Anda di halaman 1dari 240

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN TN. A DENGAN DIAGNOSA ANEMIA


DI RUANG TERATAI RS AMELIA PARE

DI SUSUN OLEH :

DWI RORI FAJAROTIN


(NIM : 201801126)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KARYA HUSADA
2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY. W


DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIABETES MELITUS
DI RUANG TERATAI RS AMELIA PARE

Mengetahui,

Dwi Rori Fajarotin


(202006105)

Pembimbing Klinik, Pembimbing Akademik

(Mardiani, S.Kep., Ns) (Melani K.S., S.Kep., Ns., M.Kep)


A. Pengertian
Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar
hemoglobin (Hb) atau hematokrit (Ht) dibawah normal. Anemia menunjukkan suatu
status penyakit atau perubahan fungsi tubuh (Smeltzer, 2001).Anemia merupakan
keadaan dimana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin yang beredar tidak
memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara
laboratoris, anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar hemoglobin serta
hitung eritrosit dan hematokrit dibawah normal (Handayani & Andi, 2008).
Batasan umum seseorang dikatakan anemia dapat menggunakan kriteria WHO
pada tahun 1968, dengan kriteria sebagai berikut (Handayani & Andi, 2008):
• Laki-laki dewasa Hb < 13 gr/dl
• Perempuan dewasa tidak hamil Hb < 12 gr/dl
• Perempuan dewasa hamil Hb < 11 gr/dl
• Anak usia 6-14 tahun Hb < 12 gr/dl
• Anak usia 6 bulan – 6 tahun Hb < 11 gr/dl

Untuk kriteria anemia di klinik, rumah sakit, atau praktik klinik pada umumnya
dinyatakan anemia bila terdapat nilai sebagai berikut (Handayani & Andi, 2008):
• Hb < 10 gr/dl
• Hematokrit < 30%
2
• Eritrosit < 2,8 juta/mm

Derajat anemia ditentukan oleh kadar Hb. Klasifikasi derajat anemia yang umum
dipakai adalah (Handayani & Andi, 2008):
• Ringan sekali Hb 10 gr/dl – 13 gr/dl
• Ringan Hb 8 gr/dl – 9,9 gr/dl
• Sedang Hb 6 gr/dl – 7,9 dr/dl
• Berat Hb < 6 gr/dl
B. Klasifikasi
.
Menurut Baughman (2000), klasifikasi anemia adalah:
1. Anemia Aplastik
Anemia aplastik (hipoproliferatif) disebabkan oleh penurunan pada
prekusor sel-sel sumsum tulang dan penggantian sumsum dengan lemak.
Anemia ini dapat disebabkan oleh kongenital atau didapat, idiopati akibat
dari infeksi tertentu, obat-obatan dan zat kimia, serta kerusakan akibat
radiasi. Penyembuhan sempurna dan cepat mungkin dapat diantisipasi jika
pemajanan pada pasien dihentikan secara dini.Jika pemajanan tetap
berlangsung setelah terjadi tanda-tanda hipoplasi, depresi sumsum tulang
hampir dapat berkembang menjadi gagal sumsum tulang dan irreversible.
2. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah kondisi dimana kandungan besi dalam tubuh
menurun dibawah kadar normal. Zat besi yang tidak adekuat menyebabkan
berkurangnya sintesis Hb sehingga menghambat proses pematangan
eritrosit. Ini merupakan tipe anemia yang paling umum.Anemia ini dapat
ditemukan pada pria dan wanita pasca menopause karena perdarahan
(misal, ulkus, gastritis, tumor gastrointestinal), malabsopsi atau diit sangat
tinggi serat (mencegah absorpsi besi).Alkoholisme kronis juga dapat
menyebabkan masukan besi yang tidak adekuat dan kehilangan besi melalui
darah dari saluran gastrointestinal.
3. Anemia Megaloblastik (Defisiensi Vitamin B12 dan Defisiensi Asam Folat)
Anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam
folat memperlihatkan perubahan-perubahan sumsum tulang dan darah
perifer yang identik.Defisiensi vitamin B12 sangat jarang terjadi tetapi dapat
terjadi akibat ketidakadekuatan masukan pada vegetarian yang ketat,
kegagalan absorpsi saluran gantrointestinal, penyakit yang melibatkan ilium
atau pankreas yang dapat merusak absorpsi vitamin B12. Tanpa pengobatan
pasien akan meninggal setelah beberapa tahun, biasanya akibat gagal
jantung kongesti sekunder akibat dari anemia. Sedangkan defisiensi asam
folat terjadi karena asupan makanan yang kurang gizi asam folat, terutama
dapat ditemukan pada orang tua, individu yang jarang makan sayuran dan
buah,alkoholisme, anoreksia nervosa, pasien hemodialisis.
4. Anemia Sel Sabit
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitik berat yang diakibatkan oleh defek
molekul Hb dan berkenaan dengan serangan nyeri.Anemia ini ditemukan
terutama pada orang Mediterania dan populasi di Afrika, serta terutama pada
orang-orang kulit hitam.Anemia sel sabit merupaka gangguan resesif otosom
yang disebabkan oleh pewarisan dua salinan gen hemoglobin defektis, satu
buah dari masing-masing orang tua.Hemoglobin yang cacat itu disebut
hemoglobin S (HbS), menjadi kaku dan membentuk konfigurasi seperti
sabit apabila terpajan oksigen berkadar rendah.
5. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolysis,
yaitu pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya.
Anemia hemolitik adalah jenis yang tidak sering dijumpai, tetapi bila
dijumpai memerlukan pendekatan diagnostik yang tepat. Anemia hemolitik
dapat disebabkan oleh anemia sel sabit, malaria, penyakit hemolitik pada
bayi baru lahir, dan reaksi transfuse.

C. Etiologi
Menurut Price& Wilson (2005) penyebab anemia dapat dikelompokan sebagai
berikut:
1. Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena:
a. Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemi difisiensi Fe,
Thalasemia, dan anemi infeksi kronik.
b. Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrien yang dapat
menimbulkan anemi pernisiosa dan anemi asam folat.
c. Fungsi sel induk (stem sel) terganggu , sehingga dapat menimbulkan
anemia aplastik dan leukemia.
d. Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma.
2. Kehilangan darah
a. Akut karena perdarahan atau trauma atau kecelakaan yang terjadi secara
mendadak.
b. Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia.
3. Meningkatnya pemecahan eritrosit
(hemolisis) Hemolisis dapat terjadi karena:
a. Faktor bawaan, misalnya, kekurangan enzim G6PD (untuk mencegah
kerusakan eritrosit.
b. Faktor yang didapat, yaitu adanya bahan yang dapat merusak eritrosit
misalnya, ureum pada darah karena gangguan ginjal atau penggunaan
obat acetosal.
4. Bahan baku untuk pembentukan eritrosit tidak ada
Bahan baku yang dimaksud adalah protein , asam folat, vitamin B12, dan
mineral Fe. Sebagian besar anemia anak disebabkan oleh kekurangan satu
atau lebih zat gizi esensial (zat besi, asam folat, B12) yang digunakan dalam
pembentukan sel-sel darah merah. Anemia bisa juga disebabkan oleh kondisi
lain seperti penyakit malaria, infeksi cacing tambang.

D. Tanda Gejala
Menurut Baughman (2000), tanda dan gejala dari anemia, meliputi:
1. Lemah, Letih, Lesu, Lelah, Lunglai (5L).
2. Sering mengeluhkan pusing dan mata berkunang-kunang.
3. Gejala lebih lanjut, adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak
tangan menjadi pucat.

Sedangkan menurut Handayani & Andi (2008), tanda dan gejala anemia dibagi
menjadi tiga golongan besar, yaitu sebagai berikut:
1. Gejala umum anemia
Gejala umum anemia atau dapat disebur juga sindrom anemia adalah gejala
yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar Hb yang sudah menurun di
bawah titik tertentu. Gejala-gejala tersebut dapat diklasifikasikan menurut
organ yang terkena, yaitu:
• Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak
nafas saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
• Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilatas, lesu, serta perasaan
dingin pada ekstremitas.
• Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
• Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun,
serta rambut tipis dan halus.
2. Gejala khas masing-masing anemia
Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah
sebagai berikut:
• Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis,
keletihan, kebas dan kesemutan pada ekstremitas
• Anemia defisiensi asam folat: lidah merah (buffy tongue).
• Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
• Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi.
3. Gejala akibat penyakit yang mendasari
Gejala ini timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersbut.
Misalnya anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing
tambang berat akan menimbulkan gejala seperti pembesaran parotis dan
telapak tangan berwatna kuning seperti jerami.

E. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya.Kegagalan sumsum tulang
dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau akibat
penyebab yang tidak diketahui.Lisis sel darah merah terjadi dalam sel fagositik atau
dalam sistem retikulo endothelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil
sampingan dari proses tersebut, bilirubin yang terbentuk dalam fagositi akan
memasuki aliran darah. Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam
sirkulasi, maka hemoglobin akan muncul dalam plasma. Apabila konsentrasi
plasmanya melebihi kapasitas hemoglobin plasma, makan hemoglobin akan
berdifusi dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urin. Pada dasarnya gejala anemia
timbul karena dua hal, yaitu anoksia organ target karena berkurangnya jumlah
oksigen yang dapat dibawa oleh darah ke jaringan dan mekanisme kompensasi tubuh
terhadap anemia. Kombinasi kedua penyebab ini akan menimbulkan gejala yang
disebut sindrom anemia (Handayani & Andi, 2008).
Berdasarkan proses patofisiologi terjadinya anemia, dapat digolongkan pada tiga
kelompok (Edmundson, 2013 dalam Rokim dkk, 2014):
1. Anemia akibat produksi sel darah merah yang menurun atau gagal
Pada anemia tipe ini, tubuh memproduksi sel darah yang terlalu sedikit atau sel
darah merah yang diproduksi tidak berfungsi dengan baik.Hal ini terjadi akibat
adanya abnormalitas sel darah merah atau kekurangan mineral dan vitamin yang
dibutuhkan agar produksi dan kerja dari eritrosit berjalan normal. Kondisi
kondisi yang mengakibatkan anemia ini antara lain sickle cell anemia, gangguan
sumsum tulang dan stem cell, anemia defisiensi zat besi, vitamin B12, dan
Folat, serta gangguan kesehatan lain yang mengakibatkan penurunan hormon
yang diperlukan untuk proses eritropoesis.
2. Anemia akibat penghancuran sel darah merah
Bila sel darah merah yang beredar terlalu rapuh dan tidak mampu bertahan
terhadap tekanan sirkulasi maka sel darah merah akan hancur lebih cepat
sehingga menimbulkan anemia hemolitik. Penyebab anemia hemolitik yang
diketahui atara lain:
a. Keturunan, seperti sickle cell anemia dan thalassemia.
b. Adanya stressor seperti infeksi, obat obatan, bisa hewan, atau beberapa
jenis makanan.
c. Toksin dari penyakit liver dan ginjal kronis.
d. Autoimun.
e. Pemasangan graft, pemasangan katup buatan, tumor, luka bakar,
paparan kimiawi, hipertensi berat, dan gangguan thrombosis.

Mutasi sel eritrosit/perubahan pada sel eritrosit



Antigesn pada eritrosit berubah

Dianggap benda asing oleh tubuh

sel darah merah dihancurkan oleh limposit

Anemia hemolisis

3. Anemia akibat kehilangan darah


Anemia ini dapat terjadi pada perdarahan akut yang hebat ataupun pada
perdarahan yang berlangsung perlahan namun kronis. Perdarahan kronis
umumnya muncul akibat gangguan gastrointestinal (misal ulkus, hemoroid,
gastritis, atau kanker saluran pencernaan), penggunaan obat obatan yang
mengakibatkan ulkus atau gastritis (misal OAINS), menstruasi, dan proses
kelahiran.

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaa penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan diagnose
anemia adalah (Handayani & Andi, 2008):
1. Pemeriksaan laboratorium hematologis
• Tes penyaring: dilakukan pada tahap awal pada setiap kasus anemia.
Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen,
seperti kadar hemoglobin, indeks eritrosit (MCV, MCH, dan MCHC),
asupan darah tepi.
• Pemeriksaan rutin: untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit
dan trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju endap darah
(LED), hitung diferensial, dan hitung retikulosit.
• Pemeriksaan sumsum tulang: dilakukan pada kasus anemia dengan
diagnosis definitive meskipun ada beberapa kasus diagnosisnya tidak
memerlukan pemeriksaan sumsum tulang.
2. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis
• Faal ginjal
• Faal endokrin
• Asam urat
• Faat hati
• Biakan kuman
3. Pemeriksaan penunjang lain
• Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan hispatologi.
• Radiologi: torak, bone survey, USG, atau limfangiografi.
• Pemeriksaan sitogenetik.
• Pemeriksaan biologi molekuler (PCR: polymerase chain reaction,
FISH: fluorescence in situ hybridization).

G. Komplikasi
1. Daya tahan tubuh kurang
2. Serangan jantung
3. Mudah lelah
4. Gagal Ginjal Akut

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang tepat dilakukan untuk pasien anemia sesuai jenisnya, dapat
dilakukan dengan (Baughman, 2008):
1. Anemia Aplastik
• Transplantasi sumsum tulang.
• Pemberian terapi imunosupresif dengan globulin antitimosit (ATG).
• Hentikan semua obat yang menyebabkan anemia tersebut.
• Cegah timbulnya gejala-gejala dengan melakukan transfuse sel-sel
darah merah dan trombosit.
• Lindungi pasien yang rentan terhadap leukopenia dari kontak dengan
orang-orang yang menderita infeksi.
2. Anemia defisiensi besi
• Teliti sumber penyebab yang mungkin dapat berupa malignasi
gastrointestinal, fibroid uteri, atau kanker yang dapat disembuhkan.
• Lakukan pemeriksaan feses untuk mengetahui darah samar.
• Berikan preparat besi orang yang diresepkan.
• Hindari tablet dengan salut enteric, karena diserap dengan buruk.
• Lanjutkan terapi besi sampai setahun setelah perdarahan terkontrol.
3. Anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat)
Anemia defisiensi vitamin B12:
• Pemberian suplemen vitamin atau susu kedelai difortifikasi (pada vege
tarian ketat).
• Suntikan vitamin B12 secara IM untuk kelainan absorpsi atau tidak
terdapatnya faktor-faktor instriksik.
• Cegah kambuhan dengan vitamin B12 selama hidup untuk pasien anemia
pernisiosa atau malabsorpsi yang tidak dapat diperbaiki.

• Pemberian diit nutrisi dan 1 mg gram asam folat setiap hari.


• Asam folat IM untuk sindrom malabsorpsi.
• Asam folat oral diberikan dalam bentuk tablet (kecuali vitamin prenatal).
4. Anemia sel sabit
• Arus utama terapi adalah hidrasi dan analgesia.
• Hidrasi dengan 3-5L cairan intravena dewasa per hari.
• Berikan dosis adekuat analgesik narkotik.
• Gunakan obat anti inflamasi non steroid untuk nyeri yang lebih ringan.
• Transfusi dipertahankan untuk krisis aplastik, krisis yang tidak
responsive terhadap terapi, pada preoperasi untuk mengencerkan darah
sabit, dan kadang-kadang setengah dari masa kehamilan untuk
mencegah krisis.
I. Pathway
J. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya
untuk pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari
pengumpulan data, identitas dan evaluasi status kesehatan pasien
a. Identitas
Nama, umur, alamat, pekerjaan, status perkawinan
b. Keluhan Utama
Lemah, pucat
c. Riwayat penyakit Sekarang
Lemah, BAB hitam, nyeri perut
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien biasanya sering pucat
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya keluarga dengan penyakit Anemia
f. Activity Daily Life
Nutrisi : Terganggu karena perut terasa nyeri
Eliminasi : Klien tidak mengalami gangguan eliminasi

2. Pemeriksaan
a. Keadaan Umum
Keadaan umum pasien lemah, kesadaran penuh, suhu normal (S : 36 °C),
pernafasan normal (Normal RR : 20 x/menit), Nadi meningkat (Normal
HR: 106 x/menit), Tekanan Darah menurun (Normal TD : 120/90 mmHg)
b. Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan Kepala
Terdapat anemia, pucat pada kulit wajah, ikterik pada sclera, mukosa
bibir kering
- Pemeriksaan Leher
Tidak ada gangguan atau kelainan pada leher
- Thorax / Dada
Tidak ada kesulitan bernafas
- Abdomen
Penurunan intake nutrisi dikarenakan adanya perdarahan (BAB hitam)
- Tulang belakang
Tidak ada kelainan/gangguan pada tulang belakang
- Ekstremitas
Kuku terlihat pucat, CRT > 2detik, akral teraba dingin, kulit kering,
kelemahan pada kaki dan tangan
- Genetalia
Umumnya tidak ada gangguan pada genetalia
- Pemeriksaan Neurologi
Pasien lemah, bergerak secara pasif, kurang mampu melakukan
aktivitas berlebih

3. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
b. Nyeri akut
c. Intoleransi aktivitas
d. Disfungsi motilitas gastrointestinal

4. Intervensi Keperawatan

No Diagnose SLKI SIKI


1 Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan Management cairan,
efektif intervensi keperawatan Intervensi :
dalam waktu 1 x 24 jam - Monitor status hidrasi
diharapkan perfusi pasien (kekuatan nadi,
jaringan perifer tercukupi akral,pengisian kapiler,
aliran darah, dengan turgor kulit)
kriteria hasil : - Monitor pemeriksaan
- Pengisian kapiler (CRT hasil laboratorium
< 2 detik) (kadar hemoglobin)
- Akral teraba hangat - Berikan terapi intravena
- Kekuatan denyut nadi - Tingkatkan asupan oral
teraba - Berikan produk-produk
- Kulit tidak pucat darah (transfusi darah
- Tekanan darah normal PRC)
(diastolik dan sistolik)
2 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan askep .... jam Terapi aktivitas :
B.d Klien dapat menunjukkan toleransi · Kaji kemampuan ps melakukan
ketidakseimbangan terhadap aktivitas dgn KH: aktivitas
suplai & kebutuhan · Klien mampu aktivitas minimal · Jelaskan pada ps manfaat aktivitas
O2 · Kemampuan aktivitas meningkat bertahap
secara bertahap · Evaluasi dan motivasi keinginan
· Tidak ada keluhan sesak nafas ps u/ meningktkan aktivitas
dan lelah selama dan setelah aktivits · Tetap sertakan oksigen saat
minimal aktivitas.

Energi manajemen
· Rencanakan aktivitas saat ps
mempunyai energi cukup u/
melakukannya.
· Bantu klien untuk istirahat setelah
aktivitas.

Manajemen nutrisi
· Monitor intake nutrisi untuk
memastikan kecukupan sumber-
sumber energi

Emosional support
· Berikan reinfortcemen positip bila
ps mengalami kemajuan
3 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari keperawatan … jam klien · Kaji adanya alergi makanan.
kebutuhan tubuh b.d menunjukan status nutrisi adekuat · Kaji makanan yang disukai oleh
intake nutrisi dengan KH: klien.
inadekuat, faktor BB stabil, tingkat energi adekuat · Kolaborasi team gizi untuk
psikologis masukan nutrisi adekuat penyediaan nutrisi TKTP
· Anjurkan klien untuk
meningkatkan asupan nutrisi TKTP
dan banyak mengandung vitamin C
· Yakinkan diet yang dikonsumsi
mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
· Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori.
· Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi.

Monitor Nutrisi
· Monitor BB jika memungkinkan
· Monitor respon klien terhadap
situasi yang mengharuskan klien
makan.
· Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak bersamaan dengan
waktu klien makan.
· Monitor adanya mual muntah.
· Kolaborasi untuk pemberian
terapi sesuai order
· Monitor adanya gangguan dalam
input makanan misalnya perdarahan,
bengkak dsb.
· Monitor intake nutrisi dan kalori.

· Monitor kadar energi, kelemahan


dan kelelahan.
4 Perfusi jaringan tdk Setelah dilakukan tindakan perawatan sirkulasi : arterial
efektive b.d keperawatan selama … jam perfusi insuficiency
perubahan ikatan O2 jaringan klien adekuat dengan · Lakukan penilaian secara
dengan Hb, criteria : komprehensif fungsi sirkulasi periper.
penurunan - Membran mukosa merah muda (cek nadi priper,oedema, kapiler refil,
konsentrasi Hb dalam - Conjunctiva tidak anemis temperatur ekstremitas).
darah. - Akral hangat · Evaluasi nadi, oedema
- TTV dalam batas normal · Inspeksi kulit dan Palpasi anggota
badan
· Kaji nyeri
· Atur posisi pasien, ekstremitas
bawah lebih rendah untuk
memperbaiki sirkulasi.
· Berikan therapi antikoagulan.
· Rubah posisi pasien jika
memungkinkan
· Monitor status cairan intake dan
output
· Berikan makanan yang adekuat
untuk menjaga viskositas darah
5 Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan askep …. jam Konrol infeksi :
imunitas tubuh tidak terdapat faktor risiko infeksi · Bersihkan lingkungan setelah
menurun, prosedur dg KH: dipakai pasien lain.
invasive · bebas dari gejala infeksi, · Batasi pengunjung bila perlu dan
· angka lekosit normal (4-11.000) anjurkan u/ istirahat yang cukup
· · Anjurkan keluarga untuk cuci
tangan sebelum dan setelah kontak
dengan klien.
· Gunakan sabun anti microba
untuk mencuci tangan.
· Lakukan cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan.
· Gunakan baju dan sarung tangan
sebagai alat pelindung.
· Pertahankan lingkungan yang
aseptik selama pemasangan alat.
· Lakukan perawatan luka dan
dresing infus,DC setiap hari jika ada
· Tingkatkan intake nutrisi. Dan
cairan yang adekuat
· berikan antibiotik sesuai program.

Proteksi terhadap infeksi


· Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal.
· Monitor hitung granulosit dan
WBC.
· Monitor kerentanan terhadap
infeksi.
· Pertahankan teknik aseptik untuk
setiap tindakan.
· Inspeksi kulit dan mebran mukosa
terhadap kemerahan, panas.
· Monitor perubahan tingkat energi.
· Dorong klien untuk meningkatkan
mobilitas dan latihan.
· Instruksikan klien untuk minum
antibiotik sesuai program.
· Ajarkan keluarga/klien tentang
tanda dan gejala infeksi.dan
melaporkan kecurigaan infeksi.
6 Anemia Setelah dilakukan askep ..... jam · Monitor tanda-tanda anemia
perawat dapat meminimalkan · Observasi keadaan umum klien
terjadinya komplikasi anemia : · Anjurkan untuk meningkatkan
Hb >/= 10 gr/dl. asupan nutrisi klien yg bergizi
Konjungtiva tdk anemis · Kolaborasi untuk pemeberian
Kulit tidak pucat hangat terapi initravena dan tranfusi darah
· Kolaborasi kontrol Hb, HMT,
Retic, status Fe
7 Deficite Knolage setelah diberikan penjelasan selama Teaching : Dissease Process
tentang penyakit dan …. X pengetahuan klien dan · Kaji tingkat pengetahuan klien
perawatannya b.d keluarga meningkat dg KH: dan keluarga tentang proses penyakit
Kurang paparan thdp · ps mengerti proses penyakitnya · Jelaskan tentang patofisiologi
sumber informasi, dan Program prwtn serta Th/ yg penyakit, tanda dan gejala serta
terbatasnya kognitif diberikan dg: penyebabnya
· Ps mampu: Menjelaskan kembali · Sediakan informasi tentang
tentang apa yang dijelaskan kondisi klien
· Pasien / keluarga kooperatif · Berikan informasi tentang
perkembangan klien
· Diskusikan perubahan gaya hidup
yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang
akan datang dan atau kontrol proses
penyakit
· Diskusikan tentang pilihan
tentang terapi atau pengobatan
· Jelaskan alasan dilaksanakannya
tindakan atau terapi
· Gambarkan komplikasi yang
mungkin terjadi
· Anjurkan klien untuk mencegah
efek samping dari penyakit
· Gali sumber-sumber atau
dukungan yang ada
· Anjurkan klien untuk melaporkan
tanda dan gejala yang muncul pada
petugas kesehatan
8 Sindrom defisit self Setelah dilakukan askep … jam Bantuan perawatan diri
care b/d kelemahan, klien dan keluarga dapat merawat · Monitor kemampuan pasien
penyakitnya diri : activity daily living (adl) terhadap perawatan diri yang mandiri
dengan kritria : · Monitor kebutuhan akan personal
· kebutuhan klien sehari-hari hygiene, berpakaian, toileting dan
terpenuhi (makan, berpakaian, makan, berhias
toileting, berhias, hygiene, oral · Beri bantuan sampai klien
higiene) mempunyai kemapuan untuk merawat
· klien bersih dan tidak bau. diri
· Bantu klien dalam memenuhi
kebutuhannya sehari-hari.
· Anjurkan klien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari sesuai
kemampuannya
· Pertahankan aktivitas perawatan
diri secara rutin
· dorong untuk melakukan secara
mandiri tapi beri bantuan ketika klien
tidak mampu melakukannya.
· Berikan reinforcement positif atas
usaha yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Hardi. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis


dan Nanda NOC NIC Jilid 1.Medication 2015. Jakarta
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standart DiagnosisKeperawatan Indonesia
Edisi
1. Jakarta
Baughman, D. C. (2008).Keperawatan medikal bedah: buku saku untuk Brunner
dan
Suddarth. Jakarta: EGC.
Handayani, W., Andi, S. H. (2008).Buku ajar asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan siste hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Price, S. A., Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep klinis proses-
proses
penyakit. Jakarta: EGC.
Rokim, K. F., Eka, Y., Firdaus, W. (2014). Hubungan usia dan status nutrisi
terhadap kejadian anemia pada pasien kanker kolorektal. (Karya Tulis
Ilmiah). Malang: Universitas Diponegoro.
YAYASAN KARYA HUSADA KEDIRI AS N
YAYEDIRA
K I
STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
Ijin Mendiknas RI No. 164/D/O/2005 Rekomendasi Depkes RI No. HK.03.2.4.1.03862
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

KA

A
RY

D
Jl. Soekarno Hatta, Kotak Pos 153, Telp/Fax. (0354) 395203 Pare Kediri A HUSA
Website: www.stikes-khkediri.ac.id

FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

I. DATA UMUM

Nama : Tn. A
Ruang : Teratai
No. Register : 100262
Umur : 54 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia
Bahasa : Jawa
Alamat : Ngino RT 2 RW 4, Pleman, Kediri
Pekerjaan : Swasta
Penghasilan : Tidak terkaji
Status : Belum menikah
Pendidikan Terakhir : SLTA
Golongan Darah : Tidak terkaji
Tanggal MRS : 4 November 2020
Tanggal Pengkajian : 4 November 2020
Diagnosa Medis : Anemia

II. DATA DASAR


Keluhan Utama :
Badan terasa lemas

Alasan Masuk Rumah Sakit :


Klien mengatakan sudah beberapa hari ini badan terasa lemas, pusing, ndredeg, dan
mual. Badan terasa lemah dan tidak bertenaga saat melakukan kegiatan. Perut terasa
begah dan mual. Klien mengatakan sejak 2 tahun lalu memiliki riwayat anemia. Klien
juga merasakan semakin lama semakin mudah capek dalam melakukan kegiatan
sehari hari.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Anemia

Upaya yang telah dilakukan:


Klien mengatakan sudah beberapa kali melakukan pengobatan rawat jalan tetapi tidak
ada perubahan.

Terapi yang telah diberikan:


Klien dan keluarga tidak hafal obat oral yang sudah diminum

Riwayat Kesehatan Dahulu :


Klien memiliki riwayat anemia sejak 2 tahun yang lalu

Riwayat Kesehatan Keluarga :


Keluarga tidak ada yang mempunyai penyakit kronis
III. POLA FUNGSI KESEHATAN

1. Persepsi terhadap Kesehatan – Manajemen Kesehatan


Klien dan keluarga mempercayakan keluhan kesehatannya pada petugas
kesehatan

2. Pola Aktivitas dan Latihan

 Kemampuan Perawatan Diri


Skor 0 : mandiri, 1 : dibantu sebagian, 2 : perlu bantuan orang lain, 3 : perlu
bantuan orang lain dan alat, 4 : tergantung pada orang lain / tidak mampu.

Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi √
Berpakaian √
Eleminasi √
Mobilisasi di tempat tidur √
Pindah √
Ambulasi √
Naik tangga √
Makan dan minum √
Gosok gigi √

3. Pola Istirahat dan Tidur :

KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT


Jumlah Jam Tidur Siang 2 jam 1 jam
Jumlah Jam Tidur Malam 8 jam 6 jam
Pengantar Tidur - -
Gangguan Tidur Tidak ada Terasa pusing saat
melek
Perasaan Waktu Bangun Merasa segar Biasa saja

4. Pola Nutrisi – Metabolik


KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Frekuensi 3 kali 3 kali
Jenis Karbohidrat protein Diet TKTP
Porsi 1 porsi habis 2-3 sendok
Total Konsumsi Tidak terkaji ¼ - ½ porsi
Keluhan Tidak ada Perut terasa sebah dan
mual. Tidak terlalu
nasfsu makan

5. Pola Eliminasi
Eliminasi Uri
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Frekuensi 5-6 kali sehari 4-6 dalam sehari
Pancaran Kuat Lemah
Jumlah Tidak terkaji Tidak terkaji
Bau Bau khas urin Bau khas urin
Warna Kuning jernih Kecoklatan seperti teh
Perasaan setelah BAK Merasa lega Biasa
Total Produksi Urin 2000 ml/hari 1500 ml/hari

Eliminasi Alvi
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Frekuensi Sehari sekali Belum bab selama 1 hari
Konsistensi Lunak -
Bau Bau khas feses -
Warna Kuning kecoklatan -

6. Pola Kognitif dan Persepsi Sensori


Tidak ada gangguan pada kognitif persepsi sensori klien mengerti akan arti sehat
dan sakit
7. Pola Konsep Diri
Pada lingkungan keluarga dalam bersosialisasi klien dapat menerima perubahan
yang terjadi
8. Pola Mekanisme Koping
Klien mampu mengetahui masalah yang ada degan sikap tenang dan tidak
gegabah
9. Pola Fungsi Seksual – Reproduksi
Tidak terkaji
10. Pola Hubungan - Peran
Hubungan dengan keluarga normal tanpa ada masalah
11. Pola Nilai dan Kepercayaan
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Nilai Khusus - -
Praktik Ibadah Sholat lima waktu Selama sakit klien tidak
melakukan ibadah
Pengetahuan tentang Mengerti tentang kaidah Mengerti tentang kaidah
Praktik Ibadah selama sakit agama agama

IV. PEMERIKSAAN FISIK (DATA OBYEKTIF)

1. Status Kesehatan Umum


Keadaan/ penampilan umum:
Kesadaran : Compos mentis GCS: 456
BB sebelum sakit : 67-68 kg TB: 165 cm
BB saat ini : 67 kg
Perkembangan BB : normal
Status Gizi : normal
Status Hidrasi : normal
Tanda – tanda vital :
TD : 130/80 mmHg
N : 88 x/m
Suhu : 36.2 °C
RR : 18 x/m
Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
Pemeriksaan darah (4 November 2020)
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Leukosit 4340 4300-10300
Hemoglobin 6.9 (Nilai kritis) 13.4-17.7 gr/dl
Hematokrit 16.7 (Nilai kritis) 45-50 %
Trombosit 69000 150.000-400.000 sel/lp

Pemeriksaan darah (5 November 2020)


Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Leukosit 5790 4300-10300
Hemoglobin 9.6 (Nilai kritis) 13.4-17.7 gr/dl
Hematokrit 28.9 (Nilai kritis) 45-50 %
Trombosit 63000 150.000-400.000 sel/lp

Terapi
1. Iv line
 Inf. PZ 500 cc/24 jam
 Drip neurosanbe 1 vial/24 jam
 Transfusi PRC 2 kalf/hari
2. Oral
 Hemafort 1x1

OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK {dengan per sistem)


1. Tanda-tanda vital
S : 36.2 ºC N : 88 x/mnt TD : 130/80 mmHg
RR : 18 x/mnt

2. Sistem Pernafasan (B1)


a. Bentuk dada √ simetris asimetris barrel chest
Funnel chest Pigeons chest
b. Keluhan sesak batuk nyeri waktu napas
c. Irama napas √ teratur tidak teratur
d. Suara napas √ vesiculer ronchi D/S wheezing D/S rales D/S

3. Sistem Kardiovakuler (B2)


a. Keluhan nyeri dada ya √ tidak
b. Irama jantung √ teratur tidak teratur
c. CRT < 3 detik √ > 3 detik
d. Konjungtiva pucat √ ya √ tidak
e. JVP √ normal meningkat menurun
Lain-lain :

4. Sistem Persarafan (B3)


a. Kesadaran √ composmentis apatis somnolen sopor koma
GCS : 4 5 6
b. Keluhan pusing √ ya tidak
c. Pupil √ isokor anisokor
d. Nyeri tidak √ ya, skala nyeri : 2 lokasi : kepala
Lain-lain :
5. Sistem Perkemihan (B4)
a. Keluhan : kencing menetes inkontinensia retensi
gross hematuri disuria poliuri
oliguri anuri
b. Alat bantu (kateter, dll) ya √ tidak
c. Kandung kencing : membesar ya √ tidak
nyeri tekan ya √ tidak
d. Produksi urine :1500 ml/hari warna : seperti teh bau: khas urin
e. Intake cairan : oral :.............cc/hr parenteral : ...................cc/hr
Lain-lain :

6. Sistem Pencernaan (B5)


a. TB : 165 cm BB : 68 kg
b. Mukosa mulut : lembab √ kering merah stomatitis
c. Tenggorokan nyeri telan sulit menelan
d. Abdomen supel √ tegang nyeri tekan
e. Luka operasi jejas lokasi :
Pembesaran hepar ya √ tidak
Pembesaran lien ya √ tidak
Ascites ya √ tidak
Mual √ ya tidak
Muntah ya √ tidak
Terpasang NGT ya √ tidak
Bising usus : 8 x/mnt
f. BAB :........x/hr, konsistensi : lunak cair lendir/darah
√ konstipasi inkontinensia kolostomi
g. Diet √ padat lunak cair
Frekuensi tiga kali jumlah : 2 -3 sendok per porsi

7. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)


a. Pergerakan sendi √ bebas terbatas
b. Kelainan ekstremitas ya √ tidak
c. Kelainan tl. belakang ya √ tidak
d. Fraktur ya √ tidak
e. Traksi/spalk/gips ya √ tidak
f. Kompartemen sindrom ya √ tidak
g. Kulit √ pucat sianosis kemerahan hiperpigmentasi
h. Akral hangat panas √dingin kering basah
i. Turgor baik √kurang jelek
j. Luka : jenis :- luas : ............... bersih kotor
Lain-lain :

8. Sistem Endokrin
a. Pembesaran kelenjar tyroid ya √ tidak
b. Pembesaran kelenjar getah bening ya √ tidak
Lain-lain :
ANALISA DATA

No DATA ETIOLOGI MASALAH


1. DS : Faktor risiko anemia Perfusi Perifer
- Klien mengatakan sudah beberapa Tidak Efektif
hari ini badan terasa lemas, pusing, Berkurangnya volume darah,
dan ndredeg.
hemoglobin/eritrosit
- Badan terasa lemah dan tidak
bertenaga saat melakukan kegiatan.
- Perut terasa begah dan mual. Kadar hemoglobin menurun
- Klien mengatakan sejak 2 tahun
lalu memiliki riwayat anemia. Penurunan oksigen ke jaringan
- Klien juga merasakan semakin lama
semakin mudah capek dalam Perubahan fungsi tubuh akibat
melakukan kegiatan sehari hari.
mekanisme kompensasi terhadap
-
anemia
DO :
- N : 88 x/mnt Pucat, akral dingin, CRT meningkat,
- TD : 130/80 mmHg konjungtiva anemis
- RR : 18 x/mnt
- Hemoglobin : 6.9 gr/dl Perfusi perifer tidak efektif
- Hematokrit : 16.7 %
- Trombosit : 69000 sel/l
- CRT > 3 detik
- Konjuntiva anemis
- Bibir pucat
- Kulit pucat
- Akral dingin
- Turgor menurun

2. DS : Faktor risiko anemia Nausea


- Klien mengatakan sudah beberapa
hari ini badan terasa lemas, pusing, Berkurangnya volume darah,
ndredeg, dan mual.
hemoglobin/eritrosit
- Badan terasa lemah dan tidak
bertenaga saat melakukan kegiatan.
- Perut terasa begah dan mual. Kadar hemoglobin menurun
- Klien mengatakan sejak 2 tahun
lalu memiliki riwayat anemia. Penurunan oksigen ke jaringan

DO : Penurunan oksigen pada sistem


- N : 88 x/mnt
pencernaan/gastrointestinal
- TD : 130/80 mmHg
- RR : 18 x/mnt
- Perut terasa sebah dan mual. Tidak Penurunan kerja sistem
terlalu nasfsu makan gastrointestinal
- Makan ¼ - ½ porsi
- Hemoglobin : 6.9 gr/dl Asam lambung meningkat
- Hematokrit : 16.7 %
- Trombosit : 69000 sel/l
Mual/muntah
- CRT > 3 detik
- Konjuntiva anemis
- Bibir pucat Nausea
- Kulit pucat
- Akral dingin
- Turgor menurun
3. DS : Intoleransi
- Klien mengatakan sudah beberapa Faktor risiko anemia aktivitas
hari ini badan terasa lemas, pusing,
ndredeg, dan mual.
Berkurangnya volume darah,
- Badan terasa lemah dan tidak
bertenaga saat melakukan kegiatan. hemoglobin/eritrosit
- Klien mengatakan sejak 2 tahun
lalu memiliki riwayat anemia. Kadar hemoglobin menurun
- Klien juga merasakan semakin lama
semakin mudah capek dalam Penurunan oksigen ke jaringan
melakukan kegiatan sehari hari.
Hipoksia
DO :
- N : 88 x/mnt
- TD : 130/80 mmHg Terjadinya mekanisme anaerob
- RR : 18 x/mnt
- Hemoglobin : 6.9 gr/dl ATP berkurang
- Hematokrit : 16.7 %
- Trombosit : 69000 sel/l
- CRT > 3 detik Perasaan lemah, letih, lemas, cepat
- Konjuntiva anemis merasa lelah, penurunan aktivitas
- Bibir pucat sehari-hari
- Kulit pucat
- Akral dingin Intoleransi aktivitas
- Turgor menurun

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperwatan TTD


1 Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan rori
konsentrasi hemoglobin (anemia) dibuktikan dengan CRT > 3
detik, akral teraba dingin, warna kulit pucat, dan turgor kulit
menurun

2 Nausea berhubungan dengan gangguan biokimiawi dibuktikan rori


dengan mengeluh mual, merasa ingin muntah, tidak berminat
makan, klien tampak pucat

3 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kondisi fisiologis rori


(anemia) dibuktikan dengan merasa kurang tenaga, mengeluh
badan terasa lemas/lelah, aktivitas dibantu orang lain, klien tampak
lesu, kebutuhan istirahat meningkat
INTERVENSI KEPEAWATAN

No Diagnosa SLKI SIKI


1 Perfusi perifer Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi
tidak efektif intervensi keperawatan 1. Periksa sirkulasi perifer
berhubungan selama 2x24 jam, maka (misal. Nadi perifer,
dengan penurunan perfusi perifer pengisian kapiler, warna,
konsentrasi meningkat, dengan suhu, ankle brachial index)
hemoglobin kriteria hasil : 2. Identifikasi faktor risiko
(anemia) gangguan riskulasi
Perfusi Perifer 3. Lakukan hidrasi
- Warna kulit pucat Manajemen Syok
menurun 4. Monitor status cairan
- Kelemahan otot (masukan dan haluaran,
menurun turgor kulit CRT)
- Pengisian kapiler 5. Pasang jalur IV
cukup membaik 6. Kolaborasi pemberian infus
- Akral cukup cairan
membaik 7. Kolaborasi pemberian
- Turgor kulit membaik transfusi darah

