ASMA BRONKIAL
Oleh:
DWI RORI FAJAROTIN
NIM. 202006126
Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi tugas praktek klinik Ners diruang
Anak RS Amelia Pare Kediri Oleh Mahasiswa Profesi Ners Karya Husada.
Nama : DWI RORI FAJAROTIN
NIM : 202006105
Prodi : S1 Profesi Ners
Laporan ini telah disetujui Oleh CI ruangan dan pembimbing akademik.
Mahasiswa
1. Pengertian Asma
udara.
Jadi asma atau reactive air way disease (RAD) adalah penyakit
obstruksi pada jalan napas yang bersifat reversible kronis yang ditandai
d. Genetik
Diturunkannya bakat alergi dari keluarga dekat, akibat adanya bakat alergi
ini penderita sangat mudah terkena asma apabila dia terpapar dengan
faktor pencetus.
e. Alergen
Merupakan suatu bahan penyebab alergi. Dimana ini dibagi menjadi
tiga, yaitu:
sebagainya.
g. Perubahan cuaca
h. Lingkungan kerja
15% klien asma. Misalnya orang yang bekerja di pabrik kayu, polisi lalu
i. Olahraga
bila sedang bekerja dengan berat/aktivitas berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan asma
j. Stress
selain itu juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada.
3. Patofisiologi Asma
asap rokok, bulu binatang, hawa dingin terpapar pada penderita. Benda-
benda tersebut setelah terpapar ternyata tidak dikenali oleh sistem di tubuh
sering batuk dengan produksi mucus yang cukup banyak (Harwina Widya
Astuti 2010).
sensitif oleh Ig E
4. Pathway
Peningkatan mast
Ekstinsik (inhaled alergi) cell
pada
trakheobronkhial
Bronchial mukosa menjadi
Stimulasi reflek Pelepasan histamin terjadi
reseptor syarat stimulasi pada bronkial smooth Intrinsik (infeksi,
parasimpatis pada sehingga terjadi kontraksi psikososial, stress)
mukosa bronkhial bronkus
Penurunan stimuli
reseptor terhadap iritan
Peningkatan permiabilitas pada trakheobronkhial
vaskuler akibat kebocoran protein
dan cairan dalam jaringan
Hiperaktif non spesifik stimuli
penggerak dari cell mast
Perangsang reflek
reseptor tracheobronkhial
Stimuli bronchial
smooth dan kontraksi
otot bronkhiolus
2) Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang
timbul
a. Stadium akut
2) Wheezing
b. Stadium lanjut/kronik
1) Batuk, ronchi
7) Sianosis
8) BGA Pa O2 kurang dari 80%
9) Terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kiri dan kanan pada
Ro paru
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan Sputum
kristal eosinopil.
cabang bronkus.
muscus plug.
2) Pemeriksaan darah
akan bertambah
b) Bila ada empisema (COPD), gambaran radiolusen semakin
bertambah
paru.
paru.
4) Elektrokardiografi
5) Scanning paru
Pengga
Bicara Kalimat l Kata-kata
kalimat
Nyarin
Mengi Sedang, g, Sangat Sulit/ tidak
serin terdenga
g hanya sepanjang nyaring, r
ekspira
pada pada si + terdengar
inspiras
akhir i tanpa
ekspirasi stetoskop
dengan kucing dan anjing mampu mencegah terserang alergi lebih baik
akan mempengaruhi perkembangan paru anak, dan bayi dari ibu perokok, 4
Ibu yang merokok selama kehamilan akan dapat berefek pada sensitisasi
peran kecil pada terjadinya asma alergi di kemudian hari. Sehingga jelas
dengan mengi.
8. Komplikasi
c. Hipoksemia
d. Pneumothoraks
e. Emfisema
f. Deformitas Thoraks
g. Gagal Jantung
9. Penatalaksanaan
yaitu:
dan pengobatannya.
1) Pengobatan farmakologi
terbutalin/bricasama.
c) Ketolifen
secara oral.
a) Memberikan penyuluhan
c) Pemberian cairan
f) Antibiotik spektrum
1. Pengkajian
data dengan tujuan yang berbeda (NANDA, 2015). Pengkajian pada pasien
Anamnesis
dan jenis kelamin. Hal ini perlu dilakukan pada pasien asma karena
sangat berkaitan. Status atopik sangat mungkin terjadi pada serangan
pencetus serangan asma. Perkerjaan serta suku bangsa juga perlu dikaji
untuk mengetahui adanya pemaparan bahan alergen. Hal lain yang perlu
dikaji dari identitas klien ini adalah tanggal masuk rumah sakit (MRS),
utama meliputi sesak napas, bernapas terasa berat pada dada, dan adanya
batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa
yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan
mukus yang jernh dan berbusa. Klien merasa sesak napas, berusaha
untuk bernapas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi
(wheezing). Pada stadium ini posisi yang nyaman dan disukai klien
tampak pucat, tampak gelisah serta warna kulit mulai membiru. Stadium
dikarenakan aliran udara kecil, batuk (-), pernapasan tidak teratur dan
kembali.
e. Pengkajian psiko-sosio-kultural
dari lingkungan pasien mulai dari tempat kerja, tetangga, dan keluarga..
Koping tidak efektif dan ansietas yang berlebih juga akan mudah
keadaan untuk menghindari terserang asma. Selain itu gejala asma dapat
serangan asma.
oleh persepsinya. Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi
kehidupan.
l. Pemeriksaan fisik
otot bantu pernapasan, sianosis, batuk dengan lendir lengket, dan posisi
istirahat klien.
1. B1 (Breathing)
ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari tiga kali inspirasi, dengan
2. B2 (blood)
dan CRT.
