DI SUSUN OLEH :
Mengetahui,
Untuk kriteria anemia di klinik, rumah sakit, atau praktik klinik pada umumnya
dinyatakan anemia bila terdapat nilai sebagai berikut (Handayani & Andi, 2008):
• Hb < 10 gr/dl
• Hematokrit < 30%
2
• Eritrosit < 2,8 juta/mm
Derajat anemia ditentukan oleh kadar Hb. Klasifikasi derajat anemia yang umum
dipakai adalah (Handayani & Andi, 2008):
• Ringan sekali Hb 10 gr/dl – 13 gr/dl
• Ringan Hb 8 gr/dl – 9,9 gr/dl
• Sedang Hb 6 gr/dl – 7,9 dr/dl
• Berat Hb < 6 gr/dl
B. Klasifikasi
.
Menurut Baughman (2000), klasifikasi anemia adalah:
1. Anemia Aplastik
Anemia aplastik (hipoproliferatif) disebabkan oleh penurunan pada
prekusor sel-sel sumsum tulang dan penggantian sumsum dengan lemak.
Anemia ini dapat disebabkan oleh kongenital atau didapat, idiopati akibat
dari infeksi tertentu, obat-obatan dan zat kimia, serta kerusakan akibat
radiasi. Penyembuhan sempurna dan cepat mungkin dapat diantisipasi jika
pemajanan pada pasien dihentikan secara dini.Jika pemajanan tetap
berlangsung setelah terjadi tanda-tanda hipoplasi, depresi sumsum tulang
hampir dapat berkembang menjadi gagal sumsum tulang dan irreversible.
2. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah kondisi dimana kandungan besi dalam tubuh
menurun dibawah kadar normal. Zat besi yang tidak adekuat menyebabkan
berkurangnya sintesis Hb sehingga menghambat proses pematangan
eritrosit. Ini merupakan tipe anemia yang paling umum.Anemia ini dapat
ditemukan pada pria dan wanita pasca menopause karena perdarahan
(misal, ulkus, gastritis, tumor gastrointestinal), malabsopsi atau diit sangat
tinggi serat (mencegah absorpsi besi).Alkoholisme kronis juga dapat
menyebabkan masukan besi yang tidak adekuat dan kehilangan besi melalui
darah dari saluran gastrointestinal.
3. Anemia Megaloblastik (Defisiensi Vitamin B12 dan Defisiensi Asam Folat)
Anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam
folat memperlihatkan perubahan-perubahan sumsum tulang dan darah
perifer yang identik.Defisiensi vitamin B12 sangat jarang terjadi tetapi dapat
terjadi akibat ketidakadekuatan masukan pada vegetarian yang ketat,
kegagalan absorpsi saluran gantrointestinal, penyakit yang melibatkan ilium
atau pankreas yang dapat merusak absorpsi vitamin B12. Tanpa pengobatan
pasien akan meninggal setelah beberapa tahun, biasanya akibat gagal
jantung kongesti sekunder akibat dari anemia. Sedangkan defisiensi asam
folat terjadi karena asupan makanan yang kurang gizi asam folat, terutama
dapat ditemukan pada orang tua, individu yang jarang makan sayuran dan
buah,alkoholisme, anoreksia nervosa, pasien hemodialisis.
4. Anemia Sel Sabit
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitik berat yang diakibatkan oleh defek
molekul Hb dan berkenaan dengan serangan nyeri.Anemia ini ditemukan
terutama pada orang Mediterania dan populasi di Afrika, serta terutama pada
orang-orang kulit hitam.Anemia sel sabit merupaka gangguan resesif otosom
yang disebabkan oleh pewarisan dua salinan gen hemoglobin defektis, satu
buah dari masing-masing orang tua.Hemoglobin yang cacat itu disebut
hemoglobin S (HbS), menjadi kaku dan membentuk konfigurasi seperti
sabit apabila terpajan oksigen berkadar rendah.
5. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolysis,
yaitu pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya.
Anemia hemolitik adalah jenis yang tidak sering dijumpai, tetapi bila
dijumpai memerlukan pendekatan diagnostik yang tepat. Anemia hemolitik
dapat disebabkan oleh anemia sel sabit, malaria, penyakit hemolitik pada
bayi baru lahir, dan reaksi transfuse.
C. Etiologi
Menurut Price& Wilson (2005) penyebab anemia dapat dikelompokan sebagai
berikut:
1. Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena:
a. Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemi difisiensi Fe,
Thalasemia, dan anemi infeksi kronik.
b. Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrien yang dapat
menimbulkan anemi pernisiosa dan anemi asam folat.
c. Fungsi sel induk (stem sel) terganggu , sehingga dapat menimbulkan
anemia aplastik dan leukemia.
d. Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma.
2. Kehilangan darah
a. Akut karena perdarahan atau trauma atau kecelakaan yang terjadi secara
mendadak.
b. Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia.
3. Meningkatnya pemecahan eritrosit
(hemolisis) Hemolisis dapat terjadi karena:
a. Faktor bawaan, misalnya, kekurangan enzim G6PD (untuk mencegah
kerusakan eritrosit.
b. Faktor yang didapat, yaitu adanya bahan yang dapat merusak eritrosit
misalnya, ureum pada darah karena gangguan ginjal atau penggunaan
obat acetosal.
4. Bahan baku untuk pembentukan eritrosit tidak ada
Bahan baku yang dimaksud adalah protein , asam folat, vitamin B12, dan
mineral Fe. Sebagian besar anemia anak disebabkan oleh kekurangan satu
atau lebih zat gizi esensial (zat besi, asam folat, B12) yang digunakan dalam
pembentukan sel-sel darah merah. Anemia bisa juga disebabkan oleh kondisi
lain seperti penyakit malaria, infeksi cacing tambang.
D. Tanda Gejala
Menurut Baughman (2000), tanda dan gejala dari anemia, meliputi:
1. Lemah, Letih, Lesu, Lelah, Lunglai (5L).
2. Sering mengeluhkan pusing dan mata berkunang-kunang.
3. Gejala lebih lanjut, adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak
tangan menjadi pucat.
Sedangkan menurut Handayani & Andi (2008), tanda dan gejala anemia dibagi
menjadi tiga golongan besar, yaitu sebagai berikut:
1. Gejala umum anemia
Gejala umum anemia atau dapat disebur juga sindrom anemia adalah gejala
yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar Hb yang sudah menurun di
bawah titik tertentu. Gejala-gejala tersebut dapat diklasifikasikan menurut
organ yang terkena, yaitu:
• Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak
nafas saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
• Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilatas, lesu, serta perasaan
dingin pada ekstremitas.
• Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
• Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun,
serta rambut tipis dan halus.
2. Gejala khas masing-masing anemia
Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah
sebagai berikut:
• Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis,
keletihan, kebas dan kesemutan pada ekstremitas
• Anemia defisiensi asam folat: lidah merah (buffy tongue).
• Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
• Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi.
3. Gejala akibat penyakit yang mendasari
Gejala ini timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersbut.
Misalnya anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing
tambang berat akan menimbulkan gejala seperti pembesaran parotis dan
telapak tangan berwatna kuning seperti jerami.
E. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya.Kegagalan sumsum tulang
dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau akibat
penyebab yang tidak diketahui.Lisis sel darah merah terjadi dalam sel fagositik atau
dalam sistem retikulo endothelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil
sampingan dari proses tersebut, bilirubin yang terbentuk dalam fagositi akan
memasuki aliran darah. Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam
sirkulasi, maka hemoglobin akan muncul dalam plasma. Apabila konsentrasi
plasmanya melebihi kapasitas hemoglobin plasma, makan hemoglobin akan
berdifusi dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urin. Pada dasarnya gejala anemia
timbul karena dua hal, yaitu anoksia organ target karena berkurangnya jumlah
oksigen yang dapat dibawa oleh darah ke jaringan dan mekanisme kompensasi tubuh
terhadap anemia. Kombinasi kedua penyebab ini akan menimbulkan gejala yang
disebut sindrom anemia (Handayani & Andi, 2008).
Berdasarkan proses patofisiologi terjadinya anemia, dapat digolongkan pada tiga
kelompok (Edmundson, 2013 dalam Rokim dkk, 2014):
1. Anemia akibat produksi sel darah merah yang menurun atau gagal
Pada anemia tipe ini, tubuh memproduksi sel darah yang terlalu sedikit atau sel
darah merah yang diproduksi tidak berfungsi dengan baik.Hal ini terjadi akibat
adanya abnormalitas sel darah merah atau kekurangan mineral dan vitamin yang
dibutuhkan agar produksi dan kerja dari eritrosit berjalan normal. Kondisi
kondisi yang mengakibatkan anemia ini antara lain sickle cell anemia, gangguan
sumsum tulang dan stem cell, anemia defisiensi zat besi, vitamin B12, dan
Folat, serta gangguan kesehatan lain yang mengakibatkan penurunan hormon
yang diperlukan untuk proses eritropoesis.
2. Anemia akibat penghancuran sel darah merah
Bila sel darah merah yang beredar terlalu rapuh dan tidak mampu bertahan
terhadap tekanan sirkulasi maka sel darah merah akan hancur lebih cepat
sehingga menimbulkan anemia hemolitik. Penyebab anemia hemolitik yang
diketahui atara lain:
a. Keturunan, seperti sickle cell anemia dan thalassemia.
b. Adanya stressor seperti infeksi, obat obatan, bisa hewan, atau beberapa
jenis makanan.
c. Toksin dari penyakit liver dan ginjal kronis.
d. Autoimun.
e. Pemasangan graft, pemasangan katup buatan, tumor, luka bakar,
paparan kimiawi, hipertensi berat, dan gangguan thrombosis.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaa penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan diagnose
anemia adalah (Handayani & Andi, 2008):
1. Pemeriksaan laboratorium hematologis
• Tes penyaring: dilakukan pada tahap awal pada setiap kasus anemia.
Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen,
seperti kadar hemoglobin, indeks eritrosit (MCV, MCH, dan MCHC),
asupan darah tepi.
• Pemeriksaan rutin: untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit
dan trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju endap darah
(LED), hitung diferensial, dan hitung retikulosit.
• Pemeriksaan sumsum tulang: dilakukan pada kasus anemia dengan
diagnosis definitive meskipun ada beberapa kasus diagnosisnya tidak
memerlukan pemeriksaan sumsum tulang.
2. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis
• Faal ginjal
• Faal endokrin
• Asam urat
• Faat hati
• Biakan kuman
3. Pemeriksaan penunjang lain
• Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan hispatologi.
• Radiologi: torak, bone survey, USG, atau limfangiografi.
• Pemeriksaan sitogenetik.
• Pemeriksaan biologi molekuler (PCR: polymerase chain reaction,
FISH: fluorescence in situ hybridization).
G. Komplikasi
1. Daya tahan tubuh kurang
2. Serangan jantung
3. Mudah lelah
4. Gagal Ginjal Akut
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang tepat dilakukan untuk pasien anemia sesuai jenisnya, dapat
dilakukan dengan (Baughman, 2008):
1. Anemia Aplastik
• Transplantasi sumsum tulang.
• Pemberian terapi imunosupresif dengan globulin antitimosit (ATG).
• Hentikan semua obat yang menyebabkan anemia tersebut.
• Cegah timbulnya gejala-gejala dengan melakukan transfuse sel-sel
darah merah dan trombosit.
• Lindungi pasien yang rentan terhadap leukopenia dari kontak dengan
orang-orang yang menderita infeksi.
2. Anemia defisiensi besi
• Teliti sumber penyebab yang mungkin dapat berupa malignasi
gastrointestinal, fibroid uteri, atau kanker yang dapat disembuhkan.
• Lakukan pemeriksaan feses untuk mengetahui darah samar.
• Berikan preparat besi orang yang diresepkan.
• Hindari tablet dengan salut enteric, karena diserap dengan buruk.
• Lanjutkan terapi besi sampai setahun setelah perdarahan terkontrol.
3. Anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat)
Anemia defisiensi vitamin B12:
• Pemberian suplemen vitamin atau susu kedelai difortifikasi (pada vege
tarian ketat).
• Suntikan vitamin B12 secara IM untuk kelainan absorpsi atau tidak
terdapatnya faktor-faktor instriksik.
• Cegah kambuhan dengan vitamin B12 selama hidup untuk pasien anemia
pernisiosa atau malabsorpsi yang tidak dapat diperbaiki.
