Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Transfusi darah merupakan salah satu bagian penting dalam bidang kesehatan. Secara
keseluruhan, transfusi darah dibutuhkan untuk menangani pasien yang mengalami perdarahan masif,
pasien anemia berat, pasien yang hendak menjalani tindakan operasi, pasien dengan kelainan darah
bawaan dan sebagainya. Transfusi darah menyelamatkan nyawa dan meningkatkan kualitas kesehatan,
tetapi banyak pasien yang membutuhkan transfusi tidak memiliki akses yang tepat untuk mendapat
darah yang aman (WHO, 2016).

Di Unit Transfusi Darah (UTD) PMI Kota Batam terdapat tiga jenis

pendonor darah, yaitu donor pengganti/keluarga, donor sukarela dan donor apheresis. Donor
keluarga/donor pengganti adalah donor yang menyumbangkan darahnya untuk mengganti darah yang
telah diambil dari UTD untuk keluarga/teman mereka. Donor sukarela adalah donor yang
menyumbangkan darahnya tanpa imbalan. Dan donor darah Apheresis ialah donor darah yang hanya
mengeambil komponen yang dibutuhkan saja dan komponen yang tidak dibutuhkan dikembalikan ke
dalam tubuh.

Pentingnya ketersediaan darah di bank darah (UTD-PMI) karena untuk memenuhi kebutuhan
akan transfusi darah yang dapat terjadi kapan saja seperti untuk korban kecelakaan yang dalam kondisi
gawat darurat yang membutuhkan transfusi darah, pasien operasi mayor seperti operasi jantung, bedah
perut, seksio sesarea, para penderita penyakit darah seperti talasemia, namun ketersediaan stok darah
di PMI sering kali tidak mencukupi kebutuhan di masyarakat. Kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang manfaat donor darah bagi kesehatan si donor dan banyaknya mitos-mitos yang berkembang di
Indonesia tentang dampak negatif dari donor darah sering menyebabkan hal ini berlaku. Beberapa mitos
negatif yang berkembang di masyarakat seputar donor darah antara yaitu donor darah dapat membuat
kita gemuk, membuat badan lemas, wanita tidak boleh mendonorkan darah, menimbulkan kecanduan
(Palang Merah Indonesia, 2009).

Mahasiswa dianggap sebagai bagian yang sangat penting dari seluruh populasi donor darah.
Retensi mereka sebagai donor akan membentuk reservoir darah yang cukup besar. Namun, tampaknya
kelompok ini terutamanya mahasiswi mempunyai kesadaran dan motivasi yang kurang untuk
mendonorkan darah (Amatya M, 2013).

Tak banyak yang tahu bahwa proses pengolahan darah di Palang Merah Indonesia (PMI) begitu
sulit dan memerlukan banyak waktu. Secara keseluruhan darah pendonor baru siap diberikan kepada
seseorang itu butuh waktu sekitar 5 jam. Yaitu melalui proses :

1. Darah dipisahkan berdasarkan golonganya


2. Pemisahan darah (Pembuatan Komponen)
3. Pelabelan
4. Screening darah
5. Uji cocok serasi ( Crossmatching )
ANATOMI DAN FISIOLOGI DARAH
Fungsi darah terdiri atas:
1. Sebagai alat pengangkut :
a) Mengambil oksigen/ zat pembakaran dari paru-paru untuk diedarkanke seluruh bagian tubuh. 
b) Mengangkat karbon dioksida dari jaringan untuk di keluarkan melaluiparu-paru.
c) Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dandibagikan keseluruh jaringan.
d) Mengangkat/mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuhuntuk dikeluarkan melalui kulit
dan ginjal.
e) Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dan racundalam tubuh dengan perantara
leukosit dan antibodi/ zat-zat antiracun.
f) f.Menyebarkan panas keseluruh tubuh.
g) Mengedarkan hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar endokrin yangdilakukan olehplasma darah.
h) h.Menutup luka yang dilakukan oleh keping-keping darah
i)
Komposisi darah :
1) Plasma 55 % dari volume darah
2) Sel darah 45 % dari volume darah

Komposisi plasma :

