Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ANEMIA

PRAKTIK PRENERS RS. ISLAM BANJARMASIN

Disusun Oleh

Nadya Nailil Ghina

NPM. 1714201110081

Kelompok 5B

PRAKTIK PRE NERS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Nadya Nailil Ghina


NPM : 1714201110081
Rumah Sakit : RS. Islam Banjarmasin
Judul Laporan Pendahuluan : Anemia

Telah menyelesaikan laporan pendahuluan dalam kegiatan Praktik Lapangan


Keperawatan Medikal Bedah.

Banjarmasin, 12 Januari 2021

Mahasiswa Pembimbing Klinik

(Nadya Nailil Ghina) (Luthfia Harisa, S.Kep., Ns)


Laporan Pendahuluan
Anemia

A. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi
Darah adalah jaringan fungsional yang terdiri dari plasma darah
dan sel-sel darah. Fungsi utama darah adalah untuk mengangkut sari-sari
makanan dan oksigen ke seluruh tubuh serta untuk membawa sisa
metabolisme untuk dibuang melalui sistem eksresi.
a. Plasma darah
Plasma darah adalah cairan yang terdapat di dalam darah yang terdiri
dari 91,5% air. Fungsi plasma darah adalah untuk mengangkut sari-sari
makanan ke seluruh tubuh. Plasma darah juga mengandung beberapa
protein yang memiliki fungsi khusus. Sebagai contoh, protein
berbentuk albumin yang fungsinya menjaga tekanan osmotik darah,
atau protein berbentuk globulin yang berfungsi membentuk antibodi.
Tiap antibodi bersifat spesifik terhadap antigen dan reaksinya
bermacam-macam.
1) Antibodi yang dapat menggumpalkan antigen disebut presipitin.
2) Antibodi yang dapat menguraikan antigen adalah lisin.
3) Antibodi yang dapat menawarkan racun adalah antitoksin.
b. Sel-sel darah
Sel darah terdiri dari eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah
putih), dan trombosit (keping darah).
1) Sel darah merah (eritrosit)
Sel darah merah bekerja mengangkut hemoglobin. Hemoglobin
(Hb) yaitu protein yang kaya zat besi yang memberikan warna
merah darah. Protein ini membantu sel-sel darah merah membawa
oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Sel darah merah
berbentuk pipih dan tidak berinti. Eritrosit dibentuk dalam sumsum
merah tulang pipa dan tulang pipih.
Sel darah merah merupakan cakram biconkav yang mempunyai
garis tengah rata-rata sekitar 8 mikron, tebalnya 2 mikron dan di
tengahnya mempunyai tebal 1 mikron atau kurang. Pada laki-laki
normal, jumlah rata-rata sel darah merah permili liter kubik adalah
5.200.000 dan pada wanita normal 4.700.000. Jumlah hemoglobin
dalam sel dan transforoksigen, bila hematokrit (prosentase darah
yang berupa sel darah merah normal) darah mengandung rata-rata
15 gram hemoglobin. Tiap gram hemoglobin mampu mengikat
kira-kira 1.39 ml oksigen. Oleh karena itu, pada orang normal lebih
dari 20 ml oksigen dapat diangkut dalam ikatan dengan
haemoglobin dalam tiap-tiap 100 ml darah. Factor utama yang
dapat merangsang produksi sel-sel darah merah adalah hormon di
dalam sirkulasi yang disebut sebagai eritropoetin, yang merupakan
suatu glikoprotein. Pada orang normal 90 sampai 95 persen dari
seluruh eritropoetin di bentuk di dalam ginjal.
2) Sel darah putih (leukosit)
Jumlah sel pada orang dewasa berkisar antara 6000 – 9000 sel/cc
darah. Fungsi sel darah putih adalah sebagai sistem pertahanan dan
kekebalan tubuh. Leukosit mempertahankan kekebalan tubuh
dengan cara fagositosis yaitu membunuh dan memakan
mikroorganisme serta zat asing yang masuk kedalam tubuh.
Leukosit dibentuk pada sumsum tulang dan juga kelenjar limfa.
Peningkatan jumlah leukosit merupakan petunjuk adanya infeksi
misalnya radang paru-paru, leukopenia berkurangnya jumlah
leukosit sampai dibawah 6000 sel/cc darah, leukositosis
bertambahnya jumlah leukosit melebihi normal (di atas 9000 sel/cc
darah). Leukosit untuk menembus dinding pembuluh darah
(kapiler) untuk mencapai daerah tertentu disebut diapedesis.
Leukosit dibagi menjadi 2, yaitu:
a) Granulosit adalah leukosit yang didalam sitoplasmanya
memiliki butir-butir kasar (granula). Jenisnya adalah
eosinophil, basophil, dan netrofil.
b) Agranulosit adalah leukosit yang sitoplasmanya tidak memiliki
granula, jenisnya adalah limfosit (sel T dan sel B) dan monosit.
3) Trombosit
Trombosit berfungsi untuk membekukan darah ketika terjadi luka
yang menyebabkan pendarahan. Trombosit dibentuk pada sumsum
tulang belakang dan berbentuk bulat atau lonjong tanpa berinti.
Jumlah sel darah pembeku pada orang dewasa sekitar 200.000 –
500.000 sel/cc. Didalam trombosit terdapat banyak sekali factor
pembeku (hemostatis) antara lain adalah faktor VIII (anti
haemophilic factor), jika seseorang secara genetis trombositnya
tidak mengandung faktor tersebut, maka orang tersebut menderita
hemofili. Proses pembekuan darah yaitu jika trombosit menyentuh
permukaan yang kasar akan pecah dan mengeluarkan enzim
trombokinase (tromboplastin). Pada masa embrio sel-sel darah
dibuat di limpa dan hati (extra medullary haemopoesis) setelah
embrio sudah cukup usia, fungsi itu diambil alih oleh sumsum
tulang.
2. Fisiologi
Darah sangat penting untuk menjaga kondisi fisiologis dalam tubuh
manusia. Darah merupakan cairan tubuh yang sangat vital bagi kehidupan
manusia, yang bersirkulasi dalam jantung dan pembuluh darah. Darah
menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa
metabolisme dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang
bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Hormon-hormon
dari sistem endokrin juga diedarkan melalui darah.
Darah manusia berwarna merah, antara merah terang apabila kaya
oksigen sampai merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada
darah disebabkan oleh haemoglobin, protein pernapasan (respiratory
protein) yang mengandung besi dalam bentuk heme, yang merupakan
tempat terikatnya molekul-molekul oksigen. Manusia memiliki sistem
peredaran darah tertutup yang berarti darah mengalir dalam pembuluh
darah dan disirkulasikan oleh jantung. Darah dipompa oleh jantung
menuju paru-paru untuk melepaskan sisa metabolisme berupa
karbondioksida dan menyerap oksigen melalui pembuluh darah aorta.
Darah mengedarkan oksigen melalui pembuluh darah pulmonalis, lalu
dibawa lagi ke jantung melalui vena pulmonalis. Darah juga mengangkut
bahan-bahan sisa metabolisme obat-obatan dan bahan kimia asing ke hati
untuk dibuang sebagai urin.