2 Nausea Setelah dilakukan


Manajemen Mual
berhubungan intervensi keperawatan 1. Identifikasi pengalaman
dengan gangguan selama 2x24 jam, maka mual
biokimiawi nausea menurun, dengan
2. Identifikasi isyarat
kriteria hasil :
Tingkat Nausea ketidaknyamanan non verbal
- Napsu makan cukup 3. Identifikasi faktor penyebab
meningkat mual
- Keluhan mual cukup 4. Identifikasi antiemetik untuk
menurun mencegah mual
- Perasaan ingin
5. Monitor mual (misal.
muntah menurun
Frekuensi, durasi, dan
- Pucat membaik
tingkat keparahan)
- Kontrol 6. Monitor asupan nutrisi dan
Mual/Muntah kalori
- Kemampuan 7. Kurangi atau hilangkan
melakukan tindakan keadaan penyebab mual
untuk mengontrol 8. Berikan makanan dalam
mual/muntah
jumlah kecil dan menarik
meningkat
- Melaporkan mual dan 9. Anjurkan istirahat dan tidur
muntah terkontrol yang cukup
10. Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologi untuk
mengatasi mual
11. Kolaborasi pemberian
antiemetik

3 Intoleransi Setelah dilakukan Edukasi Aktivitas/Istirahat


aktifitas intervensi keperawatan 1. Identifikasi kesiapan dan
berhubungan selama 1x24 jam, maka kemampuan menerima
dengan kondisi tingkat keletihan informasi
fisiologis (anemia) membaik, dengan kriteria 2. Sediakan materi dan media
hasil : pengaturan aktivitas dan
- Verbalisasi kepulihan istirahat
energi meningkat 3. Ajarkan cara
- Kemampuan mengidentifikasi kebutuhan
melakukan aktivitas istirahat (kelelahan, sesak
rutin cukup napas saat aktivitas)
meningkat 4. Ajarkan cara
- Verbalisasi lelah mengidentifikasi target dan
cukup menurun jenis aktivitas sesuai
- Sakit kepala menurun kemampuan
Manajemen energi
- Pola istirahat 5. Anjurkan tirah baring
membaik 6. Anjurkan melakukan ativitas
secara bertahap
7. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi kelelahan
8. Kolborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
IMPLEMENTASI

Tgl Dx Jam Implementasi TTD


4 1 13.00 - Memonitor TTV klien rori
November - Memonitor sirkulasi perifer (pengisian kapiler,
2020 warna, suhu, turgor)
- Memonitor status cairan
- Kolaborasi pemberian infus NaCl 500 ml/24
jam
- Kolaborasi pemberian tranfusi PRC 2 kalf per
hari s/d Hb ≥ 10 gr/dl
- Cek darah lengkap
- Kolaborasi pemberian medikasi yang sesuai
(hemafort 1x1, neurosanbe drip 1x1)
- Memonitor terapi yang telah diberikan

2 13.00 - Mengidentifikasi isyarat ketidaknyamanan non rori


verbal
- Mengidentifikasi faktor penyebab mual
- Memonitor mual (misal. Frekuensi, durasi, dan
tingkat keparahan)
- Memonitor asupan nutrisi dan kalori
- Memberikan makanan dalam jumlah kecil dan
menarik
- Menganjurkan makan sedikit tapi sering
- Menganjurkan istirahat dan tidur yang cukup
- Mengajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologi untuk mengatasi mual (tarik
napas dalam, distraksi)

3 13.00 - Mengajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan rori


istirahat (kelelahan, sesak napas saat aktivitas)
- Mengajarkan cara mengidentifikasi target dan
jenis aktivitas sesuai kemampuan
- Menganjurkan untuk istirahat/tirah baring
- Menganjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap

5 1 08.00 - Memonitor TTV klien rori


November - Memonitor sirkulasi perifer (pengisian kapiler,
2020 warna, suhu, turgor)
- Memonitor status cairan
- Kolaborasi pemberian infus NaCl 500 ml/24
jam
- Kolaborasi pemberian tranfusi PRC 2 kalf per
hari s/d Hb ≥ 10 gr/dl
- Cek darah lengkap
- Kolaborasi pemberian medikasi yang sesuai
(hemafort 1x1, neurosanbe drip 1x1)
- Memonitor terapi yang telah diberikan

2 08.00 - Mengidentifikasi isyarat ketidaknyamanan non rori


verbal
- Mengidentifikasi faktor penyebab mual
- Memonitor mual (misal. Frekuensi, durasi, dan
tingkat keparahan)
- Memonitor asupan nutrisi dan kalori
- Memberikan makanan dalam jumlah kecil dan
menarik
- Menganjurkan makan sedikit tapi sering
- Menganjurkan istirahat dan tidur yang cukup
- Mengajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologi untuk mengatasi mual (tarik
napas dalam, distraksi)

3 08.00 - Mengajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan rori


istirahat (kelelahan, sesak napas saat aktivitas)
- Mengajarkan cara mengidentifikasi target dan
jenis aktivitas sesuai kemampuan
- Menganjurkan untuk istirahat/tirah baring
- Menganjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap

5 1 14.00 - Memonitor TTV klien rori


november - Memonitor sirkulasi perifer (pengisian
2020 kapiler, warna, suhu, turgor)
- Memonitor status cairan
- Kolaborasi pemberian infus NaCl 500
ml/24 jam
- Kolaborasi pemberian medikasi yang
sesuai (hemafort 1x1, neurosanbe drip
1x1)
- Memonitor terapi yang telah diberikan

2 14.00 - Mengidentifikasi isyarat rori


ketidaknyamanan non verbal
- Mengidentifikasi faktor penyebab mual
- Memonitor mual (misal. Frekuensi,
durasi, dan tingkat keparahan)
- Memonitor asupan nutrisi dan kalori
- Memberikan makanan dalam jumlah
kecil dan menarik
- Menganjurkan makan sedikit tapi sering
- Menganjurkan istirahat dan tidur yang
cukup
- Mengajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologi untuk mengatasi mual
(tarik napas dalam, distraksi)
-
3 14.00 - Mengajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan rori
istirahat (kelelahan, sesak napas saat aktivitas)
- Mengajarkan cara mengidentifikasi target dan
jenis aktivitas sesuai kemampuan
- Menganjurkan untuk istirahat/tirah baring
- Menganjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
-
EVALUASI

Hari/Tanggal No. Dx Evaluasi TTD


4 November 1 S : Klien mengatakan masih merasa lemas, pusing, dan rori
2020 tidak bertenaga
Jam 10.00 O:
TD : 120/80 mmHg
RR : 20x/m
N : 96 x/m
Hemoglobin : 9.6 gr/dl
Hematokrit : 28.9 %
Trombosit : 63000 sel/l
CRT < 3 detik
Konjuntiva anemis
Bibir pucat
Kulit pucat
Akral dingin
Turgor menurun
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
2 S : Klien mengatakan masih terasa mual, tetapi sudah rori
mulai bisa mengontrol mualnya, tidak terlalu napsu
makan
O:
TD : 120/80 mmHg
RR : 20x/m
N : 96 x/m
Hemoglobin : 9.6 gr/dl
Hematokrit : 28.9 %
Trombosit : 63000 sel/l
CRT < 3 detik
Konjuntiva anemis
Makanan dihabiskan ½ porsi
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
3 S : Klien mengatakan masih merasa lemas, aktivitas rori
dibantu keluarga
O:
TD : 120/80 mmHg
RR : 20x/m
N : 96 x/m
Hemoglobin : 9.6 gr/dl
Hematokrit : 28.9 %
Trombosit : 63000 sel/l
Konjuntiva anemis
Bibir pucat
Kulit pucat
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
Hari/Tanggal No. Dx Evaluasi TTD
5 November 1 S : Klien mengatakan lemas sudah sedikit berkurang rori
2020 O:
Jam TD : 120/70 mmHg
10.00 RR : 20x/m
N : 90 x/m
Hemoglobin : 10.9 gr/dl
Hematokrit : 30.6 %
Trombosit : 80000 sel/l
CRT < 3 detik
Konjuntiva anemis
Bibir pucat
Kulit pucat
Akral hangat
Turgor membaik
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
2 S : Klien mengatakan mual sudah berkurang, namun rori
masih tidak terlalu napsu makan
O:
TD : 120/70 mmHg
RR : 20x/m
N : 90 x/m
Hemoglobin : 10.9 gr/dl
Hematokrit : 30.6 %
Trombosit : 80000 sel/l
CRT < 3 detik
Konjuntiva anemis
Makanan dihabiskan ½ porsi
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
3 S : Klien mengatakan masih merasa lemas, aktivitas sudah rori
mulai mandiri
O:
TD : 120/70 mmHg
RR : 20x/m
N : 90 x/m
Hemoglobin : 10.9 gr/dl
Hematokrit : 30.6 %
Trombosit : 80000 sel/l
CRT < 3 detik
Konjuntiva anemis
Bibir pucat
Kulit pucat
Akral hangat
Turgor membaik
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
5 november 1 S : Klien mengatakan sudah tidak lemas rori
2020 O:
Jam TD : 120/72 mmHg
16.00 RR : 18x/m
N : 80 x/m
Hemoglobin : 10.9 gr/dl
Hematokrit : 30.6 %
Trombosit : 80000 sel/l
CRT < 3 detik
Konjuntiva anemis -
Bibir pucat -
Kulit pucat -
Akral hangat +
Turgor membaik
A : Masalah teratasi
P : discharge planning
2 S : Klien mengatakan sudah tidak mual Rori
O:
TD : 120/72 mmHg
RR : 18x/m
N : 90 x/m
Hemoglobin : 10.9 gr/dl
Hematokrit : 30.6 %
Trombosit : 80000 sel/l
CRT < 3 detik
Konjuntiva anemis -
Makanan dihabiskan
A : Masalah teratasi
P : discharge planning
3 S : Klien mengatakan aktivitas sudah mulai mandiri Rori
O:
TD : 120/72 mmHg
RR : 18x/m
N : 80 x/m
Hemoglobin : 10.9 gr/dl
Hematokrit : 30.6 %
Trombosit : 80000 sel/l
CRT < 3 detik
Konjuntiva anemis -
Bibir pucat -
Kulit pucat -
Akral hangat +
Turgor membaik
A : Masalah teratasi
P : : discharge planning
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN Tn.D DENGAN DIAGNOSA MEDIS GEA DI RUANG TERATAI
RS. AMELIA PARE KEDIRI

Oleh :

DWI RORI FAJAROTIN


NIM. 202006105

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi tugas praktek klinik Ners
diruang Teratai RS Amelia Pare Kediri oleh Mahasiswa Profesi Ners Karya
Husada.
Nama : DWI ROR FAJAROTIN
NIM : 202006105
Prodi : S1 Profesi Ners
Laporan ini telah disetujui Oleh CI ruangan dan pembimbing akademik.

Mahasiswa

(Dwi Rori Fajarotin)

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

(Mardiani, S.Kep.Ners) (Ns. Eko Arik S., M.Kep.,Sp.Kep.j.)


LAPORAN PENDAHULUAN
GASTROENTERITIS AKUT ( GEA )

I. Pengertian
Gastroenteritis merupakan suatu peradangan yang biasanya disebabkan baik
oleh virus maupun bakteri pada traktus intestinal (Guyton & Hall, 2006).
Pada diare infeksius umum infeksi paling luas terjadi pada usus besar dan
pada ujung distal ileum. Dimana pun terjadi infeksi, mukosa teriritasi secara
luas, dan kecepatan sekresinya menjadi sangat tinggi. Selain itu, motilitas
dinding usus biasanya meningkat berlipat ganda. Akibatnya, sejumlah besar
cairan cukup untuk membuat agen infeksius tersapu ke arah anus, dan pada
saat yang sama gerakan pendorong yang kuat akan mendorong cairan ini ke
depan. Ini merupakan mekanisme yang penting untuk membebaskan traktus
intestinal dari infeksi. Diare yang sangat menarik perhatian adalah yang
disebabkan oleh kolera (kadang oleh bakteri seperti basilus kolon patogen).
Toksin kolera secara langsung menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit
yang berlebihan dari kripa Lieberkühn pada ileum distal dan kolon.
Jumlahnya dapat 10 sampai 12 liter per hari, walaupun kolon biasanya
mengabsorpsi maksimum hanya 6-8 liter per hari. Oleh karena itu,
kehilangan cairan dan elektrolit dapat begitu mengganggu beberapa hari
sehingga dapat menimbulkan kematian.

Gastroenteritis atau diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari
dengan atau tanpa lendir dalam tinja. Diare akut adalah diare yang timbul
secara mendadak dan berlangsung kurang dari 7 hari pada bayi dan anak
yang sebelumnya sehat (Mansjoer,dkk, 2000 dalam Wicaksono, 2011).
Diare akut timbul secara mendadak dan berlangsung terus secara beberapa
hari (WHO, 1992 dalam Wicaksono, 2011). Kehilangan cairan dan garam
dalam tubuh yang lebih besar dari normal menyebabkan dehidrasi.
Dehidrasi timbul bila pengeluaran cairan dan garam lebih besar dari pada
masukan. Lebih banyak tinja cair dikeluarkan, lebih banyak cairan dan
garam yang hilang. Dehidrasi dapat diperburuk oleh muntah, yang sering
menyertai diare (Andrianto, 1995 dalam Nurmasarim 2010).
II. Epidemiologi/insiden kasus
Gastroenteritis merupakan suatu penyakit yang umum pada anak usia di
bawah 5 tahun. Gastroenteritis akut terjadi di Amerika dengan 37 juta kasus
setiap tahun. Di Indonesia merupakan penyakit utama kedua yang paling
sering menyerang anak – anak. Rotavirus adalah penyebab dari 35-50 %
hospitalisasi karena gastroenteritis akut, antara 7- 17 % disebabkan
adenovirus dan 15% disebabkan bakteri. Bayi yang mendapatkan ASI lebih
jarang menderita gastroenteritis akut dari bayi yang mendapat susu formula.
(Wong, 2007 dalam Winarsih, 2011). Data Departemen Kesehatan RI,
menyebutkan bahwa angka kesakitan diare di Indonesia saat ini adalah 230-
330 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur dan 1,6 – 2,2 episode
diare setiap tahunnya untuk golongan umur balita. Angka kematian diare
golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita (Ratnawati, 2008).
Penyakit Diare Akut (DA) atau Gastroenteritis Akut (GEA) masih
merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian anak di Indonesia
dengan mortalitas 70-80% terutama pada anak dibawah umur lima tahun
(Balita) dengan puncak umur antara 6-24 bulan (Subianto, 2001 dalam
Wicaksono, 2011). Di seluruh dunia diperkirakan diare menyebabkan 1
milyar episode dengan angka kematian sekitar 3-5 miliyar setahunnya. Pada
tahun 1995 Depkes RI memperkirakan terjadi episode diare sekitar 1,3
miliyar dan kematian pada anak balita 3,2 juta setiap tahunnya (Soebagyo,
2008 dalam Wicaksono, 2011). Data statistik menunjukkan bahwa setiap
tahunnya diare menyerang 50 juta jiwa penduduk Indonesia, dan dua
pertiganya adalah dari balita dengan angka kematian tidak kurang dari
600.000 jiwa. Di beberapa rumah sakit di Indonesia, data menunjukkan
bahwa diare akut karena infeksi menempati peringkat pertama sampai
dengan keempat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit.
Gambaran klinis diare akut acapkali tidak spesifik. Namun selalu
berhubungan dengan hal-hal berikut: adanya travelling (domestik atau
internasional), kontak personal dan adanya sangkaan food-borne dengan
masa inkubasi pendek. Jika tidak ada demam, menunjukkan adanya proses
mekanisme enterotoksin (Zein dkk., 2004).
III. Penyebab/Faktor Predisposisi
Ditinjau dari sudut patofisiologisnya, maka penyebab gastroenteritis akut
(diare akut) ini dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
A. Diare Sekresi (secretory diarrhoea), disebabkan oleh:
a. Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen:
1. Infeksi bakteri misalnya Escherichia coli, Shigella dysentriae.
2. Infeksi virus misalnya Rotavirus, Norwalk.
3. Infeksi Parasit misalnya Entamoeba hystolitica, Giardiosis
lambia.
b. Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan
kimia, makanan, gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan
saraf, hawa dingin, alergi.
B. Diare Osmotik (Osmotic diarrhoea), disebabkan oleh :
1. Malabsorbsi makanan (karbohidrat, lemah, protein, vitamin dan
mineral).
2. KKP (Kekurangan Kalori Protein).
3. BBLR (Bayi Berat Badan Lahir Rendah) dan bayi baru lahir.
(Suharyono dkk.,1994 dalam Wicaksono, 2011)

IV. Patofisiologi Penyakit


Sebagian besar diare akut di sebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang
terjadi karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang
dapat menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorbsi cairan dan elektrolit
dengan akibat dehidrasi,gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan
keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi pada sel epitel, penetrasi ke
lamina propia serta kerusakan mikrovili yang dapat menimbulkan keadaan
maldigesti dan malabsorbsi,dan apabila tidak mendapatkan penanganan
yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik.

Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotavirus,


Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter,
Salmonella, Escherichia coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia
Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini
menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau
sitotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada
Gastroenteritis akut. Penularan Gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari
satu penderita ke yang lainnya. Beberapa kasus
ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang
terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah
gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran
air dan elektrolit kedalam rongga usus,isi rongga usus berlebihan sehingga
timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di
dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi
diare. Gangguan moltilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan
hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan
elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis
Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output
berlebih), hipoglikemia dangangguan sirkulasi darah.
PHATWAY
Bakteri, virus, parasit

Masuk dalam saluran cerna

Berkembang diusus

Reaksi pertahanan dari E.Choli

Pertahanan tubuh

Inflamasi usus

Makanan tidak dapat diserap Peningkatan sekresi air dan HIperperistaltik usus
elektrolit

Tekanan osmotic dlm rongga usus Penurunan fungsi usus


Penurunan absorbsi usus mengabsorbsi makanan

Pergeseran air dan elektrolit dlm rongga usus Diare


Diare

Isi rongga usus berlebihan Pola defekasi terganggu


Kurang pemasukan
makanan

Merangsang usus untuk


mengeluarkannya Nutrisi kurang dari kebutuhan Kembung

Hipovolemia Syok hipovolemia Nyeri


V. Klasifikasi
Diare dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
A. Ditinjau dari ada atau tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi dua
golongan:
1. Diare infeksi spesifik : tifus dan para tifus, staphilococcus disentri
basiler, dan Enterotolitis nektrotikans.
2. Diare non spesifik : diare dietetis.
B. Ditinjau dari organ yang terkena infeksi diare :
1. Diare infeksi enteral atau infeksi di usus, misalnya: diare yang
ditimbulkan oleh bakteri, virus dan parasit.
2. Diare infeksi parenteral atau diare akibat infeksi dari luar usus,
misalnya: diare karena bronkhitis.
C. Ditinjau dari lama infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan yaitu:
1. Diare akut : Diare yang terjadi karena infeksi usus yang bersifat
mendadak, berlangsung cepat dan berakhir dalam waktu 3 sampai 5
hari. Hanya 25% sampai 30% pasien yang berakhir melebihi waktu 1
minggu dan hanya 5 sampai 15% yang berakhir dalam 14 hari.
2. Diare kronik, dalam Pertemuan Ilmiah Berkala Badan Koordinasi
Gastroenterologi Anak Indonesia (PIB – BK GAI) ke 1× di
Palembang, disetujui bahwa definisi diare kronik ádalah diare yang
berlangsung 2 minggu atau lebih
(Sunoto, 1990).

VI. Manifestasi Klinis


Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah
dan/atau demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.
Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang
adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan
yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi
berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang
merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering,
tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak.
Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik. Karena
kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang
mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat
pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul).
Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH
dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak
dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base
excess sangat negatif. Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang
berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat,
tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka
pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena
kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan
timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit
berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita
menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih
berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang
lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat
menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan
intravena tanpa alkali.
VII. Pemeriksaan Fisik
A. Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah, kesadaran
composmentis sampai koma,suhu tubuh tinggi,nadi cepat dan
lemah,pernapasan agak cepat.
B. Pemeriksaan sistematik :
Inspeksi : mata cekung, membrane mukosa kering,berat badan
menurun,anus kemerahan. Perkusi : adanya distensi abdomen. Palpasi :
Turgor kulit kurang elastis. Auskultasi : terdengarnya bising usus.
VIII. Pemeriksaan diagnostic/penunjang Pemeriksaan laboratorium.
a. Pemeriksaan tinja.
b. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup,
bila memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas
darah atau
c. astrup,bila memungkinkan.
d. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui pungsi
ginjal. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum (EGD) untuk
mengetahui jasad renik atau parasit secara kuantitatif,terutama
dilakukan pada penderita diare kronik. Pemeriksaan radiologis seperti
sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya biasanya tidak membantu
untuk evaluasi diare akut infeksi.
IX. Diagnosis/Kriteria Diagnosis Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan
gejala-gejalanya meskipun penyebabnya belum bisa ditentukan dari
gejalanya. Jika gejalanya berat dan lebih dari 48 jam, maka dilakukan
pemeriksaan laboratorium terhadap contoh feses untuk mencari adanya sel
darah putih dan bakteri, virus atau parasit. Pemeriksaan laboratorium dari
muntah, makanan atau darah juga dapat membantu menemukan penyebabnya.
Langkah diagnosa menurut Daldiyono tahun 1990 (Wicaksono, 2011) terdiri
atas :
1) Anamnesis : umur, frekuensi diare, lamanya diare
2) Pemeriksaaan fisik
3) Laboratorium : feses, darah, kultur tinja maupun darah, serologi
4) Foto
5) Endoskopi (EGD-Esophagus Gastro Duodenoscopy).

X. Terapi/Tindakan Penanganan
Panduan pengobatan menurut WHO diare akut dapat dilaksanakan secara
sederhana yaitu dengan terapi cairan dan elektrolit per-oral dan melanjutkan
pemberian makanan, sedangkan terapi non spesifik dengan anti diare tidak
direkomendasikan dan terapi antibiotika hanya diberikan bila ada indikasi.
Pemberian cairan dan elektrolit secara parenteral hanya untuk kasus dehidrasi
berat (Soebagyo, 2008 dalam Wicaksono, 2011).
Dalam garis besar pengobatan diare dapat dikategorikan ke dalam beberapa
jenis yaitu :
1. Pengobatan Cairan
Untuk menentukan jumlah cairan yang perlu diberikan kepada penderita
diare, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Jumlah cairan : jumlah cairan yang harus diberikan sama dengan jumlah
cairan yang telah hilang melalui diare dan/muntah muntah PWL
(Previous Water Losses) ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang
melalui keringat, urin dan pernafasan NWL (Normal Water Losses).
cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus
berlangsung CWL (Concomitant water losses)
(Suharyono dkk., 1994 dalam Wicaksono, 2011)
Ada 2 jenis cairan yaitu:
a) Cairan Rehidrasi Oral (CRO) : Cairan oralit yang
dianjurkan oleh WHO-ORS, tiap 1 liter mengandung
Osmolalitas 333 mOsm/L, Karbohidrat 20 g/L, Kalori 85
cal/L. Elektrolit yang dikandung meliputi sodium 90
mEq/L, potassium 20 mEq/L, Chloride 80 mEq/L,
bikarbonat 30 mEq/L (Dipiro et.al., 2005). Ada beberapa
cairan rehidrasi oral:
b) Cairan rehidrasi oral yang mengandung NaCl, KCL,
NaHCO3 dan glukosa, yang dikenal dengan nama oralit.
c) Cairan rehidrasi oral yang tidak mengandung komponen-
komponen di atas misalnya: larutan gula, air tajin, cairan-
cairan yang tersedia di rumah dan lain- lain, disebut CRO
tidak lengkap.
d) Cairan Rehidrasi Parenteral (CRP) Cairan Ringer Laktat
sebagai cairan rehidrasi parenteral tunggal. Selama
pemberian cairan parenteral ini, setiap jam perlu dilakukan
evaluasi: Jumlah cairan yang keluar bersama tinja dan
muntah Perubahan tanda-tanda dehidrasi
(Suharyono, dkk., 1994 dalam Wicaksana, 2011).

2. Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut
infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa
pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien
dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah,,
leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan,
persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada
pelancong, dan pasien immunocompromised. Contoh antibiotic untuk
diare Ciprofloksasin 500mg oral (2x sehari, 3 – 5 hari), Tetrasiklin 500
mg (oral 4x sehari,
3. hari), Doksisiklin 300mg (Oral, dosis tunggal), Ciprofloksacin 500mg,
Metronidazole 250-500 mg (4xsehari, 7-14 hari, 7-14 hari oral atauIV).
4. Obat anti diare
− Kelompok antisekresi selektif Terobosan terbaru dalam milenium
ini adalah mulai tersedianya secara luas racecadotril yang
bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase
sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara normal.
Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit
sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal.
− Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta
kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan
kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2 – 4 mg/ 3 – 4x
sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x sehari. Efek kelompok obat tersebut
meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan
sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi
frekwensi diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini
cukup aman dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai
80%. Bila diare akut dengan gejala demam dan sindrom disentri
obat ini tidak dianjurkan.
− Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau
smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat
menyeap bahan infeksius atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut
maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat
yang dapat merangsang sekresi elektrolit.
− Zat Hidrofilik Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari
Plantago oveta, Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla,
Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan cairan
dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi
feses tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan
elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan
dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.
− Probiotik
Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan
Bifidobacteria atau Saccharomyces boulardii, bila mengalami
peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang
positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran
cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan
mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah
yang adekuat.

XI. Komplikasi Dehidrasi


Renjatan hipovolemik Kejang Bakterimia Malnutrisi Hipoglikemia
Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus. Dari komplikasi
Gastroentritis,tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor
kulit kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok.
2. Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor
kulit buruk, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam.
3. Dehidrasi Berat Kehilangan cairan 8 - 10 % dari bedrat badan dengan
gambaran klinik seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan
kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian (data subjektif dan objektif)

Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data,analisa data dan


penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara
intervensi,observasi, dan pemeriksaan fisik . Kaji data menurut Cyndi Smith
Greenberg,1992 adalah :
1. Identitas klien.
2. Riwayat keperawatan.
Awal kejadian: Awalnya suhu tubuh meningkat,anoreksia kemudian
timbul diare. Keluhan utama : Feses semakin cair,muntah,bila kehilangan
banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun.
Turgor kulit berkurang,selaput lendir mulut dan bibir kering,frekwensi
BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.
3. Riwayat kesehatan masa lalu.
4. Riwayat penyakit keluarga.
5. Diagnosis Medis dan Terapi : Gastroenteritis Akut dan terapi obat
antidiare, terapi intravena, dan antibiotic.
6. Pemerikasaan fisik.
Inspeksi : mata cekung,ubun-ubun besar,selaput
lendir,mulut dan bibir kering,berat badan menurun,anus
kemerahan.
Perkusi : adanya distensi abdomen.
Palpasi : Turgor kulit kurang elastic
Auskultasi : terdengarnya bising usus.
7. Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan tinja,darah lengkap dan duodenum intubation yaitu untuk
mengetahui penyebab secara kuantitatif dan kualitatif.
B. Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
ditandai dengan kulit kering, peningkatan suhu tubuh, haus, kelemahan,
membrane mukosa kering, peningkatan hematokrit.
2. Diare berhubungan dengan kontaminan ditandai dengan nyeri abdomen,
sedikitnya tiga kali buang air besar cair per hari, ada dorongan.
3. Disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan makan
kontaminan ditandai dengan nyeri abdomen, distensi abdomen, diare,
perubahan bising usus, mual, muntah.
4. Mual berhubungan dengan iritasi lambung ditandai dengan melaporkan
mual, rasa asam di mulut, peningkatan salivasi, keengganan terhadap
makanan.
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera kimia ditandai dengan
perubahan selera makan, mengekspresikan perilaku, perilaku berjaga-jaga
atau melindungi area nyeri, melaporkan nyeri secara verbal
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan factor biologis ditandai dengan nyeri abdomen, diare, bising usus
hiperaktif, ketidakmampuan mencerna makanan, kurang minat pada
makanan, membrane mukosa pucat.
7. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolism ditandai
dengan peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal, kulit terasa hangat.
8. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan ditandai
dengan gelisah dan menyadari gejala fisiologis.
9. Rencana Asuhan Keperawatan (terlampir)

DIAGNOSIS KEPERAWATAN EVALUASI

Diare berhubungan dengan S : pasien tidak mengeluh nyeri


kontaminan ditandai dengan nyeri abdomen berlebihan saat eliminasi dan
abdomen, sedikitnya tiga kali buang dorongan berkurang
air besar cair per hari, ada dorongan. O : karakteristik feses berbentuk dan
tidak cair, tidak terdapat nanah/darah,
berwarna kuning kecoklatan.
A : terapi hidrasi dilanjutkan sampai
keadaan umum pasien baik.
P : anjurkan pasien untuk menjaga pola
makan
pasca kesembuhan.

Nyeri akut berhubungan dengan agen S : pasien tidak mengeluh nyeri dan
cedera kimia ditandai dengan tidak mengeluh gangguan tidur.
perubahan selera makan, O : pasien tidak meringis,
mengekspresikan perilaku, perilaku dan tidak memegangi daerah yang
berjaga- jaga atau melindungi area nyeri.
nyeri, melaporkan nyeri secara A : terapi farmakologi dihentikan,
verbal terapi nonfarmakologi dilanjutkan.
P : ajarkan keluarga pasien terapi
nonfarmakologi.

Hipertermia berhubungan dengan S : pasien tidak gelisah dan tidak


peningkatan laju metabolism ditandai merasa demam.
dengan peningkatan suhu tubuh di O : suhu tubuh saat dikaji dalam
atas kisaran normal, kulit terasa rentang
hangat.
normal.
A : antipiretik dihentikan. Berikan
kompres terlebih dahulu, apabila
demam kembali muncul.
P : edukasikan pasien untuk tidak
mandi atau
kontak dengan air terlalu sering.
DAFTAR PUSTAKA

Dochterman, Bulecheck. 2004. Nursing Intervention Classification. United States


of America : Mosby.

Guyton & Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (terjemahan). Jakarta:EGC

Moorhead S, Johnson M, Maas M, Swanson, E. 2006. Nursing Outcomes


Classification. United States of America : Mosby
North American Nursing Diagnosis Association (NANDA). 2010. Diagnosis
Keperawatan 2009-2011. Jakarta : EGC.
Nurmasari, Mega. 2010. Pola Pemilihan Obat dan Outcome Terapi
Gastroenteritis Akut (GEA) Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta Januari - Juni Tahun 2008.
Jawa Tengah. Universitas Muhammadiyah. (Diakses 12 Desember 2011 :
http://etd.eprints.ums.ac.id/7681/)
Ratnawati, Dwi. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Gastroenteritis
di Bangsal Anggrek RSUD Sukoharjo. Jawa Tengah. Universitas
Muhammadiyah Surakarta. (Diakses 12 Desember 2011 :
etd.eprints.ums.ac.id/2886/1/J200050055.pdf)
Wicaksono, Arridho D. 2011. Pemilihan Obat dan Outcome Terapi
Gastroenteritis Akut Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap RSUP
Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2009. Jawa Tengah. Universitas
Muhammadiyah Surakarta. (Diakses 12 Desember 2011 :
etd.eprints.ums.ac.id/12642/1/COVER%2B_BAB_1.pdf).
Winarsih, Biyanti D. 2011. Efektivitas Mutu Berbasis Praktek, Intervensi
Peningkatan Multimodal Untuk Gastroenteritis Pada Anak. Jakarta.
Universitas Indonesia. (Diakses 12 Desember 2011 :
www.fik.ui.ac.id/pkko/files/Tugas%20SIM%20UTS.pdf).
Zein, Umar., Sagala, Khalid H., Ginting, Josia. 2004. Diare Akut Disebabkan
Bakteri. Sumatra Utara. Universitas Sumatra Utara. . (Diakses 12 Desember
2011 : repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../penydalam-umar5.pdf).
YAYASAN KARYA HUSADA KEDIRI
AS N
STIKES KARYA HUSADA KEDIRI YAYEDIRA
I
K
Ijin Mendiknas RI No. 164/D/O/2005 Rekomendasi Depkes RI No. HK.03.2.4.1.03862
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

KA

A
Jl. Soekarno Hatta, Kotak Pos 153, Telp/Fax. (0354) 395203 Pare Kediri RY

D
A HUSA
Website: www.stikes-khkediri.ac.id

FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

I. DATA UMUM

Nama : Tn. “D”


Ruang : Teratai 2
No. Register : 2013170
Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : laki- laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa/ Indonesia
Bahasa : Indonesia
Alamat : Mojoayu Plemahan - Kediri
Pekerjaan : Swasta
Penghasilan : -
Status : Menikah
Pendidikan Terakhir : SLTA
Golongan Darah :
Tanggal MRS : 11 November 2020 jam 08.54 WIB
Tanggal Pengkajian : 12 November 2020 jam 08.00 WIB
Diagnosa Medis : GEA

II. DATA DASAR

Keluhan Utama : BAB cair mulai 3 hari, frekwensi ≥ 5x


Alasan Masuk Rumah Sakit : Pada tanggal 11 November 2020 jam 08.54
pasien datang dengan keluhan BAB cair mulai 3 hari ini, frekwensi lebih dari
5x, cair ada ampasnya, nyeri perut kanan atas (+), nyeri ulu hati (+), muntah
(+) setiap makan minum
P: nyeri pada ulu hati
Q: nyeri terasa hilang timbul
R: nyeri dirasakan didaerah ulu hati
S: skala nyeri4 4
T: nyeri hilang timbul

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengatakan mulai 3 hari ini BAB


cair lebih dari 5x cair dan ada ampasnya, nyeri perut kanan atas, nyeri ulu hati,
muntah setiap makan dan minum, badan lemes.
Upaya yang telah dilakukan: Tgl 8 november 2020 periksa di klinik tetapi
tidak ada perubahan dan akhirnya oleh keluarga di bawa ke RS amelia

Riwayat Kesehatan Dahulu : Pasien pernah diare sebelumnya dan


sembuh hanya dengan obat yang dibeli di apotik

Riwayat Kesehatan Keluarga : Keluarga pasien pernah mengalami diare

III. POLA FUNGSI KESEHATAN

1. Persepsi terhadap Kesehatan – Manajemen Kesehatan


Persepsi pasien tentang kesehatan sangat baik, jika ada salah satu anggota
keluarga ada yang sakit ataupun pasien itu sendiri segera dibawa ke klinik
atau dokter terdekat untuk periksa

2. Pola Aktivitas dan Latihan


 Kemampuan Perawatan Diri
Skor 0 : mandiri, 1 : dibantu sebagian, 2 : perlu bantuan orang lain, 3 :
perlu bantuan orang lain dan alat, 4 : tergantung pada orang lain / tidak
mampu.

Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi 
Berpakaian 
Eleminasi 
Mobilisasi di tempat tidur 
Pindah 
Ambulasi 
Naik tangga 
Makan dan minum 
Gosok gigi 

Keterangan : Semua aktifitas pasien sebagian besar mandiri dilakukan oleh


pasien sendiri
3. Pola Istirahat dan Tidur :
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Jumlah Jam Tidur Siang 1-2 jam 4-5 jam
Jumlah Jam Tidur Malam 6-7 jam 8-9 jam
Pengantar Tidur Tidak ada Tidak ada
Gangguan Tidur Tidak ada Tidak ada
Perasaan Waktu Bangun Merasa segar Biasa saja

4. Pola Nutrisi – Metabolik


KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Frekuensi 3x/ hari 3x/ hari
Jenis Nasi, sayur, lauk Nasi Tim, sayur, lauk
Porsi 1 porsi habis 1 porsi tidak habis ,
Cuma ¼ porsi
Total Konsumsi Dalam sehari habis Dalam sehari habis 1
3 porsi porsi
Keluhan Tidak ada keluhan Setiap makan minum
pasien merasa mual dan
muntah

5. Pola Eliminasi
Eliminasi Uri
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Frekuensi 5-6x dalam sehari 4x dalam sehari
Pancaran Tidak terkaji Tidak terkaji
Jumlah Tidak terkaji Tidak terkaji
Bau Khas Urin Khas Urin
Warna Kuning jernih Seperti teh
Perasaan setelah BAK Merasa lega Biasa
Total Produksi Urin 1500 cc 300 cc

Eliminasi Alvi
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Frekuensi 1x dalam sehari 4x
Konsistensi Kadang lembek kadang Cair ada ampasnya
padat
Bau Khas Khas
Warna Kuning Kuning
5. Pola Kognitif dan Persepsi Sensori
Pasien tidak ada keluhan yang berkenaan dengan kemampuan sensori (
penglihatan, pendengaran, penghidu, pengecap maupun sensori perubahan)
6. Pola Konsep Diri
Pasien berharap dengan perawatan dan pengobatan di Rumah Sakit pasien
akan segera sembuh dan dapat beraktifitas seperti biasanya
7. Pola Mekanisme Koping
Pasien dalam mengambil keputusan selalu bermusyawarah dengan
keluarga terutama dengan istrinya
8. Pola Fungsi Seksual – Reproduksi
9. Pola Hubungan – Peran
Pasien adalah seorang ayah dari 2 anak dan juga seorang suami. Hubungan
dengan keluarga dan juga tetangga sangat baik, begitu juga hubungan
dengan pasien lain juga baik
10. Pola Nilai dan Kepercayaan
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Nilai Khusus - -
Praktik Ibadah Sholat 5 waktu Pasien tetap sholat
dengan duduk
Pengetahuan tentang Mengerti tentang kaidah Mengerti tentang kaidah
Praktik Ibadah selama agama agama
sakit

IV. PEMERIKSAAN FISIK (DATA OBYEKTIF)


1. Status Kesehatan Umum
Keadaan/ penampilan umum:
Kesadaran : Composmentis GCS: 456
BB sebelum sakit : 70kg TB: 160cm
BB saat ini : 70kg
BB ideal : 54kg- 60kg
Perkembangan BB : normal
Status Gizi : normal
Status Hidrasi : normal
Tanda – tanda vital :
TD : 118/91 mmHg
N : 115 x/menit
Suhu : 36,6 C
RR : 20x/menit

Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
HB : 16.3 gr/dl
Leuko : 18.700
PCV : 47.8 %
Trombosit : 250000 sel/lp
Elektrolit ( NA, K, CL )
Clorida (Dewasa) : 103,9 mmol/L
Natrium (Dewasa) : 137,1 mmol/L
Kalium (Dewasa) : 3,54 mmol/L
SGOT : 17.6 U/L
SGPT : 16.0 U/L
2. Radiologi
Tidak diperiksa

Terapi
1. Oral
Sanmag 3x10ml
New diatab 3x 2 tb
2. Parenteral
Infus RL 20 tpm
Injeksi Cefotaxim 2x1 gr
Pantoprazole 1x1
Antrain 3x1 amp

OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK {dengan per sistem)


1. Tanda-tanda vital
Tanda – tanda vital
TD : 118/91 mmHg
N : 115 x/menit
Suhu : 36,6 C
RR : 20x/menit

2. Sistem Pernafasan (B1)


a. Bentuk dada simetris simetris barrel chest
Funnel chest Pigeons chest
b. Keluhan sesak batuk nyeri waktu napas
c. Irama napas teratur tidak teratur
d. Suara napas vesiculer ronchi D/S wheezing D/S
rales D/S

3. Sistem Kardiovakuler (B2)


a. Keluhan nyeri dada ya tidak
b. Irama jantung teratur tidak teratur
c. CRT < 3 detik > 3 detik
d. Konjungtiva pucat ya tidak
e. JVP normal meningkat menurun
Lain-lain :
4. Sistem Persarafan (B3)
a. Kesadaran composmentis apatis somnolen sopor
koma
GCS : 4-5-6
b. Keluhan pusing ya tidak
c. Pupil isokor anisokor
d. Nyeri tidak ya, skala nyeri : 4 lokasi : perut kanan atas dan
ulu hati
Lain-lain :

5. Sistem Perkemihan (B4)


a. Keluhan : kencing menetes inkontinensia retensi
gross hematuri disuria poliuri
oliguri anuri
b. Alat bantu (kateter, dll) ya tidak
c. Kandung kencing : membesar ya tidak
nyeri tekan ya tidak
d. Produksi urine : 300 ml/hari warna : kecoklatan bau : amoniak
e. Intake cairan : oral :1000cc/hr parenteral : 1500cc/hr
Lain-lain :

6. Sistem Pencernaan (B5)


a. TB : 160 cm BB : 70 kg
b. Mukosa mulut : lembab kering merah stomatitis
c. Tenggorokan nyeri telan sulit menelan
d. Abdomen supel tegang nyeri tekan , lokasi : kanan atas dan ulu
hati
Luka operasi jejas lokasi :
Pembesaran hepar ya tidak
Pembesaran lien ya tidak
Ascites ya tidak
Mual ya tidak
Muntah ya tidak
Terpasang NGT ya tidak
Bising usus :....28......x/mnt
e. BAB : 4x/hr, konsistensi : lunak cair lendir/darah
konstipasi inkontinensia kolostomi
f. Diet padat lunak cair
Frekuensi :.........3......x/hari jumlah:..1/4 porsi jenis : nasi
tim, lauk cincang, sayur
Suara abdomen tymphani

7. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)


a. Pergerakan sendi bebas terbatas
b. Kelainan ekstremitas ya tidak
c. Kelainan tl. belakang ya tidak
d. Fraktur ya tidak
e. Traksi/spalk/gips ya tidak

f. Kompartemen sindrom ya tidak


g. Kulit ikterik sianosis kemerahan
hiperpigmentasi
h. Akral hangat panas dingin kering basah
i. Turgor <3 detik >3 detik
j. Luka : jenis :............. luas : ............... bersih kotor
Lain-lain : - Berkeringat di daerah kepala dan punggung

8. Sistem Endokrin
a. Pembesaran kelenjar tyroid ya tidak
b. Pembesaran kelenjar getah bening ya tidak
Lain-lain :

V. ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1. DS : Pasien mengatakan BAB Bakteri, virus, Diare
lebih dari 5x dengan parasit
konsistensi cair

DO : Masuk dalam
- BAB >5x saluran cerna
- Konsistensi feses cair
- Bising usus 28x/mnt
- Leukosit : 18.700 u/dl Berkembang di
usus

Reaksi
pertahanan
dari tubuh

Inflamasi usus

Hiperperistaltik
usus

Penurunan
fungsi usus

Diare
2. DS : Pasien mengatakan mual Bakteri, virus, Nausea
muntah parasit

DO : Masuk dalam
- Pasien hipersaliva saluran cerna
- Berkeringat di daerah
kepala dan punggung
- Mual + Reaksi
- Tidak berminat makan pertahanan tubuh
- Makan habis 1/4 porsi Iritasi lambung
- N: 115 x/menit
Peningkatan
asam lambung

Nausea

3. DS : Pasien mengatakan nyeri Bakteri, virus, Nyeri akut


perut kanan atas dan ulu hati parasit
berkembang
DO : diusus
- Pasien menyeringai
kesakitan
- Skala nyeri 4 Reaksi
- Pasien memegangi pertahanan diri
perut
- Tidak berminat makan Inflamasi usus
- Berkeringat di daerah
kepala dan punggung Hiperperistaltik
- TD: 118/91 mmHg usus
- N: 115 x/menit
- RR: 20x/menit
Kembung

Nyeri

VI. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. diare berhubungan dengan kontaminan ditandai dengan frekuensi bab > 5
kali, konsistensi cair
2. Nausea berhubungan dengan iritasi lambung dibuktikan dengan Pasien
mengeluh mual
3. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi lambung dibuktikan dengan Pasien
mengeluh nyeri perut dan Pasien meringis menahan sakit

VI. INTERVENSI KEPERAWATAN

Tanggal/ Diagnosa Outcome Intervensi


Jam Keperawatan
12 -11-20 Diare Setelah dilakukan Managemen Diare
Jam 08.00 berhubungan intervensi keperawatan Observasi
dengan dalam waktu 24 jam 1. Identifikasi penyebab diare
kontaminan fungsi gastrointestinal (misal: inflamasi
ditandai membaik dengan kriteria gastrointestinal, iritasi
dengan: hasil: gastrointestinal,proses
- nyeri perut 1.Nafsu makan infeksi, malabsorbsi,
- frekuensi bab meningkat ansietas, stress, efek obat-
> 5 kali, 2.Mual menurun obatan, pemberian botol
konsistensi cair 3.Muntah menurun susu)
- mukosa bibir 4.Nyeri abdomen 2. Identifikasi Riwayat
kering menurun pemberian makanan
5.Frekuensi bab 3. Identifikasi gejala
membaik invaginasi
6.Konsistensi feses 4. Monitor warna, volume,
membaik frekuensi, dan konsistensi
7.Jumlah feses tinja
membaik 5. Monitor tanda dan gejala
8.Warna feses hipovolemia
membaik 6. Monitor tanda dan gejala
hypovolemia (takikardi,
nadi teraba lemah, tekanan
darah menurun,turgor kulit
turun, mukosa mulut kering,
CRT lambat, BB turun)
7. Monitor jumlah
pengeluaran diare
8. Monitor kemanan
penyiapan makanan
Terapeutik
1. Berikan asupan nutrisi oral
( larutan garam gula,
oralit, Pedialyte,renalyte)
2. Pasang jalur IV
3. Berikan cairan IV ( Ringer
Laktat, Ringer Asetat)
4. Ambil sampel darah untuk
pemeriksaan darah
lengkap dan elektrolit.
5. Ambil sampel feses untuk
kultur
Edukasi
1. Anjurkan makan porsi
kecil dan sering secara
bertahap
2. Anjurkan menghindari
makanan pembentuk gas,
pedas, dan mengandung
laktosa
3. Anjurkan melanjutkan
pemberian ASI
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
antimotilitas
(loperamide,difenoksilat)
2. Kolaborasi pemberian obat
antispasmodic/spasmolitik
(papaverine, ekstrak
beladona, mebeverine)
3. Kolaborasi pemberian obat
pengeras feses

12 -11- 20 Nausea Setelah dilakukan Managemen Mual


Jam 08.30 berhubungan intervensi keperawatan Observasi
dengan iritasi selama 1x24 jam maka 1. Identifikasi pengalaman
lambung tingkat nausea menurun mual
dibuktikan dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi isyarat
dengan : 1. Nafsu makan nonverbal
~Pasien meningkat keyidaknyamanan
mengeluh mual 2. Keluhan mual 3. Identifikasi dampak mual
~Saliva menurun terhadap kualitas hidup
meningkat 3. Perasaan ingin 4. Identifikasi factor
muntah menurun penyebab mual
4. Saliva menurun 5. Identifikasi antiemetic
5. Diaforesis menurun untuk mencegah mual
6. Monitor mual
7. Monitor asupan nutrisi
dan kalori
Terapeutik
1. Kendalikan factor
lingkungan penyebab
mual
2. Kurangi dan hilangkan
keadaan penyebab mual
3. Berikan makanan dalam
jumlah kecil dan menarik
4. Berikan makanan dingin,
cairan bening, tidak
berbau da tidak berwarna
Edukasi
1. Anjurkan istirahat dan
tidur yang cukup
2. Anjurkan sering
membersihkan mulut
3. Anjurkan makanan tinggi
karbohidrat dan rendah
lemak
4. Ajarkan penggunaan
teknik nonfarmakologis
untuk mengatasi mual
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antiemetic jika perlu

12 -11-20 Nyeri akut Setelah dilakukan Managemen Nyeri


Jam 08.00 berhubungan intervensi keperawatan Observasi
dengan iritasi seama 1x4 jam 1. Identifikasi lokasi,
lambung diharapkan tingkat nyeri karakteristik, durasi,
dibuktikan menurun dengan kriteria frekuensi, kualitas,
dengan: hasil : intensitas nyeri
- Pasien 1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
mengeluh menurun 3. Identifikasi respon nyeri
nyeri perut 2. Meringis menurun nonverbal
- Pasien 3. Muntah menurun 4. Identifikasi factor yang
meringis 4. Mual menurun memperberat dan
menahan sakit 5. Frekuensi nadi memperingan nyeri
- Frekuensi membaik 5. Identifikasi pengetahuan
nadi meningkat 6. Pola nafas membaik dan keyakinan tentang
7. Tekanan
- darah nyeri
membaik 6. Identifikasi pengaruh
8. Nafsu makan budaya terhadap respon
membaik nyeri
7. Identifikasi pengaruh
- nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan
terapi komplementeryang
sudah diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan Teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat nyeri
(suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan Teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
~ kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu
VII. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No. Tanggal/ Implementasi Ttd


DX jam
1 12-11-20 1. Mengidentifikasi penyebab diare Rori
08.00 2. Mengidentifikasi Riwayat pemberian
makanan
3. Memonitor warna, volume, frekuensi,
dan konsistensi tinja
4. Memonitor tanda dan gejala
hipovolemia
5. Memonitor jumlah pengeluaran diare
6. Memonitor kemanan penyiapan
makanan
7. Memberikan asupan nutrisi oral
8. Memberikan cairan Ringer Laktat
9. Mengambil sampel darah untuk
pemeriksaan darah lengkap dan
elektrolit.
10. Mengambil sampel feses untuk kultur
11. Menganjurkan makan porsi kecil dan
sering secara bertahap
12. Menganjurkan menghindari makanan
pembentuk gas, pedas, dan
mengandung laktosa
13. berkolaborasi pemberian obat new
diatab 2 tab

2 12-11-20 1. Mengidentifikasi pengalaman mual Rori


08.00 2. Mengidentifikasi isyarat nonverbal
keyidaknyamanan
3. Mengidentifikasi dampak mual
terhadap kualitas hidup
4. Mengidentifikasi factor penyebab mual
5. Mengidentifikasi antiemetic untuk
mencegah mual
6. Memonitor mual
7. Memonitor asupan nutrisi dan kalori
8. mengendalikan factor lingkungan
penyebab mual
9. Mengurangi dan hilangkan keadaan
penyebab mual
10. Memberikan makanan dalam jumlah
kecil dan menarik
11. Memberikan makanan dingin, cairan
bening, tidak berbau da tidak berwarna
12. menganjurkan istirahat dan tidur yang
cukup
13. Menganjurkan sering membersihkan
mulut
14. Menganjurkan makanan tinggi
karbohidrat dan rendah lemak
15. Mengajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologis untuk mengatasi mual
16. Berkolaborasi pemberian antiemetic
jika perlu
3. 12-11-20 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, Rori
08.00 durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
2. Mengidentifikasi skala nyeri
3. Mengidentifikasi respon nyeri
nonverbal
4. Mengidentifikasi factor yang
memperberat dan memperingan nyeri
5. Mengidentifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
6. Mengidentifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
7. Mengidentifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
8. Memonitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
9. Memonitor efek samping penggunaan
analgetik
10. Memberikan Teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri
11. Mengontrol lingkungan yang
memperberat nyeri
12. Memfasilitasi istirahat dan tidur
13. Menjelaskan strategi meredakan nyeri
14. Menganjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
15. Menganjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
16. Mengjarkan Teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri
17. Berkolaborasi pemberian antrain 1
ampul
VIII. EVALUASI
No. DX Tanggal/ jam Evaluasi Ttd
1 12-11-20 S: Pasien mengatakan hari ini BAB 3x sudah Rori
14.00 ada ampasnya
O:
Makan habis ½ porsi
Mual menurun
Muntah 3x
Skala nyeri 3
Frekuensi bab 3 x
Konsistensi cair ada ampas
Jumlah feses ± 300 cc
Warna feses kuning
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi nomer
3,4,5,6,7,11,12,13
2 12-11-20 S: Pasien mengatakan masih merasa mual Rori
14.00 O:
Makan habis ½ orsi
mual menurun
muntah 3x
berkeringat di daerah dahi
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
nomer6,7,8,9,10,11,12,13,15
3 12-11-20 S: Pasien mengatakan perut dan ulu hati Rori
14.00 masih terasa sakit
O:
Skala nyeri 3
Meringis menurun
Muntah 3 x
Mual menurun
Nadi : 84x/mnt
Rr : 20
TD : 120/80 mmHg
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi nomer
2,3,4,9,10,12,16,17
1 13-11-20 S: Pasien mengatakan hari ini BAB 1x sudah Rori
08.00 ada ampasnya
O:
Makan habis 1 porsi
Mual -
Muntah -
Skala nyeri 1
Frekuensi bab 1 x
Konsistensi ampas
Jumlah feses ± 100 cc
Warna feses kuning
A : Masalah teratasi
P : discharge planning
2 13-11-20 Pasien mengatakan sudah tidak mual Rori
08.00 O : Makan habis ½ orsi
mual -
muntah -
berkeringat -
A : Masalah teratasi
P : discharge planning
3 13-11-20 Pasien mengatakan perut sudah tidak terasa Rori
08.00 sakit
O : Skala nyeri 1
Meringis -
Muntah -
Mual -
Nadi : 80x/mnt
Rr : 20
TD : 118/78 mmHg
A : Masalah teratasi
P : discharge planning
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN MENINGITIS

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Keperawatan Medikal Bedah

Ruang Teratai RS Amelia Pare Kediri

Oleh:

Dwi Rori Fajarotin


NIM. 202006105

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
TAHUN 2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini disusun untuk memenuhi tugas

praktik profesi Ners di Rumah Sakit Amelia Pare pada tanggal 17-19 Desember 2020

oleh mahasiswa S1 Keperawatan STIKES KARYA HUSADA KEDIRI

Pembimbing Klinik Pembimbing Institusi

(Mardiani, S.Kep.Ns) (Dr. Ns. Moch. Maftuchul Huda, M.Kep.,Sp.Kom)


LAPORAN PENDAHULUAN MENINGITIS

1. DEFINISI
Meningitis adalah inflamasi pada meningen atau membrane (selaput) yang
mengelilingi otak dan medulla spinalis. Penyebab meningitis meliputi bakteri, virus,
dan organisme jamur (Muttaqin,2008).
Otak dan medul spinalis dilindungi oleh lapisan atau selaput yang disebut
meningen. Peradangan pada meningen khususnya pada bagian araknoid dan piameter
(leptomeningens) disebut meningitis. Peradangan pada bagian durameter disebut
pakimeningen. Meningitis dapat disebabkan karena bakteri, virus, jamur, atau karena
toksin. Namun demikian sebagian besar meningitis disebabkan bakteri.
Meningitis adalah peradangan pada meningen yaitu membrane yang melapisi
otak dan medulla spinalis (Black,2009).
Dari penjelasan diatas, kesimpulan penulis tentang meningitis adalah suatu
reaksi peradangan seluruh selaput otak (meningen) yang ditandai dengan adanya sel
darah putih dalam cairan serebrospinalis, yang disebabkan oleh virus, jamur dan
bakteri yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak.

2. KLASIFIKASI
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan
otak, yaitu :
a) Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang
jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab
lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
b) Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula
spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok),
Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus
aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Peudomonas aeruginosa.
3. ETIOLOGI
Penyebab meningitis yang paling sering adalah bakteri, virus, jamur, dan protozoa :
Penyebab Jenis
Bakteri Streptococcus pneumonia
Neisseria meningitides
Listeria monocytogenes
Hemophilus influenza
Streptococcus agalactiae
Escherichia coli
Klebisella pneumonia
Pseudomonas aeruginosa
Salmonella spp
Nocardia spp
Mycobacterium tuberculosis

Virus Nonpolio enteroviruses echoviruses


Coxsackieviruses
Mumps virus
Arboviruses
Herpesviruses
Lymphocytic choriomeningitis virus
Human immunodeficiency virus
Adenovirus
Parainfluenza viruses 2 and 3

Jamur Cryptococcus neoformans


Coccidioides immitis
Histoplasma capsulate
Paracoccidioides brasiliensis

Protozoa Naegleria fowleri


Angiostrongylus cantonensis
Strongyloides stercoralis
Toxoplasma gondii
Plasmodium falciparum

Penyebab lain adalah riketsia, penyakit kanker, tumor pada otak, obat-obatan seperti

antimikriba, immune globulin, ranitidine, non steroidal anti-inflammatory, penyakit

sistemik seperti Systemic lupus erythematosus, Rheumatoid arthritis, Polymyositis.


4. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Otak manusia kira-kira mencapai 2% dari berat badan dewasa. Otak menerima
15% dari curah jantung memerlukan sekitar 20% pemekaian oksigen tubuh, dan
sekitar 400 kilo kalori energy setiap harinya.
Otak bertanggung jawab terhadap kemampuan manusia untuk melakukan
gerakan-gerakan yang disadari, dan kemampuan untuk berbagai macam proses
mental, seperti ingatan atau memor, perasaan emosional, intelegensi, berkomunikasi,
sifat atau kepribadian dan pertimbangan. Berdasarkan gambar dibawah, otak dibagi
menjadi lima bagian, yaitu otak besar (serebrum), otak kecil (serebelum), otak tengah
(mesensefalon), otak depan (diensefalon), dan jembatan varol (pons varoli) (Russell J.
Greene and Norman D.Harris,2008).

Gambar 2.2
Otak diselimuti oleh selaput otak yang disebut meningens yang terdiri dari 3 lapisan
yaitu :
1. Durameter
Lapisan paling luar dari otak dan bersifat tidak kenyal. Lapisan ini melekat
langsung dengan tulang tengkorak, berfungsi untuk melindungi jaringan-
jaringan yang halus dari otak dan medulla spinalis.
2. Arakhnoid
Lapisan bagian tengah dan terdiri dari lapisan yang berbentuk jarring laba-
laba. Ruangan dalam lapisan ini disebut dengan ruang subarachnoid dan
memiliki cairan yang disebut cairan serebrospinal. Lapisan ini berfungsi untuk
melindungi otak dan medulla spinalis dari guncangan.
3. Piameter
Lapisan paling dalam dari otak dan melekat pada otak. Lapisan ini banyak
memiliki pembuluh darah, berfungsi untuk melindungi otak secara langsung.
Bagian-bagian otak :
a. Otak Besar (Serebrum)
Merupakan bagian terbesar dan terdepan dari otak manusia. Otak besar
mempunyai fungsi dalam mengatur semua aktivitas mental, yang berkaitan
dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), kesadaran dan
pertimbangan. Otak besar terbagi menjadi empat bagian yang disebut lobus.
Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang
menyerupai parit disebut sulcus.
1) Lobus Frontal
Merupakan bagian lobus yang ada di paling depan dari otak besar. Lobus
ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak,
kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, member penilaian,
kreativitas, kontrol perasaan, dan kemampuan bahasa.
2) Lobus Parietal
Berada ditengah berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti
tekanan, sentuhan, dan rasa sakit.
3) Lobus Temporal
Berada di bagian bawah berhubungan kemampuan pendengaran,
pemaknaan informasi dan bahasa bicara atau komunikasi dalam bentuk
suara.
4) Lobus Occipital
Bagian paling belakang berhubungan dengan rangsangan visual yang
memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap
objek yang ditangkap oleh retina mata.
b. Otak Kecil (Serebelum)
Mempunyai fungsi utama dalam koordinasi terhadap otot dan tonus otot,
keseimbangan dan posisi tubuh.
Bila ada rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang
normal tidak mungkin dilaksanakan. Otak kecil juga berungsi
mengkoordinasikan gerakan yang halus dan cepat.
Otak kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis
yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat
menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya. Jika terjadi cidera pada otak
kecil dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerakan otot.
c. Otak Tengah (Mesensefalon)
Terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Otak tengah berfungsi
penting pada reflek mata, tonus otot serta fungsi posisi atau kedudukan tubuh.
d. Otak Depan (Diensefalon)
Terdiri dari dua bagian, yaitu thalamus yang berfungsi menerima semua
rangsangan dari reseptor kecuali bau, dan hipotalamus yang berfungsi dalam
pengaturan suhu, pengaturan nutrient, penjagaan agar tetap bangun, dan
penumbuhan sikap agresif.
e. Jembatan Varol (Pons Varoli)
Merupakan serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan
kanan. Selain itu, menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.
Meningitis atau radang selaput otak adalah radang pada membran yang
menyelubungi otak dan sumsum tulang belakang, yang secara kesatuan
disebut meningen.
Radang dapat disebabkan oleh infeksi oleh virus, bakteri atau juga
mikroorganisme lain, dan walaupun jarang dapat disebabkan oleh obat
tertentu. Meningitis dapat menyebabkan kematian karena radang yang terjadi
di otak dan sumsum tulang belakang.

Meningen terdiri atas tiga membrane yang bersama-sama dengan likuor


serebrospinalis, membungkus dan melindungi otak dan sumsum tulang
belakang (sistem saraf pusat). Pia meter merupakan membrane kedap air yang
sangat halus yang melekat kuat dengan permukaan otak, mengikuti seluruh
liku-liku kecilnya.
Arachnoid meter (disebutdemikian karena bentuknya yang menyerupai sarang
laba-laba) merupakan suatu kantong longgar di atas pia meter. Ruang
subarachnoid memisahkan membrane pia meter dan arachnoid dan terisi
dengan cairan likuor serebrispinalis. Membran terluar, dura meter merupakan
membrane telan yang kuat, yang melekat ke membrane arachnoid dan ke
tengkorak (Torwoto,2013).
f. Limbic System (Sistem Limbik)
Sistem limbic terletak dibagian tengah otak, membungkus batang otak ibarat
kerah baju. Bagian otak ini sama dimiliki juga oleh hewan mamalia sehingga
sehingga sering disebut dengan otak mamalia.
Bagian terpenting dari limbic sistem adalah hipotalamus yang salah satu
fungsinya adalah bagian memutuskan mana yang perlu mendapatkna
perhatian dan mana yang tidak.

5. MANIFESTASI KLINIS
a. Meningitis Bakteri
Meningitis bakteri disebut juga meningitis purulenta atau meningitis septic,
penyebabnya adalah bakteri. Bakteri infeksi masuk ke susunan saraf pusat
melalui peredaran darah atau langsung dari luar misalnya pada fraktur atau luka
terbuka.
Bakteri-bakteri yang sering menimbulkan meningitis diantaranya meningococus,
pneumococus dan haemophilus influenza. Bakteri-bakteri ini banyak terdapat
pada nasopharing.
Ketika organisme pathogen masuk ke ruang subaraknoid, maka reaksi
peradangan terjadi dan mengakibatkan :
- Bendungan cairan serebrospinalis
- Penumpukan eksudat
- Perubahan arteri pada subaraknoid
- Perubahan jaringan disekitarnya (edema).
Manifestasi Klinis :
1) Demam merupakan gejala awal
2) Nyeri kepala
3) Mual dan muntah
4) Kejang umum
5) Fotofobia
6) Pada keadaan lebih lanjut dapat mengakibatkan penurunan kesadaran sampai
dengan koma
7) Adanya tanda-tanda iritasi meningeal seperti :
- Kaku kuduk, pasien mengalami kekakuan pada leher sehingga terdapat
kesulitan dalam memfleksikan leher karena adanya spasme otot-otot leher.
- Tanda Kernig positif, ketika paha pasien dalam keadaan fleksi lebih dari
135o karena nyeri.
- Tanda Brudzinski positif, bila leher paien di fleksikan maka dihasilkan
fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas
bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat pada sisi
ekstremitas yang berlaawanan.
Untuk memastikan meningitis, selain tanda dan gejala maka perlu
dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinalis. Pada kultur cairan
didapatkan 70-80% kasus didapatkan mikroorganisme. Cairan
serebrospinalis pada meningitis yang disebabkan tubekulosa didapatkan :
1. Warna : Jernih atau santokrome

2. Sel : Jumlah sel meningkat


Kadar protein meningkat
Kadar glukosa meningkat
Terdapat kuman tuberkulosa
(Ronny Yoes dalam Harsono,2003).

b. Meningitis Virus
Virus penyebab infeksi pada meningitis masuk melalui sistem respirasi, mulut,
genetalia atau melalui gigitan binatang. Jenis penyakit virus yang dapat
menyebabkan meningitis adalah measles, mumps, herpes simplex dan herpes
zoster. Virus lain yang sering menyebabkan meningitis adalah virus HIV.
Manifestasi klinis yang menyertai seperti nyeri kepala, nyeri ketika membuka
mata, photofobia dan adanya kaku kuduk. Adanya kelemahan, rash, dan nyeri pada
ekstremitas.
Demam dan tanda-tanda iritasi meningeal dijumpai seperti kaku kuduk, tanda
bridzinski dan kernig. Pada meningitis virus terapi yang utama adalah
menghilangkan gejala (asimtomatik), bedrest pada masa akut, mengurangi rasa
nyeri kepala, control dengan demam dan menghilangkan kejang.

6. PATOFISIOLOGI
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh tiga lapisan meningen yaitu pada
bagian paling luar adalah durameter, bagian tengah araknoid dan bagian dalam
piameter.
Cairan serebrospinalis merupakan bagian dari otak yang berada dalam ruang
subarachnoid yang dihasilkan dalam fleksus-fleksus choroid yang kemudian di
alirkan melalui sistem ventrikel.
Mikroorganisme daoat masuk ke dalam sistem saraf pusat melalui beberapa
cara misalnya hematogen (paling banyak), trauma kepala yang dapat tembus pada
CSF dank arena lingkungan. Invasi bakteri pada meningen mengakibatkan respon
peradangan. Netropil bergerak ke ruang subarachnoid untuk memfagosit bakteri
menghasilkan eksudat dalam ruang subarachnoid. Eksudat ini yang dapat
menimbulkan bendungan pada ruang subarkhnoid yang pada akhirnya dapat
menimbulkan hidrosepalus.
Selain itu luka atau fraktur terbuka pada kepala dan medulla spinalis,
memungkinkan mudahnya bakteri atau kuman masuk ke otak. Infeksi pada telinga
seperti otitis media dan mastoiditis meningkatkan resiko meningitis bakteri. Kuman
bakteri akan mudah menembus membrane epithelium dan masuk ke ruang
subarachnoid, berkembang menimbulkan respon inflamasi.
Radang paru yang paling sering adalah karena tuberkolusis paru
mengakibatkan meningitis bakteri atau meningitis TB. Selain itu pembedahan otak
dan spinal secara langsung kuman dapat masuk ke lapisan otak. Sepsis atau infeksi
sistemik juga beresiko terjadinya meningitis (Arif Muntaqqin,2008).
7. PATWAY
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Darah : Pemeriksaan darah lengkap, peningkatan sel darah putih (10.000-
40.000/mm3), pemeriksaan koagulasi, kultur adanya mikroorganisme
pathogen.
b. Urine : Albumin, sel darah merah, sel darah putih ada dalam urine.
2. Radiografi : Untuk menentukan adanya sumber infeksi misalnya Rongen dada untuk
menentukan adanya penyakit paru seperti TBC paru, pneumonia, abses paru. Scan
otak untuk menentukan kelainan otak.
3. Pemeriksaan lumbal pungsi : untuk membandingkan keadaan CSF normal dengan
meningitis.

9. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan umum :
a. Pasien di isolasi
b. Pasien di istirahatkan/bedrest
c. Kontrol hipertermia dengan kompres, pemberian antipiretik seperti
parasetamol, asam salisilat
d. Kontrol kejang : Diazepam, fenobarbital
e. Kontrol peningkatan tekanan intracranial : Manitol, kortikosteroid
f. Pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi
2. Pemberian antibiotic
a. Diberikan 10-14 hari atau sedikitnya 7 hari bebas panas
b. Antibiotik yang umum diberikan : Ampisilin, gentamisin, kloromfenikol,
selalosporin.
c. Steroid untuk mengatasi inflamasi
d. Antipiretik untuk mengatasi demam
e. Antikonvulsant untuk mencegah kejang
f. Neuroprotector untuk menyelamatkan sel-sel otak yang masih bisa dipertahankan
g. Pembedahan : seperti dilakukan VP Shunt (Ventrikel Periton)
3. Pengobatan simtomatis :
a. Diazepam IV : 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 – 0.6/mg/kg/dosis
b. Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
c. Turunkan panas Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.
d. Kompres air PAM atau es.
4. Pengobatan suportif :
a. Cairan intravena.
b. Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 – 50%
c. Perawatan pada waktu kejang
5. Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka.
6. Hisap lender
7. Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi.
8. Hindarkan penderita dari rodapaksa (misalnya jatuh).

10. KOMPLIKASI
a. Peningkatan tekanan intracranial
b. Hydrosephalus : Penumpukan cairan pada rongga otak, sehingga meningkatkan
tekanan pada otak.
c. Infark serebral : Kerusakan jaringan otak akibat tidak cukup suplai oksigen, karena
terhambatnya aliran darah ke daerah tersebut.
d. Ensepalitis : peradangan pada jaringan otak dan meningenakibat virus, bakteri, dan
jamur.
e. Syndrome of inappropriate secretion of antidiuretic hormon
f. Abses otak : Infeksi bakteri yang mengakibatkan penimbunan nanah didalam otak
serta pembengkakakan.
g. Kejang : Gangguan aktivitas listrik di otak. Ditandai dengan gerakan tubuh yang
tidak terkendali dan hilangnya kesadaran.
h. Endokarditis : Infeksi pada endokardium yaitu lapisan bagian dalam jantung.
i. Pneumonia : Infeksi yang menimbulkan peradangan pada kantung udara disalah satu
atau kedua paru-paru yang dapat berisi cairan.
j. Syok sepsis : Infeksi luas yang menyebabkan kegagalan organ dan tekanan darah
yang sangat rendah.

11. ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian
Anamnesis pada meningitis meliputi keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, dan pengkajian psikososial (pada anak perlu dikaji dampak
hospitalisasi) (Arif Muttaqin,2008).
1) Keluhan utama
Hal yang sering menjadi alas an klien atau orang tua membawa anaknya untuk
meminta pertolongan kesehatan adalah suhu badan tinggi, kejang, dan
penurunan tingkat kesadaran.
2) Riwayat penyakit sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis
kuman penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul
seperti kapan mulai terjadinya serangan, sembuh atau bertambah buruk. Pada
pengkajian klien dengan meningitis biasanya didapatkan keluhan yang
berhubungan dengan akibat infeksi atau peningkatan tekanan intrakranial.
Keluhan tersebut di antaranya sakit kepala dan demam adalah gejala awal
yang sering. Sakit kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat
dan sebagai akibat iritasi meningen. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian
untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaiman sifat timbulnya
kejang, stimulasi apa yang sering menimbulkan kejang dan tindakan apa yang
diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang.
Adanya penurunan kesadaran dihubungkan dengan meningitis bakteri.
Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya
penyakit.
Pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti riwayat selama menjalani
perawatan di RS, pernahkah menjalani tindakan invasive yang memungkinkan
masuknya kuman ke meningen terutama tindakan melalui pembuluh darah.
3) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya
hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah
klien mengalami infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis,
anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat
trauma kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya.
Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan kepada klien perlu ditanyakan kepada
klien terutama jika ada keluhan batuk produktif dan pernah mengalami
pengobatan obat anti tuberculosis yang sangat berguna untuk mengidentifikasi
meningitis tuberkulosa.
4) Pengkajian psikososial-spititual
Pengkajian psikologis klien meningitis meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif dan perilaku klien.
Sebagian besar pengkajian ini didapat diselesaikan melalui interaksi
menyeluruh dengan klien dalam pelaksanaan pengkajian lain dengan member
pertanyaan dan tetap melakukan pengawaan sepanjang waktu untuk
menentukan kelayakan ekspresi emosi dan pikiran. Pengkajian mekanime
koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respon emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.
b. Pemeriksaan Fisik
a) Tanda-tanda vital
Pada klien meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih
dari normal 38-41oC, dimulai pada fase sistemik, kemerahan, panas, kulit
kering, berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proes
inflamasi dan iritasi meningen yang sudah menggangu pusat pengatur
suhu tubuh. Penurunan denyut nadi berhubungan dengan tanda-tanda
peningkatan TIK.
b) B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan
otot bantu nafas dan peningkatan frekuensi nafas yang sering didapatkan
pada klien meningitis yang disertai adanya gangguan sistem pernafasan.
Palpasi thorax hanya dilakuan jika terdapat deformitas pada tulang dada
pada klien dengan efusi pleura massif. Auskultasi bunyi nafas tambahan
seperti rochi pada klien meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer
dari paru. Pengkajian pada sistem kardiovaskular terutama dilakukan pada
klien meningitis pada tahap lanjut seperti apabila klien mengalami renjatan
(syok).
c) B3 (Brain)
Pengkajian ini merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sisstem lainnya. Pengkajian tingkat
kesadaran Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling
mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan
pengkajian. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis
biasanya berkisar pada tingkat letergi, stupor, dan semikomatosa. Jika
klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk
menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan
pemberi asuhan. Pengkajian Fungsi Serebral Status mental : observasi
penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas
motorik klien. Pada klien meningitis tahap lanjut biasanya status mental
klien mengalami perubahan.
 Pengkajian Saraf Kranial
1. Saraf I : biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan funsi
penciuman.
2. Saraf II : Tes ketajaman penglihatan dalam batas normal
3. Saraf III, IV, dan VI : Pemeriksaan funsi dan reaksi pupil pada
klien meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya
tanpa kelainan.
4. Saraf V : Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan
paralisis pada otot wajah dan reflek kornea biasanya tidak ada
kelainan.
5. Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
simetris.
6. Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif atu tuli
persepsi.
7. Saraf IX dan X : Kemampuan menelan baik
8. Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokledomastoideus dan
trapezius.
9. Saraf XII : Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
 Pengkajian Sistem Motorik
Kekuatan otot menurun, control keseimbangan, dan koordinasi pada
meningitis tahap lanjut mengalami perubahan.
 Pengkajian Reflek
Pemeriksaan reflek profunda, pengetukan pada tendon, ligamentum
atau periosteum derajat reflek pada respon normal.
Reflek patologis akan didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat
kesadaran koma. Adanya reflek Babinski (+) merupakan tanda lesi
UMN.
 Pengkajian Sistem Sensorik
Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensari
raba, nyeri, suhu yang normal, tidak ada perasaan abnormal di
permukaan tubuh, sensasi propriosefsi, dan diskriminatif normal.
1. Kaku kuduk
2. Tanda Kerniq Positif
3. Tanda Brudzinski
d) B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya
volume pengeluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan
penurunan curah jantung ke ginjal.
e) B5 ( Bowel)
Mual sampai muntah disebabkan peningkatan produksi asam lambung.
Pemenuhan nutrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan adanya
kejang.
f) B6 (Bone)
Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lutut dan
pergelangan kaki). Petekia dan lesi purpura yang didahului oleh
ruam. Pada penyakit yang berat dapat ditemukan ekimosis yang berat pada
wajah dan ekstremitas.
Klien sering mengalami penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara
umum sehingga mengganggu ADL.
g) Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic rutin pada klien meningitis, meliputi laboratorium
klinik rutin (Hb, leukosit, LED, trombosit, retikulosit, glukosa). Pemeriksaan
laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak. Analisa
cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa.
Pemeriksaan lainnya diperlukan sesuai klinis klien, meliputi foto rontgen paru
dan CT scan kepala.
h) Pengkajian penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu
menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna
sebagai bahan kolaborasi dengan tim medis.

12. DIAGONOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan infeksi otak
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
dibuktikan dengan batuk tidak efektif, ronchi
3. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas dibuktikan dengan pola nafas
abnormal
4. Resiko infeksi b.d penyakit kronis
5. Resiko cidera b.d perubahan fungsi kognitif
6. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan dibuktikan dengan berat
badan menurun, otot pengunyah lemah
7. Resiko ketidakseimbangan cairan b.d trauma/perdarahan
8. Hipertermi b.d proses penyakit dibuktikan dengan suhu tubuh diatas normal.
9. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
dibuktikan dengan kekuatan otot menurun
10. Defisit perawatan diri b.d kelemahan dibuktikan dengan tidak mampu melakukan
perawatan diri secara mandiri.
13. INTERVENSI
No. Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
1. Perfusi serebral Tujuan : Observasi :
tidak efektif Setelah dilakukan intervensi - Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis.lesi
berhubungan keperawatan selama 3 jam menempati ruang, gangguan metabolism, edema
dengan infeksi maka ekspetasi membaik serebral, peningkatan tekanan vena, obstruksi cairan
otak dengan kriteria hasil : serebrospinalis, hipertensi intrakranial idiopatik.
- Tingkat kesadaran - Monitor peningkatan tekanan darah
meningkat - Monitor pelebaran tekanan nadi(selisih TDS dan TDD)
- Kognitif meningkat - Monitor penurunan frekuensi jantung
- Tekanan intra cranial - Monitor ireguleritas irama nafas
menurun - Monitor penurunan tingkat kesadaran
- Sakit kepala menurun - Monitor perlambatan atau kesimetrisan respon pupil
- Gelisah menurun - Monitor kadar CO2 dan pertahankan dalam rentang
- Agitasi menurun yang diindikasikan
- Demam menurun - Monitor tekanan perfusi serebral
- Tekanan darah - Monitor jumlah, kecepatan dan karakteristik dranase
membaik cairan serebrospinalis
- Reflek saraf membaik - Monitor efek stimulus lingkungan terhadap TIK
- Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
- Monitor CVP (Central Venous Pressure)
- Monitor PAWP, jika perlu
- Monitor PAP, jika perlu
- Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika tersedia
- Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
- Monitor gelombang ICP
- Monitor status pernafasan
- Monitor intake dan output cairan
- Monitor cairan serebrospinalis
Terapeutik :
- Ambil sampel drainase cairan serebrospinalis
- Kalibrasi transduser
- Pertahankan sterilitas sistem pemantauan
- Pertahankan posisi kepala dan leher netral
- Bila sistem pemantauan, jika perlu
- Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan
- Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan
yang tenang
- Berikan posisi semi fowler
- Hindari maneuver Valsava
- Cegah terjadinya kejang
- Hindari penggunaan PEEP
- Hindari menggunakan cairan IV hipotonik
- Atur ventilator agar PaCO2 optimal
- Pertahankan suhu tubuh

- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
. Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan
- Kolaborasi pemberian diuretic osmosis
- Kolaborasi pemberian pelunak tinja
2. Bersihan jalan Tujuan : Observasi :
nafas tidak efektif Setelah dilakukan intervensi - Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas
berhubungan keperawatan selama 3 jam - Monitor pola nafas(seperti bradipnea, takipnea,
dengan sekresi maka ekspetasi membaik hiperventilasi, kassmaul, cheyne-stokes, blot, ataksik)
yang tertahan dengan kriteria hasil : - Monitor kemampuan batuk efektif
dibuktikan dengan - Batuk efektif meningkat - Monitor adanya produksi sputum
batuk tidak efektif, - Produksi sputum - Monitor adanya sumbatan jalan nafas
ronchi menurun - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Mengi menurun - Monitor saturasi oksigen
- Wheezing menurun - Auskultasi bunyi nafas
- Dispnea menurun - Monitor nilai AGD
- Ortopnea menurun - Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
- Sulit bicara menurun - Monitor bunyi nafas tambahan
- Ronchi menurun - Monitor sputum
- Sianosis menurun - Identifikasi kemampuan batuk
- Gelisah menurun - Monitor adanya retensi sputum
- Frekuensi nafas - Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
membaik - Monitor input dan output cairan
- Pola nafas membaik Terapeutik :
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi klien
- Dokumentasi pemantauan
- Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan
chin-lift
- Posisikan semi fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
- Lakukan hipokoksigenasi sebelum penghisapan
endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep
McGill
- Berikan oksigen, jika perlu
- Pasang perlak dan bengkok dipangkuan pasien
- Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan.
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
- Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4
detik, ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8
detik
- Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung setela tarik nafas
dalam yang ke-3
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

3. Pola nafas tidak Tujuan : Observasi :


efektif b.d Setelah dilakukan intervensi - Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
hambatan upaya keperawatan selama 3 jam - Monitor bunyi nafas tambahan (mis. gurgling, mengi,
nafas dibuktikan maka ekspetasi membaik wheezing, ronchi)
dengan pola nafas dengan kriteria hasil : - Monitor sputum
abnormal - Ventilasi semenit - Monitor pola nafas
meningkat - Monitor kemampuan batuk efektif
- Kapasitas vital - Monitor adanya produksi sputum
mambaik - Monitor adanya sumbatan jalan nafas
- Palpasi kesimetrisan ekpansi paru
- Tekanan ekspirasi - Auskultasi bunyi nafas
membaik - Monitor saturasi oksigen
- Dispnea menurun - Monitor nilai AGD
- Penggunaan otot bantu - Monitor hasil x-ray thoraks
menurun Terapeutik :
- Ortopnea menurun - Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head tilt dan
- Pernafasan cuping chin-lift
hidung menurun - Posisikan semi fowlwr atau fowler
- Frekuensi nafas - Berikan minuman hangat
membaik - Lakukan fisioterapi dada
- Kedalaman nafas - Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
membaik - Lakukan hipokoksigenasi sebelum penghisapan
endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep
McGill
- Berikan oksigen, jika perlu
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan

- Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari


- Ajarkan teknik batuk efektif
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Infformasikan hasil pemantauan, jika
perlu Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian bronkadilator, ekspektoran,
mokolitik, jika perlu
4. Resiko infeksi b.d Tujuan : Observasi :
penyakit kronis Setelah dilakukan intervensi - Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
keperawatan selama 3 jam Terapeutik :
maka ekspetasi membaik - Batasi jumlah pengunjung
dengan kriteria hasil : - Berikan perawatan kulit pada area edema
- Kebersihan tangan - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
meningkat pasien dan lingkungan pasien
- Kebersihan badan - Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko tinggi
meningkat Edukasi :
- Nafsu makan meningkat - Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Demam menurun - Ajarkan cara mencuci tangan yang benar
- Kemerahan menurun - Ajarkan etika batuk
- Nyeri menurun - Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
- Bengkak menurun - Ajarkan meningkatkan asupan nutrisi
- Vesikel menurun - Ajarkan meningkatkan asupat cairan
- Cairan berbau busuk Kolaborasi :
menurun - Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
- Sputum berwarna hijau
menurun
- Drainase purulen
menurun
- Gangguan kognitif
menurun
- Kadar sel darah putih
membaik
5. Resiko cidera b.d Tujuan : Observasi :
perubahan fungsi Setelah dilakukan intervensi - Identifikasi area lingkungan yang
kognitif keperawatan selama 1x24jam berpotensimenyebabkan cidera
maka ekspetasi membaik - Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cidera
dengan kriteria hasil : - Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking elastic
- Toleransi aktivitas pada ekstremitas bawah
menurun - Identifikasi kebutuhan keselamatan (mis.kondisi fisik,
- Nafsu makan meningkat fungsi kognitif dan riwayat perilaku)
- Toleransi makanan - Monitor perubahan status kesehatan lingkungan
menurun Terapeutik :
- Kejadian cidera - Sediakan pencahayaan yang memadai
menurun - Gunakan lampu tidur selama jam tidur
- Luka lecet menurun - Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan
- Ketegangan otot rawat inap
menurun - Gunakan alas lantai jika beresiko mengalami cidera
- Fraktur menurun serius
- Gangguan mobilitas - Sediakan alas kaki antislip
menurun - Sediakan pipot atau urinal untuk eliminasi ditempat
- Gangguan kognitif tidur
menurun - Pastikan bel panggilan atau telepon mudah dijangkau
- Tekanan darah - Pertahankan posisi tempat tidur diposisi terendah saat
membaik digunakan
- Frekuensi nadi - Pastikan roda tempat tidur dalam keadaan terkunci
membaik - Gunakan pengaman tempat tidur sesuai dengan
- Frekuensi nafas kebijakan fasilitas pelayanan kesehatan
membaik - Pertimbangan penggunaan alarm elektronik pribadi
- Diskusikan mengenai latihan dan terapi fisik yang
diperlukan
- Diskusikan mengenai alat bantu mobilitas yang sesuai
- Diskusikan bersama anggota keluarga yang dapat
mendampingi pasien
- Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien
- Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan
- Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya
dan resiko
- Sediakan alat bantu keamanan lingkungan (mis.
commode chair dan pegangan tangan)
- Gunakan perangkat pelindung (mis. pengekangan fisik,
rel samping, pintu terkunci, pagar)
- Hubungi pihak berwenang sesuai masalah komunitas
- Fasilitasi relokasi lingkungan yang aman
- Lakukan program skrining bahaya lingkungan
Edukasi :
- Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien
dan keluarga
- Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk
selama beberapa menit sebelum berdiri
- Ajarkan individu dan keluarga atau kelompok resiko
tinggi bahaya lingkungan
6. Defisit nutrisi b.d Tujuan : Observasi
ketidakmampuan Setelah dilakukan intervensi - Identifikasi status nutrisi
menelan makanan keperawatan selama 1x24jam - Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
dibuktikan dengan maka ekspetasi membaik - Identifikasi makanan yang disukai
berat badan dengan kriteria hasil : - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
menurun, otot - Porsi makan yang - Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
pengunyah lemah dihabisakan meningkat - Monitor asupan makanan
- Kekuatan otot - Monitor berat badan
pengunyah meningkat - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
- Kekuatan otot menelan - Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
meningkat - Monitor adanya mual dan muntah
- Pengetahuan tentang - Monitor jumlah kalori yang dikonsumsi sehari-hari
makanan sehat - Monitor berat badan
meningkat - Monitor albumin, limfosit dan elektrolit serum
- Pengetahuan tentang Terapeutik :
standar asupan nutrisi - Lakukan oral hygiene sebelum makan
yang tepat meningkat - Fasilitasi menentukan pedoman diet
- Penyiapan makanan dan - Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
penyimpanan yang - Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
aman kontipasi
- Perasaan cepat kenyang - Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
menurun - Berikan suplemen makanan
- Nyeri abdomen - Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastrik
menurun jika asupan oral ditoleransi
- Sariawan menurun - Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien
- Berat badan membaik - Berikan pujian pada pasien atau keluarga untuk
- Frekuensi makan peningkatan yang dicapai
membaik Edukasi :
- Nafsu makan membaik - Jelaskan tujuan dan prosedur pemberian nutrisi
- Bising usus membaik parenteral
- Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi
- Jelaskan peningkatan asupan kalori
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemasangan akses vena sentral, jika perlu
7. Resiko Tujuan : Observasi :
ketidakseimbangan Setelah dilakukan intervensi - Monitor status hidrasi (mis. frekuensi nadi, kekuatan
cairan b.d keperawatan selama 1x24jam nadi, akral, pengisian kapiler, kelembaban mukosa,
trauma/perdarahan maka ekspetasi membaik turgor kulit, tekanan darah)
dengan kriteria hasil : - Monitor berat badan
- Asupan cairan - Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialysis
meningkat - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
- Haluan urin meningkat - Monitor status himodinamik
- Kelembaban membrane - Monitor frekuensi nadi
mukosa meningkat - Monitor frekuensi nafas
- Asupan makanan - Monitor tekanan darah
meningkat - Monitor berat badan
- Edema menurun - Monitor jumlah, warna dan berat urine
- Dehidrasi menurun - Monitor kadar albumin dan protein total
- Asites menurun - Monitor hasil pemeriksaan serum
- Tekanan darah - Identifikasi tanda hipovolemia (mis. frekuansi nadi
membaik meningkat, nadi teraba lemah)
- Denyut nadi membaik - Identifikasi tanda hipervolemia (mis. dispnea, edema
- Turgor kulit membaik perifer, edema anasarka)
- Identifikasi faktor resiko ketidakseimbangan cairan
(mis. prosedur pembedahan mayor, trauma atau
pendarahan
Terapeutik :
- Catat intake output dan hitung balance cairan 24 jam
- Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
- Berikan cairan intravena
- Atur interval waktu pemberian sesuai kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pamantauan
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan proedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian diuretic, jika perlu
8. Hipertermi b.d Tujuan : Observasi :
proses penyakit Setelah dilakukan intervensi - Identifikasi penyebab hipertermia (mis. dehidrasi,
dibuktikan dengan keperawatan selama 1x24jam terpapar lingkungan panas, penggunaan incubator)
suhu tubuh diatas maka ekspetasi membaik - Monitor suhu tubuh
normal. dengan kriteria hasil : - Monitor kadar elektrolit
- Menggigil menurun - Monitor haluan urine
- Kulit merah menurun - Monitor komplikasi akibat hipertermia
- Kejang menurun - Monitor suhu bayi sampai stabil
- Akrosianosis menurun - Monitor suhu tubuh anak setiap dua jam. jika perlu
- Pucat menurun - Monitor tekanan darah, frekuensi nafas dan nadi
- Takikardi menurun - Monitor warna dan suhu kulit
- Takipnea menurun - Monitor tanda dan gejala hipotermia dan hipertermia
- Suhu tubuh membaik Terapeutik :
- Suhu kulit membaik - Berikan asupan cairan oral
- Kadar gukosa darah - Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala
membaik hiperglikemia tetap ada atau memburuk
- Pengisian kapiler - Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik
membaik - Pasangkan alat pemantau suhu kontinu, jika perlu
- Ventilasi membaik - Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
- Tekanan darah - Pertahankan kelembaban incubator 50% atau lebih
membaik untuk mengurangi kehilangan panas karena proses
evaporasi
- Gunakan matras penghangat, selimut hangat dan
penghangat ruangan
- Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien
Edukasi :
- Anjurkan menghindari olahraga saat kadar glukosa
darah lebih dari 250 mg/dL
- Anjrkan monitor kadar glukosa darah secera mandiri
- Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
- Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian keton urine
- Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. penggunan insulit,
obat oral, monitor asupan cairan)
- Jelaskan cara pencegahan heat exhaustion dan heat
stroke
- Jelaskan cara pencegahan hipotermi karena terpapar
udara dingin
- Demonstrasikan teknik kangguru
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena,
jika perlu
- Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu
9. Gangguan Tujuan : Observasi :
mobilitas fisik Setelah dilakukan intervensi - Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
berhubungan keperawatan selama 1x24jam - Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
dengan penurunan maka ekspetasi membaik - Monitor frekueni jantung dan tekanan darah sebelum
kekuatan otot dengan kriteria hasil : memulai mobilisasi
dibuktikan dengan - Pergerakan ekstremitas - Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
kekuatan otot meningkat - Monitor frekueni jantung dan tekanan darah sebelum
menurun - Kekuaatan otot ambulasi
meningkat - Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
- Rentang gerak Terapeutik :
meningkat - Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis.
- Nyeri menurun pagar tempat tidur)
- Kecemasan menurun - Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
- Kaku sendi menurun - Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
- Gerakan terbatas meningkatkan pergerakan
menurun - Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis.
- Kelemahan fisik tongkat, kruk)
menurun - Fasilitasi melakukan mobilisasi, jika perlu
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi dini
- Ajarkan mobilisasi yang harus dilakukan (mis. duduk
ditempat tidur, duduk disisi tempat tidur, oindah dari
tempat tidur ke kursi)
- Jelaskan tujuan dan prosedur
10. Defisit perawatan Tujuan : Observasi :
diri b.d kelemahan Setelah dilakukan intervensi - Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai
dibuktikan dengan keperawatan selama 1x24jam usia
tidak mampu maka ekspetasi membaik - Monitor tingkat kemandirian
melakukan dengan kriteria hasil : - Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri,
perawatan diri - Kemampuan mandi berpakaian, berhias dan makan
secara mandiri. meningkat - Identifikasi kesulitan BAB/BAK
- Kemampuan - Monitor integritas kulit
mengenakan pakaian - Identifikasi usia dan budaya dalam membantu
meningkat berpakaian dan berhias
- Kemampuan makan - Identifikasi diet yang dianjurkan
meningkat - Monitor kemampuan menelan
- Kemampuan BAB/BAK - Monitor status hidrasi pasien
meningkat - Identifikasi usia dan budaya dalam membantu
- Verbaliasi keinginan kebersihan diri
melakukan perawatan - Identifikasi jenis bantuan yang dibutuhkan
diri meningkat - Monitor kebersihan tubuh (mis. rambut, mulut, kulit,
- Minat melakukan kuku)
perawatan diri
meningkat Terapeutik :
- Mempertahankan - Siapkan lingkungan yang terapeutik (mis. suasana
kebersihan diri hangat, privasi)
meningkat - Sediakan keperluan pribadi (mis. parfum, sikat gigi,
- Mempertahankan dan sabun mandi)
kebersihan mulut - Dampingi dalam melakukan perawatan diri
meningkat - Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
- Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu
melakukan perawatan diri
- Jadwalkan rutinitas perawatan diri
- Buka pakaian yang diperlukan untuk eliminasi
- Dukung penggunaan toilet
- Ganti pakaian pasien setelah eliminasi
- Bersihkan alat bantu BAB/BAK setelah digunakan
- Latih BAB/BAK sesuai jadwal
- Sediakan alat bantu (mis. kateter eksternal, urinal)
- Sediakan pakaian yang mudah dijangkau
- Sediakan pakaian pribadi
- fasilitasi menggunakan pakaian
- Fasilitasi berhias (mis. menyisir rambut, merapikan
kumis/jenggot)
- Jaga privasi
- Tawarkan untuk lawndry
- Berikan pujian atas kemampuan berpakaian secara
mandiri
- Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama
makan
- Atur posisi yang aman untuk makan/minum
- Lakukan oral hygiene sebelum makan
- Sediakan makanan dan minuman yang disukai
- Berikan bantuan saat makan/minum
- Sediakan peralatan mandi
- Sediakan lingkungan yang aman
- Fasilitasi menggosok gigi
- Fasilitasi mandi
- Berikan bantuan sesuai tingkat kemandirian
Edukasi :
- Anjurkan melakukan perawatan diri secara
konsisten sesuai kemampuan
- Informasikan pakaian yang tersedia untuk dipilih
- Ajarkan mengenakan pakaian
- Jelaskan posisi makanan pada pasien yang mengalami
gangguan penglihatan dengan menggunakan arah
jarum jam
- Jelaskan manfaat mandi dan dampak tidak mandi
terhadap kesehatan
- Ajarkan kepada keluarga cara memandikan pasien
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian obat (mis. analgesic, antiematik)
jika perlu
14. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan keperawatan merupakan proses keperawatan yang mengikuti rumusan dari
rencana keperawatan. Pelaksanaan keperawatan mencakup melakukan, membantu,
memberikan askep untuk mencapai tujuan yang berpusat pada pasien, mencatat serta
melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan perawatan kesehatan
berkelanjutan dari pasien. Sasaran utama dapat mencakup eliminasi yang adekuat dari
produksi sisa tubuh, reduksi atau peningkatan nyeri, peningkatan toleransi aktivitas,
pencapaian tingkat nutrisi, pemeliharaan keseimbangan cairan dn elektrolit serta
pemeliharaan kesehatan dan tidak ada komplikasi.

15. EVALUASI
Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasi dengan
kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya.Adapun hasil
yang ingin dicapai yaitu mencapai masa penyembuhan tepat waktu, mempertahankan
tingkat kesadaran, tidak mengalami kejang, melaporkan nyeri berkurang, mencapai
kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal kekuatan, serta tampak rileks
dan melaporkan ansietas berkurang.
YAYASAN KARYA HUSADA KEDIRI AS N
YAYEDIRA
K I
STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
Ijin Mendiknas RI No. 164/D/O/2005 Rekomendasi Depkes RI No. HK.03.2.4.1.03862
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

KA

A
RY

D
Jl. Soekarno Hatta, Kotak Pos 153, Telp/Fax. (0354) 395203 Pare Kediri A HUSA
Website: www.stikes-khkediri.ac.id

FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

I. DATA UMUM

Nama : An. A
Ruang : Teratai
No. Register : 2015177
Umur : 16 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia
Bahasa : Jawa
Alamat : Canggu, Badas, Kediri
Pekerjaan : Pelajar
Penghasilan : Tidak terkaji
Status : Belum menikah
Pendidikan Terakhir : SMP
Golongan Darah : Tidak terkaji
Tanggal MRS : 15 November 2020
Tanggal Pengkajian : 16 November 2020
Diagnosa Medis : Meningitis

II. DATA DASAR


Keluhan Utama :
Badan terasa lemas
P : lemas di sebabkan karena adanya peningkatan TIK
Q : badan terasa lemas seperti tidak punya tenaga untuk beraktivitas
R : lemas terasa pada seluruh anggota tubuh
S : badan semakin hari semakin lemas
T : setiap saat
Alasan Masuk Rumah Sakit :
Keluarga klien mengatakan sudah beberapa hari ini klien mengeluh badan terasa
lemas, demam dan pusing. Demam dirasakan sudah 2 hari. Klien juga mengalami
diare ± 4 kali sehari dengan konsistensi cair. Klien merasa badannya nyeri, kaku dan
sangat lemas sehingga tidak dapat beraktivitas seperti biasa.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Keluarga mengatakan pasien sering merasakan sakit kepala terasa lebih sering
dirasakan sejak 2 bulan terkhir , pasien tidak mau berobat karena dibuat istirahat saja
sudah berkurang dan 2 hari ini badan terasa panas meskipun sudah minum penurun
panas dan akhirnya periksa ke rs amelia pare
Upaya yang telah dilakukan:
Keluarga klien mengatakan klien sudah sudah minum obat penurun panas yang dibeli
di warung namun suhu tubuh masih tinggi.
Terapi yang telah diberikan:
Klien dan keluarga tidak hapal obat oral yang sudah diminum
Riwayat Kesehatan Dahulu :
Klien tidak pernah mengalami sakit yang sama sebelumnya
Riwayat Kesehatan Keluarga :
Keluarga tidak ada yang mempunyai penyakit kronis

III. POLA FUNGSI KESEHATAN


1. Persepsi terhadap Kesehatan – Manajemen Kesehatan
Klien dan keluarga mempercayakan keluhan kesehatannya pada petugas
kesehatan
2. Pola Aktivitas dan Latihan
 Kemampuan Perawatan Diri
Skor 0 : mandiri, 1 : dibantu sebagian, 2 : perlu bantuan orang lain, 3 : perlu
bantuan orang lain dan alat, 4 : tergantung pada orang lain / tidak mampu.

Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi √
Berpakaian √
Eleminasi √
Mobilisasi di tempat tidur √
Pindah √
Ambulasi √
Naik tangga √
Makan dan minum √
Gosok gigi √

3. Pola Istirahat dan Tidur :

KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT


Jumlah Jam Tidur Siang 2 jam -
Jumlah Jam Tidur Malam 8 jam -
Pengantar Tidur - -
Gangguan Tidur Tidak ada -
Perasaan Waktu Bangun Merasa segar -
4. Pola Nutrisi – Metabolik
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Frekuensi 3 kali 6x
Jenis Karbohidrat protein Diet TKTP
Porsi 1 porsi habis 200 cc
Total Konsumsi Tidak terkaji -
Keluhan Tidak ada -

5. Pola Eliminasi
Eliminasi Uri
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Frekuensi 5-6 kali sehari -
Pancaran Kuat -
Jumlah Tidak terkaji 500 cc / shift
Bau Bau khas urin Bau khas urin
Warna Kuning jernih Kecoklatan seperti teh
Perasaan setelah BAK Merasa lega Biasa
Total Produksi Urin 2000 ml/hari 1500 ml/hari

Eliminasi Alvi
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Frekuensi Sehari sekali Belum bab selama 1 hari
Konsistensi Lunak -
Bau Bau khas feses -
Warna Kuning kecoklatan -

6. Pola Kognitif dan Persepsi Sensori


Tidak ada gangguan pada kognitif persepsi sensori klien mengerti akan arti sehat
dan sakit
7. Pola Konsep Diri
Pada lingkungan keluarga dalam bersosialisasi klien dapat menerima perubahan
yang terjadi
8. Pola Mekanisme Koping
Klien mampu mengetahui masalah yang ada degan sikap tenang dan tidak
gegabah
9. Pola Fungsi Seksual – Reproduksi
Tidak terkaji
10. Pola Hubungan - Peran
Hubungan dengan keluarga normal tanpa ada masalah
11. Pola Nilai dan Kepercayaan
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Nilai Khusus - -
Praktik Ibadah Sholat lima waktu Selama sakit klien tidak
melakukan ibadah
Pengetahuan tentang Mengerti tentang kaidah Mengerti tentang kaidah
Praktik Ibadah selama agama agama
sakit
IV. PEMERIKSAAN FISIK (DATA OBYEKTIF)
1. Status Kesehatan Umum
Keadaan/ penampilan umum:
Kesadaran : Apatis GCS: 346
BB sebelum sakit : 67-68 kg TB: 165 cm
BB saat ini : 67 kg
Perkembangan BB : normal
Status Gizi : normal
Status Hidrasi : normal
Tanda – tanda vital :
TD : 90/60 mmHg
N : 84 x/m
Suhu : 38.2 °C
RR : 18 x/m
SpO2 : 99%

Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
Pemeriksaan lab (16 November 2020)
Hematologi Urin Lengkap
Leukosit : 24030 (4.300-11.300) Warna : kuning muda jernih
Hemoglobin : 12.0 (13.4-17.7 gr/d) BD : 1.015 (1,010-1,030)
Hematokrit : 35.8 (45-50 %) pH : 5.5 (5-7)
Trombosit : 135.000 (150.000-400.000 sel/lp) Protein : negatif
Elektrolit Reduksi : negatif
Clorida : 97.6 (98-108 mmol/L Urobilin : negatif
Natrium : 135.2 (135-145 mmol/L) Bilirubin : negatif
Kalium : 3.56 (3.5-5.5 mmol/L) Keton : negatif
Imunologi dan Serologi Nitrit : negatif
Ig G Anti Covid-19 : non reaktif Leukosit : 0-2 (0-2/lp)
Ig M Anti Covid-19 : non reaktif Eritrosit : 0-1 (1-3/lp)
Epithel : 1-2 (1-3/lp)
Elektrolit Bakteri urine : negatif
Clorida : 116.9 (98-108 mmol/L) Cylinder : negatif
Natrium : 139.5 (135-145 mmol/L) Kristal : negatif
Bakteri urin : +1 (negatif)
2. Pemeriksaan Radiologi
Foto Thorax AP
- Bentuk jantung normal
- Paru-paru kanan dan kiri normal, pneumonia (-)
- Tidak tampak kelainan
Terapi
1. Iv line
 Inf. RL (guyur) 3 flash, 28 tpm
 Inf RL : Futrolit 11 : 1, 20 tpm
 Inj. Gastridin 2x1
 Inj. Indexon extra 3x2 amp
 Inj. Paracetamol inf 3x1
 Inj. Ceftriaxon 3x1
 Inj. Cravox inf 1x750
 Inj. Zolacap 1x1
 Inj. Metilprednisolon 3x62.5 mg
2. Oral
 New diatab 3X2 tab
 L. Zinc 1x1
 L. Bio 1x1
 Formuno 1x1
 Sanmag tab 3x1

OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK {dengan per sistem)


1. Tanda-tanda vital
S : 38.2 ºC N : 84 x/mnt TD : 90/60 mmHg
RR : 18 x/mnt
2. Sistem Pernafasan (B1)
a. Bentuk dada √ simetris asimetris barrel chest
Funnel chest Pigeons chest
b. Keluhan sesak batuk nyeri waktu napas
c. Irama napas √ teratur tidak teratur
d. Suara napas √ vesiculer ronchi D/S wheezing D/S rales D/S
3. Sistem Kardiovakuler (B2)
a. Keluhan nyeri dada ya √ tidak
b. Irama jantung √ teratur tidak teratur
c. CRT √ < 3 detik > 3 detik
d. Konjungtiva pucat √ ya √ tidak
e. JVP √ normal meningkat menurun
Lain-lain :
4. Sistem Persarafan (B3)
a. Kesadaran : composmentis √ apatis somnolen sopor koma
GCS : 3 4 6
b. Keluhan pusing √ ya tidak
c. Pupil √ isokor anisokor
d. Nyeri tidak √ ya, skala nyeri : 4 lokasi : kepala
Lain-lain :
Kaku kuduk : +
Brudzinsky sign : -
Kernig sign : -
Fotophobia : +
5. Sistem Perkemihan (B4)
a. Keluhan : kencing menetes inkontinensia retensi
gross hematuri disuria poliuri
oliguri anuri
b. Alat bantu (kateter, dll) ya √ tidak
c. Kandung kencing : membesar ya √ tidak
nyeri tekan ya √ tidak
d. Produksi urine :1500 ml/hari warna : seperti teh bau: khas urin
e. Intake cairan : oral :.............cc/hr parenteral : ...................cc/hr
Lain-lain :
6. Sistem Pencernaan (B5)
a. TB : 165 cm BB : 68 kg
b. Mukosa mulut : lembab √ kering merah stomatitis
c. Tenggorokan nyeri telan sulit menelan
d. Abdomen supel √ tegang nyeri tekan
e. Luka operasi jejas lokasi :
Pembesaran hepar ya √ tidak
Pembesaran lien ya √ tidak
Ascites ya √ tidak
Mual ya √ tidak
Muntah ya √ tidak
Terpasang NGT ya √ tidak
Bising usus : 8 x/mnt
f. BAB : 4-5 x/hr, konsistensi : lunak √cair lendir/darah
Konstipasi inkontinensia kolostomi
g. Diet √ padat lunak cair
Frekuensi tiga kali jumlah : 2 -3 sendok per porsi
7. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)
a. Pergerakan sendi √ bebas terbatas
b. Kelainan ekstremitas ya √ tidak
c. Kelainan tl. belakang ya √ tidak
d. Fraktur ya √ tidak
e. Traksi/spalk/gips ya √ tidak
f. Kompartemen sindrom ya √ tidak
g. Kulit √ pucat sianosis kemerahan hiperpigmentasi
h. Akral √ hangat panas dingin kering basah
i. Turgor baik √kurang jelek
j. Luka : jenis :- luas : ............... bersih kotor
Lain-lain :
8. Sistem Endokrin
a. Pembesaran kelenjar tyroid ya √ tidak
b. Pembesaran kelenjar getah bening ya √ tidak
ANALISIS DATA

No DATA ETIOLOGI MASALAH


1. DS : Faktor risiko meningitis Risiko Perfusi
- Keluarga klien mengatakan Serebral Tidak
sudah beberapa hari ini klien Invasi bakteri atau virus ke jaringan Efektif
mengeluh badan terasa lemas, serebral melalui traktus respiratorius
demam dan pusing. . bagian atas, vena nasofaring
- Klien merasa badannya nyeri, posterior, telinga bagian tengah dan
kaku dan sangat lemas sehingga saluran mastoid
tidak dapat beraktivitas seperti
biasa. Invasi virus/bakteri ke saluran darah

DO : Invasi meningens, menyebar ke


- N : 84 x/mnt dalam cairan serebrospinal
- TD : 130/80 mmHg
- RR : 18 x/mnt Reaksi peradangan jaringan serebral
- S : 38.2°C
- Leukosit : 24030 Peningkatan permeabilitas kapiler
- Hemoglobin : 12.0 gr/dl
- Hematokrit : 35.8 % Perpindahan leukosit dan eritrosit ke
- Trombosit : 135.000 sel/l interstitial
- Clorida : 97.6 mmol/L
- Natrium : 135.2 mmol/L Edema serebral
- Kalium : 3.56 mmol/L
- Kesadaran : apatis Peningkatan TIK
- GCS 346
- Photofobia (+) Gangguan aliran pembuluh darah
- Kaku kuduk (+)
- Kulit tampak pucat Alirah darah ke otak menurun

Iskemia jaringan serebral

Gangguan neurologis

Risiko perfusi serebral tidak efektif


2. DS : Faktor risiko meningitis Hipertermia
- Keluarga klien mengatakan
sudah beberapa hari ini klien Invasi bakteri atau virus ke jaringan
mengeluh badan terasa lemas, serebral melalui traktus respiratorius
demam dan pusing. bagian atas, vena nasofaring
- Keluarga klien mengatakan klien posterior, telinga bagian tengah dan
demam sudah 2 hari. saluran mastoid
- Klien merasa badannya nyeri,
kaku dan sangat lemas sehingga Invasi virus/bakteri ke saluran darah
tidak dapat beraktivitas seperti
biasa. Invasi meningens, menyebar ke
dalam cairan serebrospinal
DO :
- N : 84 x/mnt Reaksi peradangan jaringan serebral
- RR : 18 x/mnt
- S : 38.2°C Akumulasi faktor inflamasi
- Leukosit : 24030
- Hemoglobin : 12.0 gr/dl Merangsang hipotalamus
- Hematokrit : 35.8 %
- Trombosit : 135.000 sel/l Peningakatan suhu tubuh
- Kulit teraba hangat
- Klien tampak pucat Hipertermia

3. DS : Faktor risiko meningitis Diare


- Keluarga klien mengatakan
sudah beberapa hari ini klien Invasi bakteri atau virus ke jaringan
mengeluh badan terasa lemas, serebral melalui traktus respiratorius
demam dan pusing. bagian atas, vena nasofaring
- Keluarga mengatakan klien posterior, telinga bagian tengah dan
mengalami diare ± 4-5 kali saluran mastoid
sehari dengan konsistensi cair.
- Klien merasa badannya nyeri, Invasi virus/bakteri ke saluran darah
kaku dan sangat lemas sehingga
tidak dapat beraktivitas seperti Invasi meningens, menyebar ke
biasa. dalam cairan serebrospinal

DO : Reaksi peradangan jaringan serebral


- N : 84 x/mnt
- TD : 130/80 mmHg Penyebaran melalui aliran darah
- RR : 18 x/mnt sistemik
- S : 38.2°C
- Leukosit : 24030 Infeksi pada saluran gastrointestinal
- Clorida : 97.6 mmol/L
- Natrium : 135.2 mmol/L Diare
- Kalium : 3.56 mmol/L
- Kulit tampak pucat
- Mukosa kering
4 DS : Faktor risiko meningitis Defisit
- Keluarga mengatakan pasien Perawatan Diri
penurunan kesadaran Invasi bakteri atau virus ke jaringan
- Keluarga mengatakan aktivitas serebral melalui traktus respiratorius
pasien dibantu bagian atas, vena nasofaring
posterior, telinga bagian tengah dan
DO : saluran mastoid
- Pasien mandi 1x/hari
- Pasien tidak bisa memakai pakaian Invasi virus/bakteri ke saluran darah
secara mandiri
- Mulut bau Invasi meningens, menyebar ke
- Lidah kotor dalam cairan serebrospinal

Reaksi peradangan jaringan serebral

Peningkatan permeabilitas kapiler

Perpindahan leukosit dan eritrosit ke


interstitial

Edema serebral

Peningkatan TIK

Gangguan aliran pembuluh darah

Alirah darah ke otak menurun

Iskemia jaringan serebral


Gangguan neurologi

Kelemahan

Defisit Perawatan Diri


5 DS : Faktor risiko meningitis Risiko Infeksi
- Keluarga klien mengatakan
sudah beberapa hari ini klien Invasi bakteri atau virus ke jaringan
mengeluh badan terasa lemas, serebral melalui traktus respiratorius
demam dan pusing. bagian atas, vena nasofaring
- Keluarga klien mengatakan klien posterior, telinga bagian tengah dan
demam sudah 2 hari. saluran mastoid
- Keluarga mengatakan klien
mengalami diare ± 4-5 kali Invasi virus/bakteri ke saluran darah
sehari dengan konsistensi cair.
- Klien merasa badannya nyeri, Invasi meningens, menyebar ke
kaku dan sangat lemas sehingga dalam cairan serebrospinal
tidak dapat beraktivitas seperti
biasa. Reaksi peradangan jaringan serebral

DO : Penyebaran melalui aliran darah


- N : 84 x/mnt sistemik
- TD : 130/80 mmHg
- RR : 18 x/mnt Peningkatan risiko infeksi
- S : 37.7°C
- Leukosit : 24030 Risiko infeksi
- Hemoglobin : 12.0 gr/dl
- Hematokrit : 35.8 %
- Trombosit : 135.000 sel/l
- Clorida : 97.6 mmol/L
- Natrium : 135.2 mmol/L
- Kalium : 3.56 mmol/L
- Kulit tampak pucat

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperwatan TTD


1 Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan adanya Rori
infeksi pada otak (meningitis)

2 Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi dibuktikan dengan Rori


suhu tubuh di atas nilai normal

3 Diare berhubungan dengan inflamasi gastrointestinal dibuktikan Rori


dengan defekasi lebih dari tiga kali dalam 24 jam dan feses lembek
atau cair
4 Defisit perawatan berhubungan dengan gangguan neurologis di Rori
tandai dengan klien nampak lemah
5 Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan Rori
tubuh sekunder (penurunan hemoglobin dan supresi respon
inflamasi)
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan No. 1


Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan adanya infeksi pada otak
(meningitis)
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam, maka perfusi serebral
meningkat, dengan kriteria hasil :
Perfusi Serebral
- Tingkat kesadaran meningkat 5
- Sakit kepala menurun 5
- Nilai rata-rata tekanan darah cukup membaik 4
- Tekanan darah sistolik cukup membaik 4
- Tekanan darah diastolik cukup membaik 4
Intervensi :
Observasi
1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (misal. Lesi, ganggun metabolisme,
edema serebral)
2. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (misal. Tekanan darah meningkat, tekanan
nadi meningkat, bradikarida, pola napas ireguler, kesadaran menurun)
3. Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
4. Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika tersedia
5. Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
6. Monitor intake dan output cairan
7. Pertahankan suhu tubuh normal
8. Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu
Terapeutik
1. Monitor jumlah, kecepatan, dan karakteristik drainase cairan serebrosopinal
2. Monitor efek stimulus lingkungan terhadap peningkatan TIK
3. Ambil sampel drainase cairan serebrospinal
4. Pertahankan posisi kepala dan leher netral
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Pemantauan neurologis
1. Monitor tingkat kesadaran (bisa menggunakan GCS)
2. Monitor tingkat orientasi
3. Monitor status pernapasan : analisa gas darah, kedalaman napas dan usaha napas
4. Monitor adanya gangguan visual
5. Monitor keluhan sakit kepala
Pemantauan Tanda Vital
1. Monitor nadi (frekuensi, kekuatan, irama)
2. Monitor pernapasan (frekuensi, kedalaman)
3. Identifikasi penyebab perubahan tanda vital
4. Dokumentasikan hasil pemantauan
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan No.2


Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi dibuktikan dengan suhu tubuh di atas
nilai normal
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam, maka termoregulasi
membaik, dengan kriteria hasil :
Termoregulasi
- Kulit merah cukup menurun 4
- Pucat cukup menurun 4
- Suhu tubuh cukup membaik 4
- Suhu kulit membaik 5
- Pengisian kapiler membaik 5
Intervensi :
Manajemen Hipertermia
1. Monitor suhu tubuh
2. Identifikasi penyebab hipertermia (misal :dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
penggunaan inkubator)
3. Monitor kadar elektrolit
4. Monitor komplikasi akibat hipertermia
5. Longgarkan atau lepaskan pakaian
6. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
7. Berikan cairan oral
8. Anjurkan tirah baring
9. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan No.3


Diare berhubungan dengan inflamasi gastrointestinal dibuktikan dengan defekasi lebih
dari tiga kali dalam 24 jam dan feses lembek atau cair
Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam, maka eliminasi
fekal membaik, dengan kriteria hasil :
Eliminasi Fekal
- Konsistensi feses cukup membaik 4
- Frekuensi defekasi cukup membaik 4
- Peristaltik usus membaik 5
Status Cairan
- Turgor kulit meningkat 5
- Frekuensi nadi membaik 5
- Membran mukosa membaik 5
- Intake cairan membaik 5
Intervensi :
Manajemen Diare
1. Identifikasi penyebab diare (misal : inflamasi gastrointestinal, iritasi gastrointestinal,
proses infeksi, malabsorpsi, ansietas, stres, efek obat-obatan, pemberian botol susu)
2. Identifikasi riwayat pemberian makanan
3. Monitor warna, volume, frekunesi dan konsistensi tinja
4. Monitor tanda dan gejala hipovolemia (misal : takikardi, nadi teraba lemah., tekanan
darah turun, turgor kulit menurun, mukosa kulit kering, CRT melambat, BB menurun)
5. Monitor jumlah pengeluaran diare
6. Berikan asupan cairan oral (misal : larutan garam gula, oralit, pedialyte, renalyte)
7. Pasang jalur intravena
8. Berikan cairan intravena (misal ringer laktat, ringer asetat), jika perlu
9. Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit
10. Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap
11. Kolaborasi pemberian obat antimotilitas (misal : loperamide, difenoksilat)
12. Kolaborasi pemberian obat pengeras feses (misal : atalpulgit, smektit-pektin)
Manajemen Hipovolemia
1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia (misal : frekuensi nadi meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah menurun, turgor kulit menurun, membran mukosa kering,
voulme urin menurun, hem)atokrit meningkat, haus, lemah)
2. Hitung kebutuhan cairan
3. Berikan asupan cairan oral
4. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
5. Kolaborasi pemberian cairan isotonis (NaCl, atau RL
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan No.4


Defisit perawatan berhubungan dengan gangguan neurologis di tandai dengan klien
nampak lemah
Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam, maka defisit
perawatan diri menurun, dengan kriteria hasil :
Tingkat Infeksi
- Kemampuan mandi cukup membaik 4
- Mempertahankan kebersihan diri cukup membaik 4
- Mempertahankan kebersihan mulut cukup membaik 4
Intervensi
Observasi
1. Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia
2. Monitor tingkat kemandirian
3. Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri
4. Identifikasi kebiasaan BAK/BAK
5. Monitor integritas kulit
6. Monitor kebersihan rambut, kuku, dan mulut
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan yang terapetik
2. Siapkan keperluan pribadi, seperti sabun mandi, sikat gigi
3. Dampingi dalam melakukan perawatan diri
4. Latihan BAK/BAB
5. Sediakan alat bantu (Misal. Kateter eksternal, urinal)
6. Sediakan peralatan mandi
7. Sediakan pakaian pribadi sesuai kebutuhan
8. Fasilitasi mengenakan pakaian
9. Jaga privasi saat berpakaian
Edukasi
1. Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan
2. Ajarkan BAK/BAB secara rutin
3. Jelaskan manfaat mandi dan dampak tidak mandi terhadap kesehatan
4. Ajarkan pada keluarga cara memandikan pasien
5. Informasikan pakaian yang tersedia untuk di pilih
6. Ajarkan mengenakan pakaian
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan No.5


Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
(penurunan hemoglobin dan supresi respon inflamasi)
Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam, maka tingkat
infeksi menurun, dengan kriteria hasil :
Tingkat Infeksi
- Kadar sel darah putih cukup membaik 4
- Kultur darah cukup membaik 4
- Kultur urin cukup membaik 4
Intervensi
Pencegahan Infeksi
1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
3. Pertahankan teknik aseptik ada pasien berisiko tinggi
4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
5. Anjurkan untuk meningkatkan asupan nutrisi
6. Anjurkan untuk meningkatkan asupan cairan
7. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
IMPLEMENTASI