2. Pemeriksaan
a. Keadaan Umum
Keadaan umum pasien lemah, kesadaran penuh, suhu normal (S : 36 °C),
pernafasan normal (Normal RR : 20 x/menit), Nadi meningkat (Normal
HR: 106 x/menit), Tekanan Darah menurun (Normal TD : 120/90 mmHg)
b. Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan Kepala
Terdapat anemia, pucat pada kulit wajah, ikterik pada sclera, mukosa
bibir kering
- Pemeriksaan Leher
Tidak ada gangguan atau kelainan pada leher
- Thorax / Dada
Tidak ada kesulitan bernafas
- Abdomen
Penurunan intake nutrisi dikarenakan adanya perdarahan (BAB hitam)
- Tulang belakang
Tidak ada kelainan/gangguan pada tulang belakang
- Ekstremitas
Kuku terlihat pucat, CRT > 2detik, akral teraba dingin, kulit kering,
kelemahan pada kaki dan tangan
- Genetalia
Umumnya tidak ada gangguan pada genetalia
- Pemeriksaan Neurologi
Pasien lemah, bergerak secara pasif, kurang mampu melakukan
aktivitas berlebih
3. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
b. Nyeri akut
c. Intoleransi aktivitas
d. Disfungsi motilitas gastrointestinal
4. Intervensi Keperawatan
Energi manajemen
· Rencanakan aktivitas saat ps
mempunyai energi cukup u/
melakukannya.
· Bantu klien untuk istirahat setelah
aktivitas.
Manajemen nutrisi
· Monitor intake nutrisi untuk
memastikan kecukupan sumber-
sumber energi
Emosional support
· Berikan reinfortcemen positip bila
ps mengalami kemajuan
3 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari keperawatan … jam klien · Kaji adanya alergi makanan.
kebutuhan tubuh b.d menunjukan status nutrisi adekuat · Kaji makanan yang disukai oleh
intake nutrisi dengan KH: klien.
inadekuat, faktor BB stabil, tingkat energi adekuat · Kolaborasi team gizi untuk
psikologis masukan nutrisi adekuat penyediaan nutrisi TKTP
· Anjurkan klien untuk
meningkatkan asupan nutrisi TKTP
dan banyak mengandung vitamin C
· Yakinkan diet yang dikonsumsi
mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
· Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori.
· Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi.
Monitor Nutrisi
· Monitor BB jika memungkinkan
· Monitor respon klien terhadap
situasi yang mengharuskan klien
makan.
· Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak bersamaan dengan
waktu klien makan.
· Monitor adanya mual muntah.
· Kolaborasi untuk pemberian
terapi sesuai order
· Monitor adanya gangguan dalam
input makanan misalnya perdarahan,
bengkak dsb.
· Monitor intake nutrisi dan kalori.
KA
A
RY
D
Jl. Soekarno Hatta, Kotak Pos 153, Telp/Fax. (0354) 395203 Pare Kediri A HUSA
Website: www.stikes-khkediri.ac.id
FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
I. DATA UMUM
Nama : Tn. A
Ruang : Teratai
No. Register : 100262
Umur : 54 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia
Bahasa : Jawa
Alamat : Ngino RT 2 RW 4, Pleman, Kediri
Pekerjaan : Swasta
Penghasilan : Tidak terkaji
Status : Belum menikah
Pendidikan Terakhir : SLTA
Golongan Darah : Tidak terkaji
Tanggal MRS : 4 November 2020
Tanggal Pengkajian : 4 November 2020
Diagnosa Medis : Anemia
Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi √
Berpakaian √
Eleminasi √
Mobilisasi di tempat tidur √
Pindah √
Ambulasi √
Naik tangga √
Makan dan minum √
Gosok gigi √
5. Pola Eliminasi
Eliminasi Uri
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Frekuensi 5-6 kali sehari 4-6 dalam sehari
Pancaran Kuat Lemah
Jumlah Tidak terkaji Tidak terkaji
Bau Bau khas urin Bau khas urin
Warna Kuning jernih Kecoklatan seperti teh
Perasaan setelah BAK Merasa lega Biasa
Total Produksi Urin 2000 ml/hari 1500 ml/hari
Eliminasi Alvi
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Frekuensi Sehari sekali Belum bab selama 1 hari
Konsistensi Lunak -
Bau Bau khas feses -
Warna Kuning kecoklatan -
Terapi
1. Iv line
Inf. PZ 500 cc/24 jam
Drip neurosanbe 1 vial/24 jam
Transfusi PRC 2 kalf/hari
2. Oral
Hemafort 1x1
8. Sistem Endokrin
a. Pembesaran kelenjar tyroid ya √ tidak
b. Pembesaran kelenjar getah bening ya √ tidak
Lain-lain :
ANALISA DATA
Oleh :
Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi tugas praktek klinik Ners
diruang Teratai RS Amelia Pare Kediri oleh Mahasiswa Profesi Ners Karya
Husada.
Nama : DWI ROR FAJAROTIN
NIM : 202006105
Prodi : S1 Profesi Ners
Laporan ini telah disetujui Oleh CI ruangan dan pembimbing akademik.
Mahasiswa
I. Pengertian
Gastroenteritis merupakan suatu peradangan yang biasanya disebabkan baik
oleh virus maupun bakteri pada traktus intestinal (Guyton & Hall, 2006).
Pada diare infeksius umum infeksi paling luas terjadi pada usus besar dan
pada ujung distal ileum. Dimana pun terjadi infeksi, mukosa teriritasi secara
luas, dan kecepatan sekresinya menjadi sangat tinggi. Selain itu, motilitas
dinding usus biasanya meningkat berlipat ganda. Akibatnya, sejumlah besar
cairan cukup untuk membuat agen infeksius tersapu ke arah anus, dan pada
saat yang sama gerakan pendorong yang kuat akan mendorong cairan ini ke
depan. Ini merupakan mekanisme yang penting untuk membebaskan traktus
intestinal dari infeksi. Diare yang sangat menarik perhatian adalah yang
disebabkan oleh kolera (kadang oleh bakteri seperti basilus kolon patogen).
Toksin kolera secara langsung menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit
yang berlebihan dari kripa Lieberkühn pada ileum distal dan kolon.
Jumlahnya dapat 10 sampai 12 liter per hari, walaupun kolon biasanya
mengabsorpsi maksimum hanya 6-8 liter per hari. Oleh karena itu,
kehilangan cairan dan elektrolit dapat begitu mengganggu beberapa hari
sehingga dapat menimbulkan kematian.
Gastroenteritis atau diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari
dengan atau tanpa lendir dalam tinja. Diare akut adalah diare yang timbul
secara mendadak dan berlangsung kurang dari 7 hari pada bayi dan anak
yang sebelumnya sehat (Mansjoer,dkk, 2000 dalam Wicaksono, 2011).
Diare akut timbul secara mendadak dan berlangsung terus secara beberapa
hari (WHO, 1992 dalam Wicaksono, 2011). Kehilangan cairan dan garam
dalam tubuh yang lebih besar dari normal menyebabkan dehidrasi.
Dehidrasi timbul bila pengeluaran cairan dan garam lebih besar dari pada
masukan. Lebih banyak tinja cair dikeluarkan, lebih banyak cairan dan
garam yang hilang. Dehidrasi dapat diperburuk oleh muntah, yang sering
menyertai diare (Andrianto, 1995 dalam Nurmasarim 2010).
II. Epidemiologi/insiden kasus
Gastroenteritis merupakan suatu penyakit yang umum pada anak usia di
bawah 5 tahun. Gastroenteritis akut terjadi di Amerika dengan 37 juta kasus
setiap tahun. Di Indonesia merupakan penyakit utama kedua yang paling
sering menyerang anak – anak. Rotavirus adalah penyebab dari 35-50 %
hospitalisasi karena gastroenteritis akut, antara 7- 17 % disebabkan
adenovirus dan 15% disebabkan bakteri. Bayi yang mendapatkan ASI lebih
jarang menderita gastroenteritis akut dari bayi yang mendapat susu formula.
(Wong, 2007 dalam Winarsih, 2011). Data Departemen Kesehatan RI,
menyebutkan bahwa angka kesakitan diare di Indonesia saat ini adalah 230-
330 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur dan 1,6 – 2,2 episode
diare setiap tahunnya untuk golongan umur balita. Angka kematian diare
golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita (Ratnawati, 2008).
Penyakit Diare Akut (DA) atau Gastroenteritis Akut (GEA) masih
merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian anak di Indonesia
dengan mortalitas 70-80% terutama pada anak dibawah umur lima tahun
(Balita) dengan puncak umur antara 6-24 bulan (Subianto, 2001 dalam
Wicaksono, 2011). Di seluruh dunia diperkirakan diare menyebabkan 1
milyar episode dengan angka kematian sekitar 3-5 miliyar setahunnya. Pada
tahun 1995 Depkes RI memperkirakan terjadi episode diare sekitar 1,3
miliyar dan kematian pada anak balita 3,2 juta setiap tahunnya (Soebagyo,
2008 dalam Wicaksono, 2011). Data statistik menunjukkan bahwa setiap
tahunnya diare menyerang 50 juta jiwa penduduk Indonesia, dan dua
pertiganya adalah dari balita dengan angka kematian tidak kurang dari
600.000 jiwa. Di beberapa rumah sakit di Indonesia, data menunjukkan
bahwa diare akut karena infeksi menempati peringkat pertama sampai
dengan keempat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit.
Gambaran klinis diare akut acapkali tidak spesifik. Namun selalu
berhubungan dengan hal-hal berikut: adanya travelling (domestik atau
internasional), kontak personal dan adanya sangkaan food-borne dengan
masa inkubasi pendek. Jika tidak ada demam, menunjukkan adanya proses
mekanisme enterotoksin (Zein dkk., 2004).
III. Penyebab/Faktor Predisposisi
Ditinjau dari sudut patofisiologisnya, maka penyebab gastroenteritis akut
(diare akut) ini dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
A. Diare Sekresi (secretory diarrhoea), disebabkan oleh:
a. Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen:
1. Infeksi bakteri misalnya Escherichia coli, Shigella dysentriae.
2. Infeksi virus misalnya Rotavirus, Norwalk.
3. Infeksi Parasit misalnya Entamoeba hystolitica, Giardiosis
lambia.
b. Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan
kimia, makanan, gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan
saraf, hawa dingin, alergi.
B. Diare Osmotik (Osmotic diarrhoea), disebabkan oleh :
1. Malabsorbsi makanan (karbohidrat, lemah, protein, vitamin dan
mineral).
2. KKP (Kekurangan Kalori Protein).
3. BBLR (Bayi Berat Badan Lahir Rendah) dan bayi baru lahir.
(Suharyono dkk.,1994 dalam Wicaksono, 2011)
Berkembang diusus
Pertahanan tubuh
Inflamasi usus
Makanan tidak dapat diserap Peningkatan sekresi air dan HIperperistaltik usus
elektrolit
X. Terapi/Tindakan Penanganan
Panduan pengobatan menurut WHO diare akut dapat dilaksanakan secara
sederhana yaitu dengan terapi cairan dan elektrolit per-oral dan melanjutkan
pemberian makanan, sedangkan terapi non spesifik dengan anti diare tidak
direkomendasikan dan terapi antibiotika hanya diberikan bila ada indikasi.
Pemberian cairan dan elektrolit secara parenteral hanya untuk kasus dehidrasi
berat (Soebagyo, 2008 dalam Wicaksono, 2011).
Dalam garis besar pengobatan diare dapat dikategorikan ke dalam beberapa
jenis yaitu :
1. Pengobatan Cairan
Untuk menentukan jumlah cairan yang perlu diberikan kepada penderita
diare, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Jumlah cairan : jumlah cairan yang harus diberikan sama dengan jumlah
cairan yang telah hilang melalui diare dan/muntah muntah PWL
(Previous Water Losses) ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang
melalui keringat, urin dan pernafasan NWL (Normal Water Losses).
cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus
berlangsung CWL (Concomitant water losses)
(Suharyono dkk., 1994 dalam Wicaksono, 2011)
Ada 2 jenis cairan yaitu:
a) Cairan Rehidrasi Oral (CRO) : Cairan oralit yang
dianjurkan oleh WHO-ORS, tiap 1 liter mengandung
Osmolalitas 333 mOsm/L, Karbohidrat 20 g/L, Kalori 85
cal/L. Elektrolit yang dikandung meliputi sodium 90
mEq/L, potassium 20 mEq/L, Chloride 80 mEq/L,
bikarbonat 30 mEq/L (Dipiro et.al., 2005). Ada beberapa
cairan rehidrasi oral:
b) Cairan rehidrasi oral yang mengandung NaCl, KCL,
NaHCO3 dan glukosa, yang dikenal dengan nama oralit.
c) Cairan rehidrasi oral yang tidak mengandung komponen-
komponen di atas misalnya: larutan gula, air tajin, cairan-
cairan yang tersedia di rumah dan lain- lain, disebut CRO
tidak lengkap.
d) Cairan Rehidrasi Parenteral (CRP) Cairan Ringer Laktat
sebagai cairan rehidrasi parenteral tunggal. Selama
pemberian cairan parenteral ini, setiap jam perlu dilakukan
evaluasi: Jumlah cairan yang keluar bersama tinja dan
muntah Perubahan tanda-tanda dehidrasi
(Suharyono, dkk., 1994 dalam Wicaksana, 2011).
2. Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut
infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa
pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien
dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah,,
leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan,
persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada
pelancong, dan pasien immunocompromised. Contoh antibiotic untuk
diare Ciprofloksasin 500mg oral (2x sehari, 3 – 5 hari), Tetrasiklin 500
mg (oral 4x sehari,
3. hari), Doksisiklin 300mg (Oral, dosis tunggal), Ciprofloksacin 500mg,
Metronidazole 250-500 mg (4xsehari, 7-14 hari, 7-14 hari oral atauIV).
4. Obat anti diare
− Kelompok antisekresi selektif Terobosan terbaru dalam milenium
ini adalah mulai tersedianya secara luas racecadotril yang
bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase
sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara normal.
Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit
sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal.
− Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta
kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan
kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2 – 4 mg/ 3 – 4x
sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x sehari. Efek kelompok obat tersebut
meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan
sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi
frekwensi diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini
cukup aman dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai
80%. Bila diare akut dengan gejala demam dan sindrom disentri
obat ini tidak dianjurkan.
− Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau
smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat
menyeap bahan infeksius atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut
maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat
yang dapat merangsang sekresi elektrolit.
− Zat Hidrofilik Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari
Plantago oveta, Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla,
Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan cairan
dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi
feses tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan
elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan
dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.
− Probiotik
Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan
Bifidobacteria atau Saccharomyces boulardii, bila mengalami
peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang
positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran
cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan
mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah
yang adekuat.
Nyeri akut berhubungan dengan agen S : pasien tidak mengeluh nyeri dan
cedera kimia ditandai dengan tidak mengeluh gangguan tidur.
perubahan selera makan, O : pasien tidak meringis,
mengekspresikan perilaku, perilaku dan tidak memegangi daerah yang
berjaga- jaga atau melindungi area nyeri.
nyeri, melaporkan nyeri secara A : terapi farmakologi dihentikan,
verbal terapi nonfarmakologi dilanjutkan.
P : ajarkan keluarga pasien terapi
nonfarmakologi.
Guyton & Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (terjemahan). Jakarta:EGC
KA
A
Jl. Soekarno Hatta, Kotak Pos 153, Telp/Fax. (0354) 395203 Pare Kediri RY
D
A HUSA
Website: www.stikes-khkediri.ac.id
FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
I. DATA UMUM
Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi
Berpakaian
Eleminasi
Mobilisasi di tempat tidur
Pindah
Ambulasi
Naik tangga
Makan dan minum
Gosok gigi
5. Pola Eliminasi
Eliminasi Uri
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Frekuensi 5-6x dalam sehari 4x dalam sehari
Pancaran Tidak terkaji Tidak terkaji
Jumlah Tidak terkaji Tidak terkaji
Bau Khas Urin Khas Urin
Warna Kuning jernih Seperti teh
Perasaan setelah BAK Merasa lega Biasa
Total Produksi Urin 1500 cc 300 cc
Eliminasi Alvi
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Frekuensi 1x dalam sehari 4x
Konsistensi Kadang lembek kadang Cair ada ampasnya
padat
Bau Khas Khas
Warna Kuning Kuning
5. Pola Kognitif dan Persepsi Sensori
Pasien tidak ada keluhan yang berkenaan dengan kemampuan sensori (
penglihatan, pendengaran, penghidu, pengecap maupun sensori perubahan)
6. Pola Konsep Diri
Pasien berharap dengan perawatan dan pengobatan di Rumah Sakit pasien
akan segera sembuh dan dapat beraktifitas seperti biasanya
7. Pola Mekanisme Koping
Pasien dalam mengambil keputusan selalu bermusyawarah dengan
keluarga terutama dengan istrinya
8. Pola Fungsi Seksual – Reproduksi
9. Pola Hubungan – Peran
Pasien adalah seorang ayah dari 2 anak dan juga seorang suami. Hubungan
dengan keluarga dan juga tetangga sangat baik, begitu juga hubungan
dengan pasien lain juga baik
10. Pola Nilai dan Kepercayaan
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Nilai Khusus - -
Praktik Ibadah Sholat 5 waktu Pasien tetap sholat
dengan duduk
Pengetahuan tentang Mengerti tentang kaidah Mengerti tentang kaidah
Praktik Ibadah selama agama agama
sakit
Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
HB : 16.3 gr/dl
Leuko : 18.700
PCV : 47.8 %
Trombosit : 250000 sel/lp
Elektrolit ( NA, K, CL )
Clorida (Dewasa) : 103,9 mmol/L
Natrium (Dewasa) : 137,1 mmol/L
Kalium (Dewasa) : 3,54 mmol/L
SGOT : 17.6 U/L
SGPT : 16.0 U/L
2. Radiologi
Tidak diperiksa
Terapi
1. Oral
Sanmag 3x10ml
New diatab 3x 2 tb
2. Parenteral
Infus RL 20 tpm
Injeksi Cefotaxim 2x1 gr
Pantoprazole 1x1
Antrain 3x1 amp
8. Sistem Endokrin
a. Pembesaran kelenjar tyroid ya tidak
b. Pembesaran kelenjar getah bening ya tidak
Lain-lain :
V. ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1. DS : Pasien mengatakan BAB Bakteri, virus, Diare
lebih dari 5x dengan parasit
konsistensi cair
DO : Masuk dalam
- BAB >5x saluran cerna
- Konsistensi feses cair
- Bising usus 28x/mnt
- Leukosit : 18.700 u/dl Berkembang di
usus
Reaksi
pertahanan
dari tubuh
Inflamasi usus
Hiperperistaltik
usus
Penurunan
fungsi usus
Diare
2. DS : Pasien mengatakan mual Bakteri, virus, Nausea
muntah parasit
DO : Masuk dalam
- Pasien hipersaliva saluran cerna
- Berkeringat di daerah
kepala dan punggung
- Mual + Reaksi
- Tidak berminat makan pertahanan tubuh
- Makan habis 1/4 porsi Iritasi lambung
- N: 115 x/menit
Peningkatan
asam lambung
Nausea
Nyeri
Oleh:
Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini disusun untuk memenuhi tugas
praktik profesi Ners di Rumah Sakit Amelia Pare pada tanggal 17-19 Desember 2020
1. DEFINISI
Meningitis adalah inflamasi pada meningen atau membrane (selaput) yang
mengelilingi otak dan medulla spinalis. Penyebab meningitis meliputi bakteri, virus,
dan organisme jamur (Muttaqin,2008).
Otak dan medul spinalis dilindungi oleh lapisan atau selaput yang disebut
meningen. Peradangan pada meningen khususnya pada bagian araknoid dan piameter
(leptomeningens) disebut meningitis. Peradangan pada bagian durameter disebut
pakimeningen. Meningitis dapat disebabkan karena bakteri, virus, jamur, atau karena
toksin. Namun demikian sebagian besar meningitis disebabkan bakteri.
Meningitis adalah peradangan pada meningen yaitu membrane yang melapisi
otak dan medulla spinalis (Black,2009).
Dari penjelasan diatas, kesimpulan penulis tentang meningitis adalah suatu
reaksi peradangan seluruh selaput otak (meningen) yang ditandai dengan adanya sel
darah putih dalam cairan serebrospinalis, yang disebabkan oleh virus, jamur dan
bakteri yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak.
2. KLASIFIKASI
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan
otak, yaitu :
a) Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang
jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab
lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
b) Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula
spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok),
Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus
aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Peudomonas aeruginosa.
3. ETIOLOGI
Penyebab meningitis yang paling sering adalah bakteri, virus, jamur, dan protozoa :
Penyebab Jenis
Bakteri Streptococcus pneumonia
Neisseria meningitides
Listeria monocytogenes
Hemophilus influenza
Streptococcus agalactiae
Escherichia coli
Klebisella pneumonia
Pseudomonas aeruginosa
Salmonella spp
Nocardia spp
Mycobacterium tuberculosis
Penyebab lain adalah riketsia, penyakit kanker, tumor pada otak, obat-obatan seperti
Gambar 2.2
Otak diselimuti oleh selaput otak yang disebut meningens yang terdiri dari 3 lapisan
yaitu :
1. Durameter
Lapisan paling luar dari otak dan bersifat tidak kenyal. Lapisan ini melekat
langsung dengan tulang tengkorak, berfungsi untuk melindungi jaringan-
jaringan yang halus dari otak dan medulla spinalis.
2. Arakhnoid
Lapisan bagian tengah dan terdiri dari lapisan yang berbentuk jarring laba-
laba. Ruangan dalam lapisan ini disebut dengan ruang subarachnoid dan
memiliki cairan yang disebut cairan serebrospinal. Lapisan ini berfungsi untuk
melindungi otak dan medulla spinalis dari guncangan.
3. Piameter
Lapisan paling dalam dari otak dan melekat pada otak. Lapisan ini banyak
memiliki pembuluh darah, berfungsi untuk melindungi otak secara langsung.
Bagian-bagian otak :
a. Otak Besar (Serebrum)
Merupakan bagian terbesar dan terdepan dari otak manusia. Otak besar
mempunyai fungsi dalam mengatur semua aktivitas mental, yang berkaitan
dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), kesadaran dan
pertimbangan. Otak besar terbagi menjadi empat bagian yang disebut lobus.
Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang
menyerupai parit disebut sulcus.
1) Lobus Frontal
Merupakan bagian lobus yang ada di paling depan dari otak besar. Lobus
ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak,
kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, member penilaian,
kreativitas, kontrol perasaan, dan kemampuan bahasa.
2) Lobus Parietal
Berada ditengah berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti
tekanan, sentuhan, dan rasa sakit.
3) Lobus Temporal
Berada di bagian bawah berhubungan kemampuan pendengaran,
pemaknaan informasi dan bahasa bicara atau komunikasi dalam bentuk
suara.
4) Lobus Occipital
Bagian paling belakang berhubungan dengan rangsangan visual yang
memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap
objek yang ditangkap oleh retina mata.
b. Otak Kecil (Serebelum)
Mempunyai fungsi utama dalam koordinasi terhadap otot dan tonus otot,
keseimbangan dan posisi tubuh.
Bila ada rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang
normal tidak mungkin dilaksanakan. Otak kecil juga berungsi
mengkoordinasikan gerakan yang halus dan cepat.
Otak kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis
yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat
menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya. Jika terjadi cidera pada otak
kecil dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerakan otot.
c. Otak Tengah (Mesensefalon)
Terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Otak tengah berfungsi
penting pada reflek mata, tonus otot serta fungsi posisi atau kedudukan tubuh.
d. Otak Depan (Diensefalon)
Terdiri dari dua bagian, yaitu thalamus yang berfungsi menerima semua
rangsangan dari reseptor kecuali bau, dan hipotalamus yang berfungsi dalam
pengaturan suhu, pengaturan nutrient, penjagaan agar tetap bangun, dan
penumbuhan sikap agresif.
e. Jembatan Varol (Pons Varoli)
Merupakan serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan
kanan. Selain itu, menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.
Meningitis atau radang selaput otak adalah radang pada membran yang
menyelubungi otak dan sumsum tulang belakang, yang secara kesatuan
disebut meningen.
Radang dapat disebabkan oleh infeksi oleh virus, bakteri atau juga
mikroorganisme lain, dan walaupun jarang dapat disebabkan oleh obat
tertentu. Meningitis dapat menyebabkan kematian karena radang yang terjadi
di otak dan sumsum tulang belakang.
5. MANIFESTASI KLINIS
a. Meningitis Bakteri
Meningitis bakteri disebut juga meningitis purulenta atau meningitis septic,
penyebabnya adalah bakteri. Bakteri infeksi masuk ke susunan saraf pusat
melalui peredaran darah atau langsung dari luar misalnya pada fraktur atau luka
terbuka.
Bakteri-bakteri yang sering menimbulkan meningitis diantaranya meningococus,
pneumococus dan haemophilus influenza. Bakteri-bakteri ini banyak terdapat
pada nasopharing.
Ketika organisme pathogen masuk ke ruang subaraknoid, maka reaksi
peradangan terjadi dan mengakibatkan :
- Bendungan cairan serebrospinalis
- Penumpukan eksudat
- Perubahan arteri pada subaraknoid
- Perubahan jaringan disekitarnya (edema).
Manifestasi Klinis :
1) Demam merupakan gejala awal
2) Nyeri kepala
3) Mual dan muntah
4) Kejang umum
5) Fotofobia
6) Pada keadaan lebih lanjut dapat mengakibatkan penurunan kesadaran sampai
dengan koma
7) Adanya tanda-tanda iritasi meningeal seperti :
- Kaku kuduk, pasien mengalami kekakuan pada leher sehingga terdapat
kesulitan dalam memfleksikan leher karena adanya spasme otot-otot leher.