B. Pengertian Anemia
Anemia merupakan kelainan penurunan massa eritrosit. Berkaitan dengan
fungsi eritrosit untuk transportasi oksigen yang diperankan oleh hemoglobin,
maka anemia cenderung didefinisikan sebagai kadar hemoglobin yang kurang
dari normal. Kadar Hb manusia dewasa normalnya adalah 13,5-18 g/dL (pria)
dan 12-16 g/dL (wanita) (Firani, 2018).
Anemia adalah suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari normal
anemia merefleksikan jumlah eritrosit yang kurang dari normal di dalam
sirkulasi. Akibatnya jumlah oksigen yang dihantarkan ke jaringan tubuh juga
berkurang. Anemia bukan merupakan kondisi penyakit khusus melainkan
suatu tanda adanya gangguan yang mendasari (Brunner & Suddarth, 2013).
Anemia adalah kondisi dimana jumlah sel darah merah lebih rendah dari
jumlah normal atau penyakit kurang darah yang salah satunya disebabkan oleh
kurangnya konsumsi zat besi. Anemia bisa terjadi karena sel-sel darah merah
tidak mengandung cukup hemoglobin. Anemia bukan suatu penyakit tapi
merupakan manifestasi dari suatu proses patologis yang menggambarkan
status nutrisi dan kesehatan yang buruk (Siti dkk, 2019).
Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa anemia adalah
suatu tanda adanya gangguan dari proses patologis dimana jumlah eritrosit (sel
darah merah) lebih rendah dari 13,5-18 g/dL pada pria dan 12-16 g/dL pada
wanita yang salah satunya disebabkan oleh kurangnya konsumsi zat besi.

