen/metode yang bisa dipakainya sehingga hasil
pemantapan mutu eksternal tersebut benar-benar dapat mencerminkan
penampilan laboratorium tersebut yang sebenarnya.Setiap nilai yang
diperoleh dari penyelengara harus dicatat dan dievaluasi untuk
mempertahankan mutu pemeriksaan atau perbaikan-perbaikan yang
diperlukan untuk peningkatan mutu pemeriksaan.Setelah selesai
mengikuti program pemantapan mutu eksternal (PME) (Sukorini,2010).
Kemudian dilakukan feed back oleh pihak penyelnggaraan berupa
hasil pemeriksaan yang telah dilaporkan terhadap nilai target atau nilai
laboratorium rujukan, hasilnya dinyatakan dengan kriteria baik, sedang,
atau buruk. Laboratorium klinik yang mengikuti kegiatan PME ini akan
diberikan sertifikat oleh pihak penyelenggara sebagai bukti peserta
kegiatan tersebut (Maria tuntun et al, 2018) Anda yang bertugas sebagai
seorang penanggung jawab laboratorium klinik wajib mengikuti
kegiatan PME agar mutu laboratorium anda dapat dipercaya dan
memuaskan pelanggan.
b. Tujuan Pemantapan Mutu Eksternal
1) Memperoleh informasi tentang kinerja petugas laboratorium yang
dapat dimanfaatkan sebagai data untuk melakukanpembinaan.

19
2) Meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan hematologi untuk
mendapatkan diagnosis dini yang tepat dan follow up pengobatan.
3) Sebagai bahan evaluasi untuk meningkatkan kinerja laboratorium
(Konoralma, K, 2017).
c. Cara Mengikuti Pemantapan Mutu Eksternal
1) Pendaftaran, pengiriman hasil dan mencetak hasil, setiap laboratorium
peserta dapat mengakses langsung (sign up) pada aplikasi on line PN
PME dihttp://infokes-pme.buk.depkes.go.id.
2) Laboratorium Kesehatan peserta PME dikirimkan serum kontrol.
Laboratorium peserta PME melakukan pemeriksaan serum kontrol
dengan kondisi rutin, dengan menggunakan metode dan prosedur yang
sama sebagaimana dilakukan pada pemeriksaan sampel sehari-hari
untuk parameter yang diminta.
3) Hasil pemeriksaan laboratorium peserta PME diisi secara online pada
aplikasi online PME pada rentang waktu pengisian hasil yang telah
ditentukan. Pengisiian hasil pemeriksaan di luar rentang waktu
pengisiian tidakdievaluasi.
4) Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium kimia klinik peserta
dilakukan dengan membandingkannya terhadap nilai target (nilai rata-
rata seluruh peserta secara kolektif dalam kelompok metode
pemeriksaan dan alat yangsama).
5) Hasil evaluasi dapat dilihat dan dicetak pada aplikasi online PME.
Hasil evaluasi berisi informasi tentang nilai target, hasil pemeriksaan
peserta PME yang bersangkutan serta penyimpangannya dari nilai
target (Siregar dkk,2018).
2. Pemantapan Mutu Internal
Pemantapan mutu internal adalah kegiatan pencegahan dan pengawasan
yang dilaksanakan oleh masing-masing laboratorium secara terus menerus
agar tidak terjadi atau mengurangi kejadian error/penyimpangan sehingga
diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat. Pemantapan mutu internal
laboratorium (PMI) dilakukan untuk mengendalikan hasil pemeriksaan
laboratorium setiap hari dan untuk mengetahui penyimpangan hasil

20
laboratorium agar segera diperbaiki. Manfaat melaksanakan kegiatan
pemantapan mutu internal laboratorium antara lain mutu presisi maupun
akurasi hasil laboratorium akan meningkat, kepercayaan dokter terhadap
hasil laboratorium akan meningkat. Hasil laboratorium yang kurang tepat
akan menyebabkan kesalahan dalam penatalaksanaan pengguna
laboratorium. Manfaat lain yaitu pimpinan laboratorium akan mudah
melaksanakan pengawasan terhadap hasil laboratorium. Kepercayaan yang
tinggi terhadap hasil laboratorium ini akan membawa pengaruh pada moral
karyawan yang akan akhirnya akan meningkatkan disiplin kerja di
laboratorium tersebut (Siregar dkk, 2018).
a. Tahap Pra-Analitik
1) Persiapan Pasien
Persiapan pasien di mulai saat seseorang dokter merencanakan
pemeriksaan laboratorium bagi pasien. Dokter dibantu oleh paramedis
diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tindakan apa yang
akan dilakukan, manfaat dari tindakan itu, dan persyaratan apa yang
harus dilakukan oleh pasien. Informasi yang diberikan harus jelas agar
tidak menimbulkan ketakutan atau persepsi yang keliru bagi pasien.
Pemilihan jenis tes yang kurang tepat atau tidak sesuai dengan kondisi
klinis pasien akan menghasilkan interprestasi yang berbeda
(Praptomo,2018).
Ada beberapa sumber kesalahan yang kurang terkontrol dari proses
pra analitik yang dapat mempengaruhi keandalan pengujian
laboratorium tapi hampir tidak dapat di identifikasi oleh staf
laboratorium, yaitu: latihan fisik, puasa, diet, stress, efek posisi,
menstruasi, kehamilan, gayahidup (konsumsi alkohol, rokok, kopi,
obat adiktif)(Praptomo,2018).
2) Persiapan Pengambilan Spesimen
Spesimen yang akan diperiksa laboratorium harus memenuhi
persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
a) Jenisnya sesuai dengan jenispemeriksaan
b) Volumenyamencukupi

21
c) Kondisi baik tidak lisis, segar/tidak kadaluwarsa, tidak berubah
warna, tidak berubah bentuk,steril
d) Pemakaian antikoogulan atau pengawet yang tepat
e) Ditampung dalam wadah yang memenuhisyarat
f) Identitas benar sesuai dengan datapasien
g) Sebelum pengambilan spesimen, diperiksa form permintaan
laboratorium yang meliputi identitas pasien harus ditulis dengan
benar (nama, umur, jenis kelamin, nomor dan rekam medis) disertai
dengan diagnosis atau keterangan klinis.
h) Pengambilan darah vena (Permenkes, 2015).
Pengambilan menggunakan Vakum :
(1) Memberi salam, memperkenalkan diri kepada pasien,
kemudian identifikasi pasien (nama, no rekam medis, tanggal
lahir).
(2) Verifikasi persiapan pasien serta melakukan penjelasan apa
yang akan dilakukan kepada pasien.
(3) Cari vena yang akan ditusuk (superfisial, cukup besar, lurus,
tidak ada peradangan, tidak diinfusi.
(4) Lakukan Pembendungan pada daerah proksimal kira-kira 3 jari
lurus, tidak ada peradangan, tidak diinfus (10cm) dari tempat
penusukan.
(5) Desinfektan daerah yang akan ditusuk dengan kapas alkohol
70%, tunggu kering.
(6) Tusuk bagian vena tadi dengan jarum, lubang jarum
menghadap ke atas dengan sudut kemiringan antara jarum dan
kulit 15-30", bila jarum berhasil masuk vena maka terlihat
darah masuk dalam indikator, tekan tabung vakum (tabung
vakum tanpa antikoagulan atau dapat menggunakan tabung
vakum dengan plasma heparin), tourniquet dilepas segera
setelah darah mengalir. Biarkan darah mengalir ke dalam
tabung sampai selesai.
(7) Tarik jarum dan letakkan kapas pada bekas tusukan untuk

22
menekan bagian tersebut selama 2-5 menit. Setelah darah
berhenti, plester bagian tusukan. Lalu masukkan darah pada
tabung EDTA dan homogenkan sebabnyak 8-10 kali.
(8) Jarum bekas pakai dimasukkan kedalam disposable container.
Pada masing-masing tabung vakum diberi label identitas
pasien (Kemenkes, 2017).
Pengambilan Menggunakan Spuit :
(1) Diminta pasien untuk meluruskan lengannya, pilih lengan yang
banyak melakukan aktifitas
(2) Diminta pasien untuk mengempalkan tangan
(3) Dipasang tourniquet kirakira 10 cm diatas lipat siku
(4) Dipilih bagian vena median cubital atau media cephalic dan
dilakukan perabaan (palpasi) untuk memastikan posisi vena;
vena teraba seperti sebuah pipa kecil, elastis dan memiliki
dinding tebal. Jika vena tidak teraba. Lakukan pengerutan dari
arah pergelangan ke siku, atau kompres hangat selama 5 menit
daerah lengan
(5) Dibersihkan kulit pada bagian yang akan diambil dengan kapas
alkohol 70% dan di biarkan kering . kulit yang sudah
dibersihkan jangan dipegang lagi
(6) Ditusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap
ke atas. Dimasukan tabung ke dalam holder dan dorong
sehingga jarum bagian posterior tertancap pada tabung. Maka
darah akan mengalir ke dalam tabung tabung.ditunggu sampai
darah berhenti mengalir, Jika memerlukan beberapa tabung ,
setelah tabung pertama terisi, cabut dan ganti dengan tabung
kedua, begitu seterusnya.
(7) Dilepas atau diregangkan pembendungan dan perlahan-lahan
dan di minta pasien membuka kepala tangannya. Volume
darah yang diambil kirakira 3 ml jumlah serum atau plasma
yang diperlukan untuk pemeriksaan.
(8) Diletakan kapas alkohol 70% di tempat suntikan lalu segera

23
lepaskan dan tarik jarum. Ditekan kapas beberapa menit lalu
plester selama 15 menit
(9) Darah yang sudah diambil dihomogenkan dengan cara
membolak- balikan tabung sebanyak 8-10 kali selama 3 menit
(10) Dicatat nama pasien dan diberi kode pada label yang tersedia
pada tabung EDTA
3) Pemberian Identitas
Pada surat pengantar/formulir permintaan pemeriksaan laboratorium :
a) Tanggal permintaan .
b) Tanggal dan jam pengambilan specimen.
c) Identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat/ruang)
termasuk rekam medik.
d) Identitas pengirim (nama, alamat, nomor telepon).
e) Nomor laboratorium.
f) Diagnosis/keterangan klinik.
g) Obat-obatan yang telah diberikan dan lama pemberian.
h) Pemeriksaan laboratorium yang diminta.
i) Jenis specimen.
j) Lokasi pengambilan specimen.
k) Volume specimen.
l) Transpor media/pengawet yang digunakan .
m)Nama pengambil specimen.
n) Informed concern
4) Distribusi Sampel
a) Waktu pengiriman jangan melampaui masa stabilitas specimen
b) Tidak terkena sinar matahari langsung.
c) Kemasan harus memenuhi syarat keamanan kerja laboratorium
termasuk pemberian label yang bertuliskan "Bahan Pemeriksaan
Infeksius" atau "Bahan Pemeriksaan Berbahaya".
d) Suhu pengiriman harus memenuhi syarat.
b. Tahap Analitik
1) Kalibrasai Alat