- Tanda Kernig positif, ketika paha pasien dalam keadaan fleksi lebih dari
135o karena nyeri.
- Tanda Brudzinski positif, bila leher paien di fleksikan maka dihasilkan
fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas
bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat pada sisi
ekstremitas yang berlaawanan.
Untuk memastikan meningitis, selain tanda dan gejala maka perlu
dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinalis. Pada kultur cairan
didapatkan 70-80% kasus didapatkan mikroorganisme. Cairan
serebrospinalis pada meningitis yang disebabkan tubekulosa didapatkan :
1. Warna : Jernih atau santokrome
b. Meningitis Virus
Virus penyebab infeksi pada meningitis masuk melalui sistem respirasi, mulut,
genetalia atau melalui gigitan binatang. Jenis penyakit virus yang dapat
menyebabkan meningitis adalah measles, mumps, herpes simplex dan herpes
zoster. Virus lain yang sering menyebabkan meningitis adalah virus HIV.
Manifestasi klinis yang menyertai seperti nyeri kepala, nyeri ketika membuka
mata, photofobia dan adanya kaku kuduk. Adanya kelemahan, rash, dan nyeri pada
ekstremitas.
Demam dan tanda-tanda iritasi meningeal dijumpai seperti kaku kuduk, tanda
bridzinski dan kernig. Pada meningitis virus terapi yang utama adalah
menghilangkan gejala (asimtomatik), bedrest pada masa akut, mengurangi rasa
nyeri kepala, control dengan demam dan menghilangkan kejang.
6. PATOFISIOLOGI
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh tiga lapisan meningen yaitu pada
bagian paling luar adalah durameter, bagian tengah araknoid dan bagian dalam
piameter.
Cairan serebrospinalis merupakan bagian dari otak yang berada dalam ruang
subarachnoid yang dihasilkan dalam fleksus-fleksus choroid yang kemudian di
alirkan melalui sistem ventrikel.
Mikroorganisme daoat masuk ke dalam sistem saraf pusat melalui beberapa
cara misalnya hematogen (paling banyak), trauma kepala yang dapat tembus pada
CSF dank arena lingkungan. Invasi bakteri pada meningen mengakibatkan respon
peradangan. Netropil bergerak ke ruang subarachnoid untuk memfagosit bakteri
menghasilkan eksudat dalam ruang subarachnoid. Eksudat ini yang dapat
menimbulkan bendungan pada ruang subarkhnoid yang pada akhirnya dapat
menimbulkan hidrosepalus.
Selain itu luka atau fraktur terbuka pada kepala dan medulla spinalis,
memungkinkan mudahnya bakteri atau kuman masuk ke otak. Infeksi pada telinga
seperti otitis media dan mastoiditis meningkatkan resiko meningitis bakteri. Kuman
bakteri akan mudah menembus membrane epithelium dan masuk ke ruang
subarachnoid, berkembang menimbulkan respon inflamasi.
Radang paru yang paling sering adalah karena tuberkolusis paru
mengakibatkan meningitis bakteri atau meningitis TB. Selain itu pembedahan otak
dan spinal secara langsung kuman dapat masuk ke lapisan otak. Sepsis atau infeksi
sistemik juga beresiko terjadinya meningitis (Arif Muntaqqin,2008).
7. PATWAY
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Darah : Pemeriksaan darah lengkap, peningkatan sel darah putih (10.000-
40.000/mm3), pemeriksaan koagulasi, kultur adanya mikroorganisme
pathogen.
b. Urine : Albumin, sel darah merah, sel darah putih ada dalam urine.
2. Radiografi : Untuk menentukan adanya sumber infeksi misalnya Rongen dada untuk
menentukan adanya penyakit paru seperti TBC paru, pneumonia, abses paru. Scan
otak untuk menentukan kelainan otak.
3. Pemeriksaan lumbal pungsi : untuk membandingkan keadaan CSF normal dengan
meningitis.
9. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan umum :
a. Pasien di isolasi
b. Pasien di istirahatkan/bedrest
c. Kontrol hipertermia dengan kompres, pemberian antipiretik seperti
parasetamol, asam salisilat
d. Kontrol kejang : Diazepam, fenobarbital
e. Kontrol peningkatan tekanan intracranial : Manitol, kortikosteroid
f. Pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi
2. Pemberian antibiotic
a. Diberikan 10-14 hari atau sedikitnya 7 hari bebas panas
b. Antibiotik yang umum diberikan : Ampisilin, gentamisin, kloromfenikol,
selalosporin.
c. Steroid untuk mengatasi inflamasi
d. Antipiretik untuk mengatasi demam
e. Antikonvulsant untuk mencegah kejang
f. Neuroprotector untuk menyelamatkan sel-sel otak yang masih bisa dipertahankan
g. Pembedahan : seperti dilakukan VP Shunt (Ventrikel Periton)
3. Pengobatan simtomatis :
a. Diazepam IV : 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 – 0.6/mg/kg/dosis
b. Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
c. Turunkan panas Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.
d. Kompres air PAM atau es.
4. Pengobatan suportif :
a. Cairan intravena.
b. Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 – 50%
c. Perawatan pada waktu kejang
5. Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka.
6. Hisap lender
7. Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi.
8. Hindarkan penderita dari rodapaksa (misalnya jatuh).
10. KOMPLIKASI
a. Peningkatan tekanan intracranial
b. Hydrosephalus : Penumpukan cairan pada rongga otak, sehingga meningkatkan
tekanan pada otak.
c. Infark serebral : Kerusakan jaringan otak akibat tidak cukup suplai oksigen, karena
terhambatnya aliran darah ke daerah tersebut.
d. Ensepalitis : peradangan pada jaringan otak dan meningenakibat virus, bakteri, dan
jamur.
e. Syndrome of inappropriate secretion of antidiuretic hormon
f. Abses otak : Infeksi bakteri yang mengakibatkan penimbunan nanah didalam otak
serta pembengkakakan.
g. Kejang : Gangguan aktivitas listrik di otak. Ditandai dengan gerakan tubuh yang
tidak terkendali dan hilangnya kesadaran.
h. Endokarditis : Infeksi pada endokardium yaitu lapisan bagian dalam jantung.
i. Pneumonia : Infeksi yang menimbulkan peradangan pada kantung udara disalah satu
atau kedua paru-paru yang dapat berisi cairan.
j. Syok sepsis : Infeksi luas yang menyebabkan kegagalan organ dan tekanan darah
yang sangat rendah.
15. EVALUASI
Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasi dengan
kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya.Adapun hasil
yang ingin dicapai yaitu mencapai masa penyembuhan tepat waktu, mempertahankan
tingkat kesadaran, tidak mengalami kejang, melaporkan nyeri berkurang, mencapai
kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal kekuatan, serta tampak rileks
dan melaporkan ansietas berkurang.
YAYASAN KARYA HUSADA KEDIRI AS N
YAYEDIRA
K I
STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
Ijin Mendiknas RI No. 164/D/O/2005 Rekomendasi Depkes RI No. HK.03.2.4.1.03862
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
KA
A
RY
D
Jl. Soekarno Hatta, Kotak Pos 153, Telp/Fax. (0354) 395203 Pare Kediri A HUSA
Website: www.stikes-khkediri.ac.id
FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
I. DATA UMUM
Nama : An. A
Ruang : Teratai
No. Register : 2015177
Umur : 16 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia
Bahasa : Jawa
Alamat : Canggu, Badas, Kediri
Pekerjaan : Pelajar
Penghasilan : Tidak terkaji
Status : Belum menikah
Pendidikan Terakhir : SMP
Golongan Darah : Tidak terkaji
Tanggal MRS : 15 November 2020
Tanggal Pengkajian : 16 November 2020
Diagnosa Medis : Meningitis
Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi √
Berpakaian √
Eleminasi √
Mobilisasi di tempat tidur √
Pindah √
Ambulasi √
Naik tangga √
Makan dan minum √
Gosok gigi √
5. Pola Eliminasi
Eliminasi Uri
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Frekuensi 5-6 kali sehari -
Pancaran Kuat -
Jumlah Tidak terkaji 500 cc / shift
Bau Bau khas urin Bau khas urin
Warna Kuning jernih Kecoklatan seperti teh
Perasaan setelah BAK Merasa lega Biasa
Total Produksi Urin 2000 ml/hari 1500 ml/hari
Eliminasi Alvi
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Frekuensi Sehari sekali Belum bab selama 1 hari
Konsistensi Lunak -
Bau Bau khas feses -
Warna Kuning kecoklatan -
Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
Pemeriksaan lab (16 November 2020)
Hematologi Urin Lengkap
Leukosit : 24030 (4.300-11.300) Warna : kuning muda jernih
Hemoglobin : 12.0 (13.4-17.7 gr/d) BD : 1.015 (1,010-1,030)
Hematokrit : 35.8 (45-50 %) pH : 5.5 (5-7)
Trombosit : 135.000 (150.000-400.000 sel/lp) Protein : negatif
Elektrolit Reduksi : negatif
Clorida : 97.6 (98-108 mmol/L Urobilin : negatif
Natrium : 135.2 (135-145 mmol/L) Bilirubin : negatif
Kalium : 3.56 (3.5-5.5 mmol/L) Keton : negatif
Imunologi dan Serologi Nitrit : negatif
Ig G Anti Covid-19 : non reaktif Leukosit : 0-2 (0-2/lp)
Ig M Anti Covid-19 : non reaktif Eritrosit : 0-1 (1-3/lp)
Epithel : 1-2 (1-3/lp)
Elektrolit Bakteri urine : negatif
Clorida : 116.9 (98-108 mmol/L) Cylinder : negatif
Natrium : 139.5 (135-145 mmol/L) Kristal : negatif
Bakteri urin : +1 (negatif)
2. Pemeriksaan Radiologi
Foto Thorax AP
- Bentuk jantung normal
- Paru-paru kanan dan kiri normal, pneumonia (-)
- Tidak tampak kelainan
Terapi
1. Iv line
Inf. RL (guyur) 3 flash, 28 tpm
Inf RL : Futrolit 11 : 1, 20 tpm
Inj. Gastridin 2x1
Inj. Indexon extra 3x2 amp
Inj. Paracetamol inf 3x1
Inj. Ceftriaxon 3x1
Inj. Cravox inf 1x750
Inj. Zolacap 1x1
Inj. Metilprednisolon 3x62.5 mg
2. Oral
New diatab 3X2 tab
L. Zinc 1x1
L. Bio 1x1
Formuno 1x1
Sanmag tab 3x1
Gangguan neurologis
Edema serebral
Peningkatan TIK
Kelemahan
O:
- N : 100 x/mnt
- TD : 100/60 mmHg
- RR : 20 x/mnt
- S : 37.7°C
- Leukosit : 22690
- Hemoglobin : 11.8 gr/dl
- Hematokrit : 35.1 %
- Trombosit : 184.000 sel/l
- Clorida : 102.0 mmol/L
- Natrium : 140.9 mmol/L
- Kalium : 3.67 mmol/L
- Kesadaran : composmentis
- GCS 456
- Photofobia (+)
- Kaku kuduk (+)
- Kulit tampak pucat
P : Lanjutkan intervensi
2 S : Keluarga klien mengatakan badan klien masih teraba
hangat
O:
- N : 100 x/mnt
- TD : 100/60 mmHg
- RR : 20 x/mnt
- S : 37.7°C
- Leukosit : 22690
- Hemoglobin : 11.8 gr/dl
- Hematokrit : 35.1 %
- Trombosit : 184.000 sel/l
- Clorida : 102.0 mmol/L
- Natrium : 140.9 mmol/L
- Kalium : 3.67 mmol/L
- Klien tampak pucat
- Kulit teraba hangat
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
3 S : Keluarga klien mengatakan klien masih mengalami
diare, hari ini 3 kali/hari, konsistensi cair
O:
- N : 100 x/mnt
- TD : 100/60 mmHg
- RR : 20 x/mnt
- S : 37.7°C
- Leukosit : 22690
- Hemoglobin : 11.8 gr/dl
- Hematokrit : 35.1 %
- Trombosit : 184.000 sel/l
- Clorida : 102.0 mmol/L
- Natrium : 140.9 mmol/L
- Kalium : 3.67 mmol/L
- Kulit tampak pucat
- Mukosa kering
P : Lanjutkan intervensi
4 S : Keluarga klien mengatakan klien masih mengalami
kelemahan, dan perawatan diri masih di bantu
O:
- Pasien tampak mandi 1x
- Rambut tampak berminyak
- Mulut bau
- Lidah kotor
P : Lanjutkan intervensi
5 S : Klien mengatakan badan klien masih teraba hangat
dan masih lemas
O:
- N : 100 x/mnt
- TD : 100/60 mmHg
- RR : 20 x/mnt
- S : 37.7°C
- Leukosit : 22690
- Hemoglobin : 11.8 gr/dl
- Hematokrit : 35.1 %
- Trombosit : 184.000 sel/l
- Clorida : 102.0 mmol/L
- Natrium : 140.9 mmol/L
- Kalium : 3.67 mmol/L
- Kulit tampak pucat
P : Lanjutkan intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. (2009). Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta. Diperoleh dari
http://depkes.go.id.
