Anda di halaman 1dari 49

Makalah

PEMERIKSAAN DARAH RUTIN

Oleh :
Bima Kusuma Jati
G99151038

Pembimbing :
drg. Shinta Kartikasari

.
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU GIGI DAN MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai seorang dokter, perlu keterampilan dalam melakukan
pemeriksaan dan menentukan diagnosa. Pemeriksaan fisik kadang dirasa kurang
mampu menegakkan diagnosa atau menyingkirkan diagnosa banding, untuk itu
diperlukan pemeriksaan penunjang. Salah satu pemeriksaan penunjang yang perlu
dilakukan seorang dokter adalah pemeriksaan darah (Brown, 1993).
Darah mempunyai peran penting dalam tubuh manusia. Hasil
pemeriksaan darah secara tidak langsung dapat memantau keadaan dalam
tubuh. Darah merupakan suatu suspensi partikel dalam suatu larutan kolid cair
yang mengandung elektrolit dan merupakan suatu medium pertukaran antar sel
yang terfikasi dalam tubuh dan lingkaran luar (Silvia A. Price & Lorraine M.
Wilson, 2005). Pemeriksaan darah yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan
darah rutin dan darah lengkap.
Pemeriksaan darah rutin/hematologi rutin adalah pemeriksaan rutin dan
yang mencakup sel-sel darah dan bagian-bagian lain dari darah, yang meliputi
pemeriksaan haemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit, leukosit, dan trombosit
(Niki Diagnostic Center, 2011).
Pemeriksaan hematologi lengkap (complete blood count) terdiri dari
pemeriksaan darah rutin ditambah pemeriksaan morfologi sel (ukuran,
kandungan hemoglobin, anisositosis, poikilositosis, polikromasi). Pemeriksaan
hematologi lengkap penting untuk mengetahui morfologi dan fungsi dari
berbagai sel yang ada di dalam darah, contohnya sel darah putih yang
berperan dalam imunitas tubuh dan sel darah merah yang berperan dalam
oksigenasi tubuh (Brown, 1993, Perkins 2003; Adamson, Longo, 2005).
Pada makalah ini akan dijelaskan mengenai pemeriksaan darah rutin
yang sering dilakukan oleh seorang dokter dalam pemeriksaan penunjang untuk
membantu menegakkan diagnosa maupun menyingkirkan diagnosa banding.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Darah adalah suatu suspensi partikel dalam suatu larutan kolid cair yang
mengandung elektrolit dan merupakan suatu medium pertukaran antar sel yang
terfikasi dalam tubuh dan lingkaran luar (Silvia A. Price & Lorraine M. Wilson :
2005). Spesimen darah sering digunakan untuk pemriksaan hematologi rutin.
Hematologi rutin adalah pemeriksaan rutin dan lengkap yang mencakup sel-sel
darah dan bagian-bagian lain dari darah, yang meliputi pemeriksaan haemoglobin,
jumlah eritrosit, hematokrit, MCV, MCH, MCHC, RDW, leukosit, hitung jenis
dan trombosit (Niki Diagnostic Center, 2011). Pada pemeriksaan hematologi rutin
(darah lengkap) selalu menggunakan sampel darah segar.
Darah segar ( fresh whole blood ) merupakan kontrol yang ideal untuk
pemeriksaan darah lengkap karena secara fisik dan biologi identik dengan material
yang akan diperiksa (Van Dun, 2007).
Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan penunjang yang
diperlukan oleh dokter untuk membantu menegakkan diagnosis. Salah satu
pemeriksaan laboratorium yang sering dilakukan adalah pemeriksaan darah.
Darah mempunyai peran penting dalam tubuh manusia. Hasil pemeriksaan darah
secara tidak langsung dapat memantau keadaan dalam tubuh. Pemeriksaan
darah atau pemeriksaan hematologi secara umum dapat dibedakan menjadi dua
yaitu pemeriksaan hematologi rutin dan hematologi lengkap (Brown,1993).
Pemeriksaan hematologi rutin terdiri dari hemoglobin, hematokrit, hitung
jumlah eritrosit, hitung jumlah leukosit, hitung jenis leukosit, hitung jumlah
trombosit dan nilai-nilai rata-rata eritrosit. Pemeriksaan hematologi lengkap
(complete blood count) terdiri dari pemeriksaan darah rutin ditambah
pemeriksaan morfologi sel (ukuran, kandungan hemoglobin, anisositosis,
poikilositosis, polikromasi). Pemeriksaan hematologi lengkap penting untuk
mengetahui morfologi dan fungsi dari berbagai sel yang ada di dalam darah,
contohnya sel darah putih yang berperan dalam imunitas tubuh dan sel darah
merah yang berperan dalam oksigenasi tubuh (Brown, 1993, Perkins 2003;

3
Adamson, Longo, 2005).
Pemeriksaan darah hematologi lengkap (biasanya dirujuk sebagai
hitung darah lengkap), mencakup indeks sel darah merah, hitung leukosit dan
jenis hitung trombosit, pemeriksaan apus darah, dan Laju Endap Darah (LED)
(Niki Diagnostic center, 2013). Hasil normal lengkap pada pemeriksaan darah
lengkap dan profil biokimia, menunjukkan tampaknya tidak ada penyakit infeksi
atau peradangan. Adanya penyakit keganasan yang samar-samar, yang
menyebabkan gejala sistemik, hampir selalu menghasilkan perubahan hematologi
reaktif.
Seiring dengan kemajuan teknologi, alat-alat yang dipakai dalam
pemeriksaan hematologi juga semakin berkembang. Para peneliti
mengembangkan alat untuk menganalisa populasi sel darah secara otomatik. Alat
ini dapat digunakan untuk pemeriksaan hitung eritrosit, hitung leukosit, Hb, Ht,
platelet dan nilai-nilai rata- rata eritrosit. Metode yang banyak dipakai pada alat-
alat untuk pemeriksaan hematologi adalah metode flow cytometri (Kearns &
LaMonica, 2001; Koeswardani dkk., 2001).
Pemeriksaan hematologi dengan metode flow cytometri sekarang sudah
popular dilakukan. Metode flow cytometri memiliki prosedur yang relatif
mudah dan hasilnya dapat diperoleh dalam waktu yang singkat. Namun, menurut
Perkins metode ini mempunyai tingkat false positive yang cukup tinggi, yaitu
10-25%.
Pemeriksaan hematologi lain yang cukup sering dilakukan adalah
pembuatan Sediaan Apus Darah Tepi (SADT). SADT atau blood smear
adalah salah satu pemeriksaan untuk mengetahui keadaan populasi sel-sel darah
atau kelainan darah lainnya. Pada SADT dapat diketahui morfologi sel-sel darah
yaitu ukuran, bentuk, kesan jumlah, apakah ada sel-sel muda dan sebagainya.
SADT dapat digunakan sebagai kontrol terhadap pemeriksaan hematologi lain
seperti nilai rata-rata eritrosit, Hb, dan lain-lain (Kearns & LaMonica, 2001;
Wyrick-Glatzel, Hughes, 2001)

4
B. Pemeriksaan Darah Rutin
1. Hemoglobin
a. Definisi hemoglobin
Hemoglobin adalah molekul protein pada sel darah merah yang
berfungsi sebagai media transport oksigen dari paru-paru keseluruh jaringan
tubuh dan membawa karbondioksida dari jaringan tubuh ke paru-paru.
Kandungan zat besi yang terdapat dalam hemoglobin membuat darah
berwarna merah.
Saat ini pengukuran kadar hemoglobin dalam darah sudah
menggunakan mesin otomatis selain mengukur hemoglobin mesin pengukur
akan memecah hemoglobin menjadi sebuah larutan. Hemoglobin dalam
larutan ini kemudian dipisahkan zat lain dengan menggunakan zat kimia
bernama nilai sinar yang berhasil diserap oleh hemoglobin.
Hemoglobin adalah metaloprotein pengangkut oksigen yang
mengandung besi dalam sel darah merah mamalia dan hewan lainnya.
Molekul hemoglobin terdiri dari : globin, apoprotein, dan empat gugus
heme, suatu molekul organik dengan satu atom besi.

b. Fungsi hemoglobin
Fungsi hemoglobin dalam darah adalah :
1) Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida di dalam jaringan
tubuh.
2) Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa keseluruh jaringan
tubuh untuk dipakai sebagai bahan baku.
3) Membawa carbondioksida dari jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme
ke paru-paru untuk dibuang.
Satu gram hemoglobin mengangkut 1,34 mL oksigen. Kapasitas
angkut ini berhubungan dengan kadar Hb bukan jumlah sel darah merah.
Penurunan protein Hb normal tipe A1, A2, F (fetal) dan S
berhubungan dengan anemia sel sabit. Hb juga berfungsi sebagai dapar
melalui perpindahan klorida kedalam dan keluar sel darah merah

5
berdasarkan kadar O2 dalam plasma (untuk tiap klorida yang masuk
kedalam sel darah merah, dikeluarkan satu anion HCO3).
Untuk mengetahui apakah seseorang kekurangan darah atau tidak
dapat diketahui dengan pengukuran kadar Hb. Penurunan kadar Hb dari
normal berarti kekurangan darah. Kekurangan darah berarti anemia. Selain
kekurangan Hb juga disertai dengan eritrosit yang berkurang serta nilai
hematokrit dibawah normal (Kresno, 1988).

c. Jenis - jenis hemoglobin (Hb)


Pada manusia telah dikenal kurang dari 14 macam Hb yang
dipelajari secara mendalam dengan bantuan elektrokoresis. Hb diberi nama
dengan simbol alfabeta misalnya ; Hb A, Hb C, Hb D, Hb E, Hb F, Hb G,
Hb I, Hb M, Hb S, dan sebagainya (Joice, 2008).
Kadang-kadang Hb diberi nama menurut kota tempat ditemukan
jenis Hb atau orang yang menemukannya, misalnya ; Hb New York, Hb
Sydney, Hb Bart, Hb Gower, dan lain-lain. Hb A (Adult Dewasa) mulai
diproduksi pada usia 5 - 6 bulan kehidupan intrauterine janin, pada usia 6
bulan postnatal kosentrasi Hb A 99%. Hb A terdiri dari 2 rantai α dan 2
rantai β. Hb F (Foetus janin) mulai ditemukan dalam darah pada minggu ke
dua puluh usia kehamilan. Pada bayi Hb F dan sebelum usia 2 tahun jumlah
tinggal sedikit, diganti oleh Hb A. Karena sifatnya yang resisten terhadap
alkali, Hb F ini mudah dipisahkan dari Hb A. Hb F terdiri dari 2 rantai α dan
2 rantai T.

d. Sintesis hemoglobin
Fungsi utama sel darah merah adalah mengangkut O2 ke jaringan
dan mengembalikan CO2 dari jaringan ke paru-paru. Untuk mencapai
pertukaran gas ini, sel darah merah mengandung protein khusus, yaitu
hemoglobin dan setiap hemoglobin dewasa normal (Hb A) terdiri atas empat
rantai polipeptida α2 β2, masing-masing dengan gugus haemnya sendiri.
Berat molekul Hb A adalah 68.000 darah dewasa normal juga berisi jumlah