1) Air ;(90-92 %) sebagai pelarut, absorbsi danpelepasan panas


2) Proteina. Albumin; dihasilkan di hati. Berfungsimempertahankan tekanan osmotik
agarnormal (25 mmHg)b. Globulin ; berfungsi untuk respon imunc. Fibrinogen ;
berfungsi untuk pembekuandarah

Komposisi sel darah


1. Leukosit
a. Granulosit (neutrofil, eosinofil, basofil)
b. Agranulosit (monosit, limfosit)
c. Limfosit: ada dua jenis limposit2.
2. Eritrosit : sel ini berbentuk cakram bikonkaf, tanpa inti,berdiameter 7-8 mikrometer.
3.Trombosit : merupakan keping darah, asalnya dari selmegakariosit dalam sumsum tulang
4.Hemoglobin : protein kompleks terdiri atas protein, globin danpigmen hem (mengandung besi).
Macam-Macam Komponen Darah

1. Whole blood
Whole blood (darah lengkap) biasanya disediakan hanya untuk transfusi padaperdarahan masif.

2. Packed Red Blood Cell (PRBC)


PRBC mengandung hemoglobin yang sama dengan whole blood, bedanyaadalah pada jumlah
plasma, dimana PRBC lebih sedikit mengandung plasma.

3.Plasma Beku Segar (Fresh Frozen Plasma)


Fresh frozen plasma (FFP) mengandung semua protein plasma (faktorpembekuan)

4.Trombosit
Transfusi trombosit diindikasikan pada pasien dengan trombositopenia berat(<20.000 sel/mm3)
disertai gejala klinis perdarahan

5.Kriopresipitat
Kriopresipitat mengandung faktor VIII dan fibrinogen dalam jumlah banyak.Kriopresipitat
diindikasikan pada pasien dengan penyakit hemofilia
SCREENING DARAH
Blood screening atau pemeriksaan uji saring darah merupakan salah satu tahap di dalam
pengelolaan darah yang dilakukan PMI untuk mendapatkan darah yang benar benar aman bagi
pengguna darah. Untuk menghindari tercemarnya darah dari HIV , pemerintah mengeluarkan
surat keputusan menkes RI no. 622/Menkes/SK/VII/1992 tentang kewajiban pemeriksaan HIV
pada darah yang disumbangkan donor. 4 penyakit yang di uji saring oleh  unit Transfusi Darah  
(UTD) adalah:
1. Hepatitis B
2. Hepatitis C
3. Shypilis
4. HIV/ AIDS
Jika memang darah Anda tercemar salah satu penyakit menular diatas, biasanya Anda akan
disarankan untuk pengecekan atau pemeriksaan lanjutan. VCT atau Voluntary Conseling Testing 
adalah konseling pra tes HIV , post tes HIV dan tes HIV secara sukarela untuk membantu orang
mengetahui status HIV pada dirinya. Jika Anda memiliki resiko terkena HIV, Anda akan
mendapatkan tes VCT pra tes HIV, setelah itu tes HIV, dan memperpleh pemeriksaan VCT pos
tes HIV, jika hasilnya negatif, maka akan dilakukan uji ulang 3 bulan kemudian, tetapi bila
hasilnya positif maka Anda akan dilakukan tes selanjutnya untuk deteksi HIV. 
Test VCT tidak dikenai biaya atau gratis, namun saat ini belum semua RS bisa melaksanakan
test VCT. Test VCT dilakukan pada orang yang dicurigai terkena HIV, dan beresiko tertular HIV.
JIka Anda masih ragu, konsultasikan kembali hasil pemeriksaan uji saring darah donor Anda ke
dokter PMI tempat Anda mendonorkan darah, sehingga Anda mendapatkan penjelasan sesuai
dengan hasil dan kondisi Anda saat ini.