24
Kalibrasi peralatan sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil
pemeriksaan laboratorium yang terpercaya menjamin penampilan
hasil pemeriksaan. Kalibrasi peralatan dilakukan pada saat awal,
ketika alat baru di install dan diuji fungsi, dan selanjutnya wajib
dilakukan secara berkala sekurang-kurangnya satu kali dalam
satutahun, atau sesuai dengan pedoman pabrikan prasarana dan alat
kesehatan serta ketentuan peraturan perundang-undangan sesuai
instruksi pabrik.
Kalibrasi peralatan dapat dilakukan oleh teknisi penjual alat,
petugas laboratorium yang memiliki kompetensi dan pernah dilatih
atau oleh institusi yang berwenang. Kalibrasi serta fungsi peralatan
dan sistem analitik secara berkala harus dipantau dan dibuktikan
memenuhi syarat/sesuai standar laboratorium harus mempunyai
dokumentasi untuk pemeliharaan, tindakan pencegahan sesuai
rekomendasi pabrik pembuat. Semua Instruksi pabrik untuk
penggunaan dan pemeliharaan alat harus sepenuhnya dipenuhi
(Praptomo,2018).
2) Uji Kualitas Reagen
a) Etiket/label wadah umumnya pada reagen komersial sudah
tercantum nama atau kode bahan, tanggal produksi dan batas
kadaluarsa serta nomor batch teagen tersebur.
b) Perhatikan batas kadaluwarsanya, masa kadaluwarsa yang
tercantum pada kemasan hanya berlaku untuk reagen yang
disimpan pada kondisi baik dan belum pernah dibuka, karena
reagen yang wadahnya sudah pernah dibuka mempunyai masa
kadaluwarsa lebih pendek dari reagen yang belum dibuka.
c) Keadaan fisik Kemasan harus dalam keadaan utuh, isi tidak
mengeras dan tidak ada perubahan warna. Pengujian kualitas dapat
dilakukandengan:

25
(1) Melakukan pemeriksaan bahan control assayed yang telah
diketahui nilainya dengan menggunakan reagen tersebut.
(2) Menggunakan strain kuman untuk uji kualitas reagen
mikrobiologi.
d) Cara penyimpanan reagen
(1) Tutuplah botol waktu penyimpanan
(2) Tidak boleh terkena sinar matahari langsung
(3) Beberapa reagen ada yang harus disimpan dalam botol
berwarna gelap
(4) Beberapa reagen tidak boleh diletakkan pada tempat
berdekatan satu dengan yang lainnya.

(5) Bahan-bahan yang berbahaya diletkkan di bagian bawah/lantai


dengan label tanda bahaya
(6) Buat kartu stok yang memuat tanggal penerimaan, tanggal
kadaluwarsa, tanggal wadah reagen dibuka, jumlah reagen
yang diambil dan jumlah reagen sisa serta paraf tenaga
pemeriksa.
3) Quality Control
Quality control merupakan suatu rangkaian pemeriksaan
analitik.Tujuan dari dilakukannya quality control adalah untuk
mendeteksi kesalahan analitik di laboratorium. Kesalahan analitik di
laboratorium terdiri dari atas dua jenis kesalahan yaitu kesalahan acak
dan kesalahan sistematik. Kesalahan acak menandakan tingkat presisi
(ketelitian), sementara kesalahan sistematik menandakan tingkat
akurasi (ketetapan) suatu metode atau alat (Depkes, 2013).
Sumber bahan kontrol Bahan kontrol dapat berasal dari manusia,
binatang atau merupakan bahan kimia murni. Pada alat mindray
digunakan bahan control berupa whole blood Bentuk bahan kontrol
ada yang berbentuk cair,padat,bubuk dan strip. Adapun macam bahan
kontrol yang hampir atau sering digunakan dalam bentuk yang sudah
jadi (komersial) ialah :

26
a) Bahan Kontrol Unsassayed
Bahan kontrol Unassayed adalah bahan control yang tidak
memiliki nilai rujukan sebagai tolak ukur. Nilai rujukan didapatkan
setelah dilakukannya periode pendahuluan. Terdapat kadar normal
atau abnormal (abnormal rendah atau abnormal tinggi)
(Depkes,2013).
Keuntungan dari bahan kontrol ini yaitu bahan kontrol ini lebih
tahan lama, dapat digunakan untuk semua macam pemeriksaan dan
tidak perlu dibuat sendiri. Kekurangan dari bahan kontrol
unassayed yaitu sering kali bahan serum yang diambil dari hewan
tidak cocok dengan dengan serum manusia, bisa digunakan untuk
kontrol akurasi karena tidak memiliki nilai rujukan (Depkes,2013).
Kegunaan dari bahan kontrol unassayed adalah untuk
memantau ketelitian suatu pemeriksaan atau untuk melihat ada
tidaknya perubahan akurasi. Uji ketelitian dilakukan setiap hari
(Depkes,2013).
b) Bahan Kontrol Assayed
Adalah bahan kontrol yang diketahui nilai rujukannya serta
batas toleransi menurut metode pemeriksaanya. Harga bahan ini
lebih mahal dibandingkan jenis unassayed. Bahan kontrol yang
digunakan untuk kontrol akurasi dan juga presisi (Depkes,2013).
(1) Uji Ketelitian (Presisi)
Kemampuan untuk memberikan hasil yang sama pada
setiap penanggulangan pemeriksaan disebut dengan presisi.
Secara kuantitatif, presisi disajikan dalam bentuk impresisi
yang diekspresikan dalam ukuran koefisien variasi. Presisi
terkait dengan reprodusibilitas suatu pemeriksaan. Presisi yang
tinggi, pengulangan pemeriksaan terhadap sampel yang sama
memberikan hasil yang tidak berbeda jauh. Nilai presisi
menunjukan seberapa dekatnya satu hasil pemeriksaan bila
dilakukan berulang dengan sampel yang sama. Ketelitian
terutama dipengaruhi oleh kesalahan acak yang tidak dapat

27
dihindari. Presisi biasanya dinyatakan dalam nilai koefisien
variasi (% KV atau CV % ) yang dihitung dalam rumus
berikut:

Keterangan :
KV = Koefisien Variasi
SD = Standar Devisi (simpangan baku)
Ẋ = Rata-rata nilai pemeriksaan berulang
Sebagai pemberi jaminan bahwa hasil pemeriksaan
laboratorium itu teliti, maka perlu dilakukan suatu upaya
sistematik yang dinamakan kontrol kualitas (Quality Kontrol)
(Sukorini, 2010).
(2) Uji Ketetapan Akurasi
Akurasi atau ketepatan adalah kesesuaian antara hasil
pemeriksaan dengan “nilai benar/sebenarnya” (True Value).
Penilaian akurasi tidak harus selalu tepat sama dengan (True
Value) karena ada rentang nilai yang bisa digunakan sebagai
standar. Rentang nilai (range) tersebut didapatkan dari hasil
pemeriksaan berulang yang dihitung secara statistik
berdasarkan standar deviasi (SD) dimana akurasi dianggap
bagus jika hasil pemeriksaan berada pada ± 2 SD.
Pemantapan mutu internal bidang hematologi dilakukan
secara mandiri oleh laboratorium klinik dengan memonitor
prosedur tes-tes hematologi yang merupakan indikator kinerja
laboratorium. Prosedur kontrol kualitas internal hematologi
serupa dengan kontrol kualitas internal pada umumnya yang
melibatkan penggunaan material kontrol dan pengukuran
berulang (repeated measurement) pada spesimen rutin.
Analisis bahan kontrol dilakukan bersamaan dengan sampel
pasien(Sukorini, 2010).
Akurasi atau inakurasi dipakai untuk menilai adanya

28
kesalahan acak, kesalahan sistematik atau keduanya (total).
Nilai akurasi menunjukkan kedekatan hasil terhadap nilai
sebenarnya yang telah ditentukan oleh metode standar. Akurasi
dapat dinilai dari hasil pemeriksaan bahan kontrol dan dihitung
sebagai nilai biasnya (d%) seperti berikut :

ẋ −u
d %= x 100 %
u
keterangan:
ẋ : Nilai rata-rata replikat
u : Nilai benar
Nilai d(%) : Nilai bias atau nilai inakurasi
(Nilai d% dapat berupa positif maupun negative) Sebagai
penginterpretasian hasil proses control kualitas ada beberapa
yang perlu diperhatikan, istilah-istilah statistic tersebut adalah:
a) Rerata/Mean
Rerata merupakan hasil pembagian jumlah nilai hasil
pemeriksaan dengan jumlah pemeriksaan yang
dilakukan.Rerata menggambarkan tendesi terpusat dari data
hasil pemeriksaan kita. Rerata digunakan sebagai nilai
target dari control kualitas yang digunakan, rumus rerata
adalah sebagai berikut :

Keterangan :
ẋ =Rerata
∑X = Jumlah nilai hasil pemeriksaan
n = Jumlah pemeriksaan yangdilakukan
b) Rentang
Rentang merupakan penyebaran antara nilai hasil
pemeriksaan terendah hingga tertinggi. Rentang

29
memberikan batas bawah dan batas atas untuk suatu
rangkaian data. Rumus rentang adalah sebagai berikut:

Nilai Tertinggi – Nilai Rendah

c) Simpangan Baku
Simpangan baku dapat digunakan untuk
menggambarkan distribusi data yang kita miliki, rumus:

Keterangan :
SD : Standar Devisi (Simpangan baku)
Xi : Nilai x ke-I
x̄ : rata – rata
n : ukuran sampel
d) Kesalahan keseluruhan (Total Eror) menurut CLIA
Total Eror adalah kombinasi atau gabungan antara
keslahan systemik dan kesalahan acak/random.
TE = ‫ ׀‬Bias 2 + ‫ * ׀‬SD %
TE = ‫ ׀‬% Bias 2 + ‫ * ׀‬CV %

Nilai TE yang diperoleh dibandingkan dengan nilai Tea.


Total Error Allowable (TEa) merupakan total eror
yangdiperoleh suatu lab klinik yang merupakan kesalahan
acak dan sistematik serta penjumlahan tidak mempengaruhi
nilai klinis dan nila Tea diperoleh berdasarkan CLIA

30
Tabel 2.1 Nilai Total Error Allowable (Tea)
Parameter Total Error Allowable (Tea)
CLIA Biological Variation
(BV)
Hemoglobin 7% 4,1%
Hematokrit 6% 4,1%
Leukosit 15% 14,6%
Eritrosit 6% 4,4%
Trombosit 25% 13,4%
MCV 2,3% -
MCH 2,7% -
MCHC 2,2% -
(Sumber : Trina, et al, 2020).

