Nim : 1814401016
Semester : 5
7. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan sel
darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel
darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis. Lisis sel darah merah terjadi dalam
fagositik atau dalam sistem retikulo endotelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil
sampigan dari proses tersebut, bilirubin yang terbentuk dalam fagosit akan memasuki aliran
darah. Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, maka hemoglobin
akan muncul dalam plasma. Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas hemoglobin
plasma, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin.
Pada dasarnya gejala anemia timbul karena dua hal seperti anoksia organ terget karena
berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah ke jaringan dan mekanisme
kompensasi tubuh terhadap anemia. Kombinasi kedua penyebab ini akan menimbulklan gejala
yang disebut syndrome anemia.
Anemia dapat dibagi menjadi lima bagian, seperti anemia aplastik, anemia defisiensi besi,
anemia megaloblastik, anemia hemolitik, dan anemia sel sabit. Anemia aplastik diperkirakan
dapat terjadi karena tiga faktor, yaitu kerusakan sel induk, kerusakan lingkungan mikro, dan
mekanisme imunologis. Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan zat besi, sehingga
cadangan besi makin menurun. Apabila cadangan kosong, maka keadaan ini disebut iron
depleted state. Apabila kekurangan zat besi berlanjut terus, maka penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang, sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit, tetapi anemia
secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut iron deficienr erythropoesis. Selanjutnya timbul
anemia hipokromik mikrositer, sehingga disebut sebagai iron deficiency anemia. Pada saat ini
juga terjadi kekurangan zat besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan
gejala pada kuku, epitel mulut dan faring, serta berbagai gejala lainnya.
Timbulnya meganoblast adalah akibat gangguan maturasi inti sel karena terjadi gangguan
sintesis DNA sel-sel eritroblast akibat defisiensi asam folat dan vitamin B 12, dimanan vitamin B12
dan asam folat berfungsi dalam pembentukan DNA inti sel dan secara khusus untuk vitamin B 12
pentig dalam pembentukkan mielin. Akibat gangguan sintesis DNA pada inti eritroblast ini,
maka maturasi inti sel lambat, sehingga kromatin lebih longgar dan sel menjadi lebih besar
karena pembelahan sel yang lambat. Sel eritroblast dengan ukuran yang lebih besar serta susunan
kromatin yang lebih longgar disebut sebagai sel meganoblast. Sel meganoblast ini fungsinya
tidak normal, dihancurkan saat masih dalam sumsum tulang sehingga terjadi eritropoesis
inefektif dan masa hidup eritrosit lebih pendek yang berujung pada terjadinya anemia.
Penurunan kadar hemoglobin yang akan mengakibatkan anemia. Hemolisis dapat terjadi
perlahan-lahan, sehingga dapat diatasi oleh mekanisme kompensasi tubuh, tetapi dapat juga
terjadi tiba-tiba, sehigga segera menurunkan kadar hemoglobin. Peningkatan hasil pemecahan
eritrosit dalam tubuh. Hemolisis berdasarkan tempatnya terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Hemolisis ekstravaskular; hemolisis terjadi pada sel makrofag dari sistem retikuloendotelial
(RES) terutama pada lien, hepar, dan sumsum tulang karena sel ini mengandung enzim heme
oxygenase. Lisis terjadi karena kerusakan membran, presipitasi hemoglobin dalam sitoplasma,
dan menurunnya fleksibilitas eritrosit. Pemecahan eritrosit ini akan menghasilkan globin yang
akan dikembalikan ke protein pool, serta zat besi yang dikembalikan ke makrofag selanjutnya
akan digunakan kembali, sedangkan protoporfirin akan menghasilkan gas CO dan bilirubun.
Bilirubin dalam darah berikatan dengan albimin menjadi indirek, mengalami konjungsi dalam
hati menjadi bilirubun direk kemudian dibuang melalui empedu sehingga meningkatkan
sterkobilinogen dalam feses dan urobilinogen dalam urin.
b. Hemolisis intravaskular; pemecahan eritrosit intravaskular menyebabkan lepasnya hemoglobin
bebas ke dalam plasma. Hemoglobin bebas ini akan diikat oleh hepatoglobin, sehingga kadar
hepatoglobin plasma akan menurun. Apabila kapasitas hepatoglobin dilampaui, maka terjadilah
hemoglobin bebad dalam plasma yang disebut sebagai hemoglobinemia. Hemoglobin bebas akan
mengalami oksidasi menjadi metemoglobin sehingga terjadi metemoglobinemia. Hemoglobin
bebas akan keluar melalui urin sehingga terjadi hemoglobinemia. Pemecahan eritrosit
intravaskular akan melepaskan banyak LDH yang terdapat dalam eritrosit, sehingga serum LDH
akan meningkat.
c. Kompensasi sumsum tulang untuk meningkatkan eritropoiesis. Distruksi eritrosit dalam darah
tepi akan merangsang mekanise bio-feedback sehingga sumsum tulang meningkatkan
eritropoesis. Peningkatan eritopoesis ditandai oleh peningkatan jumlah eritoblast dalam sumsum
tulang, sehingga terjadi hiperplasia normoblastik.