6
kecil dua hemoglobin lain, Hb F dan Hb A2 yang juga mengandung rantai y
dan rantai s masing-masing sebagai pengganti β. 65% hemoglobin disintesis
dalam eritroblas dan tiga puluh lima persen hemoglobin disintesis pada
stadium retikulosit.
Sintesis haem, terjadi banyak dalam mitokondria oleh sederet
reaksi biokimia yang dimulai dengan kondensasi glisin dan suksinil.
Koenzim A dibawah aksi enzim kunci data-amino laevulinic acid (Ala)
sintase yang membatasi kecepatan. Pridoksal fosfat (Vitamin B) adalah
koenzim untuk reaksi ini yang diransang oleh eritro protein dan dihambat
oleh hacm. Akhirnya protoporfirin bergabung dengan besi untuk
membentuk hacm yang masing-masing molekulnya bergabung dengan
rantai globin yang terbuat pada poliribosom. Kemudian tetramer empat
rantai globin dengan masing-masing gugus hacmnya sendiri terbentuk
dalam “kantong” untuk membangun molekul hemoglobin. (Hoffbrand,
2005)

e. Struktur hemoglobin
Pada pusat molekul terdapat cincin heterosiklik yang dikenal
dengan porifin yang menahan satu atom besi. Atom besi ini merupakan
situs/lokal ikatan oksigen. Hb tersusun dari globin (empat rantai protein
yang terdiri dari dua unit alfa dan dua unit beta) dan heme (mengandung
atom besi dan porphyrin: suatu pigmen merah). Pigmen besi hemoglobin
bergabung dengan oksigen. Hemoglobin yang mengangkut oksigen darah
(dalam arteri) berwarna merah terang sedangkan hemoglobin yang
kehilangan oksigen (dalam vena) berwarna merah tua. Porifin yang
mengandung besi disebut heme. Nama hemoglobin merupakan gabungan
dari heme dan globin. Globin sebagai istilah generik untuk protein globural.
Ada beberapa protein mengandung heme, dan hemoglobin adalah yang
paling dikenal dan paling banyak dipelajari.
Setiap molekul hemoglobin memiliki 4 gugus hem identik yang
melekat pada 4 rantai globin. Keempat rantai globin itu merupakan rantai

7
polipeptida yang terdiri atas dua buah rantai alfa (α) dan dua buah rantai
beta (β). Selain itu, hemoglobin uga memiliki 4 molekul nitrogen
protoporphyrin IX, dan 4 atom besi dalam bentuk ferro (Fe2+) yang
berpasangan dengan protoporphyrin IX untuk membentuk 4 molekul hem.
Hem disintesis di mitokondria eritrosit. Hem terdiri dari 4 struktur
4-karbon berbentuk cincin simetris yang disebut cincin pirol, yang
membentuk satu molekul porfirin. Gugus karbon tersebut berasal dari asam
amino glisin dan suknisil koenzim A. perbentuka hem teradi secara
bertahap, dimulai dari pembentukan kerangka porfirin, disusul dengan
insersi atau pelekatan besi (Fe) ke masing-masing gugus hem. Ugus hem
selanutnya akan melekat ke gugus globin, penggabungan ini teradi di
sitoplasma eritrosit.
Pembentuka hemoglobin memerlukan bahan-bahan penting, yaitu
besi (Fe), vitamin B12 (siano-kobalamin), dan asam folat (asa
pteroilglutamat).
Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4
subunit protein), yang terdiri dari masing-masing dua sub unit mirip secara
struktural dan berukuran hampir sama. Tiap sub unit memiliki berat molekul
± 16,000 Dalton, sehingga berat molekul total tetramernya menjadi sekitar
64,000 Dalton. Tiap sub unit hemoglobin mengandung satu heme, sehingga
secara keseluruhan hemoglobin memilki kapasitas empat molekul oksigen.
(Hariono, 2006 )

Gambar 2.1, Struktur Hemoglobin


(Sumber : Hoffbrand, 1995)

8
f. Pemeriksaan Hemoglobin
Penetapan kadar hemoglobin ditentukan dengan bermacam-macam
cara dan yang banyak dipakai di laboratorium klinik ialah cara fotoelektrit
dan kolorimetrik visual.
1) Cara sahli
Prinsip hemoglobin diubah mejadi asam hematin, kemudian
warna yang terjadi dibandingkan secara visual dengan standar dalam alat
itu. Cara Sahli banyak dipakai di Indonesia, walau cara ini tidak tepat
100%, mengalami kurang darah atau darahnya masih normal, pada
pemeriksaan ini factor kesalahan kira-kira 10%, kelemahan cara ini
berdasarkan kenyataan bahwa asam hematin itu bukanlah merupakan
larutan sejati dan juga alat hemoglobimeter itu sukar distandarkan, selain
itu tidak semua macam hemoglobin dapat diubah hematin misalnya ;
karboxyhemoglobin, methemoglobin, sulfahemoglobin.

2) Cara cyanmethemoglobin
Prinsipnya adalah hemoglobin diubah menjadi
cyanmethemoglobin dalam larutan drabkin yang berisi kalium sianida
dan kalium ferisianida. Absorbensi larutan diukur pada panjang
gelombang 540 nm. Larutan drabkin yang dipakai untuk mengubah
hemoglobin, oxyhemoglobin, methemoglobin, dan karboxymoglobin
menjadi cyanmethemoglobin, sedang sulfhemoglobin tidak berubah
karena tidak diukur. Cara ini sangat bagus untuk laboratorium rutin dan
sangat dianjurkan untuk penetapan kadar hemoglobin dengan teliti
karena standar cyanmethemoglobin yang ditanggungkan kadarnya stabil
dan dapat dibeli. Larutan drabkin teridri atas natrium bikarbonat 1 gram,
kalium sianida 50 mg, kalium ferisianida 200 mg, aqudest 100 ml.
(Gandasoebrata, 2001)

9
3) Cara tallquist
Prinsipnya adalah membandingkan darah asli dengan suatu skala
warna yang bertingkat-tingkat mulai dari warna merah muda sampai
warna merah tua.
Cara ini hanya mendapatkan kesan dari kadar hemoglobin saja,
sebagai dasar diambil darah = 100% = 15,8 gr hemoglobin per 100 ml
darah. Tallquist mempergunakan skala warna dalam satu buku mulai dari
merah muda 10% di tengah-tengah ada lowong dimana darah
dibandingkan dapat dilihat menjadi darah dibandingkan secara langsung
sehingga kesalahan dalam melakukan pemeriksaan antara 25-50%.

4) Cara sulfat
Cara ini dipakai untuk menetapkan kadar hemoglobin dari donor
yang diperlukan untuk transfuse darah. Hasil dari metode ini adalah
persen dari hemoglobin. Perlu diketahui bahwa kadar hemoglobin cukup
kira-kira 80% hemoglobin. Kadar minuman ini ditentukan dengan setetes
darah yang tenggelam dalam larutan kufrisulfat dengan berat jenis.
(Bakri S, 1989)

g. Kesalahan dalam pemeriksaan Hb


1) Hemolisis darah.
2) Obat dapat meningkatkan dan menurunkan kadar hemoglobin.
3) Mengambil darah dari lengan yang terpasang cairan invus dapat
mengencerkan sampel darah.
4) Membiarkan turniket terpasang terlebih dahulu lebih dari satu menit akan
menyebakan hemokosentrasi.
5) Tinggal di daratan tinggi dapat menyebakan peningkatan kadar
hemoglobin.
6) Penurunan asupan cairan atau kehilangan cairan akan meningkatkan
kadar Hb dan kelebihan asupan cairan akan mengurangi kadar Hb. (Kee,
2007)

10
h. Nilai Rujukan Hb
Nilai normal : Pria : 13 - 18 g/dL SI unit : 8,1 - 11,2 mmol/L
Wanita : 12 - 16 g/dL SI unit : 7,4 – 9,9 mmol/L
Penetapan anemia didasarkan pada nilai hemoglobin yang berbeda
secara individual karena berbagai adaptasi tubuh (misalnya ketinggian,
penyakit paru-paru, olahraga). Secara umum, jumlah hemoglobin kurang
dari 12 gm/dL menunjukkan anemia. Pada penentuan status anemia, jumlah
total hemoglobin lebih penting daripada jumlah eritrosit.

i. Implikasi Klinik
1) Penurunan nilai Hb dapat terjadi pada anemia (terutama anemia karena
kekurangan zat besi), sirosis, hipertiroidisme, perdarahan, peningkatan
asupan cairan dan kehamilan.
2) Peningkatan nilai Hb dapat terjadi pada hemokonsentrasi (polisitemia,
luka bakar), penyakit paru-paru kronik, gagal jantung kongestif dan pada
orang yang hidup di daerah dataran tinggi.
3) Konsentrasi Hb berfl uktuasi pada pasien yang mengalami perdarahan
dan luka bakar.
4) Konsentrasi Hb dapat digunakan untuk menilai tingkat keparahan
anemia, respons terhadap terapi anemia, atau perkembangan penyakit
yang berhubungan dengan anemia.

j. Faktor pengganggu
1) Orang yang tinggal di dataran tinggi mengalami peningkatan nilai Hb
demikian juga Hct dan sel darah merah.
2) Asupan cairan yang berlebihan menyebabkan penurunan Hb
3) Umumnya nilai Hb pada bayi lebih tinggi (sebelum eritropoesis mulai
aktif)
4) Nilai Hb umumnya menurun pada kehamilan sebagai akibat peningkatan
volume plasma

11
5) Ada banyak obat yang dapat menyebabkan penurunan Hb. Obat yang
dapat meningkatkan Hb termasuk gentamisin dan metildopa
6) Olahraga ekstrim menyebabkan peningkatan Hb

k. Hal yang harus diwaspadai


1) Implikasi klinik akibat kombinasi dari penurunan Hb, Hct dan sel darah
merah. Kondisi gangguan produksi eritrosit dapat menyebabkan
penurunan nilai ketiganya.
2) Nilai Hb <5,0g/dL adalah kondisi yang dapat memicu gagal jantungdan
kematian. Nilai >20g/dL memicu kapiler clogging sebagai akibat
hemokonsenstrasi

l. Tatalaksana
Manajemen anemia bertujuan untuk mengatasi penyebab
rendahnya nilai hemoglobin. Dalam situasi terjadi penurunan darah yang
akut, transfusi merupakan terapi pilihan. Dalam situasi terjadi kekurangan
atau penurunan nutrisi maka diperlukan penggantian besi, vitamin B12 atau
asam folat. Pada penurunan fungsi ginjal dan penggunaan sitostatika,
anemia biasanya terjadi karena menurunnya produksi eritropoetin sehingga
terapi yang tepat adalah pemberian eritropoetin, namun apabila ada kendala
biaya yang mahal, dapat diganti dengan tranfusi darah. Jika anemia terjadi
akibat menurunnya produksi eritropoetin maka terapi penggantian
eritropoetin dapat mengurangi kebutuhan tranfusi.

2. Hematokrit
a. Definisi
Hematokrit berasal dari kata haimat yang artinya darah dan krinein
yang berarti pemisahan (Dep Kes RI, 1989). Hematokrit adalah nilai yang
menunjukan persentase zat padat dalam darah terhadap cairan darah.
Hematokrit menunjukan persentase sel darah merah tehadap volume darah
total.