3. B3 (Brain)
4. B4 (Bladder)
5. B5 (Bowel)
6. B6 (Bone)
bekas atau tanda urtikraria atau dermatitis. Pada rambut, dikaji warna
meliputi: berapa lama klien tidur dan istirahat, serta berapa besar
2. Diagnosa keperawatan
respon klien terhadap masalah kesehatan yang dialami baik secara aktual
3. Intervensi keperawatan
Tabel 3
Intervensi Keperawatan Kesiapan Peningkatan Manajemen Kesehatan
Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan (SLKI) (SIKI)
1 2 3
Kesiapan Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen Asma:
Peningkatan keperawatan selama .... x ... a. Tentukan dasar status
Manajemen jam, diharapkan klien pernapasan sebagai titik
Kesehatan mampu melakukan kesiapan banding
peningkatan manajemen b. Bandingkan status saat ini
kesehatan, dengan kriteria dengan statussebelumnya
hasil: untuk Mendeteksi perubahan
1. Pengetahuan: dalam status pernapasan
Manajemenen Asma: c. Monitor puncak dari jumlah
a. Mengetahui tanda dan aliran pernapasan (PERF),
gejala asma dengan tepat
1 2 3
a. Mengetahui penyebab d. Monitor reaksi asma
dan faktor-faktor yang e. Tentukan pemahaman
berkontribusi klien/keluarga mengenai
b. Mengetahui Strategi penyakit dan manajemen
untuk mengelola asma intruksikan pada
c. Mengetahui pentingnya klien/keluarga mengenai
akses terus-menerus pengobatan anti inflamasi dan
terhadap inhaler bronkodilator dan
d. Mengetahui pentingnya penggunanya dengan tepat
kepatuhan terhadap f. Ajarkan teknik yang tepat
rejimen pengobatan untuk menggunakan
e. Mengetahui tindakan- pengobatan dan alat (inhaler,
tindakan yang dilakukan nebulizer, peak slow meter)
saat keadaan darurat g. Tentukan kepatuhan dengan
f. Mengetahui kondisi yang penanganan yang diberikan
memicu asma h. Identifikasi pemicu yang
g. Strategi untuk mengelola diketahui dan reaksi yang
faktor risiko lingkungan biasa terjadi
yang bisa dikendalikan i. Ajarkan klien untuk
h. Mengetahui teknik menghindari dan
pernapasan yang efektif mengidentifikasi pemicu
i. Mengetahui aktivitas sebisa mungkin
yang direkomendasikan j. Dapatkan rencana tertulis
j. Mengetahui obat-obatan dengan klien untuk mengatasi
yang digunakan untuk Kekambuhan
asma k. Bantu untuk mengenal tanda
2. Manajemen Diri: Asma gejala sebelum terjadi reaksi
a. Mengenali pemicu asma asma dan implementasi dari
b. Menginisiasi tindakan respon tindakan yang tepat
untuk mengelola pemicu l. Monitor kecepatan, irama,
abadi kedalaman, dan usaha
1 2 3
c. Mengikuti perencanaan m. Amati pergerakan dada,
kegawatan untuk termasuk juga simetris atau
serangan akut tidak, penggunaan otot bantu
d. Menyesuaikan napas, dan retraksi otot
kehidupan rutin untuk supravaskular dan interkostal.
mengoptimalkan Auskultasi suara napas, catat
kesehatan area adanya penurunan atau
e. Melakukan modifikasi hilangnya suara ventilasi dan
lingkungan yang tepat suara adventitious.
f. Menggunakan buku n. Ajarkan teknik
harian untuk memantau bernapas/relaksasi
gejala dari waktu ke o. Anjurkan minum hangat
waktu dengan tepat
g. Mendapatkan 2. Manajemen jalan napas
pengobatan dini untuk a. Posisikan pasien untuk
infeksi memaksimalkan ventilasi
h. Berpartisipasi dalam b. Lakukan fisioterapi dada
aktivitas sesuai usia c. Intruksikan cara batuk efektif
i. Melaporkan dengan tepat
pengontrolan gejala d. Kelola pemberian
dengan penggunaan obat bronkodilator dengan tepat
yang minimal e. Ajarkan pasien cara
j. Menggunakan inhaler, menggunakan inhaler sesuai
spacer, dan nebulizer resep dan semestinya
dengan tepat f. Kelola pengobatan aerosol
3. Perilaku patuh: sebagaimana mestinya
3. Manajemen Obat
Aktivitas dan
a. Tentukan kemampuan pasien
Pengobatan yang
untuk mengobati diri sendiri
Disarankan
dengan cara yang tepat
a. Minum obat sesuai dosis
b. Monitor pasien mengenai efek
b. Mengikuti tindakan
1 2 3
kehati-hatian terkait Teraupetik obat
obat-obatan c. Monitor efek samping obat
c. Menyimpan obat dengan d. Kaji ulang pasien dan atau
tepat keluarga secara berkala
d. Mengatur isi ulang untuk mengenai jenis dan jumlah
memastikan pasokan obat yang dikonsumsi
yang cukup e. Monitor respon terhadap
e. Memantau tanggal perubahan pengobatan dengan
kadaluarsa obat cara yang tepat
f. Membahas aktivitas f. Pantau kepatuhan mengenai
rekomendasi dengan regimen pengobatan
profesional kesehatan g. Pertimbangkan faktor-faktor
g. Memantau tingkat yang dapat menghalangi
pernapasan pasien untuk mengkonsumsi
h. Melaporkan gejala yang obat yang diresepkan
dialami selama aktivitas h. Buat protokol untuk
kepada profesional penyimpanan, penyimpanan
kesehatan. ulang, dan pemantauan obat
yang tersisa untuk tujuan
pengobatan sendiri
4. Modifikasi perilaku
a. Tentukan motivasi pasien
terhadap perlunya perubahan
waktu
b. Beri umpan balik terkait
dengan perasaan saat pasien
tampak bebas dari gejala-
gejala dan terlihat rileks
c. Tawarkan penguatan positif
dalam pembuatan keputusan
mandiri pasien
1 2 3
d. Kembangkan program
perubahan perilaku
5. Pendidikan Kesehatan
a. Identifikasi faktor internal dan
eksternal yang mampu
menghambat motivasi pasien
untuk berperilaku
Sehat
b. Pertimbangkan riwayat
individu dalam konteks
personal dan riwayat sosial
budaya dari individu, keluarga,
dan masyarakat
c. Tekankan manfaat kesehatan
positif yang dapat diterima
oleh perilaku gaya hidup
positif dibandikan
ketidakpatuhan
d. Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk menolak
perilaku yang tidak sehat atau
berisiko daripada memberikan
saran untuk menghindari atau
mengubah perilaku
e. Libatkan individu, kelarga, dan
kelompok dalam perencanaan
dan rencana implementasi
gaya hidup atau modifikasi
perilaku sehat
Sumber: PPNI, T.P.S.D. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI. PPNI, T.P.S.D. (2018). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.
4. Implementasi keperawatan
dan respons klien terhadap tindakan tersebut (Kozier, Erb, Berman, &
Snyder, 2011).
5. Evaluasi keperawatan
(Manurung, 2011).
DAFTAR PUSTAKA
Akib AAP. 2002. Asma pada Anak. Vol. 4 No. 2. Jakarta: SariPediatri
Aldy OS, Lubis B,. Sianturi P, Azlin E, Tjipta G D. 2009. Dampak Proteksi Air Susu
Ibu Terhadap Infeksi. Medan: Sari Pediatri Vol.11 No.3
Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman
Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan RI ;2009; 5-11
Irawan Y, dan Rukmi RWP. 2011. Perbedaan Faktor Risiko terjadinya Asma Bronkial
pada Pasien dengan Asma Bronkial dan Pasien tanpa Asma Bronkial di Poli
Anak Rawat Jalan RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Lampung pada Oktober –
Desember 2011. Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Price AS, Wilson ML, 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Alih Bahasa: dr. Brahm U. Penerbit. Jakarta: EGC. 177-189
Surjanto E, dan Purnomo J. 2009. Mekanisme Seluler dalam Patogenesis Asma dan Rinitis.