C. Etiologi
Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri (disease entity), tetapi
merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar (underlying disease). Pada
dasarnya anemia disebabkan oleh karena: 1) Gangguan pembentukan eritrosit
oleh sumsum tulang; 2) Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan); 3)
Proses penghancuran eritrosit oleh tubuh sebelum waktunya (hemolisis)
(Nurarif, 2016).
Menurut Firani (2018) berdasarkan morfologi eritrosit, anemia dapat
diklasifikasikan menjadi 3 golongan, yaitu anemia mikrositik-hipokromik,
anemia normositik-normokromik, dan anemia makrositik. Penyebab anemia
berdasarkan morfologinya adalah sebagai berikut:
1. Anemia mikrositik-hipokromik
a. Anemia defisiensi besi
b. Thalassemia
c. Anemia penyakit kronis
d. Anemia sideroblastic
e. Anemia akibat keracunan timah
2. Anemia normositik-normokromik
a. Anemia hemolitik
b. Anemia akibat perdarahan akut
c. Anemia penyakit kronis
d. Anemia akibat penyakit ginjal
e. Anemia akibat defisiensi campuran (defisiensi besi dan asam
folat/vitamin B12)
f. Anemia karena kegagalan sumsum tulang (seperti pada pasca
kemoterapi, keganasan hematologi, atau keganasan yang metastasis ke
sumsum tulang).
3. Anemia makrositik
a. Anemia megaloblastik (yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12
atau asam folat)
b. Anemia non megaloblastic (alkoholisme, myelodisplasia, penyakit
hati, anemia aplastik)
Berdasarkan penyebabnya, anemia dapat disebabkan oleh tiga penyebab
utama, yaitu anemia karena penurunan produksi eritrosit, anemia karena
peningkatan kerusakan eritrosit, dan anemia karena kehilangan darah.
Penyebab anemia tersebut dirinci sebagai berikut:
1. Anemia yang disebabkan oleh penurunan produksi eritrosit
a. Anemia defisiensi besi
b. Anemia megaloblastik
c. Anemia karena defisiensi nutrisi
d. Anemia penyakit kronis
e. Anemia karena penyakit ginjal
f. Anemia aplastic
g. Anemia karena keganasan yang menginfiltrasi sumsum tulang
h. Anemia karena pasca kemoterapi
2. Anemia karena peningkatan eritrosit
a. Anemia hemolitik autoimun
b. Anemia hemolitik akibat parasit dan mikroorganisme (misalnya
malaria)
c. Anemia karena kelainan membran sel eritrosit (misalnya sferositosis
herediter, stomasitosis)
d. Anemia karena hipersplenisme
3. Anemia karena kehilangan darah
a. Anemia perdarahan akut
b. Anemia karena sekuestrasi splenik