12
Dengan demikian, bila terjadi perembesan cairan darah keluar dan
pembuluh darah, sementara bagian padatnya tetap dalam pembuluh darah,
akan membuat persentase zat padat darah terhadap cairannya naik sehingga
kadar hematokritnya juga meningkat (Hardjoeno, H. 2007).

b. Manfaat pemeriksaan hematokrit


Mafaat pemeriksaan hematokrit untuk mengukur derajat anemi dan
polisetemia. Untuk mengetahui adanya ikterus yang dapat diamati dari
warna plasma. Di mana plasma terbentuk warna kuning atau kuning tua (R.
Ganda S, 1989).
Pemeriksaan hematokrit juga dapat digunakan untuk menentukan
rata-rata volume eritrosit, merupakan tes screening dalam mendeteksi
adanya hiperbilirubinemia. (Maxwell M. Wintrobe, 1974).
Warna plasma yang diperoleh dari pemusingan yang berwarna
kuning atau kuning tua baik dalam keadaan fisiologi atau patologi
merupakan indikasi naiknya bilirubin dalam darah, misalnya pada infeksi
hepatitis. Naiknya kolesterol juga dapat diketahui dari warna plasma
yang berwarna seperti susu, misalnya pada penderita Diabetes Militus.
Plasma yang berwarna merah merupakan indikasi adanya hemolisis dari
eritrosit seperti penggunaan spuit yang belum kering, pada pengambilan
darah atau hemolisis intravascular. Serta untuk mengetahui volume rata-
rata eritrosit dan konsentrasi hemoglobin rata-rata di dalam eritrosit. (Dep
Kes RI, 1989).

c. Metode Pemeriksaan Hematokrit


Proses pemisahan darah melalui uji hematokrit dilakukan dengan
cara mengambil beberapa mili volume darah baik darah vena ataupun darah
kapiler, lalu memasukannya kedalam suatu tabung khusus, dan memutarnya
didalam alat centrifuge dalam waktu dan kecepatan tertentu.
Untuk pemeriksaan hematokrit darah tidak boleh dibiarkan
menggumpal sehingga harus diberi antikoagulan. Setelah tabung tersebut

13
diputar dengan kecepatan dan waktu tertentu, maka eritrosit akan
mengendap (Sadikin, M. 2002). Tabung khusus yang di gunakan untuk
proses hematokrit disebut tabung Wintrobe. Tabung ini mempunyai skala
khusus pula yang di sebut dengan skala hematokrit. Karena menggunakan
tabung wintrobe, maka hematokrit dengan cara ini sering di sebut dengan
istilah hematokrit metode wintrobe atau metode mikro.
1) Pemeriksaan Hematokrit Secara Manual
Metode pengukuran hematokrit secara manual dikenal ada 2, yaitu :
a) Metode makrohematokrit
Pada metode makro, sebanyak 1 ml sampel darah (darah
EDTA atau heparin) dimasukkan dalam tabung Wintrobe yang
berukuran panjang 110 mm dengan diameter 2.5-3.0 mm dan berskala
0-10 mm. Tabung kemudian disentrifus selama 30 menit dengan
kecepatan 3.000 rpm. Tinggi kolom eritrosit adalah nilai hematokrit
yang dinyatakan dalam %.
Prinsip :
Sampel darah yang di sentrifusdalam waktu tertentu
kemudian dibaca volume dari masa erirosit yan telah dipadatkan
didasar tabung dan dinyatakan dalam sekian % dari volume semula
(volume %)
b) Metode mikrohematokrit
Pada metode mikro, sampel darah (darah kapiler, darah
EDTA, darah heparin atau darah amonium-kalium-oksalat)
dimasukkan dalam tabung kapiler yang mempunyai ukuran panjang
75 mm dengan diameter 1 mm. Tabung kapiler yang digunakan ada 2
macam, yaitu yang berisi heparin (bertanda merah) untuk sampel
darah kapiler (langsung), dan yang tanpa antikoagulan (bertanda biru)
untuk darah EDTA/heparin/amonium-kalium-oksalat.
Prosedur pemeriksaannya adalah : sampel darah dimasukkan
ke dalam tabung kapiler sampai 2/3 volume tabung. Salah satu ujung
tabung ditutup dengan dempul (clay) lalu disentrifus selama 5 menit

14
dengan kecepatan 15.000 rpm. Tinggi kolom eritrosit diukur dengan
alat pembaca hematokrit, nilainya dinyatakan dalam vol %.
Prinsip : Sejumlah darah dimasukkan kedalam tabung kapiler lalu
dilkukan sentrifugasi untuk mendapatkan nilai hematokrit yang diukur
menggunakan Ht Reader.
Prinsip pengukuran hematokrit cara manual (metode mikro)
adalah darah vena dengan menggunakan antikoagulan, kemudian
dimasukkan ke dalam tabung kapiler yang salah satu ujungnya ditutup
dengan bahan khusus (malam) dan dipusingkan dengan kecepatan
tertentu sehingga terjadi pemadatan sel-sel darah merah. Tingginya
sel darah merah diukur dengan menggunakan skala hematokrit yang
dinyatakan dalam persen terhadap seluruh darah. (Dep Kes RI,
1989).
Alat yang dipakai untuk pemeriksaan hematokrit sendiri
adalah tabung mikrokapiler, tabung tersebut dibuat khusus untuk
mikro hematokrit dengan panjangnya 75 mm dan diameter
dalamnya 1,2 sampai 1,5 mm. Ada pula tabung yang sudah dilapisi
heparin, tabung tersebut dapat dipakai untuk darah kapiler dan
terdapat juga tabung kapiler tanpa heparin yang dipergunakan untuk
darah oxalat atau darah EDTA dari vena. (Gandasoebrata, 2007).
Cara mikro ini cepat dan mudah tetapi daya sentrifugal harus
dikontrol dan posisi tabung saat membaca dengan skala harus tepat.
Metode tersebut memungkinkan untuk memperkirakan
volume lekosit dan trombosit yang menyusun buffy coat diantara
eritrosit dan plasma, plasma harus pula diamati terhadap adannya
ikterus atau hemolisis. (Frances K. Widmann, 1989).
Keuntungan pengukuran hematokrit dengan metoda mikro
antara lain volume sampel darah yang digunakan sedikit, waktu
pemusingan untuk mendapatkan endapan sel darah merah singkat
sehingga sesuai untuk kepentingan rutin, serta dapat digunakan
sampel darah kapiler yang lebih mudah.

15
2) Pemeriksaan Hematokrit Secara Automatik
Pemeriksaan hematokrit secara automatik menggunakan alat
analisis sel darah automatik. BC-2600 Auto Hematology Analyzer
merupakan suatu penganalisis hematologi multi parameter untuk
pemeriksaan kuantitatif maksimum 19 parameter dan 3 histogram yang
meliputi WBC (White Blood Cell), Lymphocyte, Mid sized cell,
Granulocyte, Limphocyte persentage, Mid-sized cell persentage,
granulocyte persentage, RBC (Red Blood Cell), HGB (Hemoglobin),
MCV (Mean Cospuscular Volume), MCH (Mean Cospuscular
Hemoglobin), MCHC (Mean Cospuscular Hemoglobin
Concentration), RDW-CV (Red Blood Cell Distribution Width
Coefficient of Variation), RDW-SD (Red Blood Cell Distribution
Width Standard Deviation), HCT (Hematocrit), PLT (Platelet), MPV
(Mean Platelet Volume), PDW (Platelet Distribution Width), PCT
(Plateletcrit), WBC Histogram (White Blood Cell Histogram), RBC
Histogram (Red Blood Cell Histogram), PLT Histogram (Platelet
Histogram).
Pengukuran RBC (Red Blood Cell) dihitung dan diukur dengan
metode impedansi, metode ini berdasarkan pada pengukuran
perubahan daya tahan elektris yang di produksi sebuah partikel, dalam
hal ini partikelnya adalah sel darah. Setiap partikel yang melewati celah
akan mengalami perubahan pada daya tahannya diantara elektroda-
elekrtoda yang di produksi. Perubahan yang dihasilkan dapat diukur
getaran elektrisnya. Setiap getaran diperkuat dan di bandingkan dengan
saluran voltasi yang diterima oleh getaran dengan amplitude tertentu.
Jika getaran yang di bandingkan melebihi range terendah RBC, maka
dihitung sebagai RBC.
Analyzer dalam penghitungan RBC menggunakan unit
penghitungan volumetrik yang terdiri dari tabung pengukuran dengan
2 sensor optik yang terpasang diatas tabung yaitu sensor atas dan
sensor bawah , penghitungan dimulai saat cairan melewati miniskus

16
sensor yang tinggi dan berhenti ketika mencapai sensor yang rendah,
waktu yang dibutuhkan untuk melewati sensor tinggi ke sensor rendah
disebut jumlah waktu RBC. Ini diukur dalam detik, jumlah waktu yang
terukur dibandingkan dengan referensi jumlah waktu. Jika hasil
waktunya kurang dari atau lebih dari 2 detik maka analyzer akan
melaporkan RBC bergelembung atau error.
Reagen yang diperlukan dalam pemeriksaan hematokrit cara
automatik dengan menggunakan analyzer BC-2600 antara lain diluent
sebagai larutan pengencer dan sebagai medium penghantar.
BC-2600 adalah suatu penganalisis spesimen yang berisi
perangkat keras untuk menganalisis setiap spesimen darah secara
keseluruhan serta bagian data yang meliputi komputer, monitor,
keyboard, printer.
Keuntungan pemeriksaan hematokrit secara automatik antara
lain : waktu pemeriksaan yang singkat, penggunaan sampel yang
sedikit, data hasil pemeriksaan segera diperoleh tetapi harga alat yang
mahal. Hasilpemeriksaan bisa menunjukkan 19 parameter pemeriksaan
sekaligus, dalam 1 jam dapat melakukan 30 kali pemeriksaan.

d. Nilai Rujukan
Nilai normal: Pria : 40% - 50 % SI unit : 0,4 - 0,5
Wanita : 35% - 45% SI unit : 0.35 - 0,45
(Kemenkes, 2011)

e. Implikasi Klinik:
1) Penurunan nilai Hct merupakan indikator anemia (karena berbagai
sebab), reaksi hemolitik, leukemia, sirosis, kehilangan banyak darah dan
hipertiroid. Penurunan Hct sebesar 30% menunjukkan pasien mengalami
anemia sedang hingga parah.
2) Peningkatan nilai Hct dapat terjadi pada eritrositosis, dehidrasi,
kerusakan paru-paru kronik, polisitemia dan syok.

17
3) Nilai Hct biasanya sebanding dengan jumlah sel darah merah pada
ukuran eritrosit normal, kecuali pada kasus anemia makrositik atau
mikrositik.
4) Pada pasien anemia karena kekurangan besi (ukuran sel darah merah
lebih kecil), nilai Hct akan terukur lebih rendah karena sel mikrositik
terkumpul pada volume yang lebih kecil, walaupun jumlah sel darah
merah terlihat normal.
5) Nilai normal Hct adalah sekitar 3 kali nilai hemoglobin.
6) Satu unit darah akan meningkatkan Hct 2% - 4%.

f. Faktor Pengganggu
1) Individu yang tinggal pada dataran tinggi memiliki nilai Hct yang tinggi
demikian juga Hb dan sel darah merahnya.
2) Normalnya, Hct akan sedikit menurun pada hidremia fi siologis pada
Kehamilan
3) Nilai Hct normal bervariasi sesuai umur dan jender. Nilai normal untuk
bayi lebih tinggi karena bayi baru lahir memiliki banyak sel makrositik.
4) Nilai Hct pada wanita biasanya sedikit lebih rendah dibandingkan laki-
laki.
5) Juga terdapat kecenderungan nilai Hct yang lebih rendah pada kelompok
umur lebih dari 60 tahun, terkait dengan nilai sel darah merah yang lebih
rendah pada kelompok umur ini.
6) Dehidrasi parah karena berbagai sebab meningkatkan nilai Hct.

g. Hal yang harus diwaspadai


Nilai Hct <20% dapat menyebabkan gagal jantung dan kematian;
Hct >60% terkait dengan pembekuan darah spontan.

