FISIOLOGI MANUSIA
“PERCOBAAN DARAH I”
Disusun Oleh :
EYRENE
19 620 142 6065
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS NASIONAL
2019
I. JUDUL PERCOBAAN
Percobaan Darah I
3. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin ialah protein pigmen yang memberi warna merah pada darah. Setiap
hemoglobin kaya akan zat besi. Hemoglobin memiliki afinitas (daya gabung) terhadap
oksigen, dengan oksigen itu membentuk oksihemoglobin di dalam sel darah merah.
Melalui fungsi ini maka oksigen dibawa dari paru-paru ke jaringan-jaringan.
Oksihemoglobin beredar ke seluruh jaringan tubuh apabila kadar oksigen dalam tubuh
lebih rendah dari pada dalam paru-paru maka oksihemoglobin dibebaskan dan oksigen
digunakan dalam metabolisme sel. Hemoglobin juga penting dalam pengangkutan
karbondioksida dari jaringan ke paru-paru. Selain itu hemoglobin berperan dalam
menjaga keseimbangan asam dan basa (penyanggah asam dan basa). (Pearce, 2009)
Pemeriksaan hemoglobin dengan cara sahli memiliki prinsip hemoglobin diubah
menjadi hematin asam, kemudian warna yang terjadi dibandingkan secara visual dengan
standard dalam alat hemoglobinometer. (Gandasoebrata, 2010) Nilai normal dewasa pria
13.5-18.0 gram/dL, wanita 12-16 gram/dL, wanita hamil 10-15 gram/dL. Nilai normal
anak 11-16 gram/dL, batita 9-15 gram/dL, bayi 10-17 gram/dL, neonatus 14-27 gram/dL.
Hb rendah (<10 gram/dL) biasanya dikaitkan dengan anemia defisiensi besi.
Sebab lainnya dari rendahnya Hb antara lain pendarahan berat, hemolisis, leukemia
leukemik, lupus eritematosus sistemik, dan diet vegetarian ketat (vegan). Dari obat-
obatan: obat antikanker, asam asetilsalisilat, rifampisin, primakuin, dan sulfonamid.
Ambang bahaya adalah Hb < 5 gram/dL.
Hb tinggi (>18 gram/dL) berkaitan dengan luka bakar, gagal jantung, COPD
(bronkitis kronik dengan cor pulmonale), dehidrasi / diare, eritrositosis, polisitemia vera,
dan pada penduduk pegunungan tinggi yang normal. Dari obat-obatan: metildopa dan
gentamisin.
Menurut Frandson (1992) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kadar
hemoglobin pada makhluk hidup adalah jenis kelamin dimana pria jumlah
hemoglobinnya lebih besar dari wanita, dimana jumlah sel darah merah pada pria lebih
banyak yakni sekitar 5.440.000/mm³ dibanding dengan jumlah sel darah merah pada
wanita yakni ±4.800.00/mm³, faktor kedua adalah spesies, jumlah sel darah merah,
ketinggian tempat dimana untuk menjaga keseimbangan tubuh dan kadar Hemoglobin
stabil, maka sum-sum memproduksi sel darah merah lebih banyak dibandingkan dengan
orang tinggal di dataran rendah, dan kondisi kesehatan individu dimana jumlah
hemoglobin biasanya dibawah atau30 atau sekitar 5 gr per ml darah. Selain dipengaruhi
oleh diferensiasi zat besi gizi tekanan kurang baik, kekurangan asam folat, vitamin C
yang kurang, kekurangan vitamin B12 dan hemolisa sel darah merah dapat menyebabkan
anemia. (Arsyilini, dkk. 2012)
4. Golongan darah
Darah dibagi dalam berbagai golongan berdasarkan tipe antigen yang terdapat
dialam sel. Membran eritrosit mengandung dua antigen, yaitu tipe-A dan tipe-B.
Antigen ini disebut aglutinogen. Sebaliknya antibodi yang terdapat dalam plasma akan
bereaksi spesifik terhadap antigen tipe-A atau antigen tipe B yang dapat menyebabkan
aglutinasi (penggumpalan) eritrosit. Antibodi plasma yang menyebabkan
penggumpalan aglutinogen disebut aglutinin. Ada dua macam aglutinin, yaitu
aglutinin-a (zat anti-A) dan aglutinin-b (zat anti-B). (Diah, 2007)
Aglutinogen dibedakan menjadi dua yaitu:
Aglutinogen A : memiliki enzim glikosil transferase yang mengandung glutiasetil
glukosamin pada rangka glikoproteinnya.
