Anda di halaman 1dari 68

HUBUNGAN PERAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM

OBAT PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI WILAYAH KERJA


PUSKESMAS DELI TUA KABUPATEN DELI SERDANG
TAHUN 2021

PROPOSAL

OLEH
JUSI PRAMITA
17.11.085

FAKULTAS KEPERAWATAN PROGRAM STUDI ILMU


KEPERAWATAN PROGARAM SARJANA
INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA DELI TUA
TAHUN 2021
HUBUNGAN PERAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM
OBAT PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS DELI TUA KABUPATEN DELI SERDANG
TAHUN 2021

PROPOSAL

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan


Pendidikan Program Studi Ilmu Keperawatan Program Sarjana
Institut Kesehatan Deli Husada Deli Tua

OLEH
JUSI PRAMITA
17.11.085

FAKULTAS KEPERAWATAN PROGRAM STUDI ILMU


KEPERAWATAN PROGARAM SARJANA
INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA DELI TUA
TAHUN 2021
LEMBAR PERSETUJUAN
PROPOSAL

HUBUNGAN PERAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM


OBAT PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS DELI TUA KABUPATEN DELI SERDANG
TAHUN 2021

Yang dipersiapkan dan diseminarkan oleh:

JUSI PRAMITA

NPM. 17.11.085

Proposal Ini Telah Dipersiapkan dan Disetujui untuk Diseminarkan di Hadapan


Peserta Seminar Proposal Program Studi Ilmu Keperawatan Program Sarjana

Institut Kesehatan Deli Husada Deli Tua

Oleh
Dosen Pembimbing

(Ns, M.Dasril samura S.Kep., M.Kes)

NPP. 19750424 201008 1 002

Diketahui,
Dekan Fakultas Keperawatan

(Ns. Megawati Sinambela, S.Kep., M.Kes)

NPP. 19621116.199304.2.001
LEMBAR PENGESAHAN

HUBUNGAN PERAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM


OBAT PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS DELI TUA KABUPATEN DELI SERDANG
TAHUN 2021

Dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Keperawatan

Program Studi Ilmu Keperawatan Program Sarjana dan disetujui untuk diajukan

dalam presentasi seminar proposal.

Deli Tua, 06 April 2021

Dosen Penguji I

(Ns. M.Dasril samura S.Kep., M.Kes)

NPP. 19750424 201008 1 002

Penguji II Penguji III

(Ns. Meta Rosaulina, S.Kep., M.Kep) (Bd. Erlina Hayati, SST., M.Kes)
NPP. 19880426.201411.2.001 NPP. 19870822201605 2 001
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS

Nama : Jusi Pramita

Tempat / tanggal lahir : Kampar, 13 Desember 1998

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Anak ke : 2 dari 4 bersaudara

Nama Ayah : Zulkifli

Nama Ibu : Rosida

Alamat : Dusun III Danto Desa Tj bungo

II. PENDIDIKAN

1. Tahun 2004 – 2005 : TK Aisyiyah Kampar

2. Tahun 2005- 2011 : SDN 006 Tanjung Bungo

3. Tahun 2011- 2014 : MTsN 4 Kampar

4. Tahun 2014- 2017 : SMA Negeri 1 Kampar Timur

5. Tahun 2017-2021 : Program Studi Ilmu Keperawatan Program


Sarjana Institut Kesehatan Deli Husada
Delitua
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Proposal yang berjudul:

“Hubungan Peran Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien

Skizofrenia Di Wilayah Kerja Puskesmas Deli Tua Kabupaten Deli Serdang

Tahun 2021”. Proposal ini disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan

program sarjana keperawatan di Instut Kesehatan DELI HUSADA Deli Tua.

Penulis menyadari penyelesaian Proposal ini tidak terlepas dari bantuan

dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena

itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Terulin S.Meliala, AM.Keb, SKM, M.Kes Selaku Ketua Yayasan Rumah

Sakit Umum Sembiring.

2. Drs. Johannes Sembiring, M.Pd, M.Kes Selaku Rektor Institut Kesehatan

DELI HUSADA Deli Tua.

3. Ns. Megawati Sinambela, S.Kep.,M.Kes Selaku Dekan Fakultas

Keperawatan Institut Kesehatan DELI HUSADA Deli Tua.

4. Ns. Meta Rosaulina, S.Kep., M.Kep Selaku Ketua Jurusan Program Studi

Ilmu Keperawatan Program Sarjana Institut Kesehatan DELI HUSADA

Deli Tua.

5. Ns. M.Dasril samura S.Kep., M.Kes selaku pembimbing saya yang telah

banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan dan

saran dalam menyelesaikan Proposal ini.

i
6. Ns. Meta Rosaulina, S.Kep., M.Kep selaku dosen penguji 2 dan Bd. Erlina

Hayati, SST., M.Kes selaku dosen penguji 3 yang sudah banyak

memberikan arahan dan saran selama penyusunan proposal ini.

7. Ns.Zuliawati, S.Kep, M.Kep selaku wali tingkat yang telah banyak

memberi dukungan bimbingan.

8. Seluruh staf dosen di Institut Kesehatan Deli Husada Deli Tua yang telah

banyak memberikan ilmu pengertahuan selama masa pendidikan.

9. Teristimewa untuk kedua orangtua saya yang saya cintai, Ayah dan Ibu

yang dengan segenap cinta dan kasih sayang nya memberi motivasi, doa

dan dukungan yang besar dan tulus untuk saya selama mengikuti

pendidikan.

10. Terimakasih kepada saudara dan saudari saya buat doa dan dukungannya

dan seluruh keluarga saya yang selalu mendukung dan mendoakan saya.

11. Terimakasih kepada seluruh teman-teman Angkatan XVII yang tidak bisa

disebutkan satu persatuterimakasih banyak buat kebersamaan kita semua,

terimakasih karena kita semua sudah dipersatukan seperti keluarga.

Semoga kita semua sukses, dan saya mengucapkan banyak terimakasih

atas semua bantuan yang telah diberikan selama penulisan ini.

ii
Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kata sempurna, baik

dari segi isi maupun teknik penulisan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan

hati penulis menerima kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan

proposal ini. Semoga Tuhan memberikan balasan atas semua kebaikan yang telah

diberikan.

Demikian kata pengantar yang dapat penulis sampaikan, semoga proposal

ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi semua pembaca pada

umumnya, Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga Tuhan

memberkati kita.

Deli Tua, 06 April 2021

Penulis,

JUSI PRAMITA

NPM : 17.11.085

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ....................................................................................... vii
DAFTAR SKEMA ...................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 6
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 7
1.3.1 Tujuan Umun.................................................................................. 7
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................ 7
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 9


2.1 Konsep Skizofrenia ................................................................................ 9
2.1.1 Pengertian Skizofrenia .................................................................... 9
2.1.2 Epidemiologi ................................................................................ 10
2.1.3 Etiologi......................................................................................... 10
2.1.4 Gejala skizofrenia ......................................................................... 12
2.1.5 Tipe- Tipe Skizofrenia ................................................................... 13
2.1.6 Penatalaksanaan Skizofrenia .......................................................... 14
2.2 Konsep Kepatuhan ............................................................................... 20
2.2.1 Pengertian Kepatuhan ................................................................... 20
2.2.2 Kepatuhan Minum Obat Pasien Skizofrenia .................................. 20
2.2.3 Indikator Kepatuhan Minum Obat Pasien Skizofrenia ................... 21
2.3 Konsep Keluarga ................................................................................. 24
2.3.1 Pengertian Keluarga...................................................................... 24
2.3.2 Struktur Keluarga ......................................................................... 25
2.3.3 Tipe dan Bentuk Keluarga ............................................................ 27

iv
2.3.4 Fungsi Keluarga............................................................................ 29
2.4 Konsep Peran Keluarga ........................................................................ 31
2.4.1 Pengertian Peran keluarga ............................................................. 31
2.4.2 Klasifikasi Peran ........................................................................... 32
2.5 Kerangka Teori .................................................................................... 33
2.6 Kerangka Konsep ................................................................................ 34
2.7 Hipotesis .............................................................................................. 34

BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 35


3.1 Desain Penelitian ................................................................................. 35
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 35
3.2.1 Waktu Penelitian .......................................................................... 35
3.2.2 Lokasi Penelitian .......................................................................... 35
3.3 Populasi dan Sampel ............................................................................ 35
3.3.1 Populasi ........................................................................................ 35
3.3.2 Sampel.......................................................................................... 36
3.4 Variabel dan Defenisi Operasional ....................................................... 36
3.4.1 Variabel Independen ..................................................................... 36
3.4.2 Variabel Dependen ........................................................................ 36
3.4.3 Defenisi Operasional..................................................................... 36
3.5 Aspek Pengukuran ............................................................................... 37
3.5.1 Pengukuran Variabel Independen .................................................. 37
3.5.2 Pengukuran Variabel Dependen .................................................... 38
3.6 Instrument Penelitian ........................................................................... 38
3.7 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrument .............................................. 39
3.7.1 Uji Validitas ................................................................................. 39
3.7.2 Uji Reliabilitas .............................................................................. 39
3.8 Metode Pengumpulan Data .................................................................. 40
3.9 Prosedur Penelitian .............................................................................. 41
3.10 Kode Etik Penelitian ............................................................................ 41
3.11 Proses Pengolahan Data ....................................................................... 42
3.12 Metode Analisa Data ........................................................................... 43

v
3.12.1 Analisa Univariat ........................................................................ 43
3.12.2 Analisis Bivariat ........................................................................ 43
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 44

vi
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.4.3 Defenisi Operasional................................................................ 37

vii
DAFTAR SKEMA

Halaman

Skema 2.5 Kerangka Teori ............................................................................ 33

Skema 2.6 Kerangka Konsep ........................................................................ 34

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Permohonan Menjadi Responden


Lampiran 2 Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 3 Izin Survei Awal
Lampiran 4 Balasan Izin Survei Awal
Lampiran 5 Kuesioner Penelitian

ix
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di

Indonesia. Sering kali pasien gangguan jiwa digambarkan sebagai individu yang

bodoh, aneh dan berbahaya. Sebagai konsekuensi dari kepercayaan tersebut,

banyak pasien gangguan jiwa tidak dibawa ke dokter (psikiater) melainkan

disembunyikan dan melakukan pengobatan secara tradisional. Penyebab

terjadinya gangguan jiwa karena adanya tekanan psikologis baik dari luar individu

maupun dari dalam individu, diantaranya ketidaktahuan keluarga dan masyarakat

terhadap gangguan jiwa (Harun & Arman, 2018)