4) Aturan Westgard/Westgard Multirule


System Penafsiran grafik Levey-Jennings yang lebih detail
dikembangkan oleh Westgard yang dikenal dengan Westgard
Multirule System.Westgard menyajikan suatu seri aturan untuk
membantu evaluasi pemeriksaan grafik kontrol. Seri aturan tersebut
dapat digunakan pada penggunaan suatu level kontrol, dua level
maupun tiga level. Beberapa banyak level yang akan kita pakai sangat
tergantung kondisi laboratorium kita, namun perlu kita pikirkan
mengenai keuntungan dan kerugian masing-masing. Evaluasi hasil
dari dari dua level kontrol secara simultan akan memberikan
terdeteksinya shift lebih awal dibandingkan jika kita hanya
menggunakan satu level.Pemilihan aturan perlu mempertimbangkan
positif palsu dan negatif palsu yang ditimbukan ketika kita
memutuskan untuk menyatakan bahwa alat kita keluar kontrol. Tentu
terlalu banyak positif palsu akan menyebabkan kita mengulang
prosedur kontrol kualitas dengan konsekuensi peningkatan biaya dan
waktu. Terlalu banyak negatif palsu akan menyebabkan kita
mengeluarkan banyak hasil yang tidak valid. Berikut ini aturan yang

31
umumnya dipilih ketika laboratorium menggunakan satu atau dua
level kontrol yang masing-masing diperiksa satu atau dua kali setiap
pemeriksaan sampel.
Aturan “Westgard Multirule System’ meliputi :
a) Aturan 1-2S
Aturan ini merupakan aturan peringatan. Aturan ini
menyatakan bahwa apabila satu nilai kontrol berada diluar batas
2SD tetapi masih didalam batas 3SD. Merupakan peringatan akan
kemungkinan adanya masalah pada instrument atau multifungsi
metode (Praptomo, 2018).

Gambar 2.7 Aturan 1-2S


(Praptomo, 2018).
b) Aturan 1-3S
Aturan ini mendeteksi kesalahan acak.Satu saja nilai kontrol
berada diluar batas 3SD, instrumen dievaluasi bila adanya
kesalahan acak.Instrumen tidak boleh digunakan untuk pelayanan
hingga masalah yang mendasari teratasi. Nilai yang berada diluar
batas 3SD dalam distributor normal Gaussian hanya sebesar
0,3%. Apabila nilai ini sampai ditemukan kemungkinan besar ada
kesalahan pengukuran. Aturan ini dapat diberlakukan untuk
menolak run. Walaupun hanya memakai satu level kontrol saja
(Praptomo,2018).

Gambar 2.8 Aturan 1-3S


(Praptomo, 2018).

32
c) Aturan 2-2S
Aturan ini mendeteksi kesalahan sistematik, kontrol
dinyatakan keluar apabila dua nilai kontrol pada satu level
berturut-turut diluar batas 2SD. Kontrol juga dinyatakan keluar
apabila nilai kontrol pada dua level yang berbeda berada diluar
batas 2SD yang sama (sama-sama diluar+2SD atau -2SD). Bila
hal ini terjadi berturut-turut pada bahan kontrol dengan level yang
sama, kemungkinan permasalahan ada pada bahan kontrol yang
digunakan (Praptomo,2018).

Gambar 2.9 Aturan2-2S


(Praptomo,2018).

d) Aturan R4S
Aturan ini hanya dapat digunakan apabila kita menggunakan
dua level kontrol.Aturan yang mempergunakan konsep statistic
“rentang” ini mendeteksi kesalahan acak. Aturan ini menyatakan
bahwa apabila dua nilai kontrol level yang berbeda pada hari atau
run yang sama memiliki selisih melebihi empat kali SD
(Praptomo,2018).

Gmbar 2.10 AturanR4S


(Praptomo,2018).

33
e) Aturan 4-1S
Aturan ini mendeteksi kesalahan sistematik. Aturan ini dapat
digunakan pada satu level kontrol maupun pada lebih dari satu
level kontrol. Empat nilai kontrol yang berturutturut keluar dari
satu batas SD yang sama (selalu keluar dari +1SD atau-1SD)
(Praptomo,2018).

Gmbar 2.11 Aturan4-1S


(Praptomo,2018).
f) Aturan 10X
Aturan ini menyatakan bahwa apabila sepuluh nilai kontrol
pada level yang sama maupun berada disatu sisi yang sama
terhadap rerata. aturan ini mendeteksi kesalahan sistemik. Kita
dapat mengguanakan instrument untuk pelayanan pasien. Namun
maintenance atau kalibrasi harus dijalankan (Praptomo, 2018).

Gmbar 2.12 Aturan10X


(Praptomo,2018).
g) Aturan (2of 3) 2s
Aturan ini menyatakan bahwa apabila 2 dari 3 kontrol
melewati batas (+1SD atau-1SD) yang sama, kontrol dinyatakan

34
ditolak. Kita perlu membenahinya sebelum instrumen dapat kita
gunakan untuk pelayanan pasien(Praptomo, 2018).

Gambar 2.13 aturan (2 of 3) 2s


(Praptomo, 2018).
h) Atutan 3-1S
Aturan ini menyatakan bahwa apabila tiga kontrol berturut-
turut melewati batas (+1SD atau -1SD) yang sama, kontrol
dinyatakan ditolak. Perlu adanya pembenahan sebelum instrument
digunakan untuk pelayanan pasien(Praptomo,2018).

Gambar 2.14 aturan 3-1S


(Praptomo, 2018).
i) Aturan 6X
Apablia enam kontrol berturut turut selalu berada di satu sisi
yang sama terhadap rerata, dinyatakan kontrol tidak masuk
(Praptomo, 2018).

35
Gambar 2.15 aturan 6x
(Praptomo, 2018).

j) Aturan 7T
Apabila tujuh kontrol berturut-turut memiliki trend untuk
menjauhi rerata kearah yang sama, maka dinyatakan kontrol tidak
masuk (Praptomo,2018).

Gambar 2.16 aturan 7T


(Praptomo, 2018).
c. Tahap Pasca-Analitik
1) Pencatatan Hasil
Melakukan pemeriksaan maka alat dapat dimatikan dari hasil
pemeriksaan specimen yang telah diperiksa dicatat dan dilaporkan
dalam buku register dan juga dicatat dan dilaporkan dalam bentuk
blanko hasil pemeriksaan dan ditanda tangani oleh penanggung jawab
laboratorium atau petugas laboratorium yang memeriksa.
2) Interpretasi Hasil
Interpretasi adalahsebuah bentuk dari kegiatan untuk melakukan
penggabungan terhadap sebuah hasil dari analisis, guna untuk dapat
menciptakan sebuah makna dari adanya sebuah data yang dimana
telah dikumpulkan oleh seseorang untuk mencari sebuah jawaban
terhadap permasalah yang teradapat di dalam sebuah penelitian yang
sedang diperbaiki.
3) Verifikasi Hasil
Verifikasi merupakan tindakan pencegahan terjadinya kesalahan
dalam melakukan kegiatan laboratorium mulai dari tahap pra analitik
sampai dengan melakukan pencegahan ulang setiap tindakan/proses

36
pemeriksaan.Verifikasi harus dilakukan mulai dari tahap pra analitik
sampai pada tahap pacsa analitik.
4) Validasi Hasil
Validasi hasil pemeriksaan merupakan upaya untuk memantapkan
kualitas hasil pemeriksaan yang telah diperoleh melalui pemeriksaan
ulang oleh laboratorium rujukan.
a) Laboratorium mengirim hasil pemeriksaan dan specimen ke
laboratorium rujukkan untuk diperiksa dan hasilnya dibandingkan
dengan laboratorium pengirim.
b) Presentasi dari hasil tertentu dari hasil pemeriksaan negative dan
positif dikirim ke laboratorium rujukan untuk diperiksa ulang.
5) Pelaporan Hasil
a) Administrasi/Analis mencetak hasil yang telahlengkap.
b) Print alat di tempelkan pada formulir permintaan pemeriksaan
laboratorium.
c) Hasil yang tercatat disertai FPPL dan hasil dari alat ditelitikembali.
d) Hasil diserahkan ke coordinator atau penanggung jawab
laboratorium untuk disetujui danditandatangi.
e) Hasil disetujui maka hasil bisa diserahkan ke pasien setelah
ditandatangani.
f) Hasil tidak disetujui maka lakukan coordinator/dokter penanggung
jawab. FPPL yang sudah selesai di file pemeriksaan yang tertunda
(pending) formulirdipisahkan (Praptomo, 2018).

E. Good LaboratoryPractice (GLP)


Good laboratory practice (GLP) adalah suatu cara pengorganisasian
laboratoirum dalam pelaksanaan, pengujian, fasilitas, tenaga kerja, dan kondisi
yang dapat menjamin agar pengujian dapat dilaksanakan dengan, dimonitor,
dicatat, dan dilaporkan sesuai standar nasional/internasional serta memenuhi
persyaratan keselamatan dan kesehatan. Tujuan GLP adalah mengatur cara
penyelenggaraan laboratorium klinik yang baik sehingga dapat memberikan
pelayanan dan hasil yang bermutu serta dapat dipertanggungjawabkan.

37
Laboratorium klinik atau medik harus diselenggarakan secara baik dengan
memenuhi kriteria organisasi, ruang dan fasilitas, peralatan, bahan, spesimen,
metode pemeriksaan, mutu, keamanan, pencatatan, dan pelaporan.Komponen
GLP meliputi (permenkes, 2010).
1. Teknisi Laboratorium
a. Laboratorium Klinik Umum Pratama
1) Penanggung Jawab teknis sekurang-kurangnya seorang dokter
dengan sertifikat pelatihan teknis dan manajemen laboratorium
kesehatan sekurang-kurangnya tiga bulan, yang dilaksanakan oleh
organisasi profesi patologi klinik dan institusi pendidikan kesehatan
bekerjasama dengan kemetrian kesehatan.
2) Tenaga teknis dan administrasi, sekurang-kurangnya dua orang
analis kesehatan serta satu orang tenaga administrasi.
b. Laboratorium Klinik Umum Madya
1) Penanggung jawab teknis sekurang-kurangnya seorang dokter
spesialis patologi klinik
2) Tenaga taknis dan administrasi sekurang-kurangnya empat orang
analis kesehatan dan satu orang perawat serta dua orang tenaga
administrasi.
c. Laboratorium Klinik Umum Utama
1) Penanggung jawab teknis sekurang-kurangnya seorang dokter
spesialis patologi klinik
2) Tenaga teknis dan administrasi, sekurang-kurangnya satu orang
dokter spesialis patologi klinik, enam orang tenaga analis kesehatan
dan dua orang diantaranya memiliki sertifikat pelatihan khusus
mikrobiologi, satu orang perawat dan tiga orang tenaga administrasi.
2. Bangunan dan Prasarana
Tabel 2.2 Bangunan Dan Prasarana
Jenis Laboratorium Klinik Umum
No Kelengkapan Pratama Madya Utama

1 Gedung Permanen Permanen Permanen

38
2 Ventilasi 1/3 x luas lantai 1/3 x luas lantai 1/3 x luas
lantai

3 Penerangan 5 watt/m2 5 watt/m2 5 watt/m2

4 Air Bersih 50L/pekerja/hari 50 L/pekerja/hari 50L/pekerja/


hari

5 Daya Listrik Sesuai kebutuhan Sesuai kebutuhan Sesuaikebutuh


an

6 Tata ruang :
a.Ruang tunggu 6m² 12m² 24m²
b.Ruang ganti
c. Ruangspecim Ada Ada Ada
en
d. Ruangadmin
e. Ruangpemeri 6m² 9m² 9m²
ksaan
15m² 30m² 60m²
f. Ruangsterilis
asi ada ada ada

g.Ruang
makan ada ada ada

h.WC pasien ada ada ada

i.WC pegawai
ada ada ada

7 Tempat Sesuai ketentuan Sesuai ketentuan Sesuai


penampungan ketentuan
limbat padat

8 Tempat Sesuai ketentuan Sesuai ketentuan Sesuai


penampungan ketentuan
limbah cair
(Sumber : Wulandari, 2020)
Fasilitas penunjang secara umum meliputi (Permenkes, 2013):
a. Tersedia WC pasien dan petugas yang terpisah, jumlah sesuai dengan
kebutuhan.
b. Penampungan/pengolahan limbah laboratorium.
c. Keselamatan dan keamanan kerja.
d. Ventilasi: 1/3 x luas lantai atau AC 1 PK/20m2 yang disertai dengan
sistem pertukaran udara yang cukup.