3. Eritrosit
a. Definisi
Sel darah merah atau eritrosit merupakan sel yang paling

18
sederhana yang ada di dalam tubuh. Eritrosit tidak memiliki nukleus dan
merupakan sel terbanyak dalam darah (Komariah, 2009).
b. Struktur Eritrosit
Sel darah merah normal, berbentuk lempeng bikonkaf dengan
diameter kira- kira 7,8 mikrometer dan dengan ketebalan pada bagian yang
paling tebal 2,5 mikrometer dan pada bagian tengah 1 mikrometer atau
kurang. Volume rata-rata sel darah merah adalah 90 sampai 95 mikrometer
kubik. Eritrosit yang berbentuk cakram bikonkaf mempunyai area
permukaan yang luas sehingga jumlah oksigen yang terikat dengan Hb
dapat lebih banyak. Bentuk bikonkaf juga memungkinkan sel berubah
bentuk agar lebih mudah melewati kapiler yang kecil.
Sel darah merah merupakan suatu “kantung” yang dapat diubah
menjadi berbagai bentuk. Selanjutnya, karena sel normal mempunyai
membran yang sangat kuat untuk menampung banyak bahan material di
dalamnya, maka perubahan bentuk tadi tidak akan meregangkan membran
secara hebat, dan sebagai akibatnya, tidak akan memecahkan sel, seperti yang
akan terjadi pada sel lainnya (Komariah, 2009).
c. Fungsi Eritrosit
Fungsi utama eritrosit adalah untuk mengangkut oksigen dari paru-
paru ke jaringan tubuh dan mengangkut CO2 dari jaringan tubuh ke paru-
paru oleh Hb. Oleh karena itu eritrosit sangat diperlukan dalam proses
oksigenasi organ tubuh.
Selain mengangkut hemoglobin, sel-sel darah merah juga
mempunyai fungsi lain. Contohnya, ia mengandung banyak sekali karbonik
anhidrase, yang mengkatalisis reaksi antara karbon dioksida dan air,
sehingga meningkatkan kecepatan reaksi bolak-balik ini beberapa ribu kali
lipat. Cepatnya reaksi ini membuat air dalam darah bereaksi dengan banyak
sekali karbon dioksida, dan dengan demikian mengangkutnya dari jaringan
menuju paru-paru dalam bentuk ion bikarbonat (HCO3-).

19
d. Metabolisme Eritrosit
Jika kadar oksigen menurun hormon eritropoetin akan
menstimulasi produksi eritrosit. Eritrosit, dengan umur 120 hari, adalah sel
utama yang dilepaskan dalam sirkulasi. Bila kebutuhan eritrosit tinggi, sel
yang belum dewasa akan dilepaskan kedalam sirkulasi. Pada akhir masa
hidupnya, eritrosit yang lebih tua keluar dari sirkulasi melalui fagositosis di
limfa, hati dan sumsum tulang (sistem retikulo-endotelial).
Proses eritropoiesis pada sumsum tulang melalui beberapa tahap,
yaitu: 1.Hemocytoblast (prekursor dari seluruh sel darah); 2. Prorubrisit
(sintesis Hb); 3.Rubrisit (inti menyusut, sintesa Hb meningkat); 4.
Metarubrisit (disintegrasi inti, sintesa Hb meningkat; 5. Retikulosit (inti
diabsorbsi); 6. Eritrosit (sel dewasa tanpa inti).

e. Pemeriksaan Eritrosit
Dengan mengetahui keadaan eritrosit, secara tidak langsung dapat
diketahui juga keadaan organ tubuh seseorang (Brown, 1993; Hoffbrand,
Petit; 1996; Gaspard, 1998; Uthman, 2000; Perkins, 2003).
Beberapa pemeriksaan yang dapat menggambarkan parameter
penting dari fungsi dan struktur eritrosit di dalam tubuh antara lain hitung
eritrosit, hemoglobin dan hematokrit. Hitung eritrosit atau red blood cell
count (RBC) adalah menghitung jumlah total eritrosit dalam darah..
Hemoglobin (Hb) adalah protein dalam eritrosit yang bertugas mengangkut
oksigen. Hematokrit (Ht) adalah jumlah eritrosit dalam 100 ml darah
(Perkins, 2003). Ketiga parameter di atas biasa digunakan untuk
menegakkan adanya anemia (Glader, 2003).
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan massa
eritrosit dengan akibat oksigenasi jaringan tidak dapat terpenuhi (Evatt et al,
1992; Gaspard, 1998; Glader, 2003; Perkins, 2003; Syafrizal Syafei, 2004).
Secara praktis ada 3 parameter untuk menegakkan adanya anemia yaitu:
kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah eritrosit. Dari perhitungan
ketiga parameter tersebut dapat diperoleh nilai rata-rata eritrosit. Nilai rata-

20
rata eritrosit terdiri dari Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean
Corpuscular Hemoglobin (MCH) dan Mean Corpuscular Hemoglobin
Concentration (MCHC) (Evatt et al, 1992; Desai, Isa-Pratt, 2000; Davey &
Elghetany, 2001; Glader, 2003; Perkins, 2003; Rachmawati dkk., 2003).

f. Nilai Rujukan
Nilai normal: Pria: 4,4 - 5,6 x 106 sel/mm3 SI unit: 4,4 - 5,6 x 1012 sel/L
Wanita: 3,8-5,0 x 106 sel/mm3 SI unit: 3,5 - 5,0 x 1012 sel/L

g. Implikasi klinik :
1) Secara umum nilai Hb dan Hct digunakan untuk memantau derajat
anemia, serta respon terhadap terapi anemia
2) Jumlah sel darah merah menurun pada pasien anemia leukemia,
penurunan fungsi ginjal, talasemin, hemolisis dan lupus eritematosus
sistemik. Dapat juga terjadi karena obat (drug induced anemia).
Misalnya: sitostatika, antiretroviral.
3) Sel darah merah meningkat pada polisitemia vera, polisitemia sekunder,
diare/dehidrasi, olahraga berat, luka bakar, orang yang tinggal di dataran
tinggi.

4. Leukosit
a. Definisi
Sel darah putih, leukosit (bahasa Inggris: white blood cell, WBC,
leukocyte) adalah sel yang membentuk komponen darah. Sel darah putih ini
berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi
sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh. Sel darah putih tidak berwarna,
memiliki inti, dapat bergerak secara amoebeid, dan dapat menembus
dinding kapiler/diapedesis. Dalam keadaan normalnya terkandung 4x109
hingga 11x109 sel darah putih di dalam seliter darah manusia dewasa yang
sehat - sekitar 7000-25000 sel per tetes. Pada setiap milimeter kubil darah
terdapat 6000 sampai 10000(rata-rata 8000) sel darah putih. Pada kasus

21
leukemia, jumlahnya dapat meningkat hingga 50000 sel per tetes.

b. Fungsi Leukosit
Fungsi utama leukosit adalah melawan infeksi, melindungi tubuh
dengan memfagosit organisme asing dan memproduksi atau
mengangkut/mendistribusikan antibodi.

c. Metabolisme Leukosit
Di dalam tubuh, leukosit tidak berasosiasi secara ketat dengan
organ atau jaringan tertentu, mereka bekerja secara independen seperti
organisme sel tunggal. Leukosit mampu bergerak secara bebas dan
berinteraksi dan menangkap serpihan seluler, partikel asing, atau
mikroorganisme penyusup. Selain itu, leukosit tidak bisa membelah diri atau
bereproduksi dengan cara mereka sendiri, melainkan mereka adalah produk
dari sel punca hematopoietic pluripotent yang ada pada sumsum tulang.
Bentuk dan sifat leukosit berlainan dengan sifat eritrosit apabila
kita lihat di bawah mikroskop maka akan terlihat bentuknya yang dapat
berubah-ubah dan dapat bergerak dengan perantaraan kaki palsu
(pseudopodia), mempunyai bermacam- macam inti sel sehingga ia dapat
dibedakan menurut inti selnya, warnanya bening (tidak berwarna).
Leukosit terbentuk di sumsum tulang (myelogenous), disimpan
dalam jaringan limfatikus (limfa, timus, dan tonsil) dan diangkut oleh darah
ke organ dan jaringan. Umur leukosit adalah 13-20 hari. Vitamin, asam folat
dan asam amino dibutuhkan dalam pembentukan leukosit. Sistem endokrin
mengatur produksi, penyimpanan dan pelepasan leukosit. Lekosit berasal
dari sel bakal (stem cell) dan kemudian mengalami diferensiasi (mengalami
pematangan). Lekosit di angkut oleh darah ke berbagai jaringan tubuh
tempat sel-sel tersebut melakukan fungsi fisiologiknya.
Perkembangan granulosit dimulai dengan myeloblast (sel yang
belum dewasa di sumsum tulang), kemudian berkembang menjadi
promyelosit, myelosit (ditemukan di sumsum tulang), metamyelosit dan

22
bands (neutrofi l pada tahap awal kedewasaan), dan akhirnya, neutrofi l.
Perkembangan limfosit dimulai dengan limfoblast (belum dewasa)
kemudian berkembang menjadi prolimfoblast dan akhirnya menjadi limfosit
(sel dewasa). Perkembangan monosit dimulai dengan monoblast (belum
dewasa) kemudian tumbuh menjadi promonosit dan selanjutnya menjadi
monosit (sel dewasa).

d. Macam-macam Leukosit
Ada dua tipe utama sel darah putih: Granulosit: neutrofil, eosinofil dan
basofil; Agranulosit: limfosit dan monosit

1) Limfosit
Limfosit merupakan sel utama pada sistem getah bening yang
berbentuk sferis, berukuran yang relatif lebih kecil daripada makrofag
dan neutrofil. Selain itu, limfosit bergaris tengah 6-8 µm, 20-30% dari
leukosit darah, memiliki inti yang relatif besar, bulat sedikit cekung pada
satu sisi. Sitoplasmanya sedikit dan kandungan basofilik dan
azurofiliknya sedikit. Limfosit-limfosit dapat digolongkan berdasarkan
asal, struktur halus, surface markers yang berkaitan dengan sifat
imunologisnya, siklus hidup dan fungsi.
Limfosit dibagi ke dalam 2 kelompok utama yakni Limfosit B
dan Limfosit T. Limfosit B berasal dari sel stem di dalam sumsum tulang
dan tumbuh menjadi sel plasma, yang menghasilkan antibody sedangkan
Limfosit T terbentuk jika sel stem dari sumsum tulang pindah ke kelenjar
thymus, dimana mereka mengalami pembelahan dan pematangan.
Di dalam kelenjar thymus, limfosit T belajar membedakan mana
benda asing dan mana bukan benda asing. Limfosit T dewasa
meninggalkan kelenjar thymus dan masuk ke dalam pembuluh getah
bening dan berfungsi sebagai bagian dari sistem pengawasan kekebalan.

23
2) Monosit
Monosit merupakan sel leukosit yang besar 3-8% dari jumlah
leukosit normal, diameter 9-10 um tapi pada sediaan darah kering
diameter mencapai 20 µm atau lebih. Inti biasanya eksentris, adanya
lekukan yang dalam berbentuk tapal kuda. Sitoplasma relatif banyak
dengan pulasan wrigh berupa bim abu-abu pada sajian kering. Granula
azurofil, merupakan lisosom primer, lebih banyak tapi lebih kecil.
Ditemui retikulim endoplasma sedikit. Juga ribosom, pliribosom sedikit,
banyak mitokondria. Aparatus Golgi berkembang dengan baik,
ditemukan mikrofilamen dan mikrotubulus pada daerah identasi inti.
Monosit terdapat dalam darah, jaringan ikat dan rongga tubuh. Monosit
tergolong fagositik mononuclear (system retikuloendotel) dan
mempunyai tempat-tempat reseptor pada permukaan membrannya. Untuk
imunoglobulin dan komplemen.