Gangguan jiwa merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya gejala klinis

yang bermakna, dapat berupa sindrom pola perilaku dan pola psikologik,

berkaitan dengan adanya rasa tidak nyaman, tidak tentram, nyeri, tidak mampu

melakukan pekerjaan sehari-hari atau meningkatnya resiko kematian, kesakitan

dan disabilitas. Penyakit jiwa atau penyakit yang multi kausal adalah suatu

penyakit dengan berbagai penyebab yang bervariasi. Penyebab gangguan jiwa

yang selama ini dikenali meliputi penyebab pada area psikoedukatif dan area

sosiokultural. Salah satu gangguan jiwa yang mempengaruhi otak dan

menimbulkan perilaku yang aneh dan terganggu adalah skizofrenia (Kaunang et

al., 2015)

Skizofrenia adalah gangguan mental berat dan perjalanan penyakitnya bersifat

kronis atau bertahan dalam jangka waktu lama. Gangguan ini bisa muncul dari

akhir masa remaja atau dewasa muda. Skizofrenia dapat terjadi karena adanya

1
2

kelainan di dalam otak yang dapat berpengaruh pada proses persepsi, pikiran,

emosi, gerakan dan perilaku sosial (Fitriani, 2020)

Menurut data dari World Health Organization (WHO) dalam Yosep (2013),

ada sekitar 450 juta orang yang mengalami gangguan jiwa skizofrenia. WHO

menyatakan setidaknya ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah

mental, dan masalah gangguan kesehatan jiwa yang ada diseluruh dunia sudah

menjadi masalah yang sangat serius. Prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia

adalah 0,3 sampai 1% dan biasanya timbul pada usia sekitar 18 sampai 45 tahun,

namun ada juga yang baru berusia 11 sampai 12 tahun sudah menderita

skizofrenia (Arif, 2006 dalam wulansih & Widodo, 2008). Prevalensi skizofrenia

di Indonesia sebanyak 6,7 per 1000 rumah tangga, artinya dari 1000 rumah tangga

terdapat 6,7 rumah tangga yang mempunyai anggota rumah tangga yang

mengidap skizofrenia. Penyebaran pravelensi tertinggi terdapat di Bali dan DI

Yogyakarta dengan masing-masing 11,1 dan 10,4 per 1000. Secara umum, hasil

riset riskesdes 2018 juga menyebutkan sebanyak 84,9% pasien skizofrenia telah

berobat. Tercatat sebanyak 48,9% pasien skizofrenia tidak minum obat secara

rutin dan 51,1% meminum obat secara rutin. Sebanyak 36,1% penderita yang

tidak minum obat dalam satu bulan terakhir dengan alasan sudah merasa sehat,

sebanyak 33,7% penderita tidak rutin minum obat, dan 23,6% tidak mampu

membeli obat secara rutin (Riskesdas, 2018)

Pada Tahun 2018, Provinsi Sumatera utara menduduki peringkat ke 21 dari 34

provinsi di Indonesia dengan masalah gangguan jiwa berat dengan prevalensi

13.991 orang. Gejala yang ditimbulkan berupa gejala positif dan negatif yang
3

sering dialami oleh pasien skizofrenia adalah gejala positif seperti perilaku

kekerasan (Riskesdas, 2018)

Skizofrenia sering menyebabkan kegagalan individu dalam mencapai berbagai

keterampilan yang diperlukan untuk hidup dan menyebabkan pasien menjadi

beban keluarga dan masyarakat (Nurjamil & Rokayah, 2019). Diagnosis

skizofrenia dapat ditegakkan jika gejala berlangsung selama minimal enam bulan

dan setidaknya mencakup satu bulan dari gejala fase aktif. Skizofrenia terdiri dari

beberapa tipe, yaitu paranoid, hebefrenik, katatonik, residual, dan tidak terkategori

(Fitr,iani, 2020) Pasien yang telah di diagnosis mengalami skizofrenia biasanya

sulit dipulihkan, pasien akan memerlukan waktu yang sangat lama untuk sembuh

tetapi tidak bisa seperti semula lagi. Berbagai upaya telah dilakukan untuk

mencegah terjadinya kekambuhan pada pasien skizofrenia, namun dalam

penatalaksanaan skizofrenia, kontinuitas pengobatan merupakan salah satu faktor

utama keberhasilan terapi.

Salah satu kendala dalam mengobati skizofrenia adalah keterlambatan

penderita datang ke klinik pengobatan. Keterlambatan dalam penangan pasien

skizofrenia akan berdampak buruk. Diantara penyebabnya karena ketidakpatuhan

minum obat. Kepatuhan minum obat bagi keluarga adalah terjadinya beban

subjektif berupa beban emosional dan kecemasan, dan beban objektif yang

dirasakan keluarga meliputi terjadinya gangguan hubungan keluarga dan

keterbatasan pasien dalam melakukan aktivitas (Nurjamil & Rokayah, 2019)

Kepatuhan minum obat pada pada pasien skizofrenia sangatlah penting, untuk

mencegah kekambuhan. (Nurjamil & Rokayah, 2019). Kekambuhan yang terjadi

akan menjadi sering, pengobatan akan menjadi sulit dan akhirnya akan
4

mengantarkan pernderita pada keadaan kronis yang berkepanjangan. Penderita

skizofrenia yang terlambat berobat akan cenderung kebal dengan obat-obatan,

menggunakan obat dengan dosis yang lebih tinggi serta perawatan dirumah sakit

akan menjadi lama. Pada akhirnya akan meningkatkan biaya dan beban ekonomi

keluarga (Kaunang et al., 2015)

Kepatuhan adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perilaku

pasien dalam minum obat secara teratur, benar tentang dosis, frekuensi, dan

waktunya (Herdiana, 2013). Kepatuhan pengobatan pada penderita skizofrenia

dipengaruhi oleh penderita sendiri, dukungan keluarga, dukungan sosial, dan

dukungan tenaga kesehatan. Penderita skizofrenia yang menjalankan program

rawat jalan memerlukan dukungan dari keluarga untuk mematuhi program

pengobatan. Keberhasilan pengobatan yang dilakukan dirumah sakit tidak akan

berguna jika keluarga tidak ikut serta dalam tindakan keperawatan dirumah.

Keluarga dapat mengurangi ketidakpatuhan minum obat penderita skizofrenia

dengan memberikan dukungan dan motivasi kepada klien untuk bisa sembuh

(Dukungan et al., 2020)

Peranan keluarga diperlukan untuk menekan sekecil mungkin angka

kekambuhan dan mengembalikan keberfungsian sosialnya. Salah satu faktor yang

dapat meningkatkan keberfungsian sosial pasien skizofrenia setelah perawatan

rumah sakit adalah dukungan keluarga (Ambari, 2010). Keluarga memiliki peran

yang sangat besar sebagai garda terdepan dalam menjaga kesehatan jiwa

anggotanya dan menjadi pihak yang memberikan pertolongan pertama. Keluarga

di harapkan mampu memberikan informasi yang akurat kepada pemberi layanan

kesehatan sehingga diperoleh diagnosa dan perawatan yang tepat (Rudianto,


5

2019) Peran keluarga merujuk kepada beberapa set perilaku yang kurang lebih

bersifat homogeny dan normatif dari peran seseorang dalam situasi sosial tertentu

(Mubarak,dkk 2014)

Keluarga mempunyai fungsi dalam merawat anggotanya yang sakit, hal ini

menandakan bahwa keluarga memiliki peran yang besar dalam upaya pemberian

asuhan keperawatan pada anggota keluarganya terutama anggota keluarga yang

mengalami kondisi yang tidak baik atau mengalami keterbatasan (Effendy, 2009)

Keluarga harus mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan klien dan

mempertahankan kekohesifan dalam keluarga, dengan cara belajar keterampilan

merawat klien dan memenuhi kebutuhan istirahat klien, serta mampu memberikan

dukungan kepada klien (Murty, 2003)

Keluarga merupakan faktor yang sangat penting dalam proses kesembuhan

pasien Skizofrenia. Keluarga yang bersikap terapeutik dan mendukung pasien,

masa kesembuhan pasien dapat dipertahankan selama mungkin. Sebaliknya, jika

keluarga kurang mendukung, angka kekambuhan akan lebih cepat. Berdasarkan

penelitian bahwa angka kekambuhan pada pasien gangguan jiwa tanpa terapi

keluarga sebesar 25-50%, sedangkan angka kambuh pada pasien yang

mendapatkan terapi keluarga adalah sebesar 5-10% (Adianta & Putra, 2018)

Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh pelealu (2018) yang

berjudul “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien

Skizofrenia Di RSJ Prof. DR. V.L Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara”

menunjukkan bahwa dukungan keluarga sangat penting terhadap pengobatan

skizofrenia, karena pada umumnya pasien belum mampu mengatur dan

mengetahui jadwal dan jenis obat yang akan diminum sehingga keluarga harus
6

selalu membimbing dan mengarahkan agar pasien skizofrenia dapat minum obat

dengan benar dan teratur. Keluarga harus berperan penting dalam memberikan

dukungan pada pasien skizofrenia baik itu dukungan emosional yaitu dengan

memberikan kasih sayang dan sikap menghargai yang diperlukan pasien.

Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan oleh peneliti di Puskesmas Deli

tua, didapatkan data pada tahun 2020 terdapat 8 pasien dengan diagnosa

skizofrenia, Pada tahun 2021 mengalami kenaikan sebanyak 4 orang menjadi 12

pasien dengan diagnosa skizofrenia. Dengan kepatuhan minum obat sebanyak 7

orang dan yang tidak patuh minum obat sebanyak 5 orang. Beradasarkan Hasil

wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan salah satu keluarga pasien di

puskesmas menyatakan bahwa kelurga tidak mengingatkan pasien untuk minum

obat secara teratur dengan beralasan terlalu sibuk bekerja sehingga menyebabkan

tidak adanya pegawasan keluarga dalam minum obat pada pasien skizofrenia.

Berdasarkan hasil data diatas, menunjukkan bahwa skizofrenia semakin

meningkat dari tahun ke tahun. Dengan banyaknya jumlah pasien skizofrenia yang

tidak patuh minum obat sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Hubungan peran keluarga dengan kepatuhan minum obat pada pasien

skizofrenia di Puskesmas Deli tua Tahun 2021”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalahnya adalah

Adakah hubungan peran keluarga dengan kepatuhan minum obat pada pasien

skizofrenia di puskesmas Deli Tua tahun 2021.


7

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umun

Mengetahui hubungan peran keluarga dengan kepatuhan minum obat pada

pasien skizofrenia di puskesmas Deli tua tahun 2021.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengidentifikasi peran keluarga pada pasien skizofrenia di

puskesmas Deli tua tahun 2021.

