Anda di halaman 1dari 53

KOMPONEN PENYUSUN DARAH

Komponen penyusun darah terdiri dari plasma darah (cairan) dan sel-sel penyusun darah.
Darah terdiri daripada beberapa jenis korpuskula (sel-sel darah) yang membentuk 45%
bagian dari darah. Bagian 55% yang lain berupa cairan kekuningan yang membentuk medium
cairan darah yang disebut plasma darah.

Berikut ini adalah penjelasan dari Korpuskula (sel-sel darah)

Sel darah merah / eritrosit. (sekitar 99% dari korpuskula)

Eritropoesis
Eritrosit (sel darah merah) dihasilkan pertama kali di dalam kantong kuning (yolk sac) .
Proses pembentukan eritrosit disebut eritropoisis. Sejak usia 6 minggu sampai bulan ke 6
dan 7 masa janin.Sumsum tulang Setelah beberapa bulan kemudian, eritrosit terbentuk di
dalam hati, limfa, dan sumsum tulang (Sherwood,2001). Produksi eritrosit dirangsang oleh
hormon eritropoietin. Setelah dewasa eritrosit dibentuk di sumsum tulang membranosa. Sel
pembentuk eritrosit adalah hemositoblas yaitu sel batang myeloid yang terdapat di sumsum
tulang. Semakin bertambah usia seseorang, maka produktivitas sumsum tulang semakin
turun.sumsum kuning berlemak yang tidak mampu melakukan eritropesis secara betahap
menggantikan sumsum merah,yang hanya tersisa disternum,vertebra,iga,dasar tengkorak,dan
ujung-ujung atas ekstermitas yang paling panjang.Sumsum merah tidak hanya menghasilkan
sel darah merah tetapi juga merupakan sumber leukosit dan trombosit, eritrosit. Rata-rata
umur sel darah merah kurang lebih 120 hari. Sel-sel darah merah menjadi rusak dan
dihancurkan dalam sistem retikulum endotelium terutama dalam limfa dan hati
(Sherwood,2001).
- berbentuk bulat gepeng, cekung (bikonkaf)
- tidak punya inti sel
- mengandung hemoglobin yang membuat darah berwarna merah
- diproduksi di sumsum tulang pipih dan pipa

Eritrosit merupakan sel yang paling banyak dibandingkan dengan 2 sel lainnya. Dalam
keadaan normal, jumlah eritrosit mencapai hampir separuh dari volume darah. Eritrosit tidak
mempunyai nukleus sel ataupun organela, dan tidak dianggap sebagai sel dari segi biologi.
Eritrosit dihasilkan dilimpa atau kura, hati dan sumsum merah pada tulang pipih. Sel darah
merah yang sudah mati dihancurkan di dalam hati.Eritrosit mengandung banyak hemoglobin.
Darah berwarna merah karena hemoglobin berwarna merah tua. Hemoglobin berfungsi untuk
membawa oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh jaringan tubuh. Oksigen
dipakai untuk membentuk energi bagi sel-sel, dengan bahan limbah berupa karbon dioksida,
yang akan diangkut oleh sel darah merah dari jaringan dan kembali ke paru-paru.

Nilai normal Hb :

Wanita 12-16 gr/dL


Pria 14-18 gr/dL
Anak 10-16 gr/dL
Bayi baru lahir 12-24gr/dL

Penurunan Hb terjadi pada penderita: anemia penyakit ginjal, dan pemberian cairan intra-
vena (misalnya infus) yang berlebihan. Selain itu dapat pula disebabkan oleh obat-obatan
tertentu seperti antibiotika, aspirin, antineoplastik (obat kanker), indometasin (obat
antiradang).

Peningkatan Hb terjadi pada pasien dehidrasi, penyakit paru obstruktif menahun (COPD),
gagal jantung kongestif, dan luka bakar. Obat yang dapat meningkatkan Hb yaitu metildopa
(salah satu jenis obat darah tinggi) dan gentamicin (Obat untuk infeksi pada kulit
Orang dewasa memiliki 2 – 3 × 1013 eritrosit setiap waktu ( wanita memiliki 4-5 juta eritrosit
per mikroliter darah dan pria memiliki 5-6 juta. Sedangkan orang yang tinggal di dataran
tinggi yang memiliki kadar oksigen yang rendah maka cenderung untuk memiliki sel darah
merah yang lebih banyak).
Orang yang kekurangan eritrosit menderita penyakit anemia. Anemia adalah keadaan saat
jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah
merah berada di bawah normal.

Bila anemia terjadi dalam waktu yang lama, konsentrasi Hb ada dalam jumlah yang sangat
rendah sebelum gejalanya muncul. Gejala- gejala tersebut berupa :

 Asimtomatik : terutama bila anemia terjadi dalam waktu yang lama

 Letargi
 Nafas pendek atau sesak, terutama saat beraktfitas
 Kepala terasa ringan
 Palpitasi

Sedangkan, tanda-tanda dari anemia yang harus diperhatikan saat pemeriksaan yaitu :

 Pucat pada membran mukosa, yaitu mulut, konjungtiva, kuku.

 Sirkulasi hiperdinamik, seperti takikardi, pulse yang menghilang, aliran


murmur sistolik
 Gagal jantung
 Pendarahan retina

Tanda-tanda spesifik pada pasien anemia diantaranya :

 Glossitis : terjadi pada pasien anemia megaloblastik, anemia defisiensi besi


 Stomatitis angular : terjadi pada pasien anemia defisiensi besi.
 Jaundis (kekuningan) : terjadi akibat hemolisis, anemia megaloblastik ringan.
 Splenomegali : akibat hemolisis, dan anemia megaloblastik.
 Ulserasi di kaki : terjadi pada anemia sickle cell
 Deformitas tulang : terjadi pada talasemia
 Neuropati perifer, atrofi optik, degenerasi spinal, merupakan efek dari
defisiensi vitamin B12.
 Garing biru pada gusi (Burton’s line), ensefalopati, dan neuropati motorik
perifer sering terlihat pada pasien yang keracunan metal.

Klasifikasi anemia akibat Gangguan Eritropoiesis

1. Anemia defisiensi Besi :

Tidak cukupnya suplai besi mengakibatkan defek pada sintesis Hb, mengakibatkan
timbulnya sel darah merah yang hipokrom dan mikrositer.
Patologi dan penyebab :
 Kehilangan darah
 Kebutuhan meningkat (kehamilan, bayi)
 ‘intake’ berkurang (diet, malabsorbsi, ‘pika’)

2. Anemia Megaloblastik

Defisiensi folat atau vitamin B12 (anemia pernisiosa) mengakibatkan gangguan pada
sintesis timidin dan defek pada replikasi DNA, efek yang timbul adalah pembesaran
prekursor sel darah (megaloblas) di sumsum tulang, hematopoiesis yang tidak efektif,
dan pansitopenia.

3. Anemia Aplastik

Sumsum tulang gagal memproduksi sel darah akibat hiposelularitas. Hiposelularitas


ini dapat terjadi akibat paparan racun, radiasi, reaksi terhadap obat atau virus, dan
defek pada perbaikan DNA serta gen.

4. Anemia Mieloptisik

Anemia yang terjadi akibat penggantian sumsum tulang oleh infiltrate sel-sel tumor,
kelainan granuloma, yang menyebabkan pelepasan eritroid pada tahap awal.

Klasifikasi anemia berdasarkan ukuran sel


1. Anemia mikrositik : penyebab utamanya yaitu defisiensi besi dan talasemia
(gangguan Hb)
2. Anemia normositik : contohnya yaitu anemia akibat penyakit kronis seperti gangguan
ginjal.
3. Anemia makrositik : penyebab utama yaitu anemia pernisiosa, anemia akibat
konsumsi alcohol, dan anemia megaloblastik.

Diagnosis banding dan pemeriksaan khusus


 Pemeriksaan darah lengkap menunjukkan anemia defisiensi besi dengan MCV dan
MCH rendah, kemudian MCHC turun.
 Sedian apus darah menunjukkan sel-sel hipokrom dan irregular.
 Besi serum rendah dan kapasitas pengikatan besi meningkat; pada anemia karena
penyakit kronik, keduanya rendah.
 Cari penyebab hilangnya darah termasuk kehilangan darah melalui feses, pemeriksaan
radiologi traktus gastrointestinalis dan endoskopi.

Anemia Megaloblastik

 Mula-mula hanya ditemukan MCV meningkat


 Kemudian, jumlah eritrosit dan Hb turun; bila berat, eritrosit (2 juta mikroliter),
leukosit dan platelet turun.
 MCV dapat meningkat hingga 130 – 135
 Sediaan apus darah dan aspirasi sumsum tulang memastikan diagnosis
 Pengukuran B12 dan asam folat serum memastikan defisiensi yang mana.
 Pada anemia pernisiosa, tes Schilling memastikan defisiensi absorpsi vitamin B12

Anemia hemolitik

 Mungkin terdapat ikterus dan bilirubinemia


 Terdapat retikulositosis dan sediaan darah apus menunjukkan polikromasi atau
kelainan lain seperti sperositosis
 Antibodi mungkin ditemukan
 Test Coombs indirect
Manajemen terapi

Terapi langsung ditujukan pada penyebab anemia, dapat berupa :

1. Transfusi darah
2. Pemberian kortikosteroid atau obat-obatan lain yang dapat menekan sistem imun.
3. Pemberian eritropoietin, hormon yang berperan pada proses hematopoiesis, berfungsi
untuk membantuk sumsum tulang pada proses hematopoiesis.
4. Pemberian suplemen besi, vitamin B12, vitamin-vitamin, dan mineral lain yang
dibutuhkan.

Polisitemia atau polisitemia vera (PV) berasal dari bahasa Yunani: poly (banyak), cyt (sel),
dan hemia (darah). Jadi, polisitemia berarti peningkatan jumlah sel darah (eritrosit, leukosit,
trombosit) di dalam darah. Sementara itu, ‘vera’ diambil dari bahasa Latin yang artinya sejati.
Kata ‘vera’ digunakan untuk membedakannnya dari keadaan (penyakit) lain yang juga bisa
mengakibatkan peningkatan sel darah merah dalam darah.

Polisitemia bervariasi jenisnya. Ada yang merupakan suatu keadaan yang berhubungan
dengan hipertensi, obesitas, stress, hipoksia (kurangnya kadar oksigen dalam sel), ataupun
memang karena adanya mutasi gen pada pada sel tunas yang terdapat di sumsum tulang. Bila
memang terdapat kelainan pada gen, maka disebut polisitemia vera.

Hematokrit menunjukkan persentase zat padat (kadar sel darah merah, dan Iain-Iain) dengan
jumlah cairan darah. Semakin tinggi persentase HMT berarti konsentrasi darah makin kental.
Hal ini terjadi karena adanya perembesan (kebocoran) cairan ke luar dari pembuluh darah
sementara jumlah zat padat tetap, maka darah menjadi lebih kental.Diagnosa DBD (Demam
Berdarah Dengue) diperkuat dengan nilai HMT > 20 %.

Nilai normal HMT :

Anak 33 -38%
Pria dewasa 40 – 48 %
Wanita dewasa 37 – 43 %

Penurunan HMT terjadi pada pasien yang mengalami kehilangan darah akut (kehilangan
darah secara mendadak, misal pada kecelakaan), anemia, leukemia, gagalginjal kronik,
mainutrisi, kekurangan vitamin B dan C, kehamilan, ulkuspeptikum (penyakit tukak
lambung).

Peningkatan HMT terjadi pada dehidrasi, diare berat,eklampsia (komplikasi pada kehamilan),
efek pembedahan, dan luka bakar, dan lain-lain.

Nilai Eritrosit Rata-rata (Indeks Eritrosit)

Nilai Eritrosit rata-rata (ing: Mean Corpuscular Value) atau disebut juga indeks eritrosit
adalah nilai-nilai yang memberi keterangan mengenai rata-rata ukuran eritrosit dan
banyaknya hemoglobin pereritrosit. Nilai yang banyak dipakai adalah :

1. Mean Corpuscular Volume (MCV) = Volume Eritrosit Rata-rata (VER)

2. Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH) = Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (VER)

3.Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) = Konsentrasi Hemoglobin


Eritrosit Rata-rata (KHER)

Penjelasan dari nilai-nilai tersebut, yaitu sebagai berikut :

1.Mean Corpuscular Volume (MCV) = Volume Eritrosit Rata-rata (VER):

volume rata-rata sebuah eritrosit dalam femtoliter (Fl)

Cara Perhitungan :

MCV (VER) = Nilai Hematokrit (Hmt) /Jumlah Eritrosit (AE) X 10 Fl

Nilai Normal : 82-92 Fl

Interpretasi Hasil :

Penurunan MCV (VER) terjadi pada pasien anemia mikrositik, Defisiensi besi, arthritis
rheumatoid, talasemia, anemia sel sabit, HBC, keracunan timah, dan radiasi.