Tgl Dx Jam Implementasi TTD


16 1 13.00 - Memonitor TTV klien Rori
November - Memonitor tingkat kesadaran klien dengan
2020 GCS
- Memonitor pola napas, dan kedalaman
pernapasan
- Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK
- Memonitor tanda dan gejala peningkatan
TIK
- Memonitor adanya kaku kuduk
- Mengurangi rangsang cahaya
- Menganjurkan posisi kepala dan leher agar
netral
- Kolaborasi pemberian medikasi yang sesuai
untuk mengurangi reaksi peradangan/
meningitis (Inj. Indexon extra 3x2 amp, inj.
Metilprednisolon 3x6.25 mg)
2 13.00 - Memonitor TTV klien Rori
- Mengidentifikasi penyebab hipertermia
- Memonitor tanda dan gejala akibat
hipertermia
- Menganjurkan keluarga untuk mengganti
pakaian klien dengan yang tipis
- Menganjurkan untuk menambah asupan
cairan (minum air putih yang banyak)
- Melakukan kompres hangat
- Menganjurkan agar klien istirahat
- Berkolaborasi pemberian cairan dan
medikasi yang sesuai (Paracatemol inf 3x1,
inf. RL : futrolit 11 : 1, 20 tpm)
3 13.00 - Memonitor TTV klien Rori
- Mengidentifikasi penyebab diare seperti
pemberian makanan, pemberian
minuman/susu, dll
- Memonitor warna, volume, frekunesi dan
konsistensi tinja
- Memonitor tanda dan gejala hipovolemia
- Memberikan cairan via intravena (Infus RL :
futrolit 11 : 1, 20 tpm)
- Mengambil sampel darah untuk pemeriksaan
darah lengkap
- Menganjurkan klien untuk makan dan
minum cukup (sedikit tetapi sering)
- Berkolaborasi terkait pemberikan obat untuk
saluran pencernaan (L-Bio 2x1, L-Zinc syr
1x1, new diatab 3x2 tab, sanmag tab 3x1,
gastridin 2x1, zolacap 1x1)
4 13.00 - Mengidentifikasi kebiasaan aktivitas Rori
perawatan diri sesuai usia
- Memonitor tingkat kemandirian
- Mengidentifikasi kebutuhan alat bantu
kebersihan diri
- Mengdentifikasi kebiasaan BAK/BAK
- Memonitor integritas kulit
- Memonitor kebersihan rambut, kuku, dan
mulut
- Menyediakan lingkungan yang terapetik
- Menyiapkan keperluan pribadi, seperti sabun
mandi, sikat gigi
- Mendampingi dalam melakukan perawatan
diri
- Melatih BAK/BAB
- Menyediakan alat bantu (Misal. Kateter
eksternal, urinal)
- Menyediakan peralatan mandi
- Menyediakan pakaian pribadi sesuai
kebutuhan
- Memfasilitasi mengenakan pakaian
- Menjaga privasi saat berpakaian
- Mengnjurkan melakukan perawatan diri
secara konsisten sesuai kemampuan
- Mengajarkan BAK/BAB secara rutin
- Menjelaskan manfaat mandi dan dampak
tidak mandi terhadap kesehatan
- Mengajarkan pada keluarga cara
memandikan pasien
- Menginformasikan pakaian yang tersedia
untuk di pilih
- Mengjarkan mengenakan pakaian
5 13.00 - Memonitor TTV klien Rori
- Mengidentifikasi tanda dan gejala terjadinya
terjadinya infeksi pada klien
- Menjelaskan tanda dan gejala infeksi sistemik
- Menjelaskan keluarga cara untuk menjaga
kebersihan
- Menerapkan kewasapadaan universal (seperti
cuci tangan dan pemakaian APD dengan baik
dan benar)
- Mengajarkan cuci tangan yang benar
- Menganjurkan peningkatan asupan nutrisi
dan cairam
- Berkolaborasi pemberian antibiotik sesuai
indikasi (Inj. Ceftriaxon 1x2 gr, cravox inf
1x750)
- Berkolaborasi pemberian medikasi untuk
meningkatkan daya tahan tubuh (formuno
1x1)
17 1 10.00 - Memonitor TTV klien Rori
November - Memonitor tingkat kesadaran klien dengan
2020 GCS
- Memonitor pola napas, dan kedalaman
pernapasan
- Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK
- Memonitor tanda dan gejala peningkatan
TIK
- Memonitor adanya kaku kuduk
- Mengurangi rangsang cahaya
- Menganjurkan posisi kepala dan leher agar
netral
- Kolaborasi pemberian medikasi yang sesuai
untuk mengurangi reaksi peradangan/
meningitis (Inj. Indexon extra 3x2 amp, inj.
Metilprednisolon 3x6.25 mg)
2 10.00 - Memonitor TTV klien Rori
- Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi kualitas dan intesitas nyeri
- Mengidentifikasi skala nyeri
- Memonitor nyeri kepala klien
- Mengidentifikasi respon nyeri non verbal
- Mengidentifikasi faktor yang memperberat
dan memperingan nyeri
- Mengajarkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi nyeri seperti tarik napas dalam
dan distraksi
- Memonitor terapi yang telah diberikan
- Kolaborasi pemberian medikasi yang sesuai
(Paracatemol inf 3x1)
3 10.00 - Memonitor TTV klien Rori
- Mengidentifikasi penyebab hipertermia
- Memonitor tanda dan gejala akibat
hipertermia
- Menganjurkan keluarga untuk mengganti
pakaian klien dengan yang tipis
- Menganjurkan untuk menambah asupan
cairan (minum air putih yang banyak)
- Melakukan kompres hangat
- Menganjurkan agar klien istirahat
- Berkolaborasi pemberian cairan dan medikasi
yang sesuai (Paracatemol inf 3x1, inf. RL :
futrolit 11 : 1, 20 tpm)
4 10.00 - Memonitor TTV klien Rori
- Mengidentifikasi penyebab diare seperti
pemberian makanan, pemberian
minuman/susu, dll
- Memonitor warna, volume, frekunesi dan
konsistensi tinja
- Memonitor tanda dan gejala hipovolemia
- Memberikan cairan via intravena (Infus RL :
futrolit 11 : 1, 20 tpm)
- Mengambil sampel darah untuk pemeriksaan
darah lengkap
- Menganjurkan klien untuk makan dan minum
cukup (sedikit tetapi sering)
- Berkolaborasi terkait pemberikan obat untuk
saluran pencernaan (L-Bio 2x1, L-Zinc syr
1x1, new diatab 3x2 tab, sanmag tab 3x1,
gastridin 2x1, zolacap 1x1)
5 10.00 - Memonitor TTV klien Rori
- Mengidentifikasi tanda dan gejala terjadinya
terjadinya infeksi pada klien
- Menjelaskan tanda dan gejala infeksi sistemik
- Menjelaskan keluarga cara untuk menjaga
kebersihan
- Menerapkan kewasapadaan universal (seperti
cuci tangan dan pemakaian APD dengan baik
dan benar)
- Mengajarkan cuci tangan yang benar
- Menganjurkan peningkatan asupan nutrisi
dan cairam
- Berkolaborasi pemberian antibiotik sesuai
indikasi (Inj. Ceftriaxon 1x2 gr, cravox inf
1x750)
- Berkolaborasi pemberian medikasi untuk
meningkatkan daya tahan tubuh (formuno
1x1)
EVALUASI

Hari/Tanggal No. Dx Evaluasi TTD


17 November 1 S : Klien mengatakan masih merasa lemas dan tidak
2020 bertenaga

O:
- N : 100 x/mnt
- TD : 100/60 mmHg
- RR : 20 x/mnt
- S : 37.7°C
- Leukosit : 22690
- Hemoglobin : 11.8 gr/dl
- Hematokrit : 35.1 %
- Trombosit : 184.000 sel/l
- Clorida : 102.0 mmol/L
- Natrium : 140.9 mmol/L
- Kalium : 3.67 mmol/L
- Kesadaran : composmentis
- GCS 456
- Photofobia (+)
- Kaku kuduk (+)
- Kulit tampak pucat

A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi
2 S : Keluarga klien mengatakan badan klien masih teraba
hangat

O:
- N : 100 x/mnt
- TD : 100/60 mmHg
- RR : 20 x/mnt
- S : 37.7°C
- Leukosit : 22690
- Hemoglobin : 11.8 gr/dl
- Hematokrit : 35.1 %
- Trombosit : 184.000 sel/l
- Clorida : 102.0 mmol/L
- Natrium : 140.9 mmol/L
- Kalium : 3.67 mmol/L
- Klien tampak pucat
- Kulit teraba hangat
A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi
3 S : Keluarga klien mengatakan klien masih mengalami
diare, hari ini 3 kali/hari, konsistensi cair

O:
- N : 100 x/mnt
- TD : 100/60 mmHg
- RR : 20 x/mnt
- S : 37.7°C
- Leukosit : 22690
- Hemoglobin : 11.8 gr/dl
- Hematokrit : 35.1 %
- Trombosit : 184.000 sel/l
- Clorida : 102.0 mmol/L
- Natrium : 140.9 mmol/L
- Kalium : 3.67 mmol/L
- Kulit tampak pucat
- Mukosa kering

A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi
4 S : Keluarga klien mengatakan klien masih mengalami
kelemahan, dan perawatan diri masih di bantu

O:
- Pasien tampak mandi 1x
- Rambut tampak berminyak
- Mulut bau
- Lidah kotor

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi
5 S : Klien mengatakan badan klien masih teraba hangat
dan masih lemas

O:
- N : 100 x/mnt
- TD : 100/60 mmHg
- RR : 20 x/mnt
- S : 37.7°C
- Leukosit : 22690
- Hemoglobin : 11.8 gr/dl
- Hematokrit : 35.1 %
- Trombosit : 184.000 sel/l
- Clorida : 102.0 mmol/L
- Natrium : 140.9 mmol/L
- Kalium : 3.67 mmol/L
- Kulit tampak pucat

A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi
DAFTAR PUSTAKA

Anatomi fisiologi 2015.Otak http://fadilkaryosuwito.blogspot.com/2015/05/v-


behaviorurldefaultvmlo.html?m=1

Burke,M Karen,dkk.2016. Buku Ajar Keperawatan Bedah. Jakarata

Depkes RI,2007, Riset Kesehatan Dasar Badan Penelitian dan Pembangunan


Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI

Depkes RI. (2009). Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta. Diperoleh dari
http://depkes.go.id.

Depkes , RI 2010, Capaian Pembangunan Kesehatan Tahun 2011, Jakarta

Muttaqin,Arif 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan


Sistem Persyarafan.Jakarta : Salemba Medika

Tarwoto.(2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : CV Sagung Seto

Tarwoto, Wartonah & Suryati, E.S. (2007). Keperawatan Medikan Bedah Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta : CV Sagung Seto

Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G(2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk Editor edisi bahasa
Indonesia, Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC

Doenges, M.E, Moorhouse, dan A.C. Geissler.1999. Rencana Asuhan


Keperawatan. Edisi ke-3 Jakarta : EGC

Ackley, B. J, Ladwig G.B &Makie M.B.F.(2017) Nursing Diagnosis Handbook, An


th
Evidence-Based Guide to Planning Care. 11 Ed. St. Louis: Elsevier
Berman, A. Snyder, S & Fradsen, G.(2016). Kozier & Erb’s Fundamentals of
th
Nursing (10 ed).USA: Pearson Education.
Black, M. J. & Hawks, H. J. 2009. Medical Surgical nursing : clinical management
th
for continuity of care, 8 ed. Philadephia : W.B. Saunders Company
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN HERNIA NUKLEUS PULPOSUS
DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT AMELIA

OLEH:
DWI RORI FAJAROTIN
202006105

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA KEDIRI
2020
LEMBAR PENGESAHAN

PRAKTIK PROFESI NERS

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA


TN. S DENGAN HNP (HERNIA NUKLEUS PULPOSUS) DI RUANG
TERATAI RUMAH SAKIT AMELIA

Oleh :

DWI RORI FAJAROTIN


202006105

Telah disetujui dan diselesaikan pada


Hari :
Tanggal :

Kediri, November 2020


Mahasiswa

(Dwi Rori Fajarotin)

Pembimbing Institusi I Pembimbing Institusi II

Mardiani, S.Kep.Ns.,M.Kep Nian Afriani, S.Kep.Ns.,M.Kep


LAPORAN PENDAHULUAN
HNP (HERNIA NUKLEUS PULPOSUS)

1.1 Konsep HNP (Hernia Nukleus Pulposus)


1.1.1 Definisi
Penyakit Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah suatu keadaan
dimana sering mengalami rasa sakit pada ruas-ruas tulang belakang. HNP
terjadi karena adanya nucleus pulposus (bahan pengisi berupa zat yang
kenyal seperti gell) yang keluar dari diskus intervertebralis atau sendi
tulang belakang (Herliana, Yudhinono , & Fitriyani, 2017).

HNP adalah keadaan nukleus pulposus keluar melaluianulus fibrosus


untuk kemudian menekan ke arah kanalis spinalis melalui anulus fibrosus
yang sobek. HNP merupakansuatu nyeri yang disebabkan oleh proses
patologis di kolumna vertebralis pada diskusintervetebralis/diskogenik.
(Muttaqin, 2008).
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah menonjolnya nukleus dari
diskus ke dalam anulus (cincin fibrosa sekitar diskus) dengan akibat
kompresi saraf ( Smeltzer, 2001).
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah penyakit yang disebabkan
oleh proses degeneratif atau trauma yang ditandai dengan menonjolnya
nukleus pulposus dari diskus ke dalam anulus yang menimbulkan
kompresi saraf sehingga terjadi nyeri punggung bawah yang berat, kronik
dan berulang (kambuh).
1.1.2 Klasifikasi
a. Hernia Diskus IntervertebraServikalis
Biasanya terjadi antar ruang C5-C6 dan C6-C7 (sekitar 10%). Nyeri
dan kekakuan dapat terjadi pada leher, bagian atas pundak dan daerah
skapula. Kadang-kadang px menginterpretasikan tanda ini sebagai
gejala masalah jantung atau bursitis. Nyeri dapat juga disertai dengan
parestesia dan kebas pada ekstremitas atas.
b. Hernia Diskus Lumbal
Banyak terjadi pada L4-L5 atau ruang antara L5-S1 (70-90%). Hernia
diskus lumbal menimbulkan nyeri punggung bawah disertai berbagai
derajat gangguan sensori dan motorik. Px mengeluh nyeri punggung
bawah dengan spare otot yang diikuti dengan penyebaran nyeri ke
dalam satu pinggul dan turun ke arah kaki (skiatika). Nyeri diperberat
oleh kegiatan yang menaikkan tekanan cairan intraspinal
(membengkok, mengangkat/mengejan (batuk dan bersin), dan biasanya
berkurang dengan tirah baring. Jika px dibaringkan terlentang dan
diusahakan unguk meninggikan satu kaki dengan posisi lurus, maka
nyeri menyebar ke arah kaki. Karena gerakan yang dilakukan
menegangkan saraf skiatik. Tanda tambahan mencakup kelemahan
otot, perubahan reflek rendah, dan kehilangan sensori.
c. Hernia torakalis
Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada digaris tengah hernia.
Gejala- gejalannya terdiri dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang
parastesis. Hernia dapat menyebabkan melemahnya anggota tubuh
bagian bawah, membuat kejang paraparese kadang-kadang
serangannya mendadak dengan paraparese. Penonjolan pada sendi
intervertebral toracal masih jarang terjadi (menurut love dan schorm
0,5 % dari semua operasi menunjukkan penonjolan sendi). Pada empat
thoracal paling bawah atau tempat yang paling sering mengalami
trauma jatuh dengan posisi tumit atau bokong adalah faktor penyebab
yang paling utama.
1.1.3 Etiologi
Penyebab dari Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya dengan
meningkatnya usia terjadi perubahan degeneratif yang mengakibatkan
kurang lentur dan tipisnya nucleus pulposus. Annulus fibrosus mengalami
perubahan karena digunakan terus menerus. Akibatnya, annulus fibrosus
biasanya di daerah lumbal dapat menyembul atau pecah (Moore dan
Agur,2013)
Hernia nucleus pulposus (HNP) kebanyakan juga disebabkan oleh karena
adanya suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai discus
intervertebralis sehingga menimbulkan sobeknya annulus fibrosus. Pada
kebanyakan pasien gejala trauma bersifat singkat, dan gejala ini
disebabkan oleh cidera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa
bulan atau bahkan dalam beberapa tahun. Kemudian pada generasi diskus
kapsulnya mendorong ke arah medulla spinalis, atau mungkin ruptur dan
memungkinkan nucleus pulposus terdorong terhadap sakus doral atau
terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal (Helmi,2012).
Pengangkatan beban yang berat pada posisi yang tidak benar juga dapat
menyebabkan hernia nukleus pulposus terjadi pada berbagai arah :
1) Bila menjebolnya nukleus ke arah anterior, hal ini tidak
mengakibatkannya munculnya gejala yang berat kecualinyeri.
2) Bila menjebolnya nukleus ke arah anterior medial maka dapat
menimbulkan penekanan medulla spinalis dengan akibatnya gangguan
fungsi motorik maupun sensorik pada ektremitas, begitu pula
gangguan miksi dandefekasi.
3) Bila menonjolnya ke arah lateral atau dorsal lateral, maka hal ini dapat
menyebabkan tertekannya radiks saraf tepi yang keluar dari sana dan
menyebabkan gejala neuralgiaradikuler.
Kadangkala protrusi nukleus terjadi ke atas atau ke bawah masuk ke dalam
korpus vetrebal dan disebut dengan nodus Schmorl.
1.1.4 Manifestasi klinik
Gejala Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah adanya nyeri di daerah
diskus yang mengalami herniasasi diikuti dengan gejala pada daerah yang
diinorvasi oleh radika spinalis yang terkena oleh diskus yang mengalami
herniasasi yang berupa pengobatan nyeri ke daerah tersebut, mati rasa,
kelayuan, maupun tindakan-tindakan yang bersifat protektif. Hal lain yang
perlu diketahui adalah nyeri pada hernia nukleus pulposus ini diperberat
dengan meningkatkan tekanan cairan intraspinal (membungkuk,
mengangkat, mengejan, batuk, bersin, juga ketegangan atau spasme otot),
akan berkurang jika tirah baring. Berikut ini adalah tanda dan gejala pada
penyakit Hernia Nucleus Porposus (HNP) :
a. Mati rasa, gatal dan penurunan pergerakan satu atau dua ekstremitas.
b. Nyeri tulang belakang
c. Kelemahan satu atau lebih ekstremitas
d. Kehilangan control dari anus dan atau kandung kemih sebagian atau
lengkap.
1.1.5 Patofisiologi
Pada tahap pertama sobeknya annulus fibrosus bersifat sirkum ferensial.
Karena adanya gaya traumatik yang berulang, sobekan tersebut menjadi
lebih besar dan timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah terjadi, maka
risiko HNP hanya menunggu waktu dan trauma berikutnya saja. Gaya
presipitasi itu dapat diasumsikan sebagai gaya traumatik ketika hendak
menegakkan badan waktu terpeleset, mengangkat benda berat dan
sebagainya.
Menjebolnya (herniasi) nucleus pulposus dapat mencapai ke korpus tulang
belakang diatas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis
vertebralis. Menjebolnya sebagian nucleus pulposus ke dalam korpus
vertebra dapat dilihat pada foto rontgen polos dan dikenal sebagai nodus
schmorl. Sobekan sirkum ferensial dan radial pada annulus fibrosus diskus
intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus schmorl merupakan
kelainan yang mendasari low backpain subkronis atau kronis yang
kemudian disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai
ischialgia atau siatika. Menjebolnya nucleus pulposus ke kanalis
vertebralis berarti bahwa nucleus pulposus menekan radiks yang bersama-
sama dengan arteria radikularis yang berada dalam lapisan dura. Hal itu
terjadi jika penjebolan berada disisi lateral. Setelah terjadi HNP, sisa
discus intervertebralis mengalami lisis, sehingga dua korpus vertebra
bertumpang tindih tanpa ganjalan (Muttaqin, 2008).
WOC HNP (Hernia Nukleus Pulposus)

Annulus fibrosus sobek

Trauma berulang

Sobekan membesar

Sobekan radial

Tidak mengerti
(HNP) Defisit pengetahuan
tentang penyakit
yang di derita

Servikal

Blok saraf simpatis Menekan spinal Gangguan saraf Kerusakan saraf


cord motorik yang mengatur Tirah Intoleransi
koordinasi gerak baring aktivitas
Kelumpuhan otot tubuh
Syok spinal, Gangguan mobilitas
pernapasan
spasme otot leher fisik

Kesulitan bernapas Nyeri pada leher,


bahu

Pola napas tidak Nyeri


efektif Kronis
1.1.6 Pemeriksaan penunjang
a. Rontgen foto lumbosacral
Tidak banyak didapatkan kelainan. Kadang-kadang didapatkan
artrosis, menunjang tanda-tanda devormutas vertebra, penyempitan
diskus intervertibralis.
b. MRI
Pemeriksaan MRI dapat melokalisasi protrusi diskus kecil. Jika klinis
tidak didapatkan pada MRI maka pemeriksaan CT scan dan meilogram
dengan kontras dapat dilakukan untuk melihat derajat gangguan pada
diskus vertebralis.
c. Mielografi
Mielografi merupakan pemeriksaan dengan bahan kontras melalui
tindakan lumbal fungsi dan penyinaran dengan sinar. Jika diketahui
penyumbatan hambatan kanalis spinalis yang mungkin disebabkan
HNP.
d. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan rutin dilakukan dengan laboratorium klinik untuk menilai
komplikasi terhadap organ lain dari cedera tulang belakang.
1.1.7 Komplikasi
Kebanyakan komplikasi HNP berupa kompliksasi pasca operasi
a. Komplikasi potensial untuk pendekatananterior
1) Cedera arteri karotid atau avertebral
2) Disfungsi saraf laringeusberulang
3) Perforasiesofagus
4) Obstruksi jalannafas
b. Komplikasi pendekatanposterior
1) Retraksi/kontusio salah satustruktur
2) Kelemahan otot-otot yang dipersyarafi radiks saraf ataumedula
c. Komplikasi bedah diskus
1) Terjadi pengulangan herniasi pada tempat yang sama atau tempat
lain
2) Radang pada mebranarachnoid
3) Rasa nyeri seperti terbakar pada derah belakang bagian bawah
yang menyebar ke daerah bokong
4) Sayatan dapat meninggalkan perlekatan dan jaringan parut di
sekitar saraf spinal dan dura, yang akibat radang dapat
menyebabkabn neurotik kronik atau neurofibrosi
5) Cedera syaraf dan jaringan
6) Sindrom diskus gagal (pegal berulang pada pinggul setelah
disektomi lumbal) dapat menetap dan biasanya menyebabkan
ketidakmampuan
1.1.8 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis.
1) Pemberian obat-obatan seperti analgetik, sedatif (untuk mengontrol
kecemasan yang sering ditimbulkan oleh penyakit diskus vertebra
servikal), relaksan otot, anti inlamasi atau kortikosteroid untuk
mengatasi proses inflamasi yang biasanya terjadi pada jaringan
penyokong dan radiks saraf yang terkena, antibiotik diberikan
pasca operasi untuk mengurangi resiko infeksi pada insisi
pembedahan (Smeltzer,2001).
2) Prosedur pembedahan.
a) Laminektomi, adalah eksisi pembedahan untuk mengangkat
lamina dan memungkinkan ahli bedah spinalis,
mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan menghilangkan
kompresi medulla dan radiks, laminektomi juga berarti eksisi
vertebra posterior dan umumnya dilakukan untuk
menghilangkan tekanan atau nyeri akibat HNP.
b) Disektomi, adalah mengangkat fragmen herniasi atau keluar
dari diskusintervertebral.
c) Laminotomi, adalah pembagian laminavertebra.
d) Disektomi dengan peleburan- graft tulang (dari krista iliaka
atau bank tulang) yang digunakan untuk menyatukan dengan
prosesus spinosus vertebra ; tujuan peleburan spinal adalah
untuk menjembatani diskus defektif untuk menstabilkan tulang
belakang dan mengurangi angka kekambuhan.
e) Traksi lumbal yang bersifat intermitten. (Smeltzer,2001).
f) Interbody Fusion (IF) merupakan penanaman rangka Titanium
yang berguna untuk mempertahankan dan mengembalikan
tulang ke posisi semula.
3) Fisioterapi
a) Immobilisasi
Immobilisasi dengan menggunakan traksi dan brace. Hal ini
dilakukan agar tidak terjadi pergerakan vertebra yang akan
memperparah HNP.
b) Traksi
Traksi servikal yang disertai dengan penyanggah kepala yang
dikaitkan pada katrol dan beban. Hal ini dilakukan untuk
menjaga kestabilan vertebra servikalis.
c) MeredakanNyeri
Kompres hangat dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri.
Kompres hangat menimbulkan vasodilatasi sehingga tidak
terjadi kekakuan pada daerah vertebra.
b. Penataksanaan keperawatan
1) Tirah baring (biasanya 2 minggu) pada alas yang keras atau datar.
2) Imobilisasi dengan menggunakan kolar servikal, traksi servikal,
brace atau korset.
3) Kompres lembab panas (untuk 10 sampai 20 menit diberikan pada
daerah belakang leher beberapa kali sehari untuk meningkatkan
aliran darah ke otak dan menolong relaksasi otot bagi klien
yangmengalami spasme otot).
4) Anjurkan mempergunakan posisi yang benar dan disiplin terhadap
gerakan punggung yaitu membungkuk dan mengangkat barang.
Teknik yang benar adalah menjaga agar tulang belakang tetap
tegak, menekuk lutut dan menjaga berat badan tetap dekat dengan
tubuh untuk menggunakan otot-otot tungkai yang kuat dan
menghindari pemakaian otot-otot punggung.
5) Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam untuk menguranginyeri
6) Perawatan luka pada klien pasca operasi untuk mengurangi risiko
infeksi. (Smeltzer,2001).
c. Diet
Klien dengan HNP dianjurkan untuk makan makanan yang banyak
mengandung serat untuk mencegah konstipasi yang dapat
memperberat rasa nyeri.
d. Terapi
1) Terapi konservatif
a) Tirah baring
Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur beberapa hari
dengan sikap yang baik adalah sikap dalam posisi setengah
duduk, yaitu tungkai dalam sikap fleksi pada sendi panggul dan
lutut tertentu. Tempat tidur tidak boleh memakai pegas
sehingga tempat tidur harus dari papan yang lurus dan ditutup
dengan lembar busa tipis. Tirah baring bermanfaat untuk nyeri
punggung bawah mekanik akut. Lama tirah baring bergantung
pada berat ringannya gangguan yang dirasakan penderita. Pada
HNP memerlukan waktu yang lebih lama. Setelah berbaring
dianggap cukup maka dilakukan latihan/dipasang korset untuk
mencegah terjadinya kontraktur dan mengembalikan lagi
fungsi-fungsi otot.
b) Medikametosa
 Analgetik danNSAID
 Muscle relaxant
 Kortikosteroidoral
 Analgetikadjuvant
c) Fisioterapi
Biasanya dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan jangkauan
permukaan yang lebih dalam) untuk relaksai otot dan
mengurangi lordosis.
2) Terapi operatif
Terapi operatif dikerjakan dengan tindakan konservatif tidak
memberikan hasil yang nyata kambuh berulang atau terjadi defisit
neurologis.
3) Rehabilitasi
Mengupayakan penderita segera bekerja seperti semula agar tidak
menggantungkan diri pada orang lain dalam melakukan kegiatan
sehari- hari (activity of daily living) serta klien tidak mengalami
komplikasi pneumonia, infeksi saluran kemih, dan sebagainya.
1.2 Konsep Asuhan keperawatan Hernia Nukleus Pulposus
1.2.1 Pengkajian fokus
a. Identitas
HNP terjadi pada umur pertengahan, kebanyakan pada jenis kelamin
pria dan pekerjaan atau aktivitas berat (mengangkat baran berat atau
mendorong benda berat)
b. Keluhan utama
Nyeri pada punggung bawah P, trauma (mengangkat atau mendorong
benda berat) Q, sifat nyeri seperti ditusuk-tusuk atau seperti disayat,
mendenyut, seperti kena api, nyeri tumpul atau kemeng yang terus-
menerus. Penyebaran nyeri apakah bersifat nyeri radikular atau nyeri
acuan (referred fain). Nyeri tadi bersifat menetap, atau hilang timbul,
makin lama makin nyeri . R, letak atau lokasi nyeri menunjukkan nyeri
dengan setepat-tepatnya sehingga letak nyeri dapat diketahui dengan
cermat. S, Pengaruh posisi tubuh atau atau anggota tubuh berkaitan
dengan aktivitas tubuh, posisi yang bagaimana yang dapat meredakan
rasa nyeri dan memperberat nyeri. Pengaruh pada aktivitas yang
menimbulkan rasa nyeri seperti berjalan, turun tangga, menyapu,
gerakan yang mendesak. Obat-oabata yang ssedang diminum seperti
analgetik, berapa lama diminumkan. T Sifanya akut, sub akut,
perlahan- lahan atau bertahap, bersifat menetap, hilng timbul, makin
lama makin nyeri.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Adanya riwayat terauma akibat mengangkat atau mendorong benda
yang berat.
Pengkajian yang didapat, meliputi keluhan paraparesis flasid,
parestesia dan retensi urine. Keluhan nyeri pada punggung bawah,
di tengah- tengah abtra bokong dan betis, belakang tumit dan
telapak kaki. Klien sering mengeluh kesemutan (parastesia) atau
baal bahkan kekuatan otot menurun sesui dengan distribusi
persyaratan yang terlibat.
2) Riwayat penyakit dahulu
Apakah klien pernah menderita TB tulang, osteomilitis, keganasan
(mieloma multipleks), metabolik (osteoporosis). Riwayat
menstruasi, adneksitis dupleks kronis, bisa menimbulkan nyeri
punggung bawa
3) Riwayat penyakit keluarga
Apakah dikeluarga ada yang sakit seperti ini
4) Status mental
Pada umumnya aklien menolak bila langsung menanyakan tentang
banyak pikiran/pikiran sedang (ruwet). Lebih bijakasana bila kita
menanyakan kemungkinan adanya ketidakseimbangan mental
secara tidak langsung (faktor-faktor stres).
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien berguna
untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
hari baik dalam keluarga maupun masyarakat.
Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul sperti
ketakutan atau kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap
dirinya yang salah (gangguan citratubuh).
Adanya perubahan berupa paralisis anggota gerak bawah
memberikan manifestasi yang berbeda pada setiap klien yang
mengalami gangguan tulang belakang dari HNP. Semakin lama
klien menderita paraparase tersebut bermanifestasi pada koping
yang tidak efektif.
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Pada keadaan HNP umumnya tidak mengalami penurunan
kesadaran. Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, contohnya
bradikardi yang menyebabkan hipotensi yang berhubungan dengan
penuruna aktivitas karena adanya paraparase.
2) Sistem Pernafasan (B1 : Breating)
Jika tidak mengganggu sistem pernapasan biasnya didapatkan pada
inspeksi, ditemukan tidak ada batuk, tidak ada sesak napas, dan
frekuensi pernapasan normal. Palpasi, taktil fremitus seimbang
antara kanan dan kiri. Pada perkusi, terdapat suara resonan pada
seluruh lapang paru. Auskultasi tidak terdengar bunyi napas
tambahan.
3) Sistem Kardiovaskular ( B2 : Blood)
Jika tidak ada gangguan pada sistem kardiovaskular, biasanya nadi
kualitas dan frekuensi nadi normal, tekanan darah normal, dan
nada auskultasi tidak ditemukan bunyi jantung tambahan.
4) Sistem Persyarafan (B3 : Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih
lengkap dibandingkan pada sistem lainnya.
Keadaan umum. Kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus
lumbal, adanya angulus, pelvis yang miring/asimetris, muskulatur
paravertebral atau pantat yang asimetris, postur tungkai yang
abnormal. Hambatan pada pergerakan punggung, pelvis, dan
tungkai selama bergerak.
5) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Tingkat keterjagaan klien biasanya compos mentis.
6) Pengkajian saraf kranial
1. Saraf I. Biasanya klien HNP tidak ada kelainan dan fungsi
penciuman.
2. Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisinormal.
3. Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak mengalami gangguan
mengangkat kelopak mata, pupilisokor.
4. Saraf V. Pada klien HNP umumnya tidak didapatkan paralisis
pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak adakelainan.
5. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
simetris.
6. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
7. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik.
8. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.\
9. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi. Indra pengecapannromal.
7) Fungsi sistem motorik
Kekuatn fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki, ibu
jari dan jari lainnya dengan menyuruh klien melakukan gerak
fleksi dan ekstensi dengan menahan gerakan.
Atrofi otot pada maleolus atau kaput fibula dengan
membandingkan anggota tubuh kanan-kiri.
8) Pengkajian reflek
Refleks achiles pada HNP lateral L 4-5 negatf, sedangkan refleks
lutut/patela pada HNP lateral di L4-5 negatif.
9) Pengkajian sistem sensorik
Pemeriksaan sensari raba, nyeri, suhu, profunda dan sensasi getar
(vibrasi) untuk menentukan dermaton yang terganggu sehingga
dapat ditentukan pula radiks mana yang terganggu. Palpasi dan
perkusi harus dikerjakan dengan hati-hati atau cermat sehingga
tidak membingungkan klien. Palpasi dimulai dari area nyeri yang
ringan kearah yang paling terasa nyeri. Nyeri pinggang bawah
yang intermiten (dalam beberapa minggu sampai beberapa tahun)
nyeri menjalar sesuai dengan distribusi saraf skhiatik. Sifat nyeri
khas dari posisi berbaring ke duduk, nyeri mulai dari bokong dan
terus menjalar.
a) Feel. Ketika meraba kolumna vertebralis dicari kemungkinan
adanya diviasi ke lateral atau antero-posterior. Palpasi dari area
dengan rasa nyeri ringan ke arah yang paling terasanyeri.
b) Move. Adanya kesulitan atau hambatan dalam melakukan
pergerakan punggung, pelvis dan tungkai selamabergerak.
1.2.2 Diagnosa keperawatan
1. Nyeri kronis berhubungan dengan penekanan saraf dibuktikan
dengan gelisah, bersikap protektif, tampak meringis
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuluskeletal dibuktikan dengan nyeri ssat bergerak, gerakan
otot terbatas, fisik lemah
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis
dibuktikan dengan peranpasan cuping hidung, penggunaan otot
bantu pernapasan
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dibuktikan
dengan merasa lemah, aktivitas dibantu oleh keluarga
5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar
informasi dibuktikan dengan menanyakan masalah yang dihadapi
1.2.3 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Luaran Intervensi
SDKI SLKI SIKI
1. Nyeri kronis Setelah dilakukan  Manajemen Nyeri
berhubungan dengan intervensi
penekanan saraf keperawatan selama  Observasi
dibuktikan dengan 2x24 jam, maka 1. Identifikasi lokasi,
gelisah, bersikap tingkat nyeri karakteristik, durasi,
protektif, tampak menurun, dengan frekuensi, intensitas
meringis kriteria hasil : nyeri
 Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
menurun 3. Identifikasi respons
 Kesulitan tidur nyeri non verbal
menurun 4. Identifikasi faktor yang
 Meringis memperberat dan
menurun memperingan nyeri
 Frekuensi nadi 5. Identifikasi
membaik pengetahuan dan
keyaninan tentang
nyeri
6. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap
respons nyeri
7. Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas
hidup
8. Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
 Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis,
akupresur, terapi
musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma
terapi, teknik
imajinasiterbimbing,
kompres
hangat/dingin,
terapibermain)
Control
lingkunganyang
memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
2. Fasilitasi istirahat dan
tidur
 Edukasi
1. Jelaskan
strategimeredakan
nyeri
2. Anjurkan
memonitor nyeri
secaramandiri
3. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
 Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jikaperlu

2. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan  Dukungan Mobilisasi


fisik berhubungan tindakan
dengan gangguan keperawatan selama  Observasi
muskuluskeletal 2x24 jam maka 1. Identifikasi adanya
dibuktikan dengan nyeri tingkat mobilitas nyeri atau keluhan
ssat bergerak, gerakan fisik meningkat fisik lainya
otot terbatas, fisik dengan 2. Identifikasi toleransi
lemah Kriteria Hasil fisik melakukan
 Kekuatan otot pergerakan
meningkat 3. Monitor frekuensi
 Pergerakan jantung dan tekanan
ekstremitas darah sebelum
meningkat melakukan mobilisasi
 Rentang gerak 4. Monitor kondisi
(ROM) umum selama
meningkat melakukan mobilisasi
 Kelemahan fisik  Terapeutik
menurun 1. Fasilitasi
 Gerakan terbatas melakukan pergerakan
menurun 2. Fasilitasi aktivits
mobilisasi dengan alat
bantu (mis.pagar
tempat tidur)
3. Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
 Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis.
Duduk di tempat tidur,
duduk di sisi tempat
tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)
3. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan  Manajemen Energi
berhubungan dengan tindakan
kelemahan dibuktikan keperawatan selama  Observasi
dengan merasa lemah, 2x24 jam maka 1. Identifikasi gangguan
aktivitas dibantu oleh toleransi aktivitas fungsi tubuh yang
keluarga meningkat dengan mengakibatkan
Kriteria Hasil kelelahan
 Kemudahan 2. Monitor kelelahan
dalam fisik dan emosional
melakukan 3. Monitor pola dan jam
aktivitas sehari- tidur
hari meningkat 4. Monitor lokasi dan
 Tekanan darah ketidaknyamanan
membaik selama melakukan
 Keluhan lemah aktivitas
menurun  Terapeutik
1. Sediakan lingkungan
yang nyaman dan
stimulus rendah
2. Lakukan latihan
rentang gerak pasif
3. Sediakan lingkungan
yang nyaman dan
stimulus rendah
4. Lakukan latihan
rentang gerak pasif
atau aktif
5. Berikan aktivitas
distraksi yang
menyenangkan
 Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan
ativitas secara bertahap
 Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
menigkatkan asupan
makanan

1.2.4 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dan perencanaan
keperawatan yang telah dibuat untuk rnencapai hasil yang efektif. Dalam
pelaksanaan implementasi keperawatan, penguasaan keterampilan dan
pengetahuan harus dimiliki oleh setiap perawat sehingga pelayanan yang
diberikan baik mutunya. Dengan demikian tujuan dan rencana yang telah
ditentukan dapat tercapai (Abdullah ,Syamsir. 2010)
1.2.5 Evaluasi
Merupakan tahap terakhir dalam proses keperawatan. Tujuan evaluasi
adalah untuk menilai apakah tujuan tercapai sebagian, seluruh atau tudak
tercapai dapat dibuktikan dari peningakatan kesehatan pasien dan
pemeriksaan penunjang lainnya.
Dalam hal ini juga sebagai langkah koreksi terhadap rencana keperawatan
semula.Untuk mecapai rencana keperawatan berikutnya yang lebih
relevan.
Dari apa yang telah dipaparkan diatas untuk mengukur apakah tujuan dan
kriteria sudah tercapai, perawat dapat mengobservasi kesehatan klien.
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah M. 2012. Medikal Bedah untuk Mahasiswa. Diva Press: Yogyakarta.


Doenges E, Marilynn, dkk. (2014). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.
Jakarta : EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
NANDA Internasional. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. 2012.
Nurarif, Kusuma. (2015). Nanda Nic-Noc. Jokjakarta: Mediaction Jogja.
Setiati, (2015). Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM JILID II. Jakarta 47
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.
Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC.2012
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2015.
Suharyanto. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta Timur : Cv Trans Media.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
YAYASAN KARYA HUSADA KEDIRI AS N
YAYEDIRA
STIKES KARYA HUSADA KEDIRI K I

Ijin Mendiknas RI No. 164/D/O/2005 Rekomendasi Depkes RI No. HK.03.2.4.1.03862


PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

KA

A
Jl. Soekarno Hatta, Kotak Pos 153, Telp/Fax. (0354) 395203 Pare Kediri RY

D
A HUSA
Website: www.stikes-khkediri.ac.id

FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

I. DATA UMUM

Nama : Tn.S
Ruang : Teratai
No. Register : 102056/20123261
Umur : 64 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Bahasa : Indonesia
Alamat : Padangan-Kayen kidul-Kediri
Pekerjaan : Tani
Penghasilan :-
Status : Menikah
Pendidikan Terakhir : SD
Golongan Darah :-
Tanggal MRS : 17 November 2020
Tanggal Pengkajian : 18 November 2020
Diagnosa Medis : HNP (Servikal)

II. DATA DASAR

Keluhan Utama :

Pasien mengatakan nyeri pada leher kanan kurang lebih 3 bulan

P : Nyeri pada leher


Q:Nyeri seperti di tususk-tusuk
R: Nyeri menjalar ke bahu
S : skala nyeri 4
T: Nyeri bertambah berat bila di buat menengok
Alasan Masuk Rumah Sakit :

Pasien mengatakan mengalami nyeri pada leher kanan kurang lebih 3 bulan
kambuh-kambuhan, nyeri bertambah sejak kemarin dan nyeri sangat dirasakan
ketika menengok dan nyeri menjalar ke bahu sehingga sulit menggerakan
tangan karena sakit dan badan terasa lemah

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengeluh nyeri pada leher kanan, nyeri bertambah sejak kemarin dan
nyeri sangat dirasakan ketika menengok, nyeri yang dirasakan seperti ditusuk-
tusuk, dan nyeri sangat dirasakan ketika menengok dan nyeri menjalar ke bahu
sehingga sulit menggerakan tangan dan badan terasa lemah karena sakit
kemudian oleh keluarga pasien langsung dibawa ke IGD rumah sakit Amelia

Upaya yang telah dilakukan:

Keluarga langsung membawa ke IGD Rumah Sakit Amelia

Terapi yang telah diberikan: -

Riwayat Kesehatan Dahulu :

Pasien mengatakan sebelumnya belum pernah menderita sakit seperti ini

Riwayat Kesehatan Keluarga :

Pasien mengatakan bahwa dikeluarga tidak ada yang mempunyai sakit seperti
ini dan penyakit menular lainnya.