2. Untuk mengidentifikasi kepatuhan minum obat pada pasien skizofrenia

di puskesmas Deli tua Tahun 2021.

3. Menganalisis hubungan peran keluarga dengan kepatuhan minum

minum obat pada pasien skizofrenia di puskesmas Deli tua tahun 2021.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi pasien dan keluarga

Sebagai sumber informasi ilmiah dan bahan refleksi pada pasien dan keluarga

bahwa peran keluarga sangat penting untuk proses pengobatan pasien skizofrenia

di puskesmas Deli tua.

2. Bagi puskesmas

Sebagai bahan masukan dan sumber informasi bahwa masih banyak pasien

yang tidak patuh minum obat akibat kurangnya dukungan serta peran dari

keluarga kepada pasien skizofrenia di puskesmas Deli Tua.


8

3. Bagi institusi pendidikan

Sebagai sumber informasi ilmiah yang dapat menambah wawasan mahasiswa

mengenai pentingnya peran keluarga dalam mendukung kepatuhan minum obat

pada pasien skizofrenia di puskesmas Deli Tua.

4. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan dan pengalaman

tentang hubungan peran keluarga dengan kepatuhan minum obat pada pasien

skizofrenia di puskesmas Deli Tua.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Skizofrenia

2.1.1 Pengertian Skizofrenia

Skizofrenia berasal dari bahasa yunani yaitu schizo (perpecahan) dan phren

(jiwa). Istilah tersebut digunakan untuk menjelaskan terpecahnya pikiran individu

dengan gangguan ini. Skizofrenia adalah salah satu gangguan jiwa berat yang

dapat mempengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku individu. Skizofrenia adalah

bagian dari gangguan psikologis yang terutama ditandai dengan kehilangan

pemahaman terhadap realitas dan hilangnya daya titik diri (insight) (sadock et al,

2014).

Skizofrenia merupakan suatu penyakit yang memengaruhi otak dan dapat

menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, dan perilaku yang aneh

dan terganggu (Nuraenah, 2012). Skizofrenia adalah penyakit otak neurologis

yang berat dimana adanya gangguan perilaku atau psikologis yang kronik, sering

mereda, namun hilang timbul dengan menunjukkan manifestasi klinik yang

bervariasi diantaranya distress, disfungsi, dan menurunkan kualitas hidup (Stuart,

2016).

Skizofrenia menimbulkan distorsi pikiran sehingga pikiran itu menjadi sangat

aneh, distorsi persepsi, emosi, dan tingkah laku yang dapat mengarah ke risiko

perilaku kekerasan yang dapat berbahaya dengan diri sendiri maupun orang lain

sekitar (Jek Amidos Pardede, Laura Mariati Siregar, 2020).

9
10

2.1.2 Epidemiologi

Gangguan ini memiliki prevalensi seumur hidup sebesar 0,3-0,7% (Sadock et

al, 2014). Sumber lain menyebutkan prevalensi skizofrenia sebesar 1% dan

insiden (kasus baru) skizofrenia sebesar 1,5 per 10.000 individu (McGrath et al

2008). Riset kesehatan dasar pada tahun 2013 menyebutkan prevalensi skizofrenia

dan gangguan jiwa berat di Indonesia sebesar 1,7% (Kementrian Kesehatan

republik Indonesia 2013). Gangguan jiwa ini menyebabkan fungsi individu,

seperti akademik, pekerjaan dan fungsi sehari-hari yang lainnya dalam taraf berat.

Secara umum skizofrenia dapat menyerang pada usia remaja hingga

dewasa muda. Usia pada pria berkisar antara usia 18-25 tahun, sedangkan wanita

pada usia 25-35 tahun (Amerika Psychiatric Association, 2013)

2.1.3 Etiologi

Skizofrenia merupakan sebuah sindroma yang terdiri dari beragam penyebab

dan perjalanan penyakit (fischer dan carpenter dalam D.Surya 2018). Interaksi

antara genetik dan lingkungan sangat berperan dalam munculnya skizofrenia

(D.Surya 2018).

Penyebab skizofrenia jarang berdiri sendiri, biasa terdiri dari penyebab fisik,

jiwa dan lingkungan serta kultural-spiritual yang sekaligus timbul bersamaan

sehingga akhirnya memunculkan gangguan pada jiwa (saddock, 2009).

Menurut Arif (2011) menjelaskan bahwa skizofrenia tidak disebabkan oleh

penyebab tunggal, tetapi dari berbagai faktor yaitu:


11

1. Pendekatan Biologis

a) Faktor keturunan (Genetik)

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa gen yang diwarisi seseorang, sangat

kuat mempengaruhi resiko seseorang mengalami skizofrenia. Studi pada keluarga

telah menunjukkan bahwa semakin dekat relasi seseorang dengan klien

skizofrenia, semakin besar resikonya untuk mengalami penyakit tersebut. Seperti

kembar monozotik memiliki angka kesesuian yang tinggi (Kaplan dan sadock,

2010). Skizofrenia merupakan sebuah sindroma yang terdiri dari beragam

penyebab dan perjalan penyakit (Fischer dan Carpenter, 2009). Interaksi antara

genetik dan lingkungan lingkungan sangat berperan dalam munculnya skizofrenia

(Taylor dalam D. surya 2018).

b) Faktor Neurobiokimia

Munculnya gejala positif pada skizofrenia diakibatkan hiperaktivitas neuron

dopaminergik pada jaras mesolimbic terutama pada reseptor D2 (Stahl, 2013).

Hipotesis dopamine menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh terlalu

banyaknya penerimaan dopamine dalam otak. Selain teori dopamine, terdapat juga

teori serotonin yang juga dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia.

c) Kelainan Otak (Neuroanatomi)

Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya

kerusakan pada bagian otak tertentu. Sekitar 20-35% penderita skizofrenia

mengalami beberapa bentuk kerusakan otak. Namun sampai saat ini belum

diketahui bagaimana hubungan kerusakan pada bagian otak tertentu dengan

munculnya skizofrenia. Ada indikasi peran patofisiologis dari area tertentu di

otak, termasuk sistem limbik, korteks frontal dan ganglia basalis.


12

2. Pendekatan Psiologis

a) Faktor Individu

Pandangan psikoanaltik menjelaskan bahwa terdapat pola kepribadian

immature yang berkaitan dengan implus seksual dan agresi merupakan

predisposisi untuk menimbulkan skizofrenia. Sedangkan pada pandangan

psikodinamik mementingkan hipersensitivitas terhadap berbagai stimulus.

Hambatan dalam membatasi stimulus menyebabkan kesulitan dalam setiap fase

perkembangan selama masa kanak-kanak dan mengakibatkan stress dalam

hubungan interpersonal. Pada teori belajar, menerangkan tingkah laku skizofrenia

sebagai hasil proses belajar lewat pengkondisian dan pengamatan.

b) Faktor Keluarga

Beberapa pasien skizofrenia, berasal dari keluarga yang disfungsi. Selain itu,

perilaku keluarga yang patologis dapat meningkatkan stress emosional.

c) Faktor Sosial

Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi banyak

berpengaruh dalam menyebabkan skizofrenia. Selain itu, persentase paling tinggi

pasien skizofrenia ditemukan pada penduduk yang tinggal ditengah kota dan

berada pada kelas sosial ekonomi rendah.

2.1.4 Gejala skizofrenia

Menurut Samsara, (2018), Gejala dari skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga

kelompok besar:
13

1. Gejala positif

Merupakan perilaku yang tidak dapat terlihat pada orang yang sehat. Gejala

positif ini termasuk halusinasi, waham atau delusi, gangguan pikir, dan gangguan

gerak. (Amalia Kristanti Dewi & Made Karisma Sukmayanti, 2020)

2. Gejala negatif

Gejala ini ber kaitan dengan kurangnya kadar emosi dan perilaku jika

dibandingkan dengan orang yang sehat. Gejala ini lebih susah dikenali sebagai

bagian dari gangguan jiwa skizofrenia. Gejala-gejalanya meliputi: gejala yang

datar, berkurangnya merasakan kesenangan pada kehidupan, kesulitan dalam

memulai dan mempertahankan aktivitas (Harald, 2015).

3. Gejala daya pikir

Pada sejumlah pasien, gejala daya pikirnya sangatlah sukar untuk dikenali.

Sering kali, mereka terdeteksi hanya ketika uji spesifik berkenaan dengan hal

tersebut dilakukan. Gejala daya pikir ini seperti kurangnya kemampuan untuk

memahami informasi (fungsi eksekutif), bermasalah dalam konsentrasi, dan

masalah dengan memori kerja. (DSM-V 2013).

2.1.5 Tipe- Tipe Skizofrenia

Menurut international statistical classification of diseases and related

health problem (ICD-10) tipe skizofrenia yang diidentifikasi berdasarkan variabel

klinik sebagai berikut:

a. Skizofrenia paranoid, Ciri utamanya adalah adanya waham kejar dan

halusinasi auditorik namun fungsi kognitif dan afek masih baik.

b. Skizofrenia hebefrenik, Ciri utamanya adalah pembicaraan yang kacau,

tingkah laku kacau dan afek yang datar


14

c. Skizofrenia katatonik, Ciri utamanya adalah gangguan pada psikomotor

yang dapat meliputi motorik immobility, aktivitas motorik berlebihan,

serta gerakan yang tidak terkendali

d. Skizofrenia tak terinci, Gejala tidak memenuhi kriteria skizofrenia

paranoid, hebefrenik maupun katatonik

e. Depresi pasca skizofrenia

f. Skizofrenia residual, Paling tidak pernah mengalami satu episode

skizofrenia sebelumnya dan tidak memiliki gejala tidak menonjol

g. Skizofrenia simpleksh, Dicirikan pada perkembangan yang perlahan,

namun bersifat progresif

h. Skizofrenia lainnya

i. Skizofrenia yang tak tergolongkan (Zahnia & Wulan Sumekar, 2016)

2.1.6 Penatalaksanaan Skizofrenia

Walaupun terapi antipsikotik merupakan pengobatan yang penting untuk

skizofrenia, penelitian telah menemukan bahwa intervensi psikososial, termasuk

psikoterapi, dapat mendukung perbaikan klinis. Modalitas psikososial harus

diintegrasikan secara cermat ke dalam regimen terapi obat dan harus mendukung

regimen tersebut. Sebagian besar pasien skizofrenia mendapatkan manfaat dari

pemakaian kombinasi pengobatan antipsikotik dan psikososial (Kaplan & Sadock,

2010).

1. Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalisasi)

Indikasi utama untuk perawatan di rumah sakit adalah untuk tujuan

diagnostik, menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri

atau membunuh, dan perilaku yang sangat kacau atau tidak sesuai, termasuk
15

ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan, pakaian,

dan tempat berlindung. Tujuan utama perawatan di Rumah Sakit yang harus

ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat.

Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka

menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan di rumah sakit tergantung

pada keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan.

Penelitian telah menunjukkan bahwa perawatan singkat di rumah sakit (empat

sampai enam minggu) adalah sama efektifnya dengan perawatan jangka panjang

di rumah sakit dan bahwa rumah sakit dengan pendekatan perilaku yang aktif

adalah lebih efektif daripada institusi yang biasanya dan komunitas terapetik

berorientasitilikan. Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi

praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri sendiri, kualitas hidup,

pekerjaan, dan hubungan sosial.

Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan

fasilitas pasca rawat, termasuk keluarganya, keluarga angkat, board-and care

homes, dan half-way house, pusat perawatan di siang hari (day care center) dan

kunjungan rumah kadang-kadang dapat membantu pasien tetap di luar rumah sakit

untuk periode waktu yang lama dan dapat memperbaiki kualitas kehidupan sehari-

hari pasien.

2. Farmakoterapi

Obat antipsikotik diperkenalkan pada awal tahun 1950, telah mengalami

perkembangan yang revolusioner dalam pengobatan skizofrenia. Kira-kira dua

sampai empat kali banyaknya pasien yang kambuh ketika diterapi dengan plasebo

dibandingkan dengan terapi dengan obat antipsikotik. Akan tetapi obat ini
16

menyembuhkan gejala dari penyakit dan tidak mengobati skizofrenia. Penggunaan

obat antipsikotik dalam pengobatan skizofrenia harus mengikuti lima prinsip

utama yaitu (Kaplan & Sadock, 2010):

a. Klinis harus secara hati-hati menentukan target simptom untuk diterapi.

b. Antipsikotik yang telah bekerja dengan baik sebelumnya pada pasien harus

digunakan lagi. Pada kejadian yang tidak mendapatkan informasi, pilihan

antipsikotik biasanya didasarkan pada efek samping dari obat tersebut.

c. Waktu minimum pemberian permulaan antipsikotik adalah empat sampai

enam minggu dengan dosis yang adekuat. Jika permulaan tidak berhasil,

obat antipsikotik yang berbeda, biasanya dari kelas yang berbeda, dapat

dicoba. Akan tetapi reaksi yang tidak menyenangkan dari pasien pada

pemberian dosis pertama obat antipsikotik berhubungan erat dengan

ketidaktaatan dan respon yang jelek ke depannya.

d. Pada umumnya, penggunaan lebih dari satu obat antipsikotik pada saat

yang bersamaan jarang, jika pernah, atas indikasi. Akan tetapi, pada terapi

yang khusus pasien resisten kombinasi obat 17 antipsikotik dengan obat

yang lain, sebagai contoh, carbamazepin (tegretol) bisa diindikasikan.

e. Pasien harus diberikan terapi rumatan dengan dosis minimal yang efektif.

Dosis rumatan lebih rendah dibandingkan dengan dosis selama kontrol

simtom selama episode psikotik. Skizofrenia adalah suatu gangguan yang

berlangsung lama dan fase psikotiknya memiliki tiga fase yaitu fase akut,

stabilisasi, dan fase stabil.


17

Menurut Kaplan & Sadock (2010), macam-macam obat antipsikotik yaitu:

a. Antipsikotik Konvensional

Antipsikotik konvensional juga disebut dengan tipikal antipsikotik.

Neuroleptik yang termasuk golongan ini yaitu chlorpramazin, haloperidol,

loxapine, dan prolixin. Antipsikotik konvensional dapat memberikan efek

samping pada penggunanya diantaranya yaitu mulut kering, konstimasi, hipotensi

orthostatik, impotensi, kegagalan ejakulasi, parkinson sindrom, akhatisia,

dystonia, amenorhea, infertilitas, dan kegemukan.

Chorphharmazin memiliki efek antipsikotik yang lemah dan efek sedatif yang

kuat. Sedangkan Haloperidol digunakan untuk pengobatan skizofrenia kronis

sehingga memiliki efek antipsikotik yang kuat dan efek sedatif yang lemah.

Antipsikotik konvensional efektif untuk mengobati gejala positif dari skizofrenia

tetapi kurang efektif untuk mengobati gejala negatif.

b. Antipsikotik Atipikal

Beberapa obat yang termasuk antipsikotik atipikal yaitu clozapine, resperidone,

ziprasidone, quetiapine, olanzapine, dan aripiprazole. Antipsikotik atipikal bekerja

sebagai antagonis reseptor dopamine-serotonin. Golongan ini lebih efektif

digunakan untuk mengatasi skizofrenia negatif dan gangguan kognitif pada pasien

yang tidak berespon baik dengan 18 antipsikotik konvensional. Antipsikotik

atipikal memberikan efek agranulositosis pada penggunanya.

3. Penatalaksanaan Non Farmakologis

Ikawati (2014), menyatakan terapi non farmakologi pada skizofrenia dapat

dilakukan dengan pendekatan psikososial dan ECT (elektro convulsive therapy).

Ada beberapa jenis pendekatan psikososial untuk skizofrenia, antara lain Program
18

For Assertive Community Treatment (PACT), intervensi keluarga, terapi perilaku

kognitif, Cognitive behavioural theraphy (CBT), dan pelatihan keterampilan

sosial:

1) Program For Assertive Community Treatment (PACT).

PACT adalah semacam program rehabilitas yang terdiri dari manajemen

kasus dan intervensi aktif oleh satu tim menggunakan pendekatan yang sangat

terintegrasi. Program ini dirancang khusus untuk pasien yang fungsi sosialnya

buruk untuk membantu mencegah kekambuhan dan memaksimalkan fungsi sosial

dan pekerjaan. Tim mendidik pasien dalam tugas kehidupan sehari-hari, seperti

mencuci pakaian, belanja, memasak, pengaturan keuangan, dan menggunakan

trasportasi. Unsur-unsur kunci dalam PACT adalah menekankan kekuatan pasien

dalam beradaptasi dengan kehidupan masyarakat, penyediaan dukungan dan

layanan konsultasi untuk pasien, dan memastikan bahwa pasien tetap dalam

program perawatan.

2) Intervensi Keluarga

Prinsip dalam pendekatan psikososial ini adalah bahwa anggota keluarga

pasien harus dilibatkan dan terlibat dalam perlakuan proses kolaboratif sejauh

mungkin. Anggota keluarga umumnya berkontribusi untuk perawatan pasien dan

memerlukan pendidikan, bimbingan, dan dukungan, serta pelatihan membantu

mereka mengoptimalisasikan peran mereka.

3) Terapi Perilaku Kognitif

Asumsi terapi perilaku kognitif adalah bahwa proses psikologis normal dapat

menjaga maupun melemahkan gejala psikotik, terutama delusi dan halusinasi.

Dalam terapi ini dilakukan koreksi atau modifikasi terhadap keyakinan (delusi),
19

fokus dalam hal ini terutama bertarget pada halusinasi kronis pendengaran, dan

menormalkan pengalaman psikotik pasien, sehingga mereka bisa tampil lebih

normal. Pasien yang mendapat manfaat dari terapi ini umumnya adalah pasien

kronis yang menjalani rawat jalan dan resisten terhadap pengobatan, khususnya

untuk gejala delusi dan halusinasi.

4) Pelatihan Keterampilan Sosial

Pelatihan keterampilan sosial didefinisikan sebagai penggunaan teknik

perilaku atau kegiatan pembelajaran yang memungkinkan pasien untuk

memperoleh keterampilan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan

interpersonal, perawatan diri, dan menghadapi kehidupan di masyarakat. Tujuan

dari pelatihan keterampilan sosial adalah untuk memperbaiki kekurangan tertentu

dalam fungsi sosial pasien. Pelatihan ini merupakan pendekatan yang sangat

terstruktur yang mengajarkan pasien secara sistematis perilaku khusus yang

penting untuk keberhasilan dalam interaksi sosial.

5) Terapi Elektrokonvulsif (ECT)

Terapi ECT masih banyak digunakan untuk pengobatan skizofrenia.

Walaupun mekanisme kerjanya masih belum dipastikan, beberapa studi telah

melakukan kajian mengenai efikasinya pada pengatasan skizofrenia. efek samping

ECT juga belum dijumpai dan perlu menjadi pertimbangan tersendiri sebelum

menerapkan ECT bagi pasien. Perlu dilakukan evaluasi sebelum memulai

program ECT untuk menentukan potensi manfaat dan risiko ECT bagi pasien

berdasarkan status medis dan psikiatris pasien.


20

2.2 Konsep Kepatuhan

2.2.1 Pengertian Kepatuhan

Kepatuhan adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis dari dokter

yang mengobatinya (syakira, 2012). Menurut Nursalam (2011) menjelaskan

Kepatuhan adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perilaku pasien

dalam minum obat secara benar tentang dosis, frekuensi dan waktunya.

Kepatuhan pada pasien skizofrenia terdiri dari kepatuhan terhadap terapi setelah

pengobatan (kontrol), penggunaan obat secara tepat, mengikuti anjuran perubahan

perilaku (Arisandy, 2014). Kepatuhan adalah bentuk perilaku yang ditimbulkan

akibat adanya interaksi antara tenaga kesehatan dan pasien sehingga pasien

mengerti dan menyetujui segala konsekuensi serta melaksanakannya (Kemenkes,

2011).

Dalam konteks psikologi kesehatan, kepatuhan mengacu kepada situasi ketika

perilaku seorang individu sepadan dengan tindakan yang dianjurkan atau nasehat

yang diusulkan oleh seorang praktisi kesehatan atau informasi yang diperoleh dari

suatu sumber informasi lainnya seperti nasehat yang diberikan dalam suatu brosur

promosi kesehatan melalui suatu kampanye media masa (Ian & Marcus, 2011).