Peningkatan MCV (VER) terjadi pada pasein


Peningkatan MCV terjadi pada anemia aplastik, anemia hemolitik, anemia pernisiosa, anemia
defisiensi asam folat, penyakit hati kronis, hipotiroidisme, efek obat vitamin B12,
antikonvulsan, dan antimetabolik

2. Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH) = Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (VER)

Banyaknya hemoglobin pereritrosit dalam Pikogram (Pg)

Cara Perhitungan :

MCH (HER) = Kadar HB (g%)/Jumlah Eritrosit (AE) X 10 Pg

Nilai Normal : 27-31 Pg

Interpretasi Hasil :

Penurunan MCH (HER) terjadi pada anemia mikrositik, dan anemia hipokromik

Peningkatan MCH (HER) terjadi pada anemia defisiensi besi

3. Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) = Konsentrasi Hemoglobin


Eritrosit Rata-rata (KHER)

Konsentrasi/kadar hemoglobin yang didapat pereritrosit, dinyatakan dalam persen (%).


Meskipun dinyatakan dalam persen (%), satuan lebih lebih tepat “gram hemoglobin per dl
eritrosit”.

Cara Perhitungan :

MCHC (KHER) = Kadar HB (g%)/ Nilai Hematokrit (Hmt) X 100


Nilai Normal : 32- 37 %

Interpretasi Hasil :

Penurunan MCHC terjadi pada anemia hipokromik dan talasemia

Peningkatan MCHC terjadi pada penderita defisiensi zat besi

Retikulosit

Retikulosit adalah sel eritrosit yang belum matang, dan kadarnya dalam eritrosit manusia
sekitar 1%.

Retikulosit berkembang dan matang di sumsum tulang merah dan disirkulasikan dalam
pembuluh darah sebelum matang menjadi eritrosit. Seperti eritrosit, retikulosit tidak memiliki
inti sel (nukelus).

Sel ini disebut retikulost karena memiliki jaringan seprti retikuler pada ribosom RNA.
Retikuler ini hanya dapat diamati di bawah mikroskop dengan pewarnaan tertentu seperti
perwarnaa supravital dengan metilen biru baru.

Retikulosit tampak lebih kebiruan daripada eritrosit ketika diamati dengan pewarnaan
Romanowsky biasa. Ukurannya menyerupai eritrosit yakni sekitar 6 hingga 9 mikron.

Hitung Retikulosit
Retikulosit dalam pewarnaan khusus supravital

Hitung retikulosit adalah menghitung persentase dari jumlah sel darah merah yang bersikulasi
di aliran darah yang masih dalam tingkat retikulosit.

Pengukuran yang akurtat menggunakan penghitung otomat dengan penanda sampel sel laser,
dikombinasikan dengan larutan floresens yang akan menandai RNA dan DNA. Untuk
membedakan retikulosit, diamati dari respon larutan terhadap cahaya laser,

Jangkauan normal dari retikulosit di darah bergantung pada keadaan klinis, biasanya
ditetapkan sekitar 0,5 sampai 1,5%. Namun, bila seseorang mengidap anemia, persentase
retikulositnya lebih tinggi dari normal hika kemampuan sumsum tulang untuk membuat sel
darah baru masih baik. Penghitungan indeks produksi retikulosit merupakan langkah penting
dalam menentukan apakah hitung retikulosit tersebut tepat atau tidak dalam keadaan tertentu.

Jika terdapat keadaan meningkatnya produksi sel darah merah karena adanya kegagalan
pematangan sel darah merah yang kronis, seperti pada anemia hemolitik, pasien dapat
memiliki persentase jumlah retikulosit yang tinggi. Retikulosit yang sangat banyak dalam
darah disebut keadaan retikulositosis.

Jumlah retikulosit yang menurun drastis dapat disebabkan oleh kemoterapi, anemia aplastik,
anemia pernisiosa, malignansi sumsum tulang, maslah pada produksi eritropoetin atau
penyebab lainnya. Retikulosit yang sedikit dalam darah disebut keadaan retikulopenia.

Sel darah putih / leukosit. (0,2% dari korpuskula)


 bentuknya berubah-ubah
 memiliki inti
 tidak berwarna
 diproduksi di sumsum merah tulang, kelenjar limfa, dan limpa
 berfungsi melindungi tubuh dari bibit penyakit dengan cara memakan kuman dan
menghasilkan zat antibodi

Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan bertugas untuk memusnahkan
benda-benda yang dianggap asing dan berbahaya oleh tubuh, misal virus atau bakteri.
Leukosit bersifat amuboid atau tidak memiliki bentuk yang tetap.
Orang yang kelebihan leukosit menderita penyakit leukimia, sedangkan orang yang
kekurangan leukosit menderita penyakit leukopenia.
Leukemia; dalam bahasa Yunani leukos λευκός, "putih"; aima αίμα, "darah"), atau lebih
dikenal sebagai kanker darah merupakan penyakit dalam klasifikasi kanker (istilah medis:
neoplasma) pada darah atau sumsum tulang yang ditandai oleh perbanyakan secara tak
normal atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan
jaringan limfoid, umumnya terjadi pada leukosit (sel darah putih).

Leukemia dapat diklasifikasikan atas dasar:

Perjalanan alamiah penyakit: akut dan kronis

Leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat cepat, mematikan, dan
memburuk. Apabila tidak diobati segera, maka penderita dapat meninggal dalam hitungan
minggu hingga hari. Sedangkan leukemia kronis memiliki perjalanan penyakit yang tidak
begitu cepat sehingga memiliki harapan hidup yang lebih lama, hingga lebih dari 1 tahun
bahkan ada yang mencapai 5 tahun.

Tipe sel predominan yang terlibat: limfoid dan mieloid

Kemudian, penyakit diklasifikasikan dengan jenis sel yang ditemukan pada sediaan darah
tepi.

 Ketika leukemia memengaruhi limfosit atau sel limfoid, maka disebut leukemia
limfositik.
 Ketika leukemia memengaruhi sel mieloid seperti neutrofil, basofil, dan eosinofil,
maka disebut leukemia mielositik.

Jumlah leukosit dalam darah

 Leukemia leukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah lebih dari normal, terdapat
sel-sel abnormal
 Leukemia subleukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah kurang dari normal,
terdapat sel-sel abnormal
 Leukemia aleukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah kurang dari normal, tidak
terdapat sel-sel abnormal

Prevalensi empat tipe utama

Dengan mengombinasikan dua klasifikasi pertama, maka leukemia dapat dibagi menjadi:

 Leukemia limfositik akut (LLA) merupakan tipe leukemia paling sering terjadi pada
anak-anak. Penyakit ini juga terdapat pada dewasa yang terutama telah berumur 65
tahun atau lebih
 Leukemia mielositik akut (LMA) lebih sering terjadi pada dewasa daripada anak-
anak.Tipe ini dahulunya disebut leukemia nonlimfositik akut.
 Leukemia limfositik kronis (LLK) sering diderita oleh orang dewasa yang berumur
lebih dari 55 tahun. Kadang-kadang juga diderita oleh dewasa muda, dan hampir tidak
ada pada anak-anak
 Leukemia mielositik kronis (LMK) sering terjadi pada orang dewasa. Dapat juga
terjadi pada anak-anak, namun sangat sedikit
Tipe yang sering diderita orang dewasa adalah LMA dan LLK, sedangkan LLA sering terjadi
pada anak-anak.

Penyembuhan

Sebagian besar bentuk leukemia diobati dengan obat farmasi, biasanya digabungkan ke dalam
sejenis kemoterapi obat-obatan multi. Bisa juga diobati dengan terapi radiasi. Dalam
beberapa kasus, pencangkokan sumsum tulang juga dapat menyembuhkan leukimia. Bunga
dan daun tapak dara juga berpotensi menjadi sumber obat untuk leukemia.

Leukemia akut

Manifestasi klinik

Manifestasi leukemia akut merupakan akibat dari komplikasi yang terjadi pada neoplasma
hematopoetik secara umum. Namun setiap leukemia akut memiliki ciri khasnya masing-
masing. Secara garis besar, leukemia akut memiliki 3 tanda utama yaitu:

 Jumlah sel di perifer yang sangat tinggi, sehingga menyebabkan terjadinya infiltrasi
jaringan atau leukostasis
 Penggantian elemen sumsum tulang normal yang dapat menghasilkan komplikasi
sebagai akibat dari anemia, trombositopenia, dan leukopenia
 Pengeluaran faktor faali yang mengakibatkan komplikasi yang signifikan

Alat diagnosa

Leukemia akut dapat didiagnosa melalui beberapa alat, seperti:

 Pemeriksaan morfologi: darah tepi, aspirasi sumsum tulang, biopsi sumsum tulang
 Pewarnaan sitokimia
 Immunofenotipe
 Sitogenetika
 Diagnostis molekuler

Leukopenia (juga dikenal sebagai leukocytopenia, atau leukopenia, dari Yunani λευκό - -
deficiency putih dan πενία) adalah penurunan jumlah sel darah putih (leukosit) ditemukan
dalam darah , yang menempatkan individu pada peningkatan risiko infeksi .
Neutropenia , subtipe dari leukopenia, mengacu pada penurunan jumlah beredar granulosit
neutrofil , sel-sel darah putih yang paling berlimpah. Istilah leukopenia dan neutropenia
kadang-kadang dapat digunakan secara bergantian, dengan jumlah neutrofil adalah indikator
yang paling penting dari risiko infeksi. Hal ini seharusnya tidak bingung dengan
agranulositosis .

Penyebab

Kondisi medis

Rendah jumlah sel putih mungkin karena infeksi virus akut, seperti dengan pilek atau
influenza. Hal ini dapat dikaitkan dengan kemoterapi , terapi radiasi , mielofibrosis dan
anemia aplastik (kegagalan sel darah putih, sel darah merah dan produksi trombosit). HIV
dan AIDS juga menjadi ancaman bagi sel darah putih.

Penyebab lain rendah jumlah sel darah putih termasuk lupus eritematosus sistemik , limfoma
Hodgkin , beberapa jenis kanker , tifus , malaria , TBC , demam berdarah , infeksi riketsia ,
pembesaran limpa , folat kekurangan, psittacosis , sepsis dan penyakit Lyme . Banyak
penyebab lain ada, seperti kekurangan mineral tertentu , seperti tembaga dan seng .

Pseudoleukopenia dapat mengembangkan pada awal infeksi. Leukosit (neutrofil didominasi,


menanggapi cedera pertama) mulai bermigrasi menuju lokasi infeksi dan dapat dipindai di
tempat infeksi. Migrasi mereka menyebabkan sumsum tulang untuk menghasilkan lebih
banyak leukosit untuk memerangi infeksi serta mengembalikan leukosit yang beredar, tetapi
sebagai sampel darah diambil pada awal infeksi, mengandung jumlah rendah leukosit, yang
mengapa disebut "pseudoleukopenia ".

Obat-obatan

Beberapa obat dapat berdampak pada jumlah dan fungsi sel darah putih. Obat yang dapat
menyebabkan leukopenia termasuk clozapine , sebuah antipsikotik obat dengan efek samping
yang jarang terjadi yang mengarah ke ketiadaan total semua granulosit (neutrofil, basofil,
eosinofil). The antidepresan dan merokok pengobatan kecanduan obat bupropion HCl
(Wellbutrin) juga dapat menyebabkan leukopenia dengan penggunaan jangka panjang.
Minocycline , sebuah antibiotik sering diresepkan, adalah obat lain diketahui menyebabkan
leukopenia. Ada juga laporan dari leukopenia disebabkan oleh natrium divalproex atau asam
valproik (Depakote), obat yang digunakan untuk epilepsi (kejang), mania (gangguan bipolar)
dan migren.

The antikonvulsan obat, lamotrigin , telah dikaitkan dengan penurunan jumlah sel darah
putih.

FDA monografi bagi negara-negara metronidazole bahwa obat ini juga dapat menyebabkan
leukopenia, dan informasi resep menunjukkan jumlah sel darah lengkap, termasuk jumlah sel
diferensial, sebelum dan sesudah, khususnya, terapi dosis tinggi.

Obat lain termasuk imunosupresif obat, seperti sirolimus , mycophenolate mofetil ,


[2]
tacrolimus , siklosporin , leflunomide (Arava) dan TNF inhibitor . Interferon digunakan
untuk mengobati multiple sclerosis , seperti Rebif , Avonex , dan Betaseron , dapat juga
menyebabkan leukopenia.

