PENDAHULUAN
1
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui Definisi Anemia
2. Untuk mengetahui Klaisifikasi Anemia
3. Untuk mengetahui Etiologi Anemia
4. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis Anemia
5. Untuk mengetahui Patofisiologi Anemia
6. Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang Anemia
7. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Anemia
8. Untuk mengetahui Pathway Anemia
9. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Anemia
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar
hemoglobin (Hb) atau hematokrit (Ht) dibawah normal. Anemia menunjukkan
suatu status penyakit atau perubahan fungsi tubuh. Anemia merupakan keadaan
dimana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin yang beredar tidak memenuhi
fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratoris,
anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar hemoglobin serta hitung eritrosit dan
hematokrit di bawah normal (Huda & Kusuma. 2017).
Batasan umum seseorang dikatakan anemia dapat menggunakan kriteria
WHO pada tahun 1968, dengan kriteria sebagai berikut (Handayani & Andi,
2008):
1. Laki-laki dewasa Hb < 13 gr/dl
2. Perempuan dewasa tidak hamil Hb < 12 gr/dl
3. Perempuan dewasa hamil Hb < 11 gr/dl
4. Anak usia 6-14 tahun Hb < 12 gr/dl
5. Anak usia 6 bulan – 6 tahun Hb < 11 gr/dl
Untuk kriteria anemia di klinik, rumah sakit, atau praktik klinik pada
umumnya dinyatakan anemia bila terdapat nilai sebagai berikut (Handayani &
Andi, 2008):
1. Hb < 10 gr/dl
2. Hematokrit < 30%
3. Eritrosit < 2,8 juta/mm2
Derajat anemia ditentukan oleh kadar Hb. Klasifikasi derajat anemia yang
umum dipakai adalah (Handayani & Andi, 2008):
1. Ringan sekali Hb 10 gr/dl – 13 gr/dl
2. Ringan Hb 8 gr/dl – 9,9 gr/dl
3. Sedang Hb 6 gr/dl – 7,9 dr/dl
4. Berat Hb < 6 gr/dl
3
2.2. KLASIFIKASI
Menurut (Huda & Kusuma. 2017) klasifikasi anemia adalah:
1. Anemia Aplastik
Anemia aplastik (hipoproliferatif) disebabkan oleh penurunan pada prekusor
sel-sel sumsum tulang dan penggantian sumsum dengan lemak. Anemia ini dapat
disebabkan oleh kongenital atau didapat, idiopati akibat dari infeksi tertentu,
obat-obatan dan zat kimia, serta kerusakan akibat radiasi. Penyembuhan sempurna
dan cepat mungkin dapat diantisipasi jika pemajanan pada pasien dihentikan
secara dini. Jika pemajanan tetap berlangsung setelah terjadi tanda-tanda
hipoplasi, depresi sumsum tulang hampir dapat berkembang menjadi gagal
sumsum tulang dan irreversible.
2. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah kondisi dimana kandungan besi dalam tubuh
menurun dibawah kadar normal. Zat besi yang tidak adekuat menyebabkan
berkurangnya sintesis Hb sehingga menghambat proses pematangan eritrosit. Ini
merupakan tipe anemia yang paling umum. Anemia ini dapat ditemukan pada pria
dan wanita pasca menopause karena perdarahan (misal, ulkus, gastritis, tumor
gastrointestinal), malabsopsi atau diit sangat tinggi serat (mencegah absorpsi
besi). Alkoholisme kronis juga dapat menyebabkan masukan besi yang tidak
adekuat dan kehilangan besi melalui darah dari saluran gastrointestinal.
3. Anemia Megaloblastik (Defisiensi Vitamin B12 dan Defisiensi Asam Folat)
Anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat
memperlihatkan perubahan-perubahan sumsum tulang dan darah perifer yang
identik. Defisiensi vitamin B12 sangat jarang terjadi tetapi dapat terjadi akibat
ketidakadekuatan masukan pada vegetarian yang ketat, kegagalan absorpsi saluran
gantrointestinal, penyakit yang melibatkan ilium atau pankreas yang dapat
merusak absorpsi vitamin B12. Tanpa pengobatan pasien akan meninggal setelah
beberapa tahun, biasanya akibat gagal jantung kongesti sekunder akibat dari
anemia. Sedangkan defisiensi asam folat terjadi karena asupan makanan yang
kurang gizi asam folat, terutama dapat ditemukan pada orang tua, individu yang
jarang makan sayuran dan buah, alkoholisme, anoreksia nervosa, pasien
hemodialisis.
