Anda di halaman 1dari 91

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA BRONKIAL

(Praktek Profesi Ners Kelas Alih Jenjang Angkatan X)

Oleh:
DWI RORI FAJAROTIN
NIM. 202006126

PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN


STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi tugas praktek klinik Ners diruang
Anak RS Amelia Pare Kediri Oleh Mahasiswa Profesi Ners Karya Husada.
Nama : DWI RORI FAJAROTIN
NIM : 202006105
Prodi : S1 Profesi Ners
Laporan ini telah disetujui Oleh CI ruangan dan pembimbing akademik.

Mahasiswa

(Dwi Rori Fajarotin)

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

(Rahayuning Sukowati, S.Kep.Ners.) (Dhina Widayati, S.Kep.Ns.,M.Kep.)


ASMA BRONKIAL

A. Konsep Dasar Asma

1. Pengertian Asma

Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami

penyempitan karena hiperaktivitas pada rangsangan tertentu, yang

mengakibatkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara (Wahid &

Suprapto, 2013). Asma merupakan penyakit jalan napas obstruktif

intermitten, bersifat reversibel dimana trakea dan bronchi berespon secara

hiperaktif terhadap stimuli tertentu serta mengalami peradangan atau

inflamasi (Padila, 2013)

Menurut Murphy dan Kelly (2011) Asma merupakan penyakit

obstruksi jalan nafas, yang revelsibel dan kronis, dengan karakteristik

adanya mengi. Asma disebabkan oleh spasma saluran bronkial atau

pembengkakan mukosa setelah terpajam berbagai stimulus. Prevelensi,

morbiditas dan martalitas asma meningkat akibat dari peningkatan polusi

udara.

Jadi asma atau reactive air way disease (RAD) adalah penyakit

obstruksi pada jalan napas yang bersifat reversible kronis yang ditandai

dengan bronchopasme dengan karakteristik adanya mengi dimana trakea

dan bronchi berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu serta

mengalami peradangan atau inflamasi.


2. Etiologi Asma

Obstruksi jalan napas pada asma disebabkan oleh:

a. Kontraksi otot sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan napas.

b. Pembengkakan membrane bronkus

c. Bronkus berisi mucus yang kental

d. Genetik

Diturunkannya bakat alergi dari keluarga dekat, akibat adanya bakat alergi
ini penderita sangat mudah terkena asma apabila dia terpapar dengan
faktor pencetus.
e. Alergen
Merupakan suatu bahan penyebab alergi. Dimana ini dibagi menjadi

tiga, yaitu:

1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu

binatang, serbuk bunga, bakteri, dan polusi.

2) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan dan obat-obatan

tertentu seperti penisilin, salisilat, beta blocker, kodein, dan

sebagainya.

3) Kontaktan, seperti perhiasan, logam, jam tangan, dan aksesoris

lainnya yang masuk melalui kontak dengan kulit.

f. Infeksi saluran pernapasan

Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus

Influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering


menimbulkan asma bronkhial, diperkirakan dua pertiga penderita asma

dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran pernapasan

(Nurarif & Kusuma, 2015)

g. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa yang dingin sering mempengaruhi asma,

perubahan cuaca menjadi pemicu serangan asma.

h. Lingkungan kerja

Lingkungan kerja merupakan faktor pencetus yang menyumbang 2-

15% klien asma. Misalnya orang yang bekerja di pabrik kayu, polisi lalu

lintas, penyapu jalanan.

i. Olahraga

Sebagian besar penderita asma akan mendapatkan serangan asma

bila sedang bekerja dengan berat/aktivitas berat. Lari cepat paling mudah

menimbulkan asma

j. Stress

Gangguan emosi dapat menjadi pencetus terjadinya serangan asma,

selain itu juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada.

Disamping gejala asma harus segera diobati penderita asma yang

mengalami stres harus diberi nasehat untuk menyelesaikan masalahnya.

(Wahid & Suprapto, 2013).

3. Patofisiologi Asma

Patofisiologi dari asma yaitu adanya faktor pencetus seperti debu,

asap rokok, bulu binatang, hawa dingin terpapar pada penderita. Benda-

benda tersebut setelah terpapar ternyata tidak dikenali oleh sistem di tubuh

penderita sehingga dianggap sebagai benda asing (antigen). Anggapan itu


kemudian memicu dikeluarkannya antibody yang berperan sebagai respon

reaksi hipersensitif seperti neutropil, basophil, dan immunoglobulin E.

masuknya antigen pada tubuh yang memicu reaksi antigen akan

menimbulkan reaksi antigen-antibodi yang membentuk ikatan seperti key

and lock (gembok dan kunci).

Ikatan antigen dan antibody akan merangsang peningkatan

pengeluaran mediator kimiawi seperti histamine, neutrophil chemotactic

show acting, epinefrin, norepinefrin, dan prostagandin. Peningkatan

mediator kimia tersebut akan merangsang peningkatan permiabilitas

kapiler, pembengkakan pada mukosa saluran pernafasan (terutama

bronkus). Pembengkakan yang hampir merata pada semua bagian pada

semua bagian bronkus akan menyebabkan penyempitan bronkus

(bronkokontrikis) dan sesak nafas.

Penyempitan bronkus akan menurunkan jumlah oksigen luar yang

masuk saat inspirasi sehingga menurunkan ogsigen yang dari darah.

kondisi ini akan berakibat pada penurunan oksigen jaringan sehingga

penderita pucat dan lemah.

Pembengkakan mukosa bronkus juga akan meningkatkan sekres

mucus dan meningkatkan pergerakan sillia pada mukosa. Penderita jadi

sering batuk dengan produksi mucus yang cukup banyak (Harwina Widya

Astuti 2010).

sensitif oleh Ig E
4. Pathway
Peningkatan mast
Ekstinsik (inhaled alergi) cell
pada
trakheobronkhial
Bronchial mukosa menjadi
Stimulasi reflek Pelepasan histamin terjadi
reseptor syarat stimulasi pada bronkial smooth Intrinsik (infeksi,
parasimpatis pada sehingga terjadi kontraksi psikososial, stress)
mukosa bronkhial bronkus
Penurunan stimuli
reseptor terhadap iritan
Peningkatan permiabilitas pada trakheobronkhial
vaskuler akibat kebocoran protein
dan cairan dalam jaringan
Hiperaktif non spesifik stimuli
penggerak dari cell mast

Perangsang reflek
reseptor tracheobronkhial

Stimuli bronchial
smooth dan kontraksi
otot bronkhiolus

Perubahan jaringan, peningkatan Ig E dalam serum

Respon dinding bronkus

bronkospasme Udema mukosa Hipersekresi mukosa

wheezing Bronkus menyempit Penumpukan sekret


kental

Ketidakefektifan Ventilasi terganggu


pola napas Sekret tidak keluar
hipoksemia Intoleransi
aktivitas
Bernapas Batuk tidak
gelisah melalui mulut efektif
Gangguan
pertukaran
Keringnya
gas
mukosa Bersihan
Gangguan cemas jalan napas
pola tidur tidak efekti
Resiko
infeksi

Sumber :Somantri (2008), Muttaqin (2008), Sundaru H (2002)


4. Manifestasi Klinis Asma

Menurut (Padila, 2013) adapun manifestasi klinis yang dapat

ditemui pada pasien asma diantaranya ialah: a. Stadium Dini

Faktor hipersekresi yang lebih menonjol

1) Batuk berdahak disertai atau tidak dengan pilek

2) Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang

timbul

3) Wheezing belum ada

4) Belum ada kelainan bentuk thorak

5) Ada peningkatan eosinofil darah dan IgE

6) BGA belum patologis

a. Stadium akut

1) Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum

2) Wheezing

3) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi

4) Penurunan tekanan parsial o2

b. Stadium lanjut/kronik

1) Batuk, ronchi

2) Sesak napas berat dan dada seolah-olah tertekan

3) Dahak lengket dan sulit dikeluarkan

4) Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)

5) Thorak seperti barel chest

6) Tampak tarikan otot stenorkleidomastoideus

7) Sianosis
8) BGA Pa O2 kurang dari 80%
9) Terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kiri dan kanan pada

Ro paru

10) Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik

5. Pemeriksaan Diagnostik Asma

a. Pemeriksaan laboratorium

1) Pemeriksaan Sputum

a) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dan

kristal eosinopil.

b) Spiral curshman, yakni merupakan castcell (sel cetakan) dari

cabang bronkus.

c) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus

d) Netrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum, umumnya

bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat

muscus plug.

2) Pemeriksaan darah

a) Analisa Gas Darah pada umumnya normal akan tetapi dapat

terjadi hipoksemia, hipercapnia, atau sianosis.

b) Kadang pada darah terdapat peningkatan SGOT dan LDH


3
c) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang diatas 15.000/mm

yang menandakan adanya infeksi.

d) Pemeriksaan alergi menunjukkan peningkatan IgE pada waktu

serangan dan menurun pada saat bebas serangan asma.


b. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang pada pasien asma dapat dilakukan

berdasarkan manifestasi klinis yang terlihat, riwayat, pemeriksaan fisik,

dan tes laboratorium (Sujono riyadi & Sukarmin, 2009). Adapun

pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah:

1) Tes Fungsi Paru

Menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara tepat

diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan

bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum atau

sesudah pemberian aerosol bronkodilator (inhaler atau nebulizer),

peningkatan FEV1 atau FCV sebanyak lebih dari 20% menunjukkan

diagnosis asma. Dalam spirometry akan mendeteksi:

a) Penurunan forced expiratory volume (FEV)

b) Penurunan paek expiratory flow rate (PEFR)

c) Kehilangan forced vital capacity (FVC)

d) Kehilangan inspiratory capacity (IC)

Pada waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflamasi

paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga

intercostalis, serta diagfragma yang menurun. Pada penderita dengan

komplikasi terdapat gambaran sebagai berikut:

a) Bila disertai dengan bronchitis, maka bercak-bercak di hilus

akan bertambah
b) Bila ada empisema (COPD), gambaran radiolusen semakin

bertambah

c) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrase

paru.

d) Dapat menimbulkan gambaran atelektasis paru

e) Bila terjadi pneumonia gambarannya adalah radiolusen pada

paru.

3) Pemeriksaan Tes Kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergen yang dapat bereaksi positif

pada asma secara spesifik

4) Elektrokardiografi

a) Terjadi right axis deviation

b) Adanya hipertropo otot jantung Right Bundle Branch Bock

c) Tanda hipoksemia yaitu sinus takikardi, SVES, VES, atau

terjadi depresi segmen ST negatif

5) Scanning paru

Melalui inhilasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama

serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru

(Wahid & Suprapto, 2013)

Penilaian Derajat Serangan Asma


Menurut (Wahid & Suprapto, 2013) penilaian derajat serangan asma yaitu :
Tabel 1
Penilaian derajat serangan penyakit asma

Parameter Ringan Sedang Berat Ancaman


Henti Napas
4 5
1 2 3
Aktivitas Berjalan Berbicara Istirahat
Bayi: Bayi: tangis Bayi:
menangis pendek & berhenti
keras lemah makan

Pengga
Bicara Kalimat l Kata-kata
kalimat

Posisi Bisa Lebih suka Duduk


berbaring duduk bertopeng
lengan

Kesadaran Mungkin Biasanya Biasanya Kebingungan


teragitasi teragitasi teragitasi

Nyarin
Mengi Sedang, g, Sangat Sulit/ tidak
serin terdenga
g hanya sepanjang nyaring, r
ekspira
pada pada si + terdengar
inspiras
akhir i tanpa
ekspirasi stetoskop

Sesak napas Minimal Sedang Berat

Otot bantu Biasanya Biasanya ya Ya Gerakan


paradok
napas tidak s
torako
abdominal

Retraksi Dangkal, Sedang Dalam Dangkal/hilang


retraksi ditambah ditambah
interkostal retraksi napas cuping
supertermal hidung

Laju napas Meningkat Meningkat Meningkat Menuru


n
Sumber: Wahid & Suprapto, keperawatan medikal bedah asuhan keperawatan pada gangguan
sistem respirasi, 2013
7. Pencegahan Asma

Menurut Sundaru & Sukamto (2014), usaha-usaha pencegahan

asma antara lain: menjaga kesehatan, menjaga kebersihan lingkungan,

menghindarkan faktor pencetus serangan asma dan menggunakan obat-obat

antiasma. Menghindari alergen pada bayi dianjurkan dalam upaya

menghindari sensitisasi atau pencegahan primer. Beberapa study terakhir

menyatakan jika kontak dengan hewan peliharaan seperti kucing sedini

mungkin tidak dapat menghindari alergi, sebaliknya kontak sedini mungkin

dengan kucing dan anjing mampu mencegah terserang alergi lebih baik

ketimbang menghindari hewan-hewan tersebut.

Berbagai studi menunjukkan bahwa ibu merokok selama kehamilan

akan mempengaruhi perkembangan paru anak, dan bayi dari ibu perokok, 4

kali lebih sering mendapatkan mengi dalam tahun pertama kehidupannya.

Ibu yang merokok selama kehamilan akan dapat berefek pada sensitisasi

alergen, walaupun hanya sedikit yang terbukti. Sehingga disimpulkan

merokok dalam kehamilan berdampak pada perkembangan paru,

meningkatkan frekuensi gangguan mengi pada bayi, tetapi mempunyai

peran kecil pada terjadinya asma alergi di kemudian hari. Sehingga jelas

bahwa pajanan asap rokok lingkungan baik periode prenatal maupun

postnatal (perokok pasif) mempengaruhi timbulnya gangguan atau penyakit

dengan mengi.

8. Komplikasi

Adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan karena penyakit asma

menurut (Wahid & Suprapto, 2013) yaitu:


a. Status Asmatikus: suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma

akut yang bersifat refrator terhadap pengobatan yang lazim dipakai.

b. Atelektasis: ketidakmampuan paru berkembang dan mengempis

c. Hipoksemia

d. Pneumothoraks

e. Emfisema

f. Deformitas Thoraks

g. Gagal Jantung

9. Penatalaksanaan

Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk pasien asma

yaitu:

a. Prinsip umum dalam pengobatan asma:

1) Menghilangkan obstruksi jalan napas.

2) Menghindari faktor yang bisa menimbulkan serangan asma.

3) Menjelaskan kepada penderita dan keluarga mengenai penyakit asma

dan pengobatannya.

b. Pengobatan pada asma

1) Pengobatan farmakologi

a) Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran napas. Terbagi

menjadi dua golongan, yaitu:

(1) Adrenergik (Adrenalin dan Efedrin), misalnya

terbutalin/bricasama.

(2) Santin/teofilin (Aminofilin)


b) Kromalin

Bukan bronkhodilator tetapi obat pencegah seranga asma pada

penderita anak. Kromalin biasanya diberikan bersama obat anti

asma dan efeknya baru terlihat setelah satu bulan.

c) Ketolifen

Mempunyai efek pencegahan terhadap asma dan diberikan dalam

dosis dua kali 1mg/hari. Keuntungannya adalah obat diberikan

secara oral.

d) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg jika tidak ada respon

maka segera penderita diberi steroid oral.

2) Pengobatan non farmakologi

a) Memberikan penyuluhan

b) Menghindari faktor pencetus

c) Pemberian cairan

d) Fisioterapi napas (senam asma)

e) Pemberian oksigen jika perlu

3) Pengobatan selama status asmathikus

a) Infus D5:RL = 1 : 3 tiap 24 jam

b) Pemberian oksigen nasal kanul 4 L permenit

c) Aminophilin bolus 5mg/ KgBB diberikan pelan-pelan selama

20 menit dilanjutkan drip RL atau D5 mentenence (20 tpm)

dengan dosis 20 mg/kg bb per 24 jam

d) Terbutalin 0.25 mg per 6 jam secara sub kutan


e) Dexametason 10-2- mg per 6 jam secara IV

f) Antibiotik spektrum

luas (Padila, 2013)

B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien Asma

1. Pengkajian

Dalam proses pemberian asuhan keperawatan hal yang paling penting

dilakukan pertama oleh seorang perawat adalah melakukan pengkajian.