39
e. Penerangan harus cukup (1000 lux di ruang kerja, 1000-1500 lux untuk
pekerjaan yang memerlukan ketelitian dan sinar harus berasal dari
kanan belakang petugas).
f. Air bersih, mengalir, jernih, dapat menggunakan air PDAM atau air
bersih yang memenuhi syarat. Sekurang-kurangnya 20
liter/karyawan/hari.
g. Listrik harus mempunyai aliran tersendiri dengan tegangan stabil,
kapasitas harus cukup. Kualitas arus, tegangan dan frekuensi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Keamanan dan pengamanan jaringan
instalasi listrik terjamin, harus tersedia grounding/arde. Harus tersedia
cadangan listrik (Genset, UPS) untuk mengantisipasi listrik mati.
h. Tersedia ruang makan yang terpisah dari ruang pemeriksaan
laboratorium.
Persyaratan fasilitas kamar mandi/WC secara umum sebagai berikut:
a. Harus selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih.
b. Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, berwarna
terang dan mudah dibersihkan.
c. Pembuangan air limbah dari dilengkapi dengan penahan bau (water
seal).
d. Letak Kamar mandi/WC tidak berhubungan langsung dengan dapur,
kamar operasi, dan ruang khusus lainnya.
e. Lubang ventilasi harus berhubungan langsung dengan udara luar.
f. Kamar mandi/WC pria dan wanita harus terpisah.
g. Kamar mandi/WC karyawan harus terpisah dengan Kamar mandi/WC
pasien.
h. Kamar mandi/WC pasien harus terletak di tempat yang mudah
terjangkau dan ada petunjuk arah.
i. Harus dilengkapi dengan slogan atau peringatan untuk memelihara
kebersihan.
j. Tidak terdapat tempat penampungan atau genangan air yang dapat
menjadi tempat perindukan nyamuk.

40
3. Peralatan Laboratorium
a. Dasar pemilihan
Beberapa factor yang menjadi pertimbangan dalam memilih alat, yaitu :
1) Kebutuhan
Alat yang dipilih harus mempunyai spesifikasi yang sesuai
dengan kebutuhan setempat yang meliputi jenis pemeriksaan, jenis
spesimen dan volume spesimen dan jumlah pemeriksaan.
2) Fasilitas yang tersedia
Alat yang dipilih harus mempunyai spesifikasi yang sesuai
dengan fasilitas yang tersedia seperti luasnya ruangan, fasilitas listrik
dan air yang ada, serta tingkat kelembaban dan suhu ruangan.
1) Tenaga yang ada
Perlu dipertimbangkan tersedianya tenaga dengan kualifikasi
tertentu yang dapat mengoperasikan alat yang akan dibeli.
2) Reagen yang dibutuhkan
Perlu dipertimbangkan tersedianya reagen di pasaran dan
kontinuitas distribusi dari pemasok.Selain itu sistem reagen perlu
dipertimbangkan pula, apakah sistem reagen tertutup atau
terbuka.Pada umumnya sistem tertutup lebih mahal dibandingkan
dengan sistem terbuka.
3) Sistem alat
Perlu mempertimbangkan antara lain:
a) Alat tersebut mudah dioperasikan.
b) Alat memerlukan perawatan khusus.
c) Alat memerlukan kalibrasi setiap kali akan dipakai atau
hanya tiap minggu atau hanya tiap bulan.
4) Pemasok/Vendor
Pemasok harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Mempunyai reputasi yang baik.
b) Memberikan fasilitas uji fungsi.
c) Menyediakan petunjuk operasional alat dan trouble shooting.

41
d) Menyediakan fasilitas pelatihan dalam mengoperasikan alat,
pemeliharaan dan perbaikan sederhana.
e) Memberikan pelayanan purna jual yang terjamin, antara lain
mempunyai teknisi yang handal, suku cadang mudah
dizperoleh.
f) Mendaftar peralatan ke Kementerian Kesehatan.
5) Nilai Ekonomis
Dalam memilih alat perlu dipertimbangkan analysis cost-
benefit, yaitu seberapa besar keuntungan yang diperoleh dari
investasi yang dilakukan, termasuk di dalamnya biaya operasi
alat.
6) Terdaftar di Dapartemen Kesehatan
Peralatan yang akan dibeli harus sudah di Dapartemen
Kesehatan dan mendapat izin edar (Permenkes, 2013).
b. Evaluasi alat baru
Evaluasi alat baru (dilakukan sebelum atau sesudah pembelian)
atau yang disebut juga sebagaiuji fungsi. Tujuannya untuk mengenal
kondisi alat yang mencakup: kesesuaian spesifikasialat dengan brosur,
kesesuaian alat dengan lingkungan dan hal-hal khusus yang
diperlukanbagi penggunaan secara rutin.Dari evaluasi ini dapat
diketahul antara lain reprodusibilitas, kelemahan alat, harga per tes,dan
sebagainya (Depkes, 2006).
4. Specimen
Ada pun macam-macam spesiemen yaitu :
a. Darah
Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup
(kecuali tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat- zat
dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-
bahan kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai pertahanan tubuh
terhadap virus atau bakteri.
Pengambilan darah terdapat pada dua lokasi yaitu pembuluh darah
kapiler dan pembuluh darah vena. Untuk pengambilan darah kapiler

42
dapat menggunakan analitik dan pengambilan darah pada vena dapat
menggunakan teknik flebotomi. Darah yang diperoleh ditampung dalam
tabung yang berisikan antikoaguan yang sesuai, kemudian
dihomogenisasi dengan cara membolak- balik tabung kira-kira 10-12
kali secara perlahan-lahan dan merata. Pengelolaan serum yaitu biarkan
darah membeku terlebih dahuiu pada suhu kamar selama 20-30 menit,
kemudian disentrifus 3000rpm selama 5-15 menit pemisahan serum
dilakukan paling lambat dalam waktu 2 jam setelah pengambilan
spesimen. Serum yang memenuhi syarat harus tidak kelihatan merah
dan keruh. Pengelolaan plasma yaitu kocok darah EDTA atau sitrat
dengan segera secara pelan-pelan. Pemisahan plasma dilakukan dalam
waktu 2 jam setelah pengambilan spesimen. Plasma yang memenuhi
syarat harus tidak kelihatan merah dan keruh (Kemenkes, 2017a).
b. Urine
Urine atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang
diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam
tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang
molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk
menjaga homeostasis cairan tubuh.
Pada pengambilan urine porsi tengah yang ditakukan oleh penderita
sendiri sebelumnya harus diberikan penielasan terlebih dahulu. Untuk
pengelolaan uji carik celup, urin tidak perlu ada perlakuan khusus,
kecuali pemeriksaan harus segera dilakukan sebelum 1 jam sedangkan
untuk pemeriksaan sedimen harus dilakukanpengelolaan terlebih dahulu
dengan cara wadah urin harus digoyangkan agar memperoleh sampel
yang tercampur (homogen), masukkan kurang lebih 15ml urin ke dalam
tabung sentrifus. Putar urine selama 5 menit pada 1500-2000rpm.
Buang supenatanya, sisakan kurang lebih I ml, kocoklah tabung untuk
meresuspensikan sedimen. Suspensi sedimen ini sebaiknya diberi cat
stemheimer-malbin untuk menonjolkan unsur sedimen dan memperjelas
(Kemenkes, 2017a).

43
c. Feses
Tinja atau feses adalah produk buangan saluran pencernaan hewan
dan manusia yang dikeluarkan melalui anus atau kloaka. Pada manusia,
proses pembuangan kotoran dapat terjadi (bergantung pada individu
dan kondisi) antara sekali setiap satu atau dua hari hingga beberapa kali
dalam sehari. Feses untuk pemeriksaan, sebaiknya yang berasal dari
deteksi spontan (tanpa bantuan obat pencahar), jika pemeriksaan sangat
diperlukan, dapat pula sampel tinja diambil dari rectum dengan cara
colok dubur (Kemenkes, 2017a).
d. Sputum
Sputum adalah bahan yang dikeluarkan dari paru, bronchus, dan
trachea melalui mulut. Biasanya juga disebut dengan expectoratorian.
Orang dewasa normal bisa memproduksi mukus (secret kelenjar)
sejmlah 100 ml dalam saluran nafas setiap hari. Mukus ini digiring ke
faring dengan mekanisme pembersihan silia dari epitel yang melapisi
saluran pemafasan. Pengelolaan spesimen yaitu masukkan dahak
kedalam tabung steril yang berisi NAOH 4% sama banyak. Kocok
dengan baik, inkubasi pada suhu kamar (25- 30°c) selama 15-20 menit
dengan pengocokan teratur tiap 5 menit. Sentrifus stabung dengan
kecepatan tinggi selama 8-10 menit. Buang supernatan ke dalam larutan
lysol. Ambil endapannya untuk dilakukan pemeriksaan (Kemenkes,
2017a).
e. Pus (Nanah)
Pus (nanah) adalah suatu cairan hasil proses peradangan yang
terbentuk dari sel-sel leukosit. Pus merupakan suatu campuran neutrofil
dan bakteri (yang hidup, dalam proses mati, dan yang mati), debris
seluler, dan gelembung minyak. Infeksi bakteri sering menyebabkan
konsentrasi netrofil lebih tinggi di dalam jaringan dan banyak dari sel
ini mati serta membebaskan enzim-enzim hidrolisis(Kemenkes, 2017a).