3) Eosinofil
Eosinofil (eosinophil, acidophil) adalah sel darah putih dari
kategori granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan
melawan parasit multiselular dan beberap infeksi pada makhluk
vertebrata. Bersama-sama dengan sel biang, eosinofil juga ikut
mengendalikan mekanisme alergi.
Eosinofil terbentuk pada proses haematopoiesis yang terjadi
pada sumsum tulang sebelum bermigrasi ke dalam sirkulasi darah.
Eosinofil mengandung sejumlah zat kimiawi antara lain
histamin, eosinofil peroksidase, ribonuklease, deoksiribonuklease, lipase,
[plasminogen] dan beberapa asam amino yang dirilis melalui proses
degranulasi setelah eosinofil teraktivasi. Zat-zat ini bersifat toksin
terhadap parasit dan jaringan tubuh. Eosinofil merupakan sel substrat
peradangan dalam reaksi alergi. Aktivasi dan pelepasan racun oleh
eosinofil diatur dengan ketat untuk mencegah penghancuran jaringan
yang tidak diperlukan.

24
Individu normal mempunyai rasio eosinofil sekitar 1 hingga 6%
terhadap sel darah putih dengan ukuran sekitar 12 – 17 mikrometer.
Eosinofil dapat ditemukan pada medulla oblongata dan
sambungan antara korteks otak besar dan timus, dan di dalam saluran
pencernaan, ovarium, uterus, limpa dan lymph nodes. Tetapi tidak
dijumpai di paru, kulit, esofagus dan organ dalam lainnya, pada kondisi
normal, keberadaan eosinofil pada area ini sering merupakan pertanda
adanya suatu penyakit. Eosinofil dapat bertahan dalam sirkulasi darah
selama 8-12 jam, dan bertahan lebih lama sekitar 8-12 hari di dalam
jaringan apabila tidak terdapat stimulasi
4) Neutrofil
Neutrofil (neutrophil, polymorphonuclear neutrophilic
leukocyte, PMN) adalah bagian sel darah putih dari kelompok granulosit.
Bersama dengan dua sel granulosit lain: eosinofil dan basofil yang
mempunyai granula pada sitoplasma, disebut juga polymorphonuclear
karena bentuk inti sel mereka yang aneh. Granula neutrofil berwarna
merah kebiruan dengan 3 inti sel.
Neutrofil berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap
infeksi bakteri dan proses peradangan kecil lainnya, serta menjadi sel
yang pertama hadir ketika terjadi infeksi di suatu tempat. Dengan sifat
fagositik yang mirip dengan makrofaga, neutrofil menyerang patogen
dengan serangan respiratori menggunakan berbagai macam substansi
beracun yang mengandung bahan pengoksidasi kuat, termasuk hidrogen
peroksida, oksigen radikal bebas, dan hipoklorit.
Rasio sel darah putih dari neutrofil umumnya mencapai 50-60%.
Sumsum tulang normal orang dewasa memproduksi setidaknya 100
miliar neutrofil sehari, dan meningkat menjadi sepuluh kali lipatnya juga
terjadi inflamasi akut.
Setelah lepas dari sumsum tulang, neutrofil akan mengalami 6
tahap morfologis: mielocit, metamielocit, neutrofil non segmen (band),
neutrofil segmen.Neutrofil segmen merupakan sel aktif dengan kapasitas

25
penuh, yang mengandung granula sitoplasmik (primer atau azurofil,
sekunder, atau spesifik) dan inti sel berongga yang kaya kromatin. Sel
neutrofil yang rusak terlihat sebagai nanah.
5) Basofil
Basofil adalah granulosit dengan populasi paling minim, yaitu
sekitar 0,01–0,3% dari sirkulasi sel darah putih. Basofil mengandung
banyak granula sitoplasmik dengan dua lobus. Seperti granulosit lain,
basofil dapat tertarik keluar menuju jaringan tubuh dalam kondisi
tertentu. Saat teraktivasi, basofil mengeluarkan antara lain histamin,
heparin, kondroitin, elastase dan lisofosfolipase, leukotriena dan
beberapa macam sitokina. Basofil memainkan peran dalam reaksi alergi
(seperti asma).

e. Pemeriksaan Leukosit
Indikasi di lakukannya pemeriksaan hitung lekosit adalah tes rutin
sebagai bagian dari tes darah lengkap (full blood count), untuk menentukan
lekositosis atau leukopenia, dan pemantauan penyakit atau pengobatan.
Hitung lekosit menyatakan jumlah lekosit perliter darah (lesysteme
international d’Unites = SI Unit) atau per millimeter kubik atau mikroliter
(unit konvensional). Lekosit atau sel darah putih adalah sel yang bulat
berinti dengan ukuran 9 – 20 µm.
Spesimen yang digunakan pada pemeriksaan hitung jumlah lekosit,
yaitu:
1) Darah kapiler atau darah vena EDTA;
2) Tidak ada pembatasan asupan makanan dan minuman pada penderita;
3) Darah tidak boleh diambil pada lengan yang terpasang jalur intra-vena.

26
Metode pemeriksaan hitung lekosit ada dua, yaitu cara manual dan
cara elektronik/otomik.
1) Cara Manual
Cara manual dilakukan dengan menghitung lekosit secara visual
dengan mikroskop. Darah terlebih dahulu diencerkan dengan larutan
asam lemah dan perhitungan dilakukan menggunakan bilik hitung
(counting chamber). Kesalahan cara ini adalah sebesar 15%.
Prinsip dasar pemeriksaan manual, yaitu: darah diencerkan
dengan asam lemah, sel-sel selain lekosit akan dilisiskan dan darah
menjadi encer sehingga lekosit lebih mudah dihitung. Jumlah lekosit per
mikroliter darah ditentukan dengan menghitung sel-sel di bawah
mikroskop dan kemudian mengalikannya dengan menggunakan faktor
pengali tertentu.
2) Cara Elektronik
Cara elektronik dewasa ini telah banyak dilakukan dengan
menggunakan sebuah mesin penghitung sel darah (hematology analyzer).
Prinsip dasar digunakan yaitu impedansi (resistensi elektrik) dan
pembauran cahaya (light scattering/optical scatter). Prinsip impedansi
didasarkan pada deteksi dan pengukuran perubahan hambatan listrik
yang dihasilkan oleh sel-sel darah saat mereka melintasi sebuah flow cell
yang dilalui cahaya. Hasil hitung lekosit dengan analyzer ditampilkan
pada lembar hasil sebagai WBC (White Blood Cell).
Penggunaan cara elektronik dengan alat penghitung sel darah
lebih menguntungkan karena mampu menghitung sel dalam jumlah yang
jauh lebih besar, menghemat waktu dan tenaga serta hasil cepat diterima
oleh klinisi untuk kepentingan terapi pada pasien. Namun harga tersebut
mahal, prosedur pemakaian dan pemeliharaannya harus dilakukan
dengan sangat cermat. Disamping itu upaya penjaminan mutu juga harus
selalu dilakukan.

27
f. Nilai Rujukan
Nilai normal : 3200 – 10.000/mm3 SI : 3,2 – 10,0 x 109/L
Neutrofil
Nilai normal: Segment : 36% - 73% SI unit : 0,36 – 0,73
Jumlah absolute 1.260-7.300/mm3
Bands : 0% - 12% SI unit : 0,00 – 0,12
Jumlah absolute 0-1440/mm3
Eosinofil
Nilai normal : 0% - 6% Jumlah absolute 0-500/mm3
Basofil
Nilai normal : 0% - 2% Jumlah absolute 0-150/mm3
Monosit
Nilai normal : 0%-11% Jumlah absolute 800-40.000/mm3
Limfosit
Nilai normal : 15% - 45% Jumlah absolute 100-800/mm3
(Kemenkes, 2011)

g. Implikasi klinik
1) Nilai krisis leukositosis: 30.000/mm3.
2) Lekositosis hingga 50.000/mm mengindikasikan gangguan di luar
sumsum tulang (bone marrow). Nilai leukosit yang sangat tinggi (di
atas 20.000/mm3) dapat disebabkan oleh leukemia. Penderita kanker
post-operasi (setelah menjalani operasi) menunjukkan pula peningkatan
leukosit walaupun tidak dapat dikatakan infeksi.
3) Biasanya terjadi akibat peningkatan 1 tipe saja (neutrofi l). Bila tidak
ditemukan anemia dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi
dengan leukemia
4) Waspada terhadap kemungkinan leukositosis akibat pemberian obat.
5) Perdarahan, trauma, obat (mis: merkuri, epinefrin, kortikosteroid),
nekrosis, toksin, leukemia dan keganasan adalah penyebab lain
leukositosis.

28
6) Makanan, olahraga, emosi, menstruasi, stres, mandi air dingin dapat
meningkatkan jumlah sel darah putih
7) Leukopenia, adalah penurunan jumlah leukosit <4000/mm3. Penyebab
leukopenia antara lain:
a) Infeksi virus, hiperplenism, leukemia.
b) obat (antimetabolit, antibiotik, antikonvulsan, kemoterapi)
c) Anemia aplastik/pernisiosa
d) Multipel mieloma
8) Prosedur pewarnaan: Reaksi netral untuk netrofi l; Pewarnaan asam
untuk eosinofi l; Pewarnaan basa untuk basofi l
9) Konsentrasi leukosit mengikuti ritme harian, pada pagi hari jumlahnya
sedikit, jumlah tertinggi adalah pada sore hari
10) Umur, konsentrasi leukosit normal pada bayi adalah (6 bulan-1 tahun)
10.000-20.000/mm3 dan terus meningkat sampai umur 21 tahun
11) Manajemen neutropenia disesuaikan dengan penyebab rendahnya nilai
leukosit

5. Trombosit
a. Definisi
Trombosit (keping-keping darah) adalah fragmen sitoplasmik tanpa
inti berdiameter 2-4 mm yang berasal dari megakariosit.
Trombosit adalah elemen terkecil dalam pembuluh darah.
Trombosit diaktivasi setelah kontak dengan permukaan dinding endotelia.
Trombosit terbentuk dalam sumsum tulang. Masa hidup trombosit sekitar
7,5 hari. Sebesar 2/3 dari seluruh trombosit terdapat disirkulasi dan 1/3 nya
terdapat di limfa.

b. Fungsi Trombosit
Trombosit berperan penting dalam mengontrol perdarahan. Apabila
terjadi cedera vaskuler, trombosit mengumpul pada tempat cedera tersebut.
Fungsi utama trombosit adalah pembentuk sumbatan mekanis selama respon

29
haemostati normal terhadap luka vaskular. Tanpa trombosit, dapat terjadi
kebocoran darah spontan melalui pembuluh darah kecil.
Trombosit memiliki banyak fungsi, khususnya dalam mekanisme
hemostasis. Berikut fungsi dari trombosit (Hoffbrand et al, 2005): mencegah
kebocoran darah spontan pada pembuluh darah kecil dengan cara adhesi,
sekresi, agregasi, dan fusi (hemostasis).
Cara kerja trombosit dalam hemostasis dapat dijelaskan sebagai
berikut : Adanya pembuluh darah yang mengalami trauma maka akan
menyebabkan sel endotelnya rusak dan terpaparnya jaringan ikat kolagen
(subendotel). Secara alamiah, pembuluh darah yang mengalami trauma akan
mengerut (vasokontriksi). Kemudian trombosit melekat pada jaringan ikat
subendotel yang terbuka atas peranan faktor von Willebrand dan reseptor
glikoprotein Ib/IX (proses adhesi). Setelah itu terjadilah pelepasan isi
granula trombosit mencakup ADP, serotonin, tromboksan A2, heparin,
fibrinogen, lisosom (degranulasi). Trombosit membengkak dan melekat satu
sama lain atas bantuan ADP dan tromboksan A2 (proses agregasi).
Kemudian dilanjutkan pembentukan kompleks protein pembekuan
(prokoagulan). Sampai tahap ini terbentuklah hemostasis yang permanen.
Pada suatu saat bekuan ini akan dilisiskan jika jaringan yang rusak telah
mengalami perbaikan oleh jaringan yang baru. (Candrasoma,2005;
Guyton,1997; Hoffbrand et al, 2005).

