ANEMIA
I. Laporan Pendahuluan
A. Definisi
Anemia adalah berkurangnya kadar Hb dalam darah sehingga terjadi
gangguan perfusi O2 ke jaringan tubuh. Disebut gravis yang artinya berat
dan nilai Hb di bawah 7 g/dl sehingga memerlukan tambahan umumnya
melalui transfusi. Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal
sel darah merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods
cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2007).
Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan atau masa
hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan tubuh (Depkes, 2007).
Menurut Ahmad Syafiq, dkk (2008) Anemia didefinisikan sebagai
keadaan di mana level Hb rendah karena kondisi patologis.
Berdasarkan atas beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
anemia adalah keadaan dimana kadar hemoglobin dalam darah rendah yang
dapat mengganggu perfusi oksigen ke jaringan tubuh.
B. Anatomi Fisiologi
Darah adalah jaringan cair dan terdiri atas dua bagian, bagian cair yang
disebut plasma dan bagian padat yang disebut sel-sel darah. (Pearce Evelyn,
2008 : 133).Sel-sel darah, ada tiga macam yaitu :
1. Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit merupakan cakram bikonkaf yang tidak berhenti,
ukurannya kira-kira 8 m, tidak dapat bergerak, banyaknya kira-kira 5 juta
dalam mm3.. Fungsi dari eritrosit adalah mengikat CO2 dari jaringan
tubuh untuk dikeluarkan melalui paru-paru. Eristrosit di buat dalam
sumsum tulang, limpa dan hati, yang kemudian akan beredar keseluruh
tubuh selama 14-15 hari, setelah itu akan mati. Eritrosit berwarna kuning
kemerahan karena didalamnya mengandung suatu zat yang disebut
hemoglobin. Warna ini akan bertambah merah jika didalamnya banyak
mengandung O2.
Gambar 1. Sel Darah Merah (Nurarif, 2015)
3. Plasma darah
Bagian darah encer tanpa sel-sel darah warna bening kekuningan
hampir 90% plasma darah terdiri dari :
(a) Fibrinogen yang berguna dalam proses pembekuan darah.
(b) Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium, dan lain-
lain yang berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan
osmotik).
(c) Protein darah (albumin dan globulin) meningkatkan viskositas darah
dan juga menimbulkn tekanan osmotik untuk memelihara
keseimbangan cairan dalam tubuh.
(d) Zat makanan (zat amino, glukosa lemak, mineral, dan vitamin).
(e) Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.
(Pearce Evelyn, 2008 : 121-167)
C. Etiologi
Menurut Bakta (2009), pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena:
1. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang
Sel darah merah mempunyai komponen penyusun yang banyak sekali.
Apabila tiap-tiap komponen mengalami kecacatan atau kelainan, maka
akan menimbulkan masalah bagi SDM sendiri, sehingga sel ini tidak
dapat berfungsi sebagai mana mestinya dan dengan cepat mengalami
penuaan dan kemudian dihancurkan. Penyebab dari gangguan
pembentukan eritrosit ini dapat disebabkan oleh karena defisiensi zat besi,
vitamin B12, asam folat, penyakit pada sumsum tulang dan kerusakan
pada sumsum tulang.
2. Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)
Kehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan menyebabkan
kurangnya jumlah SDM dalam darah, sehingga terjadi anemia. Anemia
karena perdarahan besar dan dalam waktu singkat ini jarang terjadi.
Keadaan ini biasanya terjadi karena kecelakaan dan bahaya yang
diakibatkannya langsung disadari, seperti : kecelakaan, pembedahan,
persalinan, pecah pembuluh darah, penyakit Kronik (menahun),
perdarahan hidung, wasir (hemoroid), perdarahan menstruasi yang sangat
banyak.
3. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis)
Dalam keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan
menghancurkan bagian-bagian tubuh yang biasanya tidak
dihancurkan.Keadaan ini sebanarnya tidak seharusnya terjadi dalam
jumlah besar. Bila hal tersebut terjadi terhadap SDM, umur SDM akan
memendek karena dengan cepat dihancurkan oleh sistem imun.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang sering muncul :
1. Pusing
2. Mudah berkunang – kunang
3. Lesu
4. Aktivitas kurang
5. Rasa mengantuk
6. Susah konsetrasi (Nurarif, 2015).
E. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau
kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan
sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor
atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah
dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat
akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah
merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.Lisis sel darah merah
(disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini
adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi
sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan
bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl
mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi,
(pada kelainan hemolitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk
mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan
kedalam urin (hemoglobinuria). Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia
pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel
darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar:1.
hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah
muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat
dalam biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia
(Nurarif, 2015).
F. Pathway
Terlampir.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Jumlah darah lengkap atau JDL : Hb dan HT menurun
a. Jumlah erotrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastic), MCV dan
MCH menurun, dan mikrositik dengan eritrosit hipokromik (DB),
peningkatan (AP), pasiitopenia (aplastic).
b. Jumlah retikulosit bervariasi: menurun (AP), meningkat (hemolysis)
c. Pewarnaan SDM : mendekati perubahan warna dan bentuk (dapat
mengindikasikan tipe khusus anemia)
d. LED : peningkatan menunjukkan adanya reaksi imflamasi
e. Massa hidup SDM : untuk membedakan diagnose anemia
f. Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB)
g. SDP : jumlah sel total sama dengan SDM (diferensial) mungkin
meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastic).