Pengkajian dibedakan menjadi dua jenis yaitu pengkajian skrining dan

pengkajian mendalam. Kedua pengkajian ini membutuhkan pengumpulan

data dengan tujuan yang berbeda (NANDA, 2015). Pengkajian pada pasien

asma menggunakan pengkajian mendalam mengenai kesiapan peningkatan

manajemen kesehatan, dengan kategori perilaku dan subkategori

penyuluhan dan pembelajaran. Pengkajian disesuaikan dengan tanda mayor

kesiapan peningkatan manajemen kesehatan yaitu dari data subjektifnya

pasien mengekspresikan keinginannya untuk mengelola masalah kesehatan

dan pencegahannya dan data objektifnya pilihan hidup sehari-hari tepat

untuk memenuhi tujuan program kesehatan

Menurut (Muttaqin, 2008) pengkajian keperawatan asma dimulai

dari anamnesis, riwayat penyakit, pengkajian psiko-sosial-kultural,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pemeriksaan radiologi. a.

Anamnesis

Data yang dikumpulkan saat pengkajian meliputi nama, umur,

dan jenis kelamin. Hal ini perlu dilakukan pada pasien asma karena
sangat berkaitan. Status atopik sangat mungkin terjadi pada serangan

asma di usia dini karena dapat memberikan implikasi, sedangkan faktor

non-atopik menyerang pada usia dewasa. Lingkungan klien akan

tergambarkan berdasarkan kondisi tempat tinggal menggambarkan

kondisi lingkungan klien berada. Melalui tempat tinggal tersebut, maka

dapat diketahui faktor-faktor yang memungkinkan menjadi pencetus

serangan asma. Selain itu status perkawinan dan gangguan emosional

yang dapat muncul di keluarga atau lingkungan juga merupakan faktor

pencetus serangan asma. Perkerjaan serta suku bangsa juga perlu dikaji

untuk mengetahui adanya pemaparan bahan alergen. Hal lain yang perlu

dikaji dari identitas klien ini adalah tanggal masuk rumah sakit (MRS),

nomor rekam medis, asuransi kesehatan, dan diagnosis medis. Keluhan

utama meliputi sesak napas, bernapas terasa berat pada dada, dan adanya

keluhan sulit untuk bernapas.

b. Riwayat penyakit saat ini

Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan

terutama dengan keluhan sesak napas yang hebat dan mendadak,

kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti wheezing,

penggunaan otot bantu napas, kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis,

dan perubahan tekanan darah. Serangan asma mendadak secara klinis

dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama ditandai dengan

batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa

yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan

pembengkakan bronkhus. Stadium kedua ditandai dengan batuk disertai

mukus yang jernh dan berbusa. Klien merasa sesak napas, berusaha
untuk bernapas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi

(wheezing). Pada stadium ini posisi yang nyaman dan disukai klien

adalah duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur,

tampak pucat, tampak gelisah serta warna kulit mulai membiru. Stadium

ketiga ditandai dengan suara napas hampir tidak terdengar ini

dikarenakan aliran udara kecil, batuk (-), pernapasan tidak teratur dan

dangkal, asfiksia yang mengakibatkan irama pernapasan meningkat.

Obat-obatan yang biasa dimiut harus dikaji oleh perawat serta

memeriksa kembali apakah obat masih relevan untuk digunakan

kembali.

c. Riwayat penyakit dahulu

Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti

adanya infeksi saluran napas atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis,

dan polip hidung. Riwayat serangan asma, frekuensi, waktu, dan

alergen-alergen dicurigai sebagai pencetus serangan, serta riwayat

pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asma.

d. Riwayat penyakit keluarga

Penyakit asma memiliki hipersensitivitas yang lebih ditentukan

oleh faktor genetik dan lingkungan, sehingga perlu dikaji tentang

riwayat penyakit asma dan alergi pada anggota keluarga.

e. Pengkajian psiko-sosio-kultural

Salah satu pencetus asma yaitu gangguan emosional yang didapat

dari lingkungan pasien mulai dari tempat kerja, tetangga, dan keluarga..

Koping tidak efektif dan ansietas yang berlebih juga akan mudah

ditemui dan agak berdampak pada perubahan mekanisme peran dalam


keluarga, status ekonomi, dan asuransi kesehatan penderita. Berada

dalam keadaan yatim piatu, mengalami ketidakhormatan hubungan

dengan orang lain, sampai mengalami ketakutan tidak dapat

menjalankan peranan seperti semula juga akan mempengaruhi emosional

serta psikis penderita.

f. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Gaya hidup sangat berperan mengakibatkan serangan asma,

sehingga klien dengan asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai

keadaan untuk menghindari terserang asma. Selain itu gejala asma dapat

membatasi manusia untuk berperilaku hidup normal.

g. Pola hubungan dan peran

Klien perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran

klien, baik di lingkungn rumah tangga, masyarakat, maupun lingkungan

kerja serta perubahan peran yang terjadi setelah klien mengalami

serangan asma.

h. Pola persepsi dan konsep diri

Terhambatnya respons kooperatif pasien juga dapat dipengaruhi

oleh persepsinya. Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi

stresor dalam kehidupan klien. Kemungkinan terserang asma pun akan

semakin meningkat seiring dengan bertambahnya stress dalam

kehidupan.

i. Pola penanggulangan stres

Salah satu faktor intrinsik serangan asma ialah stres dan

keteganggangan emosional, sehingga pengkajian terhadap stres sangat


diperlukan meliputi penyebab, frekuensi dan pengaruh stress terhadap

kehidupan klien serta cara klien mengatasinya.

j. Pola sensori dan kognitif

Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi

konsep diri klien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stressor yang

dialami klien sehingga kemungkinan terjadi serangan asma berulang pun

akn semakin tinggi

k. Pola tata nilai dan kepercayaan

Kedekatan klien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipecaya

dapat meningkatkan kekuatan jiwa klien. Mendekatkan diri dan

keyakinan kepada-Nya merupakan metode stres yang konstruktif.

l. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum: hal yan perlu dikaji perawat mengenai tentang

kesadaran klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara bicara,

denyut nadi, frekuensi pernapasan yang meningkat, penggunaan otot-

otot bantu pernapasan, sianosis, batuk dengan lendir lengket, dan posisi

istirahat klien.

1. B1 (Breathing)

Inpeksi: pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha dan

frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu napas.

Inpeksi dada terutama melihat postur bentuk dan kesimetrisan,

peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot interkostalis,

sifat dan irama pernapasan dan frekuensi.


Palpasi: biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fremitus normal

Perkusi: pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor

sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.

Auskultasi: terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan

ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari tiga kali inspirasi, dengan

bunyi napas tambahan utama wheeezing pada akhir ekspirasi.

2. B2 (blood)

Dampak asma pada status kardiovaskuler perlu dimonitor oleh

perawat meliputi: keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah,

dan CRT.

3. B3 (Brain)

Tingkat kesadaran saat infeksi perlu dikaji. Disamping itu

diperlukan pemeriksaan GCS, untuk menentukan tingkat kesadaran

klien apakah composmentis, somnolen, atau koma.

4. B4 (Bladder)

Berkaitan dengan intake cairan maka perhitungan dan

pengukuran volume output urine perlu dilakukan, sehingga perawat

memonitor apakah terdapat oliguria, karena hal tersebut merupakan

tanda awal dari syok.

5. B5 (Bowel)

Nyeri, turgor, dan tanda-tanda infeksi sebaiknya juga dikaji,

hal-hal tersebut dapat merangsang serangan asma. Pengkajian tentang

status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan

dalam memnuhi kebutuhannya. Pada klien dengan sesak napas,

sangat potensial terjadi kekurangan pemenuhan kebutuhan


nutrisi, hal ini karena terjadi dipneu saat makan, laju metabolisme,

serta kecemasan yang dialami klien.

6. B6 (Bone)

Mengkaji edema ekstremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi

pada ekstremitas. Pada integumen perlu dikaji adanya permukaan

yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembaban,

mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, eksim, dan adanya

bekas atau tanda urtikraria atau dermatitis. Pada rambut, dikaji warna

rambut, kelembaban, dan kusam. Tidur, dan istirahat klien yang

meliputi: berapa lama klien tidur dan istirahat, serta berapa besar

akibat kelelahan yang dialami klien juga dikaji, adanya wheezing,

sesak, dan ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat

klien. Aktivitas sehari-hari klien juga diperhatikan seperti olahraga,

bekerja, dan aktivitas lainnya. Aktivitas fisik juga dapat menjadi

faktor pencetus asma yang disebut dengan exercise induced asma

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai

respon klien terhadap masalah kesehatan yang dialami baik secara aktual

maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk dapat

menguraikan berbagai respon klien baik individu, keluarga dan komunitas

terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2016).

Diagnosa keperawatan merupakan fase kedua pada proses

keperawatan. Pada fase diagnose, dilakukan penginterpretasi data

pengkajian dan mengidentifikasi masalah kesehatan, risiko, dan kekuatan


pasien serta merumuskan pernyataan diagnosa (Kozier, B., Erb, G.,

Berman, A. & Snyder, 2010).

3. Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan merupakan suatu perawatan yang dilakukan

perawat berdasarkan penilaian klinis dan pengetahuan perawat untuk

meningkatkan outcome pasien/klien (Bulechek, Butcher, Dochterman, &

Wagner, 2016). Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang

dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penelitian

klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (PPNI, 2018).

Adapun intervensi yang digunakan adalah:

Tabel 3
Intervensi Keperawatan Kesiapan Peningkatan Manajemen Kesehatan
Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan (SLKI) (SIKI)
1 2 3
Kesiapan Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen Asma:
Peningkatan keperawatan selama .... x ... a. Tentukan dasar status
Manajemen jam, diharapkan klien pernapasan sebagai titik
Kesehatan mampu melakukan kesiapan banding
peningkatan manajemen b. Bandingkan status saat ini
kesehatan, dengan kriteria dengan statussebelumnya
hasil: untuk Mendeteksi perubahan
1. Pengetahuan: dalam status pernapasan
Manajemenen Asma: c. Monitor puncak dari jumlah
a. Mengetahui tanda dan aliran pernapasan (PERF),
gejala asma dengan tepat
1 2 3
a. Mengetahui penyebab d. Monitor reaksi asma
dan faktor-faktor yang e. Tentukan pemahaman
berkontribusi klien/keluarga mengenai
b. Mengetahui Strategi penyakit dan manajemen
untuk mengelola asma intruksikan pada
c. Mengetahui pentingnya klien/keluarga mengenai
akses terus-menerus pengobatan anti inflamasi dan
terhadap inhaler bronkodilator dan
d. Mengetahui pentingnya penggunanya dengan tepat
kepatuhan terhadap f. Ajarkan teknik yang tepat
rejimen pengobatan untuk menggunakan
e. Mengetahui tindakan- pengobatan dan alat (inhaler,
tindakan yang dilakukan nebulizer, peak slow meter)
saat keadaan darurat g. Tentukan kepatuhan dengan
f. Mengetahui kondisi yang penanganan yang diberikan
memicu asma h. Identifikasi pemicu yang
g. Strategi untuk mengelola diketahui dan reaksi yang
faktor risiko lingkungan biasa terjadi
yang bisa dikendalikan i. Ajarkan klien untuk
h. Mengetahui teknik menghindari dan
pernapasan yang efektif mengidentifikasi pemicu
i. Mengetahui aktivitas sebisa mungkin
yang direkomendasikan j. Dapatkan rencana tertulis
j. Mengetahui obat-obatan dengan klien untuk mengatasi
yang digunakan untuk Kekambuhan
asma k. Bantu untuk mengenal tanda
2. Manajemen Diri: Asma gejala sebelum terjadi reaksi
a. Mengenali pemicu asma asma dan implementasi dari
b. Menginisiasi tindakan respon tindakan yang tepat
untuk mengelola pemicu l. Monitor kecepatan, irama,
abadi kedalaman, dan usaha
1 2 3
c. Mengikuti perencanaan m. Amati pergerakan dada,
kegawatan untuk termasuk juga simetris atau
serangan akut tidak, penggunaan otot bantu
d. Menyesuaikan napas, dan retraksi otot
kehidupan rutin untuk supravaskular dan interkostal.
mengoptimalkan Auskultasi suara napas, catat
kesehatan area adanya penurunan atau
e. Melakukan modifikasi hilangnya suara ventilasi dan
lingkungan yang tepat suara adventitious.
f. Menggunakan buku n. Ajarkan teknik
harian untuk memantau bernapas/relaksasi
gejala dari waktu ke o. Anjurkan minum hangat
waktu dengan tepat
g. Mendapatkan 2. Manajemen jalan napas
pengobatan dini untuk a. Posisikan pasien untuk
infeksi memaksimalkan ventilasi
h. Berpartisipasi dalam b. Lakukan fisioterapi dada
aktivitas sesuai usia c. Intruksikan cara batuk efektif
i. Melaporkan dengan tepat
pengontrolan gejala d. Kelola pemberian
dengan penggunaan obat bronkodilator dengan tepat
yang minimal e. Ajarkan pasien cara
j. Menggunakan inhaler, menggunakan inhaler sesuai
spacer, dan nebulizer resep dan semestinya
dengan tepat f. Kelola pengobatan aerosol
3. Perilaku patuh: sebagaimana mestinya
3. Manajemen Obat
Aktivitas dan
a. Tentukan kemampuan pasien
Pengobatan yang
untuk mengobati diri sendiri
Disarankan
dengan cara yang tepat
a. Minum obat sesuai dosis
b. Monitor pasien mengenai efek
b. Mengikuti tindakan
1 2 3
kehati-hatian terkait Teraupetik obat
obat-obatan c. Monitor efek samping obat
c. Menyimpan obat dengan d. Kaji ulang pasien dan atau
tepat keluarga secara berkala
d. Mengatur isi ulang untuk mengenai jenis dan jumlah
memastikan pasokan obat yang dikonsumsi
yang cukup e. Monitor respon terhadap
e. Memantau tanggal perubahan pengobatan dengan
kadaluarsa obat cara yang tepat
f. Membahas aktivitas f. Pantau kepatuhan mengenai
rekomendasi dengan regimen pengobatan
profesional kesehatan g. Pertimbangkan faktor-faktor
g. Memantau tingkat yang dapat menghalangi
pernapasan pasien untuk mengkonsumsi
h. Melaporkan gejala yang obat yang diresepkan
dialami selama aktivitas h. Buat protokol untuk
kepada profesional penyimpanan, penyimpanan
kesehatan. ulang, dan pemantauan obat
yang tersisa untuk tujuan
pengobatan sendiri
4. Modifikasi perilaku
a. Tentukan motivasi pasien
terhadap perlunya perubahan
waktu
b. Beri umpan balik terkait
dengan perasaan saat pasien
tampak bebas dari gejala-
gejala dan terlihat rileks
c. Tawarkan penguatan positif
dalam pembuatan keputusan
mandiri pasien
1 2 3
d. Kembangkan program
perubahan perilaku
5. Pendidikan Kesehatan
a. Identifikasi faktor internal dan
eksternal yang mampu
menghambat motivasi pasien
untuk berperilaku
Sehat
b. Pertimbangkan riwayat
individu dalam konteks
personal dan riwayat sosial
budaya dari individu, keluarga,
dan masyarakat
c. Tekankan manfaat kesehatan
positif yang dapat diterima
oleh perilaku gaya hidup
positif dibandikan
ketidakpatuhan
d. Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk menolak
perilaku yang tidak sehat atau
berisiko daripada memberikan
saran untuk menghindari atau
mengubah perilaku
e. Libatkan individu, kelarga, dan
kelompok dalam perencanaan
dan rencana implementasi
gaya hidup atau modifikasi
perilaku sehat
Sumber: PPNI, T.P.S.D. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI. PPNI, T.P.S.D. (2018). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.
4. Implementasi keperawatan

Pada proses keperawatan, implementasi adalah fase ketika perawat

mengimplementasikan intervensi keperawatan. Berdasarkan terminologi

NIC, implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan

tindakan yang merupakan tindakan keperawatan yang khusus yang

diperlukan untuk melaksanakan intervensi (atau program keperawatan).