44
f. Serum
Serum Yaitu komponen sel darah, juga bukan faktor koagulasi,
serum adalah plasma darah tanpa fibrinogen. Serum terdiri dari semua
protein (yang tidak digunakan untuk pembekuan darah) termasuk cairan
elektrolit, antibody, dan hormone (Khasanah, 2015). Cara mendapatkan
serum yaitu yang pertama memasukkan darah yang sudah beku ke
dalam centrifuge untuk dilakukan pemusingan. Mengatur posisi tabung
dalam centrifuge dengan posisi yang seimbang. Melakukan pemusingan
dengan kecepatan 3.000 rpm dalam waktu 10 menit. Mengambil serum
yang keluar untuk dilakukan pemeriksaan (Kemenkes, 2017a).
g. Plasma
Plasma adalah bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah,
warnanya bening kekuning-kuningan. Hampir 90% dari plasma darah
adalah air.Plasma bekerja sebagai medium (prantara) untuk penyaluran
makanan, mineral, lemak, glukosa dan asam amino ke jaringan, juga
merupakan medium untuk mengangkut bahan buangan seperti urea,
asam urat, dan sebagian dari karbon dioksida (Kemenkes, 2017a).
h. Sperma
Dilansir dari The Health Site, sperma adalah cairan yang
mengandung sel-sel reproduksi laki-laki yang berukuran mikroskopis.
Cairan ini biasa dimasukkan ke sistem reproduksi wanita selama
berhubungan seksual dan bisa membentuk janin jika 43 berhasil
membuahi sel telur wanita (Kemenkes, 2017a).
i. Sekret Uretra
Cara pengambilan sekret uretra yaitu bersihkan terlebih sekitar
lubang kemaluan dengan NaCl fisiologi steril, kemudian sekret
dikeluarkan dengan meekan atau mengurut uretra dari pangkal ke
ujung, sekret yang keluar diambil dengan lidi kapas steril atau sengkelit
(Kemenkes, 2017a).
j. Secret Vagina

45
Cara pengambilan sekret vagina yaitu spekulum dibasahi terlebih
dahulu, masukkan lidi kapas steril ke dalam fornix posterior sedalam 2-
3 cm putar searah jarum jam lalu diamkan 5-10 menit (Permenkes,
2013).
k. Swab Rectum
Cara pengambilan swab rektum yaitu pasien dalam posisi
menungging dan memasukkan lidi kapas sterill sedalam 3 cm ke dalam
saluran anal, putar beberapa detik untuk mendapatkan sekret dari crypta
di dalam lingkaran anal (Permenkes, 2013).
l. Swab Rectum
Cara pengambilan sampel swab orofaring yaitu kepala ditegakkan
dan tangan petugas memegang bagian belakang kepala penderita,
masukkan lidi dacron ke dalam rongga hidung posisi lidi tegak lurus
panjang lidi yang masuk kira-kira ½ jarak ujung hidung sampai telinga,
masukkan sampai menyentuh dinding belakang nasofaring, kemudian
tarik keluar, kemudian lidi dacron kedalam media transpor atau
langsung tanam pada media isolasi (Permenkes, 2013).
m. Swab Nasofaring
Cara pengambilan sampel swab orofaring yaitu kepala ditegakkan
dan tangan petugas memegang bagian belakang kepala penderita,
masukkan lidi dacron hingga menyentuh dindng belakang faring dan
panjang lidi yang masuk kira-kira ½ jarak ujung hidung sampai telinga,
masukkan sampai menyentuh dinding 44 belakang nasofaring,
kemudian tarik keluar, kemudian lidi dacron kedalam media transpor
atau langsung tanam pada media isolasi (Permenkes, 2013).
n. Swab Orofaring
Cara pengambilan sampel yaitu kepala ditegakan dan tangan petugas
memegang bagian belakang kepala penderita, masukan lidi dacron
jangan menggunakan kapas atau swab yang mengandung calcium
alginat atau swab kapas dengan tangkai kayu, karena mungkin
mengandung substansi yang dapat menghambat menginfeksi virus dan
dapat menghambat proses pemeriksaan. Lakukan swab pada lokasi

46
yang diduga terdapat koplik spot/bercak koplik (biasanya belakang
faring) dan hindarkan menyentuh bagian lidah. Kemudian masukkan
swab orofaring sesegara mungkin ke dalam cryotube yang berisi VTM.
5. Metode Pemeriksaan
Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan dalam memilih metode yaitu
(Permenkes, 2013).
a. Tujuan pemeriksaan
Tujuan melakukan suatu pemeriksaan antara lain untuk uji saring,
diagnostik dan evaluasi hasil pengobatan serta surveilans. Tiap tujuan
pemeriksaan memerlukan sensitivitas dan spesifisitas yang berbeda-
beda, sehingga perlu dipilih metode yang sesuai karena setiap metode
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang berbeda-beda
pula.Sensitivitas yang baik adalah yang mendekati 100%. Sensitivitas
analitik sering kali diartikan sebagai batas deteksi, yaitu kadar terendah
dari suatu analit yang dapat dideteksi oleh suatu metode. Pemeriksaan
dengan sensitivitas tinggi terutama dipersyaratkan pada pemeriksaan
untuk tujuan skrining.Spesifisitas yang baik adalah yang mendekati
100%. Spesifisitas analitik berkaitan dengan kemampuan dan akurasi
suatu metode untuk memeriksa suatu analit tanpa dipengaruhi zat-zat
lain. Sensitivitas 100% jarang diikuti dengan Spesifisitas 100% dan
sebaliknya. Metode yang baik adalah metode yang memberikan
sensitivitas dan spesifisitas setinggi mungkin. Tidak ada satupun
metode yang bebas dari positif palsu atau negatif palsu.
b. Kecepatan hasil pemeriksaan yang diinginkan
Mengingat hasil pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan dalam
pengambilan keputusan, maka waktu pemeriksaan yang diperlukan
sampai diperolehnya hasil untuk berbagai metode perlu
dipertimbangkan. Misalnya pasien di unit gawat darurat memerlukan
metode pemeriksaan yang dapat memberikan hasil yang cepat untuk
keperluan diagnostik dan pengobatan.

47
6. Bahan
Adapun bahan yang sering digunakan di laboratoriu yaitu :
a. Bahan Standar
Bahan standar adalah zat-zat yang konsentrasi atu kemurniannya
diketahui dan diperoleh dengan penimbangan. Ada 2 macam standar,
yaitu :
1) Bahan Standar Primer
Merupakan zat termurni dalam kelasnya, yang menjadi standar
untuk semua zat lain. Bahan standar primer umunya mempunyai
kemurnian > 99%, bahkan banyak yang kemurniannya 99,9%.
Kemurnian bahan standar primer dapat dilihat pada sertifikat analisis
(CoA= Certificate of Analysis) tertelusur ke Standard Reference
Material (SRM) (Permenkes, 2013).
2) Bahan Standar Sekunder
Merupakan zat-zat yang konsentrasi dan kemurniannya ditetapkan
melalui analisis dengan perbandingan terhadap bahan standar primer
(Permenkes, 2013).
b. Bahan Kontrol
Bahan kontrol adalah bahan yang digunakan untuk memantau
ketepatan suatu pemeriksaan di laboratorium, atau untuk mengawasi
kualitas hasil pemeriksaan sehari-hari. Bahan kontrol dapat dibedakan
berdasarkan:
1) Sumber bahan kontrol
Ditinjau dari sumbernya, bahan kontrol dapat berasal dari
manusia, binatang atau merupakan bahan kimia murni (tertelusur ke
Standard Reference Material/SRM).
2) Bentuk bahan kontrol
Menurut bentuk bahan kontrol ada bermacam-macam, yaitu
bentuk cair, bentuk padat bubuk (liofilisat) dan bentuk strip. Bahan
kontrol bentuk padat bubuk atau bentuk strip harus dilarutkan
terlebih dahulu sebelum digunakan.

48
3) Cara Pembuatan
Bahan kontrol dapat dibuat sendiri atau dapat dibeli dalam bentuk
sudah jadi. Ada beberapa macam bahan kontrol yang dibuat sendiri,
yaitu:
a) Bahan kontrol yang dibuat dari serum disebut juga serum
kumpulan (pooled sera). Pooled sera merupakan campuran dari
bahan sisa serum pasien yang sehari-hari dikirim ke laboratorium.
b) Bahan kontrol yang dibuat dari bahan kimia murni sering disebut
sebagai larutan spikes.
c) Bahan kontrol yang dibuat dari lisat, disebut juga hemolisat.
d) Kuman kontrol yang dibuat dari strain murni kuman (Permenkes,
2013).
Adapun macam bahan kontrol yang dibeli dalam bentuk sudah jadi
(komersial) yaitu:
a) Bahan kontrol Unassayed
Bahan kontrol unassayed merupakan bahan kontrol yang tidak
mempunyai nilai rujukan sebagai tolok ukur. Nilai rujukan dapat
diperoleh setelah dilakukan periode pendahuluan. Biasanya dibuat
kadar normal atau abnormal (abnormal tinggi atau abnormal
rendah). Kebaikan bahan kontrol jenis ini ialah lebih tahan lama,
bisa digunakan untuk semua tes, tidak perlu membuat sendiri.
Kekurangannya adalah kadang-kadang ada variasi dari botol ke
botol ditambah kesalahan pada rekonstitusi, sering serum diambil
dari hewan yang mungkin tidak sama dengan serum manusia.
Karena tidak mempunyai nilai rujukan yang baku maka tidak
dapat dipakai untuk kontrol akurasi. Pemanfaatan bahan kontrol
jenis ini untuk memantau ketelitian pemeriksaan atau untuk
melihat adanya perubahan akurasi.Uji ketelitian dilakukan setiap
hari pemeriksaan (Depkes, 2013).
b) Bahan kontrol Assayed

49
Bahan kontrol assayed merupakan bahan kontrol yang
diketahui nilai rujukannya serta batas toleransi menurut metode
pemeriksaannya. Harga bahan kontrol ini lebih mahal
dibandingkan jenis unassayed. Bahan kontrol ini digunakan untuk
kontrol akurasi dan juga presisi. Selain itu, bahan kontrol assayed
digunakan untuk menilai alat dan cara baru (Depkes, 2013).
7. Dokumen Mutu
Setiap laboratorium harus menyimpan dokumen-dokumen tersebut di
bawah ini Surat permintaan pemeriksaan laboratorium.
a. Hasil pemeriksaan laboratorium.
b. Surat permintaan dan hasil rujukan
c. Surat permintaan dan hasil rujukkan
Prinsip penyimpanan dokumen :
a. Semua dokumen yang disimpan harus asli dan harus ada bukti
verifikasi pada dokumen dengan tanda tangan oleh
penanggungjawab/supervisor laboratorium (hard copy).
b. Berkas laboratorium disimpan selama 5 tahun. Untuk kasus-kasus
khusus dipertimbangkan tersendiri.
c. Berkas anak-anak harus disimpan hingga batas usia tertentu sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
d. Berkas laboratorium dengan kelainan jiwa disimpan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
e. Untuk memudahkan penelusuran pada kasus-kasus tertentu misalnya
dipakai sebagai barang bukti. Salinan atau berkas hasil yang dilaporkan
harus disimpan sedemikian sehingga mudah ditemukan kembali.
Lamanya waktu penyimpanan dapat beragam, tetapi hasil yang telah
dilaporkan harus dapat ditemukan kembali sesuai kepentingan medis
atau sebagaimana dipersyaratkan oleh persyaratan nasional, regional
atau setempat (Permenkes, 2013).

