Anda di halaman 1dari 84

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN

KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI

PUSKESMAS 1 CILONGOK

SKRIPSI

DITA JUANTIKA

1613010044

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


PROGRAM SARJANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020

i
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN

KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI

PUSKESMAS 1 CILONGOK

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Mencapai Derajat Sarjana S-1 Kedokteran

DITA JUANTIKA

1613010044

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


PROGRAM SARJANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020

2
HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi yang diajukan oleh :


Nama : Dita Juantika
NIM : 1613010044
Program Studi : Pendidikan Dokter
Fakultas : Fakultas Kedokteran
Judul : Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga Dengan
Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Skizofrenia di
Puskesmas I Cilongok

Telah diterima dan disetujui


Purwokerto,

Pembimbing 2
Pembimbing 1

dr. Wiharto, Sp.KJ dr. Ratna Wulan Febriyanti, Sp.M.K


NIK: 1099-1116 NIK: 2160478

Ketua Program Studi,

dr. M. Fadhol Romdhoni, M. Si.


NIK. 2160625

3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ 2
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................. 3
DAFTAR ISI ...........................................................................................................i
DAFTAR TABEL ................................................................................................. ii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ iii
DAFTAR SINGKATAN...................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 2
A. Latar Belakang ............................................................................................. 2
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 5
D. Keaslian Penelitian ....................................................................................... 6
E. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 11
A. Skizofrenia ................................................................................................. 11
B. Pengetahuan ............................................................................................... 22
C. Keluarga ..................................................................................................... 25
D. Kepatuhan .................................................................................................. 28
E. Hubungan pengetahuan dan kepatuhan minum obat ................................. 33
F. Morisky medication adherence scale (MMAS) .......................................... 33
G. Kuesioner pengetahuan ............................................................................ 34
H. Kerangka Teori ......................................................................................... 36
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 38
A. Rancangan Penelitian ................................................................................. 38
B. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................. 38
C. Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 42
D. Pengolahan dan analisa data ...................................................................... 43
E. Jadwal Penelitian........................................................................................ 46
LAMPIRAN.......................................................................................................... 68

i
DAFTAR TABEL

Hal
Tabel 1.1 : Keaslian Penelitian ..........................................................................4
Tabel 3.1 : Definisi Operasional .................................................................. 3
Tabel 3.2 : Jadwal Penelitian....................................................................... 45
Tabel 4.1 : Karakteristik Keluarga Pasien di Wilayah Kerja Puskesmas
1 Cilongok ...................................................................................................... 60
Tabel 4.2 : Karakteristik Pasien Skizofrenia di Wilayah Kerja Puskesmas
1 Cilongok ...................................................................................................... 61
Tabel 4.3 : Distribusi Responden Berdasarkan Variabel yang Diteliti
pada Pengetahuan Keluarga Pasien Skizofrenia di wilayah kerja Puskesmas
I Cilongok ............................................................................................................62
Tabel 4.4 : Distribusi Responden Berdasarkan Variabel yang Diteliti
pada Kepatuhan Minum Obat Pasien Skizofrenia di wilayah kerja Puskesmas
1 Cilongok ............................................................................................................62
Tabel 4.5 : Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga dengan Kepatuhan
Minum Obat Pasien Skizofrenia di wilayah kerja Puskesmas
I Cilongok ............................................................................................................64

ii
DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1 Formulir Informed Consent ............................................................... 40

Lampiran 2 Lembar Identitas Keluarga ............................................................... 41

Lampiran 3 Kuesioner Penelitian Pengetahuan ................................................... 42

Lampiran 4 Formulir Uji validitas dan reabilitas................................................. 44

Lampiran 5 Kuesioner Identitas Pribadi Pasien .................................................... 46

Lampiran 6 Kuesioner Penelitian Kepatuhan Minum Obat .................................. 47

DAFTAR SINGKATAN

Depkes : Departemen Kesehatan

DSM-IV : Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders

MMAS : Morisky Medication Adherence Scale

PPDGJ : Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa

Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

WHO : World Health Organizat

iii
1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka kesehatan jiwa di dunia saat ini masih menjadi salah satu

masalah kesehatan yang signifikan. World Health Organizatiaon tahun 2016

menyatakan bahwa terdapat sekitar 21 juta terdiagnosis skizofrenia, 35 juta

orang terdiagnosis depresi, 47,5 juta menderita dimensia, serta 60 juta orang

terdiagnosis bipolar . Indonesia menduduki peringkat ke-4 dengan penduduk

terbanyak di dunia. Penderita gangguan jiwa di Indonesia yaitu sekitar 26 juta

penduduk, mulai dari gangguan jiwa ringan hingga berat (WHO, 2016).

Jumlah kasus gangguan jiwa terus meningkat dengan berbagai

keanekaragaman seperti faktor biologis, sosial, dan psikologis yang dapat

berdampak pada pertambahan beban negara dan produktivitas manusia dalam

jangka panjang (Depkes , 2016).

Gangguan jiwa berat adalah gangguan jiwa yang ditandai oleh

terganggunya kemampuan menilai realitas atau tilikan (insight) yang buruk.

Gejala yang menyertai gangguan ini antara lain berupa halusinasi, ilusi,

waham, gangguan proses pikir, kemampuan berpikir, serta tingkah laku aneh,

misalnya agresivitas atau katatonik. Gangguan jiwa berat dikenal dengan

sebutan psikosis dan salah satu contoh psikosis adalah skizofrenia (Gelder MG,

2016).

Beragam stigma memberikan dampak terhadap sikap yang diberikan

pada pasien. Pasien skizofrenia sebagai individu juga merupakan anggota

2
masyarakat. Ketika individu mengalami gangguan skizofrenia, hal tersebut

sering dianggap sebagai aib, dianggap sebagai beban karena individu tidak lagi

produktif sehingga tidak dapat menjalankan peran, tugas, serta tanggung jawab

sebagaimana diharapkan oleh masyarakat. Akibatnya, seringkali penderita

skizofrenia disembunyikan, dikucilkan, bahkan pada beberapa daerah di

Indonesia pasien skizofrenia dipasung (Hawari, 2012).

Departemen kesehatan Indonesia melakukan riset kesehatan dasar pada

tahun 2018, yang menyatakan bahwa prevalensi jumlah penduduk di Jawa

Tengah yang sudah menderita gangguan jiwa berat (skizofrenia) dan pernah

dipasung dengan kriteria tempat tinggal di pedesaan (17,7%) memiliki

prosentase lebih tinggi, selisihnya 7% dibandingkan tempat tinggal di

perkotaan (10,7%). Hal ini diakibatkan oleh pengobatan serta akses pada

pelayanan kesehatan jiwa yang belum memadai hingga tersebar luas pada

lapisan masyarakat (Riskesdas, 2018).

Jumlah individu skizofrenia yang melakukan pengobatan memiliki

prosentase lebih tinggi yaitu 84,9 % dan individu yang tidak berobat 15,1 %.

Jumlah individu skizofrenia yang minum obat rutin memiliki prosentase lebih

sedikit yaitu 48,9 % dan prosentase yang tidak rutin minum obat yaitu 51,1 %

(Kemenkes, 2018).

Dinas Kesehatan Banyumas 2018 menyatakan bahwa prevalensi

gangguan jiwa berat seperti skizofrenia di banyumas 2031 orang. Puskesmas 1

Cilongok memiliki angka skizofrenia 76 orang dengan persen capaian

3
pengobatan 31.6% dan terendah ke pertama dibanyumas (Dinkes Banyumas,

2018).

Ada empat faktor penyebab pasien skizofrenia kambuh dan perlu

dirawat di rumah sakit jiwa, antara lain: pasien, keluarga, dokter dan

casemanager. Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan

perawatan langsung pada setiap keadaan pasien baik sehat maupun sakit. Status

kesehatan dalam suatu keluarga dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap

keluarga (Tomb, 2014).

Sekitar 25% pasien skizofrenia, psikosis maupun gangguan mental

berat gagal dalam mematuhi program pengobatan. Kepatuhan minum obat

pada pasien skizofrenia dapat dipengruhi oleh efikasi minum obat, dukungan

terhadap pasien, efek samping obat dan sikap pasien (Fakhrudin, 2012)

Masalah yang dihadapi adalah karena sebagian besar keluarga pasien

skizofrenia kurang memahami dan kurang mengetahui mengenai perawatan

pasien. Padahal, faktor ini dapat menyebabkan kekambuhan pada pasien

skizofrenia rawat jalan. Secara umum dapat diketahui bahwa keluarga masih

kurang memiliki informasi-informasi yang adekuat tentang skizofrenia,

perjalanan penyakitnya dan bagaimana tatalaksana untuk mengupayakan

rehabilitasi bagi pasien (Setiadi AI, 2017).

Salah satu faktor untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasien

skizofrenia yaitu dengan melaksanakan program pengobatan dengan rutin.

Pengobatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepatuhan minum obat.

Walaupun kepatuhan minum obat tidak menyembuhkan dan tidak mengurangi

4
terjadinya kekambuhan pasien 100%, tetapi dengan perilaku patuh minum obat

maka waktu remisi pasien setahun lebih lama dan gejala psikosis tidak akan

terlalu parah (Zygmunt et al, 2012).

Kepatuhan minum obat adalah istilah yang digunakan untuk

menggambarkan perilaku pasien dalam minum obat secara benar tentang dosis,

frekuensi, dan waktunya. Kepatuhan pada pasien skizofrenia terdiri dari

kepatuhan terhadap terapi setelah pengobatan (kontrol), penggunaan obat

secara tepat, dan mengikuti anjuran perubahan perilaku (Kaplan & Sadock,

2010). Pasien dikatakan patuh minum obat jika meminum obat sesuai dosis,

frekuensi, waktu, dan benar obat.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengambil judul

“Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga dan Tingkat Kepatuhan Minum

Obat pada Pasien Skizofrenia di Puskesmas 1 Cilongok” untuk mengetahui

apakah terdapat hubungan di antara kedua variable tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah penelitian

ini: Apakah terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga

dengan tingkat kepatuhan minum obat pada pasien skizofrenia di

puskesmas I Cilongok ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

5
Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan

keluarga dengan tingkat kepatuhan minum obat pada pasien

rawat jalan skizofrenia di Puskesmas I Cilongok.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan keluarga terhadap

pengobatan pasien skizofrenia rawat jalan di wilayah kerja

Puskesmas I Cilongok

b. Mengetahui gambaran tingkat kepatuhan pasien skizofrenia

rawat jalan di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok

c. Mengetahui faktor demografi (jenis kelamin dan umur) pasien

skizofrenia rawat jalan di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok

d. Mengetahui gambaran pendidikan keluarga pasien skizofrenia

rawat jalan di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok

e. Menganalisis adanya hubungan tingkat pengetahuan keluarga

tentang skizofrenia dengan tingkat kepatuhan minum obat

pasien skizofrenia di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok

D. Keaslian Penelitian

Berapa penelitian sebelumnya yang memiliki ruang lingkup yang hampir

serupa antara lain:

Tabel I.1 keaslian penelitian

No Judul Peneliti Metode Hasil Penelitian Perbedaan


Penelitian

1 Hubungan Arisyanud Metode yang Penelitian Variable,


pengetahua in (2015) digunakan menunjukkan bahwa dan lokasi
n keluarga adalah desain dari 16 responden yang
tentang cross mendapatkan hasil digunakan.