Perawat melaksanakan atau mendelegasikan tindakan keperawatan untuk

intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan dan kemudian

mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat tindakan keperawatan

dan respons klien terhadap tindakan tersebut (Kozier, Erb, Berman, &

Snyder, 2011).

5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah fase kelima dan fase terakhir proses keperawatan.

Dalam konteks ini, evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan,

berkelanjutan, dan terarah ketika klien dan profesional kesehatan

menentukan kemajuan klien menuju pencapaian tujuan/hasil, dan

keefektifan rencana asuhan keperawatan. (Kozier et al., 2011). Tujuan

evaluasi adalah untuk menilai pencapaian tujuan pada rencana

keperawatan yang telah ditetapkan, mengidentifikasi variabel-variabel

yang akan mempengaruhi pencapaian tujuan, dan mengambil keoutusan

apakah rencana keperawatan diteruskan, modifikasi atau dihentikan

(Manurung, 2011).
DAFTAR PUSTAKA

Akib AAP. 2002. Asma pada Anak. Vol. 4 No. 2. Jakarta: SariPediatri

Aldy OS, Lubis B,. Sianturi P, Azlin E, Tjipta G D. 2009. Dampak Proteksi Air Susu
Ibu Terhadap Infeksi. Medan: Sari Pediatri Vol.11 No.3

Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman
Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan RI ;2009; 5-11

Djojodibroto RD. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Penerbit. Jakarta:


EGC. 105-115

Gupte, Suraj MD. 2004. Panduan Keperawatan Anak. Jakarta

Irawan Y, dan Rukmi RWP. 2011. Perbedaan Faktor Risiko terjadinya Asma Bronkial
pada Pasien dengan Asma Bronkial dan Pasien tanpa Asma Bronkial di Poli
Anak Rawat Jalan RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Lampung pada Oktober –
Desember 2011. Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Price AS, Wilson ML, 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Alih Bahasa: dr. Brahm U. Penerbit. Jakarta: EGC. 177-189

Purnomo. 2008. Faktor – Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma


Bronkial Pada Anak. Universitas Diponegoro Semarang

Sundaru H, Sukamto. 2006. Asma Bronkial. Departemen Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Surjanto E, dan Purnomo J. 2009. Mekanisme Seluler dalam Patogenesis Asma dan Rinitis.
Surakarta: Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
FK UNS

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator. Jakarta. DPP PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta. DPP PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta. DPP PPNI
KONSEP TUMBUH KEMBANG PADA ANAK

A. DEFINISI

Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan


interseluler, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau
keseluruhan, sehingga dapat di ukur dengan satuan panjang dan berat.
Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta
sosialisasi dan kemandirian.

Pertumbuhan merupakan bertambah jumlah dan besarnya sel di seluruh


bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur, sedangkan perkembangan
merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai
melalui kematangan dan belajar.

Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar


jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa
diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang
(cm,meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan
nitrogen tubuh); sedangkan perkembangan (development) adalah bertambahnya
kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam
pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan.

B. INDIKATOR PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN


A. Pertumbuhan pada Anak
1. Berat Badan
Pada masa pertumbuhan berat badan bayi dibagi menjdai dua yaitu usia
0-
6 bulan dan usia 0-12 bulan. Untuk usia 0-6 bulan berat badan akan
mengalami penambahan setiap seminggu sekita 140 -200 gram dan berat
badannya akan menjadi dua kali berat badan lahir pada akhir bulan ke 6.
Sedang kan pada usia 6-12 bulan terjadi penambahan setiap seminggu
sekitar 40 gram dan pada akhir bulan ke 12 akan menjadi penambahan 3
kali lipat berat badan lahir.
Pada masa bermain, terjadi penambahan berat badan sekitar 4 kali lipat
dari berat badan lahir pada usia kurang lebih 2,5 tahun serta
penambahan berat badan setiap tahunnya adalah 2-3 kilogram. Pada
masa pra sekolah dan sekolah akan terjadi penambahan berat badan
setiap tahunya kurang lebih 2-3 kilogram.

2. Tinggi badan

Pada usia 0-6 bulan bayi akan mengalami penambahan tinggi badan
sekitar 2,5 cm setiap bulannya. Pada usia 6-12 bulan akan mengalami
penambahan tinggi badan hanya sekitar 1,25 cm setiap bulannya.pada
akhir tahun pertama akan meningkat kira-kira 50% dari tinggi badan
waktu lahir. Pada masa bermain penambahan selama tahun ke 2 kurang
lebih 12 cm sedangkan penambahan tahun ketiga rata-rata 4-6 cm. Pada
masa pra sekolah, khususnya diakhir usia 4 tahun, terjadi penambahan
rata-rata 2 kali lipat dari tinggi badan waktu lahir dan mengalami
penambahan setiap tahunnya kurang lebih 6-8 cm.
Pada masa sekolah akan mengalami penambahan setiap tahunnya.setelah
usia 6 tahun tinggi badan bertambah rata-rata 5 cm, kemudian pada usia
13 tahun bertambah lagi menjadi rata-rata 3 kali lipat dari tinggi badan
waktu lahir.

3. Lingkar Kepala
Pertumbuhan pada lingkar kepala ini terjadi dengan sangat cepat sekitar 6
bulan pertama, yaitu dari 35 -43 cm. Pada usia-usai selanjutnya
pertumbuhan lingkar kepala mengalami perlambatan. Pada usia 1 tahun
hanya mengalami pertumbuhan kurang lebih 46,5 cm. Pada usia 2 tahun
mengalami pertumbuhan kurang lebih 49 cm, kemudian akan bertambah
1 cm sampai dengan usia tahun ke tiga bertambah lagi kurang lebih 5 cm
sampai dengan usia remaja.
4. Gigi
Pertumbuhan gigi pada masa tumbuh kembang banyak mengalami
perubahan mulai dari pertumbuhan sampai penanggalan. Pertumbuhan
gigi menjadi 2 bagian yaitu bagaian rahang atas dan bagian rahang
bawah. a) Pertumbuhan gigi bagian rahang atas
1. Gigi insisi sentral pada usia 8-12 bulan
2. Gigi insisi lateral pada usia 9-13 bulan
3. Gigi taring atau kakinus paa usia 16-22 bulan
4. Molar pertama anak laki-laki pada usia 13-19 bulan
5. Molar pertama anak perempuan pada usia 14-18 bulan,
sedangkan molar kedua pada usia 25-33 bulan
b) Pertumbuhan gigi bagian rahang
bawah
1. Gigi insisi sentral pada usia 6-1 bulan
2. Gigi insisi lateral pada usia 10-16 bulan
3. Gigi taring atau kakinus paa usia 17-23 bulan
4. Molar pertama anak laki-laki pada usia 14-18 bulan
5. Molar pertama anak perempuan pada usia 23-30-18 bulan
6. molar kedua pada usia 29-31 bulan

5. Organ Penglihatan
Perkembangan organ penglihatan dapat dimuali pada saat lahir. Pada
usia
1 bulan bayi memiliki perkembangan, yaitu adanya kemampuan melihat
untuk mengikuti gerakan dalam rentang 90 derajat, dapat melihat orang
secara terus menerus, dan kelenjar air mata sudah mulai berfungsi. Pada
usia 2-3 bulan memiliki penglihatan perifer hingga 180 derajat. Pada usia

4-5 bulan kemampuan bayi untuk memfiksasi sudah mulai pada


hambatan
1,25 cm, dapat mengenali botol susu, melihat tangan saat duduk atau
berbaring, melihat bayangan di cermin, dan mampu mengakomodasi
objek. Usia 5-7 bulan dapat menyesuaikan postur untuk melihat objek,
mampu mengembangkan warna kesukaan kuning dan merah, menyukai
rangsangan visual kompleks, serta mengembangkan koordinasi mata dan
tangan. Pada usia 7-11 bulan mampu memfiksasi objek yang sangat kecil.
Pada usia 11-12 bulan ketajaman penglihatan mendekati 20/20, dapat
mengikuti objek yang dapat bergerak. Pada usia 12-14 bulan mampu
mengidentifikasi bentuk geometrik. Pada usia 18-24 bulan mampu
berakamodasi dengan baik.
6. Organ Pendengaran
Setelah lahir, bayi sudah dapat berespons terhadap bunyi yang keras dan
refleks. Pada usia 2-3 bulan mampu memalingkan kepala ke smping bila
bunyi setinggi telinga. Pada usia 3-4 bulan anak memiliki kemampuan
dalam melokalisasi bunyi dengan makin kuat dan mulai mampu
membuat bunyi tiruan. Pada usia 6-8 bulan mampu berespons pada nama
sendiri. Pada usia 10-12 bulan mampu mengenal beberapa kata dan
artinya. Pada usia 18 bulan mulai dapat membedakan bunyi. Pada usia 36
bulan mampu membedakan bunyi yang halus dalam bicara. Pada usia 48
bulan mulai membedakan bunyi yang serupa dan mampu mendengarkan
yang lebih halus.
7. Organ Seksual
Pertumbuhan organ seksual laki-laki antara lain terjadinya pertumbuhan
yang cepat pada penis pada usia 12-15 tahun, testis pada usia 11-15
tahun, kemudian rambut pubis pada usia 12-15 tahun. Perkembangan
pubertas diawali dengan beberapa tahap sebagai berikut (Soetjiningsih,
1998).
a) Tahap I (Prapubertas) : pada dasarnya sama dengan masa anak-anak,
tidak terdapat rambut pubis

b) Tahap II (Pubertas) : Masa

c) Tahap III : Terjadi pembesaran penis awal terutama dalam panjang,


testis dan skrotum terus membesar, serta rambut lebih lebat, kasar,
keriting, dan merata pada seluruh pubis.

d) Tahap IV : Terjadi peningkatan ukuran penis denga pertumbuhan


diameter, glans lebih besar dan lebih lebar, serta skrotum lebih gelap.

e) Perkembangan organ seksual perempuan antara lain terjadinya


pertumbuhan payudara antara usia 10-15 tahun dan rambut pubis
antara usia 11-14 tahun.

Perkembangan payudara memiliki tahap-tahap sebagai


berikut.

1) Tahap I : Tumbuhnya puting susu dengan area kecil,


penonjolan disekitarpapila, dan terjadinya pembesaran
diameter areola

2) Tahap II : Pembesaran lanjut dari payudara dan areola


tanpa pemisahan konturnya

3) Tahap III : Terjadi proyeksi areola dan papila


4) Tahap IV : Tahap konfigurasi dewasa pryoksi papila yang hanya
disebabkan oleh resesi areola ke dalam kontur umum

Pertumbuhan rambut pubis memililiki tahap-tahap sebagai


berikut (wong,1996).

1) Tahap I : Tidak terdapat rambut pubis

2) Tahap II : Terjadi pertumbuhan rambut pubis yang jarang

3) Tahap III : Rambut pubis lebih hitam, kasar, kriting dan merata
pada seluruh pubis

4) Tahap IV : Rambut pubis lebih lebat dan kriting

5) Tahap V : Rambut pubis orang dewasa dalam penyebaran, baik


kuantitas, jenis, maupun pola penyebaran kebagian dalam paha

B. Perkembangan Pada Anak


1. Perkembangan Motorik Halus
a) Masa neonatus (0-28 hari)
Perkembangan motorik halus pada masa ini dimulai dengan adanya
kemampuan untuk mengikuti garis tengah bila kita memberikan
respons terhadap gerakan jari atau tangan.
b) Masa Bayi

(1) Usia 1-4 bulan


Perkembangan motorik halus pada usia ini adalah dapat
melakukan hal-hal seperti memegang suatu objek, mengikuti
objek dari sisi ke sisi, menvoba memegang dan memasukan
benda kedalam mulut, memegang benda tapi terlepas,
memerhatikan tangan dan kaki, memegang benda dengan kedua
tangan, serta menahan benda ditangan walaupun hanya
sebentar.

(2) Usia 4-8 bulan


Perkembangan motorik halus pada usia ini adalah sudah mulai
mengamati benda, menggunakan ibu jari dan jari telunjuk
untuk memegang, mengekplorasi benda yang sedang dipegang,
mengambil objek dengan tangan tertangkup, mampu menahan
kedua benda di kedua tangan secara simultan,
menggunakan bahu dan tangan sebagai satu kesatuan, serta
memindahkan objek dari satu tangan ketangan yang lain.
(3) Usia 8-12 bulan
Perkembangan motorik halus pada usia ini adalah mencari atau
merainh benda kecil; bila diberi kubus mampu memindahkan,
mengambil, memegang dengan telunjuk dan ibu jari,
membenturkannya, serta meletakkan benda atau kubus ke
tempatnya.
(4) Masa Anak (1-2 tahun)
Perkembangan motorik halus pada usia ini dapat ditunjukan
dengan adanya kemampuan dalam mencoba, menyusun, atau
membuat menara pada kubus.
(5) Masa Prasekolah
Perkembangan motorik halus dapat dilihat pada anak, yaitu
mulai memiliki kemampuan menggoyangkan jari-jari kaki,
menggambar dua atau tiga bagian, memilih garis yang lebih
panjang dan menggambar orang, melepas objek dengan jari
lurus, mampu menjepit benda, melambaikan tangan,
menggunakan tanggannya untuk bermain, menempatkan objek
kedalam wadah, makan sendiri, minum dari cangkir dengan
bantuan, menggunakan sendok dengan bantuan, makan dengan
jari, serta membuat coretan diatas kertas (wong,2000)
(6) Masa Sekolah
Menggambar, melukis dengan berbagai media, membuat
kerajinan dari tanah liat, membuat seni kerajinan, membuat
seni kerajinan tangan misalnya membuat boneka dari kain
perca, bermain alat musik seperti gitar, biola, piano, dan
sebagainya.
(7) Masa Remaja
Keterampilan motorik halus atau keterampilan memanipulasi,
seperti menulis, menggambar, memotong, melempar, dan
menangkap bola, serta memainkan benda-benda atau alat-alat
mainan.
c. Perkembangan Motorik Kasar
(1) Masa Neonatus (0-28 hari)
Perkembangan motorik kasar yang dapat dicapai pada usia ini
diawali dengan tanda gerakan seimbang pada tubuh dan mulai
mengangkat kepala.
(2) Usia 1-4 bulan
Perkembangan motorik kasar pada usia ini dimulai dengan
kemampuan mengangkat kepala saat tegkurap, mencoba duduk
sebentar dengan ditopang, mampu duduk dengan kepala tegak,
jatuh terduduk dipangkuan ketika disokong pada posisi berdiri,
kontrol kepala sempurna, mengangkat kepala sambil berbaring
terlentang, berguling dari terlentang ke miring, kesisi lengan
dan tungkai kurang fleksi, dan berusaha untuk merangkak.
(3) Usia 4-8 bulan
Usia perkembangan motorik kasar awal bulan ini dapat dilihat
pada pertumbuhan dalam aktivitas, seperti posisi telungkup
pada alas dan sudah mulai mengangkat kepala dengan
melakukan gerakan menekan kedua tangannya. Pada bulan ke
empat sudah mampu memalingkan kepala ke kanan dan kiri,
duduk dengan kepala tegak, membalikan badan, bangkit dengan
kepala tegak, menumpu beban pada kaki dengan lengan berayun
kedepan dan kebelakang, berguling dari terlentang dan
tengkurap, serta duduk dengan bantuan dalam waktu yang
singkat.
(4) Usia 8-12 bulan
Perkembangan motorik kasar dapat diawali dengan duduk
tanpa pegangan, berdiri dengan pegangan, bangkit lalu berdiri,
berdiri 2 detik dan berdiri sendiri.
(5) Masa Anak (1-2 tahun)
Dalam perkembangan masa anak terjadi perkembangan motorik
kasar secara signifikan. Pada masa ini anak sudah mampu
melangkah dan berjalan dengan tegak. Sekitar usia 18 bulan
anak mampu menaiki tangga dengan cara 1 tangan dipegang.
Pada akhir tahun kedua sudah mampu berlari-lari kecil,
menendang bola, dan mulai mencoba melompat.
(6) Masa Prasekolah
Perkembangan motorik kasar masa prasekolah ini dapat diawali
dengan kemampuan untuk berdiri dengan satu kaki selama satu
sampai lima detik, melompat dengan satu kaki, berjalan dengan
tumit ke jari kaki, menjelajah, membuat posisi merangkak, dan
berjalan dengan bantuan (wong, 2000).