Surakarta: Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
FK UNS
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator. Jakarta. DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta. DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta. DPP PPNI
KONSEP TUMBUH KEMBANG PADA ANAK
A. DEFINISI
2. Tinggi badan
Pada usia 0-6 bulan bayi akan mengalami penambahan tinggi badan
sekitar 2,5 cm setiap bulannya. Pada usia 6-12 bulan akan mengalami
penambahan tinggi badan hanya sekitar 1,25 cm setiap bulannya.pada
akhir tahun pertama akan meningkat kira-kira 50% dari tinggi badan
waktu lahir. Pada masa bermain penambahan selama tahun ke 2 kurang
lebih 12 cm sedangkan penambahan tahun ketiga rata-rata 4-6 cm. Pada
masa pra sekolah, khususnya diakhir usia 4 tahun, terjadi penambahan
rata-rata 2 kali lipat dari tinggi badan waktu lahir dan mengalami
penambahan setiap tahunnya kurang lebih 6-8 cm.
Pada masa sekolah akan mengalami penambahan setiap tahunnya.setelah
usia 6 tahun tinggi badan bertambah rata-rata 5 cm, kemudian pada usia
13 tahun bertambah lagi menjadi rata-rata 3 kali lipat dari tinggi badan
waktu lahir.
3. Lingkar Kepala
Pertumbuhan pada lingkar kepala ini terjadi dengan sangat cepat sekitar 6
bulan pertama, yaitu dari 35 -43 cm. Pada usia-usai selanjutnya
pertumbuhan lingkar kepala mengalami perlambatan. Pada usia 1 tahun
hanya mengalami pertumbuhan kurang lebih 46,5 cm. Pada usia 2 tahun
mengalami pertumbuhan kurang lebih 49 cm, kemudian akan bertambah
1 cm sampai dengan usia tahun ke tiga bertambah lagi kurang lebih 5 cm
sampai dengan usia remaja.
4. Gigi
Pertumbuhan gigi pada masa tumbuh kembang banyak mengalami
perubahan mulai dari pertumbuhan sampai penanggalan. Pertumbuhan
gigi menjadi 2 bagian yaitu bagaian rahang atas dan bagian rahang
bawah. a) Pertumbuhan gigi bagian rahang atas
1. Gigi insisi sentral pada usia 8-12 bulan
2. Gigi insisi lateral pada usia 9-13 bulan
3. Gigi taring atau kakinus paa usia 16-22 bulan
4. Molar pertama anak laki-laki pada usia 13-19 bulan
5. Molar pertama anak perempuan pada usia 14-18 bulan,
sedangkan molar kedua pada usia 25-33 bulan
b) Pertumbuhan gigi bagian rahang
bawah
1. Gigi insisi sentral pada usia 6-1 bulan
2. Gigi insisi lateral pada usia 10-16 bulan
3. Gigi taring atau kakinus paa usia 17-23 bulan
4. Molar pertama anak laki-laki pada usia 14-18 bulan
5. Molar pertama anak perempuan pada usia 23-30-18 bulan
6. molar kedua pada usia 29-31 bulan
5. Organ Penglihatan
Perkembangan organ penglihatan dapat dimuali pada saat lahir. Pada
usia
1 bulan bayi memiliki perkembangan, yaitu adanya kemampuan melihat
untuk mengikuti gerakan dalam rentang 90 derajat, dapat melihat orang
secara terus menerus, dan kelenjar air mata sudah mulai berfungsi. Pada
usia 2-3 bulan memiliki penglihatan perifer hingga 180 derajat. Pada usia
3) Tahap III : Rambut pubis lebih hitam, kasar, kriting dan merata
pada seluruh pubis
d. Perkembangan Bahasa
1) Masa Neonatus (0-28 hari)
Perkembangan bahasa masa neonatus ini dapat ditunjukan
dengan adanya kemampuan bersuara (menangis) dan bereaksi
terhadap suara atau bel.
2) Usia 1-4 bulan
Perkembangan bahasa pada usia ini ditandai dengan adanya
kemampuan bersuara dan tersenyum, mengucapkan huruf
hidup, berceloteh, mengucapkan kata “oh/ah”, tertawa dan
berteriak, mengoceh spontan, serta bereaksi dengan mengoceh.
3) Usia 4-8 bulan
Perkembangan bahasa pada usia ini adalah dapat menirukan
bunyi atau kata-kata, menoleh ke arah suara atau sumber bunyi,
tertawa, menjerit, menggunakan vokalisasi semakin banyak,
serta menggunakan kata yang terdiri atas dua suku kata dan
dapat membuat dua bunyi vokal yang bersamaan seperi “ba-
ba”.
4) Usia 8-12 bulan
Perkembangan bahasa pada usia ini adalah mampu
mengucapkan kata “papa” dan “mama” yang belom spesifik,
mengoceh hingga mengatakannya secara spesifik, serta dapat
mengucapkan satu samapai dua kata.
5) Masa Anak (1-2 tahun)
Perkembangan bahasa masa anak ini adalah dicapainya
kemampuan bahasa pada anak yang mulai ditandai dengan anak
mampu memiliki sepuluh perbendaharaan kata; tingginya
kemampuan meniru, mengenal, dan responsip terhadap orang
lain; mampu menujukan dua gambar; mampu
mengkombinasikan kata-kata; seta mulai mampu menunjukan
lambaian anggota badan.
6) Masa Prasekolah
Perkembangan bahasa diawali dengan adanya kemampuan
menyebutkan hingga empat gambar; menyebutkan satu hingga
dua warna; menyebutkan kegunaan benda; mengitung;
mengartikan dua kata; mengerti empat kata depan; mengerti
beberapa kata sifat dan jenis kata lainnya; menggunakan bunyi
untuk mengidentifikasi objek, orang, dan aktivitas; menirukan
berbagaibuny kata; memahami arti larangan; serta merespons
panggilan orang dan anggota keluarga dekat.
7) Masa Sekolah
Gangguan berbahasa ekspresif, dimana anak mengalami
kesulitan mengekspresikan dirinya dalam berbicara. Anak
tampak sangat ingin berkomunikasi tetapi sangat sulit untuk
menemukan kata- kata yang tepat. Misalnya tidak mampu
mengucapkan kata mobil saat menunjuk mobil yang melintas.