4
4. Anemia Sel Sabit
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitik berat yang diakibatkan oleh defek
molekul Hb dan berkenaan dengan serangan nyeri. Anemia ini ditemukan
terutama pada orang Mediterania dan populasi di Afrika, serta terutama pada
orang-orang kulit hitam. Anemia sel sabit merupaka gangguan resesif otosom
yang disebabkan oleh pewarisan dua salinan gen hemoglobin defektis, satu buah
dari masing-masing orang tua. Hemoglobin yang cacat itu disebut hemoglobin S
(HbS), menjadi kaku dan membentuk konfigurasi seperti sabit apabila terpajan
oksigen berkadar rendah.
5. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolysis,
yaitu pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya. Anemia
hemolitik adalah jenis yang tidak sering dijumpai, tetapi bila dijumpai
memerlukan pendekatan diagnostik yang tepat. Anemia hemolitik dapat
disebabkan oleh anemia sel sabit, malaria, penyakit hemolitik pada bayi baru
lahir, dan reaksi transfuse.
2.3. ETIOLOGI
Menurut Price & Wilson (2005) penyebab anemia dapat dikelompokan
sebagai berikut:
1. Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena:
a. Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemi difisiensi Fe,
Thalasemia, dan anemi infeksi kronik.
b. Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrien yang dapat menimbulkan
anemi pernisiosa dan anemi asam folat.
c. Fungsi sel induk (stem sel) terganggu , sehingga dapat menimbulkan anemia
aplastik dan leukemia.
d. Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma.
2. Kehilangan darah
a. Akut karena perdarahan atau trauma atau kecelakaan yang terjadi secara
mendadak.
b. Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia.
5
3. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis)
Hemolisis dapat terjadi karena:
a. Faktor bawaan, misalnya, kekurangan enzim G6PD (untuk mencegah
kerusakan eritrosit.
b. Faktor yang didapat, yaitu adanya bahan yang dapat merusak eritrosit
misalnya, ureum pada darah karena gangguan ginjal atau penggunaan obat
acetosal.
4. Bahan baku untuk pembentukan eritrosit tidak ada Bahan baku yang dimaksud
adalah protein , asam folat, vitamin B12, dan mineral Fe. Sebagian besar
anemia anak disebabkan oleh kekurangan satu atau lebih zat gizi esensial (zat
besi, asam folat, B12) yang digunakan dalam pembentukan sel-sel darah
merah. Anemia bisa juga disebabkan oleh kondisi lain seperti penyakit malaria,
infeksi cacing tambang.
6
c. Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
d. Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, serta
rambut tipis dan halus.
2. Gejala khas masing-masing anemia
Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah
sebagai berikut:
a. Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis,
keletihan, kebas dan kesemutan pada ekstremitas
b. Anemia defisiensi asam folat: lidah merah (buffy tongue).
c. Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
d. Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi.
3. Gejala akibat penyakit yang mendasari
2.5. PATOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang
dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau akibat
penyebab yang tidak diketahui. Lisis sel darah merah terjadi dalam sel fagositik
atau dalam sistem retikulo endothelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai
hasil sampingan dari proses tersebut, bilirubin yang terbentuk dalam fagositi akan
memasuki aliran darah. Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam
sirkulasi, maka hemoglobin akan muncul dalam plasma. Apabila konsentrasi
plasmanya melebihi kapasitas hemoglobin plasma, makan hemoglobin akan
berdifusi dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urin. Pada dasarnya gejala anemia
timbul karena dua hal, yaitu anoksia organ target karena berkurangnya jumlah
oksigen yang dapat dibawa oleh darah ke jaringan dan mekanisme kompensasi
tubuh terhadap anemia. Kombinasi kedua penyebab ini akan menimbulkan gejala
yang disebut sindrom anemia (Handayani & Andi, 2008).
7
Berdasarkan proses patofisiologi terjadinya anemia, dapat digolongkan pada
tiga kelompok (Edmundson, 2013 dalam Rokim dkk, 2014):
1. Anemia akibat produksi sel darah merah yang menurun atau gagal
Pada anemia tipe ini, tubuh memproduksi sel darah yang terlalu sedikit atau
sel darah merah yang diproduksi tidak berfungsi dengan baik. Hal ini terjadi
akibat adanya abnormalitas sel darah merah atau kekurangan mineral dan vitamin
yang dibutuhkan agar produksi dan kerja dari eritrosit berjalan normal. Kondisi
kondisi yang mengakibatkan anemia ini antara lain sickle cell anemia, gangguan
sumsum tulang dan stem cell, anemia defisiensi zat besi, vitamin B12, dan Folat,
serta gangguan kesehatan lain yang mengakibatkan penurunan hormon yang
diperlukan untuk proses eritropoesis.