(7) Masa Sekolah


Bermain kasti, basket, bola kaki, berenang, lompat jauh, lari
marathon, dan kegiatan outbound.
(8) Masa Remaja
Semakin matangnya perkembangan sistem syaraf otak yang
mengatur ototmemungkinkan berkembangnya kompetensi atau
keterampilan motorik. Keterampilan motorik ini dibagi menjadi
dua jenis, yaitu : keterampilan atau gerak kasar, seperti berjalan,
berlari, melompat, naik dan turun tangga.

d. Perkembangan Bahasa
1) Masa Neonatus (0-28 hari)
Perkembangan bahasa masa neonatus ini dapat ditunjukan
dengan adanya kemampuan bersuara (menangis) dan bereaksi
terhadap suara atau bel.
2) Usia 1-4 bulan
Perkembangan bahasa pada usia ini ditandai dengan adanya
kemampuan bersuara dan tersenyum, mengucapkan huruf
hidup, berceloteh, mengucapkan kata “oh/ah”, tertawa dan
berteriak, mengoceh spontan, serta bereaksi dengan mengoceh.
3) Usia 4-8 bulan
Perkembangan bahasa pada usia ini adalah dapat menirukan
bunyi atau kata-kata, menoleh ke arah suara atau sumber bunyi,
tertawa, menjerit, menggunakan vokalisasi semakin banyak,
serta menggunakan kata yang terdiri atas dua suku kata dan
dapat membuat dua bunyi vokal yang bersamaan seperi “ba-
ba”.
4) Usia 8-12 bulan
Perkembangan bahasa pada usia ini adalah mampu
mengucapkan kata “papa” dan “mama” yang belom spesifik,
mengoceh hingga mengatakannya secara spesifik, serta dapat
mengucapkan satu samapai dua kata.
5) Masa Anak (1-2 tahun)
Perkembangan bahasa masa anak ini adalah dicapainya
kemampuan bahasa pada anak yang mulai ditandai dengan anak
mampu memiliki sepuluh perbendaharaan kata; tingginya
kemampuan meniru, mengenal, dan responsip terhadap orang
lain; mampu menujukan dua gambar; mampu
mengkombinasikan kata-kata; seta mulai mampu menunjukan
lambaian anggota badan.

6) Masa Prasekolah
Perkembangan bahasa diawali dengan adanya kemampuan
menyebutkan hingga empat gambar; menyebutkan satu hingga
dua warna; menyebutkan kegunaan benda; mengitung;
mengartikan dua kata; mengerti empat kata depan; mengerti
beberapa kata sifat dan jenis kata lainnya; menggunakan bunyi
untuk mengidentifikasi objek, orang, dan aktivitas; menirukan
berbagaibuny kata; memahami arti larangan; serta merespons
panggilan orang dan anggota keluarga dekat.
7) Masa Sekolah
Gangguan berbahasa ekspresif, dimana anak mengalami
kesulitan mengekspresikan dirinya dalam berbicara. Anak
tampak sangat ingin berkomunikasi tetapi sangat sulit untuk
menemukan kata- kata yang tepat. Misalnya tidak mampu
mengucapkan kata mobil saat menunjuk mobil yang melintas.
Kata-kata yang sudah terkuasai terlupakan oleh kata-kata yang
baru dikuasai, dan penggunaan struktur bahasa sangat dibawah
tingkat usianya.
8) Masa Remaja
Bersamaan dengan kehidupan dalam masyarakat luas, anak
remaja mengikuti proses belajar disekolah. Sebagaimana
diketahui dilembaga pendidikan, bahasa diberikan rangsangan
yang terarah sesuai dengan kaidah-kaidah yang benar. Proses
pendidikan bukan memperluas dan memperdalam cakrawala
ilmu pengetahuan semata namun juga secara berencana
merekayasa perkembangan sistem budaya, termasuk didalamnya
perilaku berbahasa.

e. Perkembangan Prilaku atau adaptasi sosial


1) Masa Neonatus (0-28 hari)
Perkembangan adaptasi sosial atau prilaku masa neonatus ini
dapat ditunjukan dengan adanyab tanda-tanda tersenyum dan
mulai menatap muka untuk menegnali seseorang.

2) Usia 1-4 bulan


Perkembangan adaptasi sosial pada usia ini dapat diawali
dengan kemampuan mengamati tangannya: tersenyum spontan
dan membalas senyum bila di ajak tersenyum; mengenali
ibunya dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, dan
kontak; tersenyum pada wajah manusia; waktu tidur dalam
sehari lebih sedikit dari pada waktu terjaga; membentuk siklus
tidur bangun; menangis bila terjadi sesuatu yang aneh;
membedakan wajah- wajah yang dikenal dan tidak dikenal;
senang menatap wajah- wajah yang dikenalnya; serta terdiam
bila ada orang yang tak dikenal (asing).
3) Usia 4-8 bulan
Perkembangan adaptasi sosial pada usia ini antara lain anak
merasa takut dan terganggu dengan keberadaan orang asing,
mulai bermain dengan mainan, mudah frustasi, serta memukul-
mukul lengan dan kaki jika sedang kesal.
4) Usia 8-12 bulan
Perkembangan adaptasi sosial pada usia ini dimulai dengan
kemampuan bertepuk tangan, menyatakan keinginan, sudah
mulai minum dengan cangkir, menirukan kegiatan orang,
bermain bola atau lainnya dengan orang lain.
5) Masa Anak (1-2 tahun)
Perkembangan adaptasi sosial masa anak dapat ditunjukan
dengan adanya kemampuan membantu kegiatan dirumah,
menyuapi boneka, mulai menggosok gigi serta mencoba
mengenakan baju sendiri.
6) Masa Prasekolah
Perkembangan adaptasi sosial pada masa prasekolah adalah
adanya kemampuan bermain dengan permainan sederhana,
menangis jika dimarahi, membuat permintaan sederhana dengan
gaya tubuh, menunjukan peningkatan kecemasan terhadap
perpisahan, serta mengenali anggota keluarga (wong, 2000).
7) Masa Sekolah
Dapat berbagi dan bekerjasama dengan lebih baik, mempunyai
cara sendiri untuk melakukan sesuatu, sering cemburu terhadap
adik, meningkatkan sosialisasi, dan akan curang untuk menang.
8) Masa Remaja
Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan
kelompok teman sebaya dibanding orang tua. Dibanding pada
masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan
diluar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstrakulikuler, dan
bermain dengan teman. Dengan demikian, pada masa remaja
peran kelompok teman sebaya adalah besar.

C. CARA MENDETEKSI PERKEMBANGAN PADA


ANAK a. DDST (Denver Development Screnning Test)
DDST adalah satu dari metode skrining terhadap
kelainan perkembangan anak, test sini bukanlah test diagnostik atau test IQ.
DDST memenuhi semua persyaratan yang diperlukan untuk metode
skrining yang baik. Tes ini mudah dan cepat (15-20 menit), dapat
diandalkam dan menunjukan validitas yang tinggi. Dari beberapa penelitian
yang pernah dilakukan ternyata DDST secara efektif dapat
mengidentifikasikan antara
85-100% bayi dan anak-anak prasekolah yang mengalami keterlambatan
perkembangan, dan pada “follow up” selanjutnya ternyata 89% dari
kelompok DDST abnormal mengalami kegagalan disekolah 5-6 tahun
kemudian.
b. KPSP (Kuesioner Pra Skrining Perkembangan)
KPSP merupakan suatu daftar pertanyaan singkat yang ditujukan
pada orang tua dan dipergunakan sebagai alat untuk melakukan skrining
pendahuluan untuk perkembangan anak usia 3 bulan sampai 6 tahun. Daftar
pertanyaan tersebut berjumlah 10 nomor yang harus dijawab oleh orang tua
atau pengasuh yang mengetahui keadaan perkembangan anak.
Pertanyaan dalam KPSP dikelompokan sesuai usia anak saat
dilakukan pemeriksaan, mulai kelompok usia 3 bulan, 3-6 bulan,dst sampai
kelompok 5-6 tahun. Untuk usia ditetapkan menurut tahun dan bulan
dengan kelebihan 16 hri dibulatkan menjadi 1 bulan.

c. KPAP ( Kuesioner Perilaku Anak Pra Sekolah)


KPAP adalah sekumpulan perilaku yang digunakan sebagai alat untuk
mendeteksi secara dini kelainan-kelainan perilaku pada anak prasekolah
(usia 3-6) tahun. Kuesioner ini berisi 30 perilaku yang perlu ditanyakan satu
per satu pada orang tua. Setiap perilaku perlu ditanyakan apakah „sering
terdapat‟, „ kadang-kadang terdapat‟, atau „ tidak terdapat‟. Apabila
jawaban yang diperoleh adalah „sering terdapat‟ , maka jawaban tersebut
dinilai 2,
„kadang-kadang terdapat‟ diberi nilai 1 dan „tidak terdapat‟ diberi nilai
1. Apabila jumlah nilai keseluruhan kurang dari 11, maka anak perlu di
rujuk, sedangkan jika jumlah nilai 11 atau lebih maka anak tidak perlu
dirujuk.
d. Tes Daya Lihat dan Tes Kesehataan Mata Anak Pra Sekolah
Tes ini untuk memeriksa ketajaman daya lihat serta kelainan mata
pada anak berusia 3 - 6 tahun. Tes ini juga digunakan untuk mendeteksi
adanya kelainan daya lihat pada anak usia prasekolah secara dini, sehingga
jika ada penyimpangan dapat segera ditangani.
Untuk melakukan tes daya lihat diperlukan ruangan dengan
penyinaran yang baik dan alat ‟kartu E‟ yang digantungkan setinggi anak
duduk. Kartu E berisi 4 baris. Baris pertama huruf E berukuran paling besar
kemudian berasngsur-angsur mengecil pada baris keempat. Apabila pada
baris ketiga , anak tidak dapat melihat maka perlu di rujuk.

e. Tes Daya Dengar Anak (TTD)


Tes daya dengar berupa pertanyaan-pertanyaan yang disesuaikan denga
usia anak, yaitu kelompok 0-6 bulan, > 16 bulan, > 9 bulan, > 11 bulan, >
12 bulan, > 24 bulan dan > 36 bulan. Setiap pertanyaan perlu dijawab ‟ya‟
atau ‟tidak‟. Apabila jawabannya adalah tidak maka pendengaran anak
tidak normal sehingga perlu pemeriksaan lebih lanjut.
D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TUMBUH KEMBANG

a. Faktor Lingkungan
Lingkungan Prenatal merupakan lingkungan dalam kandungan, mulai dari
konsepsi sampai lahir yang meliputi gizi pada waktu ibu hamil, lingkungan
mekanis, zat kimia atau toksin, dan hormonal.
b. Faktor Herediter(genetik)
Faktor Herediter merupakan faktor yang dapat diturunkan sebagai dasar
dalam mencapai tumbuh kembang anak disamping faktor-faktor lain. Faktor
Herediter merupakan bawaan, jenis kelamin, ras, dan suku bangsa. Faktor
ini dapat ditentukan dengan intensitas kecepatan dalam pembelahan sel
telur, tingkat sensitifitas jaringan terhadap rangsangan, usia pubertas, dan
berhentinya pertumbuhan tulang.
Pertumbuhan dan perkembangan dengan jenis kelamin laki-laki setelah lahir
akan cenderung lebih cepat dibandingkan dengan anak perempuan serta
akan bertahan sampai usia tertentu. Baik anak laki-laki maupun anak
perempuan akan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat ketika mereka
mencapai masa pubertas.
Ras atau suku bangsa memiliki peran dalam mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan, hal ini dapat dilihat pada suku bangsa tertentu yang
memiliki kecenderungan lebih besar seperti orang asia lebih pedek dan kecil
dibandingkan dengan eropa dan yang lainnya.
KONSEP IMUNISASI PADA ANAK

A. PENGERTIAN IMUNISASI DASAR


Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen
yang serupa, tidak terjadi penyakit. (Ranuh, 2008, p10)
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak
dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh. Agar tubuh membuat zat anti untuk
merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan kedalam tubuh melalui
suntikan (misalnya vaksin BCG, DPT dan campak) dan melalui mulut (misalnya
vaksin polio). (Hidayat, 2008, p54)
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal, resisten. Imunisasi berarti anak di
berikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal terhadap suatu
penyakit tapi belum kebal terhadap penyakit yang lain. (Notoatmodjo, 2003)
Imunisasi merupakan suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan
kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit. (Atikah, 2010, p1)
Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada bayi yang baru
lahir sampai usia satu tahun untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang
perlindungan (Depkes RI, 2005).
Secara khusus, antigen merupakan bagian protein kuman atau racun yang
jika masuk ke dalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh harus
memiliki zat anti. Bila antigen itu kuman, zat anti yang dibuat tubuh manusia
disebut antibody. Zat anti terhadap racun kuman disebut antitoksin.
Dalam keadaan tersebut, jika tubuh terinfeksi maka tubuh akan
membentuk antibody untuk melawan bibit penyakit yang menyebabkan
terinfeksi. Tetapi antibody tersebut bersifat spesifik yang hanya bekerja untuk
bibit penyakit tertentu yang masuk ke dalam tubuh dan tidak terhadap bibit
penyakit lainnya (Satgas IDAI, 2008).

B. TUJUAN IMUNISASI
Tujuan imunisasi yaitu untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada
seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat
(populasi) atau bahkan menghilangkan suatu penyakit tertentu dari dunia.
(Ranuh, 2008, p10)
Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian
dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini, penyakit-
penyakit tersebut adalah difteri, tetanus, batuk rejan (pertusis), campak
(measles), polio dan tuberkulosis. (Notoatmodjo, 2003). Program imunisasi
bertujuan untuk memberikan kekebalan pada bayi agar dapat mencegah
penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang
sering berjangkit.
Secara umun tujuan imunisasi antara lain: (Atikah, 2010, p5)
1. Melalui imunisasi, tubuh tidak mudah terserang penyakit menular
2. Imunisasi sangat efektif mencegah penyakit menular
3. Imunisasi menurunkan angka mordibitas (angka kesakitan) dan
mortalitas
(angka kematian) pada balita
Tujuan khusus antara lain:
1. Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI), yaitu cakupan
imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa
Kelurahan pada tahun 2010.
2. Tercapainya ERAPO (Eradiksi Polio), yaitu tidak adanya virus polio liar di
Indonesia yang dibuktikan dengan tidak ditemukannya virus polio liar pada
tahun 2008.
3. Tercapainya ETN (Eliminasi Tetanus Neonatorum), artinya menurunkan
kasus TN sampai tingkat 1 per 1000 kelahiran hidup dalam 1 tahun pada
tahun 2008.
4. Tercapainya RECAM (Reduksi Campak), artinya angka kesakitan campak
turun pada tahun 2006

C. SASARAN PROGRAM IMUNISASI


Sasaran program imunisasi yang meliputi sebagai berikut
1. Mencakup bayi usia 0-1 tahun untuk mendapatkan vaksinasi BCG, DPT,
Polio, Campak dan Hepatitis-B.
2. Mencakup ibu hamil dan wanita usia subur dan calon pengantin (catin)
untuk mendapatkan imunisasi TT.
3. Mencakup anak-anak SD (Sekolah Dasar) kelas 1, untuk mendapatkan
imunisasi DPT.
4. Mencakup anak-anak SD (Sekolah Dasar) kelas II s/d kelas VI untuk
mendapatkan imunisasi TT (dimulai tahun 2001 s/d tahun 2003), anak-anak SD
kelas II dan kelas III mendapatkan vaksinasi TT (Depkes RI, 2005)

D. MANFAAT IMUNISASI
Pemberian imunisasi memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Untuk anak, bermanfaat mencegah penderitaan yang disebabkan
oleh penyakit menular yang sering berjangkit.
2. Untuk keluarga, bermanfaat menghilangkan kecemasanserta
biaya pengobatan jika anak sakit.