Kemoterapi menargetkan sel-sel yang tumbuh dengan cepat, seperti tumor, tetapi juga dapat
berdampak sel darah putih, karena mereka ditandai dengan sumsum tulang sebagai cepat
tumbuh. Sebuah efek samping yang umum dari pengobatan kanker adalah neutropenia ,
penurunan neutrofil (tertentu jenis sel darah putih). Penurunan jumlah sel darah putih
mungkin ada dalam kasus keracunan arsenik.

Terdapat 5 jenis utama dari sel darah putih yang bekerja sama untuk membangun mekanisme
utama tubuh dalam melawan infeksi, termasuk menghasilkan antibodi, yaitu :

1. Neutrofil,juga disebut granulosit karena berisi enzim yang mengandung granul-granul,


jumlahnya paling banyak. Neutrofil membantu melindungi tubuh melawan infeksi bakteri
dan jamur dan mencerna benda asing sisa-sisa peradangan. ada 2 jenis neutrofil, yaitu
neutrofil berbentuk batang (imatur, belum matang) dan neutrofil bersegmen (matur, matang).
Secara umum kisaran referensi untuk jumlah neutrofil absolut (ANC) pada orang dewasa
adalah 1.500-8.000 sel per mikroliter (ml) darah.
Neutrofilia (atau neutrofil leukositosis) menjelaskan sejumlah besar granulosit neutrofil di
darah .
Penyebab

Neutrofil adalah utama sel darah putih yang menanggapi bakteri infeksi , sehingga penyebab
paling umum dari neutrofilia adalah infeksi bakteri, terutama infeksi piogenik. Neutrofil juga
meningkat dalam setiap akut peradangan , sehingga akan dimunculkan setelah serangan
jantung , lain infark atau luka bakar .

Beberapa obat, seperti prednison , memiliki efek yang sama seperti kortisol dan adrenalin (
epinefrin ), menyebabkan neutrofil marginated untuk memasuki aliran darah. Kegelisahan
akan sangat sedikit meningkatkan jumlah neutrofil karena efek ini.

Sebuah neutrofilia juga mungkin hasil dari keganasan . leukemia myelogenous kronis (CML
atau leukemia myeloid kronis) adalah penyakit di mana sel-sel darah berkembang biak di luar
kendali. Sel-sel ini mungkin neutrofil. Neutrofilia juga dapat disebabkan oleh usus buntu dan
splenektomi .

Neutropenia atau neutropenia, dari Latin prefix neutro- (tidak, untuk pewarnaan netral) dan
Yunani akhiran -πενία (defisiensi), adalah gangguan granulosit ditandai dengan jumlah
abnormal rendah neutrofil . Neutrofil biasanya membuat 60 sampai 70% dari sirkulasi sel
darah putih dan berfungsi sebagai pertahanan utama terhadap infeksi dengan menghancurkan
bakteri dalam darah . Oleh karena itu, pasien dengan neutropenia lebih rentan terhadap
infeksi bakteri dan, tanpa perhatian medis yang segera, kondisi bisa menjadi mengancam jiwa
dan mematikan ( sepsis neutropenia ).

Klasifikasi

Tiga pedoman umum yang digunakan untuk mengklasifikasikan tingkat keparahan


neutropenia berdasarkan ANC (disajikan di bawah ini dalam sel / ml):

 Neutropenia ringan (1.000 ≤ ANC <1500) - risiko minimal infeksi


 Neutropenia Sedang (500 ≤ ANC <1000) - risiko sedang infeksi
 Neutropenia berat (ANC <500) - risiko yang parah infeksi.

Tanda dan gejala

Neutropenia bisa tidak terdeteksi, tetapi pada umumnya ditemukan ketika pasien telah
mengembangkan parah infeksi atau sepsis . Beberapa infeksi umum dapat mengambil kursus
tak terduga pada pasien neutropenia; pembentukan nanah , misalnya, dapat terutama absen,
karena hal ini membutuhkan beredar granulosit neutrofil.

Beberapa gejala umum neutropenia termasuk demam dan sering infeksi . Infeksi ini dapat
mengakibatkan kondisi seperti sariawan , diare , sebuah sensasi terbakar ketika buang air
kecil , kemerahan yang tidak biasa, rasa sakit atau bengkak di sekitar luka, atau sakit
tenggorokan .

Terapi

Tidak ada terapi yang ideal untuk neutropenia ada, tapi rekombinan granulosit-colony
stimulating factor , seperti filgrastim (Neupogen), bisa efektif pada pasien kemoterapi, pada
pasien dengan bentuk bawaan neutropenia termasuk neutropenia bawaan, autosomal resesif
sindrom Kostmann ini, neutropenia siklik, dan myelokathexis. Pedoman untuk neutropenia
tentang diet saat ini sedang dipelajari.

Amifostine digunakan untuk infeksi neutropenia yang berhubungan dengan cisplatin dan
cyclophophamide.

2. Limfosit,memiliki 2 jenis utama, yaitu limfosit t (memberikan perlindungan terhadap


infeksi virus dan bisa menemukan dan merusak beberapa sel kanker) dan limfosit b
(membentuk sel-sel yang menghasilkan antibodi atau sel plasma).
Interval referensi jumlah limfosit adalah 1,5-4.0 x 109 /L untuk dewasa dan 1,5 -8,8 x 109/L
untuk anak-anak.
Limfositosis adalah peningkatan jumlah limfosit lebih dari 5,0 x 109 /L di darah
perifer. Limfositosis relatif terdapat pada berbagai kondisi dan khususnya dominan pada
kelainan dengan netropeni. Limfositosis tidak umum pada infeksi bakteri akut tapi umumnya
berasosiasi dengan infeksi virus (Epstein-Barr virus (EBV), hepatitis). Tidak ada asosiasi
perubahan dalam kapasitas fungsional limfosit.
Limfositosis terlihat pada pasien eksantema karena penyakit virus tertentu seperti campak
dan mump, pada tirotoksikosis dan dari pasien yang sembuh dari penyakit tertentu.
Limfositosis sangat jarang pada anak anak dengan infeksi bakteri. Terkecuali pada infeksi
Bordetella pertussis, yang menyebabkan peningkatan small limfosit. Limfositosis umum
terdapat pada infeksi virus : hepatitis A, infeksius mononuleusis dan infeksius limpositosis.
Dapat juga ditemukan pada kasus sypilis kongenital dan stadium sekunder dan brucellosis.

Limfositopenia adalah jumlah limfosit yang rendah di dalam darah.

PENYEBAB
Limfositopenia dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit dan keadaan.

Jumlah limfosit dapat berkurang dengan segera pada saat sress berat dan selama pengobatan
kortikosteroid (misalnya prednison), kemoterapi untuk kanker dan terapi penyinaran.

Penyakit yang dapat menyebabkan limfositopenia:

1. Kanker (leukemia, limfoma, penyakit Hodgkin)


2. Artritis rematoid
3. Lupus eritematosus sistemik
4. Infeksi kronik
5. Penyakit keturunan yang jarang terjadi (agamaglobulinemia tertentu, sindroma
DiGeorge, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma imunodefisiensi gabungan yang
berat,ataksia-telangiektasi)
6. AIDS
7. Beberapa infeksi virus.

GEJALA
Penurunan jumlah limfosit yang sangat drastis bisa menyebabkan timbulnya infeksi karena
virus, jamur dan parasit.

DIAGNOSA
Berkurangnya jumlah limfosit mungkin tidak menyebabkan penurunan yang berarti dalam
jumlah total sel darah putih, karena limfosit menempati proporsi yang relatif kecil dari sel
darah putih. Limfositopenianya sendiri tidak menimbulkan gejala dan biasanya ditemukan
pada hitung jenis darah komplit yang dilakukan untuk mendiagnosis penyakit lain.
Dengan teknologi laboratorium yang canggih, bisa diketahui adanya perubahan jumlah jenis
limfosit tertentu. Sebagai contoh, berkurangnya jumlah limfosit yang dikenal sebagai sel T4
merupakan salah satu cara untuk mengukur progresivitas dari AIDS.

PENGOBATAN
Pengobatan tergantung kepada penyebabnya.
Limfositopenia karena obat-obatan, biasanya akan mereda dalam beberapa hari setelah
pemakaian obat dihentikan. Jika penyebabnya adalah AIDS, biasanya hanya sedikit yang bisa
dilakukan untuk meningkatkan jumlah limfosit, meskipun obat tertentu (misalnya AZT atau
zidovudin dan ddI atau didanosin) bisa meningkatkan jumlah sel T-penolong. Jika terjadi
kekurangan limfosit B, maka konsentrasi antibodi dalam darah bisa turun dibawah normal.
Pada keadaan ini, diberikan gamma globulin untuk membantu mencegah infeksi. Jika terjadi
infeksi diberikan antibiotik, anti-jamur atau anti-virus untuk melawan organisme
penyebabnya.

3. Monosit,mencerna sel-sel yang mati atau yang rusak dan memberikan perlawanan
imunologis terhadap berbagai organisme penyebab infeksi. Monosit dibuat di sumsum tulang
dan masuk ke dalam aliran darah. Monosit berjumlah sekitar 1-10% dari jumlah leukosit
di dalam darah (200-600 monosit/mikroliter darah). Setelah beberapa jam di dalam aliran
darah, monosit akanmasuk ke dalam jaringan (seperti limpa, hati, dan sumsum tulang)
dimana mereka akan mengalami pematangan menjadi makrofag, yang merupakan sel
pemangsa (fagosit) pada sistem kekebalan tubuh.
Monositopenia (penurunan jumlah monosit di dalam darah) dapat terjadi sebagai respon
terhadap adanya toksin di darah yang berasal dari bakteri tertentu (endotoksemia) atau
sebagai reaksi dari kemoterapi atau obat kortikosteroid yang menekan imunitas tubuh. Dua
contoh penyakit dimana terjadi monositopenia berat adalah anemia aplastik danhairy cell
leukemia. Pada kedua penyakit ini terjadi penurunan jumlah dari semua jenis sel darah
(pansitopenia), tetapi penurunan jumlah monosit menjadi faktor predisposisi untuk penderita
terkena infeksi berat.
GEJALA
Monositopenia dan menurunnya jumlah monosit yang menuju tempat peradangan dapat
terjadi setelah pemberian glukokortikoid. Hal ini menjelaskan mengapa pasien-pasien yang
diterapi dengan glukokortikoid berisiko terkena infeksi seperti jamur dan mycobacteria.
Monositosis (peningkatan jumlah monosit di dalam darah) dapat terjadi sebagai respon
terhadap adanya infeksi kronis (misalnyatuberkulosis), penyakit autoimun, kelainan darah,
dan kanker (misalnya pada leukemia monositik kronis, dimana terdapat predominasi dari
monosit di dalam darah dan sumsum tulang). Terjadinya leukemia monositik kronis dapat
mendahului onset terjadinya leukemia myelogenous akut.

GEJALA
Monositosis (peningkatan jumlah monosit di dalam darah) yang ringan tidak berkaitan
dengan manifektasi klinis tertentu. Semua bentuk leukemia myelogenous dengan jumlah
monosit yang banyak berhubungan dengan kelainan yang menginfiltrasi jaringan, seperti
kulit, gusi, dan kelenjar getah bening. Semakin tinggi jumlah monosit pada leukemia, maka
akan semakin besar terjadinya infiltrasi ke jaringan tubuh. Selain itu juga dapat terjadi
pelepasan faktor prokoagulan ke dalam pembuluh darah yang menyebabkan pembekuan
darah.

4. Eosinofil,membunuh parasit, merusak sel-sel kanker dan berperan dalam respon alergi.
Individu normal mempunyai rasio eosinofil sekitar 1 hingga 6% terhadap sel darah
putih dengan ukuran sekitar 12 - 17 mikrometer.
Eosinofilia adalah tingginya rasio eosinofil di dalam plasma darah. Eosinofilia bukan
merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan respon terhadap suatu penyakit. Peningkatan
jumlah eosinofil dalam darah dipicu sekresi interleukin-5 oleh sel T, mastosit dan makrofaga,
biasanya menunjukkan respon yang tepat terhadap sel-sel abnormal, parasit atau bahan-bahan
penyebab reaksi alergi (alergen).
Eosinopenia adalah bentuk agranulositosis mana jumlah granulosit eosinofil lebih rendah
dari yang diharapkan. Leukositosis dengan eosinopenia dapat menjadi prediktor infeksi
bakteri. Hal ini dapat disebabkan oleh reaksi stres, sindrom Cushing , atau penggunaan
steroid . Penyebab patologis termasuk luka bakar dan infeksi akut.
5. Basofil merupakan salah satu jenis leukosit yang jumlahnya 0,5 -1% dari seluruh jumlah
leukosit, dan terlibat dalam reaksi alergi jangka panjang seperti asma, alergi kulit, dan lain-
lain.Nilai normal dalam tubuh: o -1%.