Di UTD PMI Batam saat ini menggunakan alat screening CLIA


CLIA (chemiluminescence immunoassay) adalah sebuah tipe immunoassay.
Immunoassay adalah sebuah tes biokimia yang mengukur konsentrasi suatu substansi dalam
cairan, biasanya berupa serum darah atau air seni dengan melihat reaksi antibodi terhadap
antigennya. Ada beberapa tipe immunoassay: enzyme immunoassay (EIA), radioimmunoassay
(RIA), magnetic labels (MIA), Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA).
Apakah CLIA sama dengan ELISA? Tidak, karena mereka memeriksa dengan menggunakan
substansi yang berbeda untuk mendeteksi. Namun, semua metode yang disebutkan di atas
(termasuk CLIA), hasilnya dapat diandalkan.
Enzyme dan chemiluminescent immunoassay saat ini merupakan metode pemeriksaan yang
paling umum digunakan untuk tujuan diagnostik atau uji saring infeksi menular lewat transfusi
Darah (IMLTD) pada darah donor.
a.       Prinsip kerja  CLIA
Metoda CLIA dalam uji saring darah menggunakan substrat chemiluminescent yang
bereaksi dengan berbagai enzim yang digunakan untuk menandai. Reaksi chemiluminescence
enzimatik menghasilkan cahaya. Sistem saat menggunakan derivatif dari luminol dengan
peroksidase dan H2O2 (atau sistem enzimatik lainnya yang menghasilkan H2O2, seperti oksidase
glukosa atau uricase) ditambah penambah (turunan dari fenol, seperti p-iodofenol), yang
meningkatkan emisi cahaya sampai 2.800 kali.
Reaksi luminol oksidatif mungkin menandakan pertumbuhan jumlah gangguan spesifik.
Sistem lain menggunakan turunan dari alkaline phosphatase dan adamantyl dioxetane, AMPPD,
yang tidak memerlukan emisi cahaya dari molekul lain, berbeda dengan luminol membutuhkan
senyawa oksidatif. AMPPD substrat adalah panel dari kelompok adamantyl sebagai stabilizer dari
seluruh molekul, link dioxetane sebagai sumber energi, ester fosforil sebagai situs untuk belahan
enzimatik dan kelompok fenil untuk chemiluminescence. substrat baru ini dimungkinkan
pengembangan tes yang sangat sensitif tes RIA sensitivitas superior (~ 0,1 pg / mL)
Tes immunochemical dalam uji saring darah dengan deteksi oleh
electrochemiluminiscenta didasarkan pada penggunaan kompleks ruthenium (II) tris (bipyridyl)
[Ru (BPY) 3] 2+ dengan tripropylamine (TPA) yang menghasilkan cahaya sehubungan dengan
siklus elektrokimia reaksi reduksi oksidasi : Ru (BPY) 32+ memiliki situs reaktif untuk konjugasi
dengan analit. Ini digunakan untuk mengaktifkan agen, seperti N-Hydroxysuccinimide
(NHS). Karena agen dapat dengan mudah digabungkan dengan kelompok amino dari protein,
haptens atau asam nukleat. Hal ini dimungkinkan untuk menerapkan teknologi dalam berbagai
analit.
Emisi cahaya dimulai dengan menerapkan kompleks imun tegangan listrik (termasuk Ru
kompleks) yang melekat pada mikropartikel dilapisi streptavidin. Keuntungan dari listrik
memulai reaksi chemiluminescent adalah bahwa seluruh reaksi dapat tepat dikontrol. Ada tiga
prinsip metode:
1. The "sandwich" sampel pasien awal dicampur dengan Ac Ac ditambah dengan biotin dan
diberi label dengan Ru (konjugat); Setelah inkubasi campuran dilapisi mikropartikel
paramagnetik menambahkan streptavidin (fase padat); Setelah inkubasi kedua campuran
reaksi disedot ke dalam sel pengukuran, dan konjugasi gratis dihapus; masih menggunakan
listrik untuk merangsang ruthenium dan menghasilkan sinyal yang akan memungkinkan
deteksi kompleks Ag-Ab; jumlah cahaya yang dihasilkan berbanding lurus dengan jumlah Ag
dalam sampel;
2. Prinsip Kompetitif: spesimen awal yang dicampur dan Ag ditambah dengan biotin; Setelah
inkubasi pertama menambahkan Ac terkonjugasi dengan Ru kompleks dan dilapisi
streptavidin mikropartikel paramagnetik; Ac terkonjugasi pasangan dengan situs masih
kosong dari terbiotinilasi Ag, dan seluruh mikropartikel kompleks mengikat interaksi
streptavidin-biotin melalui; Setelah inkubasi kedua campuran reaksi dilewatkan ke dalam sel
pengukuran; kompleks imun magnetik bergerak pada permukaan elektroda dan komponen
terikat dihapus dengan mencuci; Reaksi chemiluminescence dirangsang secara elektrik, dan
jumlah cahaya yang dihasilkan berbanding terbalik dengan konsentrasi Ag dalam sampel;
3. The "bridging" mirip dengan "sandwich", tetapi dimaksudkan untuk mendeteksi Ac dan
termasuk Ag dan Ag-label terbiotinilasi Ru.

