Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN
“ANEMIA”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu


Praktek Klinik Keperawatan Medikal Bedah
Di RSUD Lawang, Ruang Flamboyan

Disusun Oleh :
IKHFI SALMA NABILA
NIM : P17210211017

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D3 KEPERAWATAN MALANG
APRIL 2023
1. Definisi
Anemia merupakan kondisi klinis akibat kurangnya suplai sel darah merah
sehat, volume sel darah merah dan jumlah hemoglobin. Hipoksia terjadi
karena tubuh kekurangan suplai oksigen. Anemia juga mencerminkan kondisi
patogenik yang mengarah pada abnormalitas jumlah, struktur dan fungsi sel
darah merah dalam tubuh (Joyce & Jane, 2014).
Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin
(protein pembawa O2) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat
memenuhi fungsinya untuk membawa O2 dalam jumlah yang cukup ke
jaringan perifer sehingga pengiriman O2 ke jaringan menurun. Anemia adalah
istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah dan kadar hematokrit
dibawah normal. anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai
dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah
dibandingkan normal (Soebroto, 2010).

Anemia adalah suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah


kurang dari normal, berdasarkan kelompok jenis kelamin orang dewasa, batas
normal dari kadar Hb dalam darah dapat dilihat pada tabel berikut :

2. Etiologi
Anemia merupakan suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh berbagai
macam penyebab. Berdasarkan penyebabnya anemia dapat dibedakan menjadi
4 yaitu (Black J & Hawks J, 2014):
A. Akibat Penurunan Produksi Eritrosit
1. Anemia Aplastik terjadi akibat kegagalan produksi, supresi atau
destruksi sel induk di dalam sumsum tulang yang menyebabkan
penurunan produksi eritrosit, leukosit dan trombosit (pansitopenia).
Sumsum tulang menunjukkan penurunan yang nyata pada selularitas.

2. Aplasia Eritrosit terjadi akibat adanya gangguan yang sering mengalami


remisi spontan atau sebagai respon terhadapa terapi kortikosteroid.
Aplasia eritrosit yang di dapat biasanya merupakan komplikasi
sementara yang terjadi pada anemi hemolitik kongental (misalnya
anemia sel sabit).
3. Anemia penggantian sumsum (leukoeritroblastik) akibar dari
terkenanya rongga sumsum tulang oleh neoplasma metastatik, limfoma
atau leukimia, penyakit granulomatosa diseminata (misalnya
tuberkulosis), ribrosa atau abses multipel memindahkan dan
menggantikan unsur-unsur sumsum normal. Penggantian sel-sel
sumsum yang berproliferse dengan derajat mamadai dapat
mengakibatkan anemia, leukopenia atau trombositopenia.
4. Anemia megaloblastik adalah bagian anemia makrositik yang terjadi
karena kelainan maturasi fase eritropoiesis dalam sumsum tulang.
Mengakibatkan prekursor eritroid membesar dan menunjukkan
kegagalan maturasi inti (Black J & Hawks J, 2014).
5. Anemia pernisiosa adalah bentuk anemia megaloblastik yang
disebabkan oleh kekurangan vitamin B12.
6. Anemia defisiensi besi adalah penyebab anemia tersering diseluruh
dunia. Anemia defisiensi besi sering terjadi karena infeksi cacing
tambang. Keseimbangan besi normal diatur terutama oleh perubahan
pada absorpsi besi dalam usus untuk menyesuaikan kehilangan zat besi
normal didalam tubuh akibat sekresi, sel-sel tereksfoliasi dan darah
menstruasi. Besi plasma berkompleksi dengan protein transferin
pengikat besi. Plasma normal memiliki transferin yang cukup (kapasitas
pengikat besi) untuk mengikat 250-400 µg besi desiliter darah. Pada
orang dewasa normal, sekitar 30% transfersin mengalami saturasi, besi
plasma normal adalah sebesar 50-150 µ/dl.
7. Anemia penyakit kronik terjadi akibat dari komplikasi penyakit kronik
(misal, infeksi kronik, penyakit kolagen dan neoplasma ganas). Anemia
pada kasus ini disebabkan oleh kegagalan pengankutan cadang besi
menuju plasma dan menuju eritrosit yang sedang berkembang. Han ini
menyebabkan kegagalan hemoglobinisasi dan anemia.
8. Anemia akibat gagal ginjal kronik biasanya terjadi pada pasien gagal
ginjal kronik karena mengalami anemia normokrom normositik yang
disebabkan oleh kegagaln sekresi eritropoietin normal oleh ginjal.
Sumsum tulang dapat menunujukkan hipoplasia ringan pada rangkaian
eritroid.
9. Anemia sideroblastik ditandai dengan gambaran eritrosit darah tepi
yang hiprokomik, mikrositik atau dimorfik. Gambaran darah tepi
dimorfik adalah gambaran yang memiliki campuran eritrosit hipokrom
mikrositik dan eritrosit hipokrom makrositik.
B. Anemia Akibat Kehilangan Darah
1. Kehilangan darah akut
Pendarahan akut mengakibatkan hilangnya darah lengkap dari
kompartemen vaskular, menyebabkan hipovolemia dan mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan perfusi organ vital. Pada fase
pendarahan akut, nilai darah meliputi jumlah eritrosit, hemoglobin, dan
hematorik adalah normal, karena jumlah yang hilang seimbang.
Kompensasi penting hipovolemia adalah retensi air dan elektrolit oleh
ginjal untuk memulihkan volume darah.
2. Kehilangan darah kronik
Pendarahan kronik pada awalnya dikompensasi oleh hiperplasia
eritroid sumsum tulang dan peningkatan produksi eritrosit. Hal ini
berlangsung hingga cadangan besi habis, yang pada saat itu defisiensi
besi menjegah kompensasi yang adekuat. Oleh karena itu, anemia yang
disebabkan oleh kehilangan darah kronik merupakan anemia defisiensi
besi dan dibahas dibawah judul tersebut.

