Anda di halaman 1dari 11

KAPER 13 A

1.
OCT

Kasus dan Askep Anemia

BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau kadar hemoglobin dalam
sel darah merah berada dibawah normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang
mengangkut oksigen dari paru-paru dan mengantar keseluruh tubuh. Anemia dapat dikatakan
bila ukuran dan jumlah eritrosit dalam hemoglobin dibawah normal. (Syatriani & Astrina,
2010)
Anemia yang terbanyak ditemukan di berbagai Negara dunia baik Negara maju maupun
Negara berkembang. Penyebab anemia di Negara Indonesia adalah akibat kekurangan nutrisi
(terutama zat besi). Anemia defisiensi besi dapat menimbulkan dampak berupa gangguan
kognitif, perkembangan mental, dan gangguan psikomotor. (Shabariah, 2011)

B.            Tujuan Penulisan
1.             Tujuan umum
Mahasiswa/i mengetahui dan memahami tentang konsep serta asuhan keperawatan pada
anak dengan anemia.
2.             Tujuan khusus
a.             Diketahui pengertian anemia.
b.             Diketahui kriteria anemia.
c.             Diketahui derajat anemia.
d.             Diketahui klasifikasi anemia.
e.             Diketahui etiologi anemia berdasarkan klasifikasi.
f.              Diketahui manifestasi klinis anemia berdasarkan klasifikasi.
g.             Diketahu patofisiologi anemia.
h.             Diketahui pemeriksaan diagnostik pada anemia.
i.               Diketahui penatalaksanaan pada anemia.
j.               Diketahui asuhan keperawatan anemia secara umum.
k.             Diketahui, dipahami, dan dapat diterapkan asuhan keperawatan pada anak dengan anemia
aplastik.

C.           Manfaat Penulisan
1.             Bagi mahasiswa/i
Mahasiswa/i dapat menjadikan makalah ini sebagai bahan bacaan tentang konsep serta
asuhan keperawatan pada anak dengan anemia, khususnya bagi mahasiswa/i keperawatan.
2.             Bagi institusi
Sebagai sarana pengembangan dan pemahaman ilmu pengetahuan untuk menunjang
proses pembelajaran.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A.           Konsep Anemia
1.             Pengertian
Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin (Hb)
atau hematokrit (Ht) dibawah normal. Anemia menunjukkan suatu penyakit atau perubahan
fungsi tubuh. Terdapat banyak perbedaan jenis anemia. Beberapa menyebabkan
ketidakadekuatan pembentukan sel-sel darah merah (eritropoiesis), SDM prematur atau
penghancuran SDM yang berlebihan (hemolisis), kehilangan darah (penyebab yang paling
umum) (Brunner & Suddarth, 2000).
Menurut Wong tahun 2008, anemia merupakan kelainan hematologik yang paling
sering dijumpai pada masa bayi dan kanak-kanak. Anemia merupakan bukan suatu penyakit
tetapi merupakan indikasi atau manifestasi proses patologik yang mendasarinya.