Aglutinogen B : memiliki enzim galaktose pada rangka glikoproteinnya. Aglutinin
dibedakan menjadi aglutinin α dan β. (Harris, 1994)
Menurut Dr. Karl Landsteiner dalam tahun 1901 yang bekerja di laboratorium di
Wina menemukan bahwa dasar dari menggumpalnya eritrosit ialah adanya reaksi
antigen-antibodi. Apabila suatu substansi asing (disebut antigen) disuntikkan ke dalam
aliran darah dari seekor hewan akan mengakibatkan terbentuknya antibodi tertentu
yang akan bereaksi dengan antigen. (Suryo, 1997)
Penggolongan darah pada manusia dibagi menjadi beberapa sistem, antaralain sebagai
berikut:
a. Sistem ABO
Dasar penggolongan darah adalah adanya aglutinogen (antigen) di dalam sel
darah merah dan aglutinin (antibodi) di dalam plasma (serum). Aglutinogen adalah
zat yang digumpalkan, sedangkan aglutinin adalah zat yang menggumpalkan. Dalam
sistem ABO, ada tidaknya antigen tipe A dan B di dalam sel darah merah
menentukan golongan darah seseorang. Sistem tersebut mengelompokkan darah
manusia menjadi empat golongan yaitu A, B, AB, dan O. (Priadi, 2009)
Sistem A, B, O menurut Karl Landstenier (1868-1943) didasarkan pada ada
atau tidaknya aglutinogen dalam darah.
Golongan darah A, yaitu jika eritrosit mengandung aglutinogen-A dan aglutinin-b
dalam plasma darah.
Golongan darah B, yaitu jika eritrosit mengandung aglutinogen-B dan aglutinin-a
dalam plasma darah.
Golongan darah AB, yaitu jika eritrosit mengandung aglutinogen-A dan B, dan
plasma darah tidak memiliki aglutinin.
Golongan darah O, yaitu jika eritrosit tidak memiliki aglutinogen-A dan B, dan
plasma darah memiliki aglutinin-a dan b. (Diah, 2007)
b. Sistem MN
Pada tahun 1972, K. Landsteiner dan P. Levine telah menemukan golongan
darah sistem MN, akibat ditemukannya antigen M dan antigen N pada sel darah
merah manusia. Sistem ini digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:
c. Sistem Rh
Seperti juga golongan darah berdasarkan sistem ABO, golongan darah Rhesus
juga didasarkan pada jenis aglutinogen pada eritrosit dan aglutinin pada plasma
darah. Golongan darah Rhesus ini juga ditemukan oleh Landsteiner. Penamaan
golongan Rhesus ini diambil dari nama kera yang diteliti Landsteiner, namanya
Macacus rhesus. Pada kera ini didapati antigen dan antibodi yang sama dengan
manusia.
Ada dua jenis golongan Rhesus, yaitu Rhesus (+) dan Rhesus (-). Orang
bergolongan Rhesus (+) memiliki antigen Rhesus (antigen Rh) pada eritrositnya dan
tidak memiliki antibodi. Golongan Rhesus (–) memiliki antibodi Rhesus (anti Rh)
pada plasma darahnya dan tidak memiliki antigen. Lihat tabel berikut:
Orang bergolongan Rhesus (–) bisa menjadi donor terhadap golongan Rhesus
(–) maupun Rhesus (+) (dalam kondisi darurat). Tetapi orang Rhesus (+) hanya
diperbolehkan mendonorkan darahnya kepada Rhesus (+) saja, dan tidak boleh ke
Rhesus (–). Alasannya sama seperti golongan darah ABO, yaitu karena Rhesus (+)
sebagai donor memiliki antigen (antigen Rhesus) dan Rhesus (-) sebagai resipien
memiliki antibodi (anti Rhesus). Inkompatibilitas ini akan menyebabkan
penggumpalan (aglutinasi) antigen Rhesus oleh anti Rhesus, dan bisa menyebabkan
kematian sang resipien. (Sudjadi, 2007)
b. Bahan
1. Darah vena atau perifer
2. HCl 0,1 N
3. Reagen golongan darah : anti-A, anti-B, anti-AB dan anti-D (Rh)
4. Larutan Hayem (untuk eritrosit)
5. Larutan Turk (untuk leukosit)
6. Alkohol 70% dan aquades
c. Cara Kerja
1. Menghitung jumlah sel darah merah (eritrosit)
- Hisap darah vena / perifer sampai tanda 0,5 dan hapus kelebihan darah di ujung
pipet dengan tisu
- Hisap larutan Hayem hingga mencapai tanda 101 dan jangan sampai ada
gelembung udara
- Tutup ujung pipet dengan ujung jari lalu lepaskan karet penghisap, kocok selama
15-30 detik dan diamkan pada suhu kamar
- Buang semua cairan di batang kapiler (3-4 tetes) dan cepat sentuhkan ujung pipet
ke kamar hitung dengan menyinggung pinggir kaca penutup dengan sudut 30 0.