Kata-kata yang sudah terkuasai terlupakan oleh kata-kata yang
baru dikuasai, dan penggunaan struktur bahasa sangat dibawah
tingkat usianya.
8) Masa Remaja
Bersamaan dengan kehidupan dalam masyarakat luas, anak
remaja mengikuti proses belajar disekolah. Sebagaimana
diketahui dilembaga pendidikan, bahasa diberikan rangsangan
yang terarah sesuai dengan kaidah-kaidah yang benar. Proses
pendidikan bukan memperluas dan memperdalam cakrawala
ilmu pengetahuan semata namun juga secara berencana
merekayasa perkembangan sistem budaya, termasuk didalamnya
perilaku berbahasa.
a. Faktor Lingkungan
Lingkungan Prenatal merupakan lingkungan dalam kandungan, mulai dari
konsepsi sampai lahir yang meliputi gizi pada waktu ibu hamil, lingkungan
mekanis, zat kimia atau toksin, dan hormonal.
b. Faktor Herediter(genetik)
Faktor Herediter merupakan faktor yang dapat diturunkan sebagai dasar
dalam mencapai tumbuh kembang anak disamping faktor-faktor lain. Faktor
Herediter merupakan bawaan, jenis kelamin, ras, dan suku bangsa. Faktor
ini dapat ditentukan dengan intensitas kecepatan dalam pembelahan sel
telur, tingkat sensitifitas jaringan terhadap rangsangan, usia pubertas, dan
berhentinya pertumbuhan tulang.
Pertumbuhan dan perkembangan dengan jenis kelamin laki-laki setelah lahir
akan cenderung lebih cepat dibandingkan dengan anak perempuan serta
akan bertahan sampai usia tertentu. Baik anak laki-laki maupun anak
perempuan akan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat ketika mereka
mencapai masa pubertas.
Ras atau suku bangsa memiliki peran dalam mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan, hal ini dapat dilihat pada suku bangsa tertentu yang
memiliki kecenderungan lebih besar seperti orang asia lebih pedek dan kecil
dibandingkan dengan eropa dan yang lainnya.
KONSEP IMUNISASI PADA ANAK
B. TUJUAN IMUNISASI
Tujuan imunisasi yaitu untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada
seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat
(populasi) atau bahkan menghilangkan suatu penyakit tertentu dari dunia.
(Ranuh, 2008, p10)
Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian
dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini, penyakit-
penyakit tersebut adalah difteri, tetanus, batuk rejan (pertusis), campak
(measles), polio dan tuberkulosis. (Notoatmodjo, 2003). Program imunisasi
bertujuan untuk memberikan kekebalan pada bayi agar dapat mencegah
penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang
sering berjangkit.
Secara umun tujuan imunisasi antara lain: (Atikah, 2010, p5)
1. Melalui imunisasi, tubuh tidak mudah terserang penyakit menular
2. Imunisasi sangat efektif mencegah penyakit menular
3. Imunisasi menurunkan angka mordibitas (angka kesakitan) dan
mortalitas
(angka kematian) pada balita
Tujuan khusus antara lain:
1. Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI), yaitu cakupan
imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa
Kelurahan pada tahun 2010.
2. Tercapainya ERAPO (Eradiksi Polio), yaitu tidak adanya virus polio liar di
Indonesia yang dibuktikan dengan tidak ditemukannya virus polio liar pada
tahun 2008.
3. Tercapainya ETN (Eliminasi Tetanus Neonatorum), artinya menurunkan
kasus TN sampai tingkat 1 per 1000 kelahiran hidup dalam 1 tahun pada
tahun 2008.
4. Tercapainya RECAM (Reduksi Campak), artinya angka kesakitan campak
turun pada tahun 2006
D. MANFAAT IMUNISASI
Pemberian imunisasi memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Untuk anak, bermanfaat mencegah penderitaan yang disebabkan
oleh penyakit menular yang sering berjangkit.
2. Untuk keluarga, bermanfaat menghilangkan kecemasanserta
biaya pengobatan jika anak sakit.
b. Imunisasi pasif
Merupakan suatu proses meningkatkan kekebalan tubuh dengan cara
pemberian zat imunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses
infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat
bayi dari ibu melalui plasenta) atau binatang (bisa ular) yang digunakan
untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi.
Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada
orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat
pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis
antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama masa kandungan,
misalnya antibodi terhadap campak.
F. MACAM-MACAM IMUNISASI
1. Imunisasi Bacillus Celmette-Guerin (BCG)
a. Fungsi
Imunisasi BCG berfungsi untuk mencegah penularan Tuberkulosis
(TBC) tuberkulosis disebabkan oleh sekelompok bakteria bernama
Mycobacterium tuberculosis complex. Pada manusia, TBC terutama
menyerang sistem pernafasan (TB paru), meskipun organ tubuh lainnya
juga dapat terserang (penyebaran atau ekstraparu TBC). Menurut
Nufareni (2003), Imunisasi BCG tidak mencegah infeksi TB tetapi
mengurangi risiko TB berat seperti meningitis TB atau TB miliar.
b. Cara pemberian dan dosis
Vaksin BCG merupakan bakteri tuberculosis bacillus yang telah
dilemahkan. Dosis 0,05ml cara pemberiannya melalui suntikan secara
intrakutan di daerah lengan kanan atas. Sebelum disuntikan, vaksin
BCG harus dilarutkan terlebih dahulu. Diberikan pada umur sebelum 3
bulan. Namun untuk mencapai cakupan yang lebih luas, Departemen
Kesehatan Menganjurkan pemberian BCG pada umur antara 0-12
bulan.
c. Kontra indikasi
Imunisasi BCG tidak boleh diberikan pada
kondisi:
1)Seorang anak menderita penyakit kulit yang berat atau
menahun, seperti eksim, furunkulosis, dan sebagainya.
2)Imunisasi tidak boleh diberikan pada orang atau anak yang
sedang menderita TBC
d. Efek samping
Setelah diberikan imunisasi BCG, reaksi yang timbul tidak seperti pada
imunisasi dengan vaksin lain. Imunisasi BCG tidak menyebabkan
demam. Setelah 1-2 minggu diberikan imunisasi, akan timbul indurasi
dan kemerahan ditempat suntikan yang berubah menjadi pastula,
kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan khusus,
karena luka ini akan sembuh dengen sendirinya secara spontan. Kadang
terjadi pembesaran kelenjar regional diketiak atau leher. Pembesaran
kelenjar ini terasa padat, namun tidak menimbulkan demam.