b.      Prinsip kerja CLIA dengan AIA (ELISA)


Prinsip EIA dan CLIA adalah sama. Perbedaannya hanya dalam model deteksi dari
kompleks imun yang terbentuk, yakni terbentuknya warna pada EIA dan pengukuran cahaya yang
terbentuk oleh reaksi kimia pada CLIA.
Sistem reseptor ELISA dan EIA mengukur konsentrasi substansi sangat rendah hingga
beberapa nanograms (10-9 gram). Sensitifitas ini tidak cukup untuk mendeteksi beberapa
substansi dan metode alternatif yang telah ditemukan salah satunya adalah CLIA yang mana
dapat mengukur konsentrasi dalam femtogram. CLIA bergantung pada deteksi sinar yang
dipancarkan dan diasosiasikan dengan penghilangan energy dari substansi elektronik sebagai
akibat reaksi elektrokimia. Sebuah contoh dari bekas chemiluminescent adalah ester konjugasi
dari acridinium, terhadap protein, polipeptida, dan molekul organic lainnya.
CLIA hampir sama dengan teknik EIA dan ELISA kecuali bahwa pengujian enzim
reseptor akhir digantikan dengan bekas chemiluminescent diikuti oleh pengukuran dari emisi
cahaya sebagai akibat dari reaksi kimia.
EIA, dengan sensitifitas yang tinggi akan mendeteksi petanda target dari infeksi. Reagen
yang telah dievaluasi dengan baik untuk tujuan diagnostik maupun uji saring harus memenuhi
standar. EIA dan CLIA cocok untuk pemeriksaan sampel dalam jumlah besar dan membutuhkan
beberapa peralatan khusus. Pemeriksaan ini bisa dikerjakan secara manual atau sistem otomatik
yang spesifik (sistem tertutup).
EIA dan CLIA mempunyai solid phase yang berbeda untuk melakukan imobilisasi terhadap
antigen atau antibodi. Umumnya solid phase yang digunakan adalah:
a) Bagian dasar atau sisi dari microwell polystirene
b) Bagian permukaan dari polystyrene atau bahan lain
c)  Microparticle
d) Permukaan dari alat disposable khusus yang digunakan pada sistem reagen otomatik,
bervariasi tergantung pabrik, namun umumnya polystyrene.
Uji Cocok Serasi ( Crossmatching )

Uji Silang Serasi Darah atau Crossmatch merupakan pemeriksaan utama yang dilakukan