Anemia merupakan kondisi dimana kurangnya konsentrasi sel darah merah atau
menurunnya kada hemoglobin dalam darah di bawah normal, penurunan kadar tersebut
banyak dijumpai pada anak karena kurangnya kadar zat besi atau perdarahan, sehingga
anemia anem ia ini dapat disebut juga dengan anemia defisiensi zat besi (anemia kurang zat
besi), walaupun sebenarnya apabila bayi yang lahir dengan ibu yang non-anemia atau bergizi
baik akan membuat bayi tersebut lahir dalam keadaan zat besi yang cukup apabila diberi ASI
yang cukup pula, akan tetapi apabila zat besi yang sebenarnya cukup tersedia dalam ASI
tidak dimanfaatkan oleh ibu dan anak tersebut tidak mendapatkan sumber zat besi yang dapat
di peroleh dari susu formula atau makanan yang kaya akan zat besi maka dapat menimbulkan
adanya anemia, selain kadar zat besi anemia dapat juga ditimbulkan adanya anemia, selain
kadar zat besi anemia dapat juga ditimbulkan karena perdarahan seperti perdarahan pada usus
atau kehilangan darah pada saluran cerna akibat makananyang salah, atau perdarahan lain
yang jumlahnya berlebihan. (Hidayat, 2008)
2.             Kriteria Anemia
Untuk memenuhi definisi anemia, makka perlu ditetapkan batas hemoglobin atau
hematokrit yang di anggap sudah terjadi anemia. Batas tersebut sangat dipengaruhi oleh usia,
jenis kelamin, dan ketinggian tempat tinggal dari permukaan laut. Batasan yang umum
digunakan adalah kriteria WHO pada tahun 1968. Dinyatakan sebagai anemia bila terdapat
nilai dengan kriteria laki-laki dewasa Hb < 13 gr/dl, perempuan dewasa tidak hamil Hb < 12
gr/dl, perempuan hamil Hb 11 gr/dl, anak usia 6-14 tahun Hb < 12 gr/dl, dan anak usia 6
bulan - 6 tahun < 11 gr/dl. Untuk kriteria anemia di klinik, rumah sakit, atau praktik klinik
pada umumnya dinyatakan anemia bila terdapat nilai Hb < 10 gr/dl, Hematokrit < 30%, dan
Eritrosit < 2,8 juta/mm2. (Handayani & Andi, 2008).
3.             Derajat anemia
Menurut Handayani & Andi tahun 2008, derajat anemia ditentukan oleh kadar Hb.
Derajat anemia yang umum dipakai adalah :
a.             Ringan sekali          : Hb 10-13 gr/dl
b.             Ringan                    : Hb 8-9,9 gr/dl
c.             Sedang                    : Hb 6-7,9 gr/dl
d.             Berat                       : Hb < 6 gr/dl
4.             Klasifikasi
Klasifikasi anemia dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
a.             Anemia Aplastik
Anemia aplastik merupakan anemia normokromik normositer yang disebabkan oleh
disfungsi sumsum tulang, sedemikian sehingga sel darah yang mati tidak di ganti. Anemia
aplastik ini juga merupakan anemia yang disertai dengan pansitopenia pada darah tepi yang
disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia
tanpa ada infiltrasi, supresi, atau pendesakan sumsum tulang. (Handayani & Andi, 2008)
b.             Anemia Defisiensi Besi
Anemia ini dapat terjadi akibat pasokan zat besi dari makanan yang tidak memadai
merupakan masalah gizi yang paling dominan di Amerika Serikat, dan merupakan masalah
gangguan mineral yang paling sering ditemukan. Bayi prematur terutama merupakan
kelompok yang berisiko karena kurangnya pasokan zat besi pada saat janin. Remaja juga
menghadapi risiko karena laju pertumbuhannya yang cepat dikombinasikan dengan kebiasaan
makan yang buruk (Wong, 2008).

c.             Anemia Megaloblastik
Menurut Handayani & Andi tahun 2008, anemia yang disebabkan oleh defisiensi
vitamin B12 dan defisiensi asam folat memperlihatkan perubahan-perubahan sumsum tulang
dan darah perifer yang identik. Asam folat merupakan bahan esensial untuk sintesis DNA
(Desoxyribonucleic acid) dan RNA (Ribonucleid acid), yang penting sekali untuk
metabolisme sel dan pematangan sel. Jadi bila terjadi defisiensi asam folat, maka pematangan
sel akan terganggu (Ngastiah, 2005)
d.             Anemia Hemolitik
Menurut Handayani & Andi tahun 2008, Anemia hemolitik adalah anemia yang
disebabkan oleh proses hemolisis, yaitu pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum
waktunya. Umur eritrosit adalah 100-120 hari (Ngastiah, 2005).
e.             Anemia sel sabit
Anemia sel sabit merupakan suatu gangguan resesif otosom yang disebabkan oleh
pewaris dua salinan gen hemoglobin defektif, satu buah dari masing-masing orang tua.