Basopenia (atau basocytopenia) adalah bentuk agranulositosis yang terkait dengan


kekurangan basofil . Salah satu penyebab adalah urtikaria . Telah diusulkan sebagai indikator
ovulasi . Sulit untuk mendeteksi tanpa aliran cytometry , karena tingkat normal sangat
rendah. Hal ini dapat didefinisikan sebagai kurang dari 0,01 x 10 -9 / L.

Keping darah / Platelet / trombosit. (0,6 - 1,0% dari korpuskula)

Trombosit merupakan partikel yang menyerupai sel, dengan ukuran lebih kecil daripada sel
darah merah atau sel darah putih. Bentuk trombosit tidak teratur dan tidak mempunyai inti.
Trombosit diproduksi di sumsum merah, dan berperan penting pada proses pembekuan darah.
Sebagai bagian dari mekanisme perlindungan darah untuk menghentikan perdarahan,
trombosit berkumpul pada daerah yang mengalami perdarahan dan mengalami pengaktivan.
Setelah mengalami pengaktivan, trombosit akan melekat satu sama lain dan menggumpal
untuk membentuk sumbatan yang membantu menutup pembuluh darah dan menghentikan
perdarahan. Pada saat yang sama, trombosit melepaskan bahan yang membantu
mempermudah pembekuan. Jumlah trombosit dalam darah disebut juga sebagai jumlah
platelet normalnya adalah antara 150.000 sampai 450.000 per liter mikro (sepersejuta liter)
darah.
Trombositosis adalah suatu penyakit dimana tubuh memproduksi trombosit dalam jumlah
yang terlalu tinggi. Trombosit memegang peranan penting dalam proses pembekuan darah.
Gangguan kelebihan jumlah trombosit dalam tubuh ini disebut juga dengan istilah
‘trombositosis reaktif’.

Gangguan trombositosis biasanya disebabkan oleh:

 Pendaharan akut
 Kanker
 Reaksi alergi
 Gagal ginjal kronis
 Serangan jantung
 Olahraga
 Anemia
 Infeksi
 Pengangkatan limpa
 Anemia hemolitik (Gangguan pada tubuh yang mengakibatkan tubuh melakukan
penghancuran sel darah merah lebih cepat dari proses produksiknya. Biasanya
disebabkan penyakit autoimun atau gangguan darah tertentu)
 Operasi besar
 Peradangan, sebagai akibat inflamasi usus, penyakit celiac, atau rheumatoid arthritis
 Radang kelenjar pancreas
 Konsumsi obat-obatan tertentu seperti tretinoin, vincristine, dan epinephrine.
 Trauma

Untuk gejala, biasanya trombositosis ditandai dengan gejala: pening, sakit kepala, lemah,
nyeri dada, perubahan penglihatan yang bersifat sementara, sering pingsan, dan kesemutan
pada bagian kaki ataupun tangan.

Sementara untuk penanganan penyakit trombositosis yang disebabkan cedera, operasi,


peradangan, ataupun infeksi, tidak memerlukan penanganan pengobatan khusus. Hal ini
disebabkan begitu luka akibat operasi, infeksi ataupun peradangan mongering, maka jumlah
trombosit dalam tubuh dapat kembali normal.
Untuk penyakit trombositosis yang diakibatkan pengangkatan limpa, biasanya merupakan
jenis trombositosis seumur hidup dan untuk mengatasinya biasanya dokter akan memberikan
aspirin dosis rendah guna mencegah pembekuan darah dan pendarahan.

Trombositopenia adalah suatu keadaan jumlah trombosit dalam sirkulasi darah dibawah
batas normal . Dalam hal ini, trombositopenia secara khusus didefinisikan sebagai jumlah
trombosit kurang dari 100.000 trombosit/uL. Jumlah yang trombosit rendah
trombositopenia, dapat disebabkan oleh berbagai keadaan.

Plasma darah

Unsur ini merupakan komponen terbesar dalam darah, karena lebih dari separuh darah
mengandung plasma darah. Hampir 90% bagian dari plasma darah adalah air. Sebagian besar
plasma darah mengandung garam-garam terlarut dan protein. Protein utama dalam plasma
adalah albumin. Protein lainnya adalah antibodi (imunoglobulin) dan protein pembekuan.
Plasma juga mengandung hormon-hormon, elektrolit, lemak, gula, mineral dan vitamin. Di
dalam plasma darah terkandung salah satu faktor pembeku darah, yaitu protombin dan
fibrinogen. Plasma darah tanpa fibrinogen disebut serum.
Plasma darah pada dasarnya adalah larutan air yang mengandung :

* albumin
* bahan pembeku darah
* immunoglobin (antibodi)
* hormon
* berbagai jenis protein
* berbagai jenis garam

Plasma darah berfungsi untuk mengangkut sari makanan ke sel-sel serta membawa sisa
pembakaran dari sel ke tempat pembuangan.
Selain menyalurkan sel-sel darah, plasma juga:

* merupakan cadangan air untuk tubuh


* mencegah mengkerutnya dan tersumbatnya pembuluh darah
* membantu mempertahankan tekanan darah dan sirkulasi ke seluruh tubuh.
* dan yang lebih penting, plasma menghasilkan zat kekebalan tubuh terhadap penyakit atau
zat antibodi.

Antibodi dalam plasma melindungi tubuh melawan bahan-bahan asing (misalnya virus,
bakteri, jamur dan sel-sel kanker) ketika protein pembekuan mengendalikan perdarahan.
Selain menyalurkan hormon dan mengatur efeknya, plasma juga mendinginkan dan
menghangatkan tubuh sesuai dengan kebutuhan.
Proses Hemostasis

Hemostasis adalah upaya tubuh untuk mencegah terjadinya perdarahan dan mempertahankan
keenceran darah di dalam sirkulasi supaya tetap bisa mengalir dengan baik. Proses
hemostasis ada empat mekanisme utama, yaitu:

1. konstriksi pembuluh darah


2. pembentukan sumbatan platelet/trombosit
3. pembekuan darah
4. pembentukan jaringan fibrosa

Konstriksi pembuluh darah terjadi seketika apabila pembuluh darah mengalami cedera akibat
trauma. Prosesnya itu terjadi akibat spasme miogenik lokal pembuluh darah, faktor autakoid
lokal yang berasal dari jaringan yang mengalami trauma, kemudian akibat refleks saraf
terutama saraf-saraf nyeri di sekitar area trauma. Selain itu konstriksi juga terjadi karena
trombosit yang pecah melepaskan vasokonstriktor bernama tromboksan A2 pada sekitar area
trauma tsb, sehingga pembluh darahnya berkonstriksi.

Setelah pembuluh darah mulai berkonstriksi, secara bersamaan sebenarnya trombosit di


sekitar area yang cedera tersebut akan segera melekat menutupi lubang pada pembuluh darah
yang robek tsb. Hal ini bisa terjadi karena di membran trombosit itu terdapat senyawa
glikoprotein yang hanya akan melekat pada pembuluh yang mengalami cedera, sedangkan ia
ntar malah mencegah trombosit untuk melekat di pembuluh darah yang normal. Ketika
trombosit ini bersinggungan dengan epitel pembuluh darah yang cedera tadi, ia kemudian
menjadi lengket pada protein yang disebut faktor Von Willebrand yang bocor dari plasma
menuju jaringan yang cedera tadi. Seketika itu morfologinya berubah drastis. Trombosit yang
tadinya berbentuk cakram, tiba-tiba menjadi ireguler dan bengkak. Tonjolan-tonjolan akan
mencuat keluar permukaannya dan akhirnya protein kontraktil di membrannya akan
berkontraksi dengan kuat sehingga lepaslah granula-granula yang mengandung faktor
pembekuan aktif, diantaranya ADP dan tromboksan A2 tadi. Secara umum, proses ini disebut
dengan adhesi trombosit.

Ketika trombosit melepas ADP dan tromboksan A2, zat-zat ini akan mengaktifkan trombosit
lain yang berdekatan. Ia seolah-olah menarik perhatian trombosit lainnya untuk mendekat.
Karena itu, kerumunan trombosit akan seketika memenuhi area tersebut dan melengket satu
sama lain. Semakin lama semakin banyak hingga terbentuklah sumbat trombosit hingga
seluruh lobang luka tertutup olehnya. Peristiwa ini disebut agregasi trombosit.

Setelah terbentuk sumbat trombosit, dalam waktu 15 sampai 20 menit bila perdarahannya
hebat, atau 1 sampai 2 menit bila perdarahannya kecil, zat-zat aktivator dari pembuluh darah
yang rusak dan trombosit tadi akan menyebabkan pembekuan darah setempat. Prosesnya
sangat kompleks, berupa kaskade yang saling mengaktifkan satu sama lain hingga sampai
terbentuknya benang fibrin untuk menutup luka. Jika satu saja komponen penghatif itu
terganggu, proses keseluruhannya dapat terganggu. Mekanismenya adalah sebagai berikut:

:: Pembentukan aktivator protrombin ::

Pembentukan aktivator protrombin berasal dari dua mekanisme kompleks yang melibatkan
berbagai faktor pembekuan, yaitu jalur ekstrinsik dan jalur instrinsik.

1) Jalur ekstrinsik

Ketika dinding vaskuler mengalami cedera, ia akan melepaskan berbagai faktor jaringan atau
tromboplastin jaringan atau faktor III teraktivasi. Faktor ini terdiri dari kompleks fosfolipid
dan lipoprotein yang terutama berfungsi sebagai enzim proteolitik. Nah, faktor jaringan ini
nantinya akan mengaktifkan faktor VII menjadi faktor VII teraktivasi (VIIa). Bersama-sama,
faktor jaringan dan faktor VII teraktivasi serta dengan bantuan ion Kalsium (Ca2+/ faktor IV)
akan merubah faktor X menjadi faktor X teraktivasi (Xa). Kemudian, faktor Xa itu akan
berikatan dengan fosfolipid pada faktor jaringan tadi (atau dengan fosfolipid tambahan yang
dilepas trombosit), dan mereka bergabung dengan faktor V untuk membentuk aktivator
protrombin.
“NB: faktor V dihasilkan oleh trombin, senyawa yang dihasilkan dari aktifitas aktivator
protrombin nantinya. Pada kejadian pertama kali, faktor V ini inaktif, namun setelah
terbentuk trombin, trombin ini akan mengaktifkan faktor V tersebut sehingga ia akan
membantu pembentukan faktor protrombin tadi.”

2) jalur instrinsik

Untuk jalur instrinsik, dimulai ketika darah itu sendiri mengalami trauma atau darah itu
berkontak dengan jaringan yang mengalami trauma. Hal ini akan menyebabkan faktor XII
inaktif berubah menjadi aktif, atau faktor XII teraktivasi (XIIa). Selain itu, trombosit yang
hancur juga akan melepaskan fosfolipid yang mengandung lipoprotein yang disebut faktor 3
trombosit. Faktor XIIa akan mengaktifkan faktor XI menjadi faktor XI teraktivasi (XIa)
dengan bantuan senyawa bernama kininogen HMW. Faktor XIa ini dengan bantuan Ca2+
akan mengaktifkan faktor IX menjadi faktor IX teraktivasi (IXa). Kemudian faktor IXa ini
akan bekerja sama dengan faktor VIII teraktivasi* , faktor 3 trombosit tadi serta dengan
Ca2+, untuk mengubah faktor X menjadi faktor X teraktivasi (Xa). Sama dengan jalur
ekstrinsik, faktor Xa ini akan bergabung dengan fosfolipid dan faktor V untuk membentuk
aktivator protrombin.

 *NB: Faktor VIII telah tersedia dalam darah, sampai saat ini belum diketahui siapa
yang menghasilkan, kemungkinan oleh endotel, gromerular, dan tubular vaskuler serta
sel sinusoid hati. Faktor ini tidak dimiliki oleh pasien hemofilia klasik (hemofilia A).
Ia diaktivkan oleh trombin menjadi faktor VIII teraktivasi.
Perbedaan antara jalur ekstrinsik dan instrinsik adalah, jalur ekstrinsik prosesnya lebih cepat,
bisa berlangsung dalam 15 detik, sedangkan instrinsik lebih lambat, biasanya perlu waktu 1
sampai 6 menit untuk menghasilkan pembekuan.