Tarwoto, Wartonah & Suryati, E.S. (2007). Keperawatan Medikan Bedah Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta : CV Sagung Seto
OLEH:
DWI RORI FAJAROTIN
202006105
Oleh :
Trauma berulang
Sobekan membesar
Sobekan radial
Tidak mengerti
(HNP) Defisit pengetahuan
tentang penyakit
yang di derita
Servikal
1.2.4 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dan perencanaan
keperawatan yang telah dibuat untuk rnencapai hasil yang efektif. Dalam
pelaksanaan implementasi keperawatan, penguasaan keterampilan dan
pengetahuan harus dimiliki oleh setiap perawat sehingga pelayanan yang
diberikan baik mutunya. Dengan demikian tujuan dan rencana yang telah
ditentukan dapat tercapai (Abdullah ,Syamsir. 2010)
1.2.5 Evaluasi
Merupakan tahap terakhir dalam proses keperawatan. Tujuan evaluasi
adalah untuk menilai apakah tujuan tercapai sebagian, seluruh atau tudak
tercapai dapat dibuktikan dari peningakatan kesehatan pasien dan
pemeriksaan penunjang lainnya.
Dalam hal ini juga sebagai langkah koreksi terhadap rencana keperawatan
semula.Untuk mecapai rencana keperawatan berikutnya yang lebih
relevan.
Dari apa yang telah dipaparkan diatas untuk mengukur apakah tujuan dan
kriteria sudah tercapai, perawat dapat mengobservasi kesehatan klien.
DAFTAR PUSTAKA
KA
A
Jl. Soekarno Hatta, Kotak Pos 153, Telp/Fax. (0354) 395203 Pare Kediri RY
D
A HUSA
Website: www.stikes-khkediri.ac.id
FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
I. DATA UMUM
Nama : Tn.S
Ruang : Teratai
No. Register : 102056/20123261
Umur : 64 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Bahasa : Indonesia
Alamat : Padangan-Kayen kidul-Kediri
Pekerjaan : Tani
Penghasilan :-
Status : Menikah
Pendidikan Terakhir : SD
Golongan Darah :-
Tanggal MRS : 17 November 2020
Tanggal Pengkajian : 18 November 2020
Diagnosa Medis : HNP (Servikal)
Keluhan Utama :
Pasien mengatakan mengalami nyeri pada leher kanan kurang lebih 3 bulan
kambuh-kambuhan, nyeri bertambah sejak kemarin dan nyeri sangat dirasakan
ketika menengok dan nyeri menjalar ke bahu sehingga sulit menggerakan
tangan karena sakit dan badan terasa lemah
Pasien mengeluh nyeri pada leher kanan, nyeri bertambah sejak kemarin dan
nyeri sangat dirasakan ketika menengok, nyeri yang dirasakan seperti ditusuk-
tusuk, dan nyeri sangat dirasakan ketika menengok dan nyeri menjalar ke bahu
sehingga sulit menggerakan tangan dan badan terasa lemah karena sakit
kemudian oleh keluarga pasien langsung dibawa ke IGD rumah sakit Amelia
Pasien mengatakan bahwa dikeluarga tidak ada yang mempunyai sakit seperti
ini dan penyakit menular lainnya.
Eliminasi Alvi
Konsistensi Lunak -
Bau Khas -
Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium Tanggal 17 November 2020
3. Radiologi
Foto cervikal ap/lat
tampak scoliosis
HNP C5/C6 DAN C6/C7
Terapi
1. Oral
Myonep 3x1
Nocid 3x1
Hemafort 1x1
Clobazam 1x1
Gabapentin 100 mg 2x1
Furosemid 1x1/2 tab
2. Parenteral
Infus PZ 7 tpm
Inj. Indexon 3x1
Inj Tofedex + pz 100 2x1
Inj. Pantoprazole 1x1
Inj. Venofer1x1
3. Lain – lain
Terpasang cervical neck collar
Pst tranfusi PRC 2 Kolf
5 5
Lain-lain :
8. Sistem Endokrin
a. Pembesaran kelenjar tyroid ya √ tidak
b. Pembesaran kelenjar getah bening ya √ tidak
Lain-lain :
Perawat
III. PLANNING
IV. IMPLEMENTASI
No Tanggal/ Diagnosa Implementasi TTD
jam
1 18 I 1. Menganjurkan napas rori
November panjang dan kompres
2020 hangat pada area nyeri
10.00 2. Menganjurkan suasana
tenang agar pasien dapat
beristirahat
3. Menjelaskan cara napas
dalam
4. Menganjurkan mencatat
skala nyeri secara mandiri
5. Mengajarkan teknik napas
dalam dan kompres hangat
untuk mengurangi rasa
nyeri
6. Berkolaborasi pemberian
analgetik
Injeksi tofedex 3x1 ampul
7. Mengidentifikasi skala
nyeri
8. Identifikasi respons nyeri
non verbal (wajah
meringis)
9. Mengidentifikasi faktor
yang memperberat dan
memperingan nyeri
10. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Di susun oleh :
Dwi Rori Fajarotin
(202006105)
Mengetahui,
3. Etiologi
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat menyebabkan
insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting
pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM
yaitu :
1) Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan
sel beta melepas insulin.
2) Faktor-faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen
yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan
gula yangdiproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
3) Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang
disertai pembentukan sel-sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan
kerusakan sel - sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel
beta oleh virus.
4) Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan
terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada
membrane sel yang responsir terhadap insulin.
Diabetes Mellitus tipe 1 atau IDDM disebabkan karena kurangnya kemampuan atau
hilangnya kemampuan sel ß pankreas yang menyebabkan defisiensi insulin.
kombinasi faktor genetik, imunologi dan kemungkinan faktor lingkungan (infeksi
virus) diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel ß (Smletzer & Bare, 2002)
4. Manisfestasi Klinis
1) Gejala akut penyakit DM
a. Pada permulaam gejala yang ditunjukkan meliputi:
a) Polidipsi (meningkatnya rasa haus) Rasa haus terjadi seiring
dikeluarkannya glukosa dari dalam tubuh, diperlukan banyak air
untuk mempermudah pengalirannya kaluar dari tubuh dan
meningkatnya air di dalam urin meningkatkan pola frekuensi
BAK yang pada akhirnya mengakibatkan meningkatnya rasa
haus. Pada keadaan dehidrasi (hiperosmolaritas) biasanya turgor
kulit buruk, takikardia dan hipotensi.
b) Polifagia (meningkatnya rasa lapar) Terjadi karena insulin yang
tiidak melekat pada reseptor, sel-sel tubuh tidak memperoleh
energy apapun.
c) Poliuria (meningkatnya frekuensi BAK) Terjadi karena darah
terlalu banyak mengandung glukosa dan tidak bias diserap lagi
oleh ginjal yang kemudian glukosa dikeluarkan melelui urin.
b. Bila tidak segera diobati keadaan tersebut akan menimbulkan gejala:
a) Banyak minum
b) Banyak kencing
c) Nafsu makan mulai berkurang atau berat badan turun dengan
cepat (turun 5- 10kg dalam waktu 2-4 minggu).
d) Mudah lelah
e) Bila tidak lekas diobati akan menimbulkan rasa mual, bahkan
penderita akan jautuh koma yang disebut koma diabetic.
2) Gejala kronis penyakit DM
a. Kesemutan
b. Kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum
b. Rasa tebal di kulit, sehingga kalu berjalan seperti bantal
c. Kram
d. Capek
e. Mudah mengantuk
f. Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata
g. Gatal disekitar kemaluan terutama wanita
h. Gigi mudah goyah dan mudah lepas
i. Kemampuan seksual menurun, bahkan impotensi
j. Pada ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematia janin dalam
kandungan atau dengan bayi berat badan lebih dari 4kg.
3) Gejala lain
Gejala lain: penurunan BB dan rasa lemah yang hebat akibat glukosa dalam
darah yang tidak dapat masuk kedalam sel, sehingga sel kekurangan bahan
bakar untuk menghasilkan tenaga untuk kelangsungan hidup. Sumber tenaga
terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya,
penderita kehilangan jaringan lemak dan otot, sehingga menjadi kurus .
5. WOC
strees
peradangan lambung
nyeri akut
nausea Nyeri akut
Patofisiologi
Pada DM tipe 1 terdapat ketidak mampuan menghasikan insulin karena sel-sel beta
telah dihancurkan oleh proses autoimun. Akibat produksi glukosa tidak terukur oleh
hati, maka terjadi hiperglikemia. Jika konsentrasi klokosa dalam darah tinggi, ginjal
tidak dapat menyerap semua glukosa, akibatnya glukosa muncul dalam urine
(glukosuria). Ketika glukosa berlebihan diekskresikan dalam urine disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit (diuresis osmotik). Akibat kehilangan cairan
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan berkemih (poli uri) dan rasa haus
(polidipsi). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan . pasien juga mengalami peningkatan
selera makan (polifagi) akibat penurunan simpanan kalori.gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan
Pada DM tipe 2 terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu
resistensi insulin dan ganguan sekresi insulin. Resistensi insulin ini disertai dengan
penurunan reaksi intra sel sehingga insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Pada gangguan sekresi insulin
berlebihan, kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat normal atau sedikit
meningkat. Namun jika sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan
insulin maka kadar glukosa darah meningkat. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat dan progresif maka awitan DM tipe 2 dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Gejala yang dialami sering bersifat ringan seperti kelelahan, iritabilitas,
poliuri, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan
yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi)
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Glukosa darah: gula darah puasa> 130 ml / dl, tes toleransi glukosa> 200 mg /
dl, 2 jam setelah mempersembahkan glukosa.
b. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
c. Asam lemak meningkat: kadar lipid dan kolesterol
d. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya <330 mOsm / I
e. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau
peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
f. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
g. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi
merupakan respons terhadap stres atau infeksi.
h. Ureum / kreatinin: mungkin meningkat atau normal
i. Insulin darah: mungkin menurun / tidak ada (Tipe I) atau normal sampai
tinggi (Tipe II)
j. Urine: gula dan aseton positif
k. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan
infeksi luka
7. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan diet
a. Prinsip umum :diet dan pengndalian berat badan merupakan dasar dari
penatalaksanaan DM.
b. Tujuan penatalaksanaan nutrisi :
a) Memberikan semua unsur makanan esensial missal vitamin,
mineral
b) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
c) Memenuhi kebutuhan energi
d) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap haridengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui
cara-cara yang aman dan praktis.
e) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
2) Latihan fisik
Latihan penting dalam penatalaksanaan DM karena dapat menurunkan kadar
glikosa darah dan mengurangi factor resiko kardiovaskuler. Latihan akan
menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa
oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot
juga diperbaiki dengan olahraga.
3) Pemantauan
Pemantauan glukosa dan keton secara mandiri untuk deteksi dan pencegahan
hipoglikemi serta hiperglikemia
4) Terapi
a. Insulin
Dosis yang diperlukan ditentukan oleh kadar glukosa darah
b. Obat oral anti diabetik
a) Sulfonaria
b) Asetoheksamid ( 250 mg, 500 mg )
c) Clorpopamid(100 mg, 250 mg )
d) Glipizid ( 5 mg, 10 mg )
e) Glyburid ( 1,25 mg ; 2,5 mg ; 5 mg )
f) Totazamid ( 100 mg ; 250 mg; 500 mg )
g) Tolbutamid (250 mg, 500 mg )
c. Biguanid
a) Metformin 500 mg
5) Pendidikan kesehatan
Informasi yang harus diajarkan pada pasien antara lain :
a. Patofisiologi DM sederhana, cara terapi termasuk efek samping obat,
pengenalan dan pencegahan hipoglikemi / hiperglikemi
b. Tindakan preventif(perawatan kaki, perawatan mata , hygiene umum )
c. Meningkatkan kepatuhan progranm diet dan obat
8. Komplikasi
1) Akut
a. Ketoasidosis diabetik
b. Hipoglikemi
c. Koma non ketotik hiperglikemi hiperosmolar
d. Efek Somogyi ( penurunan kadar glukosa darah pada malam hari diikuti
peningkatan rebound pada pagi hari )
e. Fenomena fajar / down phenomenon ( hiperglikemi pada pagi hari
antara jam 5-9 pagi yang tampaknya disebabkan peningkatan sikardian
kadar glukosa pada pagi hari )
2) Komplikasi jangka panjang
a. Makroangiopati
a) Penyakit arteri koroner ( aterosklerosis )
b) Penyakit vaskuler perifer
c) Stroke
b. Mikroangiopati
a) Retinopati
b) Nefropati
c) Neuropati diabetic
9. Konsep Asuhan Keperawatan
1) Identitas
Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada seorang yang anggota keluarganya
memiliki riwayat diabetes. Diabetes tipe 1 ini biasa mulai terdeteksi pada usia
kurang dari 30 tahun. Diabetes tipe 2 adalah tipe DM paling umum yang
biasanya terdiagnosis setelah usia 40 tahun dan lebih umum diantara dewasa
tua dan biasanya disertai obesitas. Diabetes gestasional merupakan yang
menerapkan untuk perempuan dengan intoleransi glukosa atau ditemukan
pertama kali selama kehamilan.