6
gangguan sectional. (53,4%) pengetahuan
jiwa dan Subjek dinilai keluarga pasien
dukungan menggunakan skizofrenia
keluarga kuesioner mempunyai
dengan pengetahuan yang
kepatuhan cukup, dari jumlah 16
minum obat responden (53,4%)
pasien dukungan keluarga
skizofrenia pasien skizofrenia
di wilayah mempunyai
Puskesmas dukungan dalam
Gamping 1 kategori sedang, dan
Sleman dari
Yogyakarta jumlah17responden
(56,7%) kepatuhan
minum obat yang
dikatagorian tidak
patuh dan 13 (43,3%)
dikatakan patuh
minum obat. Hasil ini
bermakna bahwa ada
hubungan
pengetahuan dan
dukungan keluarga
tentang kepatuhan
minum obat pasien
skizofrenia di
wilayah kerja
Puskesmas Gamping
I Sleman Yogyakarta
Faktor-
2 Erwina et Penelitian ini Terdapat hubungan Variable dan
faktor yang al (2015) menggunakan yang signifikan (p < dan lokasi.
berhubung metode 0,05) antara efek
an dengan deskriptif samping obat dan
kepatuhan korelasional dosis obat dengan
minum dengan kepatuhan berobat
obat pada menggunakan pasien, dan tidak ada
pasien desain cross- hubungan yang
skizofrenia sectional yang bermakna (p > 0,05)
di RSJ. merupakan antara lama
Prof. dr. rencana pengobatan dan biaya
HB. penelitian pengobatan dengan
Saanin denga kepatuhan berobat
Padang. n pasien. Faktor yang
tekni paling berpengaruh
k adalah dosis obat.
wawa Disarankan untuk
ncara perawat agar selalu
. memonitor pasien
dalam minum obat
dan bagi pasien agar
selalu
mengkomunikasi
efek yang dirasakan
selama

7
mengkonsumsi obat.
Hubungan
3 Kaunang Jenis Dari hasil uji statistik Variable dan
Kepatuhan et,al., penelitian Chi-square (!!2) di lokasi
Minum (2015). yang peroleh nilai ρ-value penelitian
Obat digunakan = 0,000 lebih kecil
Dengan adalah dari nilai α = 0,05
Prevalensi penelitian yang menunjukan
Kekambuh observasional bahwaHo ditolak
an Pada dengan maka terdapat
Pasien metode hubungan yang
Skizofreni deskriptif bermakna antara
a analitik kepatuhan minum
menggunakan obat pasien
pendekatan skizofrenia dengan
cross sectional prevalensi
kekambuhan di
Poliklinik Rumah
Sakit Prof. Dr. V. L.
Ratumbuysang
Manado
Treatment
4 Popp et, Penelitian ini Hasil penelitian Variable dan
Adherence al., (2014). secara menunjukkan bahwa lokasi
And komparatif pemberian obat penelitian
SocialFunc menilai memberikan dampak
tioning In parameter yang lebih baik pada
Patients "fungsi sosial" fungsi sosial pasien
Diagnosed dan
With "kepatuhan
Schizophre pengobatan"
nia And pada 34 pasien
Treated rawat jalan
With yang
didiagnosis
skizofrenia di
Klinik
Psikiatri
Dewasa III
dan Pusat
Hubungan
5 Yoga et al Penelitian Hasil penelitian Subjek,
dukungan
. (2011). deskriptif menunjukan ada variabel
keluarga korelasional, hubungan yang independent
dengan kepa dengan signifikan antara dan lokasi.
tuhan pasien menggunakan dukungan Informasi,
minum obat di pendekatan Emosional,
Poliklinik cross Intrumental dan
Rumah Sakit Jiwa sectional. Penilaian dengan
Daerah Pro Penelitian ini beban keluarga
vinsi menggunakan (p<0,05). Dapat
Sumatra alat ukur disimpulkan dari
Utara berupa hasil uji statistik
kuesioner. dukungan informasi,
emosional,
instrumental,
penilaian dan
dukungan keluarga

8
terhadap beban
keluarga
menunjukkan
hubungan arah ke kiri
(negatif) pada tingkat
hubungan keeratan
sedang dalam
merawat anggota
dengan riwayat
perilaku kekerasan

E. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Hasil penelitian ini bisa dijadikan masukan dan bahan wawasan

untuk menambah pengetahuan dalam pemberian pendidikan kesehatan

tentang kepatuhan minum obat pasien skizofrenia

2. Praktis

a. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber

informasi, pengetahuan, dan wawasan mengenai tingkat

pengetahuan keluarga dengan tingkat kepatuhan minum obat

pada pasien skizofrenia sehingga diaplikasikan saat memasuki

dunia kerja sebagai dokter.

b. Bagi institusi

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk

meningkatkan profesionalisme dalam memberikan pendidikan

kesehatan tentang kepatuhan minum obat pasien skizofrenia.

9
c. Bagi masyarakat

Sebagai sarana informasi bagi masyarakat tentang

pentingnya pengetahuan tentang kepatuhan minum obat sehingga

dapat meningkatkan peran keluarga dalam membantu proses

pengobatan pasien skizofrenia.

d. Bagi Mahasiswa

Menambah literatur tentang kepatuhan minum obat pasien

skizofrenia dan memberikan informasi khususnya pada peneliti

selanjutnya mengenai kepatuhan dan dukungan keluarga dengan

kepatuhan minum obat pasien skizofrenia.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Skizofrenia
a. Definisi

Skizofrenia adalah diagnosis kejiwaan yang menggambarkan

gangguan mental dengan karakter abnormalitas dalam persepsi atau

gangguan mengenai realitas. Abnormalitas persepsi dapat berupa

gangguan komunikasi sosial yang nyata. Hal tersebut sering terjadi

pada dewasa muda yang ditegakkan melalui pengalaman pasien dan

dilakukan observasi tingkah laku, serta tidak dibutuhkan adanya

pemeriksaan laboratorium (Kaplan & Saddock, 2010).

Skizofrenia berasal dari dua kata “skizo” yang berarti retak

atau pecah (split), dan ”frenia” yang berarti jiwa. Dengan demikian

seseorang yang menderita gangguan jiwa skizofrenia adalah orang

yang mengalami keretakan atau keretakan kepribadian (splitting of

personality) (Hawari D, 2014).

Skizofrenia merupakan sebuah sindrom kompleks yang dapat

merusak efek kehidupan penderita maupun anggota-anggota

keluarganya atau gangguan mental dini untuk melukiskan bentuk

psikosis tertentu yang sesuai dengan pengertian skizofrenia sekarang.

Hal tersebut dilaporkan dalam bentuk kasus yang terjadi pada seorang

pemuda yang dijumpai adanya kemunduran atau keruntuhan fungsi

11
intelek yang gawat ( Durand V, 2007).

Kraeplin mengenalkan istilah dementia yanc, merupakan

kemerosotan otak (dementia) yang diderita oleh orang muds (praecox)

yang pada akhirnya dapat menyebabkan kekaburan keseluruhan

kepribadian, halusinasi, delusi dan tingkah laku yang aneh pada

penderita skizofrenia dapat dikatakan sebagai kelainan fisik atau suatu

penyakit (Gelder MG, 2016).

Eugen Bleuler memperkenalkan istilah skizofrenia atau jiwa

yang terbelah, sebab gangguan ini ditandai dengan disorganisasi

proses berpikir, rusaknya koherensi antara pikiran dan perasaan, serta

berorientasi dini kedalam dan menjauh dari realitas yang intinya

terjadi perpecahan antara intelek dan emosi (Gelder MG, 2016).

b. Faktor risiko

Skizofrenia merupakan suatu bentuk psikosis yang sering

dijumpai sejak dulu. Meskipun demikian pengetahuan tentang faktor

penyebab dan patogenesisnya masih minim diketahui. Adapun

beberapa faktor etiologi yang mendasari terjadinya skizofrenia,

antara lain:

1) Model diathesis-stres

Menurut model diathesis-stres terhadap integrasi faktor

biologis, psikososial, dan lingkungan, seseorang mungkin

memiliki kerentanan spesifik yang, bila diaktifkan oleh

pengaruh yang penuh tekanan, memungkinan timbulnya gejala

12
skizofrenia. Pada model diatesi-stres yang yang paling umum,

diatesis atau stres dapat berupa stres biologis, lingkungan dan

keduanya. (Kaplan & Saddock, 2010).

2) Neurobiology

Adanya peran di patofisiologi area otak tertentu,

termasuk sistem limbik, korteks formal, serebelum, dan ganglia

basalis. Keempat area ini saling terhubung sehingga disfungsi

satu area dapat melibatkan proses patologi primer tempat lain.

Pencitraan otak manusia hidup dan pemeriksaan neuropatologi

jaringan otak posmorten menyatakan sistem limbik sebagai

lokasi potensial proses patologi primer pada setidaknya

beberapa, bahkan mungkin sebagian besar pasien skizofrenik

(Kaplan & Saddock, 2010).

a) Hipotesis dopamin

b) Neurotransmiter lain

c) Serotonin

d) Norepinefrin

e) GABA

f) Glutamat

g) Neuropeptida

3) Neuropatologi

Pada abad ke-20, para peneliti membuat suatu langkah

signifikan dalam mengungkap dasar neuropatologi potensial

13
skizofrenia, terutama disistem limbik dan ganglia basalis,

termasuk abnormalitas neuropatologi atau neurokimiawi di

korteks serebri, talamus, dan batang otak. Berkurangnya

volume otak yang dilaporkan secara luas terdapat pada otak

skizofrenik tampaknya merupakan akibat berkurangnya ke

padatan akson, dendrit, dan sinaps yang memerantai fungsi

asosiatif otak. Densitas sinaptik paling tinggi pada usia 1

tahun, kemudian menurun hingga mencapai nilai dewasa pada

awal masa remaja (Kaplan & Saddock, 2010).