:: Pembentukan Benang-Benang Fibrin ::

Setelah aktivator protrombin terbentuk, aktivator protrombin ini akan mengaktifkan


protrombin* Protrombin akan aktif menjadi trombin. Prosesnya lagi-lagi membutuhkan
peranan ion kalsium (Ca2+). Nantinya, trombin ini akan menyebabkan polimerisasi dari
molekul-molekul fibrinogen** menjadi benang-benang fibrin dalam waktu 10 – 15 detik.
Prosesnya, trombin ini akan melepas 4 molekul peptida kecil dari setiap molekul fibrinogen,
sehingga membentuk satu fibrin monomer, selanjutnya fibrin monomer ini secara otomatis
mampu berpolimerisasi dengan sesamanya membentuk benang fibrin. Setelah beberapa detik,
akan muncul banyak benang-benang fibrin yang panjang. Tapi benang-benang ini ikatannya
masih lemah, karena cuma berikatan secara ikatan hidrogen. Untuk itu, trombin akan
mengaktivasi suatu zat yang disebut faktor stabilisasi fibrin.*** Faktor inilah yang nantinya
akan memperkuat ikatan benang-benang fibrin tadi menjadi lebih kuat, yakni dengan cara
menimbulkan ikatan kovalen pada benang-benang tersebut.

NB:

 *protrombin adalah senyawa protein plasma, yang dihasilkan oleh hepar dengan
bantuan vitamin K. Makanya jika seseorang kekurangan vitamin K, perdarahan akan
mudah terjadi dan pembekuan sulit terjadi. Konsentrasinya dalam plasma sekitar 15
mg/dl.
 **fibrinogen adalah protein dengan BM yang besar. Konsentrasi dalam plasma sekitar
100 – 700 mg/dl. Disintesis di hepar.
 **faktor stabilisasi fibrin terdapat dalam jumlah kecil dalam bentuk globulin plasma,
tapi juga dilepaskan oleh trombosit yang terperangkap dalam bekuan.

Jika benang-benang fibrin terbentuk, perdarahan akan berhenti. Tapi, bagaimana jika ia terus
menerus dibentuk? Untungnya Allah swt sudah membuatkan mekanisme yang sempurna.
Pada jaringan dan endotel pembuluh darah yang teluka, akan dilepaskan suatu aktivator kuat
yang disebut aktivator plasminogen jaringan (t-PA). t-PA ini akan mengaktifkan plasminogen
menjadi plasmin. Plasmin ini adalah zat anti-koagulan dalam darah. Plasmin bekerja dengan
cara mencerna benang-benang fibrin dan protein koagulan lain seperti fibrinogen, faktor V,
faktor VIII, protrombin dan faktor XII. Dan canggihnya, t-PA ini hanya akan dihasilkan pada
hari-hari berikutnya, jika pembuluh darah yang luka sudah tertutup. Sehingga, proses
pembentukan benang-benang fibrin juga akan terhenti.

Setelah terbentuk benang-benang fibrin tersebut secara sempurna, dan darah juga membentuk
bekuan, bekuan itu akan diinvasi oleh fibroblas yang kemudian membentuk jaringan ikat
pada seluruh bekuan tersebut, atau dapat juga bekuan itu dihancurkan. Proses ini didukung
oleh faktor pertumbuhan yang disekresikan oleh trombosit, dan akan berlangsung
berkelanjutan hingga bekuan tersebut akan menjadi jaringan fibrosa dalam waktu sekitar 1
sampai 2 minggu. Struktur jaringan sekitar trauma akan bekerja sedemikian rupa untuk
memperbaiki kondisinya seperti semula.
13 Faktor Pembekuan Darah

Faktor I
Fibrinogen: sebuah faktor koagulasi yang tinggi berat molekul protein plasma dan diubah
menjadi fibrin melalui aksi trombin. Kekurangan faktor ini menyebabkan masalah
pembekuan darah afibrinogenemia atau hypofibrinogenemia.

Faktor II
Prothrombin: sebuah faktor koagulasi yang merupakan protein plasma dan diubah menjadi
bentuk aktif trombin (faktor IIa) oleh pembelahan dengan mengaktifkan faktor X (Xa) di
jalur umum dari pembekuan. Fibrinogen trombin kemudian memotong ke bentuk aktif fibrin.
Kekurangan faktor menyebabkan hypoprothrombinemia.

Faktor III
Jaringan Tromboplastin: koagulasi faktor yang berasal dari beberapa sumber yang berbeda
dalam tubuh, seperti otak dan paru-paru; Jaringan Tromboplastin penting dalam pembentukan
prothrombin ekstrinsik yang mengkonversi prinsip di Jalur koagulasi ekstrinsik. Disebut juga
faktor jaringan.

Faktor IV
Kalsium: sebuah faktor koagulasi diperlukan dalam berbagai fase pembekuan darah.

Faktor V
Proaccelerin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif labil dan panas, yang hadir
dalam plasma, tetapi tidak dalam serum, dan fungsi baik di intrinsik dan ekstrinsik koagulasi
jalur. Proaccelerin mengkatalisis pembelahan prothrombin trombin yang aktif. Kekurangan
faktor ini, sifat resesif autosomal, mengarah pada kecenderungan berdarah yang langka yang
disebut parahemophilia, dengan berbagai derajat keparahan. Disebut juga akselerator
globulin.

Faktor VI
Sebuah faktor koagulasi sebelumnya dianggap suatu bentuk aktif faktor V (accelerin), tetapi
tidak lagi dianggap dalam skema hemostasis.

Faktor VII
Proconvertin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabildan panas dan
berpartisipasi dalam Jalur koagulasi ekstrinsik. Hal ini diaktifkan oleh kontak dengan
kalsium, dan bersama dengan mengaktifkan faktor III itu faktor X. Defisiensi faktor
Proconvertin, yang mungkin herediter (autosomal resesif) atau diperoleh (yang berhubungan
dengan kekurangan vitamin K), hasil dalam kecenderungan perdarahan. Disebut juga serum
prothrombin konversi faktor akselerator dan stabil.

Faktor VIII
Antihemophilic faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif labil dan
berpartisipasi dalam jalur intrinsik dari koagulasi, bertindak (dalam konser dengan faktor von
Willebrand) sebagai kofaktor dalam aktivasi faktor X. Defisiensi, sebuah resesif terkait-X
sifat, penyebab hemofilia A. Disebut juga antihemophilic globulin dan faktor antihemophilic
A.

Faktor IX
Tromboplastin Plasma komponen, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabil
dan terlibat dalam jalur intrinsik dari pembekuan. Setelah aktivasi, diaktifkan Defisiensi
faktor X. hasil di hemofilia B. Disebut juga faktor Natal dan faktor antihemophilic B.

Faktor X
Stuart faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabil dan berpartisipasi
dalam baik intrinsik dan ekstrinsik jalur koagulasi, menyatukan mereka untuk memulai jalur
umum dari pembekuan. Setelah diaktifkan, membentuk kompleks dengan kalsium, fosfolipid,
dan faktor V, yang disebut prothrombinase; hal ini dapat membelah dan mengaktifkan
prothrombin untuk trombin. Kekurangan faktor ini dapat menyebabkan gangguan koagulasi
sistemik. Disebut juga Prower Stuart-faktor. Bentuk yang diaktifkan disebut juga
thrombokinase.

Faktor XI
Tromboplastin plasma yg di atas, faktor koagulasi yang stabil yang terlibat dalam jalur
intrinsik dari koagulasi; sekali diaktifkan, itu mengaktifkan faktor IX. Lihat juga kekurangan
faktor XI. Disebut juga faktor antihemophilic C.

Faktor XII
Hageman faktor: faktor koagulasi yang stabil yang diaktifkan oleh kontak dengan kaca atau
permukaan asing lainnya dan memulai jalur intrinsik dari koagulasi dengan mengaktifkan
faktor XI. Kekurangan faktor ini menghasilkan kecenderungan trombosis.

Faktor XIII
Fibrin-faktor yang menstabilkan, sebuah faktor koagulasi yang merubah fibrin monomer
untuk polimer sehingga mereka menjadi stabil dan tidak larut dalam urea, fibrin yang
memungkinkan untuk membentuk pembekuan darah. Kekurangan faktor ini memberikan
kecenderungan seseorang hemorrhagic. Disebut juga fibrinase dan protransglutaminase.
Bentuk yang diaktifkan juga disebut transglutaminase.

Pemeriksaan dalam Hemostasis

1. hemostasis primer

a. Bleeding Time

Bleeding time (BT) menilai kemampuan darah untuk membeku setelah adanya luka atau
trauma, dimana trombosit berinteraksi dengan dinding pembuluh darah untuk membentuk
bekuan. Prinsip pemeriksaannya adalah mengukur lamanya waktu perdarahan setelah insisi
standart pada lengan bawah atau cuping telinga. Bleeding time digunakan untuk pemeriksaan
penyaring hemostasis primer atau interaksi antara trombosit dan pembuluh darah dalam
membentuk sumbat hemostatik, pasien dengan perdarahan yang memanjang setelah luka,
pasien dengan riwayat keluarga gangguan perdarahan.
Pemeriksaan BT dapat dilakukan dengan metoda Ivy , yaitu dilakukan insisi dengan
lanset sepanjang 10 mm dan kedalaman 1 mm di lengan bawah kemudian setiap 30 detik
darah dihapus dengan kertas filter sampai perdarahan berhenti, atau dengan metoda Duke
dengan cara yang sama insisi di lokasi cuping telinga sedalam 3-4 mm.
BT memanjang pada gangguan fungsi trombosit atau jumlah trombosit dibawah 100.000/
mm3. Pemanjangan BT menunjukkan adanya defek hemostasis, termasuk didalamnya
trombositopenia (biasanya dibawah 100.000/ mm3), gangguan fungsi trombosit heriditer,
defek vaskuler kegagalan vasokonstriksi), Von Willebrand's disease, disseminated
intravascular coagulation (DIC), defek fungsi trombosit (Bernard-Soulier disease dan
Glanzmann’s thrombasthenia) , obat-obatan (aspirin/ ASA, inhibitor siklooksigenase,
warfarin, heparin, nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID), beta-blockers, alkohol,
antibiotika) dan hipofibrinogenemia. Trombositopenia akibat defek produksi oleh sumsum
tulang menyebabkan pemanjangan BT lebih berat dibandingkan trombositopenia akibat
destruksi berlebih trombosit. Pasien dengan von Willebrand’s disease hasil BT memanjang
karena faktor von Willebrand merupakan trombosit agglutination protein. BT normal tidak
menyingkirkan kemungkinan terjadinya perdarahan hebat pada tindakan invasif.
Waktu perdarahan (bleeding time, BT) adalah uji laboratorium untuk menentukan
lamanya tubuh menghentikan perdarahan akibat trauma yang dibuat secara laboratoris.
Pemeriksaan ini mengukur hemostasis dan koagulasi. Masa perdarahan tergantung atas :
ketepatgunaan cairan jaringan dalam memacu koagulasi, fungsi pembuluh darah kapiler dan
trombosit. Pemeriksaan ini terutama mengenai trombosit, yaitu jumlah dan kemampuan untuk
adhesi pada jaringan subendotel dan membentuk agregasi. Bila trombosit
Prinsip pemeriksaan ini adalah menghitung lamanya perdarahan sejak terjadi luka kecil
pada permukaan kulit dan dilakukan dalam kondisi yang standard. Ada 2 teknik yang dapat
digunakan, yaitu teknik Ivy dan Duke. Kepekaan teknik Ivy lebih baik dengan nilai normal 1-
6 menit. Teknik Duke nilai normal 1-8 menit. Teknik Ivy menggunakan lengan bawah untuk
insisi merupakan teknik yang paling terkenal. Aspirin dan antiinflamasi dapat memperlama
waktu perdarahan. Uji ini tidak boleh dilakukan jika penderita sedang mengkonsumsi
antikoagulan atau aspirin; pengobatan harus ditangguhkan dulu selama 3 – 7 hari.

Prosedur

1. Metode Ivy

 Pasang manset tensimeter pada lengan atas pasien kemudian atur tekanan pada 40
mmHg Tekanan ini dipertahankan hingga pemeriksaan selesai.
 Pilih lokasi penusukan pada satu tempat kira-kira 3 cm di bawah lipat siku. Bersihkan
lokasi tersebut dengan kapas alkohol 70 %, tunggu hingga kering.
 Tusuk kulit dengan lancet sedalam 3 mm. Hindari menusuk vena.
 Hidupkan stopwatch saat darah mulai keluar kemudian isap darah yang keluar dengan
kertas saring setiap 30 detik.
 Matikan stopwatch pada saat darah berhenti mengalir.
 Kurangi tekanan hingga 0 mmHg lalu lepas manset tensimeter.
 Hitung masa perdarahan dengan menghitung jumlah noktah darah yang ada pada
kertas saring. Jika telah lewat 10 menit perdarahan masih berlangsung, maka hentikan
pemeriksaan ini.