c. Struktur Trombosit
Trombosit adalah elemen terkecil dalam pembuluh darah dengan
diameter 2-4 µm. Trombosit memiliki zona luar yang jernih dan zona dalam
yang berisi organel-organel sitoplasmik. Permukaan diselubungi reseptor
glikoprotein yang digunakan untuk reaksi adhesi & agregasi yang
mengawali pembentukan sumbat hemostasis.
Membran plasma dilapisi fosfolipid yang dapat mengalami
invaginasi membentuk sistem kanalikuler. Membran plasma ini memberikan
permukaan reaktif luas sehingga protein koagulasi dapat diabsorpsi secara

30
selektif. Area submembran, suatu mikrofilamen pembentuk sistem skeleton,
yaitu protein kontraktil yang bersifat lentur dan berubah bentuk. Sitoplasma
mengandung beberapa granula, yaitu: granula densa, granula a, lisosome
yang berperan selama reaksi pelepasan yang kemudian isi granula
disekresikan melalui sistem kanalikuler. Energi yang diperoleh trombosit
untuk kelangsungan hidupnya berasal dari fosforilasi oksidatif (dalam
mitokondria) dan glikolisis anaerob.

d. Metabolisme Trombosit
Trombosit diaktivasi setelah kontak dengan permukaan dinding
endotelia. Trombosit terbentuk dalam sumsum tulang. Masa hidup
trombosit sekitar 7,5 hari. Sebesar 2/3 dari seluruh trombosit terdapat
disirkulasi dan 1/3 nya terdapat di limfa. Trombosit dibentuk oleh
fragmentasi sel raksasa sumsum tulang, yang disebut megakariosit.
Megakariosit ini melakukan reflikasi inti endomitotiknya kemudian
volume sitoplasma membesar seiring dengan penambahan lobus inti
menjadi kelipatannya, kemudian sitoplasma menjadi granula dan trombosit
dilepaskan dalam bentuk platelet/keping-keping. Enzim pengatur utama
produksi trombosit adalah trombopoetin yang dihasilkan di hati dan ginjal,
dengan reseptor C-MPL serta suatu reseptor lain, yaitu interleukin-11.
Trombosit berperan penting dalam hemopoesis, penghentian perdarahan
dari cedera pembuluh darah.
Trombosit atau platelet sangat penting untuk menjaga hemostasis
tubuh. Adanya abnormalitas pada vaskuler, trombosit, koagulasi, atau
fibrinolisis akan menggangu hemostasis sistem vaskuler yang
mengakibatkan perdarahan abnormal/gangguan perdarahan (Sheerwood,
2001).
Produksi trombosit diatur oleh trombopoetin (Brunner &
Suddarth, 2002). Produksi trombosit mengikuti pembentukan
mikrovesikulus dalam sitoplasma sel yang bersatu (koalesensi) membentuk
membrane batas pemisah (demarkasi) trombosit. Produksi trombosit

31
berada dibawah kontrol zat humoral yang dikenal sebagai
trombopoietin.
e. Pembekuan darah
Darah yang sudah tersimpan lebih dari 24 jam tidak lagi
mengandung trombosit yang masih berfungsi atau faktor koagulan V dan
VIII. Reaksi trombosit berupa adhesi, sekresi, agregasi, dan fusi serta
aktivitas prokoagulannya sangat penting untuk fungsinya. (Brunner &
Suddarth, 2002).
Setelah terjadi adhesi trombosit, selanjutnya akan dilepas ADP.
Proses ini bersifat reversibel, yang terlihat sebagai gelombang pertama pada
tes agregasi trombosit. Bila konsentrasi ADP makin meningkat, terjadilah
agregasi trombosit. Selain ADP, juga dilepas serotonin, yang menyebabkan
vasokonstriksi, sehingga memberi kesempatan untuk menyiapkan
pembentukan sumbat hemostatik primer, yang terdiri atas trombosit dan
fibrin. Pada kondisi dimana kadar ADP mencapai titik kritis, terjadilah
pengaktifan membran fosfolipid (PF3), yang bersifat ireversibel dan tampak
sebagai gelombang kedua dalam grafik tes agregasi trombosit. Membran
fosfolipid ini memfasilitasi pembentukan kompleks protein koagulasi yang
terjadi secara berurutan.

32
Gambar 2.2. Fungsi Trombosit

f. Pemeriksaan Trombosit
Beberapa uji laboratorium yang digunakan untuk menilai kualitas
trombosit adalah agregasi trombosit, retensi trombosit, retraksi bekuan, dan
antibody anti trombosit. Sedangkan uji laboratorium untuk menilai kuantitas
trombosit adalah masa perdarahan (bleeding time) dan hitung trombosit
Metode untuk menghitung trombombosit telah banyak dibuat dan
jumlahnya jelas tergantung dari kenyataan bahwa sukar untuk menghitung
sel-sel trombosit yang merupakan partikel kecil, mudah aglutinasi dan
mudah pecah. Sukar membedakan trombosit dengan kotoran.
Hitung trombosit dapat dilakukan secara langsung dan tidak
langsung. Metode secara langsung dengan menggunakan kamar hitung yaitu
dengan mikroskop fase kontras dan mikroskop cahaya (Rees-Ecker)
maupun secara otomatis. Metode yang dianjurkan adalah penghitungan
dengan mikroskop fase kontras dan otomatis. Metode otomatis akhir-akhir

33
ini banyak dilakukan karena bisa mengurangi subyektifitas pemeriksaan dan
penampilan diagnostik alat ini cukup baik.
Hitung trombosit secara tidak langsung yaitu dengan menghitung
jumlah trombosit pada sediaan apus darah yang telah diwarnai. Cara ini
cukup sederhana, mudah dikerjakan, murah dan praktis. Keunggulan cara
ini adalah dalam mengungkapkan ukuran dan morfologi trombosit, tetapi
kekurangannya adalah bahwa perlekatan ke kaca obyek atau distribusi yang
tidak merata di dalam apusan dapat menyebabkan perbedaan yang mencolok
dalam perhitungan konsentrasi trombosit. Sebagai petunjuk praktis adalah
bahwa hitung trombosit adekuat apabila apusan mengandung satu trombosit
per duapuluh eritrosit, atau dua sampai tiga trombosit per lapang pandang
besar (minyak imersi). Pemeriksaan apusan harus selalu dilakukan apabila
hitung trombosit rendah karena penggumpalan trombosit dapat
menyebabkan hitung trombosit rendah palsu.

g. Nilai Rujukan
Hitung trombosit normal adalah
170 – 380x103/mm3 SI : 170 – 380x109/L
(Kemenkes, 2011)

h. Implikasi Klinik
1) Trombositosis berhubungan dengan kanker, splenektomi, polisitemia
vera, trauma, sirosis, myelogeneus, stres dan arthritis reumatoid.
2) Trombositopenia berhubungan dengan idiopatik trombositopenia purpura
(ITP), anemia hemolitik, aplastik, dan pernisiosa. Leukimia, multiple
myeloma dan multipledysplasia syndrome.
3) Obat seperti heparin, kinin, antineoplastik, penisilin, asam valproat dapat
menyebabkan trombositopenia
4) Penurunan trombosit di bawah 20.000 berkaitan dengan perdarahan
spontan dalam jangka waktu yang lama, peningkatan waktu perdarahan
petekia/ekimosis.

34
5) Asam valproat menurunkan jumlah platelet tergantung dosis.
6) Aspirin dan AINS lebih mempengaruhi fungsi platelet daripada jumlah
platelet.

i. Kelainan Fungsi Trombosit


Kelainan perdarahan dapat disebabkan oleh kekurangan trombosit
ataupun faktor pembekuan dalam sirkulasi darah. Fungsi trombosit dalam
plasma darah dapat terganggu akibat insufisiensi sumsum tulang, kerusakan
limfa meningkat, atau abnormalitas trombosit beredar (Brunner & Suddarth,
2002).
Kelainan fungsi trombosit dicurigai pada pasien yang
memperlihatkan perdarahan kulit dan mukosa serta pada orang dimana
waktu perdarahan memanjang walaupun hitung trombosit normal. Kelainan
ini bisa oleh karena herediter atau akuisita. Kelainan herediter jarang dapat
menghasilkan cacat pada setiap fase berbeda reaksi trombosit yang
menyebabkan pembentukkan sumbat trombosit. Kelainan herediter seperti:
penyakit Pool simpanan trombosit, trombastenia (penyakit Glanzmann),
syndrome Bernard-Soulier, dan penyakit Von Willebrand.
Sedangkan untuk kelainan akuisita pada terapi aspirin, terapi
sulfinpirazon, hiperglobulinemia yang bersamaan dengan myeloma
multiple atau penyakit Weldenstorm, uremea pada penyakit hati dan
kelainan mieloproliferatif. Pada klien dengan tidak ada riwayat obat, jumlah
megakariosit sumsum normal atau berlebihan dan tak ada abnormalitas
sumsum lainnya, ITP merupakan diagnosis biasanya.

j. Faktor Pengganggu
Ada beberapa faktor pengganggu dari hitung jenis trombosit, diantaranya
yaitu :
1) Jumlah trombosit umumnya meningkat pada dataran tinggi, setelah
olahraga, trauma atau dalam keadaan senang dan dalam musim dingin.
2) Kontrasepsi oral menyebabkan sedikit peningkatan

35
3) Nilai trombosit umumnya menurun sebelum menstruasi dan selama
kehamilan.

k. Hal yang harus diwaspadai


1) Pada 50% pasien yang mengalami peningkatan platelet ditemukan
keganasan
2) Pada pasien yang mengalami peningkatan jumlah platelet yang ekstrim
(>1000 x 103/mm3) akibat gangguan myeloproliferatif, lakukan penilaian
penyebab abnormalnya fungsi platelet.
3) Nilai kritis: penurunan platelet hingga < 20 x 103/mm3 terkait
dengankecenderungan pendarahan spontan, perpanjangan waktu
perdarahan,peteki dan ekimosis
4) Jumlah platelet > 50 x 103/mm3 tidak secara umum terkait dengan
perdarahan spontan

l. Trombositopenia
Dalam kesehatanan penurunan jumlah trombosit dikenal dengan
trombositopenia. Trombositopenia didefinisikan sebagai kondisi terjadinya
penurunan jumlah trombosit dari rentang normal populasi sehat. Umumnya
rentang trombosit normal adalah sekitar 150.000-400.000/µL. Kriteria
penggolongan berat ringannya trombositopenia telah dikembangkan oleh
National Cancer Institute (NCI). Kriteria ini menggolongkan berat
ringannya trombositopenia sebagai:
Derajat satu jika jumlah trombosit sekitar 75.000-150.000/µL,
Derajat dua jika jumlah trombosit sekitar 50.000- <75.000/µL,
Derajat tiga jika jumlah trombosit sekitar 25.000- <50.000/µL, dan
Derajat empat jika jumlah trombosit < 25.000/µL (Sysmex, 2013).