2. Hepatitis B
a. Fungsi
Imunisasi hepatitis B, ditujukan untuk memberi tubuh berkenalan
terhadap penyakit hepatitis B, disebakan oleh virus yang telah
mempengaruhi organ liver (hati). Diberikan segera setelah lahir,
mengingat vaksinasi hepatitis B merupakan upaya pencegahan yang
sangat efektif untuk memutuskan rantai penularan melalui transmisi
maternal dari ibu pada bayinya.
b. Cara pemberian dan dosis
Imunisasi diberikan tiga kali pada umur 0-11 bulan melalui injeksi
intramuskular dengan dosis 0,5 ml. Kandungan vaksin adalah HbsAg
dalam bentuk cair. Terdapat vaksin Prefill Injection Device (B-PID)
yang diberikan sesaat setelah lahir, dapat diberikan pada usia 0-7 hari.
Vaksin B-PID disuntikan dengan 1 buah HB PID. Vaksin ini,
menggunakan Profilled Injection Device (PID), merupakan jenis alat
suntik yang hanya diberikan pada bayi. Vaksin juga diberikan pada
anak usia 12 tahun yang dimasa kecilnya belum diberi vaksin hepatitis
B. Selain itu orang –orang yang berada dalam rentan risiko hepatitis B
sebaiknya juga diberi vaksin ini.
c. Kontra indikasi
Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin-
vaksin lain, vaksin ini tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi
berat yang disertai kejang
d. Efek samping
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan disekitar
tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya
hilang setelah 2 hari.
3. DPT (Dhifteri Pertusis Tetanus)
a. Fungsi
Imunisasi DPT bertujuan untuk mencegah 3 penyakit sekaligus, yaitu
difteri, pertusis, tetanus.
Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Corynebacterium diphtheria. Difteri bersifat ganas, mudah menular dan
menyerang terutama saluran napas bagian atas. Penularannya bisa
karena kontak langsung dengan penderita melalui bersin atau batuk atau
kontak tidak langsung karena adanya makanan yang terkontaminasi
bakteri difteri. Penderita akan mengalami beberapa gejala seperti
demam lebih kurang 380 C, mual, muntah, sakit waktu menelan dan
terdapat pseudomembran putih keabu-abuan di faring, laring dan tonsil.
Pertusis, merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman
Bordetella Perussis. Kuman ini mengeluarkan toksin yang
menyebabkan ambang rangsang batuk menjadi rendah sehingga bila
terjadi sedikit saja rangsangan akan terjadi batuk yang hebat dan
lama, batuk terjadi beruntun dan pada akhir batuk menarik napas
panjang terdengar suara “hup” (whoop) yang khas, biasanya
disertai muntah. Batuk bias mencapai 1-3 bulan, oleh karena itu
pertusis disebut juga “batuk seratus hari”. Penularan penyakit ini dapat
melalui droplet penderita.
Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman
Clostridium tetani. Kuman ini bersifat anaerob, sehingga dapat
hidup pada lingkungan yang tidak terdapat zat asam (oksigen). Tetanus
dapat menyerang bayi, anak-anak bahkan orang dewasa. Pada bayi
penularan disebabkan karena pemotongan tali puat tanpa alat yang steril
atau dengan cara tradisional dimana alat pemotong dibubuhi ramuan
tradisional yang terkontaminasi spora kuman tetanus. Penderita akan
mengalami kejang-kejang baik pada tubuh maupun otot mulut sehingga
mulut tidak bisa dibuka, pada bayi air susu ibu tidak bisa masuk,
selanjutnya penderita mengalami kesulitan menelan dan kekakuan pada
leher dan tubuh.
b. Cara pemberian dan dosis
Cara pemberian imunisasi DPT adalah melalui injeksi intramuskular.
Suntikan diberika pada paha tengah luar atau subkutan dalam dengan
dosis 0,5 cc. Diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan ( DPT tidak boleh
diberikan sebelum umur 6 minggu ) dengan interval 4-8 minggu.
c. Efek samping
Pemberian imunisasi DPT memberikan efek samping ringan dan berat,
efek ringan seperti terjadi pembengkakan dan nyeri pada tempat
penyuntikan dan demam, sedangkan efek berat bayi menangis hebat
kerana kesakitan selama kurang lebih empat jam, kesadaran menurun,
terjadi kejang, ensefalopati, dan syok.
4. Polio
a. Fungsi
Merupakan imunisasi yang bertujuan mencegah penyakit poliomyelitis.
Pemberian vaksin polio dapat dikombinasikan dengan vaksin DPT.
Terdapat 2 macam vaksin polio:
1) Inactivated Polio Vaccine (IPV = Vaksin Salk), mengandung virus
polio yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan.
2) Oral Polio Vaccine (OPV = Vaksin Sabin), mengandung vaksin
hidup yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau
cairan.
Poliomielitis adalah penyakit pada susunan syaraf pusat yang
disebabkan oleh satu dari tiga virus yang berhubungan, yaitu virus
polio tipe 1, 2, atau 3. Struktur virus ini sangat sederhana, hanya terdiri
dari RNA genom dalam sebuah caspid tanpa pembungkus. Ada 3
macam serotipe pada virus ini, tipe 1 (PV1), tipe 2 (PV2), dan tipe 3
(PV3), ketiganya sama-sama bisa menginfeksi tubuh dengan gejala
yang sama. Polio menyebabkan demam, muntah-muntah, dan kakuatan
otot dan dapat menyerang syaraf-syaraf, mengakibatkan kelumpuhan
permanen.
b. Cara pemberian dan dosis
Imunisasi dasar polio diberiakn 4 kali (polio I, II, III dan IV) dengan
interval tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi ulangan diberikan 1
tahun setelah imunisasi polio IV, kemudian pada saat masuk SD (5-6
tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12 tahun). Di Indonesia
umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan sebanyak 2
tetes (0,1 ml) langsung kemulut anak.
c. Kontra indikasi
Pemberian imunisasi polio tidak boleh dilakukan pada orang yang
menderita defisiensi imunitas. Tidak ada efek yang berbahaya yang
timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit. Namun,
jika ada keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulang
dapat diberikan setelah sembuh.
e. Efek samping
Pada umunya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa
paralisis yang disebabkan oleh vaksin jarang terjadi.