Adanya defek pada molekul hemoglobin dimana defek tersebut merupakan satu substitusi
asam amino pada rantai beta hemoglobin. Oleh karena hemoglobin A normal mengandung dua
rantai alfa dan dua rantai beta, maka terdapat dua gen untuk sintesis tiap rantai. Hemoglobin
yang cacat tersebut diberi nama hemoglobin S (HbS). HbS menjadi kaku dan membentuk
kanfigurasi seperti sabit apabila terpajan oksigen berkadar rendah. Sel darah merah pada anemia
sel sabit ini kehilangan kemampuannya berubah bentuk sewaktu melewati pembuluh yang
sempit, sehingga aliran darah ke jaringan sekitarnya tersumbat. Hal ini menyebabkan iskemia
dan infark di berbagai organ tubuh menyebabkan serangan nyeri.
8. Komplikasi
Menurut Handayani & Andi tahun 2008, adanya komplikasi anemia, yaitu :
a. Gagal jantung
b. Kematian akibat infeksi dan perdarahan apabila sel-sel lain ikut terkena.
c. Hipoksia
d. Iskemia
e. Episode trombosis
f. Stroke
g. Gagal ginjal
h. Priapismus
9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Anemia aplastik
1) Sel darah
a) Pada stadium awal penyakit, pansitepenia tidak selalu ditemukan.
b) Jenis anemia adalah anemia normokromik normositer disertai retikulositopenia.
c) Leukopenia dengan relatif limfositosis, tidak dijumpai sel muda dalam darah tepi.
d) Tromboistopenia yang bervariasi dari ringan sampai dengan sangat berat.
2) Laju endap darah
Laju endap darah selalu meningkat, sebanyak 62 dari 70 kasus mempunyai laju endap
darah dari 100 mm dalam satu jam pertama.
3) Faal hemostatik
Waktu perdarahan memanjang dan retraksi bekuan menjadi buruk yang disebabkan oleh
trombositopenia.
4) Sumsum tulang
Hipoplasia sampai aplasia. Aplasia tidak menyebar seccara merata pada seluruh sumsum
tulang, sehingga sumsum tulang yang normal dalam satu kali pemeriksaan tidak dapat
menyingkirkan diagnosis anemia aplastik. Pemeriksaan ini harus diulangi pada tempat-tempat
yang lain.
5) Penyakit lain
Besi serum normal atau meningkat, TIBC normal, dan HbF meningkat.
b. Anemia defisiensi besi
1) Kadar Hb dan indeks eritrosit
Didapatkan anemia mikrositer hipokromik dengan penurunan kadar Hb mulai dari ringan
sampai berat, RDW meningkat yang menunjukkan adanya anisositosis. Indeks eritrosit sudah
dapat mengalami perubahan sebelum kadar Hb menurun. Apusan darah menunjukkan anemia
mikrositer hipokromik, anisosotosis, poikilositosis anulosit, leukosit dan trombosit normal,
retikilosit normal, retikilosit rendah.
2) Kadar serum besi
Kadar serum besi menurun < 50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat >
350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.
3) Kadar serum feritinin
Jika terdapat inflamasi, maka feritinin serum sampai dengan 60 Ug/dl.
4) Protoporfirin eritrosit
Protoporfirin eritrosit meningkat (> 100 Ug/dl).
5) Sumsum tulang
Menunjukkan hiperplasia normoblastik dengan normoblas kecil-kecil dominan.
c. Anemia megaloblastik
1) Untuk kekurangan vitamin B12 yang dilakukan adalah :
a) Anamnesis makanan
b) Tes absorbsi vitamin B12 dengan dan tanpa faktor.
c) Penentuan faktor intrinsik dan antiboditerhadap sel parietal lambung.
d) Endoskopi foto saluran makanan bagian atas.
e) Analisis cairan lambung.
2) Untuk kekurangan asam folat yang dilakukan adalah :
a) Anamnesis makanan
b) Tes-tes malabsorbsi
c) Biopsi jejunun
d) Tanda-tanda penyakit dasar penyebab.
d. Anemia hemolitik
1) Gambaran penghancuran eritrosit yang meningkat
a) Bilirubin serum meningkat.
b) Urobilinogen urin meningkat, urin kuning pekat.
c) Strekobilinogen feses meningkat, pigmen feses menghitam.