4) Faktor genetik

Genetika skizofrenia menunjukkan bahwa seseorang

memiliki kecenderungan mengalami skizofrenia berkaitan

dengan kedekatan hubungannya. Kembar monozigot memiliki

angka kejadian paling tinggi. Pada studi terhadap kembar

monozigotik yang diadopsi, kembar yang dibesarkan orang tua

asuh tampak mengalami skizofrenia dalam jumlah sama

dengan kembarannya yang dibesarkan oleh orangtua

biologisnya. Temuan ini mengemukakan bahwa pengaruh

genetik lebih besar daripada pengaruh lingkungan

(Feuerstein, 2016).

5) Faktor psikososial

Jika skizofrenia merupakan penyakit otak, maka

penyakit ini mungkin sejalan dengan penyakit orang lain yang

14
perjalanan penyakitnya di pengaruhi stress psikososial. Seperti

halnya penyakit kronik lain, terapi obat sendiri jarang

memadai untuk memperoleh perbaikan klinis sebaiknya

mempertimbangkan faktor psikososial berperan terjadinya

skizofrenia, klinisi di masa sekarang dapat memanfaatkan

penggunaan teori dan pedoman yang relevan yang dibuat

berdasarkan pengamatan dan hipotesis dimasa lampau ini

(Kaplan & Saddock, 2010).

c. Manifestasi klinis

Terdapat gejala gejala yang merupakan manifestasi klinis dari

skizofrenia. Berikut ini adalah manifestasi klinis skizofrenia

(Maramis, 2009):

1) Gejala Primer

a) Gangguan proses pikir (bentuk, langkah dan isi pikiran).

Yang paling menonjol adalah gangguan asosiasi dan terjadi

inkoherensi.

b) Gangguan afek emosi

1) Terjadi kedangkalan afek-emosi

2) Emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai

satu kesatuan

3) Emosi berlebihan

4) Hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan

emosi yang baik

15
c) Gangguan kemauan

1) Terjadi kelemahan kemauan

2) Perilaku negativisme atas permintaan

3) Otomatisme: Merasa pikiran atau perbuatannya

dipengaruhi oleh orang lain

d) Gejala psikomotor

1) Katelepsi : mempertahankan posisi tubuh dalam waktu

yang lama

2) Autisme

e) Gejala Sekunder

1) Waham

2) Halusinasi

Istilah ini menggambarkan persepsi sensori

yang salah yang mungkin meliputi salah satu dari

kelima pancaindra. Halusinasi pendengaran dan

penglihatan yang paling umum terjadi, halusinasi

penciuman, perabaan, dan pengecapan juga dapat

terjadi (Maramis, 2009).

d. Kriteria diagnostik Skizofrenia

Terdapat beberapa kriteria diagnostik skizofrenia dalam

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi V

(DSM-V) menyatakan terdapat 6 kriteria diagnostik yang harus

dipenuhi untuk mendiagnosis skizofrenia, antara lain:

16
1) Gejala karakteristik dimana gejala ini merupakan gejala utama

dari skizofrenia.

Individu yang didiagnosis mengalami skizofrenia

minimal harus mengalami 2 gejala dari 5 gejala yang ditetapkan

pada gejala karakteristik. Kelima gejala karakteristik adalah

waham, halusinasi, bicara kacau, perilaku kacau dan gejala

negatif (pendataran afek, alogia atau bicara yang sedikit, dan

avolisi atau tidak mampu dalam kegiatan tertentu).

2) Gejala mengganggu fungsi sosial/pekerjaan.

3) Durasi, dimana gejala-gejala skizofrenia terjadi selama paling

kurang 6 bulan.

4) Tidak termasuk gangguan skizoafektif dan gangguan mood.

5) Skizofrenia tidak terjadi karena efek dari kondisi medis umum

dan zat.

6) Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif. Artinya,

jika terdapat riwayat gangguan autistik atau gangguan

perkembangan pervasif lainnya, diagnosis tambahan

skizofrenia dibuat hanya jika waham atau halusinasi yang

menonjol juga timbul selama paling kurang 1 bulan (atau

kurang jika berhasil di obati).

e. Tatalaksana

Walaupun terapi antipsikotik merupakan pengobatan yang

penting untuk skizofrenia, penelitian telah menemukan bahwa

17
intervensi psikososial, termasuk psikoterapi, dapat mendukung

perbaikan klinis. Modalitas psikososial harus diintegrasikan secara

cermat ke dalam regimen terapi obat dan harus mendukung regimen

tersebut. Sebagian besar pasien skizofrenia mendapatkan manfaat

dari pemakaian kombinasi pengobatan antipsikotik dan psikososial

(Kaplan & Sadock, 2010).

1) Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalisasi)

Indikasi utama untuk perawatan di rumah sakit adalah

untuk tujuan diagnostik, menstabilkan medikasi, keamanan

pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, dan perilaku

yang sangat kacau atau tidak sesuai, termasuk ketidakmampuan

untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan, pakaian,

dan tempat berlindung. Tujuan utama perawatan di Rumah Sakit

yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien dan

sistem pendukung masyarakat.

Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien

dan membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka.

Lamanya perawatan di rumah sakit tergantung pada keparahan

penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat

jalan. Penelitian telah menunjukkan bahwa perawatan singkat di

rumah sakit (empat sampai enam minggu) adalah sama

efektifnya dengan perawatan jangka panjang di rumah sakit dan

bahwa rumah sakit dengan pendekatan perilaku yang aktif

18
adalah lebih efektif daripada institusi yang biasanya dan

komunitas terapetik berorientasi- tilikan.

Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki

orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri

sendiri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan social.

Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat

pasien dengan fasilitas pascarawat, termasuk keluarganya,

keluarga angkat, board-and- care homes, dan half-way house,

pusat perawatan di siang hari (day care center) dan kunjungan

rumah kadang-kadang dapat membantu pasien tetap di luar

rumah sakit untuk periode waktu yang lama dan dapat

memperbaiki kualitas kehidupan sehari-hari pasien (Graha SI,

2016).

2) Farmakoterapi

Obat antipsikotik, diperkenalkan pada awal tahun 1950,

telah mengalami perkembangan yang revolusioner dalam

pengobatan skizofrenia. Kira-kira dua sampai empat kali

banyaknya pasien yang kambuh ketika diterapi dengan plasebo

dibandingkan dengan terapi dengan obat antipsikotik. Akan

tetapi obat ini menyembuhkan gejala dari penyakit dan tidak

mengobati skizofrenia (Kaplan & Sadock, 2010).

Obat antipsikotik terdiri dari dua kelas mayor seperti

antagonis reseptor dopamin (misalnya chlorpromazine,

19
haloperidol) dan SDAs (misalnya risperidon) dan Clozapin.

Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah

pertama untuk mengendalikan gejala aktif dan kedua mencegah

kekambuhan. Efektivitas antipsikotik dalam pengobatan

skizofrenia telah dibuktikan oleh berbagai penelitian buta ganda

yang terkontrol. Untuk antipsikotik tipikal atau generasi

pertama, tidak ada bukti bahwa obat yang satu lebih daripada

yang lain untuk gejala-gejala tertentu (Maramis, 2009).

Penggunaan obat antipsikotik dalam pengobatan

skizofrenia harus mengikuti lima prinsip utama yaitu:

a) Klinis harus secara hati-hati menentukan target simptom

untuk diterapi.

b) Antipsikotik yang telah bekerja dengan baik sebelumnya

pada pasien harus digunakan lagi. Pada kejadian yang tidak

mendapatkan informasi, pilihan antipsikotik biasanya

didasarkan pada efek samping dari obat tersebut.

c) Waktu minimum pemberian permulaan antipsikotik adalah

empat sampai enam minggu dengan dosis yang adekuat.

Jika permulaan tidak berhasil, obat antipsikotik yang

berbeda, biasanya dari kelas yang berbeda, dapat dicoba.

Akan tetapi reaksi yang tidak menyenangkan dari pasien

pada pemberian dosis pertama obat antipsikotik

berhubungan erat dengan ketidaktaatan dan respon yang

20
buruk ke depannya (Kaplan & Sadock, 2010).

d) Penggunaan lebih dari satu obat antipsikotik pada saat yang

bersamaan jarang, jika pernah, atas indikasi. Akan tetapi,

pada terapi yang khusus pasien resisten kombinasi obat

antipsikotik dengan obat yang lain, sebagai contoh,

carbamazepin (tegretol) bisa diindikasikan.

e) Pasien harus diberikan terapi rumatan dengan dosis

minimal yang efektif. Dosis rumatan lebih rendah

dibandingkan dengan dosis selama kontrol simtom selama

episode psikotik (Maramis, 2009).

3) Komplikasi

Jika tidak dilakukan pengobatan yang tepat, emosi,

perilaku serta kehidupan sehari-hari pasien bisa sangat

terpengaruh secara negatif. Pasien mungkin menjadi depresi,

menyakiti diri sendiri atau bahkan melakukan upaya bunuh diri

(Maramis, 2009).

4) Prognosis

Maramis (2009) menyebutkan bahwa 1/3 dari pasien

skizofrenia yang datang berobat dalam tahun pertama setelah

serangan pertama akan sembuh sama sekali (full

remission/recovery), 1/3 yang lain dapat dikembalikan ke

masyarakat walaupun masih didapati cacat sedikit dan masih

harus sering diperiksa dan diobati selanjutnya dan sisanya

21
biasanya, mereka tidak dapat berfungsi didalam masyarakat dan

menuju kemunduran mental, sehingga mungkin menjadi

penghuni tetap rumah sakit jiwa.

2. Pengetahuan
a. Definisi

Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil

tahu seseorang terhadap suatu objek dari indra yang dimilikinya

(Notoatmodjo, 2012). Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang

dilakukan oleh manusia terhadap suatu objek tertentu melalui proses

penginderaan yang lebih dominan terjadi melalui proses pengindraan

penglihatan dengan mata dan pendengaran dengan telinga. Pengetahuan

atau kognitif merupakan dominan yang sangat menentukan dalam

membentuk kebiasaan atau tindakan seseorang (overt behavior)

(Effendy, 2009).

Pengetahuan merupakan suatu pembentukan yang terus

menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena

adanya pemahaman-pemahaman baru. Pengetahuan dapat diperoleh

seseorang secara alami atau di intervensi baik langsung maupun tidak

langsung. (Budiman et al,2013).

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

1) Usia

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang,

semakin bertambah usia maka semakin berkembang pula daya

22
tangkap dan pola pikir seseorang. Setelah melewati usia madya (60

tahun), daya tangkap dan pola pikir seseorang akan menurun

(Budiman et al,2013).