Hemoglobin yang cacat itu disebut hemoglobin S (HbS), menjadi kaku dan membentuk
konfigurasi seperti sabit apabila terpajan oksigen berkadar rendah. (Handayani & Andi, 2008)
5.             Etiologi
Karena kekurangan zat-zat makanan yang masuk ke dalam tubuh, disebut anemia
defisiensi karena menderita kekurangan protein, besi, vitamin/asam folat, B 12. Infeksi yang
menahun dapat menyebabkan anemia. Produksi darah dalam sumsum tulang berkurang.
Kerusakan pembuluh darah yang menyebabkan perdarahan (pusat jabang bayi berdarah, anak
yang terluka parah). Kerusakan sel darah merah dalam tubuh atau anemi hemolitik biasanya
terdapat pada anak yang menderita malaria.
Etiologi anemia berdasarkan klasifikasi, yaitu :
a.             Anemia aplastik
Penyebab anemia aplastik beraneka ragam, yaitu :
1)             Faktor genetik
Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian besar
daripadanya diturunkan menurut hukum Mendel. Pembagian kelompok pada faktor ini adalah
sebagai berikut :
a)             Anemia fanconi
b)             Diskeratosis bawaan
c)             Anemia aplastik konstitusional tanpa kelainan kulit/tulang
d)             Sindrom aplastik parsial (seperti; sindromBlackfand-diamond, Trobositopenia bawaan, dan
Agranulositosis bawaan).
2)             Obat-obatan dan bahan kimia
Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensivitas atau dosis obat berlebihan. Obat
yang sering menyebabkan anemia aplastik adalah kloramfenikol. Sedangkan bahan kimia
yang terkenal dapat menyababkan anemia aplastik adalah senyawa benzen.
3)             Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan anemia aplastik sementara (penyebabnya seperti;
mononukleosis infeksiosa, tuberkulosis, influenza, bruselosis, dan dengue) atau permanen
(penyebab yang terkenan ialah virus hepatitis tipe non-A dan non-B. virus ini dapat
menyebabkan anemia. Umumnya anemia aplastik pasca hepatitis ini mempunyai prognosis
yang buruk).
4)             Iradiasi
Hal ini terjadi pada pengobatan penyakit keganasan dengan sinar X. Peningkatan dosis
penyiaran sekali waktu akan menyebabkan terjadinya pansitopenia. Bila penyinaran
dihentikan, sel-sel akan berproliferasi kembali. Iradiasi dapat menyebabkan anemia aplastik
berat atau ringan.
5)             Kelainan imunologis
Zat anti terhadap sel-sel hematopoirtik adalah mikro dapat menyebabkan aplastik.
6)             Idiopatik
Sebagian besar (50%-70%) penyebab anemia aplastik tidak diketahui atau bersifat
idiopatik.
7)             Penyakit lain
Seperti leukimia akut, hemoglobinuria nokturnal paroksimal, dan kehamilan dimana
semua keadaan tersebut dapat menyenangkan terjadinya pansitopenia.
b.             Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendanya masukan besi, gangguan
absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.
1)             Kehilangan besi
Sebagai akibat perdarahan menahun yang dapat berasal dari; saluran cerna, akibat dari tukak
peptik kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang;
saluran genitalia wanita, menoragi atau metroragi; saluran kemih, hematuria; saluran napas,
hemoptoe.

2)             Faktor nutrisi
Akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan atau kualitas besi yang tidak baik
(makanan banyak mengandung serat, rendah vitamin C, dan rendah daging).
3)             Kebutuhan besi meningkat
Seperti pada prematuritas anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.
4)             Gangguan absorpsi besi
Gastrektomi dan kolitis kronis.
c.             Anemia megaloblastik
Penyebab anemia meganoblastik adalah sebagai berikut :
1)             Asupan kurang; pada vegetarian.
2)             Mal absorbsi
Dewasa; anemia pernisiosa, gastrektomi total/parsial, penyakit Crohn’s, parasit,
limfoma usus halus, obat-obatan (neomisin, etanol, dan KCL).