2. Jumlah trombosit : menurun (aplastic), meningkat (DB), normal atau
tinggi (hemolitik).
3. Hb elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur Hb
4. Bilirubin serum (tidak terkonjugasi) : meningkat (AP, hemolitik).
5. Folat serum dan Vit B12 : membantu mendiagnosa anemia
6. Besi serum : tidak ada (DB), tinggi (hemolitik)
7. TIBC serum : menurun (DB)
8. Masa perdarahan : memenjang (aplastic)
9. LDH serum : mungkin meningkat (AP)
10. Tes schilling : penurunan ekskresi Vit B12 urine (AP)
11. Guaiac : mungkin posotof untuk darah pada urine, feses da nisi gaster,
menunjukkan perdarahan akut atau kronis (DB).
12. Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tidak
adanya asam hidrokolorik bebas (AP).
13. Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan biopsy : sel mungkin tampak
berubah dalam jumlah, ukuran, bentuk, membedakan tipe anemia.
14. Pemeriksaan endoskopi dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan,
perdarahan GI (Katzung, 2009).
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Farmakologi
Terapi untuk anemia bisa dilakukan dengan transfusi darah,
transfusi RBC untuk geriatri, pemberian oral atau parenteral vitamin
B12,induksi asam folat (menginduksi remisi eksogen hematologi).
Pemberian parenteral asam folat jarang diperlukan , karena asam folat oral
diserap dengan baik bahkan pada pasien dengan sindrom malabsorpsi .
Dosis 1 mg asam folat oral setiap hari sudah cukup untuk memulihkan
anemia megaloblastik , memulihkan kadar folat serum normal.
Anemia defisiensi Fe diatasi dengan makanan yang memadai,
pemberian tablet tambah darah (Sulfas Ferosus) beberapa merk dagang
untuk mengobati anemia antara lain: neurobion, sangobion yang dapat
didapatkan di apotek terdekat.
Anemia megaloblastik dapat disebabkan oleh defisiensi vitamin
B12, untuk mengatasinya dapat dilakukan dengan pengobatan
menggunakan asupan Vitamin B12 100 mcg/hari.
2. Penatalaksanaan Non-Farmakologi
Pasien Anemia hendaknya melakukan terapi non farmakologi untuk
membantu penyembuhan, yaitu dengan cara sebagai berikut:
a. Beristirahat yang cukup, Mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan,
konsumsi Susu
b. Mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi seperti sayuran,
daging, ikan dan unggas (Katzung, 2009).
B. Diagnosa
1. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi d.d dipnea, takikardi
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ke gagalan
untuk menerima atau ketidak mampuan mencerna makanan atau nutrient
yang diperlukan utuk pembentukan sel darah merah.
3. Konstipasi b.d penurunan proses pencernaan
4. Intoleransi aktivitas b.d ketidak seimbangan antara suplai oksigen
5. Resiko infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan skunder (penurunan
hemoglobin , leucopenia , Granulosit , respon inflamasi tertekan (NANDA,
2015-2017) .
C. Intervensi
2. Malnutrisi vaksinasi
3. Obesitas 8. Perawatan area sayatan
4. Penyakit kronis 9. Control infeksi
Outcome yang
5. Prosedur invasive 10. Control infeksi :
Berkaitan dengan
6. Gangguan integritas Intraoperatif
Faktor yang
kulit 11. Manajemen pengobatan
Berhubungan atau
Pertahanan tubuh primer 12. Perawatan luka tekan
Outcome Menengah:
tidak adekuat:
1. Perilaku imunisasi
1. Gangguan peristaltic
2. Pengetahuan :
2. Merokok manajemen penyakit
3. Perubahan pH akut
sekresi 3. Pengetahuan :
4. Stasis cairan tubuh manajemen penyakit
Pertahanan tubuh kronis
sekunder tidak adekuat: 4. Respon pengobatan
1. Imunosupresi 5. Kesehatan mulut
2. Leukopenia 6. Deteksi Risiko
3. Penurunan
hemoglobin
4. Supresi inflamasi
5. Vaksinasi tidak
adekuat
Pemajanan terhadap
pathogen Lingkungan
Meningkat:
1. Terpajan pada wabah
(Dochterman & Bulechek, 2016)
(Moorheand. Jhonson, Maas, & Swanson, 2016)
D. Evaluasi
Menurut Nursalam (2011) evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis, yaitu:
1. Evaluasi formatif
Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan, dimana evaluasi dilakukan
sampai dengan tujuan tercapai
2. Evaluasi somatif
Merupakan evaluasi akhir, dimana dalam metode evaluasi ini
menggunakan SOAP.
.
DAFTAR PUSTAKA
Katzung BG. 2009. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi VI. Jakarta: EGC.
Moorhead, S., Jhonson, M., Maas, M., & Swanson, L. (2016).Nursing Outcomes
Classsification (NOC) (5thed). United States of America: Mosby Elseiver.