Umur 20 - 50 tahun merupakan kelompok umur dewasa.

Pada umur tersebut, individu telah memiliki tanggung jawab

terhadap anggota keluarga atau orang lain. Umur seseorang

umumnya berhubungan dengan tingkat pengetahuan seseorang.

Faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan antara lain umur

pada keluarga penderita mempengaruhi terhadap daya tangkap dan

pola pikir seseorang, semakin bertambah umur akan semakin

berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya (Notoatmodjo,

2010).

Pada peneliatian, umur yang dimiliki oleh responden

seharusnya membantu responden untuk lebih mudah memahami

dan menerima suatu informasi yang selanjutnya disusun menjadi

pengetahuan

2) Pendidikan

Tingkat pendidikan dapat menentukan tingkat kemampuan

seseorang dalam memahami dan menyerap pengetahuan yang telah

diperoleh. Umumnya, pendidikan mempengaruhi suatu proses

pembelajaran, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang

semakin baik tingkat pengetahuannya (Budiman et al,2013).

23
3) Pengalaman

Pengalaman adalah suatu proses dalam memperoleh

kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali

pengetahuan yang telah diperoleh dalam memecahkan masalah

yang dihadapi saat masa lalu dan dapat digunakan dalam upaya

memperoleh pengetahuan (Budiman et al,2013).

4) Informasi

Jika seseorang memiliki tingkat pendidikan yang rendah,

namun mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media

seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain, maka hal

tersebut dapat meningkatkan pengetahuan seseorang (Budiman et

al,2013).

5) Sosial budaya dan ekonomi

Tradisi atau kebiasaan yang sering dilakukan oleh

masyarakat dapat meningkatkan pengetahuannya. Selain itu, status

ekonomi juga dapat mempengaruhi pengetahuan dengan

tersedianya suatu fasilitas yang dibutuhkan oleh seseorang

(Budiman et al,. 2013)

6) Lingkungan

Lingkungan sangat berpengaruh dalam proses penyerapan

pengetahuan yang berada dalam suatu lingkungan. Hal ini terjadi

karena adanya interaksi yang akan direspon sebagai pengetahuan

oleh setiap individu

24
3. Keluarga
a. Definisi Keluarga

Keluarga adalah dua orang atau lebih yang dipersatukan oleh

kebersamaan dan kedekatan emosional serta yang mengidentifikasi

sebagai 15 bagian dari keluarga (Friedman, 2013). Menurut Setiadi,

keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala

keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu

tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling bergantung (Setiadi,

2014). Definisi lain menyatakan, keluarga adalah:

a. Ibu dan Bapak beserta anak-anaknya yang serumah

b. Orang dalam satu rumah yang menjadi tanggungan.

c. Sanak saudara beserta kerabat (Fakhruddin,2012).

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan

bahwa keluarga merupakan satu kesatuan akibat adanya ikatan

baik perkawinan, darah ataupun adopsi yang saling tergantung

dan saling mempengaruhi baik dari segi emosional, fisik dan

finansial.

b. Tipe Keluarga

Menurut Sudiharto (2017), Tipe keluarga dapat dikelompokkan

menjadi enam bagian antara lain:

1) Keluarga inti (nuclear family) terdiri dari suami, istri, dan anak-

anak, baik karena kelahiran maupun adopsi.

2) Keluarga besar (extended family) terdiri dari keluarga inti ditambah

keluarga yang lain (hubungan darah) misalnya kakek, nenek, bibi,

25
paman, sepupu, termasuk keluarga modern, seperti orang tua

tunggal, keluarga tanpa anak, serta keluarga pasangan sejenis.

3) Keluarga berantai (social family) kelurga yang terdiri dari wanita

dan pria yang menikah lebih dari satu kali.

4) Keluarga asal (family of origin) merupakan suatu unit keluarga

tempat asal seseorang dilahirkan.

5) Keluarga komposit (composite family) adalah keluarga dari

perkawinan poligami dan hidup bersama.

6) Keluarga tradisional dan nontradisional, dibedakan menurut ikatan

perkawinan. Keluarga tradisional diikat oleh perkawinan.

Sedangkan, keluarga non tradisional tidak diikat oleh perkawinan.

c. Struktur Keluarga

Struktur keluarga ada bermacam-macam, diantaranya adalah:

1) Ayah, sebagai suami dari istri dan ayah bagi anak-anak, berperan

sebagai pencari nafka, pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman.

Sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosial

serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.

2) Ibu, sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai

peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan

pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai anggota masyarakat

dari lingkungannya, ibu juga berperan sebagai pencari nafkah

tambahan dalam keluarganya.

3) Anak-anak, melaksanakan perananpsikologis sesuai dengan

26
tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual

(Fleischacker W, 2013).

d. Fungsi Keluarga

Menurut Friedman (2013), ada lima fungsi antara lain:

1) Fungsi efektif

Fungsi efektif merupakan fungsi interna keluarga yang

berbasis pada kekuatan keluarga. Anggota keluarga yang saling

mengasuh dan menerima, cinta kasih, mendukung, menghargai

sehingga kebutuhan psikososial keluarga terpenuhi.

2) Fungsi sosial

Keluarga merupakan tempat sosialisasi dimana anggota

keluarga belajar displin, norma, budaya, dan perilaku melalui

hubungan interaksi.

3) Fungsi reproduksi

Fungsi reproduksi berguna untuk menjaga kelangsungan

keturunan dan menambah sumber daya manusia

4) Fungsi ekonomi

Fungsi ekonomi berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan

keluarga seperti sandang, pangan, papan dan cara mendapatkan

sumbersumber untuk meningkatkan status kesehatan.

5) Fungsi perawatan kesehatan

Fungsi perawatan kesehatan meliputi tanggung jawab

merawat anggota keluarga dengan penuh kasih sayang,

27
identifikasi masalah kesehatan keluarga penggunaan sumber daya

yang ada di masyarakat untuk mengatasi kesehatan keluarga

(Friedman, 2013).

e. Tugas-tugas keluarga dalam bidang kesehatan

Lima tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga yaitu:

1) Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota

keluarganya.

2) Mengambil keputusan untuk melakukan tundakan yang tepat.

3) Memberikan perawatan kepada anggota keluarganya yang

sakit dan tidak sakit.

4) Memodifikasi suasana rumah yang mendukung kesehatan

keluarga serta perkembangan kepribadian anggota keluarga.

5) Mempertahankan hubungan timbal balik antara anggota

keluarga dan lembaga- lembaga kesehatan yang

menunjukkan kemanfaatan dengan baik fasilitas yang ada

(Friedman, 2013).

4. Kepatuhan
a. Definisi

Kepatuhan (adherence atau compliance) didenifisikan

sebagai tindakan perilaku seseorang yang mendapatkan pengobatan,

mengikuti diet, serta melaksanakan gaya hidup sesuai dengan

rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan (WHO, 2016).

28
Kepatuhan juga dapat di definisikan sebagai perilaku

positif penderita dalam mencapai tujuan terapi. Kepatuhan minum

obat adalah keselarasan pasien dengan rekomendasi pelayan

kesehatan yang sesuai dengan waktu, dosis, dan frekuensi

menggunakan obat sepanjang waktu yang ditentukan (Chowdhurry

FM, 2013).

b. Aspek-Aspek Kepatuhan

Aryono (2008) mengemukakan aspek kepatuhan minum obat

yang antara lain :

1) Minum obat sesuai dengan waktu yang dianjurkan, yaitu dengan

tidak mengubah jam minum obat yang telah ditentukan.

2) Tidak mengganti obat dengan obat lain yang tidak dianjurkan,

yaitu dengan tidak melakukan penggantian obat dengan obat lain

yang tidak dianjurkan tanpa sepengetahuan dokter.

3) Jumlah obat yang dikonsumsi sesuai dengan dosis yang

ditentukan, yaitu dengan tidak mengurangi atau menambah

jumlah dosis yang dikonsumsi.

Menurut Wilkinson (2016) kepatuhan berobat dibagi

menjadi beberapa aspek yaitu:

1) Mencari informasi yang berhubungan dengan kesehatan dari

berbagai sumber

2) Menjelaskan strategi untuk mengurangi perilaku tidak sehat

3) Melaporkan penggunaan strategi untuk memaksimalkan

29
kesehatan

4) Melakukan pemeriksaan diri dan pemantauan diri

5) Menggunakan layanan kesehatan yang sesuai dengan

kebutuhan

c. Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

Faktor yang mempengaruhi kepatuhan seseorang dalam

berobat yaitu:

1) Faktor petugas

Karakteristik petugas yang memengaruhi kepatuhan

antara lain jenis petugas, tingkat pengetahuan, lamanya bekerja,

dan frekuensi penyuluhan yang dilakukan (Elita I.M. 2018).

2) Faktor obat

Faktor obat yang mempengaruhi kepatuhan adalah

pengobatan yang sulit dilakukan, selama penggunaan tidak

menunjukkan ke arah penyembuhan, waktu yang lama, adanya

efek samping obat (Elita I.M. 2018).

3) Faktor penderita

Faktor penderita yang menyebabkan ketidakpatuhan

antara lain:

a) Umur, semakin berkembangnya umur, tingkat kematangan

dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir.

Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan

jiwanya. Semakin dewasa seseorang, maka cara berfikir

30
semakin matang dan teratur melakukan antenatal care

(Notoatmodjo, 2007).

b) Jenis kelamin, merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi perilaku kesehatan (Hawk, 2005). Tingkat

kepatuhan lebih tinggi pada jenis kelamin perempuan

dalam menjalankan pengobatan dibandingkan laki-laki

(Pradana 2015).

c) Pekerjaan

Orang yang bekerja cenderung memiliki sedikit

waktu untuk mengunjungi fasilitas kesehatan sehingga

akan semakin sedikit pula ketersediaan waktu dan

kesempatan untuk melakukan pengobatan (Notoatmodjo,

2010).

d) Dukungan sosial

Dalam hal ini dukungan emosional dari anggota

keluarga lain merupakan faktor-faktor yang penting dalam

kepatuhan terhadap program-program yang diberikan

medis. Keluarga dapat mengurangi kecemasan yang

disebabkan oleh penyakit tertentu dan dapat mengurangi

godaan terhadap ketidakpatuhan (Elita I.M. 2018).

e) Anggota keluarga

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat

berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai

31
kesehatan individu.

f) Keyakinan

Keyakinan adalah suatu dimensi spiritual untuk

dapat menjalani kehidupan. Individu yang berpegang

teguh terhadap keyakinannya akan memiliki jiwa yang

tabah dan tidak mudah putus asa serta dapat menerima

keadaannya. Kemampuan untuk melakukan kontrol

terhadap penyakitnya dapat dipengaruhi oleh keyakinan

individu. Individu yang memiliki keyakinan kuat akan

lebih tabah terhadap anjuran dan larangan jika mengetahui

akibatnya (Niven, 2012).

g) Sikap atau motivasi ingin sembuh

Sikap atau motivasi yang paling kuat berasal dari

individu sendiri. Motivasi individu ingin tetap

mempertahankan kesehatannya, ini sangat berpengaruh

terhdap faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku

pasien dalam mengontrol penyakitnya (Elita I.M. 2018).

d. Faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan minum obat

Penyebab ketidakpatuhan terhadap terapi obat adalah sifat

penyakit yang kronis sehingga pasien merasa bosan minum obat,

berkurangnya gejala, tidak pasti tentang tujuan terapi, harga obat

yang mahal, tidak mengerti tentang insteruksi penggunaan obat,

32
dosis yang tidak akurat dalam mengkonsumsi obat, dan efek

samping yang tidak menyenangkan (Saragih, 2011).