C. Anemia hemolitik
Anemia hemolitik adalah kondisi dimana hancurnya eritrosit lebih
cepat dibandingkan dengan penbentukannya. Anemia hemolitik
disebabkan oleh peningkatan kecepatan destruksi eritrosit yang diikuti
dengan ketidakmampuan sumsum tulang dalam memproduksi sel eritrosit
untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit.
Penghancuran sel eritrosit yang berlebih dapat menyebabkan terjadinya
hiperplasi sumsum tulang shingga prosuksi sel eritrosit akan meningkat
dari angka normalnya. Hal ini terjadi apabila umur eritrosit kurang dari
120 hari menjadi 15-20 hari tanpa diikuti dengan anemia. Namun bila
sumsum tulang tidak mampu mengatasi kedaan tersebut akan
mengakibatkan anemia (Reni & Dwi. 2018).

D. Anemia hemolitik diperantarai imun


1. Anemia hemolitik autoimun adalah sekelompok penyakit yang
ditandai dengan hemolisis yang terjadi akibat adanya autoantibodi,
dengan spesififitas terhadap antigen golongan darah. Terikatnya
autoantibodi pada membram eritrosit dapat terjadi secara maksimal
pada suhu tubuh (37℃, antibodi hangat) atau pada 4℃ (antibodi
dingin).
2. Anemia hemolitik isoimun adalah anemia yang setiap eritrositnya
mengalami lisis akibat aktivitas antibodi individu pada tranfusi darah
(eritrosit donor yang tidak cocok dilisinya oleh antibodi di dalam
plasma resipien) maupun pada penyakit hemolisis bayi baru lahir
(eritrisot janinnya dilisis oleh antibodi maternal yang telah melewati
plasenta).