sebelum transfusi yaitu memeriksakecocokan antara darah pasien dan donor sehingga darah yang
diberikan benar-benar cocok (Setyati, 2010) dan supaya darah yang ditranfusikan benar-benar
bermanfaat bagi kesembuhan pasien (Amiruddin, 2015).
Pemeriksaan yang dilakukan sebelum transfusi bertujuan agar sel- sel darah yang ditransfusikan
dapat hidup di tubuh pasien dan tidak menimbulkan kerusakan pada sel darah pasien (Setyati,
2010).
Tahapan yang dilakukan pada uji crossmatch antara lain identifikasi contoh darah pasien
yang benar, mengecek riwayat pasien sebelumnya, memeriksa golongan darah pasien, darah
donor yang sesuai golongan darah pasien, pemeriksaan crossmatch, pelabelan yang benar
sebelum darah dikeluarkan (Setyati , 2010).
Prinsip crossmatch ada dua yaitu :
1. Mayor crossmatch, merupakan serum pasien direaksikan dengan sel donor, apabila di dalam
serum pasien terdapat antibodi yang melawan terhadap sel maka dapat merusak sel donor tersebut
(Setyati, 2010 , Yuan, 2011).
2. Minor crossmatch, merupakan serum donor direaksikan dengan sel pasien.
Pemeriksaan antibodi terhadap donor apabila sudah dilakukan maka pemeriksaan crossmatch
minor tidak perlu lagi dilakukan (Setyati, 2010 , Yuan, 2011).
Golongan darah ABO pasien dan donor jika sesuai, baik mayor maupun minor test tidak
bereaksi. Golongan darah pasien dan donor berlainan umpamanya donor golongan darah donor O
dan pasien golongan darah A maka pada test minor akan terjadi aglutinasi (Yuan, 2011).
Mayor crossmatch merupakan tindakan terakhir untuk melindungi keselamatan
penerima darah dan sebaiknya dilakukan demikian sehingga complete antibodies maupun
incomplete Antibodies. Reaksi silang yang dilakukan hanya pada suhu kamar saja, tidak dapat
mengesampingkan aglutinin rhesus yang hanya bereaksi pada suhu 37 derajat C.
Pemeriksaan Crossmatch
1. Pemeriksaan crossmatch metode tabung
Prinsip pemeriksaan crossmatch metode tabung adalah sel donor dicampur dengan serum
penerima (mayor crossmatch) dan sel penerima dicampur dengan serum donor (minor
crossmatch) dalam bovine albumin 20% akan terjadi aglutinasi atau gumpalan dan hemolisis bila
golongan darah tidak cocok. Sel dan serum kemudian diinkubasi selama 15-30 menit untuk
memberi kesempatan antibodi melekat pada permukaan sel, lalu ditambahkan serum antiglobulin
dan bila penderita mengandung antibodi dengan eritrosit donor maka terjadi gumpalan (Setyati,
2010).
2. Pemeriksaan crossmatch metode gel
Yves Lampiere dari Perancis menemukan metode gel dan mengembangkan metode gel di
Switzerland pada akhir 1985 sebagai metode standar sederhana yang memberikan reaksi
aglutinasi dan dapat dibaca dengan mudah. Metode gel pertama kali digunakan untuk
pemeriksaan rutin pada tahun 1988, saat ini telah digunakan lebih dari 80 negara termasuk
Indonesia (Setyati, 2010).
Prinsip pemeriksaan crossmatch metode gel adalah penambahan suspensi sel dan serum
atau plasma dalam microtube yang berisi gel di dalam buffer berisi reagen (Anti-A, Anti-B, Anti-
D, enzim, Anti-Ig G, Anti komplement). Microtube selanjutnya diinkubasi selama 15 menit pada
suhu 370C dan disentrifus.
Aglutinasi yang terbentuk akan terperangkap di atas permukaan gel. Aglutinasi tidak
terbentuk apabila eritrosit melewati pori-pori gel, dan akan mengendap di dasar microtube
(MJAFI, 2010).

Gambar Derajat Reaksi Aglutinasi (Weis ED, Chizhevsky V, 2006)