5. Hubungan pengetahuan dan kepatuhan minum obat


Terdapat efek yang signifikan setelah dilakukannya terapi

program keluarga yang mengandalkan psychoeducation yang umum

dalam praktek klinis, kepatuhan terbukti efektif. Antara

psychoeducational konvensi disertai perilaku komponen dan layanan

pendukung terbukti efektif dalam meningkatkan kepatuhan pengobatan

pasien skizofrenia (Zygmunt et al, 2012)

Peran keluarga dalam pengawasan dan pengetahuan terhadap

minum obat secara teratur serta dukungan moril yang diberikan

keluarga untuk pasien yang terus-menerus akan mempengaruhi proses

kesembuhan pasien skizofrenia yang lebih baik (Pratama, 2015).

6. Morisky medication adherence scale (MMAS)


Tugas seorang dokter semakin bertambah seiring dengan

meningkatnya jumlah pasien kronik, untuk memastikan pasien tersebut

mengikuti terapi pengobatan dengan baik adalah hal yang sulit karena

tidak sepanjang waktu dokter bersama pasien, sehingga dibutuhkan

suatu alat ukur tertentu untuk menilai kepatuhan pasien (Morisky

,1986).

Morisky scale merupakan salah satu alat ukur kepatuhan pasien

terhadap pengobatan. Kuesioner ini terdiri dari 8 pertanyaan sederhana

namun efektif. Morisky Medication Adherence Scale (MMAS)-8

adalah alat penilaian dari WHO yang sudah tervalidasi dan sering

33
digunakan untuk menilai tingkat kepatuhan pasien terhadap

pengobatannya terutama untuk penyakit kronik. Kuesioner ini

merupakan hasil revisi dari MMAS-4 yang memiliki sensitivitas dan

spesifisitas, yaitu dengan nilai prediksi sensitivitas 77,61% dan

spesifisitas 45,3%. Validasi penelitian ini menunjukkan bahwa MMAS

adalah ukuran yang handal dan valid dari kepatuhan pengobatan yang

dapat digunakan (Al-qazaz HK, 2010).

Dalam menilai kepatuhan morisky scale sudah dibentuk sejak

tahun 1986 tetapi masih serimg digunakan pada penelitian-penelitian

terkini. nilai cronbach alfa pada alat ukur ini adalah 0,61 yang

menandakan tingkat konsistensi yang memadai untuk digunakan

sebagai alat ukur kepatuhan pengobatan. Penelitian ini menggunkan

morisky scale sebagai alat ukur kepatuhan pasien. Kuesioner

menggunakan skala Guttman, yaitu jawaban responden hanya terbatas

pada dua jawaban, ya atau tidak. Variabel kepatuhan mengadopsi dari

interpretasi kuesioner asli oleh Morisky, dimana kategori penilaian

dibagi menjadi 3 cut of point, yaitu rendah, sedang, dan tinggi

(Morisky ,1986).

7. Kuesioner pengetahuan
Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti

menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner yang dibuat oleh

Butar pada tahun 2012. Kuesioner penelitian ini terdiri dari dua bagian

yaitu kuesioner data demografi, dan kuesioner pengetahuan keluarga

34
(Butar BO, 2011).

Kuesioner Data Demografi meliputi nomor responden, nama

responden, umur responden, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat

pendidikan, pengeluaran untuk pasien dalam 1 bulan, hubungan

dengan pasien, dan sudah berapa lama pasien keluarga mengalami sakit

(Butar BO, 2011).

Kuesioner pengetahuan keluarga mengidentifikasi pengetahuan

keluarga mengenai pengobatan pasien skizofrenia yang terdiri dari 13

pertanyaan. Bobot nilai yang diberikan untuk setiap pernyataan positif

Ya bernilai 1 dan Tidak bernilai 0. Nilai terendah yang dicapai adalah

0 dan nilai tertinggi adalah 13. Semakin tinggi jumlah skor maka

semakin tinggi pengetahuan keluarga mengenai pengobatan pasien

skizofrenia. Data untuk faktor kuesioner pengetahuan keluarga

dikategorikan atas kelas interval sebagai berikut : 0-3 = Pengetahuan

Keluarga Kurang, 4-6 = Pengetahuan Keluarga Cukup , 7-13 =

Pengetahuan Keluarga Baik.

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kesahihan

suatu instrument. Uji validitas yang digunakan pada pengujian ini

adalah validitas isi, yakni sejauh mana instrumen penelitian memuat

rumusan-rumusan sesuai dengan isi yang dikehendaki menurut tujuan

tertentu. Uji validitas dilakukan pada 20 sampel di luar responden

untuk penelitian didapatkan hasil bahwa instrumen penelitian yang

digunakan telah valid dan dapat digunakan untuk penelitian

35
selanjutnya (Butar BO, 2011).

Untuk mengetahui kepercayaan (reliabilitas) instrumen maka

dilakukan uji reliabilitas. Bila dilakukan uji realiabilitas diperoleh nilai

cronbach’s alpha 0,70 maka instrumen dinyatakan reliabel. Dari hasil

uji reliabilititas yang dilakukan oleh peneliti di dapat nilai reliabilitas

untuk kuesioner pengetahuan keluarga 0,701 menunjukkan bahwa

kuesioner tersebut reliabel.

B. Kerangka Teori

Faktor-faktor yang
mempengaruhi
pengetahuan :
Faktor-faktor
1. Usia yang
Pengetahuan keluarga mempengaruhi
2. Pendidikan kepatuhan:
3. Pengalaman 1. Komunikasi
4. Informasi 2. Pengetahuan
3. Fasilitas
5. Sosial budaya kesehatan
dan ekonomi Kepatuhan minum obat 4. Motivasi
Pasien skizofrenia ingin sembuh
6. Lingkungan 5. Keyakinan
6. Dukungan
Keluarga
7. Dukungan
social
Rendah Tinggi Sedang 8. Dukungan
petugas
kesehatan

Sumber pustaka : Budiman et al, (2013) ; Feuerstein R (2014) ; Niven (2012), Elita I.M. (2018)

= Tidak di teliti

= Diteliti

36
C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dari penelitian ini dapat dilihat pada bagan tersebut:

D. Hipotesis
H0 : Tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga dengan

tingkat kepatuhan minum obat pada pasien skizofrenia di Puskesmas 1

Cilongok

H1: Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga dengan tingkat

kepatuhan minum obat pada pasien skizofrenia di Puskesmas 1

Cilongok.

37
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian descriptive

correlation dengan metode studi cross sectional dimana setiap subjek

penelitian hanya di observasi satu kali dan pengukuran dilakukan terhadap

variabel (Husein, 2016). Penelitian ini dilakukan di Puskesmas 1 Cilongok.

B. Populasi, Sampel dan Subjek Penelitian


1. Populasi

Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah keluarga dan

pasien skizofrenia yang sedang melakukan pengobatan rawat jalan di

wilayah kerja Puskesmas I Cilongok

2. Sampel

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan

teknik simple random sampling. Simple random sampling adalah

pengambilan sampel yang dilakukan secara acak dengan tidak

memperhatikan strata atau tingkatan dalam anggota populasi

(Sugiyono, 2015).

Salah satu cara untuk menentukan jumlah sampel dengan

menggunakan pendekatan statistic yang tingkat kesalahannya 1%, 5%,

10%, dimana semakin besar tingkat kesalahan yang ditoleransi maka

semakin kecil jumlah sampel yang diambil. Peneliti mengambil tingkat

kesalahan 1 % (Consuelo G. et al. 2007).

38
Rumus yang digunakan untuk mencari besar sampel adalah rumus slovin

$
"=
1 + $' (

98
"=
1 + 98 (0,1)(

" = 50 orang

Keterangan:

" = Besar minimal sampel

$ = Besar populasi

' = Tingkat kepercayaan yang diinginkan

Berdasarkan rumus tersebut, besar sampel minimal yang diperlukan

adalah sebanyak 50 orang dari keseluruhan subjek yang termasuk dalam

wilayah kerja puskesmas I Cilongok.

3. Subjek

Jumlah subjek minimal yang diperlukan sebanyak 41 orang dengan

kriteria subjek penelitian sebagai berikut:

a. Kriteria Inklusi :

1) Sehat jasmani dan rohani


2) Bersedia menjadi responden
3) Dapat menulis dan membaca
4) Kooperatif dan dapat diwawancarai
5) Usia 15-55 tahun
6) Keluarga yang anggota keluarganya menderita

39
skizofrenia rawat jalan di wilayah Puskesmas 1
Cilongok
b. Kriteria ekslusi :

1) Keluarga yang serumah tapi tidak terlibat dalam perawatan

pasien skizofrenia di rumah.

2) Subjek memiliki kemunduruan daya ingat (pikun)

3) Keluarga dengan pasien dalam pengobatan kurang dari 1 tahun.

40
C. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

variabel bebas (independent variable dan variabel terikat

(dependent variable) meliputi:

a. Variabel penelitian

1) Variabel bebas (independent variable) : pengetahuan keluarga

2) Variabel terikat (dependent variable) : kepatuhan minum obat.

b. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional


No Variabel Definisi Alat ukur Hasil ukur Skala
operasional
1 Pengetah Hasil dari tahu kuisioner 1. Total nilai Ordina
uan yang diperoleh 0-3 l
tentang dari keluarga = kurang
skizofren klien 2. Total nilai
ia skizofrenia 4-6
melalui = cukup
pengalaman 3. Total nilai
dan proses 7-13
belajar meliputi: = baik
definisi,
etiologi, gejala,
dampak,
perawatan dan
pengobatan.
2 Tingkat Tingkat kuisioner 1. Total nilai 3-8 ordinal
kepatuh perhatian pasien kepatuhan rendah
an dalam 2. Total nilai 1-2
minum melaksanakan kepatuhan sedang
obat instruksi 3. Total nilai 0
pengobatan kepatuhan tinggi
berdasarkan
Morisky
Medication
Adherence
Scale (MMAS)

41
c. Skala Pengukuran Variabel

Semua data variabel menggunakan skala ordinal.