III. POLA FUNGSI KESEHATAN


1. Persepsi terhadap Kesehatan – Manajemen Kesehatan
pasien dan keluarga belum mengetahui penyakit yang diderita oleh pasien
ketika sakit sehingga ketika pasien nyeri hanya diberikan kompres hangat
dan minum air hangat.

2. Pola Aktivitas dan Latihan

 Kemampuan Perawatan Diri


Skor 0 : mandiri, 1 : dibantu sebagian, 2 : perlu bantuan orang lain, 3 :
perlu bantuan orang lain dan alat, 4 : tergantung pada orang lain / tidak
mampu.
Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi √
Berpakaian √
Eleminasi √
Mobilisasi di tempat tidur √
Pindah √
Ambulasi √
Naik tangga √
Makan dan minum √
Gosok gigi √
Keterangan : pola aktivitas dan latihan Tn. S sebagian besar dibantu oleh
orang lain

3. Pola Istirahat dan Tidur :

KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT


Jumlah Jam Tidur Siang ± 2 jam ± 1 jam
Jumlah Jam Tidur Malam ± 8 jam ± 4 jam
Pengantar Tidur Tidak ada Tidak ada
Gangguan Tidur Tidak ada Nyeri pada leher
Perasaan Waktu Bangun Segar lemas

4. Pola Nutrisi – Metabolik


KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Frekuensi 3x sehari 3x sehari
Jenis Nasi, sayur, lauk Diet TKTP

Porsi 1 porsi habis ± 1 porsi

Total Konsumsi 3x/hari 3x/hari

Keluhan Tidak ada Tidak ada


5. Pola Eliminasi
Eliminasi Uri
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Frekuensi 3-4 x/hari ± 3-4kali/hari

Pancaran Kuat kuat

Jumlah Normal ± 400ml

Bau Khas Khas

Warna Kuning Kuning

Perasaan setelah BAK Lega dan tuntas lega

Total Produksi Urin + 1200 per 24 jam + 1200 per 24 jam

Eliminasi Alvi

KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT


Frekuensi 1x sehari Belum Bab

Konsistensi Lunak -

Bau Khas -

Warna Kuning kecoklatan -

6. Pola Kognitif dan Persepsi Sensori


Pasien kooperatif ketika berkomunikasi dan pendengaran, perabaan,
penciuman, pengecapan normal

7. Pola Konsep Diri


Pasien mengatakan bahwa mau opname sampai dengan sembuh
demi kesehatanya
8. Pola Mekanisme Koping
Setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan, diputuskan dan
disetujui oleh anaknya. Pasien dan keluarga mempunyai pola koping yang
baik dengan mencari pertolongan dan obat ketika sakit. Pasien dan
keluarga kooperatif terhadap tindakan keperawatan yang akan diberikan
sesuai asuhan keperawatan

9. Pola Fungsi Seksual – Reproduksi


Tidak terkaji

10. Pola Hubungan – Peran


Pola hubungan pasien dengan keluarganya terjalin dengan baik

11. Pola Nilai dan Kepercayaan


KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Nilai Khusus - -

Praktik Ibadah Pasien selalu melakukan Tidak solat 5 waktu


sholat 5 waktu tetapi bedoa dan
berdzikir
Pengetahuan tentang Pasien mengerti Sholat Pasien mengerti tetapi
Praktik Ibadah selama fardhu wajib dijalankan tidak dilakukan
sakit bagi umat muslim

IV. PEMERIKSAAN FISIK (DATA OBYEKTIF)


1. Status Kesehatan Umum
Keadaan/ penampilan umum: cukup
Kesadaran : composmentis GCS: 4-5-6
BB sebelum sakit : 63 kg
BB saat ini : 63 kg
BB ideal : 65 kg
TB : 165 cm
Tanda – tanda vital :
TD : 100/60 mmHg
N : 80x/menit
Suhu : 36,5 ºC
RR : 20 x/menit

Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium Tanggal 17 November 2020

JENIS PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN


GDA 128 <130mg/dl
Leukosit DL 9870 L. 4.300-10.300 P. 4.300-11.300
Hemoglobin DL 6.6 L. 13,4-17,7 P. 11,4-15,1 gr/d
Hematokrit DL 19.5 L. 45-50 P. 35-45 %
Trombosit DL 561000 150.000-400.000sel/lp
Urea 92.4 10-50 mg/dl
Craetinin 2.06 L. 0.6-1.3
SGOT 27.3 l.<37 P.<31
SGPT 26.0 l.<40 P<32
GOLDA O

Laboratorium tanggal 18-11-2020

JENIS PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN


Leukosit DL 14810 L. 4.300-10.300 P. 4.300-
11.300
Hemoglobin DL 13.6 L. 13,4-17,7 P. 11,4-15,1 gr/d
Hematokrit DL 40.6 L. 45-50 P. 35-45 %
Trombosit DL 386000 150.000-400.000sel/lp

Pemeriksaan hapusan darah tepi


 Anemia hipokromik mikrositik
 Trombositosis
 DD: 1. Anemia of cronic disease
2. Anemia defisiensi Fe disertai trombositosis reaktif

3. Radiologi
Foto cervikal ap/lat
tampak scoliosis
HNP C5/C6 DAN C6/C7

Terapi
1. Oral
Myonep 3x1
Nocid 3x1
Hemafort 1x1
Clobazam 1x1
Gabapentin 100 mg 2x1
Furosemid 1x1/2 tab

2. Parenteral
Infus PZ 7 tpm
Inj. Indexon 3x1
Inj Tofedex + pz 100 2x1
Inj. Pantoprazole 1x1
Inj. Venofer1x1

3. Lain – lain
Terpasang cervical neck collar
Pst tranfusi PRC 2 Kolf

OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK {dengan per sistem)


1. Tanda-tanda vital
S : 36,5 ºC N : 80 x/mnt TD : 110/60 mmHg
RR : 20 x/mnt
2. Sistem Pernafasan (B1)
a. Bentuk dada √ simetris asimetris barrel chest
Funnel chest Pigeons chest
b. Keluhan sesak batuk nyeri waktu napas
c. Irama napas √ teratur tidak teratur
d. Suara napas √ vesiculer ronchi D/S wheezing D/S rales D/S

3. Sistem Kardiovakuler (B2)


a. Keluhan nyeri dada ya √ tidak
b. Irama jantung √teratur tidak teratur
c. CRT √< 3 detik > 3 detik
d. Konjungtiva pucat √ ya tidak
e. JVP √normal meningkat menurun
Lain-lain :

4. Sistem Persarafan (B3)


a. Kesadaran √ composmentis apatis somnolen sopor
koma
GCS : 4-5-6
b. Keluhan pusing ya √tidak
c. Pupil √ isokor anisokor
d. Nyeri tidak √ya, skala nyeri : 4 lokasi : leher kanan
Lain-lain :

5. Sistem Perkemihan (B4)


a. Keluhan : kencing menetes inkontinensia retensi
gross hematuri disuria poliuri
oliguri anuri
b. Alat bantu (kateter, dll) ya √tidak
c. Kandung kencing : membesar ya √ tidak
nyeri tekan ya √ tidak
d. Produksi urine : ± 1500ml/hari warna : kuning bau : khas
e. Intake cairan : oral : 1000ml/hari parenteral
Lain-lain :

6. Sistem Pencernaan (B5)


a. TB : 165 cm BB : 63 kg
b. Mukosa mulut : √ lembab kering merah stomatitis
c. Tenggorokan nyeri telan sulit menelan
d. Abdomen √ supel tegang nyeri tekan, lokasi :
Luka operasi jejas lokasi :
Pembesaran hepar ya tidak √
Pembesaran lien ya tidak √
Ascites ya tidak √
Mual ya tidak √
Muntah ya tidak √
Terpasang NGT ya tidak √
Bising usus : 16x/mnt
e. BAB : belum , konsistensi : lunak cair lendir/darah
konstipasi inkontinensia kolostomi
f. Diet √ padat lunak cair
Frekuensi :3 x/hari jumlah: ± 1porsi jenis : diet TKTP

7. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)


a. Pergerakan sendi bebas √ terbatas
b. Kelainan ekstremitas ya √ tidak
c. Kelainan tl. belakang √ya scoliosis tidak
d. Fraktur ya √ tidak
e. Traksi/spalk/gips ya √ tidak
f. Kompartemen sindrom ya √ tidak
g. Kulit ikterik √ sianosis √ kemerahan hiperpigmentasi
h. Akral √hangat panas dingin kering basah
i. Turgor √ baik kurang jelek
j. Luka : jenis :............. luas : ............... bersih kotor
k. Kekuatan otot
5 5

5 5

Lain-lain :

8. Sistem Endokrin
a. Pembesaran kelenjar tyroid ya √ tidak
b. Pembesaran kelenjar getah bening ya √ tidak
Lain-lain :

Kediri, 18 November 2020

Perawat

(Dwi Rori Fajarotin.)


I. ANALISA DATA

No Data Interpretasi Masalah

1. S : pasien mengatakan nyeri HNP Servikal Nyeri kronis


pada leher kanan menjalar ke
bahu Nyeri bertambah berat
bila di buat menengok
Menekan spinal
O: cord
 KU lemah
 Kesadaran composmentis
 GCS : 4-5-6 Syok spinal, spasme otot
 TTV leher
TD : 110/60 mmHg
N : 90x/menit
 Wajah tampak meringis
 Pasien tampak gelisah Nyeri pada leher, bahu
 skala nyeri 4
 Pasien bersikap protektif
(menghindari nyeri)
 Pasien kesulitan tidur
Nyeri kronis
 Foo rontgen Hasilnya:
HNP Servikal C5 –C7
2. S : pasien mengatakan sulit Kerusakan saraf Intoleransi
menggerakan kepala dan yang mengatur aktivitas
tangan koordinasi gerak
O: tubuh
 KU lemah
 Kekuatan otot
Gangguan saraf
5 5 motoric
5 5
 Gerakan terbatas Tirah baring
 Pola aktivitas dan
kebutuhan pasien dibantu
oleh keluarga Intoleransi aktifitas
Aktifitas perawatan diri
Seperti ( Mandi,
berpakaian Eliminasi,
mobilisasi di Tempat
tidur,pindah, Ambulasi,
makan mium Dan gosok
gigi )
3 DS: pasien mengatakan badan Faktor risiko anemia Perfusi
terassa lemah Perifer Tidak
DO: Berkurangnya volume Efektif
Hemoglobin DL 6.6
darah,
TD : 110/60 mmHg
N : 90x/menit hemoglobin/eritrosit
Suhu: 36,5 ºC
RR : 20 x/menit Kadar hemoglobin
Pemeriksaan hapusan darah menurun
tepi
• Anemia hipokromik Penurunan oksigen ke
mikrositik
jaringan
• Trombositosis
• DD:
1. Anemia of cronic disease Perubahan fungsi tubuh
2. Anemia defisiensi Fe akibat mekanisme
disertai trombositosis kompensasi terhadap
reaktif anemia

Pucat, akral dingin, CRT


meningkat, konjungtiva
anemis

Perfusi perifer tidak


efektif

II. PRIORITAS DIAGNOSA

1. Nyeri kronis berhubungan dengan kondisi musculoskeletal kronis


dibuktikan dengan mengeluh nyeri,gelisah, bersikap protektif, tampak
meringis
2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan
konsentrasi hemoglobin (anemia) dibuktikan dengan mengeluh nyeri
ekstremitas
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring dibuktikan
dengan pasien merasa lemas

III. PLANNING

No Tanggal/ Diagnosa Luaran Intervensi


jam
1. 18 Nyeri kronis Setelah dilakukan  Manajemen Nyeri
November berhubungan intervensi
2020 dengan keperawatan 1. Berikan teknik
kondisi selama 2x24 jam, nonfarmakologis
musculoskelet maka tingkat untuk mengurangi
al kronis nyeri menurun, rasa nyeri (mis.
dibuktikan dengan kriteria TENS, hypnosis,
dengan hasil : akupresur, terapi
mengeluh  Keluhan nyeri musik,
nyeri,gelisah, menurun biofeedback, terapi
bersikap  Kesulitan tidur pijat, aroma terapi,
protektif, menurun teknik
tampak  Meringis imajinasiterbimbin
meringis menurun g, kompres
 Frekuensi nadi hangat/dingin,
membaik terapibermain)
Control
lingkunganyang
memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
2. Fasilitasi istirahat
dan tidur
3. Jelaskan
strategimeredakan
nyeri
4. Anjurkan
memonitor nyeri
secaramandiri
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
6. Kolaborasi
pemberian analgetik
7. Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, intensitas
nyeri
8. Identifikasi skala
nyeri
9. Identifikasi respons
nyeri non verbal
10. Identifikasi
faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
11. Monitor
keberhasilan terapi
komplementer yang
sudah diberikan
12. Monitor efek
samping penggunaan
analgetik

3. 18 Intoleransi Setelah dilakukan  Terapi kativitas


November aktivitas tindakan
2020 berhubungan keperawatan 1. Identifikasi deficit
dengan tirah selama 2x24 jam tingkat aktifitas
baring maka toleransi 2. Identifikasi
dibuktikan aktivitas kemampuan
dengan pasien meningkat berpartisipasi
merasa lemah dengan dalamaktivitas
Kriteria Hasil tertentu
 Frekuensi 3. Monitor respon
nadi emosional,fisik,sosi
meningkat al dan spiritual
 Kemudahan terhadap aktifitas
dalam 4. Fasilitasi focus
melakukan pada kemampuan
aktivitas bukan deficit yang
sehari-hari dialami
meningkat 5. Koordinaskan
 Perasaan pemilihan aktifitas
lemah 6. Fasilitasi aktifitas
menurun motoric untuk
 Tekanan merelaksasikan otot
darah 7. Libatkan keluarga
membaik dalam aktivitas
 Rr membaik 8. Ajarkan cara
melakukah aktiviats
9. Anjurkan
melakukan aktivitas
fisik
2 18 Perfusi perifer Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi
November tidak efektif intervensi 1. Periksa sirkulasi
2020 berhubungan keperawatan perifer (misal. Nadi
dengan selama 2x24 jam, perifer, pengisian
penurunan maka perfusi kapiler, warna,
konsentrasi perifer suhu, ankle
hemoglobin meningkat, brachial index)
(anemia) dengan kriteria 2. Identifikasi faktor
dibuktikan hasil : risiko gangguan
dengan riskulasi
mengeluh nyeri •Kelemahan otot 3. Monitor panas,
ekstremitas menurun kemerahan, nyeri
•Pengisian kapiler atau bengkak pada
cukup membaik ekstremitas
•Akral cukup 4. Lakukan
membaik pencegahan infeksi
5. Ajarkan program
diet untuk
memperbaiki
sirkulasi: rendah
lemak jenuh,
minyak ikan omega
3

IV. IMPLEMENTASI
No Tanggal/ Diagnosa Implementasi TTD
jam
1 18 I 1. Menganjurkan napas rori
November panjang dan kompres
2020 hangat pada area nyeri
10.00 2. Menganjurkan suasana
tenang agar pasien dapat
beristirahat
3. Menjelaskan cara napas
dalam
4. Menganjurkan mencatat
skala nyeri secara mandiri
5. Mengajarkan teknik napas
dalam dan kompres hangat
untuk mengurangi rasa
nyeri
6. Berkolaborasi pemberian
analgetik
Injeksi tofedex 3x1 ampul
7. Mengidentifikasi skala
nyeri
8. Identifikasi respons nyeri
non verbal (wajah
meringis)
9. Mengidentifikasi faktor
yang memperberat dan
memperingan nyeri
10. Monitor efek samping
penggunaan analgetik

2 18 II 1. memeriksa sirkulasi perifer rori


November (misal. Nadi perifer,
2020 pengisian kapiler, warna,
10.10 suhu, ankle brachial index)
2. mengidentifikasi faktor
risiko gangguan riskulasi
3. Memonitor panas,
kemerahan, nyeri atau
bengkak pada ekstremitas
4. melakukan pencegahan
infeksi
5. mengjarkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi: rendah lemak
jenuh, minyak ikan omega
3

3 18 III 1. mengidentifikasi deficit rori


November tingkat aktifitas
2020 2. mengidentifikasi
10.00 kemampuan berpartisipasi
dalamaktivitas tertentu
3. Memonitor respon
emosional,fisik,sosial dan
spiritual terhadap aktifitas
4. memfasilitasi focus pada
kemampuan bukan deficit
yang dialami
5. mengkoordinaskan
pemilihan aktifitas
memfasilitasi aktifitas motoric
untuk merelaksasikan otot
6. melibatkan keluarga dalam
aktivitas
7. mengjarkan cara
melakukah aktiviats
8. menganjurkan melakukan
aktivitas fisik
V. EVALUASI

No Tanggal/ jam Evaluasi TTD


1 19 November 2020 S: pasien mengatakan masih nyeri pada rori
13.00 leher saat digerakkan
O:
 KU lemah
 TTV :
N : 88x/menit
RR : 20 x/menit
Terpasang cervikal coler
 Wajah tampak meringis
 Pasien tampak gelisah
 Skala nyeri 3
 Pasien bersikap protektif (menghindari
nyeri)
 Foto rontgen HNP C5/C6 DAN C6/C7
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan No. 1-10

2 19 November 2020 S : Klien mengatakan masih merasa lemah rori


13.10 O:
TD : 120/80 mmHg
RR : 20x/m
N : 88 x/m
Hemoglobin DL 13.6
Konjuntiva anemis-
Bibir pucat -
Kulit pucat -
Akral dingin -
Turgor menurun -
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi

3 19 November 2020 S: pasien mengatakan masih sulit rori


13.00 beraktivitas
O:
•KU lemah
•TTV :
RR: 20 x/menit
•Kekuatan otot ekstremitas atas menurun
5 5
5 5
•Gerakan terbatas
•Pola aktivitas dan kebutuhan pasien
dibantu oleh keluarga
Aktifitas perawatan diri Seperti ( Mandi,
berpakaian Eliminasi, mobilisasi di
Tempat tidur,pindah, Ambulasi, makan
mium Dan gosok gigi )
• Kelemahan fisik
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan No 2, 3, 5, 6 ,7,9,
10
4 20 November 2020 S: pasien mengatakan masih nyeri pada Rori
13.10 leher saat digerakkan
O:
 KU lemah
 TTV :
N : 94x/menit
RR : 20 x/menit
Terpasang cervikal coler
 Wajah tampak meringis
 Skala nyeri 3
 Pasien bersikap protektif (menghindari
nyeri)
 Foto rontgen HNP C5/C6 DAN C6/C7
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan No. 1-10

5 20 November 2020 S : Klien mengatakan badan masih merasa Rori


13.10 lemah
O:
TD : 126/78 mmHg
RR : 20x/m
N : 94 x/m
Hemoglobin DL 13.6
Konjuntiva anemis-
Bibir pucat -
Kulit pucat -
Akral dingin -
Turgor menurun -
A : Masalah teratasi
P : pertahankan intervensi

6 20 November 2020 S: pasien mengatakan masih sulit Rori


13.10 beraktivitas
O:
•KU lemah
•TTV :
RR: 20 x/menit
•Kekuatan otot ekstremitas atas menurun
5 5
5 5
•Gerakan terbatas
•Pola aktivitas dan kebutuhan pasien
dibantu oleh keluarga
Aktifitas perawatan diri Seperti ( Mandi
berpakaian Eliminasi, mobilisasi di
Tempat tidur,pindah, Ambulasi, makan
mium Dan gosok gigi )
• Kelemahan fisik
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan No 2, 3, 5, 6 ,7,9,
10
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY. W
DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIABETES MELITUS
DI RUANG TERATAI RS AMELIA PARE

Di susun oleh :
Dwi Rori Fajarotin
(202006105)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU


KEPERAWATAN KARYA HUSADA KEDIRI
2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY. W


DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIABETES MELITUS
DI RUANG TERATAI RS AMELIA PARE

Mengetahui,

Dwi Rori Fajarotin


(202006105)

Pembimbing Klinik, Pembimbing Akademik

(Mardiani, S.Kep., Ns) (Nian Afrian N., S.Kep., Ns., M.Kep)


LAPORAN PENDAHULUAN
1. Definisi
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,
dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya
gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di
dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang
biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein (Askandar, 2000).
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2009, Diabetes Melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Diabetes
melitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat peningkatan
kadar glukosa darah yang disebabkan oleh kekurangan insulin baik absolutemaupun
relative (Suyono, 2003)
Absolut terjadi apabila sel beta pankreas tidak dapat menghasilkan insulin dalam
jumlah yang sesuai dengan kebutuhan sehingga penderita membutuhkan suntikan
insulin. Relatif apabila sel beta pankreas masih mampu memproduksi insulin yang
dibutuhkan tetapi hormon yang dihasilkan tersebut tidak dapat bekerja secara
optimal.
2. Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association (2009), klasifikasi Diabetes Melitus
terbagi menjadi empat kelompok:
1) DM Tipe I (Insulin Dependent Diabetes Melitus/IDDM)
Penderita sangat bergantung terhadap insulin karena terjadi proses autoimun
yang menyerang insulinnya. DM tipe 1 muncul ketika pankreas sebagai
penghasil insulin tidak dapat atau memproduksi insulin dalam jumlah yang
sedikit. Akibatnya, insulin tubuh kurang atau tidak ada sama sekali. Glukosa
menjadi menumpuk dalam peredaran darah karena tidak dapat diangkut ke
dalam sel. DM tipe ini dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
DM tipe 1 juga disebut Insulin-Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) karena
pasien sangat bergantung terhadap insulin dan hanya dapat diobati dengan
menggunakan insulin. Penderita memerlukan suntikan setiap hari untuk
mencukupi kebutuhan insulin dalam tubuh (Karam, 2002).
2) DM Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus/NIDDM)
Jenis DM ini dipengaruhi baik oleh keturunan maupun factor lingkungan.
Seseorang mempunyai risiko yang besar untuk menderita NIDDM jika orang
tuanya adalah penderita DM dan menganut gaya hidup yang salah. Diabetes
Melitus tipe 2 paling umum terjadi sekitar 85 persen dari seluruh kasus
Diabetes Melitus, Keadaan ini ditndai oleh resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relative. Pankreas masih bisa menghasilkan insulin, tetapi
kualitasnya buruk, tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk
memasukkan glukosa dalam sel. Akibatnya glukosa dalam darah meningkat.
Pasien tidak perlu tambahan suntikan insulin dalam pengobatannya, tetapi
memerlukan obat yang bekerja untuk memperbaiki fungsi insulin dan
menurunkan kadar gula darah (Corwin, 2001).
3) DM Gestasional
DM ini terjadi akibat kenaikan kadar gula darah pada kehamilan (WHO,
2008). Wanita hamil yang belum pernah mengalami DM sebelumnya namun
memiliki kadar gula yang tinggi ketika hamil dikatakan menderita DM
gestational. DM gestational biasanya terdeteksi pertama kali pada usia
kehamilan trimester II atau III (setelah usia kehamilan 3 atau 6 bulan) dan
umumnya hilang dengan sendirinya setelah melahirkan. Diabetes gestational
terjadi pada 3‐5% wanita hamil. Mekanisme DM gestational kemungkinan
besar terjadi akibat hambatan kerja insulin oleh hormon plasenta sehingga
terjadi resistensi insulin. Resistensi insulin ini membuat tubuh bekerja keras
untuk menghasilkan insulin sebanyak 3 kali dari normal.. Faktor risikonya
adalah kegemukan atau obesitas. Jika perubahan pola makan dan gaya hidup
tidak dijalankan setelah kehamilan, maka sebagian besar (75%) wanita
dengan diabetes gestasional akan mendrita diabetes mellitus tipe 2 di masa
depan (Greenstein dan Wood, 2007).
4) Pra-Diabetes
Pra‐diabetes merupakan DM yang terjadi sebelum berkembang menjadi DM
tipe 2. Penyakit ini ditandai dengan naiknya KGD melebihi normal tetapi
belum cukup tinggi untuk dikatakan DM. Untuk mencegahnya dapat
dilakukan dengan diet nutrisi dan latihan fisik.
Kadar gula darah
Normal Pra DM DM
Puasa <110 110 – 125 >126
Tidak puasa <110 110 – 199 > 200

3. Etiologi
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat menyebabkan
insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting
pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM
yaitu :
1) Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan
sel beta melepas insulin.
2) Faktor-faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen
yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan
gula yangdiproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
3) Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang
disertai pembentukan sel-sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan
kerusakan sel - sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel
beta oleh virus.
4) Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan
terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada
membrane sel yang responsir terhadap insulin.

Faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan dengan diabetes mellitus dibagi


menjadi 2 yaitu:
1) Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
a. Riwayat keluarga dengan DM
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab DM orang tua DM tipe 2
lebih terkait dengan faktor riwayat keluarga bila dibandingkan tipe 1.
Anak dengan ayah penderita Dm tipe 1 memiliki kemungkinan terkena
diabetes 1:17. Namun bila kedua orang tua menderita DM tipe 1 maka
kemungkinan menderita DM 1:4-10. Pada Dm tipe 2, kemungkinan 1:7
bila salah satu orang tua kena DM pada usia <50 tahun dan 1:13 bila >
50 tahun. Namun bila kedua orang tuanya menderita DM tipe 2
kemungkinan anaknya menderita DM 1:2.
b. Umur
Risiko untuk prediabetes meningkat seiring dengan meningkatnya usia.
DM tipe 1 biasanya terjadi pada usia muda yaitu pada usia <40 tahun,
sedangkan Dm tipe 2 biasanya terjadi pada usia >40 tahun.
c. Riwayat pernah menderita diabetes gestasional Mendapat diabetes
selama kehamilan atau melahirkan bayi lebih dari 4,5 kg dapat
meningkatkan risiko diabetes mellitus tipe 2.
d. Riwayat berat badan lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2500
gram.
e. Ras/ latar belakang etnis Risiko DM tipe 2 lebih besar pada hispanik,
kulit hitam, penduduk asli amerika, dan asia.
2) Faktor resiko dapat dimodifikasi
a. Berat badan lebih/ obesitas (BB> 120% BB idaman/ IMT> 23 kg/m2)
dan ratio lingkar pinggang pinggul laki-laki 0,9 dan perempuas 0,8
lingkar pinggang pria = wanita 90cm, HDL dibawah 35 mg/dl dan /
tingkat trigliserida >250 mg/dl dapat meningkatkan risiko DM tipe 2.
Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat
diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah.
b. Kurang aktivitas fisik
Glukosa darah dibakar menjadi energy dan sel-sel tubuh menjadi lebih
sensitive terhadap insulin. Peredaran darah lebih baik dan risiko Dm
tipe 2 turun 50%.
c. Hipertensi, tekanan darah diatas 140/90 mmHg
Tekanan darah >140/90 mmHg dapat menimbulkan risiko Dm tipe 2
Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular Diet tidak sehat, dengan
tinggi gula dan rendah serat (Depkes, 2008)
d. Stres
Kondisi stres kronik cenderung membuat seseorang mencari makanan
yang manis-manis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar
serotonin pada otak. Serotonin mempunyai efek penenang sementara
untuk meredakan stresnya. Tetapi efek mengkonsumsi makanan yang
manismanis dan berlemak tinggi terlalu banyak berbahaya bagi mereka
yang berisiko terkena diabetes mellitus.
e. Alkohol
Alkohol dapat menyebabkan terjadinya inflamasi kronis pada pankreas
yang dikenal dengan istilah pankreatitis. Penyakit tersebut dapat
menimbulkan gangguan produksi insulin dan akhirnya dapat
menyebabkan diabetes mellitus.
f. Riwayat
a) Diabetes dalam keluarga
b) Diabetes gestasional
c) Melahirkan bayi dengan berat badan >4kg
d) Kista ovarium (Polycystic Ovary Sindrome)
e) IFC atau IGT
g. Obesitas >120% berat badan ideal
Obesitas dapat menurunkan jumlah reseptor insulin dari dalam sel
target insulin diseluruh tubuh. Jadi membuat insulin yang tersedia
kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik yang biasa.
h. Umur : 20-59 th (8,7%) dan >65 th (18%)
i. Etnik/ras : ras kulit hitam risiko naik
j. Hipertensi >140/90mmHg
k. Hiperlipidemia : kadar HDL rendah <35mg/dl, kadar lipid darah tinggi
>250mg/dl
l. Faktor-faktor lain :
a) kurang olahraga dan pola makan rendah serat, tinggi lemak,
rendah karbohidrat
b) pernah mengalami gangguan toleransi glukosa kemudian normal
kembali
c) riwayat terkena penyakit infeksi virus, misalnya virus rubella,
morbili
d) riwayat lama mengkonsumsi obat-obatan atau suntikan golongan
kortikosteroid

Diabetes Mellitus tipe 1 atau IDDM disebabkan karena kurangnya kemampuan atau
hilangnya kemampuan sel ß pankreas yang menyebabkan defisiensi insulin.
kombinasi faktor genetik, imunologi dan kemungkinan faktor lingkungan (infeksi
virus) diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel ß (Smletzer & Bare, 2002)
4. Manisfestasi Klinis
1) Gejala akut penyakit DM
a. Pada permulaam gejala yang ditunjukkan meliputi:
a) Polidipsi (meningkatnya rasa haus) Rasa haus terjadi seiring
dikeluarkannya glukosa dari dalam tubuh, diperlukan banyak air
untuk mempermudah pengalirannya kaluar dari tubuh dan
meningkatnya air di dalam urin meningkatkan pola frekuensi
BAK yang pada akhirnya mengakibatkan meningkatnya rasa
haus. Pada keadaan dehidrasi (hiperosmolaritas) biasanya turgor
kulit buruk, takikardia dan hipotensi.
b) Polifagia (meningkatnya rasa lapar) Terjadi karena insulin yang
tiidak melekat pada reseptor, sel-sel tubuh tidak memperoleh
energy apapun.
c) Poliuria (meningkatnya frekuensi BAK) Terjadi karena darah
terlalu banyak mengandung glukosa dan tidak bias diserap lagi
oleh ginjal yang kemudian glukosa dikeluarkan melelui urin.
b. Bila tidak segera diobati keadaan tersebut akan menimbulkan gejala:
a) Banyak minum
b) Banyak kencing
c) Nafsu makan mulai berkurang atau berat badan turun dengan
cepat (turun 5- 10kg dalam waktu 2-4 minggu).
d) Mudah lelah
e) Bila tidak lekas diobati akan menimbulkan rasa mual, bahkan
penderita akan jautuh koma yang disebut koma diabetic.
2) Gejala kronis penyakit DM
a. Kesemutan
b. Kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum
b. Rasa tebal di kulit, sehingga kalu berjalan seperti bantal
c. Kram
d. Capek
e. Mudah mengantuk
f. Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata
g. Gatal disekitar kemaluan terutama wanita
h. Gigi mudah goyah dan mudah lepas
i. Kemampuan seksual menurun, bahkan impotensi
j. Pada ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematia janin dalam
kandungan atau dengan bayi berat badan lebih dari 4kg.
3) Gejala lain
Gejala lain: penurunan BB dan rasa lemah yang hebat akibat glukosa dalam
darah yang tidak dapat masuk kedalam sel, sehingga sel kekurangan bahan
bakar untuk menghasilkan tenaga untuk kelangsungan hidup. Sumber tenaga
terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya,
penderita kehilangan jaringan lemak dan otot, sehingga menjadi kurus .
5. WOC

strees

memproduksi asam lambung secara berlebih

peradangan lambung

mual/muntah nyeri ulu hati

nyeri akut
nausea Nyeri akut
Patofisiologi
Pada DM tipe 1 terdapat ketidak mampuan menghasikan insulin karena sel-sel beta
telah dihancurkan oleh proses autoimun. Akibat produksi glukosa tidak terukur oleh
hati, maka terjadi hiperglikemia. Jika konsentrasi klokosa dalam darah tinggi, ginjal
tidak dapat menyerap semua glukosa, akibatnya glukosa muncul dalam urine
(glukosuria). Ketika glukosa berlebihan diekskresikan dalam urine disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit (diuresis osmotik). Akibat kehilangan cairan
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan berkemih (poli uri) dan rasa haus
(polidipsi). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan . pasien juga mengalami peningkatan
selera makan (polifagi) akibat penurunan simpanan kalori.gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan
Pada DM tipe 2 terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu
resistensi insulin dan ganguan sekresi insulin. Resistensi insulin ini disertai dengan
penurunan reaksi intra sel sehingga insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Pada gangguan sekresi insulin
berlebihan, kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat normal atau sedikit
meningkat. Namun jika sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan
insulin maka kadar glukosa darah meningkat. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat dan progresif maka awitan DM tipe 2 dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Gejala yang dialami sering bersifat ringan seperti kelelahan, iritabilitas,
poliuri, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan
yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi)

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Glukosa darah: gula darah puasa> 130 ml / dl, tes toleransi glukosa> 200 mg /
dl, 2 jam setelah mempersembahkan glukosa.
b. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
c. Asam lemak meningkat: kadar lipid dan kolesterol
d. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya <330 mOsm / I
e. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau
peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
f. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
g. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi
merupakan respons terhadap stres atau infeksi.
h. Ureum / kreatinin: mungkin meningkat atau normal
i. Insulin darah: mungkin menurun / tidak ada (Tipe I) atau normal sampai
tinggi (Tipe II)
j. Urine: gula dan aseton positif
k. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan
infeksi luka

7. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan diet
a. Prinsip umum :diet dan pengndalian berat badan merupakan dasar dari
penatalaksanaan DM.
b. Tujuan penatalaksanaan nutrisi :
a) Memberikan semua unsur makanan esensial missal vitamin,
mineral
b) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
c) Memenuhi kebutuhan energi
d) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap haridengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui
cara-cara yang aman dan praktis.
e) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
2) Latihan fisik
Latihan penting dalam penatalaksanaan DM karena dapat menurunkan kadar
glikosa darah dan mengurangi factor resiko kardiovaskuler. Latihan akan
menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa
oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot
juga diperbaiki dengan olahraga.
3) Pemantauan
Pemantauan glukosa dan keton secara mandiri untuk deteksi dan pencegahan
hipoglikemi serta hiperglikemia
4) Terapi
a. Insulin
Dosis yang diperlukan ditentukan oleh kadar glukosa darah
b. Obat oral anti diabetik
a) Sulfonaria
b) Asetoheksamid ( 250 mg, 500 mg )
c) Clorpopamid(100 mg, 250 mg )
d) Glipizid ( 5 mg, 10 mg )
e) Glyburid ( 1,25 mg ; 2,5 mg ; 5 mg )
f) Totazamid ( 100 mg ; 250 mg; 500 mg )
g) Tolbutamid (250 mg, 500 mg )
c. Biguanid
a) Metformin 500 mg
5) Pendidikan kesehatan
Informasi yang harus diajarkan pada pasien antara lain :
a. Patofisiologi DM sederhana, cara terapi termasuk efek samping obat,
pengenalan dan pencegahan hipoglikemi / hiperglikemi
b. Tindakan preventif(perawatan kaki, perawatan mata , hygiene umum )
c. Meningkatkan kepatuhan progranm diet dan obat
8. Komplikasi
1) Akut
a. Ketoasidosis diabetik
b. Hipoglikemi
c. Koma non ketotik hiperglikemi hiperosmolar
d. Efek Somogyi ( penurunan kadar glukosa darah pada malam hari diikuti
peningkatan rebound pada pagi hari )
e. Fenomena fajar / down phenomenon ( hiperglikemi pada pagi hari
antara jam 5-9 pagi yang tampaknya disebabkan peningkatan sikardian
kadar glukosa pada pagi hari )
2) Komplikasi jangka panjang
a. Makroangiopati
a) Penyakit arteri koroner ( aterosklerosis )
b) Penyakit vaskuler perifer
c) Stroke
b. Mikroangiopati
a) Retinopati
b) Nefropati
c) Neuropati diabetic
9. Konsep Asuhan Keperawatan
1) Identitas
Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada seorang yang anggota keluarganya
memiliki riwayat diabetes. Diabetes tipe 1 ini biasa mulai terdeteksi pada usia
kurang dari 30 tahun. Diabetes tipe 2 adalah tipe DM paling umum yang
biasanya terdiagnosis setelah usia 40 tahun dan lebih umum diantara dewasa
tua dan biasanya disertai obesitas. Diabetes gestasional merupakan yang
menerapkan untuk perempuan dengan intoleransi glukosa atau ditemukan
pertama kali selama kehamilan.
2) Status kesehatan saat ini
a. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki/ tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya
nyeri pada luka.
b. Alasan Masuk Rumah Sakit
Penderita dengan diabetes millitus mengalami kehausan yang sangat
berlebihan, badan lemas dan penurunan berat badan sekitar 10% sampai
20%.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta
upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
3) Riwayat Kesehatan Terdahulu
a. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pancreas.
Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,
tindakan medis yang pernah didapat maupun obat – obatan yang biasa
digunakan oleh penderita.
b. Riwayat Penyakit Keluarga
Dari keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan
terjadinya defisiensi insulin misalkan hipertensi, jantung.
c. Riwayat Pengobatan
Pengobatan pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 menggunakan terapi
injeksi insulin eksogen harian untuk kontrol kadar gula darah.
Sedangakan pasien dengan diabetes mellitus biasanya menggunakan
OAD (Obat Anti Diabetes) oral seperti sulfonilurea, biguanid,
meglitinid, inkretin, amylonomimetik, dll
4) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
a) Kesadaran
Pasien dengan DM biasanya datang ke RS dalam keadaan
komposmentis dan mengalami hipoglikemi akibat reaksi
pengguanaan insulin yang kurang tepat. Biasanya pasien
mengeluh gemetaran, gelisah, takikardia (60-100 x per menit),
tremor, dan pucat
b) Tanda – tanda vital
Pemeriksaan tanda vital yang terkait dengan tekanan darah, nadi,
suhu, turgor kulit, dan frekuensi pernafasan.
b. Body system
a) Sistem pernapasan
Inspeksi : lihat apakah pasien mengalami sesak napas
Palpasi : mengetahui vocal premitus dan mengetahui adanya
massa, lesi atau bengkak.
Auskultasi : mendengarkan suara napas normal dan napas
tambahan (abnormal : weheezing, ronchi, pleural friction rub)
b) Sistem cardiovascular
Inspeksi: amati ictus kordis terlihat atau tidak
Palpasi: takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, nadi perifer
melemah atau berkurang.
Perkusi: Mengetahui ukuran dan bentuk jantung secara kasar,
kardiomegali.
Auskultasi: Mendengar detak jantung, bunyi jantung dapat
didiskripsikan dengan S1, S2 tunggal
c) Sistem Persyarafan
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflex lambat, kacau mental, disorientasi. Pasien
dengan kadar glukosa darah tinggi sering mengalami nyeri saraf.
Nyeri saraf sering dirasakan seperti mati rasa, menusuk,
kesemutan, atau sensasi terbakar yang membuat pasien terjaga
waktu malam atau berhenti melakukan tugas harian.
d) Sistem Perkemihan
Poliuri, retensi urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit
saat proses miksi.
e) Sistem Pencernaan
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrasi, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen.
Neuropati aoutonomi sering mempengaruhi Gl. Pasien mungkin
dysphagia, nyeri perut, mual, muntah, penyerapan terganggu,
hipoglikemi setelah makan, diare, konstipasi dan inkontinensia
alvi.
f) Sistem Integumen
Inspeksi: Melihat warna kulit, kuku, cacat warna, bentuk,
memperhatikan jumlah rambut, distribusi dan teksturnya.
Parpasi: Meraba suhu kulit, tekstur (kasar atau halus), mobilitas,
meraba tekstur rambut .
g) Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran massa otot, perubahan tinggi
badan, cepat lelah, lemah dan nyeri.
h) Sistem endokrin
Autoimun aktif menyerang sel beta pancreas dan produknya
mengakibatkan produksi insulin yang tidak adekuat yang
menyebabkan DM tipe1. Respon sel beta pancreas terpapar secara
kronis terhadap kadar glukosa darah yang tingai menjadi progresif
kurang efisien yang menyababkan DM tipe2 .
i) Sistem Reporduksi
Anginopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seks,
gangguan kualitas, maupun ereksi, serta member dampak pada
proses ejakulasi.
j) Sistem Penglihatan
Retinopati diabetic merupakan penyebab utama kebutan pada
pasien diabetes mellitus .
k) Sistem Imun
Klien dengan DM rentan terhadap infeksi. Sejak terjadi infeksi,
infeksi sangat sulit untuk pengobatan. Area terinfeksi sembuh
secara perlahan karena kerusakan pembuluh darah tidak
membawa cukup oksigen, sel darah putih, zat gizi dan antibody
ke tempat luka. Infeksi meningkatkan kebutuhan insulin dan
mempertinggi kemungkinan ketoasidosis