5. Campak
a. Fungsi
Imunisai campak ditujukan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap
penyakit campak. Campak, measles atau rubelal adalah penyakit virus
akut yang disebabkan oleh virus campak.
b. Gejala klinis
Gejala klinik terjadi setelah masa tunas 10-12 hari, terdiri dari tiga
stadium:
a) Stadium prodromal, berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan demam
yang diikuti dengan batuk, pilek, farings merah, nyeri menelan,
stomatitis, dan konjungtivitis. Tanda patognomonik timbulnya
enantema mukosa pipi di depan molar tiga disebut bercak koplik.
b) Stadium erupsi, ditandai dengan timbulnya ruam mukulo-papular
yang bertahan selama 5-6 hari. Timbulnya ruam dimulai
dari batas rambut kebelakang telinga, kemudian menyebar ke wajah,
leher, dan akhirnya ke ekstremitas.
c) Stadium penyembuhan (konvalesens), setelah tiga hari ruam
berangsur-angsur menghilang sesuai urutan timbulnya. Ruam kulit
menjadi kehitaman dan mengelupas yang akan menghilang setelah
1-2 minggu.
c. Cara pemberian dan dosis
SELANG
PEMBERIANIMU
VAKSIN WAKTU UMUR KETERANGAN
NISASI
PEMBERIAN
Dari tabel diatas, bahwa pemberian imunisasi pada bayi usia 0-11 bulan
diberikan dengan selang waktu pemberian 4 minggu dengan variasi
pemberian vaksin yang disesuaikan dengan kebutuhan bayi dan tentunya
sesuai dengan tingkat usia bayi yang akan diberikan imunisasi.
KONSEP HOSPITALISASI PADA ANAK
A. PENGERTIAN HOSPITALISASI
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan
dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk
beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga
kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun
orang tua dan keluarga (Wong, 2000).
Hospitalisasi yaitu suatu proses karena suatu alasan darurat atau
berencana mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi
dan perawatan sampai pemulangan kembali kerumah. Selama proses tersebut
bukan saja anak tetapi orang tua juga mengalami kebiasaan yang asing,
lingkungannya yang asing, orang tua yang kurang mendapat dukungan emosi
akan menunjukkan rasa cemas. Rasa cemas pada orang tua akan membuat stress
anak meningkat. Dengan demikian asuhan keperawatan tidak hanya terfokus
pada anak terapi juga pada orang tuanya.
6) Karakteristik social
a) Solitary play
b) Dilakukan oleh balita (todler) atau pre school
c) Bermain dalam kelompok, permainan sejenis, tak ada interaksi, tak
tergantung.
d) Bermain dalam kelompok, aktivitas sama, tetapi belum
terorganisasi dengan baik
e) Belum ada pembagian tugas, bermain dengan keinginannya
f) School age / adolescent
g) Permainan terorganisasi terencana, ada aturan-aturan tertentu b.
Faktor-faktor yang mempengaruhi bermain
a) Tahap perkembangan anak
b) Status kesehatan
c) Jenis kelamin
d) Alat permainan
A. DEFINISI
Bemain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk
memperoleh kesenangan/kepuasan. Bermain merupakan cerminan
kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social, dan bermain merupakan
media yang baik untuk belajar karena dengan bermain, anak-anak akan
berkata-kata(berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan,
melakukan apa yang dapat dilakukan, mengenal waktu, jarak serta suara
(Wong,2000).
Bermain merupakan aspek penting dalam kehidupan anak serta
merupakan satu cara yang paling efektif untuk menurunkan stress pada anak,
dan penting untuk kesejahteraan mental dan emosional anak. (Champbell
dan Glaser,1995).
C. TUJUAN BERMAIN
Melalui fungsi yang terurai diatasnya, pada prinsipnya bermain
mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Untuk melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal pada saat
sakit anak mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
Walaupun demikian, selama anak dirawat di rumah sakit, kegiatan stimulasi
pertumbuhan dan perkembangan masih harus tetap dilanjutkan untuk
menjaga kesinambungannya.
2. Mengekspresikan perasaan, keiginan, dan fantasi serta ide-idenya. Seperti
yang telah di uraikan diatas pada saat sakit dan dirawat di rumah sakit, anak
mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan. Pada anak
yang belum dapat mengekspresikannya.
3. Mengembangkan kreatifitas dan kemampuan memecahkan masalah.
Permainan akan menstimulasi daya piker, imajinasi, fantasinya untuk
menciptakan sesuatu seperti yang ada dalam pikirannya. Pada saat
melakukan permainan, anak juga akan dihadapkan pada masalah dalam
konteks permainannya, semakin lama ia bermain dan semakin tertantang
untuk dapat menyelesaikannya dengan baik.
4. Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stress karena sakit dan dirawat di
rumah sakit. Stress yang dialami anak dirawat di rumah sakit tidak dapat
dihindarkan sebagaimana juga yang dialami orang tua. Untuk itu yang
penting adalah bagaimana menyiapkan anak dan orang tua untuk dapat
beradaptasi dengan stressor yang dialaminya di rumah sakit secara efektif.
Permainan adalah media yang efektif untuk beradaptasi karena telah terbukti
dapat menurunkan rasa cemas, takut, nyeri dan marah.
D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKTIVITAS BERMAIN
Ada 5 faktor yang mempengaruhi aktivitas bermain pada anak yaitu tahap
pertumbuhan dan perkembangan anak, status kesehatan anak, jenis kelamin
anak, lingkungan yang mendukung, serta alat dan jenis permainan yang cocok
atau sesuai bagi anak.
1. Tahap perkembangan anak
Aktivitas bermain yang tepat dilakukan anak, yaitu sesuai dengan tahapan
pertumbuhan dan perkembangan anak. Tentunya permainan anak usia bayi
tidak lagi efektif untuk pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah.
Permainan adalah stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak. Dengan
demikian, orang tua dan perawat harus mengetahui dan memberikan jenis
permainan yang tepat untuk setiap tahapan pertumbuhan dan perkembangan
anak.
2. Status kesehatan anak
Untuk melakukan aktivitas bermain diperlukan energy. Walaupun demikian,
bukan berarti anak tidak perlu bermain pada saat sedang sakit. Kebutuhan
bermain pada anak sama halnya dengan kebutuhan bekerja pada orang
dewasa. Yang terpenting pada saat kondisi anak sedang menurun atau anak
terkena sakit bahkan dirawat di rumah sakit orang tua dan perawat harus jeli
memilihkan permainan yang dapat dilakukan anak sesuai dengan prinsip
bermain pada anak yang sedang di rawat di rumah sakit.
3. Jenis kelamin anak
Ada beberapa pandangan tentang konsep gender dlm kaitannya dengan
permainan anak. Dalam melaksanakan aktivitas bermain tidak membedakan
jenis kelamin laki-laki atau perempuan.untuk mengembangkan daya piker,
imajinatif, kreativitas, dan kemampuan social anak. Akan tetapi ada
pendapat lain yang meyakini bahwa permainan adalah salah satu untuk
membantu anak mengenal identitas diri sehingga sebagian alat permainan
anak perempuan tidak dianjurkan untuk digunakan oleh anak laki-laki.