Anak-anak; anemia pernisiosa, gangguan sekresi, faktor intrinsik lambung, dan
gangguan reseptor kobalamin di ileum.
3)             Gangguan metabolisme seluler
Defisiensi enzim, abnormalitas protein pembawa kobalamin (defisiensi
transkobalamin), dan paparan nitrit oksida yang berlangsung lama.
4)             Defisiensi asam folat
a)             Asupan kurang; gangguan nutrisi (alkoholisme, bayi prematur, orang tua, homodialisis, dan
anoreksia nervosa); malabsorbsi (gastrektomi parsial, reseksi usus halus, penyakit Crohn’s,
skleroderma, dan obat antikonvulan).
b)             Peningkatan kebutuhan; kehamilan, anemia hemolitik, keganasan, hipertiroidisme, serta
eritropoesis yang tidak efektif (anemia perniosa, anemia sideroblastik, leukemia, dan anemia
hemolitik).
c)             Gangguan metabolisme folat; alkoholisme, defisiensi enzim.
d)             Penurunan cadangan folat di hati; alkoholisme, sirosis non alkoholik, dan hepatoma.
5)             Gangguan metabolisme vitamin B12 dan asam folat
6)             Gangguan sintesis DNA yang merupakan akibat dari proses berikut ini; defisiensi ensim
kongenital dan didapat setelah pemberian obat atau sitostatik tertentu.
d.             Anemia hemolitik
Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh anemia sel sabit, malaria, penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir, dan reaksi transfuse.
e.             Anemia sel sabit
Ada beberapa faktor yang dianggap sebagai perangsang terbentuknya sel sabit, yaitu
stress fisik, demam, dan trauma.
Handayani & Andi, 2008.
6.             Manifestasi klinis
Gejala umum anemia adalah penurunan kadar hemoglobin di bawah batas normal.
Gejala yang timbul menurut organ yang terkena yaitu:
a.             Sistem Kardiovaskuler       : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi dan sesak nafas saat
beraktivitas.
b.             Sistem saraf                        : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-
kunang, kelemahan otot, serta perasaan dingin pada ekstremitas.
c.             Sistem urogenital                : gangguan haid dan libido menurun.
d.             Epitel                                  : warna pucat pada kulit dan mukosa dan elastisitas kulit
menurun.
Gejala yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah sebagai berikut:
a.             Anemia aplastik
Gejala klinis anemia aplastik terjadi sebagai akibat adanya anemia, leukopenia, dan
trombositopenia. Gejala yang dirasakan berupa gejala sebagai berikut :
1)             Sindrom anemia; gejala anemia bervariasi, mulai dari ringan sampai berat.
2)             Gejala perdarahan: paling sering timbul dalam bentuk perdarahan kulit seperti petekie dan
ekimosis. Perdarahan mukosa dapat berupa epitaksis, perdarahan sub-konjungtiva,
perdarahan gusi, hematemesis melena, dan pada wanita dapat berupa menorhagia. Perdarahan
organ dalam lebih jarang dijumpai, tetapi jika terjadi perdarahan otak sering bersifat fatal.
3)             Tanda-tanda infeksi dapat berupa ulserasi mulut atau tenggorokan, febris, dan sepsis.
4)             Organomegali dapat berupa hepatomegali dan splenomegali.
b.             Anemia defisiensi besi
Gejala anemia defisiensi dapat digolongkan menjadi tiga golongan besar, yaitu :
1)             Gejala umum anemia
Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia dijumpai pada anemia
defisiensi jika kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 gr/dl. Gejala ini berupa badan lemah,
lesu, cepat lelah, mata kunang-kunang, serta telinga mendenging.
2)             Gejala khas akibat defisiensi besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi dan tidak dijumpai pada anemia jenis
lain adalah :
a)             Koilorikia; kuku sendik (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal, dan
menjadi sekung sehingga mirip seperti sendok.
b)             Atrofi papila lidah; permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papila lidah
menghilang.
c)             Stomatitis angularis; adanya peradangan pada sudut mulut, sehingga tampak sebagai bercak
berwarna pucat keputuhan.
d)             Disfagia; nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
e)             Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan aklorida.