2. Metode Duke

 Bersihkan anak daun telinga dengan kapas alkohol 70 %, tunggu hingga kering.
 Tusuk pinggir anak daun telinga dengan lancet sedalam 2 mm.
 Hidupkan stopwatch saat darah mulai keluar kemudian isap darah yang keluar
dengan kertas saring setiap 30 detik.
 Matikan stopwatch pada saat darah berhenti mengalir.
 Kurangi tekanan hingga 0 mmHg lalu lepas manset tensimeter.
 Hitung masa perdarahan dengan menghitung jumlah noktah darah yang ada pada
kertas saring.

Masalah Klinis
HASIL MEMENDEK : Penyakit Hodgkin
HASIL MEMANJANG : idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP), abnormalitas
trombosit, abnormalitas vascular, leukemia, penyakit hati serius, disseminated intravascular
coagulation (DIC), anemia aplastik, defisiensi faktor koagulasi (V, VII, XI). Pengaruh obat :
salisilat (aspirin), dekstran, mitramisin, warfarin (Coumadin), streptokinase (streptodornasi,
agens fibrinolitik).

b. permeriksaan jumlah dan fungsi trombosit

itung trombosit terdapat dua cara yakni cara langsung ( dengan alat hitung otomatis )
dan cara manual dengan Rees Ecker.

1. Pemeriksaan Hitung Trombosit Cara Langsung


Bahan Pemeriksaan yang digunakan untuk hitung trombosit adalah darah EDTA.
Pengambilan bahan pemeriksaan darah diambil secara steril dari vena cubiti mediana
cephalica sebanyak 3 cc, lalu ditambahkan antikoagulan. Kemudian diperiksa secara
langsung dengan alat hitung otomatis untuk mengetahui jumlah trombosit. Metode ini
menggunakan prinsip impedansi, Prinsip tersebut memungkinkan sel-sel masuk flow chamber
untuk dicampur dengan diluent kemudian dialirkan melalui apertura ( celah sempit ) yang
berukuran kecil yang memungkinkan sel lewat satu per satu. Aliran yang keluar dilewatkan
medan listrik untuk kemudian sel dipisah-pisahkan sesuai muatannya.
Teknik impedansi berdasar pengukuran besarnya resistensi elektronik antara dua
elektrode. Perubahan tahanan listrik ini dicatat sebagai voltase antara elektrode internal dan
eksternal. Skema teknik impedansi ini dapat dilihat pada gambar ( di bawah ini ).

Gambar. Metode deteksi tahanan listrik.

2. Pemeriksaan Hitung Trombosit Cara Rees Ecker


Cara Kerja:
a. Larutan Rees Ecker dihisap ke dalam pipet eritrosit sampai garis tanda ’1’ kemudian
dibuang.
b. Darah dihisap sampai garis tanda ’0,5’ kelebihan darah yang melekat pada ujung pipet
dihapus dengan tissue.
c. Ujung pipet dimasukkan ke dalam larutan Rees Ecker sambil menahan darah pada garis
tanda dan larutan dihisap sampai tanda ’101’, pipet diangkat dari larutan, pipet kocok selama
3 menit.
d. Tiga sampai empat tetes cairan yang ada di dalam batang kapiler dibuang.
e. Sentuhkan ujung pipet dengan sudut 30 derajat pada permukaan kamar hitung dengan
menyinggung pinggir kaca penutup kemudian campuran tersebut diteteskan.
f. Kamar hitung yang telah diisi dibiarkan dengan sikap datar dalam cawan petridis yang
tertutup selama 10 menit supaya trombosit mengendap.
g. Trombosit yang terdapat dalam seluruh bidang besar ditengah-tengah (1 milimeterpersegi),
dihitung memakai lensa obyektif besar.
h. Jumlah tersebut dikali 2000 untuk menghasilkan jumlah trombosit per ul darah.
Meskipun cara ini CV-nya relatif besar, tetapi cara ini masih dapat menghitung
trombosit berukuran besar yang tidak terhitung dengan cara otomatis.

c. Tes Pembendungan/ Rumple Lead Test

Rumple leed test adalah salah satu cara yang paling mudah dan cepat untuk menentukan
apakah terkena demam berdarah atau tidak. Rumple leed adalah pemeriksaan bidang
hematologi dengan melakukan pembendungan pada bagian lengan atas selama 10 menit
untuk uji diagnostik kerapuhan vaskuler dan fungsi trombosit. Prosedur pemeriksaan Rumple
leed tes yaitu:

1. Pasang ikatan sfigmomanometer pada lengan atas dan pump sampai tekanan 100
mmHg (jika tekanan sistolik pesakit < 100 mmHg, pump sampai tekanan ditengah-
tengah nilai sistolik dan diastolik).
2. Biarkan tekanan itu selama 10 menit (jika test ini dilakukan sebagai lanjutan dari test
IVY, 5 menit sudah mencukupi).
3. Lepas ikatan dan tunggu sampai tanda-tanda statis darah hilang kembali. Statis darah
telah berhenti jika warna kulit pada lengan yang telah diberi tekanan tadi kembali lagi
seperti warna kulit sebelum diikat atau menyerupai warna kulit pada lengan yang satu
lagi (yang tidak diikat).
4. Cari dan hitung jumlah petechiae yang timbul dalam lingkaran bergaris tengah 5 cm
kira-kira 4 cm distal dari fossa cubiti.

Catatan:

- Jika ada > 10 petechiae dalam lingkaran bergaris tengah 5 cm kira-kira 4 cm distal dari
fossa cubiti test Rumple Leede dikatakan positif. Seandainya dalam lingkaran tersebut tidak
ada petechiae, tetapi terdapat petechiae pada distal yang lebih jauh daripada itu, test Rumple
Leede juga dikatakan positif.

- warna merah didekat bekas ikatan tensi mungkin bekas jepitan, tidak ikut diikut sebagai
petechiae
- pasien yg “tek” darahnya tdk diketahui, tensimeter dapat dipakai pada “tek” 80 mmHg

- pasien tidak boleh diulang pada lengan yang sama dalam waktu 1 minggu

- Derajad laporan :
(-) = tidak didapatkan petechiae
(+1) = timbul beberapa petechiae dipermukaan pangkal lengan
(+2) = timbul banyak petechiae dipermukaan pangkal lengan
(+3) = timbul banyak petechiae diseluruh permukaan pangkal lengan & telapak

tangan muka & belakang


(+4) = banyak sekali petechiae diseluruh permukaan lengan, telapak tangan & jari,

muka & belakang

- Ukuran normal: negative atau jumlah petechiae tidak lebih dari 10

2. jalur koagulasi intrinsik

a. Clotting Time

Clotting time :-waktu yg dibituhkan bagi darah untuk membekukan dirinya secara in vitro
dgn menggunakan SUATU STANDART. yg dinamakan CLOTTING TIME. "clot" sendiri
apa sih ? clot adalah suatu lapisan seperti liln/jelly yg ada didarah yg sebabkan berhentinya
suatu pendarahn pada luka. yg dipengaruhi oleh faktor intriok dan ekstrinsik.
Clotting Time
Metode: LEE & WHITE
Prinsip: waktu pembekuan diukur sejak darah keluar dari epmbuluh sampai terjadi suatu
bekuan dalm kondisi yg spesifik
Specimen: darah segar 4 ml
Prosedur:

 Melakukan makrosampling dgn cara yg benar


 Pada saat darah masuk kedlm syringe, nyalakan stopwatch dan tourniquet
dilonggarkan. Lanjutkan dgn mengambil darah pelan2 sampai didapat 4ml
 Syringe dicabut kemudian jarum dilepaskan dari syringe, darah dimasukkan pelan2
kedalam 3tabung melewati dinding masing2 1 ml. sisanya untuk px yg lain
 Masukka tabung dlm waterbath 370C, tunggu selama 5 menit
 Tepat 5 menit kemudian, tabung 1 diangkat dan dimiringkan 450 . ulangi tindakan
serupa selang 30 detik sampai tjd bekuan yang sempurna(dimiringkan 900 tdk ada
tumpahan). Catat waktunya
 6. 30 detik berikutnya lakukan hal yg serupa pda tabung 2 sampai tjd bekuan
sempurna. Catat waktunya
 Selang 30 detik berikutnya lakukan hal yg serupa pda tabung 2 sampai tjd bekuan
sempurna. Matikan stopwatch Catat waktunya
 Waktu pembekuan pada tab3 dlaporkan sbghasil px
 Nilai Normal; 5-15 menit

NB :
 Volume darah pda @ tab harus tepat 1 ml. jml lebih besar, waktu lebih panjang.
o Gelembung udara, vena punctie yg tdk lancer shg hemilisis / ikut masuknya
Cairan jaringan dpt memperpendek waktu bekuan.
o Dgn cara yg sam tapi pake tab tg berlapis silicon&memiringkan tiap 5menit,
Angka normal: 20-60menit.

b. waktu rekalsifikasi

Masa rekalsifikasi adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyusun fibrin dari plasma darah
rendah trombosit dan tidak mengandung ion ca 2+ dengan penambahan cacl2.

Fungsi Cacl2 mengaktifkan ion ca2+ yang mengendap akibat pemusingan. Apabila
pemusingan kurang dari 10 menit maka akan mempercepat masa rekalsifikasi dan hasil akan
memendek
Reagen yang digunakan natrium chlorida 0,85 %
Aquadest 500 mL
Cacl2
Larutan Calsiumciumolklorida 0,025 M
A.Cara

1. Cara membuat plasma


Cara membuat plasma sama seperti pada pemeriksaan masa protombin pemusingan selama
20 menit pada 3000 rpm menyebabkan plasma hanya mengandung sedikit trombosit (plasma
rendah trombosit)

2. Penetapan
a. Tabung tabung yang berisi larutan CaCl2. Larutan HaCl2 dan plasma pasien di
inkubasi dalam 37 C supaya semua cairan mencapai suhu itu.
b. Keadaan serologi yang lebarnya 13mm yang juga terlebih dahulu ada dalam air 37 C
itu dimasukkan 0,1 mg. Larutan NaCl dan 0,1 mL plasma . campur dan dibiarkan
dalam air temperatur 37 C.
c. Tiuplah larutan Cacl2 kedalam campuran yang telah ada dalam tabung tadi.campuran
dan pada saat bersamaan jalankan stopwatch
d. Biarkan tabung itu dalam air 37 C selama 90 detik, kemudian angkat tabung dari air
dan periksalah terrhadap adanya bekuan.
e. Saat terjadinya bekuan hentikanlah stopwatch dan catatlah waktuy itu sebagai masa
rekalsifikasi.
Dalam keadaan normal masa rekalsifikasi berkisar antara 90-250 detik.

c. APTT

Masa tromboplastin parsial teraktivasi (activated partial thromboplastin time, APTT) adalah
uji laboratorium untuk menilai aktifitas faktor koagulasi jalur intrinsik dan jalur bersama,
yaitu faktor XII (faktor Hagemen), pre-kalikrein, kininogen, faktor XI (plasma tromboplastin
antecendent, PTA), faktor IX (factor Christmas), faktor VIII (antihemophilic factor, AHF),
faktor X (faktor Stuart), faktor V (proakselerin), faktor II (protrombin) dan faktor I
(fibrinogen). Tes ini untuk monitoring terapi heparin atau adanya circulating anticoagulant.
APTT memanjang karena defisiensi faktor koagulasi instrinsik dan bersama jika kadarnya <>
7 detik dari nilai normal, maka hasil pemeriksaan itu dianggap abnormal.

APTT memanjang dijumpai pada :


1. Defisiensi bawaan
 Jika PPT normal kemungkinan kekurangan :
 Faktor VIII
 Faktor IX
 Faktor XI
 Faktor XII
 Jika faktor-faktor koagulasi tersebut normal, kemungkinan kekurangan HMW
kininogen (Fitzgerald factor) Defisiensi vitamin K, defisiensi protrombin,
hipofibrinogenemia.