4. Lingkungan yang mendukung
Terselenggaranya aktivitas bermain yang baik untuk perkembangan anak
salah satunya dipengaruhi oleh nilai moral, budaya dan lingkungan fisik
rumah. Lingkungan rumah yang cukup luas untuk bermain memungkinkan
anak mempunyai cukup ruang gerak untuk bermain,
berjalan, mondar-mandir, berlari, melompat, dan bermain dengan teman
sekelompoknya.
5. Alat dan jenis permainan yang cocok
Orang tua harus bijaksana dalam memberikan alat permainan untuk anak.
Label yang tertera pada permainan harus di baca terlebih dahulu sebelum
membelinya, apakah mainan tersebut sesuai dengan usia anak. Alat
permainan tidak selalu harus yang dibeli di took atau mainan jadi, tetapi
lebih diutamakan yang dapat menstimulasi imajinasi dan kreativitas anak,
bahkan sering kali disekitar kehidupan anak , akan lebih merangsang anak
untuk kreatif. Alat permainan yang harus didorong, ditarik, dan
dimanipulasi, akan mengajarkan anak untuk dapat mengembangkan
kemampuan koordinasi alat gerak. Permainan membantu anak untuk
meningkatkan kemampuan dalam mengenal norma dan aturan serta interkasi
social dengan orang lain.
E. KLASIFIKASI BERMAIN
1. Berdasarkan isi
permainan a) Social
affective play
Inti permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang
menyenangkan antara anak dan orang lain. Misalnya, bayi akan
mendapatkan kesenagan dan kepuasan dari hubungan yang
menyenangkan dengan orang tuanya dan/atau orang lain.permainan
yang biasa dilakukan adalah “ciluk ba” berbicara sambil
tersenyum/tertawa, atau sekedar memberikan tangan pada bayi dan
menggenggamnya tetapi dengan diiringi berbicara sambil tersenyum dan
tertawa.
b) Sense of pleasure play
Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang
pada anak dan biasanya mengasyikan. Misalnya, dengan menggunakan
pasir, anak akan membuat gunung-gunung atau benda-benda apasaja
yang dapat dibentuknya dengan pasir. Bias juga dengan menggunakan
air anak akan melakukan macam-macam permainan, misalnya
memindahkan air ke botol, bak atau tempat lain. Ciri khas permainan ini
adalah anak akan semakin lama semakin asyik bersentuhan dengan alat
permainan ini dan dengan permainan yang dilakukan sehingga susah
dihentikkan.
c) Skill play
Sesuai dengan sebutannya, permainan ini akan meningkatkan
ketrampilan anak, khususnya motorik kasar dan halus. Misalkan bayi
akan trampil memegang benda-benda kecil, memindahkan benda dari
tempat yang satu ke tempat yang lain, dan anak trampil naik sepeda.
d) Games atau permainan
Games atau permainan adalah jenis permainan yang menggunakan alat
tertentu yang menggunakan perhitungan dan/skor. Permainan ini bias
dilakukan oleh anak sendiri dan/ atau temannya. Banyak sekali jenis
permainan ini mulai dari yang sifatnya tradisional maupun yang modern.
Misalnya : ular tangga, congkla, puzzle,dll.
e) Unoccupied behavior
Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar-mandir, tersenyum,
tertawa, jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja atau apa
saja yang ada disekelilingnya. Jadi, sebenarnya anak tidak memainkan
alat permainan tertentu, dan situasi atau objek yang ada disekelilingnya
yang digunakannnya sebagai alat permainan. Anak tampak senang,
gembira dan asyik dengan situasi serta lingkungannya tersebut.
f) Dramatic play
Sesuai dengan sebutannya pada permainan ini anak memainkan peran
sebagai orang lain melalui permainan. Anak berceloteh sambil
berpakaian meniru orang dewasa, misalnya ibu guru, ibunya, ayahnya,
kakanya, dan sebagainya yang ia tiru.
2. Berdasarkan karakter
soaial a) Onlooker play
Pada jenis permainan ini anak hanya mengamati temannya yang sedang
bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam permainan,
jadi, anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses pengamatan terhadap
permainan yang sedang dilakukan temanya.
b) Solitary play
Pada permainan ini, anak tampak berada dalam kelompok permainan
tetapi anak bermain sendiri dengan alat permainan yang
dimilikinya, dan alat permainan tersebut berbeda dengan alat permainan
yang digunakan temannya, tidak ada kerja sama, atau komunikasi
dengan teman sepermainan.
c) Parallel play
Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat permainan yang sama,
tetapi antara satu anak dengan anak yang lain tidak terjadi kontak satu
sama lain sehingga antara anak yang satu dengan anak yang lain tidak
ada sosialisasi satu sama lain. Biasanya permainan ini dilakukan oleh
anak usia toddler.
d) Assosiatif play
Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan
anak yang lain, tetapi tidak terorganisasi tidak ada pemimpin atau yang
memimpin permainan, dan tujuan permainan tidak jelas. Contoh bermain
boneka, bermain hujan-hujanan, bermain masak-masakan.
e) Cooperative play
Aturan permainan dlam kelompok tampak lebih jelas pada permainan
jenis ini, juga tujuan dan pemimpin permainan. Anak yang memimpin
permainan mengatur dan mengarahkan anggotanya,untuk bertindak
dalam permainan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam
permainan tersebut. Misalnya, pada permainan sepak bola.
3. Berdasarkan kelompok usia anak
a) Anak usia bayi
Bayi usia 0-3 bulan.seperti yang disinggung pada uraian sebelumnya
karakteristik khas permainan bagi usia bayi adalah adanya interaksi
social yang menyenangkan antara bayi dan orang tua dan atau orang
dewasa sekitarnya. Selain itu, perasaan senang juga menjadi cirri khas
dan permainan untuk bayi usia ini. Alat permainan yang biasa digunakan
misalnya mainan gantung yang berwarna terang dan bunyi music yang
menarik.
Bayi usia 4-6 bulan. Untuk menstimulasi penglihatan dapat dilakukan
permainan seperti mengajak bayi menonton TV, member mainan yang
mudah dipeganggnya dan berwarna terang, serrta dapat pula dengan cara
member cermin dan meletakkan bayi di depannya sehingga
memungkinkan bayi dapat melihat bayangan di cermin.stimulasi
pendengaran dapat dilakukan dengan cara selalu membiasakan
memanggil namaya. Untuk stimulasi taktil berikan mainan yang dapat
digenggamnya lembut dan lentur, atau pada saat memandikan biar bayi
bermain air di dalam bak mandi.