D. Klasifikasi
Sejauh ini anemia merupakan kondisi hematologi yang paling sering
terjadi. Terdapat beberapa jenis anemia. Sebuah pendekatan fisiologi
mengklasifikasikan anemia sesuai dengan penyebab defisiensi eritrosit,
apakah disebabkan oleh cacat produksi (anemia hipoproliferatif), oleh
destruksi/penghancuran (anemia hemolitik), atau oleh kehilangan
(perdarahan).
1. Anemia aplastik
Anemia aplastik merupakan penyakit yang jarang terjadi yang
disebabkan oleh penurunan atau kerusakan sel induk sumsum tulang
belakang, kerusakan pada lingkungan mikro di dalam sumsum tulang, dan
penggantian sumsum tulang dengan lemak. Etiologi pastinya tidak
diketahui, tetapi terdapat hipotesis bahwa sel T tubuh memediasi serangan
yang tidak wajar ke sumsum tulang sehingga menyebabkan aplasia
sumsum tulang. Neutropenia dan trombositopenia yang signifikan juga
terjadi. Anemia aplastic dapat bersifat kongenital atau didapat, tetapi
sebagian besar kasus bersifat idiopatik. Infeksi dan kehamilan dapat
memicu anemia apalastik atau dapat disebabkan oleh gangguan akibat
obat-obatan tertentu, zat kimia, atau radiasi. Sejumlah agens yang dapat
menyebabkan aplasia sumsum tulang mencakup benzen dan derivat
benzene (mis., penghilang/pengangkat cat). Materi toksik tertentu, seperti
arsenic anorganik, glikol eter, plutonium, dan radon juga telah diduga
sebagai penyebab potensial.
2. Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi biasanya terjadi ketika asupan besi dalam
diet tidak mencukupi untuk sintesis hemoglobin. Anemia defisiensi besi
adalah jenis anemia yang paling sering terjadi di semua kelompok usia,
dan merupakan anemia yang paling sering terjadi di seluruh dunia.
Penyebab paling umum terjadinya anemia defisiensi besi pada pria dan
wanita pascamenopause adalah perdarahan akibat ulkus, gastritis,
penyakit radang usus, atau tumor GI. Penyebab anemia defisiensi besi
yang paling sering pada wanita pramenopause adalah menoragia
(perdarahan menstruasi yang berlebihan) dan kehamilan dengan suplemen
zat besi yang tidak mencukupi. Pasien alkoholisme kronis sering kali
mengalami perdarahan kronis dari saluran GI, yang menyebabkan
hilangnya zat besi dan pada akhirnya terjadi anemia. Penyebab lain
meliputi malabsorpsi besi, seperti terlihat setelah gastrektomi atau pada
penyakit seliak.
3. Anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12 dan asam folat)
Pada kasus anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B, atau
asam folat, perubahan sumsum tulang identic dan perubahan darah perifer
terjadi karena kedua vitamin tersebut esensial untuk sintesis DNA normal.
Defisiensi folat terjadi pada orang yang jarang memakan sayuran segar
(tidak dimasak). Alkohol meningkatkan kebutuhan asam folat. Kebutuhan
asam folat juga meningkat pada pasien yang mengalami anemia hemolitik
kronis dan pada wanita hamil. Beberapa pasien yang mengalami penyakit
malabsorpsi pada usus halus mungkin tidak dapat menyerap asam folat
secara normal. Sedangkan defisiensi vitamin B12 dapat terjadi dalam
beberapa cara. Ketidak adekuatan asupan diet jarang terjadi tetapi dapat
dialami oleh vegetarian ketat yang tidak mengonsumsi daging atau produk
susu. Kesalahan penyerapan dari saluran GI lebih kerap terjadi, seperti
pada kondisi penyakit Crohn atau setelah reseksi ileum atau gastrektomi.
Penyebab lain adalah tidak adanya faktor intrinsic. Defisiensi dapat juga
terjadi jika penyakit yang mengalami ileum atau pankreas mengganggu
absorpsi. Tubuh normalnya memiliki cadangan vitamin B12 yang banyak
sehingga butuh beberapa tahun sebelum defisiensi menyebabkan anemia.
4. Anemia sel sabit
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitik berat yang terjadi akibat
pewarisan gen hemoglobin sabit (HbS), yang menyebabkan molekul
hemoglobin defektif (cacat). Molekul haemoglobin yang defektif (cacat)
akan berbentuk sabit ketika terpajan dengan tekanan oksigen rendah. Sel
darah merah yang kaku dan panjang ini akan tersangkut di pembuluh
darah kecil dan dapat menyumbat aliran darah ke jaringan tubuh. Jika
terjadi iskemia atau infark, pasien dapat mengalami nyeri, pembengkakan
dan demam. Proses sabit menghabiskan beberapa waktu jika eritrosit
terpajan kembali dengan jumlah oksigen yang tidak adekuat sebelum
membran menjadi kaku, sel darah merah tersebut dapat kembali ke bentuk
normal. Gen HbS dapat diwariskan, beberapa orang yang memiliki sifat
sel sabit (carrier, mewarisi satu gen abnormal) dan beberapa lainnya
mengalami penyakit sel sabit (mewarisi dua gen abnormal). Penyakit sel
sabit dominan ditemukan pada masyarakat keturunan Afrika dan lebih
jarang dijumpai pada masyarakat keturunan Mediterania, Timur Tengah,
atau suku Aborigin India.

E. Patofisiologi dan Pathways


Anemia terjadi apabila sel-sel darah merah sumsum tulang terganggu atau
apabila sel-sel darah merah yang terbentuk rusak atau hilang. Kegagalan
sumsum tulang (misalnya: berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi beserta pembentukan sel-sel darah merah seperti zat besi,
asam folat, vitamin B12, atau kekurangan eritropoetin dikarenakan penyakit
ginjal, invasi tumor akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah
dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis. Tanda-tanda anemia akan
tampak bila kapasitas sel-sel pembawa O2 berkurang. Anemia yang
disebabkan karena berubahnya produksi dan dirusak oleh sel-sel pagnosis
pada sistem retikuloendotial terutama hati dan lien. Bilirubin juga direaksikan
pada kulit yang menyebabkan warna kuning ini merupakan indikator
terjadinya kerusakan sel darah merah, sel darah merah yang dikenal sebagai
anemia sel berbentuk sabit dan penyakit homolitik pada bayi yang baru lahir.
Anemia yang disebabkan oleh kehilangan darah biasanya bersifat sangat
cepat. Misalnya: hemoragik atau perdarahan yang terjadi pada penyakit-
penyakit kronis seperti kanker atau penyakit peradangan perut, kehilangan sel
darah merah pada perdarahan merupakan faktor yang menyebabkan anemia.
Penurunan sel darah merah menyebabkan penurunan jumlah oksigen yang
dikirimkan ke jaringan, biasanya ditandai dengan kelemahan, kelelahan,
dispnea, takikardia, ekstermitas dingin dan pucat. Proses perjalanan penyakit
dan gejala yang timbul serta keluhan yang dirasakan dapat digambarkan dalam
bentuk pathways sebagai berikut:

Perdarahan saluran Defisiensi besi, vit Overaktif RES,


cerna, uterus, B12, As. Folat, produksi SDM
hidung, luka depresi sumsum abnormal
tulang eritropoetin
menurun
Kehilangan SDM Penghancuran
(sel darah merah) SDM meningkat
Produksi SDM
menurun

Pertahanan
sekunder tidak Resiko Infeksi
adekuat

Penurunan jumlah Penurunan kadar


Efek GI
eritrosit Hb

Kompensasi Kehilangan nafsu


Kompensasi paru makan
jantung

Peningkatan Intake nutrisi turun


frekuensi napas (anoreksia)

Beban kerja dan


curah jantung Ketidakseimbangan
Dyspnea (kesulitan
meningkat nutrisi kurang dari
bernapas) kebutuhan tubuh

Takikardia, angina
Penurunan
(nyeri dada),
transport O2
iskemia
miokardium,
beban kerja Hipoksia
jantung meningkat
Lemah lesu,
Ketidakefektifan gangguan
perfusi jaringan koordinasi,
perifer bingung

Intoleransi
Aktivitas

F. Manifestasi Klinik
Selain anemia itu sendiri, beberapa faktor turut memengaruhi
perkembangan gejala yang terkait dengan anemia: kecepatan terbentuknya
anemia, durasi anemia, kebutuhan metabolik pasien, penyakit lain atau
disabilitas yang menyertai anemia (mis., penyakit jantung dan paru), dan
komplikasi atau manifestasi kondisi penyerta yang menimbulkan anemia.
Biasanya, semakin cepat anemia terbentuk, semakin berat gejalanya. Gejala
yang menonjol dari anemia mencakup:
1. Dispnea, nyeri dada, nyeri otot atau kram, takikardia
2. Kelemahan, keletihan, malaise umum
3. Pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjungtiva, mukosa oral)
4. Ikterik (anemia megaloblastik atau hemolitik)
5. Lidah halus dan berwarna merah (anemia defisiensi besi)
6. Lidah luka seperti daging merah (anemia megaloblastik)
7. Keilosis angular (ulserasi pada tepi/sudut mulut)
8. Kuku rapuh, melengkung/membumbung, berbentuk cekung dan pika pada
pasien anemia defisiensi besi

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Tes penyaring, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus
anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan
bentuk morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi
pengkajian pada komponen-komponen berikut ini: kadar haemoglobin,
indeks eritrosit, apusan darah tepi.
b. Pemeriksaan darah seri anemia: hitung leukosit, trombosit, laju endap
darah (LED), dan hitung retikulosit.
c. Pemeriksaan sumsum tulang: pemeriksaan ini memberikan informasi
mengenai keadaan sistem hematopoesis.
d. Pemeriksaan atas indikasi khusus: pemeriksaan ini mengonfirmasi
dugaan diagnosis awal yang memiliki komponen berikut ini:
1) Anemia defisiensi besi: serum iron, TIBC, saturasi transferrin, dan
feritin serum.
2) Anemia megaloblastik: asam folat darah/eritrosit, vitamin B12
3) Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes coombs, dan
elektroforesis Hb.
4) Anemia pada leukeumia akut biasanya dilakukan pemeriksaan
sitokimia.
2. Pemeriksaan laboratorium non hematologis: faal ginjal, faal endokrin,
asam urat, faal hati, biakan kuman.
3. Radiologi: torak, bone survey, USG, atau linfangiografi
4. Pemeriksaan sitogenetik
5. Pemeriksaan biologi molekuler (PCR = polymerase chain raction, FISH =
fluorescence in situ hybridization)