2. Defisiensi didapat dan kondisi abnormal seperti :

 Penyakit hati (sirosis hati)


 Leukemia (mielositik, monositik)
 Penyakit von Willebrand (hemophilia vaskular)
 Malaria
 Koagulopati konsumtif, seperti pada disseminated intravascular coagulation (DIC)
 Circulating anticoagulant (antiprothrombinase atau circulating anticoagulant terhadap
suatu faktor koagulasi)
 Selama terapi antikoagulan oral atau heparin

Penetapan

Pemeriksaan APTT dapat dilakukan dengan cara manual (visual) atau dengan alat otomatis
(koagulometer), yang menggunakan metode foto-optik dan elektro-mekanik. Teknik manual
memiliki bias individu yang sangat besar sehingga tidak dianjurkan lagi. Tetapi pada keadaan
dimana kadar fibrinogen sangat rendah dan tidak dapat dideteksi dengan alat otomatis,
metode ini masih dapat digunakan. Metode otomatis dapat memeriksa sampel dalam jumlah
besar dengan cepat dan teliti.
Prinsip dari uji APTT adalah menginkubasikan plasma sitrat yang mengandung semua
faktor koagulasi intrinsik kecuali kalsium dan trombosit dengan tromboplastin parsial
(fosfolipid) dengan bahan pengaktif (mis. kaolin, ellagic acid, mikronized silica atau celite
koloidal). Setelah ditambah kalsium maka akan terjadi bekuan fibrin. Waktu koagulasi dicatat
sebagai APTT.
Bahan pemeriksaan yang digunakan adalah darah vena dengan antikoagulan trisodium
sitrat 3.2% (0.109M) dengan perbandingan 9:1. Gunakan tabung plastik atau gelas yang
dilapisi silikon. Sampel dipusingkan selama 15 menit dengan kecepatan 2.500 g. Plasma
dipisahkan dalam tabung plastik tahan 4 jam pada suhu 20±5oC. Jika dalam terapi heparin,
plasma masih stabil dalam 2 jam pada suhu 20±5oC kalau sampling dengan antikoagulan
citrate dan 4 jam pada suhu 20±5oC kalau sampling dengan tabung CTAD.
Nilai Rujukan
Nilai normal uji APTT adalah 20 – 35 detik, namun hasil ini bisa bervariasi untuk tiap
laboratorium tergantung pada peralatan dan reagen yang digunakan.

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :

 Pembekuan sampel darah,


 Sampel darah hemolisis atau berbusa akibat dikocok-kocok,
 Pengambilan sampel darah pada intravena-lines (mis. pada infus heparin).

3. jalur koagulasi ekstrinsik

PT (Masa Protrombin plasma )

PT Protrombin disintesis oleh hati dan merupakan prekursor tidak aktif dalam proses
pembekuan. Protrombin (F II) dikonversi menjadi thrombin oleh tromboplastin untuk
membentuk bekuan darah. Pemeriksaan PT digunakan untuk menilai kemampuan faktor
koagulasi jalur ekstrinsik dan jalur bersama, yaitu : faktor I (fibrinogen), faktor II
(prothrombin), faktor V (proakselerin), faktor VII (prokonvertin), dan faktor X (faktor
Stuart). Perubahan faktor V dan VII akan memperpanjang PT selama 2 detik atau 10% dari
nilai normal.
PT diukur dalam detik. Dilakukan dengan cara menambahkan campuran kalsium dan
tromboplastin pada plasma. Tromboplastin dapat dibuat dengan berbagai metoda sehingga
menimbulkan variasi kepekaan terhadap penurunan faktor pembekuan yang bergantung pada
vitamin K dan menyebabkan pengukuran waktu protrombin yang sama sering mencerminkan
ambang efek antikoagulan yang berbeda. Usaha untuk mengatasi variasi kepekaan ini
dilakukan dengan menggunakan sistem INR (International Normalized Ratio). International
Committee for Standardization in Hematology (ICSH) menganjurkan tromboplastin jaringan
yang digunakan harus distandardisasi dengan tromboplastin rujukan dari WHO dimana
tromboplastin yang digunakan dikalibrasi terhadap sediaan baku atas dasar hubungan linier
antara log rasio waktu protrombin dari sediaan baku dengan dari tromboplastin lokal.
Bahan pemeriksaan PT adalah plasma sitrat yang diperoleh dari sampel darah vena
dengan antikoagulan trisodium sitrat 3.2% (0.109 M) dengan perbandingan 9:1. Darah sitrat
harus diperiksa dalam waktu selambat-lambatnya 2 jam setelah pengambilan. Sampel
disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 2.500 g. Penyimpanan sampel plasma pada
suhu 2-8 oC menyebabkan teraktivasinya F VII (prokonvertin) oleh sistem kalikrein.
PT dapat diukur secara manual (visual), foto-optik atau elektromekanik. Teknik manual
memiliki bias individu yang sangat besar sehingga tidak dianjurkan lagi. Tetapi pada keadaan
dimana kadar fibrinogen sangat rendah dan tidak dapat dideteksi dengan alat otomatis,
metode ini masih dapat digunakan. Metode otomatis dapat memeriksa sampel dalam jumlah
besar dengan cepat dan teliti.
Prinsip pengukuran PT adalah menilai terbentuknya bekuan bila ke dalam plasma yang
telah diinkubasi ditambahkan campuran tromboplastin jaringan dan ion kalsium. Reagen
yang digunakan adalah kalsium tromboplastin, yaitu tromboplastin jaringan dalam
larutan(CaCl2). Beberapa jenis tromboplastin yang dapat dipergunakan misalnya
 Tromboplastin jaringan berasal dari emulsi ekstrak organ otak, paru atau otak dan paru
dari kelinci dalam larutan CaCl2 dengan pengawet sodium azida (misalnya Neoplastine CI
plus)
 Tromboplastin jaringan dari plasenta manusia dalam larutan CaCl2 dan pengawet
(misalnyaThromborelS).
PT memanjang karena defisiensi faktor koagulasi ekstrinsik dan bersama jika
kadarnya <30%. Pemanjangan PT dijumpai pada penyakit hati (sirosis hati, hepatitis, abses
hati, kanker hati, ikterus), afibrinogenemia, defisiensi faktor koagulasi (II, V, VII, X),
disseminated intravascular coagulation (DIC), fibrinolisis, hemorrhagic disease of the
newborn (HDN), gangguan reabsorbsi usus. Pada penyakit hati PT memanjang karena sel hati
tidak dapat mensintesis protrombin. Pemanjangan PT dapat disebabkan pengaruh obat-obatan
: vitamin K antagonis, antibiotik (penisilin, streptomisin, karbenisilin,kloramfenikol,
kanamisin, neomisin, tetrasiklin), antikoagulan oral (warfarin, dikumarol), klorpromazin,
klordiazepoksid, difenilhidantoin , heparin, metildopa), mitramisin, reserpin, fenilbutazon ,
quinidin, salisilat/ aspirin, sulfonamide. PT memendek pada tromboflebitis, infark
miokardial, embolisme pulmonal. Pengaruh Obat : barbiturate, digitalis, diuretik,
difenhidramin, kontrasepsi oral, rifampisin dan metaproterenol.
Faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan PT adalah sampel darah
membeku, membiarkan sampel darah sitrat disimpan pada suhu kamar selama beberapa jam,
diet tinggi lemak (pemendekan PT) dan penggunaan alkohol (pemanjangan PT)

Cara Pemeriksaan

Pemeriksaan PT dilakukan dengan memakai reagen Organon menurut metode(one-


step method) yang dianjurkan oleh Quick.

Prinsip :
Prinsip test ini merupakan rekalsifikasi plasma dengan penambahanthromboplastin.
Pemeriksaan in vitro menunjukan kegunaan dari sistim pembekuandarah jalur eksterinsik.
Cara kerja :

1. Campur satu vial reagen tromboplastin (Simplastin®Excel S)dengan satuvial pelarut,


goyang (putar-putar) dengan kuat untuk menjamin rehidrasilengkap. Dan sebelum
digunakan harus dicampur dengan baik hinggahomogen.
2. Hangatkan sejumlah volume reagen thromboplastin pada 37 derajat celcius
3. Beri label tabung test (sampel dan kontrol), dan masukan 0.1 ml sampel ataukontrol
kedalam tabung yang sesuai.
4. Inkubasi masing-masing tabung ( sampel dan kontrol) pada 37 oC selama 3 –10
menit.
5. Tambahkan 0.2 larutan reagen thromboplastin hangat kedalam tabung yangberisi
plasma diatas dan secara bersamaan jalankan stopwatch.
6. Tabung digoyang dan perhatikan terbentuknya bekuan, saat terbentuknyabekuan
stopwatch dihentikan dan catat waktu ( dalam detik).
Tujuan Pemeriksaan

Pemeriksaan ini dipakai untuk menguji faktor extrinsic. Sebagai tissuthromboplastin


dipakai aceton dehydrated rabbit brain.Test ini digunakan untuk menguji extrinsic pathway.
Jadi diperlukan faktor VII, faktor V, faktor X, faktor II serta faktor I yang normal, sedangkan
tissue thromboplastin tidak perlu normal.

Arti klinis :
Test ini normal hasilnya : 11 – 13,5 detik. Akan tetapi harus disertai dengan laporan,
misalnya :
PPT penderita 12,5 detik ; PPT control 12,0 detik.
PPT penderita 16,0 detik ; PPT control 12,5 detik.
Dikatakan abnormal apabila beda dengan kontrol lebih dari 2 detik.

Test PPT ini abnormal / memanjang pada :

1. Obstructive jaundice
2. Penyakit-penyakit hepar yang lanjut
3. Penyakit-penyakit perdarahan pada newborns
4. Penyakit-penyakit congenital seperti :
Deficiency faktor VII
Deficiency faktor V
Deficiency faktor II
5. Syndrome nephrotic.
6. Penderita-penderita yang mendapatkan pengobatan dengan obat-obatanticoagulansia
(hal ini memang kita buat memanjang, sering dibuat menjadi 2 kali dari normal,
misalnya : PPT kontrol 12,0 detik ; PPT penderita 23 detik).

Pada faktor intrinsic membutuhkan waktu yang lebih lama, agar waktunya menjadi lebih
pendek, maka faktor contact diganti dengan kaolin = china clay = bolus alba, dan juga faktor
thrombocyte diganti dengan partial thromboplastine (aktivitasnya mirip dengan
phospholipid). Jadi disini faktor XII dan faktor XI by pass.
4. pembentukan fibrin

a. masa trombin/ TT

Tes TT (Thrombin Time); adalah tes yang mengukur waktu yang dibutuhkan untuk
membentuk bekuan dan plasma setelah penambahan trombin dalam sejumlah fibrinogen
normal. Nilai TT memanjang pada penurunan nilai fibrinogen, disfungsi molekul
fibrinogen(disfibrinogenemia), terapi heparin, peningkatan produk degradasi fibrinogen
(FDP) dan Disseminated Intravasculer Coagulation (DIC).
Cara kerja :
Cara manual

1. Encerkan plasma dengan Owrens buffer dengan perbandingan 1:10


2. Masukkan 0,2 ml larutan plasma yang sudah diencerkan kedalam tabung tes ( A)
tempatkan dalam inkubator selama 4 menit.
3. Tambahkan 0,1 ml larutan trombin kedalam tabung A amati,catat bekuan yang terjadi.

Cara semiotomatik
1. Siapkan sampel dan kontrol, sebelumnya hangatkan tabung tes
2. Masukkan plasma (200 µl) kedalam tabung tes, inkubasi 3-5 menit pada suhu, ruang
3. Tambahkan reagen TT (100 µl), saat itu juga jalankan stop watch
4. Catat waktu yang dibutuhkan membentuk bekuan (Print out)

 Nilai Rujukan

Manual :15-19 detik


Semi otomatik : 8- 14 detik

4. fibrinolisis : pemecahan trombus


Hemofilia

Hemofilia merupakan gangguan perdarahan bersifat herediter yang berkaitan dengan


defisiensi atau kelainan biologik Faktor VIII dalam plasma. Hemofilia berhubungan erat
dengan penyakit Christmast (defisiensi Faktor IX) dan penyakit Von Willebrand (masa
perdarahan memanjang karena kelainan platelet dan kurangnya Faktor VIII).