3)             Gejala penyakit dasar
Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi
penyebab anemia defisiensi. Misalnya pada anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai
dispepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan bewarna kuning.
c.             Anemia megaloblastik
Gejala klinis yang biasanya muncul pada anemia meganoblastik adalah :
1)             Anemia karena eritropoesis yang inefektif.
2)             Ikterus ringan akibat pemecahan globin.
3)             Glositis dengan kidah berwarna merah, seperti daging (buffy tongue) dan stomatitis
angularis.
4)             Purpura trombositopenia karena maturasi megakariosit terganggu.
5)             Pada defisiensi vitamin B12dijumpai gejala neuropati adalah :
a)             Neuropati perifer; mati rasa dan terbakar pada jari.
b)             Kerusakan kolumna posterior; gangguan posisi dan vibrasi.
c)             Kerusakan kolumna lateralis; spastisitas dengan deep reflex hiperaktif dan gangguan
serebrasi.
d.             Anemia hemolitik
Gambaran klinis yang umum terjadi pada anemia hemolitik adalah :
1)             Kelemahan
2)             Sesak napas
3)             Sakit kepala
4)             Pusing
5)             Sinkop
6)             Demam
7)             Menggigil
8)             Nyeri abdomen dengan atau tanpa distensi
9)             Nyeri pinggang
10)         Urin keruh (hemoglobinuria, biasanya pada anemia hemolitik intravaskular).
e.             Anemia sel sabit
Gambaran klinis yang umum terjadi pada anemia sel sabit adalah :
1)             Terdapat tanda-tanda sistemik anemia.
2)             Nyeri hebat akibat sumbatan vaskular pada serangan-serangan penyakit.
3)             Demam
4)             Pembesaran jantung, distritmia, dan gagal jantung pada anemia kronis.
5)             Infeksi bakteri berulang.
6)             Splenomegali karena limpa membersihkan sel-sel yang mati.
Handayani & Andi, 2008.
7.             Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan
sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau akibat penyebab yang tidak diketahui.
Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis. Lisis sel darah merah terjadi
dalam fagositik atau dalam sistem retikulo endotelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai
hasil sampigan dari proses tersebut, bilirubin yang terbentuk dalam fagosit akan memasuki
aliran darah. Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, maka
hemoglobin akan muncul dalam plasma. Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
hemoglobin plasma, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin.
Pada dasarnya gejala anemia timbul karena dua hal seperti anoksia organ terget karena
berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah ke jaringan dan mekanisme
kompensasi tubuh terhadap anemia. Kombinasi kedua penyebab ini akan menimbulklan
gejala yang disebut syndrome anemia.
Anemia dapat dibagi menjadi lima bagian, seperti anemia aplastik, anemia defisiensi
besi, anemia megaloblastik, anemia hemolitik, dan anemia sel sabit. Anemia aplastik
diperkirakan dapat terjadi karena tiga faktor, yaitu kerusakan sel induk, kerusakan lingkungan
mikro, dan mekanisme imunologis. Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan zat besi,
sehingga cadangan besi makin menurun. Apabila cadangan kosong, maka keadaan ini
disebut iron depleted state. Apabila kekurangan zat besi berlanjut terus, maka penyediaan
besi untuk eritropoesis berkurang, sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit,
tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut iron deficienr erythropoesis.
Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer, sehingga disebut sebagai iron deficiency
anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan zat besi pada epitel serta pada beberapa enzim
yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring, serta berbagai gejala
lainnya.
