Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA

A. Pengertian Penyakit Anemia


Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar
hemoglobin (Hb) atau hematokrit (Ht) dibawah normal. Anemia menunjukkan
suatu status penyakit atau perubahan fungsi tubuh (Smeltzer, 2001).Anemia
merupakan keadaan dimana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin yang
beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan
tubuh. Secara laboratoris, anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar
hemoglobin serta hitung eritrosit dan hematokrit dibawah normal (Handayani
& Andi, 2008).

Batasan umum seseorang dikatakan anemia dapat menggunakan kriteria WHO


pada tahun 1968, dengan kriteria sebagai berikut (Handayani & Andi, 2008):
1. Laki-laki dewasa Hb < 13 gr/dl
2. Perempuan dewasa tidak hamil Hb < 12 gr/dl
3. Perempuan dewasa hamil Hb < 11 gr/dl
4. Anak usia 6-14 tahun Hb < 12 gr/dl
5. Anak usia 6 bulan – 6 tahun Hb < 11 gr/dl

Untuk kriteria anemia di klinik, rumah sakit, atau praktik klinik pada
umumnya dinyatakan anemia bila terdapat nilai sebagai berikut (Handayani &
Andi, 2008):
1. Hb < 10 gr/dl
2. Hematokrit < 30%
3. Eritrosit < 2,8 juta/mm2

Derajat anemia ditentukan oleh kadar Hb. Klasifikasi derajat anemia yang
umum dipakai adalah (Handayani & Andi, 2008):
1. Ringan sekali Hb 10 gr/dl – 13 gr/dl
2. Ringan Hb 8 gr/dl – 9,9 gr/dl
3. Sedang Hb 6 gr/dl – 7,9 dr/dl

1
4. Berat Hb < 6 gr/dl

B. Klasifikasi Penyakit Anemia


Menurut Baughman (2000), klasifikasi anemia adalah:
1. Anemia Aplastik
Anemia aplastik (hipoproliferatif) disebabkan oleh penurunan pada
prekusor sel-sel sumsum tulang dan penggantian sumsum dengan lemak.
Anemia ini dapat disebabkan oleh kongenital atau didapat, idiopati
akibat dari infeksi tertentu, obat-obatan dan zat kimia, serta kerusakan
akibat radiasi. Penyembuhan sempurna dan cepat mungkin dapat
diantisipasi jika pemajanan pada pasien dihentikan secara dini.Jika
pemajanan tetap berlangsung setelah terjadi tanda-tanda hipoplasi,
depresi sumsum tulang hampir dapat berkembang menjadi gagal
sumsum tulang dan irreversible.
2. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah kondisi dimana kandungan besi dalam
tubuh menurun dibawah kadar normal. Zat besi yang tidak adekuat
menyebabkan berkurangnya sintesis Hb sehingga menghambat proses
pematangan eritrosit. Ini merupakan tipe anemia yang paling
umum.Anemia ini dapat ditemukan pada pria dan wanita pasca
menopause karena perdarahan (misal, ulkus, gastritis, tumor
gastrointestinal), malabsopsi atau diit sangat tinggi serat (mencegah
absorpsi besi).Alkoholisme kronis juga dapat menyebabkan masukan
besi yang tidak adekuat dan kehilangan besi melalui darah dari saluran
gastrointestinal.
3. Anemia Megaloblastik (Defisiensi Vitamin B 12 dan Defisiensi Asam
Folat)
Anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B 12 dan defisiensi asam
folat memperlihatkan perubahan-perubahan sumsum tulang dan darah
perifer yang identik.Defisiensi vitamin B12 sangat jarang terjadi tetapi
dapat terjadi akibat ketidakadekuatan masukan pada vegetarian yang
ketat, kegagalan absorpsi saluran gantrointestinal, penyakit yang
melibatkan ilium atau pankreas yang dapat merusak absorpsi vitamin