2) Gambaran peningkatan produksi eritrosit.
a) Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital.
b) Hiperplasia eritropoesis sumsum tulang.
3) Gambaran rusaknya eritrosit : umur eritrosit memendek.
e. Anemia sel sabit
1) Hitung sel darah merah
Terjadinya penurunan hematokrit dan hemoglobin.
2) Pemeriksaan prenatal
Untuk mengidentifikasi adanya status hemozigot pada janin.
10. Penatalaksaan
Pada setiap kasus anemia perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Terapi spesifik sebaiknya diberikan setelah diagnosis ditegakkan.
2. Terapi diberikan atas indikasi yang jelas, rasional, dan efisien.
Jenis-jenis terapi yang dapat diberikan adalah:
1. Terapi gawat darurat
Pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah jantung, maka harus segera
diberikan terapi darurat dengan transfusi sel darah merah dimampatkan (PRC) untuk mencegah
perburukan payah jantung tersebut.
2. Terapi kauzal
Terapi kauzal merupakan terapi untuk mengobati penyakit dasar yang menjadi penyebab
anemia. Misalnya anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang harus
diberikan obat anti cacing tambang.
3. Terapi empiria
Terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan, jika terapi ini berhasil,
berarti diagnosis dapat dilakukan. Terapi ini hanya dilakukan jika tidak tersedia fasilitas
diagnosis yang mencukupi.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pada pengkajian anak dengan anemia pada umumnya didapati tanda dan gejala seperti
adanya kelemahan otot, mudah lelah seperti sering beristirahat, napas pendek, kulit pucat, pika
kemudian adanya gangguan pada sistem saraf seperti adanya sakit kepala, pusing, kunang-
kunang, peka terhadap rangsangan, menurunnya lapang pandang (kabur), apatis, apabila sudah
berat terjadi perfusi jaringan perifer yang buruk, kulit lembab dan dingin, menurunnya tekanan
darah serta adanya peingkatan frekuensi jantung. Pengkajian terhadap faktor penyebab didapati
adanya riwayat diet yang salah (kurang kadar Fe), makan pasta, makan tanah, dan lain-lain atau
kurangi komposisi makanan seperti banyak makanan sayur akan tetapi kurang darging; adanya
faktor pertumbuhan yang cepat tidak diimbangi dengan dengan kebutuhan Fe yang banyak,
adanya gangguan penyerapan Fe akibat berbagai penyakit seperti penyakit usus; kemudian akibat
perdarahan hebat yang menyebabkan kehilangan sel darah merah atau kadar Hbakan menurun;
dan lain hal sehingga memicu terganggunya kadar Fe dalam darah. Pada pemeriksaan fisik,
didapati adanya penurunan perfusi perifer, penurunan tekanan darah, dan frekuensi jantung. Pada
pemeriksaan laboratorum didapatkan kadar Hb dan jumlah eritrosit menurun, kadar MCV, MCH,
dan MCHC menurun, kadar besi serum menurun, feritinin serum darah menurun atau
rendahkurang dari 10-12 g/L dan free erythrocyte porphyrin meningkat. (Hidayat, 2008)
2. Diagnosa keperawatan
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, penurunan pengiriman kadar O2 ke
dalam jaringan.
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan perubahan komponen seluler yang
diperlukan untuk mengirim oksigen dan nutrisi ke sel.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan oksigen ke dalam paru-paru.
d. Gangguan menelah berhubungan dengan kerusakan epitel hipofaring akibat penurunan oksigen
ke jaringan epitel.
e. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakadekuatan masukan kadar Fe,
kurang pengetahua n keluarga, gangguan penyakit atau pertumbuhan.
f. Risiko tinggi cidera berhubungan dengan penurunan keseimbangan.
g. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologis
gangguan mobilitas.
h. Ansietas berhubungan dengan kondisi tubuh anak, prosedur diagnosis atau tidakan tranfusi.
3. Intervensi
Tujuan dan Intervensi
N Diagnosa
Kriteria
o. Keperawatan NOC Aktivitas
Hasil/NOC
1. Intoleransi Tujuan : Menejemen a. Kaji
aktivitas Setelah energi penyebab
berhubungan dilakukan kelemahan.
dengan tindakan b. Kaji
kelemahan keperawatan kemampuan
umum, selama …. X klien dalam
penurunan 24 jam, bergerak.
pengiriman kelemahan c. Pantau TTV.
kadar O2 ke pasien teratasi. d. Pantau
dalam jaringan. asupan
Kriteria Hasil : nutrisi yang
a. Dapat adekuat,
beraktivitas untuk
dengan baik. memastikan
b. Mobilisasi sumber daya
bagus. energi.
e. Pantau
respon
kardiovaskul
ar terhadap
aktivitas.
f. Dampingi
klien saat
melakukan
latihan.