2.2.2 Kepatuhan Minum Obat Pasien Skizofrenia

Kepatuhan minum obat pada pasien skizofrenia sangatlah penting agar

pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan terjadi. Kepatuhan

minum obat meliputi ketepatan perilaku seorang individu dengan nasihat medis,

penggunaan obat sesuai dengan petunjuk serta mencakup penggunaan pada waktu

yang benar, Apabila pasien sampai telat atau tidak patuh minum obat, maka

pasien bisa kambuh (relaps) (Arisandy, 2014). Penilaian terhadap kepatuhan


21

diperoleh dari total skor keteraturan, waktu dan cara minum obat (Oktaviani,

2011)

2.2.3 Indikator Kepatuhan Minum Obat Pasien Skizofrenia

Menurut Kusmarjathi (2009), menyatakan bahwa terdapat 5 prinsip benar

dalam pemberian obat, sebagai berikut:

1. Benar pasien

Langkah penting dalam pemberian obat dengan aman adalah meyakinkan

bahwa obat tersebut diberikan kepada pasien yang benar. Benar pasien pada

pasien skizofrenia yaitu memastikan bahwa obat yang diberikan benar-benar

untuk pasien sesuai identitasnya.

2. Benar obat

Obat pada saat pertama kali diprogramkan, perawat harus di cek ulang antara

format pencatatan dengan instruksi yang ditulis dokter. Perawat hanya

memberikan obat yang dipersiapkannya dan menjelaskan kepada keluarga pasien.

3. Benar dosis

Sebelum memberikan obat terkait dengan dosis yang diberikan maka perawat

harus melakukan perhitungan, selain itu juga perawat harus berhati-hati dalam

membeca rencana obat. Benar dosis pada pasien skizofrenia adalah dosis yang

diberikan pada pasien tertentu sesuai dengan penyakit dan kebutuhan

penyembuhan.

4. Benar cara/rute

Perawat hanya diperbolehkan untuk memberikan obat pada rute yang telah

diresepkan atau diinstruksikan, perawat harus memahami perbedaan antara rute

seperti tingkat penyerapan, sehingga apabila rute yang diinstruksikan tidak sesuai
22

dengan cara yang direkomenda sikan, perawat dapat mengingatkan dokter, selain

itu apabila terdapat instruksi obat yang tidak menerangkan rute pemberian obat,

perawat mengkonsultasikannya kepada dokter. Benar cara pemberian obat pada

pasien skizofrenia adalah disesuaikan dengan obat yang telah diresepkan apakah

diminum atau disuntikan.

5. Benar waktu

Obat-obatan harus diberikan pada waktu yang tepat untuk memastikan level

kadar serum terapeutik. Pemberian pada waktu yang salah juga dapat

dikategorikan kesalahan dalam pemberian obat. Benar waktu pada pasien

skizofrenia adalah saat dimana obat yang diresepkan harus diberikan pada waktu

yang telah dianjurkan untuk diminum oleh pasien.

2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan

Feuerstein (dalam Niven, 2012) ada beberapa faktor yang mendukung sikap

patuh pasien antara lain:

a. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terancam untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar secara aktif dapat mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, serta ketrampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat,

bangsa dan negara.

b. Akomondasi

Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien

yang mempengaruhi kepatuhan.


23

c. Modifikasi faktor lingkungan dan social Kelompok pendukung dibentuk

untuk membantu memahami kepatuhan terhadap program pengobatan.

d. Perubahan model terapi Program dibuat sesederhana mungkin dan pasien

terlibat aktif dalam pembuatan program.

e. Meningkatkan interaksi propesional kesehatan dengan klien Memberikan

umpan balik pada pasien setalah diperoleh informasi diagnosis.

Menurut Niven (2009) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi

kepatuhan minum obat sebagai berikut:

1) Penderita atau individu

a) Sikap atau motivasi pasien ingin sembuh

Sikap atau motivasi yang paling kuat adalah dalam diri individu sendiri.

Motivasi individu ingin tetap mempertahankan kesehatannya untuk melaksanakan

terapi secara patuh sangat berpengaruh terhadap faktor-faktor yang berhubungan

dengan perilaku penderita dalam kepatuhan minum obat.

b) Keyakinan

Keyakinan merupakan dimensi spiritual yang dapat menjalani kehidupan.

Penderita yang berpegang teguh terhadap keyakinannya akan memiliki jiwa yang

tabah dan tidak mudah putus asa serta dapat menerima keadaanya, demikian juga

cara berperilaku lebih baik. Kemauannya untuk melaksanakan minum obat secara

patuh dapat dipengaruhi oleh keyakinan penderita, dimana penderita memiliki

keyakinan yang kuat akan lebih tabah terhadap anjuran dan larangan kalau tahu

akibatnya.
24

2) Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga merupakan bagian dari penderita yang paling dekat dan

tidak dapat dipisahkan. Penderita akan akan merasa senang dan tentram apabila

mendapat perhatian dan dukungan dari keluarganya. Karena dengan dukungan

tersebut akan menimbulkan kepercayaan dirinya untuk menghadapi dan

mengelola penyakitnya dengan lebih baik, serta penderita mau menuruti saran-

saran yang diberikan oleh keluarga untuk menunjang pengelohan penyakitnya.

3) Dukungan Sosial

Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga lain

merupakan faktor-faktor penting dalam kepatuhan terhadap program-program

medis. Keluarga dapat mengurangi ansietas yang disebabkan oleh penyakit

tertentu dan dapat mengurangi godaan terhadap ketidakpatuhan minum obat.

4) Dukungan Petugas Kesehatan

Dukungan petugas kesehatan merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi

perilaku kepatuhan. Dukungan mereka berguna pada pasien menghadapi bahwa

perilaku sehat yang baru tersebut merupakan hal penting. Begitu juga mereka

dapat mempengaruhi perilaku pasien dengan cara menyampaikan antusias mereka

terhadap tindakan tertentu dari pasien yang telah mampu beradaptasi dengan

programnya.

2.3 Konsep Keluarga

2.3.1 Pengertian Keluarga

Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh

hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan tiap-tiap anggota keluarga selalu

berinteraksi satu sama yang lain (Harmoko, 2012). Keluarga adalah sekumpulan
25

orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk

menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan fisik,

mental, emosional serta sosial dari tiap anggota keluarga (Friedman, 2013)

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyakat yang terdiri dari kepala

keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal dalam suatu tempat

dibawah atap dalam keadaan saling ketergantungan (Departemen kesehatan

RI,2014). Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan

melalui pertalian darah, adopsi, atau perkawinan (WHO, 2012).

2.3.2 Struktur Keluarga

Menurut friedcman struktur keluarga terdiri dari:

1. Pola dan proses komunikasi dapat dikatakan berfungsi bila jujur ,

terbuka, melibatkan emosi, dapat menyelesaikan konflik keluarga serta

adanya hirarki kekuatan. Pola komunikasi dalam keluarga dikatakam

akan berhasil jika pengirim pesan (sender) yakin mengemukan

pesannya, isi pesan jelas dan berkualitas, dapat menerima dan memberi

umpan balik, tidak bersifat asumsi, berkomunikasi sesuai. Sebaliknya,

seseorang menerima pesan (receiver) dapat menerima pedas dengan

baik jika dapat menjadi pendengar yang baik, dan dapat memvalidasi

pesan yang diterima.

2. Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai

posisi sosial yang diberikan baik peran formal maupun informal.

3. Struktur kekuatan adalah kemampuan kemampuan individu untuk

mengontrol dan mempengaruhi atau merubah perilaku orang lain yang

terdiri dari legitimate power (hak), referen power (ditiru), expert


26

power (keahlian), reward power (hadiah), coercive power (paksaan)

dan affektif power.

4. Nilai keluarga dan norma adalah system ide-ide, sikap dan keyakinan

yang mengikat anggota keluarga dalam budaya tertentu, sedangkan

norma adalah pola perilaku yang diterima pada lingkungan sosial

tertentu.

Menurut Dion dan Betan (2013), menyatakan bahwa struktur keluarga yang

terdapat Indonesia secara umum yaitu:

1. Berdasarkan jalur hubungan darah

a) Patrilineal merupakan keluarga sedarah yang terdiri dari sanak

saudara dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun

berdasarkan garis keturunan ayah.

b) Matrilineal merupakan keluarga sedarah yang terdiri dari sanak

saudara sedarah dalam beberapa generasi di mana hubungan itu

disusun melalui garis keturunan ibu.

2. Berdasarkan keberadaan tempat tinggal

a) Matrilokal Merupakan sepasang suami istri yang mana setelah

menikah dan tinggal bersama keluarga sedarah istri.

b) Patrilokal Merupakan sepasang suami istri yang tinggal bersama

keluarga sedarah suami.

3. Berdasarkan pribadi pengambilan keputusan

Keputusan merupakan peran yang harus dilakukan oleh suami dan istri

sebagai dasar bagi Pembina keluarga, namun tidak selamanya pengambilan


27

keputusan dilaksanakan bersama-sama. Berikut adalah pembagian struktur

berdasarkan siapa yang mengambil keputusan, adalah sebagai berikut:

a. Patriakal: Dominasi pengambilan keputusan ada pada pihak suami.

Pengambilan keputusan bagi keluarga yang menganut struktur partiakal memang

didasarkan pada peran ayah yang mengetuk, namun dalam menentukan keputusan

tersebut seharus nya melibatkan ibu sebagai orang yang mempertimbangkan.

b. Matriakal: Dominasi pengambilan keputusan ada pada pihak istri. Dalam

struktur matriakal, peran istri adalah sebagai pengambil keputusan. Namun,

seharusnya perlu melibatkan suami dalam mempertimbangkan keputusan tersebut.

2.3.3 Tipe dan Bentuk Keluarga

Tipe dan bentuk keluarga Tipe keluarga menurut Harmoko (2012) yaitu:

a) Nuclear Family, Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak yang

tinggal dalam satu rumah di tetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu

ikatan perkawinan, satu atau keduanya dapat bekerja di luar rumah.

b) Extended Family, Keluarga inti ditambahkan dengan sanak saudara,

misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi, dan

sebagainya.

c) Reconstitud Nuclear, Pembentukan baru dari keluarga inti melalui

perkawinan kembali suami atau istri, tinggal dalam satu rumah dengan

anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari

perkawinan baru. Satu atau keduanya dapat bekerja di luar rumah.

d) Middle Age/ Aging Couple, Suami sebagai pencari uang. Istri di rumah

atau kedua-duanya bekerja di rumah, anak-anak sudah meninggalkan

rumah karena sekolah atau perkawinan atau meniti karier.