Sedangkan jumlah trombosit > 50 x 103/mm3 tidak secara umum terkait


dengan perdarahan spontan.
Ketika ditemukan hasil trombositopenia pada pemeriksaan darah

36
subyek tanpa tanda dan gejala trombositopenia, maka sangat diperlukan
pengetahuan seorang pemeriksa dalam menentukan apakah subyek tersebut
benar-benar menderita trombositopenia atau hanya suatu kasus
trombositopenia palsu (pseudothrombocytopenia).
Kasus trombositopenia palsu dipemeriksaan laboratorium
umumnya disebabkan karena trombosit yang diperiksa menggumpal
karena terpapar antikoagulan EDTA. Oleh sebab itu perlu dikonfirmasi
dengan pemeriksaan sediaan apus darah tepi dan jika telah dipastikan maka
perlu pengambilan sampel darah kedua untuk pengulangan pemeriksaan
namun dengan antikoagulan sitrat. Mekanisme terjadinya trombositopenia
umumnya bisa disebabkan karena gangguan produksi trombosit di
sumsum tulang ataupun bisa juga disebabkan karena pemakaian trombosit
yang berlebihan karena berbagai sebab (Sysmex, 2013).
Pasien dengan trombositopenia, jika hasil trombosit menurun

sampai dibawah 20.000/mm3 maka gejala klinis yang akan muncul


seperti: petekia, perdarahan hidung dan pendarahan setelah pembedahan

atau pencabutan gigi. Jika trombosit kurang dari 5000/ mm3, dapat terjadi
perdarahan system saraf pusat dan gastrointestinal yang fatal (Brunner &
Suddarth, 2002).

m. Trombositosis
Sedangkan pada pasien dengan peningkatan jumlah trombosit
dari nilai normal atau dikenal dengan istilah trombositosis, memiliki gejala
klinis seperti : anemi ringan, lekositosis, perdarahan (epistaksis, easy
bruising, petekie, spenonegali ringan pada 40% penderita, splenonegali
moderate pada 20-50% penderita, hepatomegali, limfadenopati, ulkus
peptikum,varises gaster dan esofagus, Gout (Brunner & Suddarth, 2002).
Trombopoietin, suatu ligan reseptor faktor pertumbuhan
megakariosit (c-mpl/murine myeloproliferative leukemia virus), saat ini
dikenal sebagai regulator humoral utama produksi megakariosit dan

37
trombosit. Trombopoietin mempengaruhi pertumbuhan megakariosit mulai
dari sel induk sampai produksi trombosit.
Trombosit matur berperan penting dalam regulasi kadar
trombopoietin plasma. Trombosit mempunyai reseptor terhadap
trombopoietin (c-mpl) dan memobilisasi trombopoietin dari plasma. Pada
keadaan trombositopeni, terjadi peningkatan kadar trombopoietin plasma
karena berkurangnya pengikatan trombopoietin oleh trombosit.
Peningkatan kadar trombopoietin plasma ini akan merangsang
megakariopoiesis. Sebaliknya pada keadaan tombositosis, deplesi plasma
trombopoietin akan menurunkan megakariopoiesis. Mekanisme regulasi ini
mengatur produksi trombosit.

n. Tata Laksana Trombositopenia


Pada kondisi rendahnya platelet yang kritis, transfusi platelet dapat
dilakukan untuk memberikan peningkatan sementara. Transfusi platelet
biasanya memiliki waktu paruh yang lebih pendek dan kecuali jika kondisi
penyebab sudah diatasi, maka sering diperlukan transfusi ulang.
Dalam kondisi nilai platelet yang rendah secara signifi kan (kurang
dari 50 x 109/L) penting memastikan tidak ada obat yang mempengaruhi
fungsi platelet yang ada. Termasuk semua obat antiplatelet dan obat antiinfl
amasi non steroid.
Trombositopenia yang terkait dengan auto-imun biasanya diatasi
dengan kortikosteroid. Jika diduga terjadi reaksi karena alergi obat, maka
hentikan obat yang diduga menyebabkan reaksi alergi tsb.

o. Tatalaksana Trombositosis
Jika terjadi inflamasi dapat diberikan kortikosteroid dan bila terjadi
infeksi diberikan antibiotik dan harus dilakukan pemantauan ketat
munculnya efek samping yang tidak diinginkan. Pada kondisi terjadi
peningkatan produksi platelet di atas 1500 x 109/ L, dapat diberikan obat
antiproliferatif, namun dapat mengalami trombosis. Oleh karena itu

38
pemberian aspirin atau obat antiplatelet lain dapat dipertimbangkan bagi
pemberian pasien yang mengalami risiko kardiovaskular, serebrovaskular,
atau pasien yang pernah mengalami trombotik karena tingginya nilai
platelet.

C. Faktor yang Mempengaruhi Pemeriksaan Laboratorium


Ada dua faktor yang mempengaruhi proses pemeriksaan laboratorium.
Faktor- faktor tersebut yaitu : variasi analitik dan non analitik. Yang termasuk
dalam variasi analitik adalah peralatan, metode, bahan pemeriksaan dan reagen.
Yang termasuk variasi non analitik terbagi menjadi tiga : preanalitik, analitik dan
pasca analitik.
Preanalitik merupakan tahap awal yang sangat menentukan kualitas
sampel yang didapat, kemudian akan sangat mempengaruhi proses berikutnya
yaitu proses analitik dan pasca analitik (Buletin Prodia, 2007). Dalam proses
preanalitik sering terjadi kesalahan. yang terjadi sebelum spesimen pasien
diperiksa untuk analit oleh sebuah metode atau instrument tertentu. Kegiatan
yang terkait dengan proses preanalitik adalah ketatausahaan (clerical), persiapan
pasien (patient preparation), pengumpulan spesimen (spesimen collection) serta
penanganan sampel (sampling handling) (Sukorini, dkk, 2010).
Analitik adalah tahap pengerjaan sampel sampai diperolehnya hasil
pemeriksaan (Buletin Prodia, 2007). Sama halnya dengan preanalitik, pada tahap
analitik juga rentan terjadi kesalahan. Kesalahan- kesalahan analitik yang terjadi
selama proses pengukuran sering disebabkan oleh kesalahan sistematis. Kegiatan
yang terkait dengan proses analitik adalah reagen (reagent), peralatan
(instrumens), control dan bahan bakuan (control and standart), serta ahli
teknologi (technologist) (Sukorini dkk, 2010).
Pasca analitik adalah tahap akhir pemeriksaan yang dikeluarkan untuk
meyakinkan bahwa hasil pemeriksaan yang dikeluarkan benar- benar valid
(Buletin Prodia, 2007). Kesalahan pasca analitik terjadi setelah pengambilan
sampel, proses pengukuran dan mencakup kesalahan seperti kesalahan penulisan
(Sukorini, dkk, 2010).

39
Banyak faktor pada pasien yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium
sehingga persiapan pasien perlu diperhatikan. Pengirim pasien mempunyai tugas
memberitahukan kepada pasien mengenai persiapan yang perlu dilakukan
sebelum datang ke laboratorium.
Faktor-faktor pada pasien yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan
yaitu:
1. Makanan dan Minuman
Makanan dan minuman dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan
laboratorium pada beberapa jenis pemeriksaan, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Seperti pemeriksaan laju endap darah, dipengaruhi secara tidak
langsung oleh makanan dan minuman karena akan mempengaruhi reaksi
dalam proses pemeriksaan sehingga hasilnya menjadi tidak benar. Konsumsi
alkohol juga dapat menyebabkan perubahan cepat dan lambat pada kadar
analit. Perubahan cepat dapat terjadi dalam waktu 2 – 4 jam setelah konsumsi
alkohol dan akibat yang terjadi adalah peningkatan kadar glukosa, laktat, asam
urat dan terjadinya asidosis metabolik.
Perubahan lambat berupa peningkatan aktifitas gamma glutamyl
transferase (gamma-GT), GOT, GPT, trigliserida, kortisol, dan MCV. Cafein
menyebabkan hampir seluruh pemeriksaan substrat dan enzim dalam
darah akan meningkat karena terjadi hemokonsentrasi, terutama pemeriksaan
hemoglobin, hitung jenis lekosit, hematokrit, elektrolit. Beberapa makanan
yang memiliki kandungan zat besi yang lebih banyak dari yang lain, seperti
daging merah memiliki kadar zat besi lebih tinggi daripada susu sapi
(Estridge et al. 2000). Zat besi tersebut akan digunakan untuk membentuk
gugus heme dari haemoglobin oleh sel darah merah dalam sumsum tulang
belakang (Silverthorn, 2009).

2. Obat-Obatan
Obat yang diberikan baik secara oral, maupun cara lainnya akan
menyebabkan terjadinya respon tubuh terhadap obat tersebut. Ada beberapa
contoh obat yang mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium. Obat-obat

40
yang dapat menurunkan hasil hemoglobin diantaranya: antibiotika, aspirin,
obat-obat antineoplasma, doksapram (Dopram), Indometasin (Indocin),
sulfonamida,primaquin, rifampin, trimetadion (Tridione). Sedangkan obat-obat
yang dapat meningkatkan hasil haemoglobin diantaranya: metildopa
(Aldomet), gentamisin (Kee, 2012).
Obat-obatan yang dapat menurunkan nilai leukosit yaitu: Antibiotik
(Penicillin, sefalotin, kloramfenikol), asetaminofen (Tylenol), sulfonamid,
propiltiourasil, barbiturate, agen kemoterapi kanker, diazepam (valium),
diuretic (furosemide;Lasix, asam etakrinik; Edecrin, klordiazepoksid
(Librium), agen hipoglikemi oral, indometasin (Indocin), metildopa
(Aldomet), rifampin, fenotiazin. Untuk obat-obatan yang dapat meningkatkan
nilai leukosit diantaranya: Aspirin, antibiotic (Ampicillin, eritromisin,
kanamisin, metisillin, tetrasiklin, vankomisin, streptomisin), komponen emas,
prokainamid (Pronestil), triamteren (Dyrenium), alopurinol, kalium yodin,
hidantoin derivative, sulfonamide (kerja lama), heparin, digitalis, epinefrin,
litium (Kee, 2012).
Obat-obatan yang terbukti mempengaruhi fungsi trombosit seperti:
Aspirin, digunakan luas pada trombositosis di mana ini nyata efektif dalam
mencegah thrombosis. Pada orang yang telah menderita serangan iskhemik
selintas (transientischaemic attack), aspirin ditunjukkan mengurangi secara
bermakna insiden serangan selanjutnya, “major stroke”, dan kematian. Sulfin
pirazon dapat menurunkan frekuensi kematian mendadak pada pasien yang
mrninggalkan rumah sakit setelah infark miokard. Dipiridamol telah
ditunjukkan mengurangi komplikasi tromboemboli pada pasien dengan klep
jantung buatan dan memperbaiki hasil dalam mencakup operasi”by pass”
(Kee, 2012). Selain itu obat seperti heparin, kinin, antineoplatik, penisilin,
asam valproat juga dapat menyebabkan trombositopenia. Kontrasepsi oral
menyebabkan sedikit peningkatan (kementrian Kesehatan RI, 2011)

3. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik dapat menyebabkan perubahan kadar substrat dan

41
enzim pada laju endap darah, hemoglobin dan hitung sel darah. Aktifitas fisik
dapat menyebabkan shift volume antara kompartemen di dalam pembuluh
darah dan interstitial, kehilangan cairan karena berkeringat, dan perubahan
kadar hormon. Akibatnya akan terjadi perbedaan besar antara kadar glukosa
darah di arteri dan vena, serta terjadi perubahan konsentrasi gas darah, asam
urat, kreatinin, creatin kinase, GOT, LDH, hemoglobin, hitung sel darah dan
produksi urine.
Olahraga berat dapat menguras energi yang menghasilkan
persenyawaan, adenosine Triphosphate (ATP) dari sel otot. Aktivitas fisik
seperti berlari, naik turun tangga dalam jangka waktu lama atau melakukan
aktivitas berat (olahraga gym atau marathon) pada malam hari sebelum
pengambilan darah (Narayanan, 2000).
Aktifitas fisik menurut Recommenden Dietary Allowances (RDA)
dalam Penelitian yang berjudul Aktifitas Fisik, Konsumsi Makanan Cepat Saji
(Fastfood), dan Keterpaparan Media Serta Faktor-Faktor Lain Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Obesitas Pada Siswa SD Islam Al-Azhar 1
jakarta Selatan oleh Nuri Rahmawati tahun 2009, aktifitas fisik dibedakan
dalam beberapa kategori seperti :istirahat, sangat ringan, ringan, sedang dan
berat.
Adapun kegiatan-kegiatan yang dikelompokkan dalam kategori
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Istirahat : tidur, berbaring atau bersandar
b. Sangat ringan : duduk dan berdiri, melukis, menyetir mobil, pekerja
laboratorium, mengetik, menyapu, menyetrika, memasak, bermain kartu
dan bermain alat music
c. Ringan : berjalan dengan kecepatan 2,5-3 mph, bekerja di bengkel,
pekerjaan yang berhubungan dengan listrik, tukang kayu, pekerjaan yang
berhubungan dengan restoran, membersihkan rumah, mengasuh anak, golf,
memancing dan tenis meja.
d. Sedang : berjalan dengan kecepatan 3,5-4 mph, mencabut rumput dan
mencangkul, menangis dengan keras, bersepeda, ski, tenis dan menari.