3. Untuk negara, bermanfaat memperbaiki derajat kesehatan,


menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan
pembangunan negara (Depkes RI, 2001)

E. JENIS-JENIS VAKSIN IMUNISASI


Imunisasi telah dipersiapkan sedemikian rupa agar tidak menimbulkan efek-
efek yang merugikan. Imunisasi ada 2 macam, yaitu:
a. Imunisai aktif
Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahakan (vaksin)
agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu
ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat
mengenali dan meresponnya. Contoh imunisasi aktif adalah imunisasi polio
dan campak. Dalam imunisasi aktif, terdapat beberapa unsur-unsur vaksin,
yaitu:
1) Vaksin dapat berupa organisme yang secara keseluruhan dimatikan,
eksotoksin yang didetoksifikasi saja, atau endotoksin yang terikat pada
protein pembawa seperti polisakarida, dan vaksin dapat juga berasal dari
ekstrak komponen-komponen organisme dari suatu antigen. Dasarnya
adalah antigen harus merupakan bagian dari organisme yang dijadikan
vaksin.
2) Pengawet, stabilisator atau antibiotik. Merupakan zat yang digunakan
agar vaksin tetap dalam keadaan lemah atau menstabilkan antigen dan
mencegah tumbuhnya mikroba. Bahan-bahan yang digunakan seperti air
raksa dan antibiotik yang biasa digunakan.
3) Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur
jaringan yang digunakan sebagai media tumbuh antigen, misalnya
antigen telur, protein serum, dan bahan kultur sel.
4) Adjuvan, terdiri dari garam alumunium yang berfungsi meningkatkan
sistem imun dari antigen. Ketika antigen terpapar dengan antibodi tubuh,
antigen dapat melakukan perlawanan juga, dalam hal ini semakin tinggi
perlawanan maka semakin tinggi peningkatan antibodi tubuh.

b. Imunisasi pasif
Merupakan suatu proses meningkatkan kekebalan tubuh dengan cara
pemberian zat imunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses
infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat
bayi dari ibu melalui plasenta) atau binatang (bisa ular) yang digunakan
untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi.
Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada
orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat
pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis
antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama masa kandungan,
misalnya antibodi terhadap campak.

F. MACAM-MACAM IMUNISASI
1. Imunisasi Bacillus Celmette-Guerin (BCG)
a. Fungsi
Imunisasi BCG berfungsi untuk mencegah penularan Tuberkulosis
(TBC) tuberkulosis disebabkan oleh sekelompok bakteria bernama
Mycobacterium tuberculosis complex. Pada manusia, TBC terutama
menyerang sistem pernafasan (TB paru), meskipun organ tubuh lainnya
juga dapat terserang (penyebaran atau ekstraparu TBC). Menurut
Nufareni (2003), Imunisasi BCG tidak mencegah infeksi TB tetapi
mengurangi risiko TB berat seperti meningitis TB atau TB miliar.
b. Cara pemberian dan dosis
Vaksin BCG merupakan bakteri tuberculosis bacillus yang telah
dilemahkan. Dosis 0,05ml cara pemberiannya melalui suntikan secara
intrakutan di daerah lengan kanan atas. Sebelum disuntikan, vaksin
BCG harus dilarutkan terlebih dahulu. Diberikan pada umur sebelum 3
bulan. Namun untuk mencapai cakupan yang lebih luas, Departemen
Kesehatan Menganjurkan pemberian BCG pada umur antara 0-12
bulan.
c. Kontra indikasi
Imunisasi BCG tidak boleh diberikan pada
kondisi:
1)Seorang anak menderita penyakit kulit yang berat atau
menahun, seperti eksim, furunkulosis, dan sebagainya.
2)Imunisasi tidak boleh diberikan pada orang atau anak yang
sedang menderita TBC
d. Efek samping
Setelah diberikan imunisasi BCG, reaksi yang timbul tidak seperti pada
imunisasi dengan vaksin lain. Imunisasi BCG tidak menyebabkan
demam. Setelah 1-2 minggu diberikan imunisasi, akan timbul indurasi
dan kemerahan ditempat suntikan yang berubah menjadi pastula,
kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan khusus,
karena luka ini akan sembuh dengen sendirinya secara spontan. Kadang
terjadi pembesaran kelenjar regional diketiak atau leher. Pembesaran
kelenjar ini terasa padat, namun tidak menimbulkan demam.

2. Hepatitis B
a. Fungsi
Imunisasi hepatitis B, ditujukan untuk memberi tubuh berkenalan
terhadap penyakit hepatitis B, disebakan oleh virus yang telah
mempengaruhi organ liver (hati). Diberikan segera setelah lahir,
mengingat vaksinasi hepatitis B merupakan upaya pencegahan yang
sangat efektif untuk memutuskan rantai penularan melalui transmisi
maternal dari ibu pada bayinya.
b. Cara pemberian dan dosis
Imunisasi diberikan tiga kali pada umur 0-11 bulan melalui injeksi
intramuskular dengan dosis 0,5 ml. Kandungan vaksin adalah HbsAg
dalam bentuk cair. Terdapat vaksin Prefill Injection Device (B-PID)
yang diberikan sesaat setelah lahir, dapat diberikan pada usia 0-7 hari.
Vaksin B-PID disuntikan dengan 1 buah HB PID. Vaksin ini,
menggunakan Profilled Injection Device (PID), merupakan jenis alat
suntik yang hanya diberikan pada bayi. Vaksin juga diberikan pada
anak usia 12 tahun yang dimasa kecilnya belum diberi vaksin hepatitis
B. Selain itu orang –orang yang berada dalam rentan risiko hepatitis B
sebaiknya juga diberi vaksin ini.
c. Kontra indikasi
Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin-
vaksin lain, vaksin ini tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi
berat yang disertai kejang
d. Efek samping
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan disekitar
tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya
hilang setelah 2 hari.
3. DPT (Dhifteri Pertusis Tetanus)
a. Fungsi
Imunisasi DPT bertujuan untuk mencegah 3 penyakit sekaligus, yaitu
difteri, pertusis, tetanus.
Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Corynebacterium diphtheria. Difteri bersifat ganas, mudah menular dan
menyerang terutama saluran napas bagian atas. Penularannya bisa
karena kontak langsung dengan penderita melalui bersin atau batuk atau
kontak tidak langsung karena adanya makanan yang terkontaminasi
bakteri difteri. Penderita akan mengalami beberapa gejala seperti
demam lebih kurang 380 C, mual, muntah, sakit waktu menelan dan
terdapat pseudomembran putih keabu-abuan di faring, laring dan tonsil.
Pertusis, merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman
Bordetella Perussis. Kuman ini mengeluarkan toksin yang
menyebabkan ambang rangsang batuk menjadi rendah sehingga bila
terjadi sedikit saja rangsangan akan terjadi batuk yang hebat dan
lama, batuk terjadi beruntun dan pada akhir batuk menarik napas
panjang terdengar suara “hup” (whoop) yang khas, biasanya
disertai muntah. Batuk bias mencapai 1-3 bulan, oleh karena itu
pertusis disebut juga “batuk seratus hari”. Penularan penyakit ini dapat
melalui droplet penderita.
Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman
Clostridium tetani. Kuman ini bersifat anaerob, sehingga dapat
hidup pada lingkungan yang tidak terdapat zat asam (oksigen). Tetanus
dapat menyerang bayi, anak-anak bahkan orang dewasa. Pada bayi
penularan disebabkan karena pemotongan tali puat tanpa alat yang steril
atau dengan cara tradisional dimana alat pemotong dibubuhi ramuan
tradisional yang terkontaminasi spora kuman tetanus. Penderita akan
mengalami kejang-kejang baik pada tubuh maupun otot mulut sehingga
mulut tidak bisa dibuka, pada bayi air susu ibu tidak bisa masuk,
selanjutnya penderita mengalami kesulitan menelan dan kekakuan pada
leher dan tubuh.
b. Cara pemberian dan dosis
Cara pemberian imunisasi DPT adalah melalui injeksi intramuskular.
Suntikan diberika pada paha tengah luar atau subkutan dalam dengan
dosis 0,5 cc. Diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan ( DPT tidak boleh
diberikan sebelum umur 6 minggu ) dengan interval 4-8 minggu.
c. Efek samping
Pemberian imunisasi DPT memberikan efek samping ringan dan berat,
efek ringan seperti terjadi pembengkakan dan nyeri pada tempat
penyuntikan dan demam, sedangkan efek berat bayi menangis hebat
kerana kesakitan selama kurang lebih empat jam, kesadaran menurun,
terjadi kejang, ensefalopati, dan syok.
4. Polio
a. Fungsi
Merupakan imunisasi yang bertujuan mencegah penyakit poliomyelitis.
Pemberian vaksin polio dapat dikombinasikan dengan vaksin DPT.
Terdapat 2 macam vaksin polio:
1) Inactivated Polio Vaccine (IPV = Vaksin Salk), mengandung virus
polio yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan.
2) Oral Polio Vaccine (OPV = Vaksin Sabin), mengandung vaksin
hidup yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau
cairan.
Poliomielitis adalah penyakit pada susunan syaraf pusat yang
disebabkan oleh satu dari tiga virus yang berhubungan, yaitu virus
polio tipe 1, 2, atau 3. Struktur virus ini sangat sederhana, hanya terdiri
dari RNA genom dalam sebuah caspid tanpa pembungkus. Ada 3
macam serotipe pada virus ini, tipe 1 (PV1), tipe 2 (PV2), dan tipe 3
(PV3), ketiganya sama-sama bisa menginfeksi tubuh dengan gejala
yang sama. Polio menyebabkan demam, muntah-muntah, dan kakuatan
otot dan dapat menyerang syaraf-syaraf, mengakibatkan kelumpuhan
permanen.
b. Cara pemberian dan dosis
Imunisasi dasar polio diberiakn 4 kali (polio I, II, III dan IV) dengan
interval tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi ulangan diberikan 1
tahun setelah imunisasi polio IV, kemudian pada saat masuk SD (5-6
tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12 tahun). Di Indonesia
umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan sebanyak 2
tetes (0,1 ml) langsung kemulut anak.
c. Kontra indikasi
Pemberian imunisasi polio tidak boleh dilakukan pada orang yang
menderita defisiensi imunitas. Tidak ada efek yang berbahaya yang
timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit. Namun,
jika ada keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulang
dapat diberikan setelah sembuh.
e. Efek samping
Pada umunya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa
paralisis yang disebabkan oleh vaksin jarang terjadi.
5. Campak
a. Fungsi
Imunisai campak ditujukan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap
penyakit campak. Campak, measles atau rubelal adalah penyakit virus
akut yang disebabkan oleh virus campak.
b. Gejala klinis
Gejala klinik terjadi setelah masa tunas 10-12 hari, terdiri dari tiga
stadium:
a) Stadium prodromal, berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan demam
yang diikuti dengan batuk, pilek, farings merah, nyeri menelan,
stomatitis, dan konjungtivitis. Tanda patognomonik timbulnya
enantema mukosa pipi di depan molar tiga disebut bercak koplik.
b) Stadium erupsi, ditandai dengan timbulnya ruam mukulo-papular
yang bertahan selama 5-6 hari. Timbulnya ruam dimulai
dari batas rambut kebelakang telinga, kemudian menyebar ke wajah,
leher, dan akhirnya ke ekstremitas.
c) Stadium penyembuhan (konvalesens), setelah tiga hari ruam
berangsur-angsur menghilang sesuai urutan timbulnya. Ruam kulit
menjadi kehitaman dan mengelupas yang akan menghilang setelah
1-2 minggu.
c. Cara pemberian dan dosis

Pemberian vaksin campak hanya diberikan satu kali, dapat


dilakukan pada umur 9-11 bulan, dengan dosis 0,5 CC. Sebelum
disuntikan, vaksin campak terlebih dahulu dilarutkan dengan
pelarut steril yang telah tersedia yang derisi 5 ml cairan pelarut.
Kemudian suntikan diberikan pada lengan kiri atas secara
subkutan.
d. Kontra indikasi
Pemberian imunisasi tidak boleh dilakukan pada orang yang
mengalami immunodefisiensi atau individu yang diduga menderita
gangguan respon imun karena leukimia, dan limfoma.
e. Efek samping
Hingga 15 % pasien dapat mengalami demam ringan dan
kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah
vaksinasi.

G. JADWAL PEMBERIAN IMUNISASI PADA BAYI

SELANG
PEMBERIANIMU
VAKSIN WAKTU UMUR KETERANGAN
NISASI
PEMBERIAN

BCG 1X - 0-11 BLN


Untuk bayi yang
DPT 3X (DPT 1,2,3) 4 MINGGU 2-11 BLN
lahir di Rumah
Sakit/ Puskesmas
POLIO 4X (POLIO 1,2,3,4) 4 MINGGU 0-11 BLN
Hep-B, BCG dan
CAMPAK 1X - 9-11 BLN Polio dapat
segera diberikan
HEP-B 3X (HEP-B 1,2,3) 4 MINGGU 0-11 BLN

Dari tabel diatas, bahwa pemberian imunisasi pada bayi usia 0-11 bulan
diberikan dengan selang waktu pemberian 4 minggu dengan variasi
pemberian vaksin yang disesuaikan dengan kebutuhan bayi dan tentunya
sesuai dengan tingkat usia bayi yang akan diberikan imunisasi.
KONSEP HOSPITALISASI PADA ANAK

A. PENGERTIAN HOSPITALISASI
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan
dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk
beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga
kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun
orang tua dan keluarga (Wong, 2000).
Hospitalisasi yaitu suatu proses karena suatu alasan darurat atau
berencana mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi
dan perawatan sampai pemulangan kembali kerumah. Selama proses tersebut
bukan saja anak tetapi orang tua juga mengalami kebiasaan yang asing,
lingkungannya yang asing, orang tua yang kurang mendapat dukungan emosi
akan menunjukkan rasa cemas. Rasa cemas pada orang tua akan membuat stress
anak meningkat. Dengan demikian asuhan keperawatan tidak hanya terfokus
pada anak terapi juga pada orang tuanya.

B. STRESSOR UMUM PADA HOSPITALISASI


1. Perpisahan
2. Kehilangan kendali
3. Perubahan gambar diri
4. Nyeri dan Rasa takut

C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HOSPITALISASI


1. Berpisah dengan orang tua dan sparing.
2. Fantasi-fantasi dan unrealistic anxieties tentang kegelapan, monster,
pembunuhan dan binatang buas diawali dengan yang asing.
3. Gangguan kontak social jika pengunjung tidak diizinkan
4. Nyeri dan komplikasi akibat pembedahan atau penyakit.
5. Prosedur yang menyakitkan dan takut akan cacat dan kematian .

D. REAKSI ORANG TUA PADA HOSPITALISASI ANAK


1. Denial tidak percaya akan penyakit anak
2. Marah/merasa bersalah, merasa bersalah karena tidak bisa
merawat anaknya
3. Ketakutan, frustasi dan cemas, tingkat keseriusan penyakit,
prosedur tindakan medis, dan ketidaktahuan
4. Depresi, terjadi setelah masa

E. PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN DALAM HOSPITALISASI


1. Pendekatan
Empirik
Dalam menanamkan kesadaran diri terhadap para personil yang terlibat
dalam hospitalisasi, metode pendekatan empirik menggunakan strategi,
yaitu ;
1) Melalui dunia pendidikan yang ditanamkan secara dini kepada
peserta didik.
2) Melalui penyuluhan atau sosialisasi yang diharapkan kesadaran diri
mereka sendiri dan peka terhadap lingkungan sekitarnya.
2. Pendekatan melalui metode
permainan
Metode permainan merupakan cara alamiah bagi anak untuk
mengungkapkan konflik dalam dirinya yang tidak disadari. Kegiatan yang
dilakukan sesuai keinginan sendiri untuk memperoleh kesenangan.
1) Bermain merupakan kegiatan
a. Menyenangkan / dinikmati
b. Fisik
c. Intelektual d. Emosi
e. Sosial
f. Untuk belajar
g. Perkembangan mental
h. Bermain dan bekerja
2) Tujuan bermain di rumah sakit
a. Untuk dapat melanjutkan tumbuh kembang yang normal selama
di rawat.
b. Untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan dan fantasinya
melalui permainan.
3) Prinsip bermain di rumah sakit
a. Tidak membutuhkan banyak energy
b. Waktunya singkat
c. Mudah dilakukan
d. Aman
e. Kelompok umur
f. Tidak bertentangan dengan terapi
g. Melibatkan keluarga
4) Fungsi bermain
a. Aktifitas sensori motoric
b. Perkembangan kognitif
c. Sosialisasi
d. Kreatifitas

e. Perkembangan moral therapeutic


f. Komunikasi
5) Klasifikasi bermain
a. Sosial affective play
a) Belajar memberi respon terhadap lingkungan.
b) Orang tua berbicara / memanjakan ; anak senang,
tersenyum, mengeluarkan suara, dan lain-lain.
b. Sense of pleasure play
a) Anak memperoleh kesenangan dari suatu obyek disekitarnya.
b) Bermain air / pasir.
c. Skill play
a) Anak memperoleh keterampilan tertentu.
b) Mengendarai sepeda, memindahkan balon, dan lain-lain.
c). Dramatic play / tole play
d) Anak berfantasi menjalankan peran tertentu, contohnya
;perawat, dokter, ayah, ibu, dan lain-lain.