28

e) Dyadic Nuclear, Suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai

anak yang keduanya atau salah satu bekerja diluar rumah.

f) Single Parent, Satu orang tua sebagai akibat perceraian atau kematian

pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal di rumah atau di luar rumah.

g) Dual Carier, Suami istri atau keduanya berkarier dan tanpa anak.

h) Commuter Married, Suami istri atau keduanya orang karier dan tinggal

terpisah pada jarak tertentu, keduanya saling mencari pada waktu-waktu

tertentu.

i) Single Adult, Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak

adanya keinginan untuk menikah.

j) Three Generation, Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.

k) Institutional, Anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suatu

panti-panti.

l) Comunal, Satu rumah terdiri atas dua atau lebih pasangan yang monogami

dengan anak-anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas.

m) Group Marriage, Satu perumahan terdiri atas orangtua dan keturunannya

di dalam satu kesatuan keluarga dan tiap individu adalah menikah dengan

yang lain dan semua adalah orang tua dari anak-anak.

n) Unmarried parent and child

Ibu dan anak dimana perkawinan tidak dikehendaki, anaknya di adopsi.

o) Cohibing Couple

Dua orang atau satu pasangan yang tinggal bersama tanpa pernikahan

(Harmoko, 2012)
29

2.3.4 Fungsi Keluarga

Dion & Betan (2013), menyatakan bahwa terdapat tiga fungsi pokok

keluarga terhadap anggota keluarganya:

1) Asih, yaitu memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan

kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan

berkembang sesuai dengan usia dan kebutuhannya.

2) Asuh, yaitu menuju kebutuhan pemeliharaan dan keperawatan anak agar

kesehatannya selalu terpelihara, sehingga diharapkan menjadikan mereka

anak-anak baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.

3) Asah, yaitu memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap menjadi

manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa depannya.

Menurut Friedman (2010), fungsi keluarga dibagi menjadi 5 fungsi:

1. Fungsi Afektif

Fungsi afektif adalah fungsi yang memenuhi kebutuhan psikologis anggota

keluarga, seperti kebutuhan akan ditemani dan dicintai. Melalui pelaksanaan

fungsi ini, keluarga menjalankan tujuan psikososial yang utama yaitu kemampuan

stabilitas kepribadian dan tingkah laku, kemampuan menjalin hubungan akrab dan

harga diri. Untuk mencapai kepatuhan minum obat pada pasien skizofrenia, fungsi

afektif harus dipenuhi dengan cara menghindari paksaan, membujuk dengan

penuh kasih sayang, mendampingi saat anggota keluarga menjalani pengobatan

dan memberikan penghargaan pada pasien akan kepatuhan.

2. Fungsi Sosialisasi

Fungsi sosialisasi adalah menfasilitasi sosialisasi primer anak yang

bertujuan menjadikan anak sebagai anggota masyarakat yang produktif serta


30

memberikan status kepada anggota keluarga. Serta bagaimana keluarga belajar

disiplin, norma, budaya, dan perilaku.

3. Fungsi reproduksi

Untuk mempertahankan kontinuitas keluarga selama beberapa generasi

dan untuk keberlangsungan hidup masyarakat.

4. Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi adalah keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan,

papan.

5. Fungsi perawatan Kesehatan

Fungsi perawatan kesehatan adalah kemampuan keluarga untuk

bertanggung jawab merawat anggota keluarga dengan penuh kasih sayang serta

kemauan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan yang sedang dihadapi.

Di dalam fungsi keperawatan keluarga terdapat tugas-tugas keluarga yang

harus dilaksanakan. Menutur Friedman, (1998) ada lima tugas kesehatan keluarga

sebagai berikut;

1) Mengenal masalah setiap anggota. Pada fase ini pengetahuan yang harus

dimiliki keluarga yang mempunyai anggota keluarga dengan skizofrenia

meliputi penyebab, tanda dan gejala, akibat dan upaya yang dapat

dilakukan untuk mengatasi kekambuhan.

2) Mengambil keputusan untuk tindakan yang tepat. Persepsi keluarga

terhadap kekambuhan mempengaruhi keputusan keluarga, sebagai contoh

keluarga yang menganggap kekambuhan sebagai hal yang biasa akan

menyebabkan penderita skizofrenia menjadi kronis yang akan


31

menyababkan keluarga memutuskan untuk mengirim pasien skizofrenia

ke rumah sakit jiwa.

3) Merawat anggota keluarga. Keluarga harus mampu merawat anggota

keluarga termasuk menangani keluarga yang tidak patuh terhadap

pengobatanya.

4) Mempertahankan situasi rumah yang menguntungkan kesehatan dan

perkembangan klien, hal ini bisa berupa memberikan perhatian,

memberikan reinforcement positif atau tidak menyinggung perasaan

klien. Upaya yang dapat dilakukan adalah mempertahankan kekohesifan

didalam keluarga, mengembangkan hubungan yang hangat sehingga

tercipta lingkungan yang terapeutik.

5) Memanfaatkan pelayanan kesehatan dan sarana kesehatan. Seperti

mengajak klien untuk control secara rutin.

2.4 Konsep Peran Keluarga

2.4.1 Pengertian Peran keluarga

Peran keluarga adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang

diharapkan oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi keluarga didalam

kelompok sosialnya (Suliswati, dkk 2005). Menurut Friedman (1998) peran

didasari pada harapan, peran juga menjelaskan apa yang individu harus lakukan

dalam situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan mereka sendiri maupun

harapan orang lain. Keluarga memiliki tugas utama dalam memelihara

pertumbuhan psikososial anggota keluarga dan kesejahteraan selama hidupnya.


32

2.4.2 Klasifikasi Peran

Menurut Friedman (2014) peran keluarga dapat diklasifikasikan menjadi dua

yaitu :

A. Peran Formal Keluarga atau terbuka

1. Peran hubungan pernikahan dalam keluarga dibagi menjadi tiga peran

yaitu:

a) Peran ayah, Ayah sebagai suami dari istri dan ayah dari anak-anaknya,

berperan dari pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman

sebagai kepala keluarga, anggota dari kelompok sosial serta dari anggota

masyarakat dan lingkungannya. (Amira, 2020)

b) Peran ibu, Ibu sebagai istri dan sebagai ibu bagi anak-anaknya pelindung

dan sebagai salah satunkelompok peranan sosialnya serta sebagai anggota

masyarakat dari lingkkunganya. (Amira, 2020)

c) Peran anak, Anak-anak melaksanakan peran psikososial sesuai dengan

tingkat perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual (Amira, 2020)

2. Peran Informal Keluarga atau peran tertutup

Peran ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan integrase dan adaptasi dari

kelompok keluarga.

Menurut Murty (2003). Peran keluarga dalam merawat skizofrenia terbagi

dalam tingkatan:

1) Keluarga harus mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan klien dan

mempertahankan kekohesifan dalam keluarga, dengan cara belajar

keterampilan merawat klien dan memenuhi kebutuhan istirahat klien, serta

mampu memberikan dukungan kepada klien.


33

2) Keluarga harus mampu memberikan dukungan finansial untuk perawatan

klien dan keterlibatan dalam kelompok yang dapat memberikan bantuan

seperti terapi suportif.

3) Keluarga harus mengembangkan hubungan secara benar untuk membantu

klien skizofrenia merubah sikap dan keterampilan.

Adapun lima peran dari keluarga menurut Mohr (2006) adalah: memberikan

respon terhadap kebutuhan anggota keluarga, membantu mengatasi masalah dan

stress dalam keluarga secara aktif, memenuhi tugas dengan distribusi yang merata

dalam keluarga, menganjurkan interaksi terhadap sesama anggota keluarga dan

komunitas dan meningkatkan kesehatan personal.

2.5 Kerangka Teori

Pasien skizofrenia

Terapi

farmakologi Non farmakologi

Lama Kepatuhan Peran keluarga


pengobatan minum obat

Gambar 2.5 Kerangka Teori Penelitian


34

2.6 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah hubungan-hubungan antara konsep yang

satu dengan konsep lainnya dari masalah yang diteliti sesuai dengan apa yang

telah diuraikan pada tinjauan pustaka (Notoatmodjo, 2012).

Variable Independent Variabel Dependent

Kepatuhan Minum Obat


Peran keluarga
pada pasien skizofrenia

Gambar 2.6 Kerangka Konsep Penelitian

2.7 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan

penelitian. Hipotesis merupakan suatu pernyataan asumsi tentang hubungan antara

dua atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab suatu pertanyaan dalam

penelitian. Setiap penelitian terdiri dari satu unit atau bagian dari suatu

permasalahan (Nursalam, 2016). Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ha : Adanya hubungan antara peran keluarga dengan kepatuhan minum obat pada

pasien skizofrenia di puskesmas Deli tua


BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif

deskriptif dengan pendekatan Cross Sectional, Rancangan penelitian yang

digunakan adalah cross sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu

pengukuran/observasi hanya satu kali pada satu saat (Nursalam, 2016). Dalam

penelitian ini variabel peran keluarga dan kepatuhan minum obat pasien

skizofrenia diukur hanya satu kali pada saat yang bersamaan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2021 sampai selesai.

3.2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Deli tua kabupaten Deli

Serdang tahun 2021

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah suatu wilayah umum yang terdiri dari dari objek/subjek yang

mempunyai kuantitas dan karakter tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono, 2016). Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh pasien skizofrenia dan keluarga pasien yang datang

berobat Puskesmas Deli Tua yang berjumlah 12 orang.

35
36

3.3.2 Sampel

Sampel merupakan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh

populasi. Sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik samping. teknik

sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar

memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek

penelitian (Nursalam, 2016). Pada penelitian ini pengambilan sampel yang

digunakan dengan teknik sampling jenuh yaitu teknik pengambilan sampel sama

dengan populasi karena populasi yang digunakan relative lebih kecil (Sugiono,

2014)

3.4 Variabel dan Defenisi Operasional

3.4.1 Variabel Independen

Variabel independen adalah faktor yang mungkin menyebabkan atau

mempengaruhi hasil (Creswell, 2009). Adapun variabel independen pada

penelitian ini adalah peran keluarga.

3.4.2 Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel terikat dalam penelitian (Creswell, 2009).

Variabel dependen sering disebut dengan variabel terikat yang dipengaruhi atau

yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2016). Adapun

variabel dependen pada penelitian ini adalah kepatuhan minum obat pada pasien

skizofrenia.

3.4.3 Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah suatu defenisi yang diberikan kepada suatu

variabel dengan cara memberikan arti atau memspesifikasikan kegiatan, ataupun


37

memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variable tersebut

(Pinton. 2020)

Variabel Defenisi Insrumen/ Hasil ukur skala


penelitian operasional Alat ukur
Independen: Peran keluarga Kuesioner 1. Peran Baik jika Ordinal
Peran adalah serangkaian skor > 20
keluarga pola sikap 2. Kurang
perilaku, nilai dan berperan jika
tujuan yang skor < 20
diharapkan oleh
masyarakat
dihubungkan
dengan fungsi
keluarga didalam
kelompok
sosialnya
Dependen: Kepatuhan minum Kuesioner 1. Patuh jika skor Ordinal
Kepatuhan obat adalah 100%
minum obat perilaku atau sikap 2. Tidak patuh jika
pada pasien skor <100%
skizofrenia dalam
minum obat
puskesmas deli tua

3.5 Aspek Pengukuran

3.5.1 Pengukuran Variabel Independen

Skala ukur Peran keluarga menggunakan skala Likert “SL (selalu), S (sering),

K (kadang-kadang), TP (tidak pernah) yang disusun dalam 10 pertanyaan.