2) Status kesehatan saat ini
a. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki/ tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya
nyeri pada luka.
b. Alasan Masuk Rumah Sakit
Penderita dengan diabetes millitus mengalami kehausan yang sangat
berlebihan, badan lemas dan penurunan berat badan sekitar 10% sampai
20%.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta
upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
3) Riwayat Kesehatan Terdahulu
a. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pancreas.
Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,
tindakan medis yang pernah didapat maupun obat – obatan yang biasa
digunakan oleh penderita.
b. Riwayat Penyakit Keluarga
Dari keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan
terjadinya defisiensi insulin misalkan hipertensi, jantung.
c. Riwayat Pengobatan
Pengobatan pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 menggunakan terapi
injeksi insulin eksogen harian untuk kontrol kadar gula darah.
Sedangakan pasien dengan diabetes mellitus biasanya menggunakan
OAD (Obat Anti Diabetes) oral seperti sulfonilurea, biguanid,
meglitinid, inkretin, amylonomimetik, dll
4) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
a) Kesadaran
Pasien dengan DM biasanya datang ke RS dalam keadaan
komposmentis dan mengalami hipoglikemi akibat reaksi
pengguanaan insulin yang kurang tepat. Biasanya pasien
mengeluh gemetaran, gelisah, takikardia (60-100 x per menit),
tremor, dan pucat
b) Tanda – tanda vital
Pemeriksaan tanda vital yang terkait dengan tekanan darah, nadi,
suhu, turgor kulit, dan frekuensi pernafasan.
b. Body system
a) Sistem pernapasan
Inspeksi : lihat apakah pasien mengalami sesak napas
Palpasi : mengetahui vocal premitus dan mengetahui adanya
massa, lesi atau bengkak.
Auskultasi : mendengarkan suara napas normal dan napas
tambahan (abnormal : weheezing, ronchi, pleural friction rub)
b) Sistem cardiovascular
Inspeksi: amati ictus kordis terlihat atau tidak
Palpasi: takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, nadi perifer
melemah atau berkurang.
Perkusi: Mengetahui ukuran dan bentuk jantung secara kasar,
kardiomegali.
Auskultasi: Mendengar detak jantung, bunyi jantung dapat
didiskripsikan dengan S1, S2 tunggal
c) Sistem Persyarafan
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflex lambat, kacau mental, disorientasi. Pasien
dengan kadar glukosa darah tinggi sering mengalami nyeri saraf.
Nyeri saraf sering dirasakan seperti mati rasa, menusuk,
kesemutan, atau sensasi terbakar yang membuat pasien terjaga
waktu malam atau berhenti melakukan tugas harian.
d) Sistem Perkemihan
Poliuri, retensi urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit
saat proses miksi.
e) Sistem Pencernaan
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrasi, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen.
Neuropati aoutonomi sering mempengaruhi Gl. Pasien mungkin
dysphagia, nyeri perut, mual, muntah, penyerapan terganggu,
hipoglikemi setelah makan, diare, konstipasi dan inkontinensia
alvi.
f) Sistem Integumen
Inspeksi: Melihat warna kulit, kuku, cacat warna, bentuk,
memperhatikan jumlah rambut, distribusi dan teksturnya.
Parpasi: Meraba suhu kulit, tekstur (kasar atau halus), mobilitas,
meraba tekstur rambut .
g) Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran massa otot, perubahan tinggi
badan, cepat lelah, lemah dan nyeri.
h) Sistem endokrin
Autoimun aktif menyerang sel beta pancreas dan produknya
mengakibatkan produksi insulin yang tidak adekuat yang
menyebabkan DM tipe1. Respon sel beta pancreas terpapar secara
kronis terhadap kadar glukosa darah yang tingai menjadi progresif
kurang efisien yang menyababkan DM tipe2 .
i) Sistem Reporduksi
Anginopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seks,
gangguan kualitas, maupun ereksi, serta member dampak pada
proses ejakulasi.
j) Sistem Penglihatan
Retinopati diabetic merupakan penyebab utama kebutan pada
pasien diabetes mellitus .
k) Sistem Imun
Klien dengan DM rentan terhadap infeksi. Sejak terjadi infeksi,
infeksi sangat sulit untuk pengobatan. Area terinfeksi sembuh
secara perlahan karena kerusakan pembuluh darah tidak
membawa cukup oksigen, sel darah putih, zat gizi dan antibody
ke tempat luka. Infeksi meningkatkan kebutuhan insulin dan
mempertinggi kemungkinan ketoasidosis
KA
A
RY
D
Jl. Soekarno Hatta, Kotak Pos 153, Telp/Fax. (0354) 395203 Pare Kediri A HUSA
Website: www.stikes-khkediri.ac.id
FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
Nama : Ny. W
Ruang : Teratai
No. Register : 1906730
Umur : 57 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Bahasa : Jawa, Indonesia
Alamat : plosoklaten
Pekerjaan : Tani
Penghasilan : Tidak terkaji
Status : Menikah
Pendidikan Terakhir : SD
Golongan Darah : Tidak terkaji
Tanggal MRS : 21 Oktober 2020
Tanggal Pengkajian : 22 Oktober 2020
Diagnosa Medis : Diabetes Militus
Keterangan: sesuai table diatas dapat disimpulkan pasien masih perlu sebagian
bantuan orang lain dalam melakukan perawatan diri
3. Pola Istirahat dan Tidur :
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Jumlah Jam Tidur Siang + 2 jam + 1 jam
5. Pola Eliminasi
Eliminasi Uri
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
URINE LENGKAP
2. Radiologi
-
Terapi
1. Oral
Captopril 3x 25 mg
Amlodipine 1x10 mg
Paracetamol 3x500
Sucralfat syrup 3x1 C
Bisoprolol 1x1
2. Parenteral
RL (20)
Injeksi Omeprazole 1x1 vial
Injeksi j Ondancentron 3x8 mg
Injeksi Ceftriaxone 2x1 vial
Injeksi novorapid 3x8 ui sc
3. Lain - lain
-
OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK {dengan per sistem)
1. Tanda-tanda vital
TD : 170/67 mmHg
N : 76 kali/menit
Suhu : 36,5 C
RR : 20 kali/menit
Kekuatan otot :
5 5
5 5
8. Sistem Endokrin
y
a. Pembesaran kelenjar tyroid a tidak
y
b. Pembesaran kelenjar getah bening a tidak
Lain-lain :
V. ANALISIS DATA
nausea
VIII. EVALUASI
oleh :
DWI RORI FAJAROTIN
(202006105)
Mengetahui,
A. DEFINISI PENYAKIT
1. Hepatoma (Karsinoma Hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari sel-sel
hati. Hepatoma merupakan kanker hati primer yang paling sering ditemukan.
Karsinoma fibrolamelar merupakan jenis hepatoma yang jarang, yang biasanya
mengenai dewasa muda. Penyebabnya bukan sirosis, infeksi hepatitis B atau C
maupun faktor resiko lain yang tidak diketahui. Hepatoma adalah kanker hati
primer dapat timbul dari hepatosit (sel hati), jaringan penyambung, pembuluh
darah, empedu., Ester, 2002.
2. Hepatoma atau Karsinoma hepatoseluler (hepatocellular carcinoma=HCC)
merupakan tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit, Sudoyo, 2007.
3. Hepatocellular Carcinoma (HCC) atau disebut juga hepatoma atau kanker hati
primer atau Karsinoma Hepato Selular (KHS) adalah satu dari jenis kanker yang
berasal dari sel hati, Misnadiarly, 2007.
4. Hepatoma(karsitoma hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari hepatosit
(karsitoma hepatoseluler) atau dari duktus empedu (kolangio karsinoma),
Corwin, 2009.
3
B. PATOFISIOLOGI
Hepatocellular carcinoma (HCC) adalah tumor ganas asal hepatoseluler yang
berkembang pada pasaien dengan factor resiko seperti hepatitis virus,
penyalahgunaan alkohol, dan penyakit hati metabolik. Penyakit ini juga dapat
terjadi (jarang) pada pasien dengan parenkim hari normal.
HCC dapat mengalami perdarahan dan nekrosis karena kurangnya stroma fibrosa.
Invasi vascular, terutama dalam system portal. Invasi sistem bilier kurang umum.
Agresif HCC dapat menyebabkan rupture (pecah) dan hemaperitoneum hepatika.
Ada tiga pola pertumbuhan yang ditunjukan oleh HCC:
1. Masa soliter.
2. Multifocal atau pola nodular.
3. Multiple difus dengan pola nodular.
Secara mikroskopis, sel-sel HCC menyerupai hepatosit normal dan dapat
membingungkan dengan adenoma sel hati. Tumor yang lebih berbeda dapat
menghasilkan empedu. HCC dapat menghasilkan alfa-fetoprotein (AFP), serta
protein serum lainnya.
4
Sumber: Mutaqin, A., Sari, K. (2011)
5
6
C. ETIOLOGI
Penyakit pasti dari hepatoma masih belum diketahui tetapi terdapat data penting
predisposisi penyebab utama dari hepatoma ,yaitu serosi hepatis. Kondisi sirosis
hepatis biasanya berhubungan dengan hepatitis B,hepatitis C,hemokromatosis
aflatoxin,dan penyebab lain.
Secara umum,setiap etiologi sirosis merupakan faktor resiko utama untuk
hepatocellilar carcinoma. Sekitar 80% dari pasien denga hepatocellular carcinoma
baru didiagnosis sirosis telah ada sebelumnya. Penyebab utama sirosis diamerika
serikat disebabkan infeksi hepatitis C,alkohol dan infeksi hepatitis B (El-serag
2004).
1. Sirosis hati (pengerasan hati)
Secara umum, sirosis manapun adalah faktor risiko utama untuk kanker hati.
Sekitar 80 persen pasien dengan kanker hati sebelumnya telah didiagnosis
sirosis hati.
2. Virus hepatitis B
Hepatisis B merupakan penyebab paling umum kanker hati di seluruh dunia.
Virus hepatitis B dapat menyebabkan kanker hati karena adanya kombinasi
peradangan kronis dan integrasi genom virus ke dalam DNA pasien. Pasien
hapatitis B dapat meningkatkan kasus kanker hari hingga 1000 kali lipat.
3. Virus Hepatitis C
Virus hepatitis C telah menjadi penyebab paling umum kanker hati di Jepang
dan Eropa, dan juga bertanggung jawab atas meningkatnya kejadian kanker hati
baru-baru ini di Amerika Serikat.
Risiko kanker hati seumur hidup dari pasien hepatitis C adalah 5 persen, dan
terjadi setelah 30 tahun terinfeksi. Dan penelitian terbaru menunjukkan bahwa
pengobatan antiviral infeksi hepatitis C kronis dapat mengurangi risiko kanker
hati secara signifikan.
4. Alkohol
Di Amerika Serikat, sekitar 30 persen kasus kanker hati dianggap berhubungan
7
dengan konsumsi alkohol yang berlebihan. Pecinta alkohol yang minum lebih
dari 80 g/d atau elbih dari 6 sampai 7 gelas per hari, dapat meningkatkan risiko
kanker hati hingga 5 kali lipat.Risiko kanker hati lebih besar terjadi setelah
pasien berhenti minum alkohol, karena peminum berat tidak bertahan cukup
lama untuk mengembangkan kanker.
5. Aflatoksin
Karsinogen hati ini adalah hasil dari kontaminasi jamur pada bahan makanan di
Afrika dan Asia Tenggara. Hal ini menyebabkan kerusakan DNA dan mutasi
gen p53. Biasanya aflatoksin terdapat pada kacang - kacangan atau makanan
yang disimpan dalam waktu lama.
6. Hemochromatosis
Hemochromatosis merupakan kelainan metabolisme besi yang ditandai dengan
adanya pengendapan besi secara berlebihan di dalam jaringan. Pasien dengan
hemochromatosis, meningkatkan risiko kanker hati sebesar 30 persen.