10. Diagnosa Keperawatan


1) Ketidakstabilan kadar gula darah
2) Nyeri
3) Resiko Infeksi

11. Intervensi Keperawatan


No Dx Kep Intervensi
1 Ketidakstabilan Manajemen Hiperglikemia (I.06171)
kadar gula darah 1. Observasi
(D.0027)
Identifkasi kemungkinan penyebab
hiperglikemia
Identifikasi situasi yang menyebabkan
kebutuhan insulin meningkat (mis.
penyakit kambuhan)
Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
(mis. poliuri, polidipsia, polivagia,
kelemahan, malaise, pandangan kabur,
sakit kepala)
Monitor intake dan output cairan
 Monitor keton urine, kadar analisa gas
darah, elektrolit, tekanan darah
ortostatik dan frekuensi nadi

2. Terapeutik
 Berikan asupan cairan oral

 Konsultasi dengan medis jika tanda dan
gejala hiperglikemia tetap ada atau
memburuk

 Fasilitasi ambulasi jika ada
hipotensi ortostatik

3. Edukasi
 Anjurkan olahraga saat kadar
glukosa darah lebih dari 250 mg/dL

 Anjurkan monitor kadar glukosa darah
secara mandiri

 Anjurkan kepatuhan terhadap diet
dan olahraga

 Ajarkan indikasi dan pentingnya
pengujian keton urine, jika perlu

 Ajarkan pengelolaan diabetes (mis.
penggunaan insulin, obat oral, monitor
asupan cairan, penggantian karbohidrat,
dan bantuan professional kesehatan)
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu

 Kolaborasi pemberian cairan IV,
jika perlu

 Kolaborasipemberian kalium, jika perlu

2 Nyeri Akut (D.0077) Manajemen Nyeri (I. 08238)


1. Observasi
 lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri

 Identifikasi skala nyeri

 Identifikasi respon nyeri non verbal

 Identifikasi faktor yang memperberat
dan memperingan nyeri

 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri

 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
hidup

 Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan

 Monitor efek samping penggunaan
analgetik

7. Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)

 Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)

 Fasilitasi istirahat dan tidur

 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri

8. Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri

 Jelaskan strategi meredakan nyeri

 Anjurkan memonitor nyri secara mandiri

 Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat

 Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri

9. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
YAYASAN KARYA HUSADA KEDIRI AS N
YAYEDIRA
K I
STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
Ijin Mendiknas RI No. 164/D/O/2005 Rekomendasi Depkes RI No. HK.03.2.4.1.03862
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

KA

A
RY

D
Jl. Soekarno Hatta, Kotak Pos 153, Telp/Fax. (0354) 395203 Pare Kediri A HUSA
Website: www.stikes-khkediri.ac.id

FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Nama : Ny. W
Ruang : Teratai
No. Register : 1906730
Umur : 57 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Bahasa : Jawa, Indonesia
Alamat : plosoklaten
Pekerjaan : Tani
Penghasilan : Tidak terkaji
Status : Menikah
Pendidikan Terakhir : SD
Golongan Darah : Tidak terkaji
Tanggal MRS : 21 Oktober 2020
Tanggal Pengkajian : 22 Oktober 2020
Diagnosa Medis : Diabetes Militus

II. DATA DASAR


Keluhan Utama :
Nyeri perut ulu hati

Alasan Masuk Rumah Sakit :


Pasien mengatakan nyeri ulu hati dan merasa mual disertai muntah setiap kali makan
dan minum juga pusing berputar

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien mengatakan nyeri ulu hati sudah dua hari ini disertai mual dan muntah setiap
kali makan dan muntah tetapi tetap masih mual dan muntah juga terasa pusing
berputar da akirnya dibawa ke UGD RS Amelia
P : Pasien mengatakan nyeri
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : Nyeri pada ulu hati
S : Skala nyeri 5
T : Nyeri hilang Timbul

Upaya yang telah dilakukan:


Sebelum MRS pasien sudah minum obat episan syirup

Terapi yang telah diberikan:


Terapi yang diberikan di UGD :
Inf RL 20 tpm
Inj Omeprazole 1x1
Inj Ondancentron 3x1

Riwayat Kesehatan Dahulu


DM dan Hipertens

Riwayat Kesehatan Keluarga :


Menurut keluarga, tidak ada keluarga yang mengalami sakit serupa.

III. POLA FUNGSI KESEHATAN


1. Persepsi terhadap Kesehatan – Manajemen Kesehatan
Sebelum dirawat di RS Amelia, pasien dan keluarga mengetahui penyakit yang
diderita oleh pasien. pola koping pasien bagus dibuktikan dengan memeriksakan
keadaanya ke dokter secara rutin ke RS Amelia
2. Pola Aktivitas dan Latihan
 
 Kemampuan Perawatan Diri
 Skor 0 : mandiri, 1 : dibantu sebagian, 2 : perlu bantuan orang lain, 3 : perlu
bantuan orang lain dan alat, 4 : tergantung pada orang lain / tidak mampu.
Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi √
Berpakaian √
Eleminasi √
Mobilisasi di tempat tidur √
Pindah √
Ambulasi √
Naik tangga √
Makan dan minum √ √
Gosok gigi √

Keterangan: sesuai table diatas dapat disimpulkan pasien masih perlu sebagian
bantuan orang lain dalam melakukan perawatan diri
3. Pola Istirahat dan Tidur :
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Jumlah Jam Tidur Siang + 2 jam + 1 jam

Jumlah Jam Tidur Malam + 8 jam + 6 jam

Pengantar Tidur Suasana tenang Suasana tenang

Gangguan Tidur Tidak ada Nyeri

Perasaan Waktu Bangun Segar Lemas

4. Pola Nutrisi – Metabolik


KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT

Frekuensi 3-4 kali sehari 3 kali sehari

Jenis Nasi, lauk, pauk, sayur Bubur kasar 1900k

Porsi 1 porsi habis 1/4 porsi habis

Total Konsumsi 3 porsi per hari 1 1/4 porsi per hari

Keluhan Tidak ada mual

5. Pola Eliminasi
Eliminasi Uri
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT

Frekuensi 3-4 kali per hari 3-4 kali per hari

Pancaran Kuat Kuat

Jumlah + 400 cc / 8 jam + 400 cc / 8 jam

Bau Khas urin Khas urin

Warna Kekuningan Kekuningan

Perasaan setelah BAK Lega Lega

Total Produksi Urin + 1.200 cc per 24 jam + 2000 per 24 jam


6. Eliminasi Alvi
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT

Frekuensi 1x per hari 1x perhari

Konsistensi Padat Padat

Bau Khas Feses Khas feses

Warna Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan

6. Pola Kognitif dan Persepsi Sensori


Pasien kooperatif ketika diajak bicara, pendengaran, perabaan, penciumaan,
pengecapan normal
7. Pola Konsep Diri
Pasien ingin cepat pulang dan berasumsi bahwa dirinya dapat kembali sehat
seperti sedia kala. Pasien mengatakan ingin segera pulang ke rumah dan
berkumpul dengan keluarga.
8. Pola Mekanisme Koping
Setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan, diputuskan dan disetujui oleh
anaknya. Pasien dan keluarga mempunyai pola koping yang baik dengan mencari
pertolongan dan obat ketika sakit. Pasien dan keluarga kooperatif terhadap
tindakan keperawatan yang akan diberikan sesuai asuhan keperawatan
9. Pola Fungsi Seksual – Reproduksi
Tidak terkaji
10. Pola Hubungan – Peran
Namun peran terganggu karena kondisi sakit yang dialami.
11. Pola Nilai dan Kepercayaan
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT

Nilai Khusus Tidak ada Tidak ada

Praktik Ibadah Sholat lima waktu Tidak solat 5 waktu


tetapi bedoa dan
berdzikir

Pengetahuan tentang Pasien mengerti praktek Pasien mengerti tetapi


Praktik Ibadah selama ibadah saat salat tidak dilakukan
sakit
IV. PEMERIKSAAN FISIK (DATA OBYEKTIF)
1. Status Kesehatan Umum
Keadaan/ penampilan umum: pasien tampak meringis kesakitan
Kesadaran : composmentsi GCS: 4-3-6
BB sebelum sakit : 60 kg TB: 157 cm
BB saat ini : 60 kg
BB ideal : 58 kg
Perkembangan BB : Tetap
Status Gizi : BB tidak ideal
Tanda – tanda vital :
TD : 170/67 mmHg
N : 76 kali/menit
Suhu : 36,5 C
RR : 20 kali/menit
Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
Tanggal 21 Oktober 2020
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Faal Ginjal
Urea 35.7 mg/dl 10 – 50 mg/dl
Creatinin 0.58 mg/dl L 0,6 mg/dl – 1,3 mg/dl
P 0,5 mg/dl – 0,9 mg/dl
Faal Hati
SGOT 14.9 U/L L <37 U/L
P <31 U/L
SGPT 13.4 U/L L <40 U/L
P <32 U/L
Hematologi
Leukosit 6610 L 4300 – 10.300
P 4.300 – 11.300
Hemoglobin 13.1 gr/d L 13,4 – 17,7 gr/d
P 11,4 – 15,1 gr/d
Hematokrit 37.9 % L45–50%
P35–45%
Trombosit 216.000 sel/Lp 150.000 – 450.000 sel/LP
GULA DARAH
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Gula Darah
2 jpp 327.6 mg/dl <140 mg/dl
BSN 273.3 mg/dl 75 – 115 mg/dl
Cholestrol 197. 0 mg/dl < 200 mg/dl
Trigisrida 213.8 mg/dl < 150 mg/dl
HDL CHOL DIRECT 51.7 mg/dl > 40 mg/dl
LDL CHOL DIRECT 93.7 mg/dl <150 mg/dl
HbA1c 11.5 % < 5.7 %

URINE LENGKAP

Warna Hasil Nilai rujukan


B.D Kuning muda agag keruh 1.010-1.030
PH 1.010 5-7
Protein 6.0 Intermediate
Reduksi Negatif Negatif
Urobilin +1 Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Sedimen 1-3 L/P
Lekosit 8-10 /lp 0-2 /lp
Eritosit 2-3 /lp 1-3 /LP
Ephitel 5-7/lp 1-3 /lp
Cylinder Negatif Negatif
Kristal Negatif Negatif
Bakteri urine Negatif Negatif
Cylinder granula +1 Negatif

2. Radiologi
-
Terapi
1. Oral
Captopril 3x 25 mg
Amlodipine 1x10 mg
Paracetamol 3x500
Sucralfat syrup 3x1 C
Bisoprolol 1x1
2. Parenteral
RL (20)
Injeksi Omeprazole 1x1 vial
Injeksi j Ondancentron 3x8 mg
Injeksi Ceftriaxone 2x1 vial
Injeksi novorapid 3x8 ui sc
3. Lain - lain
-
OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK {dengan per sistem)
1. Tanda-tanda vital

TD : 170/67 mmHg
N : 76 kali/menit
Suhu : 36,5 C
RR : 20 kali/menit

2. Sistem Pernafasan (B1)


a. Bentuk dada simetris asimetris barrel chest
Funnel chest Pigeons chest
b. Keluhan sesak batuk nyeri waktu napas tidak ada
c. Irama napas teratur tidak teratur
d. Suara napas vesiculer ronchi D/S wheezing D/S rales D/S

3. Sistem Kardiovakuler (B2)


a. Keluhan nyeri dada ya tidak
b. Irama jantung teratur tidak teratur
c. CRT < 3 detik > 3 detik
d. Konjungtiva pucat ya tidak
e. JVP normal meningkat menurun
Lain-lain :

4. Sistem Persarafan (B3)


a. Kesadaran composmentis apatis somnolen sopor koma
GCS : 4-5-6
b. Keluhan pusing ya tidak
c. Pupil isokor anisokor
d. Nyeri tidak ya, skala nyeri : 5 lokasi : tungkai kaki kiri
Lain-lain :
Meringis +

5. Sistem Perkemihan (B4)


a. Keluhan : kencing menetes inkontinensia retensi
gross hematuri disuria poliuri
oliguri anuri
b. Alat bantu (kateter, dll) ya tidak
c. Kandung kencing : membesar tidak
nyeri tekan ya tidak
d. Produksi urine : + 1.500ml/hari warna : kuning bau : khas urin
e. Intake cairan : oral : 600 cc/hr parenteral : 1.500 cc/hr
Lain-lain :

6. Sistem Pencernaan (B5)


a. TB : 157 cm BB: 60 kg
lembab
b. Mukosa mulut : kering merah stomatitis
c. Tenggorokan nyeri telan sulit menelan
d. Abdomen supel tegang nyeri tekan, lokasi : ulu hati
Luka operasi jejas lokasi :
Pembesaran hepar ya tidak
Pembesaran lien ya tidak
Ascites ya tidak
Mual ya tidak
Muntah ya tidak
Terpasang NGT ya tidak
Bising usus : 20x/mnt
e. BAB : 1x/hr, konsistensi : lunak cair lendir/darah
konstipasi inkontinensia kolostomi
f. Diet padat lunak cair
Frekuensi : 3x/hari jumlah: habis 1/4 porsi jenis : BK 1900k

7. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)


a. Pergerakan sendi bebas terbatas
b. Kelainan ekstremitas ya tidak
c. Kelainan tl. belakang ya tidak
d. Fraktur ya tidak
e. Traksi/spalk/gips ya tidak
f. Kompartemen sindrom
ya tidak
g. Kulit ikterik sianosis kemerahan Hiperpigmentasi berkeringat dingin

h. Akral hangat panas dingin


ering basah

i. Turgor baik kurang jelek

j. Luka : jenis :-.


Lain-lain :

Kekuatan otot :

5 5

5 5

8. Sistem Endokrin
y
a. Pembesaran kelenjar tyroid a tidak
y
b. Pembesaran kelenjar getah bening a tidak
Lain-lain :

V. ANALISIS DATA

No Data Etiologi Masalah

1. DS : pasien mengatakan Hiperglikemi Nausea ( D.0076)


mual dan muntah setiap
kali makan dan minum strees
DO: makan habis ¼ porsi
mual + memproduksi asam lambung
muntah ±5 kali/hari secara berlebih
konjungtiva anemis
mukosa bibir kering
Mual/ muntah

nausea

2. DS: Pasien mengatakan Hiperglikemi Nyeri Akut


nyeri (D.0077)
ulu hati strees
DO:
Skala nyeri 5 memproduksi asam lambung
TTV secara berlebih
TD : 170/67 mmHg
N : 76x/menit peradangan lambung
RR : 20x/menit
S:36,5C nyeri ulu hati
Meringis +
P : Pasien mengatakan nyeri akut
nyeri
Q : Nyeri seperti ditusuk-
tusuk
R : Nyeri pada ulu hati
S : Skala nyeri 5
T : Nyeri hilang Timbul
3DS : keluarga mengatakan Faktor risiko DM Ketidakstabilan
.
pasien lemas kadar gula darah
DO: Sel ß terganggu (D.0027)
TD : 170/67 mmHg
N : 76x/menit Defisiensi insulin
RR : 20x/menit
S:36,5C Intoleransi glukosa darah
Ku cukup
Pasien tampak lemas Peningkatan glukosa darah
GDA : 327.6 mg/dl
BSN 273.3 mg/dl Hiperglikemi
Riwayat dm 5 tahun
Ketidakstabilan kadar glukosa
darah

VI. DIAGNOSIS PRIORITAS


1. Nausea berhubungan dengan gangguan biokimia dibutikan dengan mengeluh mual dan
ingin muntah
2. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan asam lambung dibutikan dengan mengeluh
nyeri pada ulu hati
3. Ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan hiperglikemia dibutikan dengan
kadar glukosa dalam darah dan urin tinggi

VII. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosis Keperawatan SLKI SIKI


1. Nausea ( D.0076) Setelah dlakukan Managemen mual (1.03117
intervensi Observasi
keperawatan selama 1. Identifikasi pengalaman
1x24 jam maka tingat mual
nausea menurun 2. Identifikasi factor
dengan kriteria hasil: penyebab mual
1. Nafsu makan 3. Identifikasi antemetik
meningkat untuk mencegah mual
2. Keluhan mual 4. Monitor mual
menurun Terapeutik
3. Perasaan ingin 5. Kendalikan factor
muntah lingkungan penyebab mual
menurun (bau tidak sedap)
(L.08065) 6. Kurangi atau hilangkan
keadaanpenyebab mual
(kecemasan,
ketakutan,kelelahan)
7. Berikan makanan
dalam jumlah kecil dan
menarik
8. Berikan makanan
dingin, cairan bening, tidak
berbau dan tidak berwarna
jika perlu
Edukasi
9. Anjurkan istirahat yang
cukup
10.Ajarkan penggunaan
teknik non farmakologis
untuk mengatasi mual
Kolaborasi
11.Kolaborasi pemberian
antiemetic

2. Nyeri Akut (D.0077) Setelah dlakukan Manajemen Nyeri (1.08238)


intervensi Observasi
keperawatan selama 1. Identifikasi lokasi,
1x4 jam maka tingkat karakteristik, durasi,
nyeri menurun dengan frekuensi, kualitas,
kriteria hasil: intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
menurun 3. Identifikasi respon nyeri
2. Meringis non verbal
menurun 4. Identifikasi faktor yang
3. Mual menurun memperberat dan
4. Muntah memperingan nyeri
menurun 5. Identifikasi pengetahuan
5. Tekanan darah dan keyakinan tentang
membaik nyeri
(L.08066) 6. Identifikasi pengaruh nyeri
terhadap kualitas hidup
7. Monitor keberhasilan
terapi komplementer yang
sudah diberikan
8. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
9. Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
10. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan, dan
kebisingan
11. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
12. Jelaskan penyebab periode
dan pemicu nyeri
13. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
14. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
15. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
16. Ajarkan teknik non
farmakologis secara nyeri
Kolaborasi
17. Kolaborasi pemberian
analgetik (jika perlu)
3. Ketidakstabilan Setelah dlakukan Manajemen Hiperglikemia
kadar gula darah intervensi (I.06171)
(D.0027) keperawatan selama Observasi
1x4 jam maka 1. Monitor kadar gula darah
Kestabilan 2. Monitor tanda dan gejala
kadar gula darah hiperglikemi
meningkat dengan 3. Identifikasi penyebab
kriteria hasil: kemungkinan hiperglikemia
1. Pusing 4. Identifikasi situasi yang
menurun menyebabkan kebutuhan
2. Berkeringat insulin meningkat
menurun 5. Monitor input dan output
3. Kadar glukosa cairan, keton urin, kadar
dalam darah analisa gas darah, elektrolit,
dan urine tekanan darah ortostatik,
membaik dan frekuensi nadi
(L..03022) Terapeutik
1. Berikan asupan cairan oral
2. Konsultasi medis jika
tanda
3. hiperglikemia tetap ada
atau memburuk
Edukasi
1. Anjurkan monitor kadar
glukosa darah secara
mandiri
2. Ajarkan pengelolalan
diabetes
3. (penggunaan insulin, obat
oral,
4. monitor asupan cairan,
penggantian karbohidrat,
dan kebutuhan professional
kesehatan)
5. Anjurkan kepatuhan
terhadap diet dan olahraga
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian IV
2. Kolaborasi pemberian
insulin

VIII. EVALUASI

NO TANGGAL IMPLEMENTASI EVALUASI TTD


dx
3 22-10-2020 1. memonitor kadar gula darah S :pasien mengatakan Rori
07.00 2. memonitor tanda dan gejala masih lemas
hiperglikemi O :Ku cukup, GDP 327,
3. mengidentifikasi penyebab Up : 2000 ml, intake
kemungkinan hiperglikemia 1500ml, makan habis, diet
4. mengidentifikasi situasi yang BK1900k
menyebabkan kebutuhan insulin A :masalah belum teratasi
meningkat P :lanjutkan intervensi
5. memonitor input dan output 1,5,7,11,12
cairan, keton urin, kadar analisa
gas darah, elektrolit, tekanan
darah ortostatik, dan frekuensi
nadi
6. memberikan asupan cairan oral
7. berkonsultasi medis jika tanda
hiperglikemia tetap ada atau
memburuk
8. menganjurkan monitor kadar
glukosa darah secara mandiri
9. mengajarkan pengelolalan
diabetes (penggunaan insulin,
obat oral, monitor asupan cairan,
penggantian karbohidrat, dan
kebutuhan professional
kesehatan)
10. menganjurkan kepatuhan
terhadap diet dan olahraga
11. berkolaborasi pemberian IV
12. berkolaborasi pemberian
novorapid 8 ui

2 22-10-2020 1. mengidentifikasi lokasi, S : Pasien mengatakan Rori


07.00 karakteristik, durasi, frekuensi, masih nyeri pada ulu hati
kualitas, intensitas nyeri O : TD : 140/70 mmHg
2. mengidentifikasi skala nyeri N : 76 x/mnt S : 36.2 RR:
3. mengidentifikasi respon nyeri 20x/mnt,- pasien masih
non verbal sering memegangi perut
4. mengidentifikasi faktor yang -Skala nyeri 3
memperberat dan memperingan A : Masalah nyeri belum
nyeri teratasi
5. mengidentifikasi pengetahuan P : lanjutkan intervensi
dan keyakinan tentang nyeri 2,9,11,13,15,16,17
6. mengidentifikasi pengaruh nyeri
terhadap kualitas hidup
7. memonitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
8. memonitor efek samping
penggunaan analgetik
9. memberikan teknik non
farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
10. mengontontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan, dan
kebisingan
11. memfasilitasi istirahat dan tidur
12. menjelaskan penyebab periode
dan pemicu nyeri
13. menjelaskan strategi meredakan
nyeri
14. menganjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
15. menganjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
16. mengajarkan teknik non
farmakologis secara nyeri
17. berkolaborasi pemberian
analgetik (jika perlu)
2 22-10-2020 1. mengidentifikasi pengalaman S : Pasien mengatakan Rori
07.00 mual masih mual setelah
2. mengidentifikasi factor dikasih suntikan dan
penyebab mual minum obat tetapi sudah
3. mengidentifikasi antemetik untuk tidak muntah
mencegah mual P : TD : 140/70 mmHg N
4. memonitor mual : 76 x/mnt S : 36.2 RR:
5. mengendalikan factor lingkungan 20x/mnt, Pasien tampak
penyebab mual (bau tidak sedap) mual, ingin muntah +
6. mengurangi atau hilangkan makan minum sedikit
keadaanpenyebab mual A : Masalah teratasi
(kecemasan, sebagian
ketakutan,kelelahan) P : Intervensi dilanjutkan
7. memberikan makanan dalam 4,6,7,9,10,11
jumlah kecil dan menarik
8. memberikan makanan dingin,
cairan bening, tidak berbau dan
tidak berwarna jika perlu
9. menganjurkan istirahat yang
cukup
10. mengajarkan penggunaan teknik
non farmakologis untuk
mengatasi mual
11. berkolaborasi pemberian
antiemetik
3 22-10-2020 1. memonitor kadar gula darah S : pasien mengatakan Rori
11.00 2. memonitor input dan output masih lemas
cairan, keton urin, kadar analisa O : Ku cukup, GD 2 JPP
gas darah, elektrolit, tekanan 273.3, Up : 2000 ml,
darah ortostatik, dan frekuensi Intake 1500 ml,
nadi makan habis, diet
3. berkonsultasi medis jika tanda BK1900k
hiperglikemia tetap ada atau A : masalah belum
memburuk teratasi
4. berkolaborasi pemberian IV P : lanjutkan intervensi
5. berkolaborasi pemberian 1,5,7,11,12
novorapid 8 ui
2 22-10-2020 1. memberikan teknik non S : Pasien mengatakan Rori
11.00 farmakologis untuk mengurangi nyeri sudah berkurang
rasa nyeri O : TD : 170/80 mmHg N
2. mengidentifikasi skala nyeri : 80 x/mnt S : 36.5 RR:
3. memfasilitasi istirahat dan tidur 20x/mnt Skala nyeri 2
4. menjelaskan strategi meredakan A : Masalah nyeri belum
nyeri teratasi
5. menganjurkan menggunakan P : lanjutkan intervensi
analgetik secara tepat 2,9,11,13,15,16,17
6. mengajarkan teknik non
farmakologis secara nyeri
7. berkolaborasi pemberian
analgetik (jika perlu
1 23-10-2020 1. memberikan teknik non S : Pasien mengatakan Rori
07.00 farmakologis untuk mengurangi masih mual setelah
rasa nyeri dikasih suntikan dan
2. mengidentifikasi skala nyeri minum obat tetapi sudah
3. memfasilitasi istirahat dan tidur tidak mual
4. menjelaskan strategi meredakan P : TD : 170/80 mmHg N
nyeri : 80 x/mnt S : 36.5 RR:
5. menganjurkan menggunakan 20x/mnt, Pasien tampak
analgetik secara tepat mual, ingin muntah +
6. mengajarkan teknik non makan minum sedikit
farmakologis secara nyeri A : Masalah teratasi
7. berkolaborasi pemberian sebagian 4,6,7,9,10,11
analgetik (jika perlu P : Intervensi dilanjutkan
3 23-10-2020 1. memonitor kadar gula darah S : pasien mengatakan Rori
13.00 2. memonitor input dan output masih mengatakan
cairan, keton urin, kadar analisa badan sudah terasa
gas darah, elektrolit, tekanan segar
darah ortostatik, dan frekuensi O : Ku cukup, GD 130
nadi hari ini 120 , Up :
3. berkonsultasi medis jika tanda 2000 ml, intake
hiperglikemia tetap ada atau 2000ml, makan habis
memburuk A : intervensi dihentikan
4. berkolaborasi pemberian IV P : Discharge planning
5. berkolaborasi pemberian
novorapid 8 ui

2 23-10-2020 1. memberikan teknik non S : Pasien mengatakan Rori


13.00 farmakologis untuk mengurangi sudah tidak nyeri
rasa nyeri O : TD : 130/74 mmHg N
2. mengidentifikasi skala nyeri : 98 x/mnt S : 36.5 RR:
3. memfasilitasi istirahat dan tidur 20x/mnt Skala nyeri 0
4. menjelaskan strategi meredakan A : intervensi dihentikan
nyeri P : Discharge planning
5. menganjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
6. mengajarkan teknik non
farmakologis secara nyeri
7. berkolaborasi pemberian
analgetik (jika perlu
1 23-10-2020 1. memberikan teknik non S : Pasien mengatakan Rori
13.00 farmakologis untuk mengurangi sudah tidak mual
rasa nyeri P : TD : 130/74 mmHg N
2. mengidentifikasi skala nyeri : 98 x/mnt S : 36.5 RR:
3. memfasilitasi istirahat dan tidur 20x/mnt
4. menjelaskan strategi meredakan A : intervensi dihentikan
nyeri P : Discharge planning
5. menganjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
6. mengajarkan teknik non
farmakologis secara nyeri
7. berkolaborasi pemberian
analgetik (jika perlu
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN TN. M DENGAN DIAGNOSA HEPATOMA
DI RUANG TERATAI RS AMELIA PARE

oleh :
DWI RORI FAJAROTIN
(202006105)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KARYA HUSADA
2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN TN. M DENGAN DIAGNOSA HEPATOMA
DI RUANG TERATAI RS AMELIA PARE

Mengetahui,

Dwi Rori Fajarotin


(202006105)

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

(Mardiani, S.Kep., Ns) (Linda., S.Kep., Ns., M.Kep)


LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI PENYAKIT
1. Hepatoma (Karsinoma Hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari sel-sel
hati. Hepatoma merupakan kanker hati primer yang paling sering ditemukan.
Karsinoma fibrolamelar merupakan jenis hepatoma yang jarang, yang biasanya
mengenai dewasa muda. Penyebabnya bukan sirosis, infeksi hepatitis B atau C
maupun faktor resiko lain yang tidak diketahui. Hepatoma adalah kanker hati
primer dapat timbul dari hepatosit (sel hati), jaringan penyambung, pembuluh
darah, empedu., Ester, 2002.
2. Hepatoma atau Karsinoma hepatoseluler (hepatocellular carcinoma=HCC)
merupakan tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit, Sudoyo, 2007.
3. Hepatocellular Carcinoma (HCC) atau disebut juga hepatoma atau kanker hati
primer atau Karsinoma Hepato Selular (KHS) adalah satu dari jenis kanker yang
berasal dari sel hati, Misnadiarly, 2007.
4. Hepatoma(karsitoma hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari hepatosit
(karsitoma hepatoseluler) atau dari duktus empedu (kolangio karsinoma),
Corwin, 2009.

3
B. PATOFISIOLOGI
Hepatocellular carcinoma (HCC) adalah tumor ganas asal hepatoseluler yang
berkembang pada pasaien dengan factor resiko seperti hepatitis virus,
penyalahgunaan alkohol, dan penyakit hati metabolik. Penyakit ini juga dapat
terjadi (jarang) pada pasien dengan parenkim hari normal.
HCC dapat mengalami perdarahan dan nekrosis karena kurangnya stroma fibrosa.
Invasi vascular, terutama dalam system portal. Invasi sistem bilier kurang umum.
Agresif HCC dapat menyebabkan rupture (pecah) dan hemaperitoneum hepatika.
Ada tiga pola pertumbuhan yang ditunjukan oleh HCC:
1. Masa soliter.
2. Multifocal atau pola nodular.
3. Multiple difus dengan pola nodular.
Secara mikroskopis, sel-sel HCC menyerupai hepatosit normal dan dapat
membingungkan dengan adenoma sel hati. Tumor yang lebih berbeda dapat
menghasilkan empedu. HCC dapat menghasilkan alfa-fetoprotein (AFP), serta
protein serum lainnya.

4
Sumber: Mutaqin, A., Sari, K. (2011)

5
6
C. ETIOLOGI
Penyakit pasti dari hepatoma masih belum diketahui tetapi terdapat data penting
predisposisi penyebab utama dari hepatoma ,yaitu serosi hepatis. Kondisi sirosis
hepatis biasanya berhubungan dengan hepatitis B,hepatitis C,hemokromatosis
aflatoxin,dan penyebab lain.
Secara umum,setiap etiologi sirosis merupakan faktor resiko utama untuk
hepatocellilar carcinoma. Sekitar 80% dari pasien denga hepatocellular carcinoma
baru didiagnosis sirosis telah ada sebelumnya. Penyebab utama sirosis diamerika
serikat disebabkan infeksi hepatitis C,alkohol dan infeksi hepatitis B (El-serag
2004).
1. Sirosis hati (pengerasan hati)
Secara umum, sirosis manapun adalah faktor risiko utama untuk kanker hati.
Sekitar 80 persen pasien dengan kanker hati sebelumnya telah didiagnosis
sirosis hati.
2. Virus hepatitis B
Hepatisis B merupakan penyebab paling umum kanker hati di seluruh dunia.
Virus hepatitis B dapat menyebabkan kanker hati karena adanya kombinasi
peradangan kronis dan integrasi genom virus ke dalam DNA pasien. Pasien
hapatitis B dapat meningkatkan kasus kanker hari hingga 1000 kali lipat.
3. Virus Hepatitis C
Virus hepatitis C telah menjadi penyebab paling umum kanker hati di Jepang
dan Eropa, dan juga bertanggung jawab atas meningkatnya kejadian kanker hati
baru-baru ini di Amerika Serikat.
Risiko kanker hati seumur hidup dari pasien hepatitis C adalah 5 persen, dan
terjadi setelah 30 tahun terinfeksi. Dan penelitian terbaru menunjukkan bahwa
pengobatan antiviral infeksi hepatitis C kronis dapat mengurangi risiko kanker
hati secara signifikan.
4. Alkohol
Di Amerika Serikat, sekitar 30 persen kasus kanker hati dianggap berhubungan

7
dengan konsumsi alkohol yang berlebihan. Pecinta alkohol yang minum lebih
dari 80 g/d atau elbih dari 6 sampai 7 gelas per hari, dapat meningkatkan risiko
kanker hati hingga 5 kali lipat.Risiko kanker hati lebih besar terjadi setelah
pasien berhenti minum alkohol, karena peminum berat tidak bertahan cukup
lama untuk mengembangkan kanker.
5. Aflatoksin
Karsinogen hati ini adalah hasil dari kontaminasi jamur pada bahan makanan di
Afrika dan Asia Tenggara. Hal ini menyebabkan kerusakan DNA dan mutasi
gen p53. Biasanya aflatoksin terdapat pada kacang - kacangan atau makanan
yang disimpan dalam waktu lama.
6. Hemochromatosis
Hemochromatosis merupakan kelainan metabolisme besi yang ditandai dengan
adanya pengendapan besi secara berlebihan di dalam jaringan. Pasien dengan
hemochromatosis, meningkatkan risiko kanker hati sebesar 30 persen.
7. Komplikasi penyakit lain
Adanya komplikasi seperti sirosis empedu primer, steroid androgenik, kolangitis
sclerosing primer, dan kontrasepsi oral dapat meningkat risiko kanker hati.

D. KLASIFIKASI
Sistem TNM (tumor, nodul, metastasis) sementara ini yang dijadikan yang diterima
secara luas adalah benar - benar hanya berguna pada pasien yang menjalani bedah
reseksi. Oleh karena sebagian besar pasien unresectable dengan prognosis benar-
benar tergantung pada keberadaan fungsi hati dari pada ukuran tumor. Beberapa
sistem stadium telah dievaluasi klinis yang menggabungkan fitur dari hati dan
pasien seperti asites, keterlibatan vena porta dan status performa.
Stadium Hepatoma
1. Stadium I : Satu fokal tumor berdiameter < 3 cm
2. Stadium II : Satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor terbatas pada
segment I atau multi-fokal tumor terbatas pada lobus kanan atau lobus kiri hati.

8
3. Stadium III : Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri (segment IV) atau ke
lobus kanan segment V dan VIII atau tumor dengan invasi peripheral ke sistem
pembuluh darah (vascular) atau pembuluh empedu (biliary duct) tetapi hanya
terbatas pada lobus kanan atau lobus kiri hati.
4. Stadium IV : Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai lobus kanan dan
lobus kiri hati atau tumor dengan invasi ke dalam pembuluh darah hati (intra
hepaticvaskuler ) ataupun pembuluh empedu (biliary duct) atau tumor dengan
invasi ke pembuluh darah di luar hati (extra hepatic vessel) seperti pembuluh
darah vena limpa (vena lienalis) atau vena cava inferior atau adanya metastase
keluar dari hati (extra hepatic metastase).

Tabel stadium hepatoma dengan menggunakan sistem TNM


Tumor Primer Kelenjar getah Metastatis
bening KGB jauh
Regional N (M)
Tx Tumor primer tidak dapat dinilai N0 Menunjukan M0. Tidak ada
T1 Tumor soliter tanpa invanasi tidak ada metastatis jauh
vaskular keterlibatan
T2 Tumor soliter dengan invasi KGB
vaskular atau beberapa tumor tidak
lebih dari 5cm
T3 Tumor multiprl lebih dari 5cm atau N1 Menunjukan M1. Ada
tumor yang melinatkan cabang keterlibatan metastatis jauh
utama dari portal atau vena KGB
hepatika.
T4 Tumor multipel dengan invasi
langsung organ yang berdekatan
selain kantong empedu atau dengan
perforasi peritoneum viseral
( Amerika cancer society,2008)

9
Tabel pengelompokan stadium
Stadium TNM
Stadium I T1 N0 M0
Stadium II T2 N0 M0
Stadium III A T3 N0 M0
Stadium III B T4 N0 M0
Stadium III C Tx N1 N0
Stadium IV a Setiap T Setiap N M1a
Stadium IV b Setiap T Setiap N M1b
( Amerika cancer society,2008)

E. TANDA DAN GEJALA


Pada tahap awal hepatoma tidak memberi gejala dan tanda klinik. Pada stadium
lanjut mungkin bisa didapatkan gejala dan tanda-tanda seperti:
1. Penurunan berat badan
2. Anoreksia dan anemia
3. Nyeri abdomen disertai dengan pembesaran hati yang cepat serta permukaan
yang teraba ireguler pada palpasi.
4. Kehilangan nafsu makan
5. Mudah capek dan merasa lelah
6. Asites pada abdomen
Asites timbul setelah nodul tersebut menyumbat vena portal atau bila jaringan
tumor tertanam dalam rongga peritoneal
7. Kulit dan matanya kelihatan kuning
Gejala ikterus hanya tejadi jika sluran empedu yang besar tersumbat oleh
tekanan nodul malignan dalam hilus hati.
8. Kotorannya berwarna putih

10
F. KOMPLIKASI
1. Asites
2. Perdarahan saluran cerna bagian atas
3. Ensefalopati hepatika
4. Sindrom hepatorenal
Sindrom hepatorenal adalah suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik,
kegagalan fungsi hati, hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi
ginjal dan sirkulasi darah Sindrom ini mempunyai risiko kematian yang tinggi.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan bilirubin total, aspartate aminotransferase (AST), fosfatase alkali,
albumin, dan waktu prothrombin menunjukan hasil yang konsisten dengan
sirosis.
2. Alpha-fetoprotein (AFP) meningkat pada 75% kasus.
3. Radiografi.
a. Foto toraks, dilakukan untuk mendeteksi adanya metastasis paru.
b. CT Scan. Dilakukan untuk pasien Hepatocelullar carcinoma karena
meningkatnya AFP. Setiap tes memiliki 70-80% kesempatan untuk
menemukan lesi soliter.
c. MRI dapat mendeteksi lesi lebih dan juga dapat digunakan untuk
menetukan aliran dalam vena vortal.
d. USG untuk mencari tanda-tanda sirosis dalam atau pada permukaan hati.
e. Biopsi. Biopsi sering diperlukan untuk membuat diagnosis. Secara umum,
core biopsi lebih disukai dari biopsi jarum halus. Biopsi umumnya
diperoleh melalui perkutaneus dibawah bimbingan ultrasonographic atau
CT. sebelum mendapatkan biopsy, paracentesis volume besar mungkin
berguna pada pasien dengan asites massif; selain itu, transfuse trombosit
mungkin diperlukan pada pasien dengan sirosis dengan trombositopenia

11
berat (<50.000). Resiko pendarahan tidak berkolerasi dengan peningkatan
dalam waktu prothombin.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan terhadap pasien Hepatoma terdiri dari pembedahan, kemoterapi,
terapi radiasi. (Suratun, 2010).
1. Pembedahan
Pembedahan adalah satu-satunya penanganan kuratif potensial untuk pasien
kanker hati. sayangnya hanya 25% pasien yang memenuhi kriteria untuk reseksi
hati. Reseksi hepatik melibatkan subkostal bilateral maupun insisi
torakoabdominal. Setelah insisi, terdapat empat teknik reseksi yang diketahui
yaitu lobektomi kanan dan kiri, trisegmenteknomi dan segmentektomi lateral,
segmen-segmen lateral meliputi pengangkatan bagian luar lobus kiri.
Trisegmentektomi adalah pengangkatan lobus kanan dan bagian dalam lobus
kiri.
Terdapat tiga macam terapi bedah, yaitu:
a. Hepatektomi Parsial.
Di Amerika Serikat, resksi mungkin hanya 5% dari pasien. Secara umum,
Hepatocellular carcinoma memiliki lesi soliter pada sebagian lobus hati
sehingga dengan intervensi hepatektomi parsial pada sebagian lobus hati
memberikan hasil terbaik untuk optimalisasi fungsi hati yang tersisa
(Poon,2001).
b. Transplantasi.
Banyak pasien tidak dicalonkan pada hepaktetomi parsial karena luasnya
penyakit hati. Beberapa pasien ini baik kandidat untuk transplantasi hati
karena memiliki potensi untuk menghilangkan kanker, menyembuhkan
penyakit hati yang mendasari (Bruix,2005).