6) Karakteristik social
a) Solitary play
b) Dilakukan oleh balita (todler) atau pre school
c) Bermain dalam kelompok, permainan sejenis, tak ada interaksi, tak
tergantung.
d) Bermain dalam kelompok, aktivitas sama, tetapi belum
terorganisasi dengan baik
e) Belum ada pembagian tugas, bermain dengan keinginannya
f) School age / adolescent
g) Permainan terorganisasi terencana, ada aturan-aturan tertentu b.
Faktor-faktor yang mempengaruhi bermain
a) Tahap perkembangan anak
b) Status kesehatan
c) Jenis kelamin
d) Alat permainan

F. STRESSOR DAN REAKSI SESUAI TUMBUH KEMBANG


PADA ANAK
a) Masa bayi (0-1 tahun)
Dampak perpisahan, usia anak >6 bulan terjadi stanger anxiety (cemas) :
1. Menangis keras
2. Pergerakan tubuh yang banyak
3. Ekspresi wajah yang tidak menyenangkan
b) Masa todler (2-3 tahun)
Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan. Disini respon perilaku
anak dengan tahapnya :
1. Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain
2. Putus asa menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang
menunjukkan minat bermain, sedih, apatis\
3. Pengingkaran / denial
4. Mulai menerima perpisahan
5. Membina hubungan secara dangkal
6. Anak mulai menyukai lingkungannya
c) Masa prasekolah (3-6 tahun)
Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman,
sehingga menimbulkan reaksi agresif :
1. Menolak makan
2. Sering bertanya
3. Menangis perlahan
4. Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan
d) Masa sekolah (6-12 tahun)
1. Meninggalkan lingkungan yang dicintai
2. Meninggalkan keluarga
3. Kehilangan kelompok sosial, sehingga menimbulkan kecemasan
e) masa remaja (12-18)
Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya.
Reaksi yang muncul :

1. Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan


2. Tidak kooperatif dengan petugas
3. Bertanya-tanya
4. Menarik diri
5. Menolak kehadiran orang lain

G. GANGGUAN PERAN ORANG TUA DAN KELUARGA


a) Perasaan yang muncul dalam hospitalisasi
1. Takut
2. Cemas
3. Perasaan sedih
4. Frustasi
5. Reaksi keluarga terhadap hospitalisasi
6. Marah
7. Cemburu
8. Benci
9. Rasa bersalah
b) Reaksi lingkungan sosial terhadap hospitalisasi
1. Acuh tak acuh
2. Terkesan menghindar
c) Intevensi perawatan dalam mengatasi dampak hospitalisasi
Fokus intervensi keperawatan adalah ;
1. Menimalkan stressor
2. Memaksimalkan manfaat hospitalisasi
3. Memberikan dukungan psikologis pada anggota keluarga
4. Mempersiapkan anak sebelum masuk rumah sakit
5. Upaya meminimalkan stressor atau penyebab
stress Dapat dilakukan dengan cara ;
1. Mencegah atau mengurangi dampak perpisahan
2. Mencegah perasaan kehilangan control
3. Mengurangi / menimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan
rasa nyeri
d) Upaya mencegah / meminimalkan dampak perpisahan
1. Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak
2. Modifikasi ruang perawatan
3. Mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah, surat
menyurat, bertemu teman sekolah
e) Mencegah perasaan kehilangan control
1. Hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif
2. Bila anak diisolasi lakukan modifikasi lingkungan
3. Buat jadwal untuk prosedur terapi, latihan, bermain
f) Meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri
1. Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan
prosedur yang menimbulkan rasa nyeri
2. Lakukan permainan sebelum melakukan persiapan fisik anak
3. Menghadirkan orang tua bila mungkin
4. Tunjukkan sikap empati
5. Pada tindakan elektif bila memungkinkan menceritakan tindakan
yang dilakukan melalui cerita dan gambar
6. Perlu dilakukan pengkajian tentang kemampuan psikologis anak
menerima informasi ini dengan terbuka
g) Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak
1. Membantu perkembangan anak dengan memberi kesempatan orang
tua untuk belajar
2. Memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang penyakit anak
3. Meningkatkan kemampuan kontrol diri
4. Memberi kesempatan untuk sosialisasi
5. Memberi support kepada anggota
h) Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit
1. Kenalkan perawat dan dokter yang merawatnya
2. Kenalkan pada pasien yang lain
3. Berikan identitas pada anak
4. Jelaskan aturan rumah sakit
5. Laksanakan pengkajian
6. Lakukan pemeriksaan fisik

H. ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HOSPITALISASI


a. Menejemen asuhan keperawatan untuk balita
1. Berikan asuhan keperawatan yang konsisten
2. Menyayi dan berbicara dengan bayi
3. Sentuh, pegang, gendong bayi dan terus berinteraksi selama prosedur
4. Anjurkan interaksi dengan orang tua : rooming in, orang tua bicara
dengan anak dan ijin apabila mau pergi
5. Biarkan mainan yang membuat rasa nyaman dan aman
6. Anjurkan orang tua berada disamping anak saat prosedur invasive yang
menyakitkan
7. Dekatkan mainan faforit anak
8. Pertahankan kontak maksimal dengan beberapa perawata, kenalkan
perawata disamping orang tua, ijinkan anak bertemu perawata sebelum
prosedur dilakukan
9. Bantu kunjungan saudara kandung
b. Manajemen asuhan keperawatan untuk anak sekolah
1. Batasi aturan dan dorongan pada perilaku
2. Anjurkan orang tua merencanakan kunjungan dengan anak
3. Ijinkan anak memilih dalam batasan yang yang dapat diterima
4. Berikan cara-cara anak dapat membantu pengobatan dan ouji atas
kerjasama anak
c. Manejemen pada anak usia sekolah
1. Monitor perilaku untuk menentukan kebutuhan emosi terutama pada
anak yang menarik diri dan tidak berespon
2. Jelaskan prosedur rinci (jika anak meminta)
3. Anjurkan kunjungan teman sebaya
4. Diskusikan respon thd pertanyaan ttg penyakit dan perubahan tubuh
5. Berikan waktu diskusi
6. Biarkan anak memilih, partisipasi, privasi,
7. Ikuti kenginan anak ttg keberadaan ortu
d. Manajemen pada anak usia remaja
1. Fasilitasi perencanaan aktifasi (peer)
2. Menjelaskan kepada orang tua tentang kebutuhan mandiri
3. Monitor perilaku anak apabila ingin bicara
4. Berikan permainan dan aktifitas lain yang membantu untuk dapat diskusi
5. Berikan penyuluhan rinci tentang prosedur pengobatan, terapi
yang menyangkut area genital
6. Berikan privasi setiap prosedur tindakan
KONSEP BERMAIN PADA ANAK

A. DEFINISI
Bemain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk
memperoleh kesenangan/kepuasan. Bermain merupakan cerminan
kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social, dan bermain merupakan
media yang baik untuk belajar karena dengan bermain, anak-anak akan
berkata-kata(berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan,
melakukan apa yang dapat dilakukan, mengenal waktu, jarak serta suara
(Wong,2000).
Bermain merupakan aspek penting dalam kehidupan anak serta
merupakan satu cara yang paling efektif untuk menurunkan stress pada anak,
dan penting untuk kesejahteraan mental dan emosional anak. (Champbell
dan Glaser,1995).

B. FUNGSI BERMAIN PADA ANAK


Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensorik-motorik,
perkembangan intelektual, perkembangan social, perkembangan
kreatifitas,perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral, dan bermain
sebagai terapi.
1. Perkembangan sensorik motorik.
Aktivitas sensorik dan motorik merupakan komponen terbesar yang
digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan
fungsi otot. Misalnya, alat permainan yang digunakan untuk bayi yang
mengembangkan kemampuan sensorik motorik dan alat permainan untuk
anak usia toddler dan prasekolah yang banyak membantu perkembangan
aktivitas motorik baik kasar maupun halus.
2. Perkembangan intelektual
Pada saat bermain, anak melakumbedakan eksploitasi dan manipulasi
terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama
mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur, dan membedakan objek.
3. Perkembangan social
Perkembangan social ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan
lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan
menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk
mengembangkan hubungan social dan belajar memesahkan masalah dari
hubungan tersebut. Hal ini terjadi terutama pada anak usia sekolah dan
remaja. Meskipun demikian, anak usia toddler dan prasekolah adalah tahapan
awal bagi anak untuk meluaskan aktivitas sosialnya di luar lingkungan
keluarga.
4. Perkembangan kreatifitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan
mewujudkannya ke dalam bentuk objek dan/atau kegiatan yang
dilakukannya. Melalui kegiatan bermain anak akan belajar dan mencoba
merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan membongkar dan memasang
satu alat permainan akan merangsang kreativitasnya untuk semakin
berkembang.
5. Perkembangan kesadaran diri
Melalui bermain, anak akan mengembangkan kemampuannya dalam
mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya
dan membandingkannya dengan orang lain dan menguji kemampuannya
dengan mencoba peran-peran baru dan mengetahui dampak tingkah lakunya
terhadap orang lain.
6. Perkembangan moral
Anak mempelajari nilai dasar dan salah dari lingkungannya, terutama dari
orang tua dan guru. Denagan melakukan aktivitas bermain, anak akan
mendapat kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat
diterima di lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan-aturan
kelompok yang ada dalam lingkungannya. Melalui kegiatan bermain anak
juga akan belajar nilai moral dan etika, belajar membedakan mana yang
benar dan mana yang salah, serta belajar bertanggung jawab atas segala
tindakan yang telah dilakukannya.
7. Bermain sebagai terapi
Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan
yang sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan
nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami
anak karena menghadapi beberapa stresorr yang ada di lingkungan rumah
sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari
ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan melakukan
permaianan anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada
permainannya (distraksi) dan relaksasi melalui kesenanganya melakukan
permainan. Dengan demkian permainan adalah media komunikasi antara
anak dengan orang lain, termasuk dengan perawat atau petugas kesehatan di
rumah sakit. Perawat dapat mengkaji perasaan dan pikiran anak melalui
ekspresi nonverbal yang ditunjukkan selama melakukan permainan atau
melalui interaksi yang ditunjukan anak dengan orang tua dan teman
kelompok bermainnya.

C. TUJUAN BERMAIN
Melalui fungsi yang terurai diatasnya, pada prinsipnya bermain
mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Untuk melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal pada saat
sakit anak mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
Walaupun demikian, selama anak dirawat di rumah sakit, kegiatan stimulasi
pertumbuhan dan perkembangan masih harus tetap dilanjutkan untuk
menjaga kesinambungannya.
2. Mengekspresikan perasaan, keiginan, dan fantasi serta ide-idenya. Seperti
yang telah di uraikan diatas pada saat sakit dan dirawat di rumah sakit, anak
mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan. Pada anak
yang belum dapat mengekspresikannya.
3. Mengembangkan kreatifitas dan kemampuan memecahkan masalah.
Permainan akan menstimulasi daya piker, imajinasi, fantasinya untuk
menciptakan sesuatu seperti yang ada dalam pikirannya. Pada saat
melakukan permainan, anak juga akan dihadapkan pada masalah dalam
konteks permainannya, semakin lama ia bermain dan semakin tertantang
untuk dapat menyelesaikannya dengan baik.
4. Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stress karena sakit dan dirawat di
rumah sakit. Stress yang dialami anak dirawat di rumah sakit tidak dapat
dihindarkan sebagaimana juga yang dialami orang tua. Untuk itu yang
penting adalah bagaimana menyiapkan anak dan orang tua untuk dapat
beradaptasi dengan stressor yang dialaminya di rumah sakit secara efektif.
Permainan adalah media yang efektif untuk beradaptasi karena telah terbukti
dapat menurunkan rasa cemas, takut, nyeri dan marah.
D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKTIVITAS BERMAIN
Ada 5 faktor yang mempengaruhi aktivitas bermain pada anak yaitu tahap
pertumbuhan dan perkembangan anak, status kesehatan anak, jenis kelamin
anak, lingkungan yang mendukung, serta alat dan jenis permainan yang cocok
atau sesuai bagi anak.
1. Tahap perkembangan anak
Aktivitas bermain yang tepat dilakukan anak, yaitu sesuai dengan tahapan
pertumbuhan dan perkembangan anak. Tentunya permainan anak usia bayi
tidak lagi efektif untuk pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah.
Permainan adalah stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak. Dengan
demikian, orang tua dan perawat harus mengetahui dan memberikan jenis
permainan yang tepat untuk setiap tahapan pertumbuhan dan perkembangan
anak.
2. Status kesehatan anak
Untuk melakukan aktivitas bermain diperlukan energy. Walaupun demikian,
bukan berarti anak tidak perlu bermain pada saat sedang sakit. Kebutuhan
bermain pada anak sama halnya dengan kebutuhan bekerja pada orang
dewasa. Yang terpenting pada saat kondisi anak sedang menurun atau anak
terkena sakit bahkan dirawat di rumah sakit orang tua dan perawat harus jeli
memilihkan permainan yang dapat dilakukan anak sesuai dengan prinsip
bermain pada anak yang sedang di rawat di rumah sakit.
3. Jenis kelamin anak
Ada beberapa pandangan tentang konsep gender dlm kaitannya dengan
permainan anak. Dalam melaksanakan aktivitas bermain tidak membedakan
jenis kelamin laki-laki atau perempuan.untuk mengembangkan daya piker,
imajinatif, kreativitas, dan kemampuan social anak. Akan tetapi ada
pendapat lain yang meyakini bahwa permainan adalah salah satu untuk
membantu anak mengenal identitas diri sehingga sebagian alat permainan
anak perempuan tidak dianjurkan untuk digunakan oleh anak laki-laki.
4. Lingkungan yang mendukung
Terselenggaranya aktivitas bermain yang baik untuk perkembangan anak
salah satunya dipengaruhi oleh nilai moral, budaya dan lingkungan fisik
rumah. Lingkungan rumah yang cukup luas untuk bermain memungkinkan
anak mempunyai cukup ruang gerak untuk bermain,
berjalan, mondar-mandir, berlari, melompat, dan bermain dengan teman
sekelompoknya.
5. Alat dan jenis permainan yang cocok
Orang tua harus bijaksana dalam memberikan alat permainan untuk anak.
Label yang tertera pada permainan harus di baca terlebih dahulu sebelum
membelinya, apakah mainan tersebut sesuai dengan usia anak. Alat
permainan tidak selalu harus yang dibeli di took atau mainan jadi, tetapi
lebih diutamakan yang dapat menstimulasi imajinasi dan kreativitas anak,
bahkan sering kali disekitar kehidupan anak , akan lebih merangsang anak
untuk kreatif. Alat permainan yang harus didorong, ditarik, dan
dimanipulasi, akan mengajarkan anak untuk dapat mengembangkan
kemampuan koordinasi alat gerak. Permainan membantu anak untuk
meningkatkan kemampuan dalam mengenal norma dan aturan serta interkasi
social dengan orang lain.