Masing-masing pernyataan di kategorikan “selalu” = 4, “sering” = 3, “kadang” =

2, “tidak pernah” = 1.

Dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu:

1. berperan baik : > 20

2. kurang berperan : < 20.


38

3.5.2 Pengukuran Variabel Dependen

Skala ukur variable kepatuhan minum obat menggunakan skala Guttmann.

Kuesioner untuk kepatuhan minum obat terdiri dari pernyataan positif (no

1,2,4,5,7,9,10,12,13) dan pernyataan negatif (no 3,6,8,11,14) yang terbagi atas 5

item dengan masing-masing item pernyataan ada benar pasien (no 1,2), benar obat

(no 3,4,5), benar dosis (no 6,7), benar cara/rute (no 8,9), dan benar waktu (no

10,11,12,13,14,). Kepatuhan minum obat menggunakan pilihan jawaban untuk

pernyataan positif: Ya = 1, Tidak = 0, dan pernyataan negatif: Ya = 0, Tidak = 1.

Dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu:

1. Patuh minum obat jika skor 100%

2. Tidak patuh minum obat jika <100%.

3.6 Instrument Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh

penelitian dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi

sistematis dan dipermudah olehnya (Arikunto, 2013). Instrument yang digunakan

dalam penelitian ini berupa kuesioner. Kuesioner adalah daftar pernyataan yang

tertulis yang diberikan kepada subjek yang akan dibutuhkan peneliti.

Instrument dalam penelitian ini antara lain adalah:

1. Data demografi keluarga

2. Variabel indenpenden: dengan instrument kuesioner yang isinya peran

keluarga terhadap pasien skizofrenia

3. Variabel dependen: Dengan instrument kuesioner yang isinya kepatuhan

minum obat pada pasien skizofrenia di puskesmas Deli Tua.


39

3.7 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrument

3.7.1 Uji Validitas

Validitas merupakan derajat ketetapan, yang dimaksud tidak ada perbedaan

antara data yang diberikan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya yang

terjadi pada objek penelitian. Untuk mengetahui apakah kuesioner yang disusun

mampu mengukur apa yang hendak ingin kita ukur, maka itu kita perlu uji

kolerasi antara skor tiap pertanyaan dengan skor total kuesioner. Uji validitas

digunakan untuk mengetahui kelayakan setiap butir dalam suatu daftar pertanyaan

dalam mendefenisikan suatu variable tertentu (Sugiono, 2016)

3.7.2 Uji Reliabilitas

Pengujuan reliabilitas instrumen dapat dilakukan secara eksternal maupun

internal. Secara eksternal pengujian dapat dilakukan dengan test-retest (stability).

Equivalent, dan gabungan keduanya. Secara internal reliabilitas instrument dapat

diuji konsistensi suatu item pertanyaan dengan membandingkan antara nilai

cronbach’s alpha dan taraf keyakinan (coeffiencients of confidence = CC) 5%

(0,05) Dengan ketentuannya (Sunyoto, 2016).

Pada penelitian ini tidak dilakukan uji validitas dan reliabilitas, karena

menggunakan kuesioner yang telah teruji. Hasil uji validitas dan reliabilitas pada

kuesinoner:

1. Kuesioner Peran keluarga diadopsi dari penelitian “Model peran keluarga

dalam perawatan diri pasien skizofrenia” pada tahun 2018 oleh Agung Eko

Hartanto dari Fakultas Keperawatan Program Studi Magister Keperawatan

Universitas Airlangga. Menghasilkan cronbach’s alpha 0,869 – 0,893

yang berarti kuesiner ini reliabel (konsisten) Dengan 10 pertanyaan.


40

2. Pada kuesioner kepatuhan minum obat ini dimodifikasidari MARS

questionnaire oleh Dr. Katherine Thompson, dalam penelitian “Hubungan

Pengetahuan Dan Sikap Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat

Pasien Skizofrenia Di Poli Klinik Jiwa RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes

Kupang” pada tahun 2016 oleh Maya M. Malelak dari Stikes CHMK.

Kuesioner tersebut telah dilakukan uji validitas dan reabilitas di ruangan

bangsa jiwa RSUD. Prof. DR. W.Z. Johannes Kupang dengan nilai r:

0,776 sehingga dinyatakan kuesioner tersebut reliabel Dengan 14

pertanyaan dengan lima kategori yaitu benar obat, benar pasien, benar

dosis, benar waktu, dan benar cara pemberian.

3.8 Metode Pengumpulan Data

Data yang di kumpulkan dalam penelitian ini mencakup data primer dan data

sekunder.

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sasarannya (Sugiyono,

2016). Pada penelitian ini, data didapatkan langsung dari responden dengan

menggunakan lembar kuesioner.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain, tidak langsung

diperoleh dari subjek penelitiannya (Sugiyono, 2016). Hasil data sekunder

didapatkan dari Petugas puskesmas deli tua dengan metode wawancara. Peneliti

juga menggunakan studi kepustakaan yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari
41

buku – buku, kaya ilmiah, pendapat para ahli yang memiliki relevansi dengan

masalah yang diteliti.

3.9 Prosedur Penelitian

Penelitian ini berawal dari meminta surat pengantar dari Program Studi Ilmu

Kesehatan Deli Husada Deli Tua dan setelah didapatkan surat pengantar,

kemudian menyerahkan kepada kepala Puskesmas Deli Tua untuk mendapatkan

persetujuan penelitian. Setelah mendapatkan persetujuan, peneliti dapat

melakukan penelitian dengan meminta ijin kepada perawat dan menunjukkan

surat persetujuan yang telah didapatkan.

Saat melakukan penelitian kepada pasien atau responden yang akan diteliti

sebelumnya harus meminta persetujuan untuk menjadi responden dalam

penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan lembar persetujuan

(Informed Consent) sebagai tanda bukti tertulis. Setelah pasien bersedia menjadi

reponden peneliti memberikan kuesioner yang meliputi data demografi

responden. Setelah itu peneliti bisa memberikan lembar kuesioner peran keluarga

dan kepatuhan minum obat pada responden.

3.10 Kode Etik Penelitian

Masalah etika penelitian keperawatan sangat penting karena penelitian ini

berhubungan langsung dengan manusia, sehingga perlu memperhatikan hal – hal

sebagai berikut :
42

1. Informed Consent

Informed consent adalah lembar persetjuan yang diteliti agar objek

mengerti maksud dan tujuan penelitian. Bila responden tidak bersedia

maka peneliti harus menghormati hak – hak responden.

2. Tanpa Nama (Anomity)

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama

responden dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh

peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan kepada pihak

yang terkait dengan peneliti (Nursalam, 2014).

3.11 Proses Pengolahan Data

Menurut Notoatmodjo (2014), Data yang terkumpul diolah dengan langkah-

langkah sebagai berikut:

1. Editing

Hasil yang diperoleh atau dikumpulkan melalui kuesioner perlu

disunting (edit) terlebih dahulu.

2. Coding

Jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk

kode kedalam program atau computer.

3. Cleaning

Apabila semua data dari sikap sumber data atau responden selesai

dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-


43

kemungkinan adanya kesalahan-kesalahn kode, ketidak lengkapan dan

sebagainya, kemudia dilakukan pembersihan (data cleaning).

3.12 Metode Analisa Data

3.12.1 Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran setiap variabel,

disribusi frekuensi berbagai variabel yang diteliti baik variabel dependen maupun

variabel independen. Dengan melihat distribusi frekuensi dapat diketahui

deskripsi masing – masing variabel dalam penelitian yaitu data demografi

responden (Notoatmodjo, 2014). Analisa univariat dalam penelitian ini adalah

Umur, Jenis kelamin, Pendidikan Terakhir, Pekerjaan dan Agama.

3.12.2 Analisis Bivariat

Analisis Bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan

atau berkolerasi. Untuk mengetahui hubungan antara dua variabel, penelitian ini

menggunakan uji chi-square. Kedua variabel yang diuji dikatakan memiliki

hubungan jika p-value kurang dari derajat kesalahan (Notoatmojo, 2010)


44

DAFTAR PUSTAKA

Adianta, I. K. A., & Putra, I. M. S. (2018). Hubungan Dukungan Keluarga


Dengan Tingkat Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Skizofrenia. Jurnal
Riset Kesehatan Nasional, 1(1), 1. https://doi.org/10.37294/jrkn.v1i1.24

Agung, E. H (2018). Model peran keluarga dalam perawatan diri pasien


skizofrenia tahun 2018. Fakultas Keperawatan Program Studi Magister
Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya 2018.
Ananda. M. N. (2016). Kepatuhan Minum Obat Pasien Rawat Jalan Skizofrenia
Di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang. Dikutip dari http://kjif.unj
ani.ac.id/index.php/kjif/article/view/60pada 21 oktober 2018.
Amalia Kristanti Dewi, M., & Made Karisma Sukmayanti, L. S. (2020).
Dukungan Sosial Dan Skizofrenia. Buletin Ilmiah Psikologi, 1(3), 2720–
8958. https://ojs.fdk.ac.id/index.php/Nursing/article/view/226
Amira Esti & Trimona Rita Johan, (2020). Buku Ajar Keperawatan Keluarga
Askep Stroke. Pustaka Galeri Mandiri, ISBN: 978-623-92222-2-2.

Basmalah h, Arman (2018). Peran Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan


Berobat Pasien Skizofrenia Rawat Jalan Di Rumah Sakit Pelamonia. ISSN:
2597-7989
D. Surya yudhantara, (2018). Sinopsis skizofrenia untuk mahasiswa kedokteran.
UB Press, ISBN: 978-602-432-477-3.

Dewa M.P, I Nengah S, Ni P.Y (2013). Peran Keluarga Dengan Frekuensi


Kekambuhan Klien Skizofrenia. Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan
Denpasar.
Dewi H.J & Hari W (2019). Persebaran Prevalensi Skizofrenia / Psikosis Di
Indonesia https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/10/08/persebaran-
prevalensi-skizofreniapsikosis-di-indonesia
Dukungan, H., Dan, K., & Tenaga, D. (2020). Vol. 1, No. 5, November 2020. 1(5),
1–8.