2
B12. Tanpa pengobatan pasien akan meninggal setelah beberapa tahun,
biasanya akibat gagal jantung kongesti sekunder akibat dari anemia.
Sedangkan defisiensi asam folat terjadi karena asupan makanan yang
kurang gizi asam folat, terutama dapat ditemukan pada orang tua,
individu yang jarang makan sayuran dan buah,alkoholisme, anoreksia
nervosa, pasien hemodialisis.
4. Anemia Sel Sabit
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitik berat yang diakibatkan oleh
defek molekul Hb dan berkenaan dengan serangan nyeri.Anemia ini
ditemukan terutama pada orang Mediterania dan populasi di Afrika,
serta terutama pada orang-orang kulit hitam.Anemia sel sabit merupaka
gangguan resesif otosom yang disebabkan oleh pewarisan dua salinan
gen hemoglobin defektis, satu buah dari masing-masing orang
tua.Hemoglobin yang cacat itu disebut hemoglobin S (HbS), menjadi
kaku dan membentuk konfigurasi seperti sabit apabila terpajan oksigen
berkadar rendah.
5. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses
hemolysis, yaitu pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum
waktunya. Anemia hemolitik adalah jenis yang tidak sering dijumpai,
tetapi bila dijumpai memerlukan pendekatan diagnostik yang tepat.
Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh anemia sel sabit, malaria,
penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, dan reaksi transfuse.

C. Etiologi Penyakit Anemia


Menurut Price & Wilson (2005) penyebab anemia dapat dikelompokan
sebagai berikut:
1. Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena:
a. Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemi difisiensi Fe,
Thalasemia, dan anemi infeksi kronik.
b. Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrien yang dapat
menimbulkan anemi pernisiosa dan anemi asam folat.

3
c. Fungsi sel induk (stem sel) terganggu , sehingga dapat menimbulkan
anemia aplastik dan leukemia.
d. Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma.
2. Kehilangan darah
a. Akut karena perdarahan atau trauma atau kecelakaan yang terjadi
secara mendadak.
b. Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia.
3. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis)
Hemolisis dapat terjadi karena:
a. Faktor bawaan, misalnya, kekurangan enzim G6PD (untuk mencegah
kerusakan eritrosit.
b. Faktor yang didapat, yaitu adanya bahan yang dapat merusak
eritrosit misalnya, ureum pada darah karena gangguan ginjal atau
penggunaan obat acetosal.
4. Bahan baku untuk pembentukan eritrosit tidak ada
Bahan baku yang dimaksud adalah protein , asam folat, vitamin B12, dan
mineral Fe. Sebagian besar anemia anak disebabkan oleh kekurangan satu
atau lebih zat gizi esensial (zat besi, asam folat, B12) yang digunakan
dalam pembentukan sel-sel darah merah. Anemia bisa juga disebabkan
oleh kondisi lain seperti penyakit malaria, infeksi cacing tambang.

D. Patofisiologi Penyakit Anemia

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang


atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya.Kegagalan sumsum
tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor,
atau akibat penyebab yang tidak diketahui.Lisis sel darah merah terjadi dalam
sel fagositik atau dalam sistem retikulo endothelial, terutama dalam hati dan
limpa. Sebagai hasil sampingan dari proses tersebut, bilirubin yang terbentuk
dalam fagositi akan memasuki aliran darah. Apabila sel darah merah
mengalami penghancuran dalam sirkulasi, maka hemoglobin akan muncul
dalam plasma. Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas hemoglobin
plasma, makan hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan ke

4
dalam urin. Pada dasarnya gejala anemia timbul karena dua hal, yaitu anoksia
organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh
darah ke jaringan dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia.
Kombinasi kedua penyebab ini akan menimbulkan gejala yang disebut
sindrom anemia (Handayani & Andi, 2008).