Bayi usia 7-9 bulan. Untuk stimulasi penglihatan dapat dilakukan
dengan memberikan mainan yang berwarna terang atau berikan
kepadanya kertas dan alat tulis biarkan ia mencoret-coret sesuai
keinginannya.
b) Anak usia toddler(>1 tahun-3tahun)
Anak usia toddler kegiatan belajar menunjukan karakteristik yang khas
yaitu banyak bergerak, tidak bias diam, dan mulai mengembangkan
otonomi dan kemampuannya untuk dapat mandiri.jenis permainan yang
tepat dipilih untuk anak usia toddler adalah solitary play dan parallel
play.
c) Anak usia pra sekolah (>3 tahun-6 tahun)
Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangannya, anak usia
prasekolah mempunyai kemampuan motorik kasar dan halus yang lebih
matang daripada anak usia toddler.anak sudah lebih aktif, kreatif dan
imajinatif. Demikian juga kemampuan berbicara dan berhubungan
social dengan temannya semakin meningkat. Oleh karena itu jenis
permainan yang sesuai adalah associative play, dramatic play, dan skill
play.
d) Anak usia sekolah (6-12tahun)
Karakteristik permainan untuk anak usia sekolah dibedakan menurut
jenis kelaminnya. Anak laki-laki tepat jika diberikan mainan jenis
mekanik yang akan menstimulasi kemampuan kreativitasnya dalam
berkreasi sebagai seorang laki-laki misalnya mobil-mobilan. Ank
perempuan lebih tepat diberikan permainan yang dapt menstimulasi
untuk mengembangkan perasaan, pikiran, dan sikapnya dalam
menjalankan peran sebagai seorang perempuan, misalnya alat untuk
memasak dan boneka.
e) Anak usia remaja (13-18 tahun)
Melihat karakteristik ank remaja demikian, mereka perlu mengisi
kegiatan yang konstruktif, misalnya dengan melakukan permainan
berbagai macam olahraga, mendengar, dan atau bermain
music serta melakukan kegiatan organisasi remaja yang positif serta
kelompok basket, sepak bola, karang taruna dan lain-lain.prinsipnya,
kegiatan bermain bagi anak remaja tidak hanya sekedar mencari
kesenagan dan meningkatkan perkembangan fisiemosional, tetapi juga
lebih kearah menyalurkan minat. Bakat, aspirasi, serta membantu remaja
untuk menemukan identitas pribadinya. Untuk itu alat permainan yang
tepat bias berupa berbagai macam alat olahraga, alat music, dan alat
gambar atau lukis.
FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN ANAK
I. DATA UMUM
Nama : An. E
:
Ruang Tintin 3
No. Register : 1802290
Umur : 5 Tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : WNI
Bahasa : -
Nama Orangtua : Tn. Saptono
Alamat : Plumpung Rejo – Karangtengah – Kandangan – Kediri
Pekerjaan : Swasta
Penanggung jawab : Tn. Saptono
Pendidikan Terakhir : SMA
Golongan Darah : O
Tanggal MRS : 07-09-2020
Tanggal Pengkajian : 10-09-2020
Diagnosa Medis : Asma Bronkial
Keluhan Utama :
Ibu pasien mengatakan anaknya tanggal 7 September pagi hari mengalami batuk dan sesak,
kemudian diperiksakan ke dokter puskesmas kemudian ampai dengan malam hari sekira
pukul 18.30 batuk dan sesak tidak kunjung reda, akhirnya oleh keluarga di bawa ke RS.
Amelia Pare sekira pukul 19.30 WIB.
Ibu pasien memberikan minum air hangat dan dadanya digosok minyak kayu putih.
- I n f u s RL (14 tts/menit)
- ceftriaxon 2x700 mg
- Dexametason 3x½ ampul
- Nebulizer dengan Pulmicort 2x 15 menit/hari
- Salbutamol syrup 3x1 cc/hari
Pasien pernah di rawat di Rs.Amelia dengan penyakit ISK pada tahun 2019
Keluarga tidak mempunyai penyakit keturunan, tidak mempunyai riwayat alergi makanan
dalam satu keluarga, tidak ada yang mempunyai penyakit yang menular.
Genogram:
KETERANGAN:
= Keluarga binaan
= Laki - laki
3. Tindakan operasi
4. Riwayat alergi
Anak tidak memiliki riwayat alergi obat , selama ini anak Cuma mengkonsumsi ASI
dan MP ASI ( Bubur bayi )
5. Kecelakaan
1. Pengasuh
Anak diasuh oleh orang tuanya sendiri mulai dari lahir sampai saat ini
Status anak dalam keluarga adalah anak kandung yang nomer 2, serta hubungan
anak dengan anggota keluarga yang lain sangat baik, diterima oleh semua anggota
keluarga
Rumah yang ditempati adalah milik pribadi, keadaan rumah baik, lingkungan
disekitar rumah bersih , sanitasi air dan limbah baik,terdapat Wc dan kamar mandi
yang terpisah
Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi
Berpakaian
Eleminasi
Mobilisasi di tempat tidur
Pindah
Ambulasi
Naik tangga
Makan dan minum
Gosok gigi
5. Pola Eliminasi
Eliminasi Uri
Jumlah 70 cc 50 cc
Eliminasi Alvi
Tidak terkaji
Tidak terkaji
Tidak terkaji
Pasien nampak ketakutan ketika melihat perawat, pasien nampak selalu bersama orang
tuanya khususnya ibu
11. Pola aktivitas bermain
Pasien biasanya bermain mobil – mobilan kadang juga bermain bola dan apapun benda
yang ditemui selalu dibuat mainan,waktu bermain tidak menentu
12. Pola Nilai dan Kepercayaan
Praktik Ibadah - -
Pengetahuan tentang - -
Praktik Ibadah selama sakit
VI. PEMERIKSAAN FISIK (DATA OBYEKTIF)
2. Pemeriksaan Fisik ( B1 – B6 )
1) B1 (Breathing)
2) B2 (Bleeding)
3) B3 (Brain)
5) B5 (Bowel)
Penurunan nutrisi yang berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang karena
kelemahan fisik umum
6) B6 (Bone)
Tidak ada kelainan pada sistem integumen dan muskulokeletas, kekuatan otot normal,
warna kulit kemerahan, teraba hangat
5 5
5 5
3. Pemeriksaan Diagnostik
1) Laboratorium
Tanggal 07-09-2020
- Lekosit : 19410
- Hb : 12,9gr/dl
- Hematokrit :36,1 %
- Trombosit : 334.000 sel/lp
2) Radiologi
2. Parenteral
- infus RL 14 tts
- Dexametason 3 x ½ ampul
- ceftriaxon2 x 700 mg
3. Lain - lain
Di lakukan nebulizer 3x15 mnit
ANALISA DATA
2 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
.
IMPLEMENTASI