E. KLASIFIKASI BERMAIN
1. Berdasarkan isi
permainan a) Social
affective play
Inti permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang
menyenangkan antara anak dan orang lain. Misalnya, bayi akan
mendapatkan kesenagan dan kepuasan dari hubungan yang
menyenangkan dengan orang tuanya dan/atau orang lain.permainan
yang biasa dilakukan adalah “ciluk ba” berbicara sambil
tersenyum/tertawa, atau sekedar memberikan tangan pada bayi dan
menggenggamnya tetapi dengan diiringi berbicara sambil tersenyum dan
tertawa.
b) Sense of pleasure play
Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang
pada anak dan biasanya mengasyikan. Misalnya, dengan menggunakan
pasir, anak akan membuat gunung-gunung atau benda-benda apasaja
yang dapat dibentuknya dengan pasir. Bias juga dengan menggunakan
air anak akan melakukan macam-macam permainan, misalnya
memindahkan air ke botol, bak atau tempat lain. Ciri khas permainan ini
adalah anak akan semakin lama semakin asyik bersentuhan dengan alat
permainan ini dan dengan permainan yang dilakukan sehingga susah
dihentikkan.
c) Skill play
Sesuai dengan sebutannya, permainan ini akan meningkatkan
ketrampilan anak, khususnya motorik kasar dan halus. Misalkan bayi
akan trampil memegang benda-benda kecil, memindahkan benda dari
tempat yang satu ke tempat yang lain, dan anak trampil naik sepeda.
d) Games atau permainan
Games atau permainan adalah jenis permainan yang menggunakan alat
tertentu yang menggunakan perhitungan dan/skor. Permainan ini bias
dilakukan oleh anak sendiri dan/ atau temannya. Banyak sekali jenis
permainan ini mulai dari yang sifatnya tradisional maupun yang modern.
Misalnya : ular tangga, congkla, puzzle,dll.
e) Unoccupied behavior
Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar-mandir, tersenyum,
tertawa, jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja atau apa
saja yang ada disekelilingnya. Jadi, sebenarnya anak tidak memainkan
alat permainan tertentu, dan situasi atau objek yang ada disekelilingnya
yang digunakannnya sebagai alat permainan. Anak tampak senang,
gembira dan asyik dengan situasi serta lingkungannya tersebut.
f) Dramatic play
Sesuai dengan sebutannya pada permainan ini anak memainkan peran
sebagai orang lain melalui permainan. Anak berceloteh sambil
berpakaian meniru orang dewasa, misalnya ibu guru, ibunya, ayahnya,
kakanya, dan sebagainya yang ia tiru.
2. Berdasarkan karakter
soaial a) Onlooker play
Pada jenis permainan ini anak hanya mengamati temannya yang sedang
bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam permainan,
jadi, anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses pengamatan terhadap
permainan yang sedang dilakukan temanya.
b) Solitary play
Pada permainan ini, anak tampak berada dalam kelompok permainan
tetapi anak bermain sendiri dengan alat permainan yang
dimilikinya, dan alat permainan tersebut berbeda dengan alat permainan
yang digunakan temannya, tidak ada kerja sama, atau komunikasi
dengan teman sepermainan.
c) Parallel play
Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat permainan yang sama,
tetapi antara satu anak dengan anak yang lain tidak terjadi kontak satu
sama lain sehingga antara anak yang satu dengan anak yang lain tidak
ada sosialisasi satu sama lain. Biasanya permainan ini dilakukan oleh
anak usia toddler.
d) Assosiatif play
Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan
anak yang lain, tetapi tidak terorganisasi tidak ada pemimpin atau yang
memimpin permainan, dan tujuan permainan tidak jelas. Contoh bermain
boneka, bermain hujan-hujanan, bermain masak-masakan.
e) Cooperative play
Aturan permainan dlam kelompok tampak lebih jelas pada permainan
jenis ini, juga tujuan dan pemimpin permainan. Anak yang memimpin
permainan mengatur dan mengarahkan anggotanya,untuk bertindak
dalam permainan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam
permainan tersebut. Misalnya, pada permainan sepak bola.
3. Berdasarkan kelompok usia anak
a) Anak usia bayi
Bayi usia 0-3 bulan.seperti yang disinggung pada uraian sebelumnya
karakteristik khas permainan bagi usia bayi adalah adanya interaksi
social yang menyenangkan antara bayi dan orang tua dan atau orang
dewasa sekitarnya. Selain itu, perasaan senang juga menjadi cirri khas
dan permainan untuk bayi usia ini. Alat permainan yang biasa digunakan
misalnya mainan gantung yang berwarna terang dan bunyi music yang
menarik.
Bayi usia 4-6 bulan. Untuk menstimulasi penglihatan dapat dilakukan
permainan seperti mengajak bayi menonton TV, member mainan yang
mudah dipeganggnya dan berwarna terang, serrta dapat pula dengan cara
member cermin dan meletakkan bayi di depannya sehingga
memungkinkan bayi dapat melihat bayangan di cermin.stimulasi
pendengaran dapat dilakukan dengan cara selalu membiasakan
memanggil namaya. Untuk stimulasi taktil berikan mainan yang dapat
digenggamnya lembut dan lentur, atau pada saat memandikan biar bayi
bermain air di dalam bak mandi.
Bayi usia 7-9 bulan. Untuk stimulasi penglihatan dapat dilakukan
dengan memberikan mainan yang berwarna terang atau berikan
kepadanya kertas dan alat tulis biarkan ia mencoret-coret sesuai
keinginannya.
b) Anak usia toddler(>1 tahun-3tahun)
Anak usia toddler kegiatan belajar menunjukan karakteristik yang khas
yaitu banyak bergerak, tidak bias diam, dan mulai mengembangkan
otonomi dan kemampuannya untuk dapat mandiri.jenis permainan yang
tepat dipilih untuk anak usia toddler adalah solitary play dan parallel
play.
c) Anak usia pra sekolah (>3 tahun-6 tahun)
Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangannya, anak usia
prasekolah mempunyai kemampuan motorik kasar dan halus yang lebih
matang daripada anak usia toddler.anak sudah lebih aktif, kreatif dan
imajinatif. Demikian juga kemampuan berbicara dan berhubungan
social dengan temannya semakin meningkat. Oleh karena itu jenis
permainan yang sesuai adalah associative play, dramatic play, dan skill
play.
d) Anak usia sekolah (6-12tahun)
Karakteristik permainan untuk anak usia sekolah dibedakan menurut
jenis kelaminnya. Anak laki-laki tepat jika diberikan mainan jenis
mekanik yang akan menstimulasi kemampuan kreativitasnya dalam
berkreasi sebagai seorang laki-laki misalnya mobil-mobilan. Ank
perempuan lebih tepat diberikan permainan yang dapt menstimulasi
untuk mengembangkan perasaan, pikiran, dan sikapnya dalam
menjalankan peran sebagai seorang perempuan, misalnya alat untuk
memasak dan boneka.
e) Anak usia remaja (13-18 tahun)
Melihat karakteristik ank remaja demikian, mereka perlu mengisi
kegiatan yang konstruktif, misalnya dengan melakukan permainan
berbagai macam olahraga, mendengar, dan atau bermain
music serta melakukan kegiatan organisasi remaja yang positif serta
kelompok basket, sepak bola, karang taruna dan lain-lain.prinsipnya,
kegiatan bermain bagi anak remaja tidak hanya sekedar mencari
kesenagan dan meningkatkan perkembangan fisiemosional, tetapi juga
lebih kearah menyalurkan minat. Bakat, aspirasi, serta membantu remaja
untuk menemukan identitas pribadinya. Untuk itu alat permainan yang
tepat bias berupa berbagai macam alat olahraga, alat music, dan alat
gambar atau lukis.

F. PRINSIP-PRINSIP DALAM AKTIVITAS BERMAIN


Soetjiningsih (1995) mengatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan agara aktivitas bermain bisa menjadi stimulus yang efektif sebagai
mana berikut ini :
1. Perlu ekstra energy
Bermain memerlukan energy yang cukup, sehingga anak memerlukan
nutrisi yang memadai. Asupan ( intake ) yang kurang dapat menurunkan
gairah anak.anak yang sehat memerlukan aktivitas bermain yang bervariasi,
baik bermain aktif maupun bermain pasif, untuk menghindari rasa bosan
atau jenuh.
Pada anak yang sakit, keinginan untuk bermain umumnya menurun karena
energy yang digunakan untuk mengatasi penyakitnya. Aktivitas bermain
anak sakit yang bias dilakukan adalah bermain pasif, misalnya : menonton
tv, mendengarkan music dan menggambar
2. Waktu yang cukup
Anak harus mempunyai waktu yang cukup waktu untuk bermain sehingga
stimulus yang diberikan dapat optimal.selain itu, anak akan mempunyai
kesempatan yang cukup untuk mengenal alat – alat permainanya.
3. Alat permainan
Alat permainan yang digunakan harus disesuaikan dengan usia dan tahap
perkembangan anak. Orang tua hendaknya memperhatikan hal ini, sehingga
alat permainan yang diberikan dapat berfungsi dengan benar. Yang perlu
diperhatikan adalah alat permainan tersebut harus aman dan mempunyai
unsure edukatif bagi anak.
4. Ruang untuk bermain
Aktivitas bermain dapat dilakukan dimana saja, diruang tamu, dihalaman
bahkan diruang tidur. Diperlukan suatu ruanganan atau tempat khhusus
untuk bermain bila memungkinkan, dimana ruangan tersebut sekaligus juga
dapat menjadi tempat untuk menyimpan mainanya.
5. Pengetahuan cara bermain
Anak belajar bermain dari mencoba – coba sendiri, meniru teman –
temannya atau diberitahu oleh orang tuanya. Cara yang terakhir adalah yang
terbaik karena anak lebih terarah dan lebih berkembang pengetahuannya
dalam menggunakan alat permainan tersebut. Orang tua yang tidak pernah
mengetahui cara bermain dari alat permainan yang diberikan umumnya
membuat hubungannya dengan anak cenderung menjadi kurang hangat.
6. Teman bermain
Dalam bermain, anak memerlukan bisa teman sebaya, saudara, atau orang
tuanya. Ada saat – saat tertentu dimana anak bermain sendiri agar dapat
menemukan kebutuhannya sendiri. Bermain yang dilakukan bersama
dengan orang tuanya akan mengakrabkan hubungan dan sekaligus
memberikan kesempatan kepada orang tua untuk mengetahui setiap kelainan
yang dialami oleh anaknya.

G. ALAT PERMAINAN EDUKATIF


Alat permainan edukatif (APE) adalah alat permainan yang dapat
mengoptimalkan perkembangan anak sesuai dengan usia dan tingkat
perkembangannya dan yang berguna untuk perkembangan aspek fisik, bahasa,
kognitif, dan social anak (soetjningsih, 1995)
Agar orang tua dapat memberikan alat permainan yang edukatif pada
anaknya, syarat – syarat berikut ini yang perlu diperhatikan adalah :
1. Keamanan
Alat permainan untuk anak dibawah umur 2 tahun hendaknya tidak terlalu
kecil, cat tidak beracun, tidak ada bagian yang tajam, dan tidak mudah
pecah, karena pada usia ini anak kadang – kadang suka memasukkan benda
kedalam mulut.
2. Ukuran dan berat
Prinsipnya, mainan tidak membahayakan dan sesuai dengan usia anak.
Apabila mainan terlalu besar atau berat, anak akan sukar menjangkau atau
memindahkannya. Sebaliknya, bila terlalu kecil, mainan akan mudah
tertelan.
3. Desain
APE sebaiknya mempunyai desain yang sederhana dalam hal ukuran,
susunan, ukuran dan warna serta jelas maksud dan tujuannya. Selain itu,
APE hendaknya tidak terlalu rumit untuk menghindari kebingungan anak.
4. Fungsi yang jelas
APE sebaiknya mempunyai fungsi yang jelas untuk menstimuli
perkembangan anak.
5. Variasi APE
APE sebaiknya dapat dimainkan secara bervariasi (dapat dibongkar pasang),
namun tidak terlalu sulit agar anak tidak frustasi dan tidak terlalu mudah,
karena anak akan cepat bosan.
6. Universal
APE sebaiknya mudah diterima dan dikenali oleh semua budaya dan
bangsa. Jadi, dalam menggunakannya, APE mempunyai prinsip yang bisa
dimengerti oleh semua orang.
7. Tidak mudah rusak, mudah didapat dan terjangkau oleh masyarakat luas.

Karena APE berfungsi sebagai stimulus untuk perkembangan anak, maka


setiap lapisan masyarakat, baik yang dengan tingkat social ekonomi tinggi
maupun rendah, hendaknya dapat menyediakannya. APE bias didesain
sendiri asal memenuhi persyaratan.
H. BERMAIN UNTUK ANAK YANG DIRAWAT DIRUMAH SAKIT Aktivitas
bermain yang dilakukan perawat pada anak di rumah sakit akan memberikan
keuntungan sebagai berikut :
1. Meningkatkan hubungan antara klien ( anak keluaarga ) dan perawat karena
dengan melaksanakan kegiatan bermain, perawat mempunyai kesempatan
untuk membina hubungan yang baik dan menyenangkan dengan anak dan
keluarganya. Bermain merupakan alat komunikasi yang elektif antara
perawat dank klien.
2. Perawatan dirumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk mandiri.
Aktivitas bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada
anak.
3. Permainan pada anak dirumah sakit tidak hanya akan memberikan rasa
senang pada anak, tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan
perasaan dan pikiran cemas, takut, sedih, tegang, dan nyeri. Pada beberapa
anak yang belum dapat mengekspresikan perasaan dan pikiran secara verbal
dan/ atau pada anak yang kurang dapat mengekspresikannya, permainan
menggambar, mewarnai, atau melukis akan membantunya mengekspresikan
perasaan tersebut.
4. Permainan yang terupetik akan dapat meningkatkan kemampuan anak untuk
mempunyai tingkah laku yang positif.
5. Permainan yang memberikan kesempatan pada beberapa anak untuk
berkompetisi secara sehat, akan dapat menurunkan ketegangan pada anak
dan keluarganya.
Prinsip – prinsip permainan pada anak di rumah sakit :
1) Permainan tidak boleh bertentangan dengan terapi dan perawatan
yang sedang dijalankan pada anak.
2) Tidak membutuhkan energy yang banyak, singkat dan sederhana.
3) Harus mempertimbangkan keamanan anak.
4) Dilakukan pada kelompok umur yang sama.
5) Melibatkan orang tua.
YAYASAN KARYA HUSADA PARE KEDIRI A
D

STIKES KARYA HUSADA PARE KEDIRI


Ijin Mendiknas RI No. 164/D/O/2005 Rekomendasi Depkes RI No. HK.03.2.4.1.03862
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
Jl. Soekarno Hatta, Kotak Pos 153, Telp/Fax. (0354) 395203 Pare Kediri Website:
www.stikes-khkediri.ac.id

FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN ANAK

I. DATA UMUM

Nama : An. E
:
Ruang Tintin 3
No. Register : 1802290
Umur : 5 Tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : WNI
Bahasa : -
Nama Orangtua : Tn. Saptono
Alamat : Plumpung Rejo – Karangtengah – Kandangan – Kediri
Pekerjaan : Swasta
Penanggung jawab : Tn. Saptono
Pendidikan Terakhir : SMA
Golongan Darah : O
Tanggal MRS : 07-09-2020
Tanggal Pengkajian : 10-09-2020
Diagnosa Medis : Asma Bronkial

II. DATA DASAR

Keluhan Utama :

Ibu pasien mengatakan anaknya sesak dan batuk

P: Ibu mengatakan anaknya sesak


Q: Sesak seperti tertekan benda berat
R: Sesak dirasakan di area dada
S: Skala sesak berat
T: Sesak timbul sewaktu-waktu

Alasan Masuk Rumah Sakit :

Pasien mengalami sesak dan batuk


Riwayat Penyakit Sekarang :

Ibu pasien mengatakan anaknya tanggal 7 September pagi hari mengalami batuk dan sesak,
kemudian diperiksakan ke dokter puskesmas kemudian ampai dengan malam hari sekira
pukul 18.30 batuk dan sesak tidak kunjung reda, akhirnya oleh keluarga di bawa ke RS.
Amelia Pare sekira pukul 19.30 WIB.