3. Klasifikasi
Anemia diklasifikasikan menjadi dua golongan, diantaranya yaitu:
Klasifikasi anemia berdasarkan etiologi. Anemia disebabkan oleh beberapa
faktor, diantaranya (Black J & Hawks J, 2014):
a. Penurunan produksi sel darah merah
Pembuatan sel darah merah akan terganggu apabila zat gizi yang
diperlukan tidak mencukupi. Usia sel darah merah pada umumnya 120 hari
dan jumlah sel darah merah harus dipertahankan. Zat yang dibutuhkan
oleh sumsum tulang untuk pembentukan hemoglobin antara lain yaitu
vitamin (B12, B6, C, E, asam folat tiamin, riboflavin, asam pantotenat),
protein, dan hormon (eritropoetin, androgen dan tiroksin). Prosuksi sel
darah merah dapat terganggu karena pencernaan yang tidak berfungsi
dengan baik (malabsorpsi) atau kelainan lambung sehingga zat gizi
penting tidak dapat diserap (Sudargo & Hidayati. 2018).
b. Peningkatan kecepatan penghancuran darah (hemolisis)
c. Kehilangan darah
Pada wanita dewasa biasanya kehilangan darah dalam jumlah banyak
terjadi karena menstruasi. Menstruasi menyebabkan kehilangan zat besi 1
mg/hari pada perempuan, sedangkan wanita hamil (aterm) sekitar 900mg
zat besi dibutuhkan oleh janin dan plasenta yang diperoleh dari ibu hamil
serta pendarahan waktu partus merupakan penyebab anemia paling sering
pada masa ini (Sudargo & Hidayati. 2018).

4. Patofisiologi
Transpor oksigen akan terganggu oleh anemia. Kurangnya hemoglobin atau
rendahnya jumlah sel darah merah, menyebabkan kurangnya pasokan oksigen ke
jaringan dan meyebabkan hipoksia. Tubuh berusaha mengompensasi hipoksia
jaringan dengan meningkatkan kecepatan produksi sel darah merah,
meningkatkan curah jantung dengan meningkatkan volume atau frekuensi
denyut jantung, distribusi ulang darah dari jaringan yang membutuhkan sedikit
oksigen ke daerah yang membutuhkan banyak oksigen, serta menggeser kurva
disosiasi hemoglobin oksigen ke arah kanan untuk mempermudah pelepaan
oksigen ke jaringan pada tekanan parsial oksigen yang sama (Black J & Hawks
J, 2014)

5. Tanda dan Gejala


Gejala anemia sangat bervariasi, tergantung pada penyebabnya. Penderita
anemia bisa mengalami gejala berupa:
 Lemas dan cepat Lelah
 Sakit kepala dan pusing
 Sering mengantuk, misalnya mengantuk setelah makan
 Kulit terlihat pucat atau kekuningan
 Detak jantung tidak teratur
 Napas pendek
 Nyeri dada
 Dingin di tangan dan kaki

6. Pemeriksaan Penunjang
 Tes labolatorium
Pemeriksaan laboratorium memiliki nilai yang besar pada diagnosasis
anemia, dan terapi sangat berguna dalam menentukan prognosis dan
pengambilan keputusan untuk intervensi spesifik.
 Kultur
Kultul dan uji resistensi bila diperlukan
 Terapi
Dengan diberikan obat Methylprednisolone