Timbulnya meganoblast adalah akibat gangguan maturasi inti sel karena terjadi
gangguan sintesis DNA sel-sel eritroblast akibat defisiensi asam folat dan vitamin B 12,
dimanan vitamin B12dan asam folat berfungsi dalam pembentukan DNA inti sel dan secara
khusus untuk vitamin B12 pentig dalam pembentukkan mielin. Akibat gangguan sintesis DNA
pada inti eritroblast ini, maka maturasi inti sel lambat, sehingga kromatin lebih longgar dan
sel menjadi lebih besar karena pembelahan sel yang lambat. Sel eritroblast dengan ukuran
yang lebih besar serta susunan kromatin yang lebih longgar disebut sebagai sel meganoblast.
Sel meganoblast ini fungsinya tidak normal, dihancurkan saat masih dalam sumsum tulang
sehingga terjadi eritropoesis inefektif dan masa hidup eritrosit lebih pendek yang berujung
pada terjadinya anemia.
Penurunan kadar hemoglobin yang akan mengakibatkan anemia. Hemolisis dapat
terjadi perlahan-lahan, sehingga dapat diatasi oleh mekanisme kompensasi tubuh, tetapi dapat
juga terjadi tiba-tiba, sehigga segera menurunkan kadar hemoglobin. Peningkatan hasil
pemecahan eritrosit dalam tubuh. Hemolisis berdasarkan tempatnya terbagi menjadi dua
bagian, yaitu :
a.             Hemolisis ekstravaskular; hemolisis terjadi pada sel makrofag dari sistem retikuloendotelial
(RES) terutama pada lien, hepar, dan sumsum tulang karena sel ini mengandung enzim heme
oxygenase. Lisis terjadi karena kerusakan membran, presipitasi hemoglobin dalam
sitoplasma, dan menurunnya fleksibilitas eritrosit. Pemecahan eritrosit ini akan menghasilkan
globin yang akan dikembalikan ke protein pool, serta zat besi yang dikembalikan ke
makrofag selanjutnya akan digunakan kembali, sedangkan protoporfirin akan menghasilkan
gas CO dan bilirubun. Bilirubin dalam darah berikatan dengan albimin menjadi indirek,
mengalami konjungsi dalam hati menjadi bilirubun direk kemudian dibuang melalui empedu
sehingga meningkatkan sterkobilinogen dalam feses dan urobilinogen dalam urin.
b.             Hemolisis intravaskular; pemecahan eritrosit intravaskular menyebabkan lepasnya
hemoglobin bebas ke dalam plasma. Hemoglobin bebas ini akan diikat oleh hepatoglobin,
sehingga kadar hepatoglobin plasma akan menurun. Apabila kapasitas hepatoglobin
dilampaui, maka terjadilah hemoglobin bebad dalam plasma yang disebut
sebagaihemoglobinemia. Hemoglobin bebas akan mengalami oksidasi menjadi metemoglobin
sehingga terjadimetemoglobinemia. Hemoglobin bebas akan keluar melalui urin sehingga
terjadi hemoglobinemia. Pemecahan eritrosit intravaskular akan melepaskan banyak LDH
yang terdapat dalam eritrosit, sehingga serum LDH akan meningkat.
c.             Kompensasi sumsum tulang untuk meningkatkan eritropoiesis. Distruksi eritrosit dalam
darah tepi akan merangsang mekanise bio-feedback sehingga sumsum tulang meningkatkan
eritropoesis. Peningkatan eritopoesis ditandai oleh peningkatan jumlah eritoblast dalam
sumsum tulang, sehingga terjadi hiperplasia normoblastik.
Adanya defek pada molekul hemoglobin dimana defek tersebut merupakan satu
substitusi asam amino pada rantai beta hemoglobin. Oleh karena hemoglobin A normal
mengandung dua rantai alfa dan dua rantai beta, maka terdapat dua gen untuk sintesis tiap
rantai. Hemoglobin yang cacat tersebut diberi nama hemoglobin S (HbS). HbS menjadi kaku
dan membentuk kanfigurasi seperti sabit apabila terpajan oksigen berkadar rendah. Sel darah
merah pada anemia sel sabit ini kehilangan kemampuannya berubah bentuk sewaktu
melewati pembuluh yang sempit, sehingga aliran darah ke jaringan sekitarnya tersumbat. Hal
ini menyebabkan iskemia dan infark di berbagai organ tubuh menyebabkan serangan nyeri.