12
2. Kemoterapi
Kemoterapi regional meliputi penginfusan agens yang sangat dimetabolisasi
oleh hari melalui arteri hepatik.Ini sangat meningkatkan dosis obat yang
diberikan ke tumor, tetapi meminimalkan efek samping sisterik. Kemoterapi
intra arterial dapat diberikan melalui kateter sementara yang dipasang ke dalam
arteri aksilaatau femoralis. Komplikasi metode ini meliputi trombosis hepatik
dan arteri intraabdomenlain, perubahan posisi kateter, sepsis dan hemoragi.
Obat juga dapat diberikan melalui pompa yang dapat ditanam, yang
memberikan keuntungan dengan membuat pasien tetap dapat berjalan dan
menurunkan komplikasi terkait kateter. Agens yang digunakan paling sering
untuk kemoterapi intraarterial adalah flokuridin (FUDR) dan 5-FU. Obat lain
yang digunakan meliputi sisplatin, doksorubisin, mitomisin-C, dan
diklorometotrekstat.
3. Terapi Radiasi
Meskipun kanker hati diyakini sebagai tumor tumor radiosensitive, penggunaan
terapi radiasi dibatasi oleh intoleransi relative parenkim normal. Semua hati
akan metoleransi 3000cGy. Pada dosis ini insidensi hepatitis radiasi adalah 5%
sampai 10%. Pengobatan atau remisi jangka panjang kanker hati memerlukan
dosis lebih tinggi secara signifikan.

Menurut Ester (2002) ada beberapa penatalaksanaan yang menggunakan pendekatan


keperawatan yaitu:
1. Dalam persiapan untuk pembedahan, status nutrisi, cairan, fisik umum dikaji
dan upaya dilakukan untuk menjamin kondisi fisik seoptimal mungkin.
2. Berikan penjelasan agar pasien menyiapkan diri secara psikologis terhadap
pembedahan, pemeriksaan diagnostik yang panjang dan melelahkan mungkin
dilakukan, perlu dilakukan persiapan usus dengan menggunakan katartik,
irigasi kolon dan antibiotik usus untuk meminimalkan kemungkinan akumulasi
amonium dan mengantisipasi kemungkinan insisi usus.

13
3. Pada pascaoperasi terdapat masalah potensial yang berhubungan dengan
keterlibatan kardiopulmonal, kapiler vaskuler, dan disfungsi pernafasan dan
hati, abnormalitas metabolik memerlukan perhatian cermat. Infus konstan
dengan glukosa 10% diperlukan dalam 48 jam pertama untuk mencegah
cetusan penurunan gula darah, yang diakibatkan oleh penurunan
glukoneogenesis. Sintesis protein dan metabolisme lemak juga berubah,
sehingga memerlukan penginfusan albumin.
4. Pasien memerlukan pemantauan ketat dan terus menerus serta perawatan
selama 2 atau 3 hari pertama. Ambulasi dini dianjurkan.
Adapun pencegahan terhadap penyakit klien agar tidak mengalami Hepatoma
yaitu:
a. Pencegahan untuk penyakit Hepatitis B dan C.
b. Hindari Mengkonsumsi alkohol.
c. Hindari makanan yang mengandung aflatoksin.

I. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Masalah Keperawatan
1) Kelebihan volume cairan
2) Nyeri
3) Intoleransi aktivitas
4) Pola nafas tidak efektif
5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan
Keluhan utama : Adanya pembesaran hepar yang dirasakan semakin
mengganggu sehingga bisa menimbulkan keluhan sesak napas yang
dirasakan semakin berat disamping itu disertai nyeri abdomen.
1) Riwayat Penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang dapat diperoleh melalui orang lain atau

14
dengan klien itu sendiri.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu dikaji untuk mendapatkan data mengenai
penyakit yang pernah diderita oleh klien.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit keluarga dikaji untuk mengetahui data mengenai
penyakit yang pernah dialami ol eh anggota keluarga.
b. Pemeriksaan Fisik: Data Fokus
Pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan hepatoma menurut Suratun
(2010) sebagai berikut:
a. Kaji adanya keluhan kelemahan, kelelahan, dan malaise.
b. Kaji riwayat mengkonsumsi alkohol, jika ya tanyakan berapa banyak
dalam sehari dan sudah berapa lama.
c. Kaji riwayat penggunaan obat-obatan yang kemungkinan dapat
mempengaruhi fungsi hati.
d. Kaji riwayat penyakit hepatitis, penyakit empedu, trauma hati,
perdarahan gastrointestinal.
e. Kaji adanya ketidaknyamanan; nyeri tekan abdomen pada kuadran
kanan atas dan menyebar ke skapula.
f. Kaji status nutrisi klien; anoreksia, mual, muntah, penurunan berat
badan, edema, ikterik.
g. Kaji kebutuhan cairan; klien mengalami muntah, kulit kering, turgor
kulit buruk, diare, dan terjadi asite.
h. Kaji eliminasi klien; klien sering mengalami diare.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah, untuk memeriksa afp (alfa fetoprotein), yaitu jenis
protein yang dihasilkan tumor hati.
2. Pemindaian citra (imaging scan) dengan MRI atau CT scan
3. Biopsy, yaitu mengambil sampel jaringan tumor untuk dianalisa untuk

15
menentukan apakah tumor tersebut ganas (cancerous) atau jinak (non-
cancerous).

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan cairan ekstraseluler di
paru – paru yang disebabkan oleh gangguan metabolism protein
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan cepat lelah, kelemahan fisik umum
sekunder dari perubahan metabolism sistemik.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan yang kurang adekuat.
4. Aktual/resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
terapi deuratik, muntah, hypokalemia, penurunan intake cairan oral.

16
No. Diagnosa Luaran Perencanaan Keperawatan
Keperawatan SLKI SIKI
1. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama:
berhubungan dengan keperawatan selama 3 kali 24 Dukungan Nyeri Akut:
agen pendera fisik jam, maka diharapkan tingkat Pemberian analgesik
(prosedur operasi) nyeri menurun dan kontrol Observasi
nyeri meningkat dengan 1) Identifikasi karakteristik
kriteria hasil: nyeri (mis. pencetus, pereda,
1) Tidak mengeluh nyeri kualitas, lokasi, intensitas,
2) Tidak meringis frekuensi, durasi)
3) Tidak bersikap protektif 2) Identifikasi riwayat alergi
4) Tidak gelisah obat
5) Tidak mengalami kesulitan 3) Identifikasi kesesuaian
tidur jenis analgesik (mis.
6) Frekuensi nadi membaik narkotika, non-narkotika, atau
7) Tekanan darah membaik NSAID) dengan tingkat
8) Melaporkan nyeri terkontrol keparahan nyeri
9) Kemampuan mengenali 4) Monitor tanda-tanda vital
onset nyeri meningkat sebelum dan sesudah
10) Kemampuan mengenali pemberian analgesik
penyebab nyeri meningkat 5) Monitor efektifitas
11) Kemampuan menggunakan analgesik
teknik
Terapeutik
1) Diskusikan jenis analgesik
yang disukai untuk mencapai
analgesia optimal
2) Pertimbangkan
pengguanaan infus kontinu,
atau bolus oploid untuk
mempertahankan kadar dalam
serum
3) Tetapkan target efektifitas
analgesik untuk
mengoptimalkan
respons pasien

4) Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik dan
efek yang tidak diinginkan

Edukasi
1) Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat

17
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis analgesik,
sesuai indikasi

Dukungan Nyeri Akut:


Manajemen Nyeri
Observasi
1) Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respons nyeri
non verbal
4) Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
5) Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang nyeri
6) Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon nyeri
7) Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
8) Monitor keberhasilan
terapi komplementer yang
sudah diberikan
9) Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
1) Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
2) Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)

18
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan
nyeri

Edukasi
1) Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
analgetik
meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

19
K. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Pola Nafas tidak efektif NOC: NIC :
Definisi : Pertukaran udara inspirasi  Respiratory status : Ventilation Airway Management
dan/atau ekspirasi tidak adekuat  Respiratory status : Airway  Buka jalan nafas, guanakan
patency teknik chin lift atau jaw thrust
Batasan karakteristik :  Vital sign Status bila perlu
- Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi  Posisikan pasien untuk
- Penurunan pertukaran udara per menit Setelah dilakukan tindakan memaksimalkan ventilasi
- Menggunakan otot pernafasan tambahan keperawatan selama ………..pasien  Identifikasi pasien perlunya
- Nasal flaring menunjukkan keefektifan pola pemasangan alat jalan nafas
- Dyspnea nafas, dibuktikan dengan kriteria buatan
- Orthopnea hasil:  Pasang mayo bila perlu
- Perubahan penyimpangan dada  Mendemonstrasikan batuk  Lakukan fisioterapi dada jika
- Nafas pendek efektif dan suara nafas yang perlu
- Assumption of 3-point position bersih, tidak ada sianosis dan  Keluarkan sekret dengan batuk
- Pernafasan pursed-lip dyspneu (mampu mengeluarkan atau suction
- Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama sputum, mampu bernafas dg
 Auskultasi suara nafas, catat
- Peningkatan diameter anterior-posterior mudah, tidakada pursed lips)
adanya suara tambahan
- Pernafasan rata-rata/minimal  Menunjukkan jalan nafas yang
 Lakukan suction pada mayo
Bayi : < 25 atau > 60 paten (klien tidak merasa
Usia 1-4 : < 20 atau > 30 tercekik, irama nafas, frekuensi  Berikan bronkodilator bila perlu
Usia 5-14 : < 14 atau > 25 pernafasan dalam rentang  Berikan pelembab udara Kassa
Usia > 14 : < 11 atau > 24 normal, tidak ada suara nafas basah NaCl Lembab
- Kedalaman pernafasan abnormal)  Atur intake untuk cairan
Dewasa volume tidalnya 500 ml saat  Tanda Tanda vital dalam mengoptimalkan keseimbangan.
istirahat rentang normal (tekanan darah,  Monitor respirasi dan status O2
Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg nadi, pernafasan)
Terapi Oksigen

20
- Timing rasio  Bersihkan mulut, hidung dan
- Penurunan kapasitas vital secret trakea
 Pertahankan jalan nafas yang
Faktor yang berhubungan : paten
- Hiperventilasi  Atur peralatan oksigenasi
- Deformitas tulang  Monitor aliran oksigen
- Kelainan bentuk dinding dada  Pertahankan posisi pasien
- Penurunan energi/kelelahan  Observasi adanya tanda tanda
- Perusakan/pelemahan muskulo-skeletal hipoventilasi
- Obesitas
 Monitor adanya kecemasan
- Posisi tubuh pasien terhadap oksigenasi
- Kelelahan otot pernafasan
- Hipoventilasi sindrom
Vital sign Monitoring
- Nyeri  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
- Kecemasan
- Disfungsi Neuromuskuler  Catat adanya fluktuasi tekanan
- Kerusakan persepsi/kognitif darah
- Perlukaan pada jaringan syaraf tulang  Monitor VS saat pasien
belakang berbaring, duduk, atau berdiri
- Imaturitas Neurologis  Auskultasi TD pada kedua
DS: lengan dan bandingkan
 Dyspnea  Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
 Nafas pendek selama, dan setelah aktivitas
DO:
 Monitor kualitas dari nadi
 Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi
 Penurunan pertukaran udara per menit  Monitor frekuensi dan irama
 Menggunakan otot pernafasan pernapasan
tambahan  Monitor suara paru
 Orthopnea  Monitor pola pernapasan
 Pernafasan pursed-lip abnormal
 Tahap ekspirasi berlangsung sangat
 Monitor suhu, warna, dan

21
lama kelembaban kulit
 Penurunan kapasitas vital  Monitor sianosis perifer
 Respirasi: < 11 – 24 x /mnt  Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.

22
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
Definisi : Ketidakcukupan energi secara  Self Care : ADLs  Observasi adanya pembatasan klien
fisiologis maupun psikologis untuk  Toleransi aktivitas dalam melakukan aktivitas
meneruskan atau menyelesaikan aktifitas  Konservasi eneergi  Kaji adanya faktor yang
yang diminta atau aktifitas sehari hari. Setelah dilakukan tindakan menyebabkan kelelahan
keperawatan selama …. Pasien  Monitor nutrisi dan sumber energi
Batasan karakteristik : bertoleransi terhadap aktivitas yang adekuat
a. melaporkan secara verbal adanya dengan Kriteria Hasil :  Monitor pasien akan adanya
kelelahan atau kelemahan.  Berpartisipasi dalam aktivitas kelelahan fisik dan emosi secara
b. Respon abnormal dari tekanan darah fisik tanpa disertai berlebihan
atau nadi terhadap aktifitas peningkatan tekanan darah,  Monitor respon
c. Perubahan EKG yang menunjukkan nadi dan RR kardivaskuler terhadap aktivitas
aritmia atau iskemia  Mampu melakukan aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas,
d. Adanya dyspneu atau sehari hari (ADLs) secara diaporesis, pucat, perubahan
ketidaknyamanan saat beraktivitas. mandiri hemodinamik)
 Keseimbangan aktivitas dan  Monitor pola tidur dan lamanya
Faktor factor yang berhubungan : istirahat tidur/istirahat pasien
 Tirah Baring atau imobilisasi  Kolaborasikan dengan Tenaga
 Kelemahan menyeluruh Rehabilitasi Medik dalam
 Ketidakseimbangan antara suplei merencanakan progran terapi yang
oksigen dengan kebutuhan tepat.
 Gaya hidup yang dipertahankan.  Bantu klien untuk mengidentifikasi
DS: aktivitas yang mampu dilakukan
 Melaporkan secara verbal adanya  Bantu untuk memilih aktivitas
kelelahan atau kelemahan. konsisten yang sesuai dengan
 Adanya dyspneu atau kemampuan fisik, psikologi dan
ketidaknyamanan saat beraktivitas. sosial
 Bantu untuk mengidentifikasi dan

23
DO : mendapatkan sumber yang
 Respon abnormal dari tekanan darah diperlukan untuk aktivitas yang
atau nadi terhadap aktifitas diinginkan
 Perubahan ECG : aritmia, iskemia  Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi roda,
krek
 Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
 Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
 Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
 Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
 Monitor respon fisik, emosi, sosial
dan spiritual

24
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Ketidakseimbangan nutrisi NOC:  Kaji adanya alergi makanan
kurang dari kebutuhan tubuh a. Nutritional status:  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup Adequacy of nutrient jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
untuk keperluan metabolisme tubuh. b. Nutritional Status :  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
food and Fluid Intake serat untuk mencegah konstipasi
Batasan karakteristik : c. Weight Control  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
- Berat badan 20 % atau lebih di Setelah dilakukan tindakan  Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein
bawah ideal keperawatan dan vitamin C
- Dilaporkan adanya intake selama….nutrisi kurang  Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
makanan yang kurang dari RDA teratasi dengan indikator: makanan harian.
(Recomended Daily Allowance) Adanya peningkatan  Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
- Membran mukosa dan berat badan sesuai  Monitor lingkungan selama makan
konjungtiva pucat dengan tujuan  Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
- Kelemahan otot yang digunakan Berat badan ideal sesuai selama jam makan
untuk menelan/mengunyah dengan tinggi badan  Monitor turgor kulit
- Luka, inflamasi pada rongga Mampu  Monitor kekeringan, rambut kusam, total
mulut mengidentifikasi protein, Hb dan kadar Ht

25
- Mudah merasa kenyang, sesaat kebutuhan nutrisi  Monitor mual dan muntah
setelah mengunyah makanan Tidak ada tanda tanda  Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
- Dilaporkan atau fakta adanya malnutrisi jaringan konjungtiva
kekurangan makanan Tidak terjadi penurunan  Monitor intake nuntrisi
- Dilaporkan adanya perubahan berat badan yang berarti  Informasikan pada klien dan keluarga tentang
sensasi rasa manfaat nutrisi
- Perasaan ketidakmampuan untuk  Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan
mengunyah makanan suplemen makanan seperti NGT/ TPN sehingga
- Miskonsepsi intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan.
- Kehilangan BB dengan makanan  Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi
cukup selama makan
- Keengganan untuk makan  Kelola pemberan anti emetik:.....
- Kram pada abdomen  Anjurkan banyak minum
- Tonus otot jelek  Pertahankan terapi IV line
- Nyeri abdominal dengan atau  Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
tanpa patologi papila lidah dan cavitas oval
- Kurang berminat terhadap
makanan
- Pembuluh darah kapiler mulai
rapuh
- Diare dan atau steatorrhea
- Kehilangan rambut yang cukup
banyak (rontok)
- Suara usus hiperaktif
- Kurangnya informasi,
misinformasi

Faktor-faktor yang berhubungan :


Ketidakmampuan pemasukan atau
mencerna makanan atau
mengabsorpsi zat-zat gizi

26
berhubungan dengan faktor biologis,
psikologis atau ekonomi.

DS:
 Nyeri abdomen
 Muntah
 Kejang perut
 Rasa penuh tiba-tiba setelah
makan
DO:
 Diare
 Rontok rambut yang berlebih
 Kurang nafsu makan
 Bising usus berlebih
 Konjungtiva pucat
 Denyut nadi lemah

27
DAFTAR PUSTAKA

Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC.

Herdman, Heather. 2010. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan: Definisi dan


Klasifikasi 2009-2011. Jakarta: EGC.

Alrosa, N. (2014). Makalah hepatoma, diakses Februari, 21, 2017 dari


http://www.academia.edu/

Mutaqin, A., Sari, K. (2011). Gangguan gastro intestinal :aplikasi keperawatan medikal
bedah. Salemba Medika : Jakarta.

Nurarif, A.H., Kusuma, H. (2013). Panduan penyusunan asuhan keperawatan professional.


Media Action Publishing : Yogyakarta.

Suratun, Lusianah. (2010). asuhan keperawatan klien gangguan system gastrointestinal.


Trans Info Media : Jakarta.

Ns. Sam. (2011). Panduan Penulisan Dx Kep, NOC-NIC. Diakses Februari, 21, 2017 dari
https://docs.google.com/document/d/1ZdV_OyAqRvKub8Z3tVv32WSGCuYO-
8oWodh6dFCBjv4/edit.

Nurkasim, Ismail. (2015). Kumpulan Diagnosa, tujuan&Intervensi Keperawatan NANDA


NIC NOC. Diakses Februari, 21, 2017 dari
https://www.academia.edu/11550151/Kumpulan_Diagnosa_tujuan_and_Intervensi_Ke
perawatan_NANDA_NIC_NOC.

28
29
YAYASAN KARYA HUSADA KEDIRI AS N
YAYEDIRA
K I
STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
Ijin Mendiknas RI No. 164/D/O/2005 Rekomendasi Depkes RI No. HK.03.2.4.1.03862
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

KA

A
RY

D
Jl. Soekarno Hatta, Kotak Pos 153, Telp/Fax. (0354) 395203 Pare Kediri A HUSA
Website: www.stikes-khkediri.ac.id

FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

I. DATA UMUM

Nama : Tn. M
Ruang : Teratai 4
No. Register : 2008830
Umur : 53 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia
Bahasa : Jawa
Alamat : Bringin badas kediri
Pekerjaan : Swasta
Penghasilan : Tidak terkaji
Status : Menikah
Pendidikan Terakhir : SD
Golongan Darah : Tidak terkaji
Tanggal MRS : 25 Agustus 2020
Tanggal Pengkajian : 27 Agusus 2020
Diagnosa Medis : Hepatoma

II. DATA DASAR


Keluhan Utama :
Nyeri perut pada bagian kanan atas

Alasan Masuk Rumah Sakit :


Klien mengatakan sudah tiga hari perut terasa sebah, nyeri dan tidak bisa kentut

Riwayat Penyakit Sekarang


Upaya yang telah dilakukan:
Kurang lebih empat bulan paisen mulai merasakan perut tidak nyaman. Sudah
melakukan pengobatan rawat jalan tetapi tidak ada perubahan. Klien juga merasakan
semakin lama semakin mudah capek dalam melakukan kegiatan sehari hari

Terapi yang telah diberikan:


Klien dan keluarga tidak hafal obat oral yang sudah diminum

Riwayat Kesehatan Dahulu :


Klien mempunyai hipertensi

Riwayat Kesehatan Keluarga :


Keluarga tidak ada yang mempunyai penyakit kronis

III. POLA FUNGSI KESEHATAN


1. Persepsi terhadap Kesehatan – Manajemen Kesehatan
Klien dan keluarga mempercayakan keluhan kesehatannya pada petugas
kesehatan

2. Pola Aktivitas dan Latihan

 Kemampuan Perawatan Diri


Skor 0 : mandiri, 1 : dibantu sebagian, 2 : perlu bantuan orang lain, 3 : perlu
bantuan orang lain dan alat, 4 : tergantung pada orang lain / tidak mampu.

Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi √
Berpakaian √
Eleminasi √
Mobilisasi di tempat tidur √
Pindah √
Ambulasi √
Naik tangga
Makan dan minum √
Gosok gigi √

Keterangan : ..............................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................

3. Pola Istirahat dan Tidur :

KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT


Jumlah Jam Tidur Siang 2 jam 1 jam
Jumlah Jam Tidur Malam 8 jam 6 jam
Pengantar Tidur - -
Gangguan Tidur Tidak ada Nyeri perut
Perasaan Waktu Bangun Merasa segar Biasa saja

4. Pola Nutrisi – Metabolik


KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Frekuensi 3 kali 3 kali
Jenis Karbohidrat protein Karbohidrat proten
Porsi 1 porsi habis 2-3 sendok per porsi
Total Konsumsi Tidak terkaji Tdak terkaji
Keluhan Tidak ada Perut terasa sebah dan
sakit. Tidak terlalu
nasfsu makan

5. Pola Eliminasi
Eliminasi Uri
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Frekuensi 5-6 kali sehari 4-6 dalam sehari
Pancaran Kuat Lemah
Jumlah Tidak terkaji Tidak terkaji
Bau Bau khas urin Bau khas urin
Warna Kuning jernih Kecoklatan seperti
teh
Perasaan setelah BAK Merasa lega Biasa
Total Produksi Urin 2000 ml/hari 1500 ml/hari

Eliminasi Alvi
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Frekuensi Sehari sekali Belum bab selama 3 hari
Konsistensi Lunak -
Bau Bau khas feses -
Warna Kuning kecoklatan -

6. Pola Kognitif dan Persepsi Sensori


Tidak ada gangguan pada kognitif persepsi sensori klien mengerti akan arti sehat
dan sakit
7. Pola Konsep Diri
Pada lingkungan keluarga dalam bersosialisasi klien dapat menerima perubahan
yang terjadi
8. Pola Mekanisme Koping
Klien mampu mengetahui masalah yang ada degan sikap tenang dan tidak
gegabah
9. Pola Fungsi Seksual – Reproduksi
Tidak terkaji
10. Pola Hubungan - Peran
Hubungan dengan keluarga normal tanpa ada masalah
11. Pola Nilai dan Kepercayaan
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Nilai Khusus - -
Praktik Ibadah Sholat lima waktu Selama sakit klien tidak
melakukan ibadah
Pengetahuan tentang Mengerti tentang kaidah Mengerti tentang kaidah
Praktik Ibadah selama sakit agama agama

IV. PEMERIKSAAN FISIK (DATA OBYEKTIF)

1. Status Kesehatan Umum


Keadaan/ penampilan umum:
Kesadaran : Compos mentis GCS: 456
BB sebelum sakit : 70 kg TB: 165 cm
BB saat ini : 68 kg
BB ideal : 75 kg
Perkembangan BB : menurun
Tanda – tanda vital :
TD : 130/70 mmHg
N : 92 x/m
Suhu : 37 °C
RR : 20 x/m

Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
Pemeriksaan darah
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Urea 36.0 10-50 mg/dl
Creatinin 0.79 0.6-1.3 mg/dl
Uric acid 7.0 3.4-7.0
SGOT 182.1 < 37 U/L
SGPT 69.3 < 40 U/L
Bs acak 60.5 < 130 mg/dl
Lekosit 9930 4300-10300
Hemoglobin 17.5 13.4-17.7 gr/dl
Hematokrit 54.4 45-50 %
Trombosit 137000 150.000-400.000 sel/lp
HbsAg rapid Positif negatif

Pemeriksaan UL
Warna Hasil Nilai rujukan
B.D Kuning tua keruh 1.010-1.030
PH 1.030 5-7
Protein 5.5 Intermediate
Reduksi +1 Negatif
Urobilin Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Sedimen 1-3 L/P
Lekosit 15-16/lp 0-2 /lp
Eritosit 7-10/lp 1-3 /LP
Ephitel 5-6/lp 1-3 /lp
Cylinder +1 Negatif
Kristal Negatif Negatif
Bakteri urine +2 Negatif
Cylinder granula +1 Negatif

2. Radiologi
Usg abdomen total : primer hepatoma

Terapi
1. Iv line
 Pz 20 tpm
 Levofloxacin 1x500
 Omeprazole 1x1
 Ketorolac 2x1
 Ondancentron 3x8mg
2. Oral
 Sucralfat syr 3x 10 mg
 Mst 2x10 mg
 Spironolacton 1x100 mg
 Braxidin 2x1
 Pamol tab 3x500
 Curcuma 3x1
 Propanolol 3x20 mg
 Amlodipin 0-0-10 mg

3. Lain - lain
 Dulcolac sup 2

OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK {dengan per sistem)


1. Tanda-tanda vital
S : 37 ºC N : 92 x/mnt TD : 130/70 mmHg
RR : 18 x/mnt

2. Sistem Pernafasan (B1)


a. Bentuk dada √ simetris asimetris barrel chest
Funnel chest Pigeons chest
b. Keluhan sesak batuk nyeri waktu napas
c. Irama napas √ teratur tidak teratur
d. Suara napas √ vesiculer ronchi D/S wheezing D/S rales D/S

3. Sistem Kardiovakuler (B2)


a. Keluhan nyeri dada ya √ tidak
b. Irama jantung √ teratur tidak teratur
c. CRT √ < 3 detik > 3 detik
d. Konjungtiva pucat ya √ tidak
e. JVP √ normal meningkat menurun
Lain-lain :

4. Sistem Persarafan (B3)


a. Kesadaran √ composmentis apatis somnolen sopor koma
GCS : 4 5 6
b. Keluhan pusing ya √ tidak
c. Pupil √ isokor anisokor
d. Nyeri tidak √ ya, skala nyeri : 5 lokasi : perut
Lain-lain :

5. Sistem Perkemihan (B4)


a. Keluhan : kencing menetes inkontinensia retensi
gross hematuri disuria poliuri
oliguri anuri
b. Alat bantu (kateter, dll) ya √ tidak
c. Kandung kencing : membesar ya √ tidak
nyeri tekan ya √ tidak
d. Produksi urine :1500 ml/hari warna : seperti teh bau: khas urin
e. Intake cairan : oral : 800-1000.cc/hr parenteral : ...................cc/hr
Lain-lain :

6. Sistem Pencernaan (B5)


a. TB : 165 cm BB : 65 kg
b. Mukosa mulut : lembab √ kering merah stomatitis
c. Tenggorokan nyeri telan sulit menelan
d. Abdomen supel √ tegang nyeri tekan pada kanan atas
e. Luka operasi jejas perkusi: pekak
Pembesaran hepar √ ya tidak
Pembesaran lien √ ya tidak
Ascites √ ya tidak
Mual √ ya tidak
Muntah √ ya tidak
Terpasang NGT ya √ tidak
Bising usus :8 x/mnt
f. BAB :........x/hr, konsistensi : lunak cair lendir/darah
√ konstipasi inkontinensia kolostomi
g. Diet √ padat lunak cair
Frekuensi tiga kali jumlah:2-3 sendok per porsi

7. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)


a. Pergerakan sendi √ bebas terbatas
b. Kelainan ekstremitas ya √ tidak
c. Kelainan tl. belakang ya √ tidak
d. Fraktur ya √ tidak
e. Traksi/spalk/gips ya √ tidak
f. Kompartemen sindrom ya √ tidak
g. Kulit √ ikterik sianosis kemerahan hiperpigmentasi
h. Akral √ hangat panas dingin kering basah
i. Turgor √ baik kurang jelek
j. Luka : jenis :- luas : ............... bersih kotor
Lain-lain :

8. Sistem Endokrin
a. Pembesaran kelenjar tyroid ya √ tidak
b. Pembesaran kelenjar getah bening ya √ tidak
Lain-lain :
ANALISA DATA

No DATA ETIOLOGI MASALAH


1. DS : Faktor risiko hepatoma Nyeri akut
- Klien mengatakan nyeri perut sudah
3 hari, terasa sebah, dan tidak bisa Terdapat nodul maligna dalam hilus
kentut

DO : Gangguan pada sel hepar


- N : 92 x/mnt
- TD : 130/70 mmHg Penurunan fungsi hati
- RR : 18 x/mnt
- Skala nyeri : 5
- SGOT : 182.1 U/L
Pembengkakan hepar
- SGPT : 69.3 U/L
- Hematokrit : 54.4% Penekanan hepar pada dinding
- Trombosit : 137000 sel/lp abdomen dan jaringan sekitarnya
- HbsAg rapid : positif
- Hasil palpasi teraba massa, kaku
seperti papan, dan nyeri bila Nyeri akut
tersentuh
- Hasil USG abdomen : primer
hepatoma
- Tampak asites, splenomegali,
hepatomegali, nodular diffuse dan
pola echogenik pada hati
- Terdapat massa
- Suara perkusi pekak
2. DS : Faktor risiko hepatoma Defisit Nutrisi
- Klien mengatakan nyeri perut sudah
3 hari dan terasa sebah Terdapat nodul maligna dalam hilus
- Klien mengatakan mengalami
penurunan nafsu makan saat sakit
- Klien mengatakan mengalami
Gangguan pada sel hepar
penurunan berat badan semenjak
sakit Penurunan fungsi hati
- Klien mengatakan hanya makan 2-3
sendok per porsi Gangguan pada sistem
- Klien mengatakan merasa mual dan gastrointestinal
muntah
DO :
- N : 92 x/mnt Gangguan metabolisme protein
- TD : 130/70 mmHg
- RR : 18 x/mnt Penurunan sintesis albumin dan
- BB sebelum sakit : 70 kg tekanan osmotik
- BB saat ini : 68 kg
- TB : 165 cm
- BB ideal : 75 kg Peningkatan cairan ekstra seluler
- Mukosa mulut kering
- SGOT : 182.1 U/L Penekanan pada dinding abdomen
- SGPT : 69.3 U/L
- WBC : 9930 dan jaringan sekitarnya
- Hb : 17,5mg/dL
- Hematokrit : 54.4% Asites
- Trombosit : 137000 sel/lp
- HbsAg rapid : positif
Penekanan pada lambung
- Hasil palpasi teraba massa, kaku
seperti papan, dan nyeri bila
tersentuh Mual, muntah, perut terasa penuh,
- Hasil USG abdomen : primer dan tidak nafsu makan
hepatoma
- Tampak asites, splenomegali, Intake nutrisi tidak adekuat
hepatomegali, nodular diffuse dan
pola echogenik pada hati
- Terdapat massa Defisit nutrisi

3. DS : Faktor risiko hepatoma Intoleransi


- Klien mengatakan merasa lemah aktivitas
seluruh badan Terdapat nodul maligna dalam hilus
- Klien mengatakan merasa semakin
lama semakin mudah capek dalam
melakukan kegiatan sehari hari Gangguan pada sel hepar
- Klien mengatakan sebagain besar
aktifitasnya dibantu keluarga Penurunan fungsi hati
DO :
- N : 92 x/mnt Gangguan pada sistem
- TD : 130/70 mmHg
- RR : 18 x/mnt
gastrointestinal
- SGOT : 182.1 U/L
- SGPT : 69.3 U/L Gangguan metabolisme karbohidrat
- WBC : 9930
- Hb : 17,5mg/dL Penurunan glikogen
- Hematokrit : 54.4%
- Trombosit : 137000 sel/lp
- HbsAg rapid : positif Glikogenolisis
- Hasil palpasi teraba massa, kaku
seperti papan, dan nyeri bila Penurunan glukosa dalam darah
tersentuh
- Hasil USG abdomen : primer
Cepat merasa lelah
hepatoma
- Tampak asites, splenomegali,
hepatomegali, nodular diffuse dan Intoleransi Aktivitas
pola echogenik pada hati
- Tampak terdapat massa

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperwatan TTD

1 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan


2
metabolisme, dan faktor psikologis (enggan untuk makan)

3 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan


RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan No. 1


Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam, maka nyeri akut menurun,
dengan kriteria hasil :
Kontrol Nyeri
- Melaporkan nyeri terkontrol meningkat 4
- Kemampuan mengenali onset nyeri meningkat 4
- Kemampuan menggunakan teknik non-farmakologis meningkat 4
- Keluhan nyeri menurun 4
- Penggunaan analgesik menurun 4

Manajemen Nyeri
Observasi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup
7. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
8. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
9. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
10. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan,
dan kebisingan
11. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
12. Jelaskan penyebab periode dan pemicu nyeri
13. Jelaskan strategi meredakan nyeri
14. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
15. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
16. Ajarkan teknik non farmakologis secara nyeri
Kolaborasi
17. Kolaborasi pemberian analgetik (jika perlu)
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan No. 2


Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme

Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam, maka defisit nutrisi menurun,
dengan kriteria hasil :
Status Nutrisi
- Porsi makanan yang dihabiskan meningkat 4
- Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi meningkat 4
- Sikap terhadap makanan/minuman sesuai dengan tujuan kesehatan meningkat 4
- Berat badan membaik 4
- Nyeri abdomen menurun 4
- Frekuensi makan membaik 4
- Nafsu makan membaik 4
- Membran mukosa membaik 4

Manajemen Nutrisi
Observasi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
3. Monitor asupan makanan
4. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
5. Monitor berat badan
6. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
7. Identifikasi makanan yang disukai
Terapeutik
8. Fasilitasi menentukan pedoman diet
9. Lakukan oral hygine sebelum makan
10. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
11. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
12. Berikan suplemen makanan (jika perlu)
Edukasi
13. Ajarkan diet yang diprogramkan
14. Anjurkan posisi duduk jika mampu
Kolaborasi
15. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (pereda nyeri, antiemetik, jika perlu)
16. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan (jika perlu)
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan No.3


Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam, maka intoleransi aktivitas
menurun, dengan kriteria hasil :
Toleransi Aktivitas
- Frekuensi nadi meningkat 3
- Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat 4
- Keluhan lelah menurun 4
- Perasaan lemah menurun 4
- Tekanan darah membaik 4

Edukasi Aktivitas/Istirahat
Observasi
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
2. Sediakan materi dan media pengaturan aktivitas dan istirahat
Edukasi
3. Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan istirahat (kelelahan, sesak napas saat
aktivitas)
4. Ajarkan cara mengidentifikasi target dan jenis aktivitas sesuai kemampuan
IMPLEMENTASI

Tgl Dx Jam Implementasi TTD


27 1 13.00 - Memonitor TTV klien Rori
Agustus - Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
2020 frekuensi kualitas dan intesitas nyeri
- Mengidentifikasi skala nyeri
- Mengidentifikasi respon nyeri non verbal
- Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
- Mengajarkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi nyeri seperti tarik napas dalam dan
kompres hangat
- Memonitor terapi yang telah diberikan
- Berkolaborasi pemberian analgetik (inj.
Ketorolac 2x1, PCT oral 3x500 mg, MST 2x10
mg)

2 13.00 - Mengidentifikasi status nutrisi Rori


- Mengidentfiikasi kebutuhan kalori dan jenis
nutrien
- Memonitor asupan makanan
- Memonitor hasil pemeriksaan laboratorim
- Memonitor berat badan
- Mengajarkan diet yang diprogramkan
- Berkolaborasi terkait pemberian medikasi
sebelum makan (inj. Omeprazole 1x1, inj.
omeprazole 3x8 mg, sucralfat syr. 3x10 mg,
curcuma 3x1, braxidin 2x1)
- Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan

3 13.00 - Menyediakan materi dan media pengaturan Rori


aktivitas dan istirahat
- Mengajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan
istirahat (kelelahan, sesak napas saat aktivitas)
- Mengajarkan cara mengidentifikasi target dan
jenis aktivitas sesuai kemampuan

28 1 10.00 - Memonitor TTV klien Rori


Agustus - Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
2020 frekuensi kualitas dan intesitas nyeri
- Mengidentifikasi skala nyeri
- Mengidentifikasi respon nyeri non verbal
- Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
- Mengajarkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi nyeri seperti tarik napas dalam dan
kompres hangat
- Memonitor terapi yang telah diberikan
- Berkolaborasi pemberian analgetik (inj.
Ketorolac 2x1, PCT oral 3x500 mg, MST 2x10
mg)
2 10.00 - Mengidentifikasi status nutrisi Rori
- Mengidentfiikasi kebutuhan kalori dan jenis
nutrien
- Memonitor asupan makanan
- Memonitor hasil pemeriksaan laboratorim
- Memonitor berat badan
- Mengajarkan diet yang diprogramkan
- Berkolaborasi terkait pemberian medikasi
sebelum makan (inj. Omeprazole 1x1, inj.
omeprazole 3x8 mg, sucralfat syr. 3x10 mg,
curcuma 3x1, braxidin 2x1)
- Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan

3 10.00 - Menyediakan materi dan media pengaturan Rori


aktivitas dan istirahat
- Mengajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan
istirahat (kelelahan, sesak napas saat aktivitas)
- Mengajarkan cara mengidentifikasi target dan
jenis aktivitas sesuai kemampuan
EVALUASI

Hari/Tanggal No. Dx Evaluasi TTD


28 Agustus 1 S : klien mengatakan perut masih terasa sedikit nyeri dan Rori
2020 begah

O:
TD : 130/80 mmHg
RR : 22x/m
N : 92x/m
Skala nyeri : 3
Palpasi perut teraba massa dan kaku

A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi
2 S : Klien mengatakan tidak terlalu napsu makan, porsi Rori
makanan sedikit

O:
TD : 130/80 mmHg
RR : 22x/m
N : 92x/m
BB : 68 kg
Membran mukosa kering
Makanan dihabiskan ½ porsi

A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi
3 S : Klien mengatakan masih merasa lemas, aktivitas Rori
dibantu istri

O:
TD : 130/80 mmHg
RR : 22x/m
N : 92x/m
Klien tampak lemah

A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi

Anda mungkin juga menyukai