7. Komplikasi penyakit lain
Adanya komplikasi seperti sirosis empedu primer, steroid androgenik, kolangitis
sclerosing primer, dan kontrasepsi oral dapat meningkat risiko kanker hati.
D. KLASIFIKASI
Sistem TNM (tumor, nodul, metastasis) sementara ini yang dijadikan yang diterima
secara luas adalah benar - benar hanya berguna pada pasien yang menjalani bedah
reseksi. Oleh karena sebagian besar pasien unresectable dengan prognosis benar-
benar tergantung pada keberadaan fungsi hati dari pada ukuran tumor. Beberapa
sistem stadium telah dievaluasi klinis yang menggabungkan fitur dari hati dan
pasien seperti asites, keterlibatan vena porta dan status performa.
Stadium Hepatoma
1. Stadium I : Satu fokal tumor berdiameter < 3 cm
2. Stadium II : Satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor terbatas pada
segment I atau multi-fokal tumor terbatas pada lobus kanan atau lobus kiri hati.
8
3. Stadium III : Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri (segment IV) atau ke
lobus kanan segment V dan VIII atau tumor dengan invasi peripheral ke sistem
pembuluh darah (vascular) atau pembuluh empedu (biliary duct) tetapi hanya
terbatas pada lobus kanan atau lobus kiri hati.
4. Stadium IV : Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai lobus kanan dan
lobus kiri hati atau tumor dengan invasi ke dalam pembuluh darah hati (intra
hepaticvaskuler ) ataupun pembuluh empedu (biliary duct) atau tumor dengan
invasi ke pembuluh darah di luar hati (extra hepatic vessel) seperti pembuluh
darah vena limpa (vena lienalis) atau vena cava inferior atau adanya metastase
keluar dari hati (extra hepatic metastase).
9
Tabel pengelompokan stadium
Stadium TNM
Stadium I T1 N0 M0
Stadium II T2 N0 M0
Stadium III A T3 N0 M0
Stadium III B T4 N0 M0
Stadium III C Tx N1 N0
Stadium IV a Setiap T Setiap N M1a
Stadium IV b Setiap T Setiap N M1b
( Amerika cancer society,2008)
10
F. KOMPLIKASI
1. Asites
2. Perdarahan saluran cerna bagian atas
3. Ensefalopati hepatika
4. Sindrom hepatorenal
Sindrom hepatorenal adalah suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik,
kegagalan fungsi hati, hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi
ginjal dan sirkulasi darah Sindrom ini mempunyai risiko kematian yang tinggi.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan bilirubin total, aspartate aminotransferase (AST), fosfatase alkali,
albumin, dan waktu prothrombin menunjukan hasil yang konsisten dengan
sirosis.
2. Alpha-fetoprotein (AFP) meningkat pada 75% kasus.
3. Radiografi.
a. Foto toraks, dilakukan untuk mendeteksi adanya metastasis paru.
b. CT Scan. Dilakukan untuk pasien Hepatocelullar carcinoma karena
meningkatnya AFP. Setiap tes memiliki 70-80% kesempatan untuk
menemukan lesi soliter.
c. MRI dapat mendeteksi lesi lebih dan juga dapat digunakan untuk
menetukan aliran dalam vena vortal.
d. USG untuk mencari tanda-tanda sirosis dalam atau pada permukaan hati.
e. Biopsi. Biopsi sering diperlukan untuk membuat diagnosis. Secara umum,
core biopsi lebih disukai dari biopsi jarum halus. Biopsi umumnya
diperoleh melalui perkutaneus dibawah bimbingan ultrasonographic atau
CT. sebelum mendapatkan biopsy, paracentesis volume besar mungkin
berguna pada pasien dengan asites massif; selain itu, transfuse trombosit
mungkin diperlukan pada pasien dengan sirosis dengan trombositopenia
11
berat (<50.000). Resiko pendarahan tidak berkolerasi dengan peningkatan
dalam waktu prothombin.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan terhadap pasien Hepatoma terdiri dari pembedahan, kemoterapi,
terapi radiasi. (Suratun, 2010).
1. Pembedahan
Pembedahan adalah satu-satunya penanganan kuratif potensial untuk pasien
kanker hati. sayangnya hanya 25% pasien yang memenuhi kriteria untuk reseksi
hati. Reseksi hepatik melibatkan subkostal bilateral maupun insisi
torakoabdominal. Setelah insisi, terdapat empat teknik reseksi yang diketahui
yaitu lobektomi kanan dan kiri, trisegmenteknomi dan segmentektomi lateral,
segmen-segmen lateral meliputi pengangkatan bagian luar lobus kiri.
Trisegmentektomi adalah pengangkatan lobus kanan dan bagian dalam lobus
kiri.
Terdapat tiga macam terapi bedah, yaitu:
a. Hepatektomi Parsial.
Di Amerika Serikat, resksi mungkin hanya 5% dari pasien. Secara umum,
Hepatocellular carcinoma memiliki lesi soliter pada sebagian lobus hati
sehingga dengan intervensi hepatektomi parsial pada sebagian lobus hati
memberikan hasil terbaik untuk optimalisasi fungsi hati yang tersisa
(Poon,2001).
b. Transplantasi.
Banyak pasien tidak dicalonkan pada hepaktetomi parsial karena luasnya
penyakit hati. Beberapa pasien ini baik kandidat untuk transplantasi hati
karena memiliki potensi untuk menghilangkan kanker, menyembuhkan
penyakit hati yang mendasari (Bruix,2005).
12
2. Kemoterapi
Kemoterapi regional meliputi penginfusan agens yang sangat dimetabolisasi
oleh hari melalui arteri hepatik.Ini sangat meningkatkan dosis obat yang
diberikan ke tumor, tetapi meminimalkan efek samping sisterik. Kemoterapi
intra arterial dapat diberikan melalui kateter sementara yang dipasang ke dalam
arteri aksilaatau femoralis. Komplikasi metode ini meliputi trombosis hepatik
dan arteri intraabdomenlain, perubahan posisi kateter, sepsis dan hemoragi.
Obat juga dapat diberikan melalui pompa yang dapat ditanam, yang
memberikan keuntungan dengan membuat pasien tetap dapat berjalan dan
menurunkan komplikasi terkait kateter. Agens yang digunakan paling sering
untuk kemoterapi intraarterial adalah flokuridin (FUDR) dan 5-FU. Obat lain
yang digunakan meliputi sisplatin, doksorubisin, mitomisin-C, dan
diklorometotrekstat.
3. Terapi Radiasi
Meskipun kanker hati diyakini sebagai tumor tumor radiosensitive, penggunaan
terapi radiasi dibatasi oleh intoleransi relative parenkim normal. Semua hati
akan metoleransi 3000cGy. Pada dosis ini insidensi hepatitis radiasi adalah 5%
sampai 10%. Pengobatan atau remisi jangka panjang kanker hati memerlukan
dosis lebih tinggi secara signifikan.
13
3. Pada pascaoperasi terdapat masalah potensial yang berhubungan dengan
keterlibatan kardiopulmonal, kapiler vaskuler, dan disfungsi pernafasan dan
hati, abnormalitas metabolik memerlukan perhatian cermat. Infus konstan
dengan glukosa 10% diperlukan dalam 48 jam pertama untuk mencegah
cetusan penurunan gula darah, yang diakibatkan oleh penurunan
glukoneogenesis. Sintesis protein dan metabolisme lemak juga berubah,
sehingga memerlukan penginfusan albumin.
4. Pasien memerlukan pemantauan ketat dan terus menerus serta perawatan
selama 2 atau 3 hari pertama. Ambulasi dini dianjurkan.
Adapun pencegahan terhadap penyakit klien agar tidak mengalami Hepatoma
yaitu:
a. Pencegahan untuk penyakit Hepatitis B dan C.
b. Hindari Mengkonsumsi alkohol.
c. Hindari makanan yang mengandung aflatoksin.
14
dengan klien itu sendiri.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu dikaji untuk mendapatkan data mengenai
penyakit yang pernah diderita oleh klien.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit keluarga dikaji untuk mengetahui data mengenai
penyakit yang pernah dialami ol eh anggota keluarga.
b. Pemeriksaan Fisik: Data Fokus
Pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan hepatoma menurut Suratun
(2010) sebagai berikut:
a. Kaji adanya keluhan kelemahan, kelelahan, dan malaise.
b. Kaji riwayat mengkonsumsi alkohol, jika ya tanyakan berapa banyak
dalam sehari dan sudah berapa lama.
c. Kaji riwayat penggunaan obat-obatan yang kemungkinan dapat
mempengaruhi fungsi hati.
d. Kaji riwayat penyakit hepatitis, penyakit empedu, trauma hati,
perdarahan gastrointestinal.
e. Kaji adanya ketidaknyamanan; nyeri tekan abdomen pada kuadran
kanan atas dan menyebar ke skapula.
f. Kaji status nutrisi klien; anoreksia, mual, muntah, penurunan berat
badan, edema, ikterik.
g. Kaji kebutuhan cairan; klien mengalami muntah, kulit kering, turgor
kulit buruk, diare, dan terjadi asite.
h. Kaji eliminasi klien; klien sering mengalami diare.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah, untuk memeriksa afp (alfa fetoprotein), yaitu jenis
protein yang dihasilkan tumor hati.
2. Pemindaian citra (imaging scan) dengan MRI atau CT scan
3. Biopsy, yaitu mengambil sampel jaringan tumor untuk dianalisa untuk
15
menentukan apakah tumor tersebut ganas (cancerous) atau jinak (non-
cancerous).
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan cairan ekstraseluler di
paru – paru yang disebabkan oleh gangguan metabolism protein
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan cepat lelah, kelemahan fisik umum
sekunder dari perubahan metabolism sistemik.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan yang kurang adekuat.
4. Aktual/resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
terapi deuratik, muntah, hypokalemia, penurunan intake cairan oral.
16
No. Diagnosa Luaran Perencanaan Keperawatan
Keperawatan SLKI SIKI
1. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama:
berhubungan dengan keperawatan selama 3 kali 24 Dukungan Nyeri Akut:
agen pendera fisik jam, maka diharapkan tingkat Pemberian analgesik
(prosedur operasi) nyeri menurun dan kontrol Observasi
nyeri meningkat dengan 1) Identifikasi karakteristik
kriteria hasil: nyeri (mis. pencetus, pereda,
1) Tidak mengeluh nyeri kualitas, lokasi, intensitas,
2) Tidak meringis frekuensi, durasi)
3) Tidak bersikap protektif 2) Identifikasi riwayat alergi
4) Tidak gelisah obat
5) Tidak mengalami kesulitan 3) Identifikasi kesesuaian
tidur jenis analgesik (mis.
6) Frekuensi nadi membaik narkotika, non-narkotika, atau
7) Tekanan darah membaik NSAID) dengan tingkat
8) Melaporkan nyeri terkontrol keparahan nyeri
9) Kemampuan mengenali 4) Monitor tanda-tanda vital
onset nyeri meningkat sebelum dan sesudah
10) Kemampuan mengenali pemberian analgesik
penyebab nyeri meningkat 5) Monitor efektifitas
11) Kemampuan menggunakan analgesik
teknik
Terapeutik
1) Diskusikan jenis analgesik
yang disukai untuk mencapai
analgesia optimal
2) Pertimbangkan
pengguanaan infus kontinu,
atau bolus oploid untuk
mempertahankan kadar dalam
serum
3) Tetapkan target efektifitas
analgesik untuk
mengoptimalkan
respons pasien
4) Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik dan
efek yang tidak diinginkan
Edukasi
1) Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat
17
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis analgesik,
sesuai indikasi
18
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
1) Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
analgetik
meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
19
K. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
20
- Timing rasio Bersihkan mulut, hidung dan
- Penurunan kapasitas vital secret trakea
Pertahankan jalan nafas yang
Faktor yang berhubungan : paten
- Hiperventilasi Atur peralatan oksigenasi
- Deformitas tulang Monitor aliran oksigen
- Kelainan bentuk dinding dada Pertahankan posisi pasien
- Penurunan energi/kelelahan Observasi adanya tanda tanda
- Perusakan/pelemahan muskulo-skeletal hipoventilasi
- Obesitas
Monitor adanya kecemasan
- Posisi tubuh pasien terhadap oksigenasi
- Kelelahan otot pernafasan
- Hipoventilasi sindrom
Vital sign Monitoring
- Nyeri Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
- Kecemasan
- Disfungsi Neuromuskuler Catat adanya fluktuasi tekanan
- Kerusakan persepsi/kognitif darah
- Perlukaan pada jaringan syaraf tulang Monitor VS saat pasien
belakang berbaring, duduk, atau berdiri
- Imaturitas Neurologis Auskultasi TD pada kedua
DS: lengan dan bandingkan
Dyspnea Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
Nafas pendek selama, dan setelah aktivitas
DO:
Monitor kualitas dari nadi
Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi
Penurunan pertukaran udara per menit Monitor frekuensi dan irama
Menggunakan otot pernafasan pernapasan
tambahan Monitor suara paru
Orthopnea Monitor pola pernapasan
Pernafasan pursed-lip abnormal
Tahap ekspirasi berlangsung sangat
Monitor suhu, warna, dan
21
lama kelembaban kulit
Penurunan kapasitas vital Monitor sianosis perifer
Respirasi: < 11 – 24 x /mnt Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.