Handayani & Andi, 2008.
8.             Komplikasi
Menurut Handayani & Andi tahun 2008, adanya komplikasi anemia, yaitu :
a.             Gagal jantung
b.             Kematian akibat infeksi dan perdarahan apabila sel-sel lain ikut terkena.
c.             Hipoksia
d.             Iskemia
e.             Episode trombosis
f.              Stroke
g.             Gagal ginjal
h.             Priapismus
9.             Pemeriksaan Diagnostik
a.             Anemia aplastik
1)             Sel darah
a)             Pada stadium awal penyakit, pansitepenia tidak selalu ditemukan.
b)             Jenis anemia adalah anemia normokromik normositer disertai retikulositopenia.
c)             Leukopenia dengan relatif limfositosis, tidak dijumpai sel muda dalam darah tepi.
d)             Tromboistopenia yang bervariasi dari ringan sampai dengan sangat berat.
2)             Laju endap darah
Laju endap darah selalu meningkat, sebanyak 62 dari 70 kasus mempunyai laju endap
darah dari 100 mm dalam satu jam pertama.
3)             Faal hemostatik
Waktu perdarahan memanjang dan retraksi bekuan menjadi buruk yang disebabkan
oleh trombositopenia.
4)             Sumsum tulang
Hipoplasia sampai aplasia. Aplasia tidak menyebar seccara merata pada seluruh
sumsum tulang, sehingga sumsum tulang yang normal dalam satu kali pemeriksaan tidak
dapat menyingkirkan diagnosis anemia aplastik. Pemeriksaan ini harus diulangi pada tempat-
tempat yang lain.
5)             Penyakit lain
Besi serum normal atau meningkat, TIBC normal, dan HbF meningkat.
b.             Anemia defisiensi besi
1)             Kadar Hb dan indeks eritrosit
Didapatkan anemia mikrositer hipokromik dengan penurunan kadar Hb mulai dari
ringan sampai berat, RDW meningkat yang menunjukkan adanya anisositosis. Indeks eritrosit
sudah dapat mengalami perubahan sebelum kadar Hb menurun. Apusan darah menunjukkan
anemia mikrositer hipokromik, anisosotosis, poikilositosis anulosit, leukosit dan trombosit
normal, retikilosit normal, retikilosit rendah.

2)             Kadar serum besi


Kadar serum besi menurun < 50 mg/dl, total iron binding capacity  (TIBC) meningkat
> 350 mg/dl, dan saturasi transferin  < 15%.
3)             Kadar serum feritinin
Jika terdapat inflamasi, maka feritinin serum sampai dengan 60 Ug/dl.
4)             Protoporfirin eritrosit
Protoporfirin eritrosit meningkat (> 100 Ug/dl).
5)             Sumsum tulang
Menunjukkan hiperplasia normoblastik dengan normoblas kecil-kecil dominan.
c.             Anemia megaloblastik
1)             Untuk kekurangan vitamin B12 yang dilakukan adalah :
a)             Anamnesis makanan
b)             Tes absorbsi vitamin B12dengan dan tanpa faktor.
c)             Penentuan faktor intrinsik dan antiboditerhadap sel parietal lambung.
d)             Endoskopi foto saluran makanan bagian atas.
e)             Analisis cairan lambung.
2)             Untuk kekurangan asam folat yang dilakukan adalah :
a)             Anamnesis makanan
b)             Tes-tes malabsorbsi
c)             Biopsi jejunun
d)             Tanda-tanda penyakit dasar penyebab.
d.             Anemia hemolitik
1)             Gambaran penghancuran eritrosit yang meningkat
a)             Bilirubin serum meningkat.
b)             Urobilinogen urin meningkat, urin kuning pekat.
c)             Strekobilinogen feses meningkat, pigmen feses menghitam.
2)             <span

Anda mungkin juga menyukai