D. Metode Pengumpulan Data

1. Jenis data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan

kuesioner yang dibagikan kepada keluarga responden yaitu,

kuesioner tingkat pengetahuan yang sudah di validasi kemudian

responden diberikan kuesioner kepatuhan minum obat yang sudah

di validasi. Kuesioner diisi langsung oleh masing-masing

responden. Penelitian ini juga memiliki lembar informed consent

dimana sebelum mengisi kuesioner, peneliti memberikan lembar

persetujuan yang ditandatangani oleh responden. Adapun lembar

informed consent dan kuesioner yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagaimana terlampir.

2. Inform consent

Responden diberikan penjelasan tentang penelitian yang

berisi judul penelitian, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.

Dalam lembar informed consent ini responden diberi penjelasan

bahwa responden berhak untuk mengikuti atau menolak penelitian

ini tanpa ganjaran apapun. Apabila responden bersedia mengikuti

penelitian, maka responden akan menandatangani lembar informed

consent.

42
E. Pengolahan dan analisa data

1. Pengolahan data

Setelah data dari penelitian terkumpul maka selanjutnya adalah

pengolahan data dari kuesioner yang selanjutnya diperiksa

kelengkapannya dengan langkah- langkah sebagai berikut:

a. Editing, yaitu memeriksa daftar pertanyaan dan memeriksa kembali

kebenaran data yang diperoleh atau di kumpulkan

b. Entry data, memasukkan data yang dikumpulkan ke dalam database

komputer menggunakan software statistik

c. Analyzing, yaitu menganalisis data yang telah di proses dalam

program statistik

2. Analisis data

Setelah data terkumpul kemudian data tersebut dianalisis.

a. Univariat

Analisa ini digunakan untuk menentukan distribusi

frekuensi variabel bebas dan variabel terkait.

b. Bivariat

Dilakukan terhadap 2 variabel yang diduga mempunyai

hubungan atau korelasi yang kemudian dari hasil tersebut dapat

disimpulkan apakah hubungan antara 2 variabel bermakna atau

tidak bermakna.

Dalam penelitian ini akan digunakan analisis data univariat

dan bivariat. Data-data yang diperoleh dilakukan uji normalitas

43
terlebih dahulu. Uji normalitas yang digunakan adalah Kolmogorof

smirnov. Lalu dilanjutkan melakukan analisis uji Spearman. Jika hasil

p > 0,05 berarti tidak signifikan, jika p <0,05 berarti sangat

signifikan.

Jalan Penelitian

1) Tahap penelitian, meliputi:

a) Memilih topik penelitian

b) Konsultasi dengan pembimbing

c) Melakukan studi literatur terkait penelitian–penelitian serupa

d) Mengajukan judul penelitian tentang hubungan antara

dukungan keluarga dengan keberfungsian sosial pada pasien

skizofrenia di Cilongok.

e) Mencari sumber pustaka untuk memperoleh dukungan

teoritis terhadap masalah penelitian yang dipilih

f) Menyusun proposal penelitian

g) Presentasi proposal penelitian

h) Mengurus perijinan penelitian

2) Tahap Pelaksanaan, yang meliputi pengumpulan data penelitian:

a) Meminta ijin puskemas Cilongok untuk melaksanakan

penelitian

b) Melakukan informed consent kepada keluarga pasien

skizofenia

44
c) Meminta keluarga skizofrenia mengisi kuisioner, setelah itu

peneliti memberikan reward berupa dan tanda kasih dari

peneliti

d) Pengumpulan Data dan Analisis Data

3) Tahap penulisan laporan penelitian, serta seminar hasil penelitian.

F. Etika Penelitian

Etika penelitian menurut Hidayat (2014), sebagai berikut:

1. Informed Consent (lembar persetujuan)

Sebelum lembar persetujuan diberikan pada subjek

penelitian, peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian

yang akan dilakukan serta manfaat dilakukannya penelitian.

2. Anonimity (tanpa nama)

Merupakan salah satu etika dalam penelitian kesehatan

dangan cara tidak memberikan nama lengkap responden pada

lembar alat ukur, namun hanya nama inisial dalam kuesioener

yang dijadikan kode.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Merupakan etika penelitian dangan menjamin kerahasiaan

dari hasil penelitian baik informasi maupun masalah–masalah

lainnya. Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti, data

tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian tidak akan

membuka identitas subjek penelitian.

45
G. Jadwal Penelitian
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian

2019 2020

Agustus

September

Oktober

November

Desember

Januari

Februari

Maret

April

Mei
No Uraian

1 Penyususnan
Proposal
2 Sidang Proposal
3 Perizinan
4 Pelaksanaan
Penelitian
5 Pengolahan data,
analisis dan
penyusunan laporan
6 Seminar hasil
7 Publikasi

46
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok yang

berada di wilayah Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas pada bulan

Januari 2020. Kecamatan Cilongok merupakan bagian dari wilayah

Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah dengan luas wilayah

62,1 Km2 dan berada pada ketinggian 73,6 m dari permukaan laut dengan

curah hujan 2.834 mm per tahun. Wilayah Puskesmas I Cilongok berbatasan

dengan :

- Sebelah Utara : Karesidenan Pekalongan

- Sebelah Selatan : Wilayah Kerja Puskesmas 2 Cilongok

- Sebelah Timur : Wilayah Kerja Puskesmas Karang Lewas

- Sebelah Barat : Wilayah Kerja Puskesmas II Ajibarang dan

Pekuncen

Wilayah kerja Puskesmas I Cilongok meliputi 11 (sebelas) desa yang

berada di Kecamatan Cilongok, yaitu desa Cilongok, desa Cikidang, desa

Pernasidi, desa Rancamaya, desa Panembangan, desa Karanglo, desa

Kalisari, desa Karangtengah, desa Sambirata, desa Gununglurah, dan

terakhir desa Sokawera (DINKOMINFO Kabupaten Banyumas, 2018).

47
Adapun jumlah penduduk dari data akhir tahun 2019 sebesar 68.072

jiwa yang terdiri dari 33.512 jiwa laki-laki dan 34.560 jiwa perempuan yang

tergabung dalam 20.133 Kepala Keluarga.

Gambar 4.1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas I Cilongok Kecamatan Cilongok

Kabupaten Banyumas

2. Karakteristik Keluarga dan Pasien

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan

keluarga tentang skizofrenia dengan kepatuhan minum obat pasien

skizofrenia di wilayah Puskesmas 1 Cilongok Kabupaten Banyumas

dengan sampel penelitian ini sebanyak 50 responden. Karakteristik pasien

meliputi umur, pendidikan, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan lama

merawat pasien skizofrenia yang disajikan pada tabel 4.1.

Penelitian ini telah disetujui oleh Komisi Etik no:188.

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan secara primer dimana

48
peneliti melakukan wawancara langsung kepada para responden

dengan menggunakan kuesioner, sebeum dilakukan wawancara, status

pasien dilihat dari rekam medis terlebih dahulu untuk mengetahui dan

memastikan apakah responden tersebut telah didiagnosa skizofrenia

dan sesuai kriteria inklusi dan ekslusi.

Tabel 4.1 Karakteristik Keluarga Skizofrenia di Wilayah


Puskesmas I Cilongok (n=50)

Karakteristik n Persentase
Pasian
Umur Pasien 15-25 tahun 6 12,0
26-35 tahun 17 34,0
36-45 tahun 14 28,0
46-55 tahun 13 26,0

Jenis kelamin Laki-laki 37 74,0


pasien Perempuan 13 26,0
Pendidikan pasien SD 11 22,0
SLTP 30 60,0
SLTA 5 10,0
Perguruan Tinggi 4 8,0
Pekerjaan Bekerja 19 38,0
Tidak Bekerja 31 62,0

Lama Pengobatan 1-5 Tahun 11 22,0


>5 Tahun 39 88,0

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa umur pasien

sebagian besar 26-35 tahun 17 orang (34,08%), jenis kelamin pasien laki-

laki 37 orang (74,0%), dari tingkat pendidikan SLTP 30 orang (60,0%),

pasien tidak bekerja didapat 31 orang (62,0%), dan lama pengobatan

pasien didapat >5 tahun 39 orang (88,0%).

49
4.2 Karaktristik Pasien Skizofrenia di Wilayah Kerja
Peskemas I Cilongok (n=50)

Karakteristik n Persentase
Keluarga
Umur keluarga 15-25 tahun 1 2,0
26-35 tahun 12 24,0
36-45 tahun 26 52,0
46-55 tahun 11 22,0

Jenis kelamin Laki-laki 14 28,0


Keluarga Perempuan 36 72,0
Pendidikan SD 13 26,0
Keluarga SLTP 18 32,0
SLTA 12 24,0
Perguruan Tinggi 7 14,0
Pekerjaan Bekerja 46 92,0
Tidak Bekerja 4 8,0

Lama merawat 1-5 Tahun 11 22,0


>5 Tahun 39 88,0
(Data Primer, 2020)

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa keluarga yang

berumur 36-45 tahun sejumlah 26 orang (52,0%), jenis kelamin laki-laki

14 orang (28,0%), tingkat pendidikan keluarga di tinggkat SLTP 18 orang

(32,0%), dan keluarga yang bekerja berjumlah 46 orang (92,0%), lama

keluarga merawat pasien skizofrenia adalah>5 tahun 39 orang (88,0%).

3. Analisa Univariat Distribusi Responden Berdasarkan Variabel yang

Diteliti

Analisa univariat distribusi responden berdasarkan variabel yang

diteliti pada keluarga pasien skizofrenia di wilayah kerja Puskesmas I

Cilongok ini merupakan variabel bebas yang dianalisis hubungannya

dengan kepatuhan minum obat pasien skizofrenia. Gambaran distribusi

responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

50
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Variabel yang Diteliti
pada Pengetahuan Keluarga Pasien Skizofrenia di wilayah
kerja Puskesmas I Cilongok

Variabel n %
Pengetahuan keluarga Baik 26 52,0
Cukup 7 14,0
kurang 17 34,0
Total 50 100,0
(Data Primer, 2020)

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa hasil dari pengumpulan

data distribusi responden berdasarkan variabel yang diteliti, didapatkan hasil

untuk pengetahuan keluarga sebagian besar dengan kategori baik yaitu

berjumlah 26 orang (52,0%), sedangkan yang paling rendah yaitu keluarga

dengan pengetahuan cukup berjumlah 7 orang (14%).