7. Penatalaksanaan
Dalam penangnanan anemia tujuan utamanya untuk menidentifikasi dan
perawatan yang dikarenakan terjadinya destruksi sel darah atau penurunan
produksi sel darah merah. Sedangkan penanganan pada pasien yang
mengalami hipovelemik antara lain:
1) pemberian tambahan oksigen, pemberian cairan intravena,
2) resusitasi pemberian cairan kristaloid dengan normal salin.
3) tranfusi kompenen darah sesuai indikator
Terapi yang diberikan pada pasien dengan anemia dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut (Black J & Hawks J, 2014):
1. Terapi Oksigen : diberikan kepada klien dengan anemia berat, karena
darah mengalami penurunan mengikuti oksigen. Oksigen dapat
mencegah hipoksia dan mengurangi beban jantung karena rendahnya
kadar HB
2. Eritripoetin : injeksi eritropoetin dari subkutan diberikan kepada pasien
anemia kronik, karena obat ini akan membantu meningkatkan produksi
sel darah merah. supaya terapi ini efektif, pasien diharuskankan
memiliki sumsul tulang yang normal dan asupan nutrisi yang memadai.
3. Penggantian zat besi : zat besi ni diberikan per oral pada kebuthan yang
segera atau pada saat kebutuhan tubuh diatas normal (biasanya pada
kehamilan). pemberian per oral ini dilakukan karena mudah dan
harganya yang relatif murah. Biasanya obat yang digunakan yaitu fero
sulfat (feosol) atau fero glukanat (fergon), 200-325 mg dosis dengan
melalui oral ¾ kali pemberian/hari setelah makan. konsumsi zat besi
dengan vitamin C akan membantu penyerapan dari zat besi. pasien
biasanya menerima suplementasi zat besi selama 6 bulan agar dapat
disimpan dalam tubuh. efek samping dari hal tersebut biasanya terjadi
mual, muntah, konstipasi atau diare dan feses berwarna hitam.
4. Terapi komponen darah: terapai ini digunakan untuk terapi penyakit
hematologi dan beberapa prosedur bedah yang bergantung pada
produksi darah. produksi darah yang didapatkan dari orang lain disebut
homolog, sedangkan prosuksi darah yang diinfuskan kembali daru
tubuh pasien sendiri disebut autolog.
8. Konsep Asuhan Keperawtan
a. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar
dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan
kesehatan dan keperawatan pasien, baik fisik, mental, sosial dan
lingkungan menurut (Dermawan, 2012). Pasien dengan penyakit anemia
biasanya keluhan yang paling khas adalah pusing, pucat, kelelahan dan
kelemahan. Pangkajian juga berisi data subjektif dan data objektif dari
pasien.
Data subjektif :
Data subjektif adalah deskripsi verbal pasien mengenai masalah
kesehatannya. Data subjektif diperoleh dari riwayat keperawatan
termasuk persepsi pasien, perasaan dan ide tentang status kesehatannya.
Contoh data subjektif anemia :
- Pasien mengatakan badanya lemes
- Pasien mengatakan kepalanya sakit seperti pusing yang berputar
putar
- Dst.
Data Objektif :
Hasil observasi atau pengukuran dari status kesehatan pasien. Data yang
di peroleh dariu perawat.
Contoh data objektif anemia :
- Pasien tampak pucat
- CRT pasien 4 detik
- Akral pasien dingin
- Turgor kulit menurun
- Dst.
b. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
Diagnosa Aktual :
- Perfusi Perifer tidak efektif
- Keletihan
- Defisit Nutrisi

Diagnosa Resiko

- Resiko Infeksi
- Resiko Defisit nutrisi

c. Rencana Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Luaran Keperawatan


Perfusi perifer tidak efektif Perfusi perifer (L.02011)
(D.0009) Diharapkan setelah dilakukan
tindakan keperawatan 3 x 24 jam,
diharapkan perfusi perifer
meningkat, dengan kriteria hasil :
1. Denyut nadi perifer
meningkat
2. Penyembuhan luka
meningkat
3. Warna kulit pucat menurun
4. Edema perifer menurun.
5. Nyeri ekstremitas menurun
6. Penurunan kelemahan otot
7. Kram otot menurun
8. Nekrosis menurun
9. Pengisian kapiler membaik
10. Akral membaik
11. Turgor kulit membaik
12. Tekanan darah sistolik
membaik
13. Tekanan arteri rata-rata
membaik
14. Parastesia menurun
Keletihan (D.0057) Tingkat Kelatihan (L.05046)
Diharapkan setelah dilakukan
tindakan keperawatan 3 x 24 jam,
diharapkan keletihan menurun,
dengan kriteria hasil :
1. Verbalisasi kepulihan energi
meningkat
2. Kemampuan melakukan
aktivitas rutin meningkat
3. Tenaga meningkat
4. Lesu menurun
5. Sakit kepala menurun
6. Pola istirahat membaik
7. Pola napas membaik
Defisit Nutrisi (D.0019) Status Nutrisi (L.03030)
Diharapkan setelah dilakukan
tindakan keperawatan 3 x 24 jam,
diharapkan status nutrisi meningkat,
dengan kriteria hasil :
1. Pola makan yang di
habiskan meningkat
2. Berat badan atau IMT
meningkat
3. Frekuansi makan meningkat
4. Nafsu makan meningkat
5. Perasaan cepat kenya
menurun
Resiko
Resiko Infeksi (D.0142) Tingkat Infeksi (L.14137)
Diharapkan setelah dilakukan
tindakan keperawatan 3 x 24 jam,
diharapkan status nutrisi meningkat,
dengan kriteria hasil :
1. Demam menurun
2. Kemerahan menurun
3. Nyeri menurun
4. Bengkak menurun
5. Kadar sel darah putih
membaik
Resiko Defisit Nutrisi (D.0032) Status Nutrisi (L.03030)
Diharapkan setelah dilakukan
tindakan keperawatan 3 x 24 jam,
diharapkan status nutrisi meningkat,
dengan kriteria hasil :
1. Pola makan yang di
habiskan meningkat
2. Berat badan atau IMT
meningkat
3. Frekuansi makan meningkat
4. Nafsu makan meningkat
5. Perasaan cepat kenyang
menurun