A.
B.

50
C.
D.
E.
F. Kesehatan Keselamatan Kerja (K3)
1. Definisi
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) laboratorium merupakan bagian
dari pengelolaan laboratorium secara keseluruhan. Laboratorium melakukan
berbagai tindakan dan tindakan dan kegiatan terutama berhubungan dengan
spesimen yang berasal dari manusia maupun bukan manusia. Bagi petugas
laboratorium yang selalu kontak dengan spesimen, maka berpotensi
terinfeksi kuman patogen. Untuk mengurangi bahaya yang terjadi, maka
petugas laboratorium harus memahami kesehatan dan keselamatan kerja itu
sendiri (Manuba, 2016).
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) merupakan suatu upaya
perlindungan kepada tenaga kerja dan orang lain yang memasuki tempat
kerja terhadap bahaya dari akibat kecelakaan kerja. Tujuan dari kesehatan
dan keselamatan kerja adalah untuk mencegah, mengurangi, bahkan
menanggulangi resiko penyakit dan kecelakaan 49 akibat kerja serta
meningkatkan derajat kesehatan para pekerja sehingga produktivitas kerja
meningkat (Manuba, 2016).
2. Ruang Lingkup
a. Petugas/Tim K3 Laboratorium
Pengamanan kerja di laboratorium pada dasarnya menjadi tanggung
jawab setiap petugas terutama yang berhubungan langsung dengan proses
pengambilan spesimen, bahan dan reagen pemeriksaan. Untuk
mengkoordinasikan, menginformasikan, memonitor dan mengevaluasi
pelaksanaan keamanan laboratorium, terutama untuk laboratorium yang
melakukan berbagai jenis pelayanan dan kegiatan pada satu sarana,
diperlukan suatu Tim fungsional keamanan laboratorium (Permenkes,
2013).
Kepala laboratorium adalah penanggung jawab tertinggi dalam
pelaksanaan K3 laboratorium. Dalam pelaksanaannya kepala

51
laboratorium dapat menunjuk seorang petugas atau membentuk tim K3
laboratorium. Petugas atau tim K3 laboratorium mempunyai kewajiban
merencanakan dan memantau pelaksanaan K3 yang telah dilakukan oleh
setiap petugas laboratorium, mencakup (Permenkes, 2013):
Kepala laboratorium adalah penanggung jawab tertinggi dalam
pelaksanaan K3 laboratorium. Dalam pelaksanaannya kepala
laboratorium dapat menunjuk seorang petugas atau membentuk tim K3
laboratorium. Petugas atau tim K3 laboratorium mempunyai kewajiban
merencanakan dan memantau pelaksanaan K3 yang telah dilakukan oleh
setiap petugas laboratorium, mencakup (Permenkes 2013):
1) Melakukan pemeriksaan dan pengarahan secara berkala terhadap
metode/prosedur dan pelaksanaannya, bahan habis pakai dan
peralatan kerja, termasuk untuk kegiatan penelitian.
2) Memastikan semua petugas laboratorium memahami dan dapat
menghindari bahaya infeksi.
3) Melakukan penyelidikan semua kecelakaan didalam laboratorium
yang memungkinkan terjadinya pelepasan/kebocoran/penyebaran
bahan infrktif.
4) Melakukan pengawasan dan memastikan semua tindakan
dekontaminasi yang telah dilakukan jika ada tumpahan/percikan
bahan infektif.
5) Memastikan bahwa tindakan desinfeksi telah dilakukan terhadap
peralatan laboratorium yang akan di servis atau di perbaiki
6) Menyediakan kepustakaan/ rujukan K3 yang sesuai dan informasi
untuk petugas laboratorium tentang perubahan prosedur, metode,
petunjuk teknis dan pengenalan pada alat yang baru.
7) Menyusun jadwal kegiatan pemeliharaan kesehatan bagi petugas
laboratorium
8) Memantau petugas laboratorium yang sakit atau absen yang
mungkin berhubungan dengan pekerjaan dilaboratorium dan
melaporkannya pada pimpinan laboratorium.

52
9) Memastikan bahwa bahan bekas pakai dan limbah infektif dibuang
secara aman setelah melalui proses dekontaminasi sebelumnya
10) Mengembangkan system pencatatan, yaitu tanda terima, pencatatan
perjalanan dan pembuangan bahan patogenik serta mengebangkan
prosedur untuk pemberitahuan kepada petugas laboratorium tentang
adanya bahan infektif yang baru di dalam laboratorium
11) Memberitahu kepala laboratorium mengenai adanya mikroorganisme
yang harus dilaporkan kepada penjabat kesehatan setempat ataupun
nasional dan badan tertentu.
12) Membuat sistem panggil untuk keadaan darurat yang timbul di luar
jam kerja.
13) Membuat rencana dan melaksanakan pelatihan K3 laboratorium bagi
seluruh petugas laboratorium.
14) Mencatat secara rinci setiap kecelakaan kerja yang terjadi di
laboratorium dan melaporkannya kepada kepala laboratorium. Setiap
laboratorium sebaiknya membuat pokok-pokok K3 laboratorium
yang penting dan ditempatkan 51 di lokasi yang mudah dibaca oleh
setiap petugas laboratorium (Permenkes, 2013).
b. Kesehatan Petugas Laboratorium
Pada setiap calon petugas laboratorium harus dilakukan pemeriksaan
kesehatan lengkap termasuk foto toraks.Keadaan kesehatan petugas
laboratorium harus memenuhi standar kesehatan yang telah ditentukan di
laboratorium.
Untuk menjamin kesehatan para petugas laboratorium harus
dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1) Pemeriksaan foto toraks setiap tahun bagi petugas yang bekerja
dengan bahan yang diduga mengandung bakteri tuberkulosis,
sedangkan bagi petugas lainnya, foto toraks dilakukan setiap 3 tahun.
2) Pemberian imunisasi setiap laboratorium harus mempunyai program
imunisasi, terutama bagi petugas yang bekerja di laboratorium
tingkat keamanan biologis 2, 3 dan 4. Vaksinasi yang diberikan yaitu
vaksinasi Hepatitis B untuk semua petugas laboratorium, vaksinasi

53
Rubella untuk petugas wanita usia reproduksi. Pada wanita hamil
dilarang bekerja dengan TORCH (Toxoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus dan Herpes virus).
3) Perlindungan terhadap sinar Ultra Violet Petugas laboratorium yang
bekerja dengan sinar ultra violet harus menggunakan pakaian
pelindung khusus dan alat pelindung mata.
4) Pemantauan kesehatan setiap petugas laboratorium harus selalu
dipantau, untuk itu setiap petugas harus mempunyai kartu kesehatan
yang selalu dibawa setiap saat dan diperlihatkan kepada dokter bila
petugas tersebut sakit. Minimal setiap tahun dilaksanakan
pemeriksaan kesehatan rutin termasuk pemeriksaan laboratorium.
Bila petugas laboratorium sakit 52 lebih dari 3 hari tanpa keterangan
yang jelas tentang penyakitnya, maka petugas yang bertanggung
jawab terhadap K3 laboratorium harus melapor pada kepala
laboratorium tentang kemungkinan terjadinya pajanan yang
diperoleh dari laboratorium dan menyelidikinya (Permenkes, 2013).
c. Sarana dan Prasarana K3 Laboratorium
Sarana dan prasarana K3 laboratorium umum yang perlu disiapkan
di laboratorium adalah :
1) Jas laboratorium sesuai standar.
2) Sarung tangan.
3) Masker.
4) Alas kaki/sepatu tertutup.
5) Wastafel yang dilengkapi dengan sabun (skin disinfectant) dan air
mengalir.
6) Lemari asam (fume hood), dilengkapi dengan exhaust ventilation
system.
7) Pipetting aid, rubber bulb.
8) Kontainer khusus untuk insenerasi jarum, lanset.
9) Pemancur air (emergency shower).

54
10) Kabinet keamanan biologis kelas I atau II atau III (tergantung dari
jenis mikroorganisme yang ditangani dan diperiksa di laboratorium)
(Permenkes, 2013).
d. Keselamatan Pasien (Patient Safety)
Keselamatan pasien atau keamanan pasien merupakan suatu hal yang
wajib dilakukan oleh setiap pelayanan kesehtan untuk kenyamanan
pasien.Keselamatan pasien meliputi mengidentifikasi pasien dengan
benar, penempatan pasien yang tepat untuk pemberian pengaman tempat
tidur yang cukup, pegangan khusu pada kamar mandi dengan tujuan
menghindari pasie jatuh serta memberikan pelayanan dengan maksimal
dan berlaku adi kepada semua pasien (Kemenkes, 2017).
1) Alat Pelindung Diri (APD )
Alat pelindung diri merupakan ketentuan yang harus digunakan
sebagai pelindung saat bekerja.Tujuan dari penggunaan alat pelindung
diri adalah untuk melindungi petugas dari bahaya, penularan penyakit
dan kontak langsung atau terpapar dengan pasien yang sedang
diperiksa.Pencegahan bahaya atau kecelakaan kerja adalah upaya
perlindungan diri dari bahan infeksi dan kecelakaan kerja (Zahara
Effendi, dan Khairani,2017). Menurut (Kementerian Kesehatan, 2017)
ada beberapa alat pelindung diri yang harus digunakan pada saat
berada dilaboratorium, yaitu :
a) Jas Laboratorium
Jas laboratorium adalah salah satu alat pelindung diri yang
wajib digunakan oleh para pekerja dilingkungan laboratorium. Hal
ini berarti bahwa jas lab tidak hanya digunakan oleh para analis
tapi juga para pekerja lain yang berada di dalam laboratorium.
Penggunaan jas lab juga menjadi seragam sederhana bagi para
professional dibidang laboratorium. Sesuai dengan fungsinya
penggunaan jas lab ditujukan agar para pemakainya terhindar dari
paparan atau percikan bahan kimia yang digunakan. Untuk itu,
sangat tidak disarankan menggunakan jas lab lengan pendek
(Kemenkes, 2017).

55
Gambar 2.17
Jas laboratorium
Sumber : Kemenkes 2017

b) Pelindung kepala
Pelindung kepala adalah alat pelindung yang berfungsi untuk
melindungi kepala. Untuk dilaboratorium biasanya digunakan
penutup kepala dari kain yang berfungsi untuk melindungi kepala
dari percikan bahan-bahan kimia (Kemenkes, 2017).

Gambar 2.18 Alat Pelindung kepala


Sumber : Kemenkes 2017

c) Masker
Masker digunakan untuk melindungi wajah dan membrane
mukosa mulut dari ciptratan darah dan cairan tubuh dari pasien atau
permukaan lingkungan udara dari petugas pada saat batuk atau
bersin. Masker yang digunakan harus menutupi hidung dan mulut
serta melakukan fit Test (penekanan dibagian hidung ) (Kemenkes,
2017).

56
Gambar 2.19 masker
Sumber : Kemenkes 2017
d) Pelindung kaki
Tujuan dari pemakaian sepatu pelindung adalah melindungi
kaki petugas dari tumpahan/percikan darah atau cairan tubuh
lainnya dan mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam atau
kejatuhan alat kesehatan, sepatu tidak boleh berlubang agar
berfungsi optimal (Kemenkes, 2020).