2. Anemia akibat penghancuran sel darah merah
Bila sel darah merah yang beredar terlalu rapuh dan tidak mampu bertahan
terhadap tekanan sirkulasi maka sel darah merah akan hancur lebih cepat sehingga
menimbulkan anemia hemolitik. Penyebab anemia hemolitik yang diketahui atara
lain:
a. Keturunan, seperti sickle cell anemia dan thalassemia.
b. Adanya stressor seperti infeksi, obat obatan, bisa hewan, atau beberapa jenis
makanan.
c. Toksin dari penyakit liver dan ginjal kronis.
d. Autoimun.
e. Pemasangan graft, pemasangan katup buatan, tumor, luka bakar, paparan
kimiawi, hipertensi berat, dan gangguan thrombosis.
8
3. Anemia akibat kehilangan darah
Anemia ini dapat terjadi pada perdarahan akut yang hebat ataupun pada
perdarahan yang berlangsung perlahan namun kronis. Perdarahan kronis
umumnya muncul akibat gangguan gastrointestinal (misal ulkus, hemoroid,
gastritis, atau kanker saluran pencernaan), penggunaan obat obatan yang
mengakibatkan ulkus atau gastritis (misal OAINS), menstruasi, dan proses
kelahiran.
9
d. Pemeriksaan biologi molekuler (PCR: polymerase chain reaction, FISH:
fluorescence in situ hybridization).
2.7. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang tepat dilakukan untuk pasien anemia sesuai jenisnya,
dapat dilakukan dengan (Huda & Kusuma. 2017):
1. Anemia Aplastik
a. Transplantasi sumsum tulang.
b. Pemberian terapi imunosupresif dengan globulin antitimosit (ATG).
c. Hentikan semua obat yang menyebabkan anemia tersebut.
d. Cegah timbulnya gejala-gejala dengan melakukan transfuse sel-sel darah
merah dan trombosit.
e. Lindungi pasien yang rentan terhadap leukopenia dari kontak dengan orang-
orang yang menderita infeksi.
2. Anemia defisiensi besi
a. Teliti sumber penyebab yang mungkin dapat berupa malignasi
gastrointestinal, fibroid uteri, atau kanker yang dapat disembuhkan.
b. Lakukan pemeriksaan feses untuk mengetahui darah samar.
c. Berikan preparat besi orang yang diresepkan.
d. Hindari tablet dengan salut enteric, karena diserap dengan buruk.
e. Lanjutkan terapi besi sampai setahun setelah perdarahan terkontrol.
3. Anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat)
Anemia defisiensi vitamin B12:
a. Pemberian suplemen vitamin atau susu kedelai difortifikasi (pada vege tarian
ketat).
b. Suntikan vitamin B12 secara IM untuk kelainan absorpsi atau tidak
terdapatnya faktor-faktor instriksik.
c. Cegah kambuhan dengan vitamin B12 selama hidup untuk pasien anemia
pernisiosa atau malabsorpsi yang tidak dapat diperbaiki.
Anemia defisiensi asam folat:
a. Pemberian diit nutrisi dan 1 mg gram asam folat setiap hari.
b. Asam folat IM untuk sindrom malabsorpsi.
10
c. Asam folat oral diberikan dalam bentuk tablet (kecuali vitamin prenatal).
4. Anemia sel sabit
a. Arus utama terapi adalah hidrasi dan analgesia.
b. Hidrasi dengan 3-5L cairan intravena dewasa per hari.
c. Berikan dosis adekuat analgesik narkotik.
d. Gunakan obat anti inflamasi non steroid untuk nyeri yang lebih ringan.
e. Transfusi dipertahankan untuk krisis aplastik, krisis yang tidak responsive
terhadap terapi, pada preoperasi untuk mengencerkan darah sabit, dan
kadang-kadang setengah dari masa kehamilan untuk mencegah krisis.
11
2.8. PATHWAY
PERFUSI
PERIFER TIDAK
EFEKTIF
DEFISIT NUTRISI
POLA NAFAS TIDAK EFEKTIF
12
2.9. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
2.9.1. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
menyeluruh meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnose
medis (Rohmah & Walid, 2014).
Pengkajian pasien dengan anemia meliputi :
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas;
penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan
untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/ takipnae; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi,
menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot,
dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur
lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunujukkan keletihan.
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis,
menstruasi berat (DB), angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat
endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi
melebar, hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST
dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur
sistolik (DB). Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit dan membrane mukosa
(konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit
hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan). Kulit seperti berlilin, pucat
(aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP). Sklera : biru atau putih seperti
mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan
vasokontriksi kompensasi) kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok
(koilonikia) (DB). Rambut : kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara
premature (AP).