4. Distribusi Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Skizofrenia Di


Wilayah Kerja Puskesmas I Cilongok
Skala yang digunakan untuk mengukur kepatuhan minum obat pasien

skizofrenia menggunakan skala pengukuran katagori ordilal yaitu kepatuhan

tinggi, sedang dan rendah yang disajikan pada tabel 4.4

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Variabel yang Diteliti pada


Kepatuhan Minum Obat Pasien Skizofrenia di wilayah kerja
Puskesmas I Cilongok

Variabel n %
Kepatuhan Rendah 17 34,0
minum obat Sedang 21 42,0
Tinggi 12 24,0
Total 50 100,0

(Data Primer, 2020)

Tabel 4.4 menunjukkan hasil dari pengumpulan data distribusi

responden berdasarkan variabel kepatuhan minum obat pasien

51
skizofrenia. Pada penelitian ini dibagi menjadi tiga, yaitu pasien dengan

kepatuhan tinggi, sedang, dan rendah. Hasil dari tabel diatas dapat

diketahui bahwa kepatuhan minum obat pasien skizofrenia sebagian besar

yaitu 21 orang (42%) masuk dalam kategori kepatuhan sedang, tingkat

kepatuhan tinggi berjumlah 17 orang (34%), dan untuk sampel paling

sedikit yaitu pasien dengan kepatuhan rendah berjumlah 12 orang (24%).

5. Analisa Bivariat Hubungan Pengetahuan Keluarga dengan Kepatuhan

Minum Obat Pasien Skizofrenia

Penelitian dilanjutkan dengan melakukan uji normalitas pada sampel

menggunakan Uji Saphoro-wilk. Dari hasil uji normalitas data yang

diperoleh kurang dari 0.05 (<0.05), dapat disimpulkan semua data tidak

terdistribusi normal sehingga uji dilanjutkan dengan menggunakan uji non

parametrik Spearmen (Sugiyono, 2016).

Data yang diperoleh kemudian dilakukan analisis bivariat untuk

mengetahui hubungan antara variabel bebas yaitu tingkat pengetahuan

keluarga dengan variabel terikat yaitu kepatuhan minum obat pasien

skizofrenia. Uji statistik yang dilakukan untuk analisis bivariat adalah

dengan uji Spearmen dengan derajat kepercayaan 95% (α = 0,05). Dasar

pengambilan keputusan penerimaan hipotesis berdasarkan tingkat

signifikansi (nilai p) adalah sebagai berikut:

p < 0,05 maka hipotesis penelitian diterima

p > 0,05 maka hipotesis penelitian ditolak.

52
Tabel 4.5 Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga dengan
Kepatuhan Minum Obat Pasien Skizofrenia di wilayah kerja Puskesmas
I Cilongok

Pengetahuan Kepatuhan
Correlation 1.000 -.767**
Coefficient
Pengetahuan Sig. (2-tailed) . .000
N 50 50
Correlation -.767** 1.000
Coefficient
Kepatuhan Sig. (2-tailed) .000 .
N 50 50
(Data primer, 2020)

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa hasil uji statistik hubungan

pengetahuan keluarga dengan kepatuhan minum obat memperoleh nilai

koefisien korelasi r = -0,767 artinya ada hubungan negatif kuat dan

diperoleh nilai p = 0,000 (< 0,001), artinya ada hubungan yang signifikan

antara pengetahuan dengan kepatuhan, maka dapat disimpulkan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan keluarga dengan

kepastuhan minum obat pasien skizofrenia.

B. Pembahasan

1. Pengetahuan keluarga

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan

keluarga tentang skizofrenia dengan kepatuhan minum obat di wilayah kerja

Puskesmas I Cilongok sebagian besar tergolong dalam kategori baik yaitu

(52,0%), Hasil ini sesuai dengan teori (Friedman, 2014) yang mengatakan

bahwa sebagian besar keluarga memiliki pengetahuan keluarga yang baik

dalam merawat angota keluarga yang sedang sakit. Keluarga adalah

53
lingkungan pasien tempat mulakukan aktivitas dan intraraksi dalam

kehidupan.

Keluarga merupakan tempat belajar, berinteraksi, dan bersosialisasi

sebelum berhubungan dengan lingkungan sekitarnya. Selain itu keluarga

berfungsi untuk menjaga kesehatan anggota keluarga baik kesehatan

jasmani,rohani, maupun sosial, sehingga keluarga menjadi unsur penting

dalam perawatan/pemulihan bagi pasien skizofrenia (Riyan, 2017).

Jika dilihat pada karakteristik keluarga, distribusi umur responden

menunjukkan sebagian besar responden adalah dewasa yang berusia 36-45

tahun (52,0 %). Umur 36-45 tahun merupakan kelompok umur dewasa.

Pada umur tersebut, individu telah memiliki tanggung jawab terhadap

anggota keluarga atau orang lain (Notoatmojo, 2015).

Umur seseorang umumnya berhubungan dengan tingkat

pengetahuan seseorang. Faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan

antara lain umur pada keluarga penderita mempengaruhi terhadap daya

tangkap dan pola pikir seseorang, semakin bertambah umur akan semakin

berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya (Notoatmodjo, 2015).

Umur yang dimiliki oleh responden seharusnya membantu responden

untuk lebih mudah memahami dan menerima suatu informasi yang

selanjutnya disusun menjadi pengetahuan.

Pengetahuan keluarga dengan kepatuhan minum obat pasien

skizofrenia dapat membantu keluarga dalam perawatan pasien skizofrenia,

beberapa keluarga pasien skizofrenia yang mengatakan bahwa pasien tidak

54
patuh minum obat karena berbagai alasan diantaranya karena responden

yang sangat sibuk dengan pekerjaannya dan tidak bisa menunggu pasien

selama 24 jam terus dan tidak tahu pentingnya minum obat secara teratur

bagi pasien skizofrenia. Hasil penelitian (Arisyanudin, 2015) yang

menunjukkan bahwa keluarga berpengatahuan kurang sehingga dapat

mempengaruhi kepatuahan minum obat pasien skizofrenia.

Pengetahuan keluarga mengenai kesehatan mental merupakan awal

usaha dalam memberikan kesembuhan bagi pasien skizofrenia agar pasien

atau penderita gangguan jiwa bisa bersosialisasi lagi dengan lingkungan

sekitar, dan keluarga juga bisa saling mengingatkan orang lain agar tidak

membedakan pasien skizofrenia agar dapat meningkatkan kesehatan mental

pasien skizofrenia dan keluarga, juga dapat tidak menjadi sumber masalah

bagi anggota keluarga yang mengalami ketidak stabilan mental sebagai

minimnya pengetahuan mengenai persoalan kejiwaan bagai kelarga yang

memiliki pasien skizofrenia (Notoatmojo, 2015).

Keluarga merupakan salah satu peran dan fungsi keluarga dalam

memberikan fungsi afektif untuk pemenuhan kebutuhan psikososial

anggota keluarganya dalam memberikan kasih sayang. Salah satu wujut

dari fungsi afektif tesebut adalah memberikan dukungan pada anggota

keluarga yang mengalami gangguan mental/skizofrenia (Friedman, 2014).

Keluarga berperan dalam menentukan cara atau perawatan yang

diperlukan penderita dirumah. Keberhasilan petugas kesehatan di Rumah

Sakit atau pelayanan kesehatan akan sia-sia jika tidak diteruskan dirumah,

55
yang kemuduian mengakibatkan penderita mengalami kekambuhan atau

bahkan perlu dirawat kembali (Keliat, 2016).

2. Kepatuhan Minum Obat

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kategori

kepatuhan sedang lebih besar yaitu sejumlah 21 orang (42,0%) dan tingkat

kepatuhan rendah sebanyak 17 orang (34%), sedangkan untuk tingkat

kepatuhan tinggi berjumlah 12 orang (24%). Kepatuhan pasien adalah

sejauh mana perilaku pasien skizofrenia sesuai dengan ketentuan yang

diberikan oleh profesional kesehatan. Ketidakpatuhan akan mengakibatkan

penggunaan obat tidak sesuai dengan dosis/aturan yang ada. Pasien

skizofrenia akan kehilangan manfaat terapi dan kemungkinan

mengakibatkan kondisi semakin memburuk dan dapat mengakibatkan

kekambuhan pasien skizofrenia (Niven, 2014).

Kepatuhan sebagai ketaatan pasien dalam melaksanakan tindakan

terapi. Kepatuhan pasien berarti bahwa pasien beserta keluarga harus

meluangkan waktu dalam melakukan pengobatan secara teratur termasuk

menjalani program farmakoterapi. Mematuhi program pengobatan pada

tahap awal serangan dapat meminimalisasi deteriorasi (kemunduran

mental) karena dalam keadaan psikotik yang lama akan menimbulkan

deteriorasi kronik. Apabila responden mengalami keadaan detoriorasi

kronik, akan ketergantungan dalam memenuhi keadaan dasarnya, responden

menjadi menyusahkan keluarga, orang lain, masyarakat, dan lingkungan

sekitar (Sarangih, 2018).

56
Untuk mengetahui perawatan ulang atau frekuensi kekambuhan,

perlu adanya pendidikan kesehatan jiwa yang ditujukan kepada pasien,

keluarga yang merawatnya, atau orang lain yang bertanggung jawab

merawatnya. Sebagai upaya meningkatkan pengetahuan pasien tentang

skizofrenia dan kepatuhan minum obat. Banyak metode yang dikembangkan

didunia pendidikan sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan tentang

skizofrenia, kepatuhan dalam minum obat, diantaranya dengan cara

penyampaian metode ceramah dan tanya jawab, ceramah dan tanya jawab

adalah metode yang cukup efektif sebagai penyampaian pesan agar

penerima informasi bisa lebih memahami (Agung, 2014 ).

3. Hubungan antara Pengetahuan Keluarga dengan Kepatuhan Minum

Obat Paisen Skizofrenia

Hasil penelitian mengenai hubungan vaiabel Pengetahuan dengan

kepatuhan minum obat dapat dilihat pada tabel 4.5. Dilakukan uji analisis

Spearmen dengan memperoleh hasil nilai p = 0,000 (<0,001) dimana nilai

p < 0,05, maka dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan

antara pengetahuan keluarga dengan kepatuhan minum obat pasien

skizofrenia rawat jalan di Puskesmas 1 Cilongok. Hasil ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Arisyanudin tahun 2015 yang menunjukkan

pengetahuan berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat.