H. Penatalaksanaan (Medis dan Keperawatan)


Penatalaksanaan anemia diarahkan pada upaya mengoreksi atau
mengontrol penyebab anemia jika anemia berat, eritrosit yang hilang atau
hancur dapat digantikan dengan transfusi paket sel darah merah (packed red
blood cell, PRBC) (Brunner & Suddarth, 2013).
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti
darah yang hilang. Penatalaksanaan anemia berdasarkan penyebabnya, yaitu:
1. Anemia aplastic
Dengan transplantasi sumsum tulang dan terapi immunosupresif dengan
antithimocyte globulin (ATG) yang diperlukan melalui jalur sentral selama
7-10 hari. Prognosis buruk jika transplantasi sumsum tulang tidak berhasil.
Bila diperlukan dapat diberikan transfusi RBC rendah leukosit dan
platelet.
2. Anemia pada penyakit ginjal
Pada pasien dialysis harus ditangani dengan pemberian besi dan asam
folat. Kalau tersedia, dapat diberikan eritropoetin rekombinan.
3. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan
penanganan untuk anemianya. Dengan menangani kelainan yang
mendasarinya, maka anemia akan terobati dengan sendirinya.
4. Anemia pada defisiensi besi dan asam folat
Dengan pemberian makanan yang adekuat. Pada defisiensi besi diberikan
sulfas ferosus 3x10 mg/hari. Transfusi darah diberikan bila kadar Hb
kurang dari 5 gr %.
5. Anemia megaloblastik
a. Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila
defisiensi disebabkan oleh defek absorbsi atau tidak tersedianya faktor
intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
b. Untuk mencegah kekambuhan anemia, terapi vitamin B12 harus
diteruskan, selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa
atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.
c. Pada anemia defisiensi asam folat diberikan asam folat 3 x 5 mg/hari.
d. Anemia defisiensi asam folat pada pasien dengan gangguan absorbs,
penanganannya dengan diet dan penambahan asam folat 1 mg/hari
secara IM.
6. Anemia pasca perdarahan
Dengan memberikan transfusi darah dan plasma. Dalam keadaan darurat
diberikan cairan intravena dengan cairan infus apa saja yang tersedia.
7. Anemia hemolitik
Dengan pemberian transfusi darah menggantikan darah yang hemolisis.

I. Komplikasi
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya,
penderita anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang
flu, atau gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi
gampang lelah, karena harus memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu
hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan dapat
menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan berat
badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-organ
tubuh, termasuk otak. Anemia berat, gagal jantung kongesti dapat terjadi
karena otot jantung yang anoksik tidak dapat beradaptasi terhadap beban kerja
jantung yang meningkat. Selain itu dispnea, nafas pendek dan cepat lelah
waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya
pengurangan oksigen.