13
3. Integritas ego
Gejala : keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya
penolakan transfusi darah.
Tanda : depresi.
4. Eleminasi
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB).
Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan
haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen.
5. Makanan/cairan
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan
produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada
faring). Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan.
Tidak pernah puas mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat,
tanah liat, dan sebagainya (DB).
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin
B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit: buruk, kering, tampak
kisut/hilang elastisitas (DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir:
selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah. (DB).
6. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan
berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata.
Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah; parestesia tangan/kaki (AP) ;
klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak
mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik,
AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi,
ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP).
7. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
14
8. Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
9. Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat terpajan pada
radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker.
Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan
penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum.
Ptekie dan ekimosis (aplastik).
10. Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB).
Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten.
Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.
2.9.3. INTERVENSI
1. Toleransi Aktivitas (L.05047)
Diagnose : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
Definisi : respon fisiologis terhadap aktivitas yang membutuhkan tenaga
Ekspektasi : meningkat
15
Criteria hasil
16
Criteria hasil
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
menurun meningkat
Porsi makan yang 1 2 3 4 5
dihabiskan
Kekuatan otot 1 2 3 4 5
mengunyah
Kekuatan otot 1 2 3 4 5
menelan
Serum albumin 1 2 3 4 5
Verbalisasi 1 2 3 4 5
keinginan untuk
meningkatkan
nutrisi
Pengetahuan 1 2 3 4 5
tentang pilihan
makanan yang sehat
Pengetahuan 1 2 3 4 5
tentang standart
asupan nutrisi yang
tepat
Meningat Cukup Sedang Cukup Menurun
meningkat menurun
Perasaan cepat 1 2 3 4 5
kenyang
Nyeri abdomen 1 2 3 4 5
Sariawan 1 2 3 4 5
Diare 1 2 3 4 5
Rambut rontok 1 2 3 4 5
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
memburuk membaik
Berat badan 1 2 3 4 5
IMT 1 2 3 4 5
Bising usus 1 2 3 4 5
Membrane mukosa 1 2 3 4 5
Frekuensi makan 1 2 3 4 5
Nafsu makan 1 2 3 4 5
17
3. Tingkat keletihan (L.05046)
Definisi : kapasitas kerja fisik dan mental yang tidak pulih dengan beristirahat
Ekspektasi : menurun
18
1. Manajemen energy
Diagnose : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
Definisi : mengidentifikasi dan mengelola penggunaan energy untuk mengatasi
atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan proses pemulihan.
Tindakan
Observasi
1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
2) Monitor krlrmahan fisik dan emosional
3) Monitor pola dan jam tidur
4) Monitor lokasi dan keidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Terapeutik
1) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. Cahaya,
kunjungan, suhu)
2) Lakukan latihan rentang gerak pasif dan atau aktif
3) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
4) Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur
Edukasi
1) Anjurkan tirah baring
2) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3) Anjurkan menghubungi perawat bila tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
4) Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
2. Manajemen Nutrisi
Diagnose : Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mencerna makanan
Definisi : mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang
Tindakan
Observasi
19
1) Identifikasi status nutrisi
2) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3) Identifikasi makanan yang disukai
4) Identifikasi kalori dan jenis nutrient
5) Monitor asupan makanan
6) Monitor berat badan
7) Monitor hasil pemeriksaan lab
Terapeutik
1) Lakuakn oral hygiene sebelum makan
2) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
3) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
4) Berikan makanan tinggi kalori dan protein
5) Berikan suplemen makanan
Edukasi
1) Anjurkan posisi duduk
2) Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetic)
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan
3. Manajemen Energy
Diagnose : Kelemahan berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen (pengiriman) dan kebutuhan
Definisi : mengidentifikasi dan mengelola penggunaan energy untuk mengatasi
atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan proses pemulihan.
Tindakan
Observasi
1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
2) Monitor krlrmahan fisik dan emosional
3) Monitor pola dan jam tidur
20
4) Monitor lokasi dan keidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Terapeutik
1) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. Cahaya,
kunjungan, suhu)
2) Lakukan latihan rentang gerak pasif dan atau aktif
3) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
4) Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur
Edukasi
1) Anjurkan tirah baring
2) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3) Anjurkan menghubungi perawat bila tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
4) Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
2.9.4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi keperawatan yang
direncanakan oleh perawat.
2.9.5. EVALUASI
Evaluasi dilakukan dengan membandingkan kondisi yang terjadi pada
pasien dengan criteria hasil yang ada di intervensi.
21