Keterangan gambar :
A. 4+ : Aglutinasi sel darah merah membentuk garis di atas microtube gel.
B. 3+ : Aglutinasi sel darah merah kebanyakan berada di atas setengah dari microtubegel.
C. 2+ :Agutinasi sel darah merah terlihat di sepanjang microtube gel.
D. 1+ : Aglutinasi sel darah merah berada di bawah setengah darimicrotube gel
E. - : Aglutinasi semua sel darah merah lolos di bagian bawah microtube gel.
Metoda gel merupakan metode untuk mendeteksi reaksi sel darah merah dengan antibodi.
Metode gel akan lebih cepat dan mempunyai akurasi tinggi dibandingkan dengan metode tabung
(Setyati J, 2010).
Pemeriksaan crossmatch metode gel dapat dilakukan dengan metode semi otomatis dan
metode otomatis. Crossmatch metode semi otomatis adalah metode pemeriksaan crossmatch
menggunakan reagen gel, dimana tehnisi yang melakukan tahap analitik adanya aglutinasi
memberi hasil positif dan tidak adanya aglutinasi dinyatakan negatif.
Pemeriksaan crossmatch metode otomatis
Crossmatch metode otomatis adalah metode pemeriksaan crossmatch menggunakan
reagen gel. Perbedaan keduanya terletak pada dengan meminimalsir manipulasi oleh teknisi,
dimana tehnisi hanya terlibat pada tahap preparasi sampel kemudian selanjutnya mesin yang
melakukan tahap analitik. Hasil dibaca adanya aglutinasi memberi hasil positif, dan tidak adanya
aglutinasi dinyatakan negatif.
Keunggulan metode otomatis :
1. Peningkatan keamanan dan keselamatan darah yang akan ditransfusikan ke pasien.
2. Mengurangi kesalahan klerikal (human error).
3. Peningkatan efisiensi dalam proses pemeriksaan.
4. Efisiensi biaya.
5. Optimalisasi keseluruhan proses dimana bank darah dapat meningkatkan pelayanan yang lebih
cepat dan lebih baik kepada pasien dan dokter.
Kelemahan metode otomatis adalah alat tidak dapat melakukan sampel dalam jumlah
volume kurang dari 1 ml dengan perbandingan sel darah merah dan serum atau plasma 1:1.
Metode otomatis akan jauh lebih mahal bagi BDRS yang jumlah pemeriksaannya sedikit.
Interpretasi Hasil Crossmatch
Tabel Interpretasi Hasil Crossmatch

Sumber :Prosedur BDRS


Keterangan :
1. Crossmatch mayor, minor dan AC(auto control) = negatif, darah pasien kompatibel dengan
darah donor maka darah boleh dikeluarkan.
2. Crossmtacth mayor = positif, minor = negatif, AC = negatif, diperiksa sekali lagi
golongan darah pasien apakah sudah sama dengan donor, apabila golongan darah sudah sama
artinya ada irregular antibody pada serum pasien. Darah donor diganti dengan melakukan
crossmatch lagi sampai didapat hasil cross negatif pada mayor dan minor, apabila tidak
ditemukan hasil crossmatch yang kompatibel meskipun darah donor telah diganti maka harus
dilakukan screening dan identifikasi antibodi pada serum pasien, dalam hal ini sampel darah
dikirim ke UTD Pembina terdekat.
3. Crossmatch mayor = negatif, minor = positif, AC = negatif, artinya ada irregular antibody
pada serum / plasma donor. Penyelesaiannya darah donor diganti dengan yang lain, lakukan
crossmatch lagi.
4. Crossmatch mayor = negatif, minor = positif, AC = positif, lakukan direct coombs test (DCT)
pada pasien. Hasil DCT positif pada crossmatch minor dan AC berasal dari autoantibody. Apabila
derajat positif pada minor sama atau lebih kecil dibandingkan derajat positif pada AC /
DCT, darah boleh dikeluarkan. Apabila derajat positif pada minor lebih besar dibandingkan
derajat positif pada AC / DCT, darah tidak boleh dikeluarkan. Ganti darah donor, lakukan
crossmatch lagi sampai ditemukan positif pada minor sama atau lebih kecil dibanding AC / DCT.
5. Mayor, Minor, AC = positif. Golongan darah pasien maupun donor diperiksa, baik dengan cell
grouping maupun back typing, pastikan tidak ada kesalahan golongan darah. DCT pada pasien
dilakukan, apabila positif bandingkan derajat positif DCT dengan minor, apabila derajat positif
minor sama atau lebih rendah dari DCT, maka positif pada minor dapat diabaikan, artinya positif
tersebut berasal dari autoantibody. Positif pada mayor, disebabkan adanya irregular antibody pada
serum pasien, ganti dengan darah donor baru sampai ditemukan hasil mayor negatif.

KESIMPULAN

Adappun kesimpulan dari pembahasan diatas yaitu apa yang saya kerjakan di Unit
Transfusi Darah Kota Batam, demikian apa saja yang saya kerjakan dari mulai
pengambilan donor sampai uji cocok serasi .

Anda mungkin juga menyukai