d. Rencana Intervensi
Diagnosa Intervensi Rasional
Keperawatan Keperawatan
Perfusi perifer Observasi : 1. Untuk mengetahui
tidak efektif 1. Periksa sirkulasi sirkulasi perifernya
(D.0009) perifer normal atau tidak
2. Monitor Panas, 2. Untuk mengetahui
kemerahan, nyeri, apakah ada infeksi atau
atau bengkak pada tidak
ekstremitas 3. Untuk menghindari
Terapiutik pecah pembuluh darah
3. Hindari pemasangan 4. Untuk menghindari
infus atau cedera fisik
pengambilan darah di 5. Untuk terhindar dari
area keterbatasan infeksi
perfusi 6. Agar kulit tidak
4. Hindari pemasangan kering
dan penekanan 7. Untuk menjaga
torniquet pada area stamina tubuh, dan
yang cedera melancarkan peredaran
5. Lakukan pencegahan darah
infeksi 8. Agar kulit terawat
6. Lakukan hidrasi 9. Untuk memperbaiki
gizi tubuh
Edukasi : 10. Untuk mencegah
7. Anjurkan Olahraga terjadinya cedera
rutin
8. Ajarkan melakukan
perawatan kulit
9. Ajarkan program
diet untuk
memperbaiki
sirkulasi
10. Informasikan tanda
dan gejala darurat
yang harus di
laporkan
Keletihan Observasi : 1. Untuk mengetahui
(D.0057) 1. Identifikasi kesiapan kesiapan pasien
dan kemampuan dalam menerima
menerima informasi materi
2. Untuk memudahkan
Terapeutik pasien megerti
2. Sediakan materi dan 3. Agar pasien lebih
media pengaturan terjadwal aktivitas
aktivitas dan istirahat rutinnya
3. Jadwalkan pemberian 4. Agar pasien lebih
pendidikan kesehatan paham
sesuai kesepakatan 5. Untuk melancarkan
4. Berikan kesempatan pereedaran darah
kepada pasien dan 6. Agar pasien
keluarga untuk melakukan hal hal
bertanya yang aktif
7. Agar kegiatannya
Edukasi : bisa dilakukan
5. Jelaskan pentingnya secara rutin
melakukan aktivitas 8. Untuk mengetahui
fisik kegiatan yang
6. Anjurkan terlibat sesuai dengan
dalam aktivitas kemampuan
kelompok
7. Anjurkan menyusun
jadwal aktivitas dan
istirahat
8. Ajarkan cara
mengidentifikasi
target dan jenis
aktivitas
sesuai kemampuan
Defisit Nutrisi Observasi : 1. Untuk mengetahui
(D.0019) 1. Identifikasi status status nutrisi
nutrisi 2. Untuk mengetahui
2. Identifikasi alergi alergi pasien
dan intoleransi 3. Agar nutrisi
makanan terpenuhi
3. Identifikasi perlunya 4. Untuk mengetahui
penggunaan selang asupan makanan
nasogastric sehari hari
4. Monitor asupan 5. Untuk mengetahui
makanan bb pasien
5. Monitor berat badan 6. Untuk menjaga
kebersihan mulut
Terapeutik: pasien
6. Lakukan oral 7. Agar pasien
hygiene sebelum nyaman
makan, Jika perlu 8. Agar tidak
Sajikan makanan tersedak
secara menarik dan 9. Agar pasien cepat
suhu yang sesuai pulih
7. Hentikan pemberian 10. Untuk mengetahui
makanan melalui gizi pasien
selang nasogastric
jika asupan oral
dapat ditoleransi