Gambar 2.20 pelindung kaki


Sumber : Kemenkes 2017

e) Sarung tangan
Sarung tangan melinudngi tangann dari bahan-bahan infeksius
atau bahan kimia. Sarung tangan digunakan pada saat menangani
sampel atau melakukan pemeriksaan.

Gambar 2.21 sarung tangan


Sumber : Kemenkes 2017

Terdapat tiga jenis sarung tangan, yaitu :


(1) Sarung tangan bedah (Steril)

57
Dipakai sewaktu melakukan tindakan infasif atau
pembedahan.
(2) Sarung tangan pemeriksaan (Bersih)
Dipakai untuk melindungi petugas pemberi pelayanan
kesehatan sewaktu melakukan pemeriksaan atau pekerjaan
rutin.
(3) Sarung tangan rumah tangga
Dipakai sewaktu memproses peralatan mengenai bahan bahan
terkontaminasi dan sewaktu membersihkan permukaan yang
terkontaminasi (Kemenkes, 2017).

2) Instruksi Kerja Alat Pelindung Diri (APD) :


a) Prosedur penggunaan alat pel indung diri yang benar :
(1) Cuci tangan terlebih dahulu
(2) Memakai jas laboratorium lengan panjang dan tidak digunakan
diruangan lain
(3) Memakai masker untuk melindungi hidung dan mulut. Masker
sekali pakau, diganti seriap 4-6jam, jangan disimpan dalam
kantong jas lab, jangan digantung dileher atau dipakai gentian
(4) Memakai sarung tangan, gunakan sarung tangan yang berbeda
setiap pasien atau specimen
(5) Memakai alas kaki tertutup
(6) Jika diperlukan gunakan pelindung wajah/google, apron dan
penutup kepala
(7) Cuci tangan setelah memakai APD (Kemenkes RI, 2017).
b) Prosedur melepaskan Alat pelindung diri :
(1) Desinfeksi sepasangan sarung tangan bagian luar
(2) Desinfeksi celemek dan sepatu
(3) Lepaskan sepasang sarung tangan bagian luar
(4) Lepaskan celemek
(5) Desinfeksi tangan yang mengunakan sarung tangan

58
(6) Lepaskan pelindung mata dan kepala ( jika ada )
(7) Lepaskan masker
(8) Cuci tangan dengan sabun dan air bersih (Kemenkes RI,
2017).
3) Spill Kit
Spill kit adalah seperangkat alat yang digunakan untuk menangani
jika terjadi tumpahan baik berupa cairan tubuh pasien seperti darah,
muntah, urine, dahak atau bahan kimia lainnya agar tidak
membahayakan pekerja dan lingkungan sekitar. Tujuan dari spill kit
yaitu sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk mencegah
infeksi pada pelayanan kesehatan dan mencegah dampak akibat
tumpahan bahan kimia.
Komponen Spillkit meliputi : Sprayer Clorin 0.5%, Natrium
bikarbonat, celemek , kacamata google, sarung tangan, peringatan
“Awas tumpahan Bahan infeksius”, masker, serok + sapu kecil, pinset,
kresek kuning dan hitam.
Prosedur penggunaan Spill kit pada beberpa jenis tumpahan
a) Tumpahan darah dan cairan Tubuh :
(1) Ambil spill kit, papan peringatan, lap pel, ember berisi air
klorin 0,5 %.
(2) Pasang tanda bahaya awas lantai licin.
(3) Gunakan APD : Sarung tangan, masker dan celemek.
(4) Semprotkan cairan klorin 0,5% ke permukaan yang terkena
tumpahan.
(5) Bersihkan dengan kertas koran/tissue/kain lap lalu buang ke
kantong plastik kuning.
(6) Semprotkan cairan detergen lalu bersihkan dengan kain
pembersih sekali pakai.
(7) Buang kain pembersih ke kantong warna kuning.
(8) Bersihkan dengan kain pel yang telah dibasahi larutan clorin
0,5% (Mira, 2017).
b) Pecahan Kaca darah EDTA yang berisi darah

59
(1) Ambil spill kit, papan peringatan, lap pel, ember berisi air
klorin 0,5 %.
(2) Pasang tanda bahaya awas lantai licin.
(3) Gunakan APD : Sarung tangan, masker dan celemek.
(4) Ambil pecahan kaca menggunakan serokan dan tempatkan di
safety box.
(5) Bersihkan lantai dengan menggunakan air detergen dan pel
ulang dengan air bersih.
(6) Biarkan area yang dibersihkan mongering, lalurendam kain pel
dengan larutan clorin 0,5%.
(7) Lepaskan APD.
(8) Buang kekotak sampah infeksius.
(9) Lakukan kebersihan tangan (Mira, 2017).
c) Tumpahan Reagen
(1) Ambil spill kit, papan peringatan, lap pel, ember berisi air
klorin 0,5 %.
(2) Pasang tanda bahaya awas lantai licin.
(3) Gunakan APD : Sarung tangan, masker dan celemek.
(4) Lokalisir area tumpahan dengan menaburkan Natrium
Bikarbonatdisekitar area tumpahan.
(5) Kumpulkan bekas resapan menggunakan serokan ke dalam
plastik hitam.
(6) Bersihkan lantai menggunakan airdeterjen dan pel ulang
dengan air bersih.
(7) Biarkan area yang dibersihkan mengering.
(8) Rendam kain pel dengan larutan klorin 0,5 %.
(9) Lepas APD
(10) Buang ke kotak sampah infeksius berwarna kuning.
(11) Lakukan kebersihan tangan (Mira, 2017).
4) Limbah
a) Definisi Limbah

60
Laboratorium dapat menjadi salah satu sumber penghasil
limbah cair, padat dan gas yang berbahaya bila tidak ditangani
secara benar. Karena itu pengolahan limbah harus dilakukan
dengan semestinya agar tidak menimbulkan dampak negative
(Permenkes, 2013).
b) Jenis-jenis Limbah
(1) Limbah Non-Medis
Limbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan
dari kegiatan di luar medis yang berasal dari dapur, 59
perkantoran, taman dan halaman yang dapat dimanfaatkan
kembali apabila ada teknologi. Penyimpanan pada tempat
sampah berpelastik hitam (Permenkes, 2014).

(2) Limbah Medis


Limbah medis adalah limbah yang berasal dari pelayanan
medik, perawatan gigi, farmasi, penelitian, pengobatan,
perawaran atau pendidikan yang menggunakan bahan_bahan
yang beracun, infeksius, berbahaya atau membahayakan
kecuali jika dilakukan peengamanan tertentu (Permenkes,
2014).
c) Pengolahan Limbah
(1) Limbah Non-Medis
(a) Pewadahan limbah padat non medis harus dipisahkan dari
limbah padat medis dan ditampung dalam kantong plastik
warna hitam.
(b) Setiap wadah limbah padat harus dilapisi kantong plastik
warna hitam sebagai pembungkus limbah padat dengan
lambang “domestik” warna putih.
(c) Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat,
kedap air dan mempunyai permukaan yang mudah
dibersihkan.

61
(d) Limbah tidak boleh dibiarkan dalam wadah melebihi 3 x
24 jam atau apabila 2/3 bagian kantong sudah terisi oleh
limbah.
(e) Bila kepadatan lalat di sekitar tempat limbah padat
melebihi dua ekor per-block grill, perlu dilakukan
pengendalian lalat.
(f) Bila di tempat pengumpulan sementara tingkat kepadatan
lalat melebihi dari 20 ekor per-block grill atau tikus
terlihat pada siang hari, harus dilakukan pengendalian dan
dalam keadaan normal harus 60 dilakukan pengendalian
serangga dan binatang minimal satu bulan sekali.
(g) Dilakukan pemilahan limbah padat non medis antara
limbah yang dapat dimanfaatkan dengan limbah yang
tidak dapat dimanfaatkan dan pemilahan limbah non
medis basah dan limbah kering.
(h) Pengangkutan limbah dari setiap ruangan ke tempat
penampung sementara menggunakan troli tertutup.
(i) Tersedia tempat penampung limbah non medis sementara
dipisahkan antara yang limbah yang dapat dimanfaatkan
dengan limbah yang tidak dapat dimanfaatkan. Tempat
tersebut tidak merupakan sumber bau dan lalat bagi
lingkungan sekitar.
(j) Tempat penampung sementara limbah harus kedap air,
bertutup dan selalu dalam keadaan tertutup bila sedang
tidak diisi serta mudah dibersihkan.
(k) Terletak pada lokasi yang mudah dijangkau kendaraan
pengangkut limbah dan dikosongkan minimal 1 x 24 jam.
(l) Upaya untuk mengurangi volume, merubah bentuk atau
memusnahkan limbah padat dilakukan pada sumbernya.
Limbah yang masih dapat dimanfaatkan hendaknya
dimanfaatkan kembali untuk limbah padat organik dapat
diolah menjadi pupuk.

62
(m) Limbah padat umum (domestik) dibuang ke lokasi
pembuangan akhir yang dikelola oleh pemerintah daerah
(Pemda) atau badan lain sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku (Permenkes, 2014)
(2) Limbah Medis Padat
(a) Pemilihan limbah harus dilakukan mulai dari sumber yang
menghasilkan limbah.
(b) Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan
dari limbah yang tidak dimanfaatkan kembali.
(c) Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah
tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya.
Wadah tersebut harus anti bocor, anti tusuk dan tidak
mudah untuk dibuka sehingga orang yang tidak
berkepentingan tidak dapat membukannya.
(d) Jarum dan syringes harus dipisahkan sehingga tidak dapat
digunakan kembali dan tidak dianjurkan untuk
dimanfaatkan kembali.
(e) Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali
harus melalui proses sterilisasi, untuk menguji efektifitas.
Sterilisasi panas harus dilakukab tes Bacillus
stearothermophilus dan untuk sterilisasi kimia harus
dilakukan tes Bacillus subtilis.
(f) Wadah limbah medis padat terubuat dari bahan yang kuat,
ringan, tahan karat, kedap air dan mempunyai permukaan
yang halus pada bagian dalam dahn harus terpisah dengan
limbah non medis.
(g) Untuk benda-benda tajam hendaknya ditampung pada
tempat khusus (sefety box).
(h) Wadah limbah medis padat infeksius dan sitotoksik yang
tidak langsung kontak dengan limbah harus segera
dibersihkan dengan larutan disifektan.