Berdasarkan proses patofisiologi terjadinya anemia, dapat digolongkan pada


tiga kelompok (Edmundson, 2013 dalam Rokim dkk, 2014):
1. Anemia akibat produksi sel darah merah yang menurun atau gagal
Pada anemia tipe ini, tubuh memproduksi sel darah yang terlalu sedikit
atau sel darah merah yang diproduksi tidak berfungsi dengan baik.Hal ini
terjadi akibat adanya abnormalitas sel darah merah atau kekurangan
mineral dan vitamin yang dibutuhkan agar produksi dan kerja dari
eritrosit berjalan normal. Kondisi kondisi yang mengakibatkan anemia ini
antara lain sickle cell anemia, gangguan sumsum tulang dan stem cell,
anemia defisiensi zat besi, vitamin B12, dan Folat, serta gangguan
kesehatan lain yang mengakibatkan penurunan hormon yang diperlukan
untuk proses eritropoesis.
2. Anemia akibat penghancuran sel darah merah
Bila sel darah merah yang beredar terlalu rapuh dan tidak mampu
bertahan terhadap tekanan sirkulasi maka sel darah merah akan hancur
lebih cepat sehingga menimbulkan anemia hemolitik. Penyebab anemia
hemolitik yang diketahui atara lain:
a. Keturunan, seperti sickle cell anemia dan thalassemia.
b. Adanya stressor seperti infeksi, obat obatan, bisa hewan, atau
beberapa jenis makanan.
c. Toksin dari penyakit liver dan ginjal kronis.
d. Autoimun.
e. Pemasangan graft, pemasangan katup buatan, tumor, luka bakar,
paparan kimiawi, hipertensi berat, dan gangguan thrombosis.

5
Mutasi sel eritrosit/perubahan pada sel eritrosit

Antigesn pada eritrosit berubah

Dianggap benda asing oleh tubuh

sel darah merah dihancurkan oleh limposit

Anemia hemolisis

3. Anemia akibat kehilangan darah


Anemia ini dapat terjadi pada perdarahan akut yang hebat ataupun pada
perdarahan yang berlangsung perlahan namun kronis. Perdarahan kronis
umumnya muncul akibat gangguan gastrointestinal (misal ulkus,
hemoroid, gastritis, atau kanker saluran pencernaan), penggunaan obat
obatan yang mengakibatkan ulkus atau gastritis (misal OAINS),
menstruasi, dan proses kelahiran.

E. Tanda dan Gejala Penyakit Anemia


Menurut Baughman (2000), tanda dan gejala dari anemia, meliputi:
1. Lemah, Letih, Lesu, Lelah, Lunglai (5L).
2. Sering mengeluhkan pusing dan mata berkunang-kunang.
3. Gejala lebih lanjut, adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak
tangan menjadi pucat.

Sedangkan menurut Handayani & Andi (2008), tanda dan gejala anemia
dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu sebagai berikut:
1. Gejala umum anemia
Gejala umum anemia atau dapat disebur juga sindrom anemia adalah
gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar Hb yang sudah
menurun di bawah titik tertentu. Gejala-gejala tersebut dapat
diklasifikasikan menurut organ yang terkena, yaitu:
a. Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak
nafas saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.

6
b. Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilatas, lesu, serta perasaan
dingin pada ekstremitas.
c. Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
d. Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit
menurun, serta rambut tipis dan halus.
2. Gejala khas masing-masing anemia
Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah
sebagai berikut:
a. Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis
angularis, keletihan, kebas dan kesemutan pada ekstremitas
b. Anemia defisiensi asam folat: lidah merah (buffy tongue).
c. Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
d. Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda
infeksi.
3. Gejala akibat penyakit yang mendasari
Gejala ini timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersbut.
Misalnya anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang
berat akan menimbulkan gejala seperti pembesaran parotis dan telapak tangan
berwatna kuning seperti jerami.

F. Pemeriksaan Penunjang Penyakit Anemia


Pemeriksaa penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan diagnose
anemia adalah (Handayani & Andi, 2008):
1. Pemeriksaan laboratorium hematologis
a. Tes penyaring: dilakukan pada tahap awal pada setiap kasus anemia.
Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen,
seperti kadar hemoglobin, indeks eritrosit (MCV, MCH, dan
MCHC), asupan darah tepi.
b. Pemeriksaan rutin: untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit
dan trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju endap
darah (LED), hitung diferensial, dan hitung retikulosit.