Fitriani, A. (2020). Psikoterapi Suportif Pada Penderita Skizofrenia Hebefrenik.


Proyeksi, 13(2), 123. https://doi.org/10.30659/jp.13.2.123-133
Harun, B., & Arman, A. (2018). Peran Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan
Berobat Pasien Skizofrenia Rawat Jalan Di Rumah Sakit Pelamonia Tahun
2016. Jurnal Kesehatan Delima Pelamonia, 2(1), 54–59.
https://doi.org/10.37337/jkdp.v2i1.97
Herdiana. (2013). Hubungan dukungan keluarga degan kepatuhan minum obat
pada pasien skizofrenia di Poli Jiwa Puskesmas Bacem Kabupaten Blitar.
Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
http://repository.phb.ac.id/378/1/JURNAL.pdf
45

Jek Amidos Pardede, Laura Mariati Siregar, E. P. H. (2020). Efektifitas Behaviour


Therapy Terhadap Risiko Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia.
Jurnal Mutiara Ners, 3(1), 8–14. http://e-journal.sari-
mutiara.ac.id/index.php/NERS/article/view/1005
Karmila. Lestari, D R.Herawati. (2016). Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan
Minum Obat Pada Pasien Gangguan Jiwa Di Wilayah Kerja Puskesmas
Banjarbaru. Jurnal dunia keperawatan. Vol. 4. No 2:88-92: Fakultas
Kedokteran Universitas Lambung Banjarbaru.
Kaunang, I., Kanine, E., & Kallo, V. (2015). Hubungan Kepatuhan Minum Obat
Dengan Prevalensi Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia Yang Berobat
Jalan Di Ruang Poliklinik Jiwa Rumah Sakit Prof Dr. V. L. Ratumbuysang
Manado. Jurnal Keperawatan UNSRAT, 3(2), 107679.
Malelak,Maya, M. (2016). Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Keluarga Terhadap
Kepatuhan Minum Obat Pasien Skizofrenia Di Poli Klinik Jiwa RSUD Prof.
Dr. W.Z. Johannes Kupang.
Nurjamil, D., & Rokayah, C. (2019). Hubungan Antara Peran Keluarga Dengan
Kepatuhan Minum Obat Pasien Skizofrenia. Jurnal Keperawatan Jiwa, 5(1),
53. https://doi.org/10.26714/jkj.5.1.2017.53-59

Nursalam (2017). Metedeologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Pendekatan Praktis.


Jakarta: Salemba Medika
Pelealu, Angel, dkk. (2018). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan
Minum Obat Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V.L.
Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara. Dikutip dari Http://jab.stikba.ac.id/i
ndex.php/jab/article/viewFile/57/49.
Rudianto, S.kep., Ns (2019). Peran Keluarga Dalam Perawatan ODGJ (orang
dengan gangguan jiwa) http://rsjlawang.com/news/detail/248/peran-keluarga-
dalam-perawatan-odgj-orang-dengan-gangguan-
jiwa#:~:text=Keluarga%20sebagai%20garda%20terdepan%20dalam,yang%2
0mengarah%20pada%20kesehatan%20jiwa
Sholohin H.Z (2017). Perkuat Peran Keluarga Dengan Pola 3A
https://kalbar.kemenag.go.id/id/opini/perkuat-peran-keluarga-dengan-pola-3a
Simatupang, R. (2014). Faktor-Faktor Penyebab Kekambuhan Pada Pasien
Skizofrenia Yang Dirawat Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera
Utara Medan. Medan: Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Sugiyono (2018). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. ALFABETA,
cv. ISBN: 978-602-289-533-6.

Zahnia, S., & Wulan Sumekar, D. (2016). Kajian Epidemiologis Skizofrenia.


Majority, 5(5), 160–166.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/904/812
LAMPIRAN 1

LEMBAR PERMOHONAN RESPONDEN

Kepada

Yth. Calon responden

Di Tempat

Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah Mahasiswi Institut


Kesehatan Deli Husada Deli Tua:

Nama: Jusi Pramita

NPM: 17.11.085

Bermaksud mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Peran

Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Skizofrenia Di Wilayah

Kerja Puskesmas Deli Tua Tahun 2021”. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui Adakah “Hubungan Peran Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat

Pada Pasien Skizofrenia Di Wilayah Kerja Puskesmas Deli Tua Tahun 2021”.

Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang dapat merugikan Saudara/saudari.

Apabila Saudara/saudari ingin mengundurkan diri selama proses penelitian ini

berlangsung dikarenakan ada hal-hal yang kurang berkenan, Saudara/saudari

dapat mengundurkan diri. Apabila Saudara/saudari bersedia mengikuti penelitian

ini, saya mohon kesediaan Saudara/saudari untuk menandatangani lembar

persetujuan responden. Demikian surat ini saya perbuat, atas segala perhatian dan

kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya

Jusi Pramita
LAMPIRAN 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Yang bertanda tangan di bawah ini saya:

Nama :......................................................

Umur :.......................................................

Alamat :.......................................................

Saya menyatakan untuk turut berpartisipasi sebagai reponden peneliti yang

dilakukan oleh mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan Institut Kesehatan

DELI HUSADA Delitua yang bernama Jusi Pramita dengan judul “Hubungan

Peran Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Skizofrenia Di

Wilayah Kerja Puskesmas Deli Tua Tahun 2021”.

Tujuan peneliti ini adalah untuk mengetahui Adakah Hubungan Peran

Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Skizofrenia Di Wilayah

Kerja Puskesmas Deli Tua Tahun 2021”.

Saya berharap jawaban yang saya berikan dapat bermanfaat untuk peneliti ini,

jawaban saya tidak mengandung unsur paksaan dari pihak manapun.

Responden Delitua,.............2021

.................... Jusi Pramita


LEMBAR KUESIONER PENELITIAN

Hubungan Peran keluarga dengan kepatuhan minum obat


Pada pasien skizofrenia di wilayah puskesmas
Deli Tua Tahun 2021

Data Demografi
Petunjuk pengisian: Isilah data identitas dibawah ini pada jawaban yang
paling sesuai dengan keadaan yang anda alami dengan sebenar-benarnya sesuai
identitas.
1. Tanggal Pengisian :
2. Nama (Inisial) :
3. Umur :
4. Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
5. Pendidikan Terakhir
SD/Tidak sekolah SMP SMA Sarjana

6. Pekerjaan :
Petani/Pedagang Wiraswasta PNS Lainnya: …….

7. Agama :
Islam Katolik Protestan Budha Hindu

8. Hubungan dengan Pasien :


Orang tua Saudara kandung Anak Lainnya:
………
9. Tinggal Serumah :
Ya Tidak
KUESIONER PERAN KELUARGA

Petunjuk pengisian:

1. Bacalah pernyataan dibawah ini dengan baik dan seksama sebelum bapak/
ibu/ saudara/I menentukan jawaban.
2. Berilah tanda cheeklist ()
3. Jawablah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dengan sejujurnya dan
peneliti menjamin kerahasiaan atas jawaban yang bapak/ ibu/ saudara/I
berikan
4. Untuk item pernyataan, pilihan jawaban bapak/ ibu/ saudara/I adalah
“selalu, sering, kadang-kadang, tidak pernah”

Keterangan pilihan jawaban:


Selalu : SL
Sering : SR
Kadang-kadang : KD
Tidak pernah : TP

No Pernyataan SL SR KD TP
1 Saya merawat dan mengasuh pasien seperti
makan, minum, mandi dan berpakaian setiap hari
2 Saya membantu pasien skizofrenia dirumah
untuk mandi dan berpakaian setiap hari
3 Saya berinteraksi dan berkomunikasi setiap hari
dengan pasien
4 Saya melaksanakan hal – hal yang disarankan
oleh petugas puskesmas
5 Saya mengajak kontrol pasien ke puskesmas
dengan rutin
6 Saya berusaha mencari informasi tentang cara
merawat tentang cara merawat pasien jiwa di
pelayanan kesehatan terdekat
7 Saya menerima masukan dari anggota keluarga,
orang lain dan petugas kesehatan berkaitan
dengan kesehatan pasien
8 Saya menjadi perantara saat berkomunikasi
dengan keluarga dan orang lain
9 Saya mendampingi pasien setiap kami minum
obat setiap hari
10 Saya mengajak berdialog setiap berinteraksi
dengan pasien
Sumber: Agung eko hartanto (2018)
KUESIONER KEPATUHAN MINUM OBAT

Petunjuk pengisian:

1) Bacalah pernyataan dibawah ini dengan baik dan seksama sebelum bapak/
ibu/ saudara/I sebelum menentukan jawaban.
2) Berilah tanda cheeklist ()
3) Jawaban pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dengan sejujurnya dan
peneliti menjamin kerahasiaan atas jawaban yang bapak/ ibu/ saudara/I
berikan
4) Untuk item pernyataan, pilihan jawaban bapak/ ibu/ saudara/I adalah “Ya
dan Tidak”
 Ya : Jika bapak/ibu/saudara/I Setuju
 Tidak : Jika bapak/ibu/saudara/I tidak setuju

No Pernyataan Ya Tidak
Benar Pasien
1. Keluarga selalu memastikan obat itu benar-benar
untuk pasien saat mendapatkan obat dari dokter
2. Keluarga selalu memperhatikan identitas pasien
pada obat yang diberikan oleh dokter
Benar Obat

3. Pasien tidak patuh mengkomsumsi obatnya karena


tidak mengerti instruksi penggunaan obat
4 Pasien minum obat secara teratur karena dibantu
adanya pemberian label pada setiap kemasan obat
5. Keluarga pasien menebus resep obat pada saat
obat habis
Benar Dosis

6. Pasien pernah minum obat tidak sesuai dengan


dosis yang diberikan dari dokter
7. Pasien selalu meminum obat sesuai dengan dosis
yang diberikan oleh dokter
Benar Cara / Rute

8. Pasien meminum obat pada saat sakit


(tanda dan kekambuhan) muncul saja

9. Pasien tidak menghentikan obat yang dikomsumsi


sebelum waktunya
Benar Waktu

10. Pasien meminum obat secara teratur tanpa


diingatkan oleh keluarga
11. Ketika merasa lebih baik, pasien berhenti
meminum obat
12. Pasien mengetahui jadwal minum obat secara
mandiri
13. Keluarga selalu mengingatkan pasien dalam
minum
14. Pasien tidak minum obat jika tidak diingat oleh
keluarga
Sumber: Malelak Maya, M. (2016).

Anda mungkin juga menyukai