Biarkan kamar hitung terisi cairan dengan daya kapilaritas
- Biarkan kamar hitung 2-3 menit supaya eritrosit mengendap
- Periksa dengan mikroskop dan gunakan lensa obyektif dengan pembesaran 40x,
focus diarahkakn ke garis-garis bagi dalam bidang besar yang tengah
- Hitunglah eritrosit di 5 bidang sedang yang masing-masing tersusun atas 16 bidang
kecil, dari kiri atas ke kanan, ke bawah lalu ke kiri, ke bawah lalu ke kiri dan
seterusnya. Untuk sel-sel pada garis, yang dihitung adalah pada garis kiri dan atas.
Perhitungan :
Jumlah Eritrosit = 5R x F x P
Keterangan :
5R : jumlah sel darah merah pada 5 kotak R
F : faktor bilik hitung
P : faktor pengenceran pipet
Perhitungan :
Jumlah Leukosit = 4W x F x P
Keterangan :
4W : jumlah sel darah putih pada 4 kotak W
F : faktor bilik hitung
P : faktor pengenceran pipet
V. HASIL PERCOBAAN
Nama OP : Eyrene
1. Hasil hitung jumlah sel darah putih
W1 = 42 W3 = 50
W2 = 63 W4 = 42
W = W1+W2+W3+W4
W = 42+63+50+42
W = 197
Perhitungan : W x 50
= 197 x 50
= 9.850 /ul
R = R1+R2+R3+R4+R5
R = 93+82+114+76+110
R = 475
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan percobaan darah I yang terdiri dari perhitungan
jumlah sel darah merah (eritrosit) , sel dara putih (leukosit), pemeriksaan golda dan Hb
sahli.
Darah merupakan unit fungsional seluler pada manusia yang berperan untuk
membantu proses fisiologis. Darah terdiri dari dua komponen, yaitu plasma darah dan
sel-sel darah. Fungsi utama darah adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-
sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut
zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang
bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. (Pearce, 2009)
Adapun prinsip-prinsip dari masing-masing jenis pemeriksaan darah I yaitu sebagai
berikut, prinsip pemeriksaan eritrosit yaitu dalam larutan Hayem bentuk sel darah merah
akan stabil, sedangkan protein plasma akan mengalami denaturasi.
Prinsip emeriksaan leukosit yaitu, sel darah putih menyerap warna biru violet,
sedangkan sel darah merah dilisiskan oleh asam cuka 2% yang terkandung dalam reagen
Turk, membentuk asam hematin. Kemudian sel yang tersisa (sel darah putih) dihitung
dengan menggunakan bilik hitung.
Prinsip pemeriksaan Hb sahli yaitu perubahan Hb dengan HCl 0.1 N menjadi
hematin asam yang berwarna tengguli. Campuran diencerkan dengan akuades sampai
warna sebanding dengan warna standar pada tabung sahli.
Prinsip pemeriksaan golongan darah yaitu terbentuknya aglutinasi hasil reaksi antara
antigen dan antibody pada darah dan reagen golongan darah.
Pada praktikum ini hasil yang diperoleh dari OP yang bernama Eyrene yaitu, hasil
yang diperoleh pada pemeriksaan hitung jumlah sel darah merah (eritrosit) adalah
4.750.000 /u l yang berarti masih dalam batas normal, karena nilai normal dari eritosit
pada laki-laki = 4,5 – 5,5 juta /ul dan perempuan = 4 – 5 juta /ul. Menurut (Arsyilini,
dkk. 2012) peningkatan jumlah eritrosit dapat ditemukan pada dehidrasi berat, diare, luka
bakar, perdarahan berat, setelah beraktivitas berat, polisitemia, anemiasickle cell.
Sedangkan penurunan jumlah eritrosit dapat ditemukan pada berbagai jenis anemia,
kehamilan, penurunan fungsi sumsum tulang, malaria, mieloma multipel, lupus,
konsumsi obat (kloramfenikol, parasetamol, metildopa, tetrasiklin, INH, asam
mefenamat).
Pada perhitungan jumlah sel darah putih (leukosit) diperoleh hasil sebanyak 9.850
/ul yang berarti masih dalam batas normal, karena nilai normal dari leukosit : (♂/♀)
4.000 – 10.000 /ul. Menurut (Arsyilini, dkk. 2012) Segala macam infeksi menyebabkan
leukosit naik (leukositosis) dapat berupa infeksi bakteri, virus, parasit, dan sebagainya.