42
e. Berat : berjalan mendaki, menebang pohon, menggali tanah, basket,
panjat tebing dan sepak bola
Aktivitas fisik yang mempengaruhi hasil trombosit adalah aktifitas
ringan-berat. Sesuai dengan penjelasan kegiatan-kegiatan yang dikategorikan
dalam aktivitas fisik ringan-berat, merupakan kegiatan-kegiatan yang
menghabiskan energy dan bisa memicu lelah, berkeringat, perubahan tanda
vital seperti nadi bahkan mungkin tekanan darah.
Untuk mengetahui aktivitas fisik pasien, petugas menanyakan kepada
pasien aktivitas fisik yang dilakukan sebelum pengambilan darah.

4. Trauma
Trauma yang dimaksud adalah trauma yang menyebabkan
perdarahan. Luka perdarahan akan menyebabkan antara lain terjadinya
penurunan kadar substrat maupun aktivitas enzim yang akan diukur
termasuk kadar haemoglobin dan hematokrit. Hal ini disebabkan karena terjadi
pemindahan cairan tubuh ke dalam pembuluh darah sehingga mengakibatkan
terjadinya pengenceran darah. Konsentrasi Hemoglobin berfluktuasi pada
pasien yang mengalami perdarahan dan luka bakar. Sel darah merah dan
leukosit juga akan meningkat pada paien dengan trauma luka bakar.
Trauma yang mengakibatkan perdarahan spontan dalam jangka waktu
yang lama akan mengakibatkan penurunan trombosit dibawah 20.000. Pasien
dengan peningkatan waktu perdarahan petekia/ekimosis akan dapat
menurunkan konsentrasi trombosit dalam darah (Kementrian Kesehatan, 2011).
Keadaan tubuh yang mengalami trauma (perdarahan), trombosit berperan
mencegah tubuh kehilangan darah akibat perdarahan dan melakukan fungsi
utamanya didinding pembuluh darah.

5. Variasi Harian
Pada tubuh manusia terjadi perbedaan kadar zat-zat tertentu dalam
tubuh dari waktu ke waktu yang disebabkan oleh fluktuasi harian (variasi
diurnal). Variasi ini bisa berpengaruh pada eosinofil yang jumlahnya akan

43
lebih rendah pada malam sampai pagi hari dibandingkan pada siang hari
(Direktorat Laboratorium Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2004).
Variasi diurnal yang terjadi antara lain :
a) Besi serum. Besi serum yang diambil pada sore hari akan lebih tinggi
kadarnya daripada pagi hari.
b) Glukosa. Kadar insulin akan mencapai puncaknya pada pagi hari,
sehingga apabila tes toleransi glukosa dilakukan pada siang hari, maka
hasilnya akan lebih tinggi daripada bila dilakukan pada pagi hari.
c) Enzim. Aktifitas enzim yang diukur akan berfluktuasi disebabkan oleh
kadar hormon yang berbeda dari waktu ke waktu.
d) Eosinofil. Jumlah eosinofil menunjukkan variasi diurnal, jumlahnya akan
lebih rendah pada malam hari sampai pagi hari daripada siang hari.
e) Kortisol, kadarnya akan lebih tinggi pada pagi hari daripada pada malam
hari
f) Kalium, Kalium darah akan lebih tinggi pada pagi hari daripada siang hari.
Variasi diurnal dapat diketahui dengan melihat jam pengambilan
darah. Karena dari keterangan tersebut dapat diketahui bagaimana variasi
diurnal pasien. Dari penjelasan diatas, variasi diurnal tidak dijelaskan
bahwa dapat mempengaruhi trombosit.

6. Stress
Ketika seseorang mengalami stress yang berat, akan memperlihatkan
tanda-tanda cepat lelah, sakit kepala, mudah lupa, bingung, gugup,
kehilangan gairah seksual, kelainan pencernaan, dan tekanan darah tinggi.
Stress yang bersifat konstan dan terus menerus akan mempengaruhi kerja
kelenjar adrenal dan tiroid dalam memproduksi hormon. Adrenalin, tiroksin,
dan kortisol sebagai hormon utama stress akan naik jumlahnya dan
berpengaruh secara signifikan terhadap system homeostasis. Kortisol atau
biasa disebut dengan steroid hormon mempengaruhi sebagian besar dari
system pertahanan tubuh, termasuk sel darah putih dan molekul-molekul lain
yang bertanggung jawab terhadap system imunitas. Perasaan cemas

44
merupakan salah satu respon individu dalam menghadapi stress.
Klasifikasi stress menurut Stuart dan Sundeen (2005)
mengklasifikasikan tingkat stress menjadi tiga, yaitu :
a . Stress ringan yang sering terjadi pada kehidupan sehari-hari dan kondisi
ini dapat membantu individu menjadi waspada dan bagaimana mencegah
berbagai kemungkinan yang terjadi.
b . Stress sedang, pada tingkat ini individu lebih memfokuskan hal penting
saat ini dan mengesampingkan yang lain sehingga mempersempit lahan
persepsinya.
c. Stress berat, pada tingkat ini lahan persepsi individu sangat menurun dan
cenderung memusatkan perhatian pada hal-hal lain. Semua prilaku
ditujukan untuk mengurangi stress dan keadaan ini individu memerlukan
banyak pengarahan.

45
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
1. Pemeriksaan darah/hematologi merupakan salah satu pemeriksaan penunjang
yang diperlukan oleh dokter untuk membantu menegakkan diagnosis dan
menyingkirkan diagnosis banding.
2. Pemeriksaan darah rutin meliputi pemeriksaan haemoglobin, hematokrit,
jumlah eritrosit, leukosit, dan trombosit.
3. Pemeriksaan hematologi lengkap (complete blood count) terdiri dari
pemeriksaan darah rutin ditambah pemeriksaan morfologi sel.
4. Hasil dari pemeriksaan darah dapat menunjukkan kondisi tubuh seseorang.
Pemeriksaan darah rutin dapat dilakukan secara manual maupun otomatis
dengan alat.

B. SARAN
1. Perlu dilakukan pengendalian faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan laboratorium agar hasil yang didapatkan lebih akurat
2. Perlu adanya peningkatan pemahaman klinisi dalam hal pemeriksaan
penunjang
3. Diharapkan fasilitas pendukung untuk melakukan pemeriksaan penunjang
tersedia di seluruh wilayah Indonesia agar dokter dapat lebih mudah
menangani pasien

46
DAFTAR PUSTAKA

Adamson J W, Longo L D. 2005. Anemia and Polycythemia. In L D Kasper, S


A Fauci, L D Longo et al. Editors: Harrison’s Principle of Internal
Medicine. Volume I. 16th ed. USA: McGraw-Hill. p.329-336

Bakri Syamsul. 1989. Practical Hematologi. Penerbit ELBS.

Brown B. 1993. Hematology: Principles and Procedures, 6th ed. America: Lea
& Febiger. 119-20, 350-55.

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah., Volume 2
Edisi 8. Jakarta : EGC

Burns C. 2004. Peripheral Blood Smear. In B S Mckenzie. Editor:


Clinical Laboratory Hematology. USA: Pearson Education Inc.

Estridge, Barbara H, Anna P.R. dan Norma J. W., 2000, Basic Medical
Laboratory Techniques, 4th ed., Thomson Learning, United States of
America, 125-134, 165-170.

Evatt L B, Gibbs N W, Lewis S M, McArthur R J. 1992. Fundamental


Diagnostic Hematology Anemia. 2nd ed. Atlanta, Georgia: U. S
Department of Health and Human Services ; Geneva: World Health
Organization.

Gandasoebrata, R. 2007. Penuntun Laboratorium Klinik. cetakan ke-10. Jakarta:


Dian Rakyat.1-3,7-8,15-21.

Glader B. 2003. Anemia: General Consideration. In P J Greer, J Foerster, N


J Lukens, M G Rodgers, F Paraskevas, B Glader. Editors: Wintrobe’s
Clinical Hematology. Volume 1A. 11th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins. P.947-975

Guyton & Hall. 1997. Sel-sel darah, Imunitas dan Pembekuan Darah. Dalam
Buku Ajar Fisiologi kedokteran. edisi 9. Jakarta: EGC.

Hardjoeno H. 2003. Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Dianognostik.


Hasanuddin Universitas Press. Makassar.

Hoffbrand, A.V., J.E Pettit, dkk. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta:
EGC.Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman
Interpretasi Data Klinik. binfar.kemkes.go.id

47
Kearns H E, LaMonica A L. 2001. Principles of Automated Differential
Analysis. In M D Harmening. Editor: Clinical Hematology and
Fundamentals of Hemostasis. 4th ed. Philadelphia: F A Davis
Company. P. 594-603

Kee L. J. 1997.Buku Saku Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnosis Dengan


Implikasi Keperawatan. EGC, Jakarta.
Kee L. J. 2007. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diognostik. Edisi 6,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Iman Noegroho. 1989. Hematologi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Koeswardani R, Boentoro, Budiman. 2001. Flow Cytometri dan Aplikasi
Alat Hitung Sel Darah Otomatik Technicon H-1 dan H3. Malang:
Laboratorium Patologi Klinik FK Unibraw RSUD Dr. Syaiful Anwar.

Komariah, Maria. 2009. Metabolisme Eritrosit. Bandung : Fakultas Keperawatan


Universitas Padjajaran

Kresno, Siti Boedina. 1988. Hematologi dan Imunohematologi. Jakarta: FKUI.


11,118-.

Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Riswanto. 2013. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Yogyakarta: Alfamedia
dan Kanal Media.
Sadikin, Mohammad.H, 2001, Biokimia Darah, Penerbit Widya Midika, Jakarta

Sherwood L, 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Edisi 2, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Silverthorn, D.U., 2009, Human Physiology : An Integrated Approach , 4thed.,
Pearson, San Fransisco.

Siswandono dan Soekardjo B., 2000, Kimia Medisinal 2, ed. 2, Airlangga


University Press, Surabaya, 283,291-292.

Sodikin, Muhammad DSC. 2002.Biokimia Darah, Jakarta : Widya Medika


Sukorini, U., 2010. Pemantapan Mutu Internal Laboratorium Klinik.
Yogyakarta : Kanalmedika dan Alfamedia.

Stuart, G.W & Laraia,M.T. (2005). Principles and Practice of Psychiatric


Nursing. (7thEdition). St.Louis: Mosby.

Sutedjo, AY. 2008. Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan


Laboratorium. Yogyakarta: Amara Books.

Tjokronegoro, Arjatmo & Utama, Hendra. 1992. Pemeriksaan Laboratorium


Hematologi Sederhana. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

48
Uthman O E. 2000. Understanding Anemia. USA: University Press of
Mississipi.

World Health Organization. 2003. Pedoman Teknik Dasar Untuk Laboratorium


Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

49

Anda mungkin juga menyukai