J. Tinjauan Teoritis Keperawatan Berdasarkan Kasus


1. Pengkajian primer-primary survey
a. Airway/jalan napas
1) Pastikan kepatenan jalan napas dan kebersihannya segera dari
benda asing seperti darah, muntahan
2) Jika pasien tidak sadar, selalu curigai adanya fraktur spinal
servikal
3) Gunakan tindakan jaw thrust secara manual untuk membuka
jalan napas
b. Breathing/pernapasan
1) Kaji irama, kedalaman dan keteraturan pernafasan dan observasi
untuk ekspansi bilateral pada dada
2) Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya krekels, wheezing, atau
tidak adanya bunyi nafas
3) Jika pernafasan tidak adekuat atau tidak ada dukungan
pernafasan pasien dengan suatu alat oksigenasi yang sesuai
c. Circulation/sirkulasi
1) Tentukan status sirkulasi dengan mengkaji nadi, mencatat irama
dan ritmenya serta mengkaji warna kulit
2) Kaji tekanan darah
3) Kaji adanya bukti perdarahan dan kontrol perdarahan dengan
penekanan langsung
4) Kaji warna kulit, suhu tubuh dan kelembaban. Jika ditemukan
kulit pucat dan dingin menjadi indikasi syok
2. Pengkajian sekunder-pemeriksaan fisik, laboratorium, penunjang lain
a. Identitas klien dan keluarga
Nama, umur, tempat tanggal lahir, pekerjaan, pendidikan, suku,
agama, nama ayah/ibu.
b. Keluhan utama
Biasanya klien dating ke rumah sakit dengan keluhan pucat,
kelelahan, kelemahan, pusing.
c. Riwayat kesehatan dahulu
1) Menderita penyakit anemia sebelumnya
2) Adanya riwayat trauma, perdarahan
3) Adanya riwayat demam tinggi
4) Adanya riwayat ISPA
d. Riwayat kesehatan saat ini
Klien pucat, mengalami kelemahan, sesak nafas, adanya gejala
gelisah, takikardi, dan penurunan kesadaran.
e. Riwayat kesehatan keluarga
1) Riwayat anemia dalam keluarga
2) Riwayat penyakit seperti kanker, jantung, hepatitis, DM, asma dan
penyakit infeksisaluran pernafasan
f. Riwayat kehamilan dan persalinan
1) Prenatal: apakah selama hamil pernah menderita penyakit berat,
pemeriksaan kehamilan berapa kali, kebiasaan pemakaian obat-
obatan dalam jangka waktu panjang.
2) Intranatal: usia kehamilan cukup, proses persalinan dan berapa
panjang dan berat badan waktu lahir.
3) Postnatal: keadaan bayi setelah masa, neonatorium, ada trauma
postpartum akibat tindakan misalnya vakum dan pemberian asi.
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum: apakah klien tampak lemah sampai sakit berat.
2) Kesadaran: apakah klien mengalami compos mentis kooperatif
sampai terjadi penurunan tingkat kesadaranapatis, somnolen,
sopor, coma.
3) TTV: Tekanan darah menurun, frekuensi nadi meningkat, nadi
kuat sampai lemah, suhu meningkat atau menurun, pernafasan
meningkat.
4) TB dan BB
5) Kulit: apakah kulit klien teraba dingin, keringat yang berlebihan,
pucat, terdapat perdarahan dibawah kulit.
6) Mata: apakah ada kelainan bentuk mata, konjungtiva anemis,
kondisi sklera, terdapat perdarahan subkonjungtiva, keadaan pupil,
palpebra, dan refleks cahaya.
7) Hidung: apakah ada kelainan bentuk, mukosa hidung, cairan yang
keluar dari hidung atau gangguan fungsi penciuman.
8) Telinga: apakah ada kelainan bentuk fungsi pendengaran.
9) Mulut: apakah ada kelainan bentuk, mukosa kering, perdarahan
gusi, lidah kering, bibir pecah – pecah, atau perdarahan.
10) Leher: apakah terrdapat pembesaran kelenjar getah bening, tiroid
membesar, dan kondisi distensi vena jugularis.
11) Thoraks: periksa pergerakan dada, adakah pernafasan cepat atau
irama nafas tidak teratur.
12) Abdomen: periksa apakah ada pembesaran hati, nyeri, bising usus,
dan bias dibawah normal.
13) Genetalia: Perubahan aliran menstruasi, misal menoragi
(amenore). Serviks dan dinding vagina pucat.
14) Ekstremitas: apakah klien mengalami nyeri ekstremitas, tonus otot
kurang.
h. Pemeriksaan penunjang
1) Riwayat sosial: siapa yang mengasuh klien dirumah. Kebersihan
di daerah tempat tinggal, orang yang terdekat dengan klien.
Keadaan lingkungan, perkarangan, pembuangan sampah.
2) Kebutuhan dasar: meliputi kebutuhan nutrisi klien suhubungan
dengan anoreksia, diet yang harus dijalani, pasang NGT, cairan
IVFD yang digunakan jika ada.
3. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan konsentrasi
Hb dan darah, suplai oksigen berkurang
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
yang kurang, anoreksia
c. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen, proses metabolisme yang terganggu
d. Resiko infeksi
4. Intervensi dan rasional
Intervensi atau perencanaan keperawatan membantu klien untuk
mengurangi keletihan, mencapai atau mempertahankan nutrisi yang
adekuat, mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat, mematuhi terapi
yang telah di programkan, dan agar tidak mengalami komplikasi.
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
Ketidakefektif Setelah dilakukan 1. Awasi tanda 1. Memberik
an perfusi tindakan vital kaji an
jaringan keperawatan pengisian informasi
perifer b.d perfusi jaringan kapiler, warna tentang
penurunan perifer adekuat kulit/membran derajat/ke