63
(i) Limbah benda tajam harus diolah dengan insinerator bila
memungkinkan dan dapat diolah bersama dengan limbah
infeksius lainnya.
(j) Setelah insinerasi atau disinfeksi, residunya dapat dibuang
ke tempat pembuangan B3 atau dibuang ke landfill jika
residunya sudah aman.
(k) Limbah sitotoksis sangat berbahaya dan tidak boleh
dibuang dengan penimbunan. Pembuangan yang
dianjurkan adalah dikembalikan ke perusahaan penghasil
atau distributornya.
(l) Limbah bahan kimia biasa yang tidak bisa didaur ulang
seperti gula, asam amino dan garam tertentu dapat dibuang
ke saluran air kotor.
(3) Limbah Media Cair
(a) Limbah cair harus dikumpulkan dalam kontainer yang
sesuai dengan karakteristik bahan kimia dan radiologi,
volume dan prosedur penanganan dan penyimpanan.
(b) Saluran pembuangan limbah harus menggunakan sistem
saluran tertutup, kedap air dan limbah harus mengalir
dengan lancar serta terpisah dengan saluran air hujan.
(c) Limbah harus diolah di Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) bila tidak mempunyai IPAL harus dikelola sesuai
ketentuan yang berlaku melalui kerjasama dengan pihak
lain yang berwenang.
(d) Frekuensi pemeriksaan kualitas limbah cair terolah
(effluent) dilakukan setiap bulan sekali swapantau dan
minimal tiga bulan sekali uji petik sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
(e) Limbah cair yang mengandung atau terkena zat radioaktif,
pengolahannya dilakukan sesuai ketentuan BATAN
(Permenkes, 2014).
d) Penanganan

64
Prinsip pengelolaan limbah adalah pemisahan dan
pengurangan volume.Jenis limbah harus diidentifikasi dan dipilah-
pilah dan mengurangi keseluruhan volume limbah secar
berkesinambungan. Memilah dan mengurangi volume limbah
klinis sebagai syarat keamanan yang penting untuk petugas
pembuangan sampah, petugas emergensi, dan masyarakat.
Dalam memilah dan mengurangi volume limbah harus
mempertimbangkan hal-hal berikut ini :
(1) Kelancaran penanganan dan penampungan limbah.
(2) Pengurangan jumlah limbah yang memerlukan perlakuan
khusus, dengan pemisahan limbah B3 dan non-B3.
(3) Diusahakan sedapat mungkin menggunakan bahan kimia non-
B3.
(4) Pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis
limbah untuk mengurangi biaya, tenaga kerja dan
pembuangan. Kunci pembuangan yang baik adalah dengan
memisahkan langsung limbah berbahaya dari semua limbah di
tempat penghasil limbah. Tempatkan masing_masing jenis
limbah dalam kantong yang sama untuk penyimpanan,
pengangkutan dan pembuangan untuk mengurangi
kemungkinan kesalahan petugas dan penanganannya.
e) Penampungan
Harus diperhatikan sarana penampungan limbah harus
memadai, diletakkan pada tempat yang pas, aman dan hygienis.
Pemadatan adalah cara yang efisien dalam penyimpanan limbah
yang bisa dibuang dengan landfill, namun pemadatan tidak boleh
dilakukan untuk limbah infeksius dan limbah benda tajam
(Permenkes, 2013).
f) Pemisahan Limbah
Untuk memudahkan mengenal berbagai jenis limbah yang
akan dibuang adalah dengan cara menggunakan kantong berkode
(umumnya menggunakan kode warna). Namun penggunaan kode

65
tersebut perlu perhatian secukupnya untuk tidak sampai
menimbulkan kebingunan dengan yang lain mungkin juga
menggunakan kode warna, misalnya kantong untuk linen biasa,
linen kotor, dan linen terinfeksi di rumah sakit dan tempat-tempat
perawatan (Permenkes, 2013).
Tabel 2.3 Kategori Warna Kantong Plastik
Warna Kantong Jenis Limbah
Hitam Limbah rumah tangga biasa, tidak digunakan untuk
menyimpan atau mengangkut limbah klinis.
Kuning semua jenis limbah yang akan dibakar
Kuning dengan Jenis limbah yang sebaiknya dibakar tetapi bisa
strip hitam dibuang di sanitary landfill bila dilakukan
pengumpulan terpisah dan pengaturan pembuangan.
Biru muda atau Limbah untuk autoclaving (pengolahan sejenis)
transparan dengan sebelum pembuanga akhir.
strip biru tua
Sumber : Permenkes, 2013

5) Tanda-tanda Bahaya
Tabel 2. 4 Simbol Bahan Kimia Berbahaya
Jenis-jenis tanda Keterangan
bahaya

Oxidizing (pengoksidasi)
Oxidizing atau bahan kimia bersifat
pengoksidasi, bahaya yang dapat ditimbulkan
adalah dapat menyebabkan kebakaran dengan
menghasilkan panas saat kontak dengan bahan
organik dan bahan preduksi. Tindakkan
pencegahannya adalah hindarkan bahan
oxidizing (O) dari panas reduktor. contohnya :
hydrogen peroksida, kalium perklorat.
(Subaima dkk, 2019)

66
Toxic (Beracun)
Toxic berarti bahan yang bersifat beracun. Bila
tertelan atau terhirup zat ini dapat
menyebabkan sakit yang serius bahkan
kematian. Tindakan pencegahan adalah jangan
ditelan dan jangan dihirup, hindari kontak
langsung dengan kulit. Contoh bahannya :
methanol, benzene(Lasia, 2013).

Explosive (mudah meledak)


Explosive memiliki simbol huruf ‘E’ dan
memiliki arti bahan kimia yang mudah
meledak dengan adanya panas atau percikan
bunga api, gesekan atau benturan. Tindakan
yang perlu kita lakukan adalah hindari
pukulan/benturan, gesekan, pemanasan, api
dan sumber nyala lain bahkan tanpa oksigen
atmosferik. Contoh bahan kimiannya adalah :
KCLO3, NH4NO3, Trinitro Toluena (TNT)
(Subaima dkk, 2019).

Flammable (Mudah Terbakar)


Simbol selanjutnya adalah flammable yang
berarti bahan kimia yang mempunyai titik
nyalah rendah, mudah terbakar dengan api
Bunsen, permukaan metal panas atau loncatan
bunga api. Jauhkan bahan kimia ini dari benda-
benda yang berpotensi mengeluarkan api
(Subaima dkk, 2019).

Irritant
Bahan yang dapat menyebabkan iritasi, gatal-
gatal dan dapat menyebabkan luka bakar pada
kulit. Hindari kontak langsung dengan kulit.
Contoh: NaOH, C6H5OH,Cl2. (Sumber:
Lasia,2013).

Harmful
Bahan yang dapat merusak kesehatan tubuh
bila kontak langsung dengan tubuh atau
melalui inhalasi. Jangan dihirup, jangan ditelan
dan hindari kontak langsung dengan kulit.
Contoh: Etilen glikol, Diklorometan (Sumber:
Lasia,2013).

67
Corrosive
Bahan yang bersifat korosif, dapat merusak
jaringan hidup, dapat menyebabkan iritasi pada
kulit, gatal-gatal dan dapat membuat kulit
mengelupas. Hindari kontak langsung dengan
kulit dan hindari dari benda-benda yang
bersifat logam. Contoh HCL (Asam
sitrat),H2SO4 (Natrium hidroksida), NaOH
(>2%) (Sumber: Lasia,2013).

6) Alat Pemadam Api Ringan (APAR)


Alat Pemadam Api Ringan) atau file extinguisher adalah alat yang
digunakan untuk memadamkan api atau mengendalikan kebakaran
kecil.Alat Pemadam Api Ringan (APAR) pada umumnya berbentuk
tabung yang diisikan dengan bahan pemadam api yang bertekanan
tinggi. Dalam hal kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).APAR
merupakan peralatan wajib yang harus dilengkapi oleh setiap instansi
dalam mencegah terjadinya kebakaran yang dapat mengancam
keselamatan pekerja dan asset intansi tersebut. APAR (Alat Pemadam
Api Ringan) merupakan salah satu syarat yang harus ada disetiap
(Kemenkes, 2017).

Tabel 2.5 Jenis-jenis Alat Pemadam Api


No Jenis APAR Keteangan
1 Tabung Water Alat pemadan api jenis air merupakan alat pemadan
api yang menggunakan air untuk memadamkan api.
Alat pemadan ini menggunakan air dan karbon
dioksida sebagai nahan pemadan. Jenis pemadam
ini cocok untuk memadamkan api yang membakar
kertas dan kayu.

2 Tabung Foam
Alat pemadam api yang menggunakan bahan kimia
yang dapat membentuk busa yang stabil dan
didorong dengan karbon dioksida pada saat keluar
dari tabung. AFF Foam (busa) yang keluar akan
menyelimuti bahan yang tebakar sehingga dapat
memadamkan api karena oksigen tidak bisa masuk
untuk proses kebakaran.

68
3 Dry Chemical
Powder Dry Chemical Powder merupakan alat pemadan api
yang mengandung serbuk kering yang bersifat inert
seperti serbuk silica yang dicampur dengan serbuk
sodium bikarbonat. Serbuk dipompa keluar tabung
dengan bantuan gas karbon dioksida yang berasal
dari catridge. Serbuk yang dikeluarkan akan
menyelimuti bahan yang terbakar sehingga
memisahkan oksigen yang merupakan salah satu
komponen kebakaran.

4 Carbon Dioxide
Alat pemadam api ini merupakan alat pemadam
yang menggunakan CO2 (karbon dioksida) sebagai
bahan pemadam. Alat pemadam ini akan
mengeluarkan awan karbon dioksida dan partikel
COP pada saat digunakan.

5 Vapourising
Liquid
Tabung ini adalah tabung yang digunakan pada
kelas A,B,C dan D yang menyelimuti bahan yang
terbakar sehingga dapat memadamkan api karena
oksigen tidak bisa masuk untuk proses kebakaran.

Sumber: Kemenkes RI, 2017

Cara penggunaan APAR secara umumnya :


1) Tarik kunci pengaman
2) Arahkan ke dasar api
3) Tekan gangang
4) Dan sapukan kearah kiri dan kanan api (Damkar, 2020).

69
G. Kerangka Teori

Pemeriksaan Darah Lengkap

1. Hemoglobin
2. Eritrosit
3. Leukosit
4. Trombosit
5. Hematokrit
6. Mean Cospuscular Volume (MCV)
7. Mean Cospuscular Hemoglobin
(MCH)
8. Mean Cospuscular Hemogblobin
Manual Concentration (MCHC) Otomatis
9. RDW-CV
10. RDW-SD
70
Hematology Analyzer Mindray
Metode manual pada pemeriksaan darah
lengkap meliputi:
1.Hemoglobin dengan metode cyanmeth
2.Hitung leukosit dilakukan dengan
menghitung leukosit secara visual dengan Quality Assayed
mikroskop.
3.Hitung eritrosit dilakukan dengan
menggunakan bilik hitung dan mikroskop.
4.Hitung trombosit dilakukan dengan
menggunakan kamar hitung dan mikroskop.
5.Pemeriksaan secara manualdilakukan GLP PMI K3 Lab
dengan melakukan pemeriksaan kadar Hb,
Hematokrit,dan hitung eritrosit kemudian
hasil pemeriksaan ketiga parameter tersebut
digunakan untuk menghitung nilai MCV,
MCH, MCHC.
6.Hitung jenis leukosit dilakukan dengan Pra Pasca
menggunakan apusan darah dibawah Analitik Analitik
Analitik
mikroskop.

71

Anda mungkin juga menyukai