ANEMIA
Disusun Oleh
NPM. 1714201110081
Kelompok 5B
TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN
1. Anatomi
Darah adalah jaringan fungsional yang terdiri dari plasma darah
dan sel-sel darah. Fungsi utama darah adalah untuk mengangkut sari-sari
makanan dan oksigen ke seluruh tubuh serta untuk membawa sisa
metabolisme untuk dibuang melalui sistem eksresi.
a. Plasma darah
Plasma darah adalah cairan yang terdapat di dalam darah yang terdiri
dari 91,5% air. Fungsi plasma darah adalah untuk mengangkut sari-sari
makanan ke seluruh tubuh. Plasma darah juga mengandung beberapa
protein yang memiliki fungsi khusus. Sebagai contoh, protein
berbentuk albumin yang fungsinya menjaga tekanan osmotik darah,
atau protein berbentuk globulin yang berfungsi membentuk antibodi.
Tiap antibodi bersifat spesifik terhadap antigen dan reaksinya
bermacam-macam.
1) Antibodi yang dapat menggumpalkan antigen disebut presipitin.
2) Antibodi yang dapat menguraikan antigen adalah lisin.
3) Antibodi yang dapat menawarkan racun adalah antitoksin.
b. Sel-sel darah
Sel darah terdiri dari eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah
putih), dan trombosit (keping darah).
1) Sel darah merah (eritrosit)
Sel darah merah bekerja mengangkut hemoglobin. Hemoglobin
(Hb) yaitu protein yang kaya zat besi yang memberikan warna
merah darah. Protein ini membantu sel-sel darah merah membawa
oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Sel darah merah
berbentuk pipih dan tidak berinti. Eritrosit dibentuk dalam sumsum
merah tulang pipa dan tulang pipih.
Sel darah merah merupakan cakram biconkav yang mempunyai
garis tengah rata-rata sekitar 8 mikron, tebalnya 2 mikron dan di
tengahnya mempunyai tebal 1 mikron atau kurang. Pada laki-laki
normal, jumlah rata-rata sel darah merah permili liter kubik adalah
5.200.000 dan pada wanita normal 4.700.000. Jumlah hemoglobin
dalam sel dan transforoksigen, bila hematokrit (prosentase darah
yang berupa sel darah merah normal) darah mengandung rata-rata
15 gram hemoglobin. Tiap gram hemoglobin mampu mengikat
kira-kira 1.39 ml oksigen. Oleh karena itu, pada orang normal lebih
dari 20 ml oksigen dapat diangkut dalam ikatan dengan
haemoglobin dalam tiap-tiap 100 ml darah. Factor utama yang
dapat merangsang produksi sel-sel darah merah adalah hormon di
dalam sirkulasi yang disebut sebagai eritropoetin, yang merupakan
suatu glikoprotein. Pada orang normal 90 sampai 95 persen dari
seluruh eritropoetin di bentuk di dalam ginjal.
2) Sel darah putih (leukosit)
Jumlah sel pada orang dewasa berkisar antara 6000 – 9000 sel/cc
darah. Fungsi sel darah putih adalah sebagai sistem pertahanan dan
kekebalan tubuh. Leukosit mempertahankan kekebalan tubuh
dengan cara fagositosis yaitu membunuh dan memakan
mikroorganisme serta zat asing yang masuk kedalam tubuh.
Leukosit dibentuk pada sumsum tulang dan juga kelenjar limfa.
Peningkatan jumlah leukosit merupakan petunjuk adanya infeksi
misalnya radang paru-paru, leukopenia berkurangnya jumlah
leukosit sampai dibawah 6000 sel/cc darah, leukositosis
bertambahnya jumlah leukosit melebihi normal (di atas 9000 sel/cc
darah). Leukosit untuk menembus dinding pembuluh darah
(kapiler) untuk mencapai daerah tertentu disebut diapedesis.