2. Ketidakefektifan Tujuan : Regulasi a. Kaji status
perfusi jaringan Setelah Hemodinami hemodinamik
berhubungan dilakukan k (tekanan
dengan tindakan darah, nadi,
perubahan asuhan JPV, dll)
komponen keperawatan klien.
seluler yang dalam waktu b. Pantau tanda
diperlukan untuk …. x 24 jam, dan gejala
mengirim perfusi status perfusi
oksigen dan jaringan (hipotensi;
nutrisi ke sel. perifer klien ekstremitas
adekuat. dingin,
peningkatan
Kriteria Hasil : serum seperti
a. Anak tidak kreatinin dan
pucat. BUN;
b. Konjungtiva hiponatremia,
tidak anemis. dll) klien.
c. Akral hangat. c. Pantau
tekanan
periper, CRT,
dan suhu
klien.
d. Pantau nilai
elektrolit.
e. Pantau
intake dan
outout klien.
f. Berikan
terapi
antiplatelet
atau
antikoagulan
pada klien.
g. Rubah posisi
klien setiap 2
jam sekali.
h. Kolaborasi
bersama
dokter untuk
melakukan
tranfusi
darah, jika
masakah
tidak teratasi.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Kasus
Seorang anak E berusia 2 tahun dibawa orangtuanya ke RSA pada tanggal 22
Desember 2015. Ibu mengeluhkan aktivitas berkurang sejak 4 hari yang lalu,
lemah, nafsu makan menurun, sesak napas, dan tampak pucat. Didapatkan hasil
pemeriksaan fisik konjungtiva anemis, akral teraba dingin, pucat, CRT > 3
detik, TD 70/50 mmHg, Nadi 90 x/menit, RR 33 x/menit, T 36,5 0C. Hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 7 gr/dL, WBC 11,07 L, HCT 20.1%, PLT
695 x 103 L, kadar besi serum 40 mg/dl. Anak didiagnosa Anemia Defisiensi
Besi.
BAB IV
PEMBAHASAN
Data Objektif :
a. Anak tampak
lemah.
b. RR 33 x/menit.
3. Data Subjektif : O2 dalam paru Gangguan
a. Ibu mengatakan Gangguan ventilasi pertukaran gas
anak sesak napas. Sesak napas
Gangguan pertukaran
Data Objektif : gas
a. Anak tampak
sesak.
b. RR 33 x/menit.
4. Data Subjektif : O2 dan Nutrisi ke Gangguan
a. Ibu mengatakan jaringan epitel menelan
nafsu makan anak Kerusakan epitel
menurun. hopofaring
b. Ibu mengatakan Nyeri menelan
anak tampak Gangguan menelan
lemah.
Data Objektif :
a. Anak tampak
lemah.
b. Anak tampak
meringis pada saat
menelan.
5. Data Subjektif : O2 dan Nutrisi ke Gangguan
a. Ibu mengatakan jaringan epitel pemenuhan
nafsu makan anak Kerusakan epitel nutrisi
menurun. hopofaring
Nyeri menelan
Data Objektif : Nafsu makan
a. Anak tampak Gangguan pemenuhan
lemah. nutrisi
b. Kadar besi serum
40 g/L
6. Data Subjektif : O2 dan Nutrisi darah ke Risiko tinggi
a. Ibu mengatakan otak cidera.
aktivitas anak Fungsi sistem saraf
berkurang sejak 4 pusat.
hari yang lalu. Keseimbangan
b. Ibu mengatakan Risiko tinggi cedera
anak tampak
lemah.
Data Objektif :
a. Anak tampak
lemah.
b. TD 70/50 mmHg
c. RR 33 x/menit.
3.1 Kesimpulan
Anemia Megaloblastik adalah anemia yang khas ditandai oleh adanya sel megaloblas
dalam sumsum tulang. Anemia megaloblastik yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B 12
selama kehamilan sangat jarang terjadi, ditandai oleh kegagalan tubuh menyerap vitamin B 12
karena tidak adanya faktor intrinsik. Ini adalah suatu penyakit autoimun yang sangat jarang pada
wanita dengan kelainan ini. Defisiensi vitamin B12 pada wanita hamil lebih mungkin dijumapai
pada mereka yang menjalani reseksi lambung parsial atau total. Kausa lain adalah penyakit
Crohn, reseksi ileum, dan pertumbuhan bakteri berlebihan di usus halus.