Leukosit rendah disebut juga (leukopenia) dapat disebabkan oleh agranulositosis, anemia
aplastik, AIDS, infeksi atau sepsis hebat, infeksi virus (misalnya dengue), keracunan
kimiawi, dan postkemoterapi. Penyebab dari segi obat antara lain antiepilepsi,
sulfonamid, kina, kloramfenikol, diuretik, arsenik (terapi leishmaniasis), dan beberapa
antibiotik lainnya.
Pada pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb) diperoleh hasil yaitu 14,5 g/dl yang ng
berarti masih dalam batas normal, karena nilai normal dari kadar hemoglobin (Hb) pada
laki-laki = 14 – 18 g/dl dan perempuan = 12 – 16 g/dl. Menurut (Arsyilini, dkk. 2012)
Hb rendah (<10 gram/dL) biasanya dikaitkan dengan anemia defisiensi besi. Sebab
lainnya dari rendahnya Hb antara lain pendarahan berat, hemolisis, leukemia leukemik,
lupus eritematosus sistemik, dan diet vegetarian ketat (vegan). Dari obat-obatan: obat
antikanker, asam asetilsalisilat, rifampisin, primakuin, dan sulfonamid. Ambang bahaya
adalah Hb < 5 gram/dL. Hb tinggi (>18 gram/dL) berkaitan dengan luka bakar, gagal
jantung, COPD (bronkitis kronik dengan cor pulmonale), dehidrasi / diare, eritrositosis,
polisitemia vera, dan pada penduduk pegunungan tinggi yang normal. Dari obat-obatan:
metildopa dan gentamisin.
Adapu hasil yang diperoleh pada penentuan golongan darah dari OP yang bernama
Eyrene yaitu adalah O Rhesus (+). Golongan darah O, dikarenakanyang ditandai dengan
tidak terbentuknya aglutinasi yaitu tdk memiliki aglutinogen-A dan B, dan plasma
darah memiliki aglutinin-a dan b. Menurut (Sudjadi, 2007) Orang yang bergolongan
Rhesus (–) bisa menjadi donor terhadap golongan Rhesus (–) maupun Rhesus (+) (dalam
kondisi darurat). Tetapi orang Rhesus (+) hanya diperbolehkan mendonorkan darahnya
kepada Rhesus (+) saja, dan tidak boleh ke Rhesus (–).
Pada praktikum ini adapun hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu memperhatikan
hal-hal yang dapat mempengaruhi hasil seperti penggunaan alat yang bersih dan dalam
kondisi siap pakai serta harus teliti dalam melukan prosedur kerja agar tidak
menimbulkan hasil positif palsu maupun negativ palsu.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum atau percobaan dari OP Eyrene maka dapat
disimpukan bahwa hasil yang diperoleh semua dalam keadaan normal. Dan untuk
hasil pada penentuan golongan darah dari yaitu O Rhesus (+).
B. Saran
- Untuk pemeriksaan jumlah eritrosit dan leukosit, sebaiknya saat melakukan
pengenceran dengan pipet thoma (pengencer eritrosit) dan pipet leuco (pengencer
leukosit) praktikan harus memperhatikan batas darah dan larutan pengencer yang
masuk pada masing-masing pipet dengan teliti supaya didapatkan hasil pengenceran
yang tepat
- Untuk pemeriksaan hemoglobin (Hb), sebaiknya praktikan membersihkan atau
mengelap darah yang ada diluar pipet sahli dengan tisu supaya hasil yang diperoleh
tepat dan akurat
- Untuk pemeriksaan golongan darah, sebaiknya praktikan memperhatikan dengan
teliti aglutinasi yang terbentuk pada setiap campuran darah dan serum supaya tidak
terjadi kesalahan dalam penentuan golongan darah
- Serta praktikan harus teliti pada saat prosedur kerja dan memperhatikan hal-hal yang
dapat mempengaruhi hasil agar diperoleh hasil sesuai yang diinginkan.
Harris, H. 1994. Dasar - dasar Genetika Biokemis Manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Priadi, Arif. 2009. Biologi. Jakarta: Tirta
Pearce, Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia
Widayati, opik. 2010. Sediaan Apus Darah. Fakultas matematika dan ilmu
pengetahuan alam universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka: Jakarta
Arsyilini, Ainin. dkk. 2012. Laporan Praktikum Fisiologi II. Dapat dilihat pada:
https://www.
academia.edu/8790144/LAPORAN_PRAKTIKUM_FISIOLOGI_II. Diakses
tanggal 26/11/2016