Leukosit dibagi menjadi 2, yaitu:
a) Granulosit adalah leukosit yang didalam sitoplasmanya
memiliki butir-butir kasar (granula). Jenisnya adalah
eosinophil, basophil, dan netrofil.
b) Agranulosit adalah leukosit yang sitoplasmanya tidak memiliki
granula, jenisnya adalah limfosit (sel T dan sel B) dan monosit.
3) Trombosit
Trombosit berfungsi untuk membekukan darah ketika terjadi luka
yang menyebabkan pendarahan. Trombosit dibentuk pada sumsum
tulang belakang dan berbentuk bulat atau lonjong tanpa berinti.
Jumlah sel darah pembeku pada orang dewasa sekitar 200.000 –
500.000 sel/cc. Didalam trombosit terdapat banyak sekali factor
pembeku (hemostatis) antara lain adalah faktor VIII (anti
haemophilic factor), jika seseorang secara genetis trombositnya
tidak mengandung faktor tersebut, maka orang tersebut menderita
hemofili. Proses pembekuan darah yaitu jika trombosit menyentuh
permukaan yang kasar akan pecah dan mengeluarkan enzim
trombokinase (tromboplastin). Pada masa embrio sel-sel darah
dibuat di limpa dan hati (extra medullary haemopoesis) setelah
embrio sudah cukup usia, fungsi itu diambil alih oleh sumsum
tulang.
2. Fisiologi
Darah sangat penting untuk menjaga kondisi fisiologis dalam tubuh
manusia. Darah merupakan cairan tubuh yang sangat vital bagi kehidupan
manusia, yang bersirkulasi dalam jantung dan pembuluh darah. Darah
menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa
metabolisme dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang
bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Hormon-hormon
dari sistem endokrin juga diedarkan melalui darah.
Darah manusia berwarna merah, antara merah terang apabila kaya
oksigen sampai merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada
darah disebabkan oleh haemoglobin, protein pernapasan (respiratory
protein) yang mengandung besi dalam bentuk heme, yang merupakan
tempat terikatnya molekul-molekul oksigen. Manusia memiliki sistem
peredaran darah tertutup yang berarti darah mengalir dalam pembuluh
darah dan disirkulasikan oleh jantung. Darah dipompa oleh jantung
menuju paru-paru untuk melepaskan sisa metabolisme berupa
karbondioksida dan menyerap oksigen melalui pembuluh darah aorta.
Darah mengedarkan oksigen melalui pembuluh darah pulmonalis, lalu
dibawa lagi ke jantung melalui vena pulmonalis. Darah juga mengangkut
bahan-bahan sisa metabolisme obat-obatan dan bahan kimia asing ke hati
untuk dibuang sebagai urin.
B. Pengertian Anemia
Anemia merupakan kelainan penurunan massa eritrosit. Berkaitan dengan
fungsi eritrosit untuk transportasi oksigen yang diperankan oleh hemoglobin,
maka anemia cenderung didefinisikan sebagai kadar hemoglobin yang kurang
dari normal. Kadar Hb manusia dewasa normalnya adalah 13,5-18 g/dL (pria)
dan 12-16 g/dL (wanita) (Firani, 2018).
Anemia adalah suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari normal
anemia merefleksikan jumlah eritrosit yang kurang dari normal di dalam
sirkulasi. Akibatnya jumlah oksigen yang dihantarkan ke jaringan tubuh juga
berkurang. Anemia bukan merupakan kondisi penyakit khusus melainkan
suatu tanda adanya gangguan yang mendasari (Brunner & Suddarth, 2013).
Anemia adalah kondisi dimana jumlah sel darah merah lebih rendah dari
jumlah normal atau penyakit kurang darah yang salah satunya disebabkan oleh
kurangnya konsumsi zat besi. Anemia bisa terjadi karena sel-sel darah merah
tidak mengandung cukup hemoglobin. Anemia bukan suatu penyakit tapi
merupakan manifestasi dari suatu proses patologis yang menggambarkan
status nutrisi dan kesehatan yang buruk (Siti dkk, 2019).
Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa anemia adalah
suatu tanda adanya gangguan dari proses patologis dimana jumlah eritrosit (sel
darah merah) lebih rendah dari 13,5-18 g/dL pada pria dan 12-16 g/dL pada
wanita yang salah satunya disebabkan oleh kurangnya konsumsi zat besi.
C. Etiologi
Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri (disease entity), tetapi
merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar (underlying disease). Pada
dasarnya anemia disebabkan oleh karena: 1) Gangguan pembentukan eritrosit
oleh sumsum tulang; 2) Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan); 3)
Proses penghancuran eritrosit oleh tubuh sebelum waktunya (hemolisis)
(Nurarif, 2016).
Menurut Firani (2018) berdasarkan morfologi eritrosit, anemia dapat
diklasifikasikan menjadi 3 golongan, yaitu anemia mikrositik-hipokromik,
anemia normositik-normokromik, dan anemia makrositik. Penyebab anemia
berdasarkan morfologinya adalah sebagai berikut:
1. Anemia mikrositik-hipokromik
a. Anemia defisiensi besi
b. Thalassemia
c. Anemia penyakit kronis
d. Anemia sideroblastic
e. Anemia akibat keracunan timah
2. Anemia normositik-normokromik
a. Anemia hemolitik
b. Anemia akibat perdarahan akut
c. Anemia penyakit kronis
d. Anemia akibat penyakit ginjal
e. Anemia akibat defisiensi campuran (defisiensi besi dan asam
folat/vitamin B12)
f. Anemia karena kegagalan sumsum tulang (seperti pada pasca
kemoterapi, keganasan hematologi, atau keganasan yang metastasis ke
sumsum tulang).
3. Anemia makrositik
a. Anemia megaloblastik (yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12
atau asam folat)
b. Anemia non megaloblastic (alkoholisme, myelodisplasia, penyakit
hati, anemia aplastik)
Berdasarkan penyebabnya, anemia dapat disebabkan oleh tiga penyebab
utama, yaitu anemia karena penurunan produksi eritrosit, anemia karena
peningkatan kerusakan eritrosit, dan anemia karena kehilangan darah.
Penyebab anemia tersebut dirinci sebagai berikut:
1. Anemia yang disebabkan oleh penurunan produksi eritrosit
a. Anemia defisiensi besi
b. Anemia megaloblastik
c. Anemia karena defisiensi nutrisi
d. Anemia penyakit kronis
e. Anemia karena penyakit ginjal
f. Anemia aplastic
g. Anemia karena keganasan yang menginfiltrasi sumsum tulang
h. Anemia karena pasca kemoterapi
2. Anemia karena peningkatan eritrosit
a. Anemia hemolitik autoimun
b. Anemia hemolitik akibat parasit dan mikroorganisme (misalnya
malaria)
c. Anemia karena kelainan membran sel eritrosit (misalnya sferositosis
herediter, stomasitosis)
d. Anemia karena hipersplenisme
3. Anemia karena kehilangan darah
a. Anemia perdarahan akut
b. Anemia karena sekuestrasi splenik
D. Klasifikasi
Sejauh ini anemia merupakan kondisi hematologi yang paling sering
terjadi. Terdapat beberapa jenis anemia. Sebuah pendekatan fisiologi
mengklasifikasikan anemia sesuai dengan penyebab defisiensi eritrosit,
apakah disebabkan oleh cacat produksi (anemia hipoproliferatif), oleh
destruksi/penghancuran (anemia hemolitik), atau oleh kehilangan
(perdarahan).
1. Anemia aplastik
Anemia aplastik merupakan penyakit yang jarang terjadi yang
disebabkan oleh penurunan atau kerusakan sel induk sumsum tulang
belakang, kerusakan pada lingkungan mikro di dalam sumsum tulang, dan
penggantian sumsum tulang dengan lemak. Etiologi pastinya tidak
diketahui, tetapi terdapat hipotesis bahwa sel T tubuh memediasi serangan
yang tidak wajar ke sumsum tulang sehingga menyebabkan aplasia
sumsum tulang. Neutropenia dan trombositopenia yang signifikan juga
terjadi. Anemia aplastic dapat bersifat kongenital atau didapat, tetapi
sebagian besar kasus bersifat idiopatik. Infeksi dan kehamilan dapat
memicu anemia apalastik atau dapat disebabkan oleh gangguan akibat
obat-obatan tertentu, zat kimia, atau radiasi. Sejumlah agens yang dapat
menyebabkan aplasia sumsum tulang mencakup benzen dan derivat
benzene (mis., penghilang/pengangkat cat). Materi toksik tertentu, seperti
arsenic anorganik, glikol eter, plutonium, dan radon juga telah diduga
sebagai penyebab potensial.
2. Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi biasanya terjadi ketika asupan besi dalam
diet tidak mencukupi untuk sintesis hemoglobin. Anemia defisiensi besi
adalah jenis anemia yang paling sering terjadi di semua kelompok usia,
dan merupakan anemia yang paling sering terjadi di seluruh dunia.
Penyebab paling umum terjadinya anemia defisiensi besi pada pria dan
wanita pascamenopause adalah perdarahan akibat ulkus, gastritis,
penyakit radang usus, atau tumor GI. Penyebab anemia defisiensi besi
yang paling sering pada wanita pramenopause adalah menoragia
(perdarahan menstruasi yang berlebihan) dan kehamilan dengan suplemen
zat besi yang tidak mencukupi. Pasien alkoholisme kronis sering kali
mengalami perdarahan kronis dari saluran GI, yang menyebabkan
hilangnya zat besi dan pada akhirnya terjadi anemia. Penyebab lain
meliputi malabsorpsi besi, seperti terlihat setelah gastrektomi atau pada
penyakit seliak.
3. Anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12 dan asam folat)
Pada kasus anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B, atau
asam folat, perubahan sumsum tulang identic dan perubahan darah perifer
terjadi karena kedua vitamin tersebut esensial untuk sintesis DNA normal.
Defisiensi folat terjadi pada orang yang jarang memakan sayuran segar
(tidak dimasak). Alkohol meningkatkan kebutuhan asam folat. Kebutuhan
asam folat juga meningkat pada pasien yang mengalami anemia hemolitik
kronis dan pada wanita hamil. Beberapa pasien yang mengalami penyakit
malabsorpsi pada usus halus mungkin tidak dapat menyerap asam folat
secara normal. Sedangkan defisiensi vitamin B12 dapat terjadi dalam
beberapa cara. Ketidak adekuatan asupan diet jarang terjadi tetapi dapat
dialami oleh vegetarian ketat yang tidak mengonsumsi daging atau produk
susu. Kesalahan penyerapan dari saluran GI lebih kerap terjadi, seperti
pada kondisi penyakit Crohn atau setelah reseksi ileum atau gastrektomi.
Penyebab lain adalah tidak adanya faktor intrinsic. Defisiensi dapat juga
terjadi jika penyakit yang mengalami ileum atau pankreas mengganggu
absorpsi. Tubuh normalnya memiliki cadangan vitamin B12 yang banyak
sehingga butuh beberapa tahun sebelum defisiensi menyebabkan anemia.
4. Anemia sel sabit
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitik berat yang terjadi akibat
pewarisan gen hemoglobin sabit (HbS), yang menyebabkan molekul
hemoglobin defektif (cacat). Molekul haemoglobin yang defektif (cacat)
akan berbentuk sabit ketika terpajan dengan tekanan oksigen rendah. Sel
darah merah yang kaku dan panjang ini akan tersangkut di pembuluh
darah kecil dan dapat menyumbat aliran darah ke jaringan tubuh. Jika
terjadi iskemia atau infark, pasien dapat mengalami nyeri, pembengkakan
dan demam. Proses sabit menghabiskan beberapa waktu jika eritrosit
terpajan kembali dengan jumlah oksigen yang tidak adekuat sebelum
membran menjadi kaku, sel darah merah tersebut dapat kembali ke bentuk
normal. Gen HbS dapat diwariskan, beberapa orang yang memiliki sifat
sel sabit (carrier, mewarisi satu gen abnormal) dan beberapa lainnya
mengalami penyakit sel sabit (mewarisi dua gen abnormal). Penyakit sel
sabit dominan ditemukan pada masyarakat keturunan Afrika dan lebih
jarang dijumpai pada masyarakat keturunan Mediterania, Timur Tengah,
atau suku Aborigin India.