Klasifikasi Hemofili

1. Hemofilia A : akibat defisiensi faktor VIII faktor pembekuan


2. Hemofilia B : akibat defisiensi faktor IX faktor pembekuan
3. Hemofilia C : akibat defisiensi faktor XI faktor pembekuan

Patologi dan penyebab :

 Hemofilia dan penyakit Chrismast merupakan gangguan “X-Linked Recessive” yang


diturunkan. Wanita merupakan carrier. Kira-kira separuh anak laki-laki dari carrier
akan menjadi sakit dan separuh anak wanita akan menjadi carrier.
 Akibat gangguan kelainan dari salah satu faktor pembeku, dapat menyebabkan
perdarahan hebat pada trauma atau perdarahan dalam sendi (hemartrosis)

Diagnosis banding

 Gangguan platelet seperti trombositopenia


 Meminum antikoagulan untuk pengobatan atau secara tidak sengaja

Gejala dan tanda

 Perdarahan hebat setelah suatu trauma ringan misalnya ekstraksi gigi


 Hematom pada jaringan lunak, mungkin menyebabkan kompresi terhadap saraf
 Hemartrosis dan kontraktur sendi
 Hematuria

Pemeriksaan khusus

 Riwayat keluarga dan riwayat perdarahan setelah trauma ringan


 Kadar Faktor VIII rendah pada hemofilia, Faktor IX rendah pada penyakit Christmas
 Masa perdarahan abnormal pada penyakit Von Willebrand

Pengobatan

 Hindari terkena cedera. Siapkan transfusi


 Transfusi untuk perdarahan dan gunakan kriopresipitat Faktor VIII dan IX
 Aspirasi hemartrosis dan hindari imobilitas sendi
 Kerja sama, khususnya bila akan dilakukan tindakan oleh dokter gigi dtau ahli bedah
 Konseling genetik secara hati-hati

Mieloma, multipel

Definisi: tumor maligna dari sel plasma

Patologi dan penyebab

 Secara patologik ditandai dengan penggantian sumsum tulang oleh proliferasi sel
plasma yang maligna
 Gammopati monoklonal biasanya dapat ditemukan dalam darah atau urin

Gejala dan tanda

 Nyeri tulang sering dapat hebat


 Rasa letih
 Sering terdapat neuropati perifer

Diagnosis Banding

 Gammopati monoklonal jinak


 Plasmaliosis relatif
 Plasmasitoma terbatas (isolated)
 Makroglobulinemia waldenstrom

Pemeriksaan Khusus

 Pemeriksaan kreatin, kalsium serum, dan hitung darah tepi yang sering
 Elektroforesis protein serum dan urin serta imnoelektroforesis membantu untuk
menegakkan diagnosis; imunoglobulin kuantitatif lebih membantu dalam mengkuti
perjalanan penyakit
 Rontgen skelet untuk menentukan luas penyakit dan menentukan daerah yang
terancam fraktur
 Tes untuk krioglobulin dan viskositas serum membantu untuk pentahapan klinik yang
tepat
 Biopsi lemak, mukosa rektum atau ginjal untuk mengenali amiloidosis yang dicurigai
 Aspirasi sumsum tulang dan biopsi perlu untuk diagnosis

Pengobatan

 Diindikasikan bagi penyakit yang bersifat progresif atau disertai dengan gejala
 Radioterapi cukup untuk lesi soliter atau nyeri tulang setempat
 Kemoterapi dengan melphalan, prednisone, cylophosphamide, nitrosourea atau
adriamycin, sendiri atau dalam kombinasi, mempunyai angka respon 30-70%
tergantung pada penelitiannya
 Kemungkinan menjadi leukimia akut akibat obat ‘alkylating agents’ adalah 5-10%
 Plasmaferesis dapat membantu dalam sindrom hiperviskositas
 Hidrasi yang adekuat, steroid, mithamycin, dan diphosphonate dapat membantu untuk
mengobati hiperkalsemia

Thalasemia

Penyakit thalasemia merupakan suatu penyakit kelainan darah resesif autosomal atau bersifat
genetik dimana kerusakan DNA akan menyebabkan ketidakseimbangan pembuatan salah satu
dari keempat rantai asam amino yang memproduksi sel darah merah (hemoglobin)
penderitanya, serta mudah rusak sehingga kerap menyebabkan anemia.

Darah manusia terdiri atas plasma dan sel darah yang berupa sel darah merah (eritrosit), sel
darah putih (leukosit) dan keping darah (trombosit), seluruh sel darah dibentuk oleh sumsum
tulang, sedangkan hemoglobin merupakan salah satu pembentuk sel darah merah, yang terdiri
dari 4 rantai asam amino (2 rantai amino alpha dan 2 rantai amino beta) yang bekerja
bersama-sama untuk mengikat dan mengangkut oksigen keseluruh tubuh. Kegagalan
pembentukkan rantai asam amino menyebabkan thalasemia, hal tersebut ditandai oleh
defisiensi produksi globin pada hemoglobin, dimana terjadi kerusakan sel darah merah
didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari).
Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia).

Mekanisme Penurunan Penyakit Thalasemia

Enam sampai sepuluh dari setiap 100 orang Indonesia membawa gen penyakit ini.
Thalasemia diturunkan oleh orang tua yang carrier kepada anaknya.

 Jika kedua orang tua tidak menderita thalasemia trait (bawaan), maka tidak mungkin
mereka menurunkan thalasemia trait atau thalasemia mayor pada anak-anaknya. Jadi
semua anaknya mempunyai darah normal
 Bila salah seorang dari orang tua menderita thalasseia trait sedangkan yang lainnya
tidak maka satu dibanding dua (50%) kemungkinan setiap anak-anaknya akan
menderita thalasemia trait, tetapi tidak seorang pun anak-anaknya menderita
thalasemia mayor.
 Bila kedua orang tua menderita thalasemia trait,maka anak-anaknya kemungkinan
akan menderita thalasemia trait atau kemungkinan juga memiliki darah normal atau
kemungkinan bisa menderita thalasemia mayor

Dari skema di bawah dapat dilihat kemungkinan anak dari pasangan pembawa sifat
thalasemia beta adalah 25% normal, 50% pembawa sifat thalasemia beta, dan 25% thalasemia
beta mayor (anemia berat)
Jenis dan Gejala Thalasemia

Berdasarkan gejala klinis dan tingkat keparahannya ada 3 jenis thalasemia :

1. Thalasemia mayor, dimana kedua orang tua merupakan pembawa sifat, dengan gejala
dapat muncul sejak awal masa anak-anak dengan kemungkinan hidup terbatas.
Gejala-gejala tersebut adalah : Menderita anemia hemolitik,Pembesaran limpa dan
hati akibat anemia yang lama, perut membuncit, Sakit kuning (jaudice), Luka terbuka
di kulit (ulkulus/borok), Batu empedu, Lemas, karena kurang nafsu makan, Pucat,
lesu, sesak nafas karena jantung bekerja berat, Pembengkakan tungkai bawah,
Pertumbuhan lambat (berat badan kurang)
2. Thalasemia minor, gejalanya lebih ringan dan sering hanya sebagai pembawa sifat
saja. Biasanya ditandai dengan lesu, kurang nafsu makan, sering terkena infeksi.
Kondisi ini sering disalahartikan sebagai anemia karena defisiensi zat besi.
3. Thalasemia Intermedia, merupakan kondisi antara mayor dan minor, dapat
mengakibatkan anemia berat dan masalah berat seperti deformalitas tulang,
pembengkaan limpa. Yang membedakan dengan thalasemia mayor, adalah
berdasarkan ketergantungan penderita pada transfusi darah.

Gejala khas thalasemia

Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua mata
lebar dan tulang dahi juga lebar

Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya kelabu karena penimbunan
zat besi

Deteksi Dini Thalasemia

Deteksi dini thalasemia sangat dianjurkan oleh para ahli karena pertambahan jumlah
penderita yang cukup pesat, dan hasil penanganan juga akan lebih baik dibandingkan
melakukan screening ketika perjalanan penyakit telah lanjut. Sasaran untuk melakukan
deteksi dini adalah pasangan yang akan menuju jenjang pernikahan, ibu hamil sebagai syarat
pemeriksaan prenatal, anak-anak yang dicurigai gejala thalasemia. Pemeriksan laboratorium
tersebut meliputi pemeriksaan darah lengkap yaitu Hb, Lekosit, Eritrosit,
Trombosit,Hematokrit, Diffcount, LED,MCV, MCH, MCHC.

Penanganan Thalasemia

Penderita thalasemia bila tidak ditangani secara serius, rata-rata hanya bertahan hingga usia 8
tahun. Perawatan berupa transfusi rutin akan memperpanjang harapan hidup, selain itu perlu
menggunakan obat untuk mengatasi penumpukkan zat besi, berupa obat Desferal yang
diberikan lewat suntikan, bahkan saat ini sudah ada yang berupa obat oral, yang diberikan
bagi penderita di atas 2 tahun. Tindakan penatalaksanaan terbaik justru ada pada cangkok
sumsum tulang, dimana jaringan sumsum tulang penderita diganti dengan susum tulang
donor yang cocok dari anggota keluarga, meskipun hal ini masih cukup sulit dan biaya cukup
mahal. Sebagai pemantauannya adalah pemeriksaan kadar feritin 1-3 bulan, untuk
mengetahui kelebihan zat besi. Selain akibat anemia kronis, maka juga perlu ada pemantauan
proses tumbuh kembangnya.
Pencegahan Thalasemia

Pencegahan bisa dilakukan dengan menganjurkan mereka yang tergolong thalasemia trait
untuk menikah dengan pasangan yang berdarah normal, karena anak-anak yang dilahirkan
pasangan ini tidak akan terkena thalasemia mayor, meskipun masih memungkinkan dapat
terkena thalasemia trait. Pada pasangan suami istri yang tergolong thalasemia trait, untuk
mencegah kemungkinan melahirkan anak thalasemia mayor, dengan perencanaan yang
dibantu oleh dokter ahli genetika.

Klasifikasi talasemia

Pada talasemia terjadi kelainan pada gen-gen yang mengatur pembentukan dari rantai globin
sehingga produksinya terganggu. Gangguan dari pembentukan rantai globin ini akan
mengakibatkan kerusakan pada sel darah merah yang pada akhirnya akan menimbulkan
pecahnya sel darah tersebut. Berdasarkan dasar klasifikasi tersebut, maka terdapat beberapa
jenis talasemia, yaitu talasemia alfa, beta, dan delta.

Talasemia alfa

Pada talasemia alfa, terjadi penurunan sintesis dari rantai alfa globulin. Dan kelainan ini
berkaitan dengan delesi pada kromosom 16. Akibat dari kurangnya sintesis rantai alfa, maka
akan banyak terdapat rantai beta dan gamma yang tidak berpasangan dengan rantai alfa.
Maka dapat terbentuk tetramer dari rantai beta yang disebut HbH dan tetramer dari rantai
gamma yang disebut Hb Barts. Talasemia alfa sendiri memiliki beberapa jenis.

Delesi pada empat rantai alfa

Dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts. Gejalanya dapat
berupa ikterus, pembesaran hepar dan limpa, dan janin yang sangat anemis. Biasanya, bayi
yang mengalami kelainan ini akan mati beberapa jam setelah kelahirannya atau dapat juga
janin mati dalam kandungan pada minggu ke 36-40. Bila dilakukan pemeriksaan seperti
dengan elektroforesis didapatkan kadar Hb adalah 80-90% Hb Barts, tidak ada HbA maupun
HbF.
Delesi pada tiga rantai alfa

Dikenal juga sebagai HbH disease biasa disertai dengan anemia hipokromik mikrositer.
Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit
sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Jika dilakukan pemeriksaan mikroskopis
dapat dijumpai adanya Heinz Bodies.

Delesi pada dua rantai alfa

Juga dijumpai adanya anemia hipokromik mikrositer yang ringan. Terjadi penurunan dari
HbA2 dan peningkatan dari HbH.

Delesi pada satu rantai alfa

Disebut sebagai silent carrier karena tiga lokus globin yang ada masih bisa menjalankan
fungsi normal.

Talasemia beta

Disebabkan karena penurunan sintesis rantai beta. Dapat dibagi berdasarkan tingkat
keparahannya, yaitu talasemia mayor, intermedia, dan karier. Pada kasus talasemia mayor Hb
sama sekali tidak diproduksi. Mungkin saja pada awal kelahirannya, anak-anak talasemia
mayor tampak normal tetapi penderita akan mengalami anemia berat mulai usia 3-18 bulan.
Jika tidak diobati, bentuk tulang wajah berubah dan warna kulit menjadi hitam. Selama
hidupnya penderita akan tergantung pada transfusi darah. Ini dapat berakibat fatal, karena
efek sampingan transfusi darah terus menerus yang berupa kelebihan zat besi (Fe). Salah satu
ciri fisik dari penderita talasemia adalah kelainan tulang yang berupa tulang pipi masuk ke
dalam dan batang hidung menonjol (disebut gacies cooley), penonjolan dahi dan jarak kedua
mata menjadi lebih jauh, serta tulang menjadi lemah dan keropos.

Anda mungkin juga menyukai