Edukasi
8. Anjurkan posisi
duduk, jika mampu
9. Ajarkan diet yang
diprogramkan

Kolaborasi
10. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan
Resiko Infeksi Observasi : 1. Untuk mencegah
(D.0142) 1. Monitor tanda gejala terjadinya infeksi
infeksi lokal dan 2. Untuk mencegah
sistemik Remah terjadinya cedera
tambahan dan
Terapeutik infeksi
2. Batasi jumlah 3. Untuk mencegah
pengunjung Berikan infeksi
perawatan kulit pada 4. Untuk Mengetahui
daerah edema tentang infeksi
3. Cuci tangan sebelum 5. Untuk mengetahui
dan sesudah kontak tanda tanda infeksi
dengan pasien dan 6. Untuk
lingkungan pasien memperbaiki imun
Pertahankan teknik
aseptik pada pasien
berisiko tinggi

Edukasi
4. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
5. Ajarkan cara
memeriksa luka
6. Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan
membaik
Resiko Defisit Observasi : 1. Untuk mengethaui
Nutrisi (D.0032) 1. Monitor asupan dan nutrisi yang masuk
keluamya makanan ke tubuh
dan cairan serta 2. Untuk
kebutuhan kalori mengetahuiapakah
2. Timbang tubuh ada penurunan
Anda secara rutin aatau kenaikan bb
3. Diskusikan perilaku 3. Untuk
makan dan jumlah mengidentifikasi
aktivitas fisik perilaku makan
(termasuk olahrga) 4. Agar mengetahui
yang sesuai kontak perilaku
4. Lakukan kontak 5. Untuk mengetahui
perilaku (mis target berapa nutrisi yang
berat badan, di keluarkan\
tanggung jawab 6. Agar pasien lebih
perilaku) semangat
5. Didampingi ke 7. Untuk menambah
kamar mandi untuk semangat pasien
pengamatan perilaku 8. Agar pola makan
memuntahkan dan nutrisi terjaga
kembali makanan 9. Agar bisa
6. Berikan penguatan melakukannya
positif terhadap secara rutin
keberhasilan target 10. Agar makannya
dan perubahan teratur dan sehat
perlaku 11. Agar makannya
7. Berikan konsekuensi habis
jika tidak mencapai 12. Untuk mengetahui
target sesuai kontrak gizi yang
8. Rencanakan diperlukan
program pengobatan
untuk perawatan
dirumah (mis medis
konseling)
Edukasi
9. Anjurkan membuat
catatan harian
tentang perasaan dan
situai pemicu
pengeluaran
makanan (mis
pengeluaran yang
disengaja, muntah,
aktivitas berlebihan)
10. Ajarkan pengaturan
diet yang tepat
11. Ajarkan
keterampilan koping
untuk penyelesaian
madah perlaku
makan

Kolaborasi
12. Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang
target berat badan
kebutuhan kalon
dan pilihan makanan
DAFTAR PUSTAKA

DPP PPNI (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta : II


DPP PPNI (2016). Stabdar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta :
III
DPP PPNI (2018). Standart Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta : II
Black, Joyce M & Hawks, Jane Hokanson. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8,
Jilid

3 Elsevier. Singapura : PT Salemba Medika.

Soebroto, L (2010), Cara Mudah Mengatasi Problem Anemia, Yogyakarta, Bangkit

Astutik,Reni Yuli; Ertiana, Dwi. (2018). Anemia dalam Kehamilan. Jawa Timur: Pustaka

Abadi

Dermawan, D. (2012). Proses Keperawatan Penerapan Konsep & Kerangka Kerja (1st
ed.).

Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Anda mungkin juga menyukai