Pertahanan
sekunder tidak Resiko Infeksi
adekuat
Takikardia, angina
Penurunan
(nyeri dada),
transport O2
iskemia
miokardium,
beban kerja Hipoksia
jantung meningkat
Lemah lesu,
Ketidakefektifan gangguan
perfusi jaringan koordinasi,
perifer bingung
Intoleransi
Aktivitas
F. Manifestasi Klinik
Selain anemia itu sendiri, beberapa faktor turut memengaruhi
perkembangan gejala yang terkait dengan anemia: kecepatan terbentuknya
anemia, durasi anemia, kebutuhan metabolik pasien, penyakit lain atau
disabilitas yang menyertai anemia (mis., penyakit jantung dan paru), dan
komplikasi atau manifestasi kondisi penyerta yang menimbulkan anemia.
Biasanya, semakin cepat anemia terbentuk, semakin berat gejalanya. Gejala
yang menonjol dari anemia mencakup:
1. Dispnea, nyeri dada, nyeri otot atau kram, takikardia
2. Kelemahan, keletihan, malaise umum
3. Pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjungtiva, mukosa oral)
4. Ikterik (anemia megaloblastik atau hemolitik)
5. Lidah halus dan berwarna merah (anemia defisiensi besi)
6. Lidah luka seperti daging merah (anemia megaloblastik)
7. Keilosis angular (ulserasi pada tepi/sudut mulut)
8. Kuku rapuh, melengkung/membumbung, berbentuk cekung dan pika pada
pasien anemia defisiensi besi
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Tes penyaring, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus
anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan
bentuk morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi
pengkajian pada komponen-komponen berikut ini: kadar haemoglobin,
indeks eritrosit, apusan darah tepi.
b. Pemeriksaan darah seri anemia: hitung leukosit, trombosit, laju endap
darah (LED), dan hitung retikulosit.
c. Pemeriksaan sumsum tulang: pemeriksaan ini memberikan informasi
mengenai keadaan sistem hematopoesis.
d. Pemeriksaan atas indikasi khusus: pemeriksaan ini mengonfirmasi
dugaan diagnosis awal yang memiliki komponen berikut ini:
1) Anemia defisiensi besi: serum iron, TIBC, saturasi transferrin, dan
feritin serum.
2) Anemia megaloblastik: asam folat darah/eritrosit, vitamin B12
3) Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes coombs, dan
elektroforesis Hb.
4) Anemia pada leukeumia akut biasanya dilakukan pemeriksaan
sitokimia.
2. Pemeriksaan laboratorium non hematologis: faal ginjal, faal endokrin,
asam urat, faal hati, biakan kuman.
3. Radiologi: torak, bone survey, USG, atau linfangiografi
4. Pemeriksaan sitogenetik
5. Pemeriksaan biologi molekuler (PCR = polymerase chain raction, FISH =
fluorescence in situ hybridization)
I. Komplikasi
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya,
penderita anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang
flu, atau gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi
gampang lelah, karena harus memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu
hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan dapat
menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan berat
badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-organ
tubuh, termasuk otak. Anemia berat, gagal jantung kongesti dapat terjadi
karena otot jantung yang anoksik tidak dapat beradaptasi terhadap beban kerja
jantung yang meningkat. Selain itu dispnea, nafas pendek dan cepat lelah
waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya
pengurangan oksigen.
Astutik, Reni Yuli dan Dwi Ertiana. 2018. Anemia dalam Kehamilan. E-book.
Jember: Pustaka Abadi.
Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC.
Firani, Novi Khila. 2018. Mengenali Sel Sel Darah dan Kelainan Darah. E-book.
Malang: UB Press.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis
Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai
Kasus. Edisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta: Mediaction.
NPM : 1714201110081
Judul LP : Anemia