Upaya yang telah dilakukan :

Ibu pasien memberikan minum air hangat dan dadanya digosok minyak kayu putih.

Terapi yang telah diberikan:

- I n f u s RL (14 tts/menit)
- ceftriaxon 2x700 mg
- Dexametason 3x½ ampul
- Nebulizer dengan Pulmicort 2x 15 menit/hari
- Salbutamol syrup 3x1 cc/hari

Riwayat Kesehatan Dahulu :

Pasien pernah di rawat di Rs.Amelia dengan penyakit ISK pada tahun 2019

Riwayat Kesehatan Keluarga :

Keluarga tidak mempunyai penyakit keturunan, tidak mempunyai riwayat alergi makanan
dalam satu keluarga, tidak ada yang mempunyai penyakit yang menular.

Genogram:
KETERANGAN:

= Keluarga binaan

= Pasien dengan umur 5 tahun

= Laki - laki

III.RIWAYAT ANTENATAL & POST NATAL

1. Riwayat selama kehamilan

a. Antenatal : frekuensi ibu melakukan pemeriksaan kehamilan di bidan dan


puskesmas sebanyak 6 kali , ibu sudah melakukan imunisasi TT pada usia
kehamilan 8 bulan dan mengonsumsi Fe, ibu mengeluh saat hamil badan
sering lemas dan kadang mual ketika melihat nasi dan kenaikan BB ibu
selama hamil sekitar 13 kg
b. Intranatal : ibu melahir dalam usia kehamilan 9 bulan lebih 10 haru, ibu
melahirkan di Rs. Amelia dengan APGAR score bayi 9 , BB 2,8 kg dan PB
BBL adalah 50 cm
c. Postnatal : tali pusat lepas pada hari ke 6, tidak mempunyai riwayat penyakit
kuning.

2. Obat-obatan yang digunakan

Tidak ada obat-obatan yang dipakai

3. Tindakan operasi

Tidak menggunakan tindakan operasi

4. Riwayat alergi

Anak tidak memiliki riwayat alergi obat , selama ini anak Cuma mengkonsumsi ASI
dan MP ASI ( Bubur bayi )

5. Kecelakaan

Tidak pernah mengalami kecelakaan


6. Imunisasi

imunisasi pada anak lengkap HB uniject ( 0 – 7 hari ), BCG,polio 1 ( 1 bln ),


DPT/HB 1,Polio 2 ( 2 bln ), DPT/ H B 2/,Polio 3 ( 3bln ), DPT/HB3,Polio 4 ( 4
bln), Campak (9 bln)

IV. RIWAYAT SOSIAL

1. Pengasuh

Anak diasuh oleh orang tuanya sendiri mulai dari lahir sampai saat ini

2. Hubungan dengan anggota keluarga juga saudara

Status anak dalam keluarga adalah anak kandung yang nomer 2, serta hubungan
anak dengan anggota keluarga yang lain sangat baik, diterima oleh semua anggota
keluarga

3. Pembawaan secara umum

Pembawaan pasien secara umum baik,tidak ada kelainan


4. Lingkungan rumah

Rumah yang ditempati adalah milik pribadi, keadaan rumah baik, lingkungan
disekitar rumah bersih , sanitasi air dan limbah baik,terdapat Wc dan kamar mandi
yang terpisah

V. POLA FUNGSI KESEHATAN

1. Persepsi terhadap Kesehatan – Manajemen Kesehatan

Pengetahuan keluarga terhadap sehat sakit baik, keluarga selalu menjaga


kesehatan dengan mengupayakan menjaga kebersihan lingkungan dan makanan
sehari – hari serta berperilaku hidup sehat
2. Pola Aktivitas dan Latihan

 Kemampuan Perawatan Diri


Skor 0 : mandiri, 1 : dibantu sebagian, 2 : perlu bantuan orang lain, 3 : perlu
bantuan orang lain dan alat, 4 : tergantung pada orang lain / tidak mampu.

Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi
Berpakaian
Eleminasi
Mobilisasi di tempat tidur
Pindah
Ambulasi
Naik tangga
Makan dan minum
Gosok gigi

Keterangan : Dibantu oleh orangtua pasien

3. Pola Istirahat dan Tidur :

KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT


Jumlah Jam Tidur Siang 2- 3 jam Kurang dari 1 jam

Jumlah Jam Tidur Malam 10 jam 4-5 jam

Pengantar Tidur Tidak ada Tidak ada

Gangguan Tidur Suara berisik Rasa tidak nyaman

Perasaan Waktu Bangun Tidak terkaji Tidak terkaji

4. Pola Nutrisi – Metabolik

1) Berat badan sebelum sakit dan saat sakit

Tanggal Pemeriksaan BB sebelum sakit BB saat sakit


07-09-2020 21 kg 20 kg

2) Tinggi badan atau panjang badan

Tinggi atau panjang badan pasien saat ini adalah 1,2 m


3) Kebiasaan pemberian makanan

KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT


Frekuensi 2 – 3 kali 2 – 3 kali

Jenis Nasi Nasi

Porsi 1 porsi ½ Porsi

Keluhan Tidak ada Tidak ada

5. Pola Eliminasi

Eliminasi Uri

KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT


Frekuensi 6 – 8 kali 6 – 8 kali

Pancaran Kuat Kuat

Jumlah 70 cc 50 cc

Bau amoniak amoniak

Warna Kuning jernih Kuning

Perasaan setelah BAK - -

Total Produksi Urin 600 cc 400 cc

Eliminasi Alvi

KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT


Frekuensi 1 kali 1 kali

Konsistensi Lembek Lembek

Bau Khas Khas

Warna Kuning Kuning


6. Pola Kognitif dan Persepsi Sensori

Kemampuan klien berkomunikasi ( berbicara dan mengerti pembicaraan) baik, status


mental dan orientasi pasien baik, kemampuan penginderaan yang meliputi;
penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecapan tidak ada kelainan.

7. Pola Konsep Diri

Tidak terkaji

8. Pola Mekanisme Koping

Tidak terkaji

9. Pola Fungsi Seksual – Reproduksi

Tidak terkaji

10. Pola Hubungan – Peran

Pasien nampak ketakutan ketika melihat perawat, pasien nampak selalu bersama orang
tuanya khususnya ibu
11. Pola aktivitas bermain
Pasien biasanya bermain mobil – mobilan kadang juga bermain bola dan apapun benda
yang ditemui selalu dibuat mainan,waktu bermain tidak menentu
12. Pola Nilai dan Kepercayaan

KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT


Nilai Khusus - -

Praktik Ibadah - -

Pengetahuan tentang - -
Praktik Ibadah selama sakit
VI. PEMERIKSAAN FISIK (DATA OBYEKTIF)

1. Status Kesehatan Umum


Keadaan/ penampilan umum: Keadaan cukup
Kesadaran : Composmetis GCS: 4-5-6
BB sebelum sakit : 21 Kg TB: 1,2 m
BB saat ini : 20 Kg
Perkembangan BB : Sedang

Status Gizi : Cukup


Status Hidrasi : Baik
Tanda – tanda vital :
TD : -
N : 120 x/Menit
Suhu : 37°C
RR : 36 x/Menit

2. Pemeriksaan Fisik ( B1 – B6 )
1) B1 (Breathing)

I : Ada tarikan dada saat inspirasi


P : Ditemukan taktil premitus meningkat
P : Bunyi ketukan redup
A : Di temukan suara nafas tambahan whezing dan ronchi

2) B2 (Bleeding)

I : Kunjungtiva tidak ada kelainan, warna merah muda


P : Nadi teratur, kuat, tidak ada kelainan
P:-
A : Irama jantung teratur

3) B3 (Brain)

Tidak ada kelainan pada sistem persyarafan, tingkat kesadaran


composmetis ( GCS 4-5-6 )
4) B4 (Bladder)

Tidak ditemukan kelainan dalam sistem perkemihan

5) B5 (Bowel)

Penurunan nutrisi yang berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang karena
kelemahan fisik umum

6) B6 (Bone)

Tidak ada kelainan pada sistem integumen dan muskulokeletas, kekuatan otot normal,
warna kulit kemerahan, teraba hangat

5 5

5 5

3. Pemeriksaan Diagnostik
1) Laboratorium

Tanggal 07-09-2020

- Lekosit : 19410
- Hb : 12,9gr/dl
- Hematokrit :36,1 %
- Trombosit : 334.000 sel/lp

2) Radiologi

Ditemukan pemeriksaan foto thorax dengan hasil asma bronchial


4. Terapi
1.Oral
- Salbutamol sirup 3x1cc

2. Parenteral
- infus RL 14 tts
- Dexametason 3 x ½ ampul
- ceftriaxon2 x 700 mg

3. Lain - lain
Di lakukan nebulizer 3x15 mnit
ANALISA DATA

No. Data Etiologi Masalah


1. DS : Ibu mengatakan anaknya sesak Respon dinding
seperti ditumbu benda berat bronkus

DO : Bronkospasme Pola nafas tidak efektif


K/u Ckp , N : 120x/menit
Suhu : 37 °C, RR : 36 x/menit Wheezing
GCS :4-5-6
Ada tarikan otot dada saat bernafas Pola nafas
Ada suara ronchi dan whezing terganggu
Terpasang 02 3ltr nasal
Posisi pasien semi fowler
Taktil fremitus meningkat
Ada retraksi dada

2. DS : Ibu mengatakan anaknya batuk- Respon dinding bronkus


batuk sulit mengeluarkan dahak
Hipersekresi mukosa
DO :
K/u Ckp , N : 120 x/menit Akumulasi sekret Bersihan jalan nafas tidak
Suhu : 37 °C, RR : 36 x/menit efektif
GCS :4-5-6 Sekret tidak keluar
Pasien batuk-batuk sulit
mengeluarkan dahak Batuk tidak
Pada auskultasi ada suara ronchi efektif
dan whezing di area dada
Pasien terpasang 02 3ltr Bersihan jalan
Posisi pasien semi fowler nafas tidak
efektif

3. DS : Ibu mengatakan selama sakit tidak Udema mukosa Intolerensi Aktifitas


bisa beraktifitas secara mandiri
Bronkus menyempit
DO: K/U Cukup,Nadi : 120x/mnt,
Suhu : 37 ,RR:36x/mnt Ventilasi terganggu
GCS : 4-5-6
Posisi pasien semi fowler hipoksemia
Aktifitas pasien dibantu ibu pasien
Pasien terlihat lemah
PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

1 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan

2 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan

3 Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai


dan kebutuhan oksigen
Diagnosa Keperawatan No. 1
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan
Tujuan;
Setelah di lakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam diharapkan pola nafas
Membaik dengan kriteria hasil :
- penggunaan otot bantu nafas menurun 5
- Frekwensi nafas membaik 5
Intervensi
- Manajemen jalan nafas
Observasi
- Monitor pola nafas
- Monitor bunyi nafas tambahan (mengi,wheezing,ronchi kering)
- Monitor sputum (jumlah,warna,aroma)
Terapeutik
- Posisikan semi fowler atau fowler
- Berikan minum air hangat
- Lakukan fisio terapi dada,jika perlu
- Berikan oksigen,jika perlu
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
Edukasi
- Ajarkan tehnik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator,ekspektoran,mukolitik,jika perlu

Diagnosa Keperawatan No. 2


Bersihan jalan tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 1 x 24 jam diharapkan bersihan jalan nafas

Membaik dengan kriteria hasil :


- Produksi sputum menurun 5
- Mengi menurun 5
- Whezing menurun 5
- Dispneua menurun 5
- Frekwensi nafas membaik 5
- Pola nafas membaik 5
Intervensi
- Latihan batuk efektif
Observasi
- Identifikasi kemampuan batuk
- Monitor adanya retensi sputum
- Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
Terapeutik
- Atur posisi semi-Fofler atau Fowler
- Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
- Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
- Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik,di tahan selama 2
detik,kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mecucu (dibulatkan) selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam hingga 3 kali
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran

Diagnosa Keperawatan No. 3


Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
Tujuan :
Setelah dikakukan intervensi keperawatan dalam waktu 1x24 jam diharapkan toleransi
aktivitas meningkat dengan kriteria hasil :
- Kemudahan melakukan aktifitas sehari-hari meningkat 5
- Keluhan lelah menurun 5
- Dispnea saat aktivitas nenurun 5
Intervensi
- Manajemen Energi
- Observasi
- Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
- Monitor kelelahan fisik dan emosional
- Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktifitas
Terapeutik
- Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
- Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
- Berikan aktifitas distraksi yang menenangkan
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahaap
- Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan

.
IMPLEMENTASI

Tanggal DX Jam Implementasi TTD

1. Memonitor pola nafas


2. Memonitor bunyi nafas tambahan,terdengar suara ronchi
dan whezing
10-9-2020 1 12.00 wib 3. Memonitor sputum,keluar banyak berwarna putih keruh
4. Memberikan posisi pasien semi fowler
5. Memberikan minum air hangat
6. Melakukan fisio terapi dada
7. Memberikan oksigen nasal 3 ltr
8. Mengajarkan tehnik batuk efektif
9. Berkolaborasi pemberian bronkodilator, nebulizer
dengan pulmicort 15 mnit

2. 12.30 wib1. Mengidentifikasi kemampuan batuk


2. Memonitor adanya retensi sputum
3. Memonitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
4. Membuang sekret pada tempat sputum
5. Menjelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
6. Menganjurkan tarik nafas dalam melalui hidung
selama 4 detik,ditahan selama 2 detik,kemudian
keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu
(dibulatkan)selama 8 detik
7. Menganjurkan mengulangi tarik nafas dalam hingga 3
kali
8. Menganjurkan batuk dengan kuat langsung setelah
tarik nafas dalam yang ke 3
9. Berkolaborasi pemberian mukolitik atau
ekspektoran,pemberian mukolitik atau ekspektoran

3. 13.15 wib1. Mengidentifikasi ganggguan fungsi tubuh yang


mengakibatkan kelelahan
2. Memonitor kelelahan fisik dan emosional
3. Memonitor pola dan jam tidur
4. Melakukan latihan rentang gerak pasif dan atau
aktif
5. Melakukan aktifitas distraksi yang
menenangkan
6. Menganjurkan tirah baring
7. Menganjurkan untuk melakukan aktifitas secara
bertahap
8. Mengajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
EVALUASI

Tgl / Jam DX Evaluasi TTD

10-09-2020 1 S : Ibu mengatakan sesak pada anaknya berkurang


O : K/u Ckp , N : 100x/menit
08.00WIB Suhu : 36,5 °C, RR : 28 x/menit
GCS :4-5-6
Tarikan otot dada saat inspirasi berkurang
Suara whezing dan ronchi pada area dada berkurang
Dilakukan pemberian nebulizer dengan pulmicort 15
menit
Terpasang oksigen 2ltr (turun 1ltr)
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
2 S : Ibu mengatakan anaknya sudah bisa mengeluarkan
dahak meskipun masih sedikit
O : K/u cukup, N ; 100 x/mnit, RR:28x/mnt
Pasien tampak tenang
Suara nafas tambahan ronchi dan whezing berkurang
Pasien batuk-batuk,bisa mengeluarkan dahak
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

3 S : Ibu mengatakan anaknya masih mudah lelah


O : K/u cukup, N ; 100 x/mnit, RR:28x/mnt
Pasien tampak tenang
Pasien tirah baring
Posisi semi fowler
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

10-09-2020 1 S : Ibu mengatakan sesak pada anaknya berkurang


banyak
O : K/u Ckp , N : 100x/menit
Suhu : 36,5 °C, RR : 28 x/menit
GCS :4-5-6
Oksigen nasal sudah aff
Suara nafas ronchi,whezing berkurang
Posisi pasien semi fowler
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

2 S : Ibu mengatakan anaknya sudah tidak kejang


O : K/u Ckp , N : 116 x/menit , Suhu : 36,8 °C, RR:20
x/menit, GCS : 4-5-6
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
3 S : Ibu mengatakan anaknya mudah lelahnya
sedikit berkurang
O : K/u cukup, N ; 100 x/mnit, RR:28x/mnt
Pasien tampak tenang
Pasien tirah baring
Posisi semi fowler
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

Anda mungkin juga menyukai