konsentrasi dengan kriteria mukosa, dasar adekuatan
Hb dan darah, hasil: kuku perfusi
suplai oksigen 1. Capillary 2. Tinggikan jaringan
berkurang refil dbn kepala tempat dan
2. Denyut nadi tidur sesuai membantu
perifer toleransi menentuk
adekuat 3. Awasi upaya an
3. Warna kulit pernapasan; kebutuhan
normal auskultasi intervensi
bunyi napas 2. Meningka
4. Selidiki tkan
keluhan nyeri ekspansi
dada/palpitasi paru dan
5. Kolaborasi memaksi
pengawasan malkan
hasil oksigenasi
pemeriksaan untuk
laboratorium. kebutuhan
Berikan sel seluler
darah merah 3. Dispnea
lengkap menunjuk
6. Berikan kan
oksigen gangguan
tambahan jantung
sesuai indikasi karena
peningkat
an
kompensa
si curah
jantung
4. Iskemia
seluler
mempeng
aruhi
jaringan
miokardia
l/potensial
risiko
infark
5. Mengiden
tifikasi
defisiensi
dan
kebutuhan
pengobata
n/respons
terhadap
terapi.
6. Memaksi
malkan
transport
oksigen
ke
jaringan.
Ketidakseimb Setelah dilakukan 1. Kaji riwayat 1. Mengiden
angan nutrisi tindakan nutrisi, tifikasi
kurang dari keperawatan termasuk defisiensi,
kebutuhan status nutrisi makan yang mengawas
tubuh b.d adekuat dengan disukai i
intake yang kriteria hasil: 2. Observasi dan masukkan
kurang, 1. Intake nutrisi catat kalori atau
anoreksia baik masukkan kualitas
2. Asupan makanan kekuranga
cairan cukup pasien n
3. Berat badan 3. Beri makan konsumsi
meningkat sedikit dengan makanan
frekuensi dan
sering memudah
4. Observasi dan kan
catat kejadian intervensi
mual/muntah, 2. Mengawa
flatus dan si
gejala lain penurunan
yang berat
berhubungan badan
5. Kolaborasi atau
hasil efektivitas
pemeriksaan intervensi
laboratorium nutrisi
6. Kolaborasi 3. Menurunk
obat sesuai an
indikasi kelemaha
n,
meningkat
kan
pemasukk
an dan
mencegah
distensi
gaster.
4. Gejala GI
dapat
menunjuk
kan efek
anemia
pada
organ
5. Meningka
tkan
efektivitas
program
pengobata
n
termasuk
sumber
diet
nutrisi
yang
dibutuhka
n
6. Kebutuha
n
pengobata
n
tergantun
g tipe
anemia
atau
adanya
defisiensi
yang
diidentifik
asi.
Intoleransi Setelah dilakukan 1. Bantu klien 1. Dengan
aktivitas b.d tindakan untuk mengkaji
ketidakseimba keperawatan mengidentifik kemampu
ngan antara aktivitas klien asi aktivitas an
suplai dan kembali normal yang mampu aktivitas
kebutuhan dengan kriteria dilakukan dapat
oksigen, hasil: 2. Awasi tekanan mempeng
proses 1. Keadaan darah, nadi, aruhi
metabolisme umum baik pernafasan pilihan
yang 2. Mampu selama dan intervensi
terganggu melakukan sesudah 2. Untuk
aktivitas aktifitas melihat
sehari hari 3. Berikan manifesta
(ADLs) lingkungan si
secara yang tenang, kardiopul
mandiri pertahankan monal
3. Berpartisipasi tirah baring dari upaya
dalam 4. Bantu pasien jantung
aktivitas fisik untuk dan paru
tanpa disertai mengubah untuk
peningkatan posisi secara membawa
tekanan berkala, jika jumlah
darah, nadi, perlu dan oksigen
dan RR pantau adekuat
terhadap ke
pusing jaringan
5. Anjurkan 3. Lingkung
pasien an yang
istirahat bila tenang
terjadi dapat
kelelahan dan meningkat
kelemahan, kan
anjurkan istirahat
pasien untuk
melakukan menurunk
aktivitas an
semampunya kebutuhan
oksigen
tubuh
4. Hipotensi
postural
atau
hipoksia
serebral
dapat
menyebab
kan
pusing
berdenyut
dan
peningkat
an resiko
cedera
5. Meningka
tkan
aktivitas
secara
bertahap
sampai
normal
dan
memperba
iki tonus
otot tanpa
kelemaha
n.
Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. Tingkatkan 1. Mencegah
tindakan cuci tangan kontamina
keperawatan yang baik; si silang
resiko infeksi oleh pemberi 2. Menurunk
terkontrol dengan perawatan dan an risiko
kriteria hasil: pasien infeksi
1. Klien bebas 2. Pertahankan bakteri
dari tanda Teknik aseptic 3. Meningka
dan gejala ketat pada tkan
infeksi prosedur/pera pemasuka
2. Menunjukka watan luka n dan
n 3. Tingkatkan mencegah
kemampuan masukkan statis
untuk cairan adekuat cairan
mencegah 4. Pantau suhu tubuh
timbulnya tubuh. Catat 4. Indikator
infeksi adanya infeksi
3. Jumlah menggigil dan local
leukosit takikardia 5. Membeda
dalam batas dengan atau kan
normal tanpa demam adanya
5. Ambil infeksi,
specimen mengident
untuk ifikasi
kultur/sensitiv pathogen
itas sesuai khusus
indikasi dan
(kolaborasi) mempeng
aruhi
pilihan
pengobata
n
DAFTAR PUSTAKA

Astutik, Reni Yuli dan Dwi Ertiana. 2018. Anemia dalam Kehamilan. E-book.
Jember: Pustaka Abadi.

Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC.

Firani, Novi Khila. 2018. Mengenali Sel Sel Darah dan Kelainan Darah. E-book.
Malang: UB Press.

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis
Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai
Kasus. Edisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta: Mediaction.

Siti Nurbaya, dkk. 2019. Cerita Anemia. E-book. Jakarta: UI Publishing.


LEMBAR KONSUL PEMBIMBING KLINIK

Nama Mahasiswa : Nadya Nailil Ghina

NPM : 1714201110081

Judul LP : Anemia

No Hari/ Materi Konsul Masukan/Saran TTD Pembimbing


Tanggal Klinik

Anda mungkin juga menyukai