22
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
Definisi : Ketidakcukupan energi secara Self Care : ADLs Observasi adanya pembatasan klien
fisiologis maupun psikologis untuk Toleransi aktivitas dalam melakukan aktivitas
meneruskan atau menyelesaikan aktifitas Konservasi eneergi Kaji adanya faktor yang
yang diminta atau aktifitas sehari hari. Setelah dilakukan tindakan menyebabkan kelelahan
keperawatan selama …. Pasien Monitor nutrisi dan sumber energi
Batasan karakteristik : bertoleransi terhadap aktivitas yang adekuat
a. melaporkan secara verbal adanya dengan Kriteria Hasil : Monitor pasien akan adanya
kelelahan atau kelemahan. Berpartisipasi dalam aktivitas kelelahan fisik dan emosi secara
b. Respon abnormal dari tekanan darah fisik tanpa disertai berlebihan
atau nadi terhadap aktifitas peningkatan tekanan darah, Monitor respon
c. Perubahan EKG yang menunjukkan nadi dan RR kardivaskuler terhadap aktivitas
aritmia atau iskemia Mampu melakukan aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas,
d. Adanya dyspneu atau sehari hari (ADLs) secara diaporesis, pucat, perubahan
ketidaknyamanan saat beraktivitas. mandiri hemodinamik)
Keseimbangan aktivitas dan Monitor pola tidur dan lamanya
Faktor factor yang berhubungan : istirahat tidur/istirahat pasien
Tirah Baring atau imobilisasi Kolaborasikan dengan Tenaga
Kelemahan menyeluruh Rehabilitasi Medik dalam
Ketidakseimbangan antara suplei merencanakan progran terapi yang
oksigen dengan kebutuhan tepat.
Gaya hidup yang dipertahankan. Bantu klien untuk mengidentifikasi
DS: aktivitas yang mampu dilakukan
Melaporkan secara verbal adanya Bantu untuk memilih aktivitas
kelelahan atau kelemahan. konsisten yang sesuai dengan
Adanya dyspneu atau kemampuan fisik, psikologi dan
ketidaknyamanan saat beraktivitas. sosial
Bantu untuk mengidentifikasi dan
23
DO : mendapatkan sumber yang
Respon abnormal dari tekanan darah diperlukan untuk aktivitas yang
atau nadi terhadap aktifitas diinginkan
Perubahan ECG : aritmia, iskemia Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi roda,
krek
Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
Monitor respon fisik, emosi, sosial
dan spiritual
24
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Ketidakseimbangan nutrisi NOC: Kaji adanya alergi makanan
kurang dari kebutuhan tubuh a. Nutritional status: Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup Adequacy of nutrient jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
untuk keperluan metabolisme tubuh. b. Nutritional Status : Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
food and Fluid Intake serat untuk mencegah konstipasi
Batasan karakteristik : c. Weight Control Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
- Berat badan 20 % atau lebih di Setelah dilakukan tindakan Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein
bawah ideal keperawatan dan vitamin C
- Dilaporkan adanya intake selama….nutrisi kurang Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
makanan yang kurang dari RDA teratasi dengan indikator: makanan harian.
(Recomended Daily Allowance) Adanya peningkatan Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
- Membran mukosa dan berat badan sesuai Monitor lingkungan selama makan
konjungtiva pucat dengan tujuan Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
- Kelemahan otot yang digunakan Berat badan ideal sesuai selama jam makan
untuk menelan/mengunyah dengan tinggi badan Monitor turgor kulit
- Luka, inflamasi pada rongga Mampu Monitor kekeringan, rambut kusam, total
mulut mengidentifikasi protein, Hb dan kadar Ht
25
- Mudah merasa kenyang, sesaat kebutuhan nutrisi Monitor mual dan muntah
setelah mengunyah makanan Tidak ada tanda tanda Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
- Dilaporkan atau fakta adanya malnutrisi jaringan konjungtiva
kekurangan makanan Tidak terjadi penurunan Monitor intake nuntrisi
- Dilaporkan adanya perubahan berat badan yang berarti Informasikan pada klien dan keluarga tentang
sensasi rasa manfaat nutrisi
- Perasaan ketidakmampuan untuk Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan
mengunyah makanan suplemen makanan seperti NGT/ TPN sehingga
- Miskonsepsi intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan.
- Kehilangan BB dengan makanan Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi
cukup selama makan
- Keengganan untuk makan Kelola pemberan anti emetik:.....
- Kram pada abdomen Anjurkan banyak minum
- Tonus otot jelek Pertahankan terapi IV line
- Nyeri abdominal dengan atau Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
tanpa patologi papila lidah dan cavitas oval
- Kurang berminat terhadap
makanan
- Pembuluh darah kapiler mulai
rapuh
- Diare dan atau steatorrhea
- Kehilangan rambut yang cukup
banyak (rontok)
- Suara usus hiperaktif
- Kurangnya informasi,
misinformasi
26
berhubungan dengan faktor biologis,
psikologis atau ekonomi.
DS:
Nyeri abdomen
Muntah
Kejang perut
Rasa penuh tiba-tiba setelah
makan
DO:
Diare
Rontok rambut yang berlebih
Kurang nafsu makan
Bising usus berlebih
Konjungtiva pucat
Denyut nadi lemah
27
DAFTAR PUSTAKA
Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC.
Mutaqin, A., Sari, K. (2011). Gangguan gastro intestinal :aplikasi keperawatan medikal
bedah. Salemba Medika : Jakarta.
Ns. Sam. (2011). Panduan Penulisan Dx Kep, NOC-NIC. Diakses Februari, 21, 2017 dari
https://docs.google.com/document/d/1ZdV_OyAqRvKub8Z3tVv32WSGCuYO-
8oWodh6dFCBjv4/edit.
28
29
YAYASAN KARYA HUSADA KEDIRI AS N
YAYEDIRA
K I
STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
Ijin Mendiknas RI No. 164/D/O/2005 Rekomendasi Depkes RI No. HK.03.2.4.1.03862
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
KA
A
RY
D
Jl. Soekarno Hatta, Kotak Pos 153, Telp/Fax. (0354) 395203 Pare Kediri A HUSA
Website: www.stikes-khkediri.ac.id
FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
I. DATA UMUM
Nama : Tn. M
Ruang : Teratai 4
No. Register : 2008830
Umur : 53 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia
Bahasa : Jawa
Alamat : Bringin badas kediri
Pekerjaan : Swasta
Penghasilan : Tidak terkaji
Status : Menikah
Pendidikan Terakhir : SD
Golongan Darah : Tidak terkaji
Tanggal MRS : 25 Agustus 2020
Tanggal Pengkajian : 27 Agusus 2020
Diagnosa Medis : Hepatoma
Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi √
Berpakaian √
Eleminasi √
Mobilisasi di tempat tidur √
Pindah √
Ambulasi √
Naik tangga
Makan dan minum √
Gosok gigi √
Keterangan : ..............................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
5. Pola Eliminasi
Eliminasi Uri
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Frekuensi 5-6 kali sehari 4-6 dalam sehari
Pancaran Kuat Lemah
Jumlah Tidak terkaji Tidak terkaji
Bau Bau khas urin Bau khas urin
Warna Kuning jernih Kecoklatan seperti
teh
Perasaan setelah BAK Merasa lega Biasa
Total Produksi Urin 2000 ml/hari 1500 ml/hari
Eliminasi Alvi
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Frekuensi Sehari sekali Belum bab selama 3 hari
Konsistensi Lunak -
Bau Bau khas feses -
Warna Kuning kecoklatan -
Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
Pemeriksaan darah
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Urea 36.0 10-50 mg/dl
Creatinin 0.79 0.6-1.3 mg/dl
Uric acid 7.0 3.4-7.0
SGOT 182.1 < 37 U/L
SGPT 69.3 < 40 U/L
Bs acak 60.5 < 130 mg/dl
Lekosit 9930 4300-10300
Hemoglobin 17.5 13.4-17.7 gr/dl
Hematokrit 54.4 45-50 %
Trombosit 137000 150.000-400.000 sel/lp
HbsAg rapid Positif negatif
Pemeriksaan UL
Warna Hasil Nilai rujukan
B.D Kuning tua keruh 1.010-1.030
PH 1.030 5-7
Protein 5.5 Intermediate
Reduksi +1 Negatif
Urobilin Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Sedimen 1-3 L/P
Lekosit 15-16/lp 0-2 /lp
Eritosit 7-10/lp 1-3 /LP
Ephitel 5-6/lp 1-3 /lp
Cylinder +1 Negatif
Kristal Negatif Negatif
Bakteri urine +2 Negatif
Cylinder granula +1 Negatif
2. Radiologi
Usg abdomen total : primer hepatoma
Terapi
1. Iv line
Pz 20 tpm
Levofloxacin 1x500
Omeprazole 1x1
Ketorolac 2x1
Ondancentron 3x8mg
2. Oral
Sucralfat syr 3x 10 mg
Mst 2x10 mg
Spironolacton 1x100 mg
Braxidin 2x1
Pamol tab 3x500
Curcuma 3x1
Propanolol 3x20 mg
Amlodipin 0-0-10 mg
3. Lain - lain
Dulcolac sup 2
8. Sistem Endokrin
a. Pembesaran kelenjar tyroid ya √ tidak
b. Pembesaran kelenjar getah bening ya √ tidak
Lain-lain :
ANALISA DATA
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam, maka nyeri akut menurun,
dengan kriteria hasil :
Kontrol Nyeri
- Melaporkan nyeri terkontrol meningkat 4
- Kemampuan mengenali onset nyeri meningkat 4
- Kemampuan menggunakan teknik non-farmakologis meningkat 4
- Keluhan nyeri menurun 4
- Penggunaan analgesik menurun 4
Manajemen Nyeri
Observasi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup
7. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
8. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
9. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
10. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan,
dan kebisingan
11. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
12. Jelaskan penyebab periode dan pemicu nyeri
13. Jelaskan strategi meredakan nyeri
14. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
15. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
16. Ajarkan teknik non farmakologis secara nyeri
Kolaborasi
17. Kolaborasi pemberian analgetik (jika perlu)
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam, maka defisit nutrisi menurun,
dengan kriteria hasil :
Status Nutrisi
- Porsi makanan yang dihabiskan meningkat 4
- Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi meningkat 4
- Sikap terhadap makanan/minuman sesuai dengan tujuan kesehatan meningkat 4
- Berat badan membaik 4
- Nyeri abdomen menurun 4
- Frekuensi makan membaik 4
- Nafsu makan membaik 4
- Membran mukosa membaik 4
Manajemen Nutrisi
Observasi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
3. Monitor asupan makanan
4. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
5. Monitor berat badan
6. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
7. Identifikasi makanan yang disukai
Terapeutik
8. Fasilitasi menentukan pedoman diet
9. Lakukan oral hygine sebelum makan
10. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
11. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
12. Berikan suplemen makanan (jika perlu)
Edukasi
13. Ajarkan diet yang diprogramkan
14. Anjurkan posisi duduk jika mampu
Kolaborasi
15. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (pereda nyeri, antiemetik, jika perlu)
16. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan (jika perlu)
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam, maka intoleransi aktivitas
menurun, dengan kriteria hasil :
Toleransi Aktivitas
- Frekuensi nadi meningkat 3
- Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat 4
- Keluhan lelah menurun 4
- Perasaan lemah menurun 4
- Tekanan darah membaik 4
Edukasi Aktivitas/Istirahat
Observasi
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
2. Sediakan materi dan media pengaturan aktivitas dan istirahat
Edukasi
3. Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan istirahat (kelelahan, sesak napas saat
aktivitas)
4. Ajarkan cara mengidentifikasi target dan jenis aktivitas sesuai kemampuan
IMPLEMENTASI
O:
TD : 130/80 mmHg
RR : 22x/m
N : 92x/m
Skala nyeri : 3
Palpasi perut teraba massa dan kaku
P : Lanjutkan intervensi
2 S : Klien mengatakan tidak terlalu napsu makan, porsi Rori
makanan sedikit
O:
TD : 130/80 mmHg
RR : 22x/m
N : 92x/m
BB : 68 kg
Membran mukosa kering
Makanan dihabiskan ½ porsi
P : Lanjutkan intervensi
3 S : Klien mengatakan masih merasa lemas, aktivitas Rori
dibantu istri
O:
TD : 130/80 mmHg
RR : 22x/m
N : 92x/m
Klien tampak lemah
P : Lanjutkan intervensi