7
c. Pemeriksaan sumsum tulang: dilakukan pada kasus anemia dengan
diagnosis definitive meskipun ada beberapa kasus diagnosisnya
tidak memerlukan pemeriksaan sumsum tulang.
2. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis
a. Faal ginjal
b. Faal endokrin
c. Asam urat
d. Faat hati
e. Biakan kuman
3. Pemeriksaan penunjang lain
a. Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan hispatologi.
b. Radiologi: torak, bone survey, USG, atau limfangiografi.
c. Pemeriksaan sitogenetik.
d. Pemeriksaan biologi molekuler (PCR: polymerase chain reaction,
FISH: fluorescence in situ hybridization).

G. Penatalaksanaan Penyakit Anemia


Penatalaksanaan yang tepat dilakukan untuk pasien anemia sesuai jenisnya,
dapat dilakukan dengan (Baughman, 2000):
1. Anemia Aplastik
a. Transplantasi sumsum tulang.
b. Pemberian terapi imunosupresif dengan globulin antitimosit (ATG).
c. Hentikan semua obat yang menyebabkan anemia tersebut.
d. Cegah timbulnya gejala-gejala dengan melakukan transfuse sel-sel
darah merah dan trombosit.
e. Lindungi pasien yang rentan terhadap leukopenia dari kontak dengan
orang-orang yang menderita infeksi.

2. Anemia defisiensi besi

a. Teliti sumber penyebab yang mungkin dapat berupa malignasi


gastrointestinal, fibroid uteri, atau kanker yang dapat disembuhkan.
b. Lakukan pemeriksaan feses untuk mengetahui darah samar.

8
c. Berikan preparat besi orang yang diresepkan.
d. Hindari tablet dengan salut enteric, karena diserap dengan buruk.
e. Lanjutkan terapi besi sampai setahun setelah perdarahan terkontrol.

3. Anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat)

a. Anemia defisiensi vitamin B12:


1) Pemberian suplemen vitamin atau susu kedelai difortifikasi
(pada vege tarian ketat).
2) Suntikan vitamin B12 secara IM untuk kelainan absorpsi atau
tidak terdapatnya faktor-faktor instriksik.
3) Cegah kambuhan dengan vitamin B 12 selama hidup untuk pasien
anemia pernisiosa atau malabsorpsi yang tidak dapat diperbaiki.
b. Anemia defisiensi asam folat:
1) Pemberian diit nutrisi dan 1 mg gram asam folat setiap hari.
2) Asam folat IM untuk sindrom malabsorpsi.
3) Asam folat oral diberikan dalam bentuk tablet (kecuali vitamin
prenatal).

4. Anemia sel sabit

a. Arus utama terapi adalah hidrasi dan analgesia.


b. Hidrasi dengan 3-5L cairan intravena dewasa per hari.
c. Berikan dosis adekuat analgesik narkotik.
d. Gunakan obat anti inflamasi non steroid untuk nyeri yang lebih
ringan.
e. Transfusi dipertahankan untuk krisis aplastik, krisis yang tidak
responsive terhadap terapi, pada preoperasi untuk mengencerkan
darah sabit, dan kadang-kadang setengah dari masa kehamilan untuk
mencegah krisis.

9
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, D. C. (2000). Keperawatan medikal bedah: buku saku untuk Brunner


dan Suddarth. Jakarta: EGC.
Handayani, W., Andi, S. H. (2008). Buku ajar asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan siste hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Price, S. A., Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta: EGC.
Rokim, K. F., Eka, Y., Firdaus, W. (2014). Hubungan usia dan status nutrisi
terhadap kejadian anemia pada pasien kanker kolorektal. (Karya Tulis
Ilmiah). Malang: Universitas Diponegoro.
Smeltzer, S. C. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner &
Suddart. Jakarta: EGC.

10

Anda mungkin juga menyukai