Pada penelitian ini diperoleh kelompok responden dengan jenis

kelamin laki-laki lebih banyak yaitu sebanyak 37 orang (74%) di

banding jumlah responden perempuan sebanyak 13 orang (26%). Hal ini

57
sesuai dengan teori bahwa skizofrenia adalah suatu sindrom klinis

berbagai keadaan psikopatologis yang sangat mengganggu melibatkan

proses pikir, emosi, persepsi, dan tingkah laku dengan insidensi pada

pria lebih besar dari pada wanita (Butar, 2016).

Onset pasien skizofrenia dengan usia kureang dari 10 tahun atau

setelah 50 tahun sangat jarang ditemui. Pasien skizofrenia yang sedang

dalam pengobatan, sekitar 90% adalah antara usia 15 hingga 55 tahun

(Kaplan & Sadock’s ,2010). Sejalan dalam penelitian ini dijumpai usia

15-25 tahun sebanyak 6 orang (12%), usia 26-35 tahun sebanyak 17

orang (34%), usia 36-45 tahun sebanyak 14 orang (28%), usia 46-55

tahun sebanyak 13 orang (26%).

Skizofrenia menyebabkan produktivitas pasien menurun dan ini

akan berpengaruh pada beban hidup bagi pasien dan keluarga, terutama

beban biaya. Namun tak hanya itu, beban tersebut juga akan berdampak

pada pemerintah serta masyarakat. Dari sudut pandang pemerintah itu

sendiri , adanya skizofrenia ini menghabiskan biaya pelayanan

kesehatan yang cukup besar (Kemenkes RI, 2018).

Berdasarkan hasil penelitian ini pada tabel 4.7 diperoleh hasil

analisis Spearmen yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan

antara pengetahuan keluarga dengan kepatuhan minum obat pasien

skizofrenia rawat jalan di Puskesmas 1 Cilongok dengan nilai p-value =

< 0,001 yang lebih kecil dari pada 6 0,05. Hasil ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Zygmunt et al, dimana pada

58
penelitiannya tersebut di peroleh hasil adanya hubungan antara

pengetahuan keluarga dengan kepatuhan minum obat pasien skizofrenia.

Dimana semakin baik pengetahuannya tentang pengobatan, maka

semakin tinggi pula kepatuhannya (Zygmunt et al, 2018).

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Natalia juga menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

pengetahuan dan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat.

Kejadian kekambuhan mengalami peningkatan jika tidak memiliki

pengetahuan tentang skizofrenia, tidak patuh dalam minum obat dan tidak

mendapat dukungan keluarga (Natalia, 2016). Ditemukan hasil serupa

pada penelitian Sharif et al, dimana edukasi pendidikan keluarga

menunjukkan efek positif terhadap pengobatan dalam upaya mencegah

terjadinya kekambuhan (Sharif, 2018).

Penelitian observasional analitik yang dilakukan Yudi et al,

menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan keluarga dengan

kekambuhan pasien skizofrenia, hasil diperoleh berdasarkan uji statistik

secara bivariat yang menunjukkan ratio prevalence RP=2,5 artinya

keluarga dengan pengetahuan yang rendah, maka pasien skizofrenia

akan memiliki peluang kekambuhan 2,5 kali dibandingkan dengan

keluarga yang memiliki pengetahuan tinggi (Pratama Y, 2015).

Kepatuhan minum obat adalah keselarasan pasien dengan

rekomendasi pelayan kesehatan yang sesuai dengan waktu, dosis dan

59
frekuensi menggunakan obat sepanjang waktu yang ditentukan

(Feuerstein, 2016). Ada beberapa faktor yang mendukung kepatuhan

pasien, yaitu: komunikasi, pengetahuan, fasilitas kesehatan, motivasi ingin

sembuh, keyakinan , dukungan keluarga, dukungan social, dukungan

petugas kesehatan (Feuerstein, 2016).

Peneliti berharap keluarga dapat lebih mengetahui, mengerti serta

memahami pentingnya kepatuhan dalam pengobatan sehingga dapat

berperan secara aktif dalam mendukung pasien skizofrenia untuk selalu

patuh dalam mengikuti terapi pengobatan (Widodo A, 2018). Salahsatu

upaya yang dapat dilakukan oleh petugas kesehatan yang ada di

masyarakat untuk meningkatkan pegetahuan kelurga pasien skizofrenia

adalah dengan cara melakukan penyuluhan dan memberikan pendidikan

kesehatan, baik yang dilakukan langsung maupun tidak langsung

(Wulansih, 2016).

ketidakpatuhan pasien dalam melakukan terapi pengobatan

kemungkinan disebabkan karena waktu yang dijalani selama terapi

cukup lama sehingga dapat menyebabkan pasien merasa bosan, tidak

hanya itu, dengan berkurangnya gejala pada pasien cenderung membuat

pasien memiliki alasan untuk berhenti minum obat, tidak mengerti

tentang intruksi penggunaan obat, dan adanya efek samping yang tidak

menyenangkan bagi pasien. Hal ini tentu menunjukkan pada kurangnya

pengetahuan keluarga sebagai motivator utama dalam terapi pengobatan

terhadap pasien.

60
4. Keterbatasan Penelitian

Beberapa keterbatasan yang ditemukan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional study

yang meneliti variabel bebas dan variabel terikat pada saat bersamaan

dalam satu waktu sehingga besar risiko masing-masing variabel bebas

tidak dapat diketahui secara kuat.

2. Dalam proses pengambilan sampel pada penelitian ini hanya

dilakukan pada satu populasi dan hal ini berakibat kurangnya variasi

data sampel yang diperoleh

3. Pengumpulan data pada penelitian ini hanya menggunakan teknik

pembagian kuesioner saja, sehingga responden hanya dapat

memberikan informasi yang terbatas sesuai pilihan jawaban yang

telah disediakan

4. Pada penelitian ini tidak menganalisa sumber informasi yang dapat

mempengaruhi pengetahuan dan kepatuhan.

5. Responden pasien tidak diketahui tergolong recurrent dan relapse

61
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada keluarga pasien dan

pasien skizofrenia rawat jalan di Puskesmas 1 Cilongok. Berikut ini adalah

hasil analisis univariat dan bivariat yang di simpulkan sebagai berikut:

1. Pasien berjenis kelamin laki-laki lebih banyak yaitu berjumlah 37 orang

(74%)

2. Onset usia pasien didominasi rentang usia 26-35 tahun sebanyak 17

orang (34%)

3. Tingkat pendidikan pasien lebih banyak SLTP yaitu 30 orang (60%)

4. Lebih banyak pasien skizofrenia yang tidak bekerja yaitu berjumlah 31

0rang (662%)

5. Pengetahuan keluarga pasien lebih banyak dikategorikan pengetahuan

baik berjumlah 26 orang (52%)

6. Kepatuhan pasien didominasi dalam kategori sedang yaitu sebanyak 21

orang (42%)

7. Terdapat hubungan antara pengetahuan keluarga dengan kepatuhan

minum obat pasien skizofrenia rawat jalan diperoleh nilai p-value =

0,000.

62
B. Saran

1. Bagi Perawat

Perawat diharapkan mampu memberikan informasi yang lebih

dalam lagi kepada keluarga yang memiliki angota keluarga yang menderita

skizofrenia agar pasien skizofrenia mau dan teratur minum obat dengan

rutin tepat waktu dan dapat bersosialisasi dengan masyarakat dan

lingkungan skitar, terutama bagi keluarga yang memiliki pasien skizofrenia

yang memiliki pengetahuan rendah tentang penyakit gangguan

jiwa/skizofrenia, agar pasen skizofrenia dapat terhindar dari ketidakpatuhan

minum obat.

2. Bagi Keluarga

Keluarga diharapkan memberikan perhatian khusus tentang

pengobatan pasien dan memberikan dukungan demi keberasilan proses

pengobatan pasien skizofreniatentang kepatuhan minum obat agar pasien

skizofrenia bisa sembuh dan bisa bersosialisasi di masyarakat dan

lingkungan sekitar.

3. Bagi Pasien Skizofrenia

Meningkatkan kesadaran tentang pentingga minum obat dan kontrol

rutin ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan peran/dukungan keluarga juga

dibutuhkan bagi kesembuhan pasien skizofrenia.

63
DAFTAR PUSTAKA

Arisyanudin, P. (2015). Hubungan Pengetahuan Keluarga Tentang Gangguan Jiwa


dan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien
Skizofrenia di Wilayah Puskesmas Gamping I Sleman Yogyakarta. Skripsi
tidak diterbitkan, Stikes Ahmad Yani, Yogyakarta

Chowdhurry FM, Pattel D, George MG, Callahan D. Medication Adherence in


CDC’S Noon Conference: 2013 atlanta: CDC. 2013 p.5-6

Dahlan, M. S. 2009. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2018). Laporan Hasil Riset Kesehatan


Dasar (RISKESDAS) Nasional. 2018). Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Depkes RI.

Depkes RI (2018) Peran keluarga dukung kesehatan jiwa masyarakat [online].


Available at : http://www.depkes.go.id/article/print/16100700005/peran-
keluarga-dukung-kesehatan-jiwa-masyarakat.html [accessed in 22 Mei
2019]

Elita I.M. 2018. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Lansia Minum
Obat pada Penderita Hipertensi di Puskesmas Beji

Erwina, I., Putri, D.E., Wenny, B.P. ( 2015), Faktor-Faktor yang Berhubungan
Dengan Kepatuhan Minum Obatpasien Skizofrenia di RSJ. Prof. dr. HB.
Saanin Padang, Jurnal Keperawatan, Volume 11, No 1, : Fakultas
Keperawatan Universitas Andalas, Padang.

Fakhruddin, (2016). Hubungan Dukungan Sosial dengan Kepatuhan Minum Obat


Penderita Skizofrenia Kabupaten Acah Barat Daya, Tesis yogyakarta:
UGM

Feuerstein R, Hoffman M et al. 2016. Learning to learn: Mediated Learning


Experience and Instrumental Enrichment. p.49-63

Fleischacker W, Oehl , Hummer A. Factor Influencing Compliance in


Schizophrenia Patients. J CLIN Psychiatric; 64 (suppl 16). 2013. p.10-3.

64
Friedman. 2013. Perawatan Keluarga Teori dan Praktik. Edisi:5. EGC.Jakarta. p.
30-35.

Gelder MG, Lopez-lbor JJ, Andreasen NC. Psychosis in New Oxford Textbook Of
Psychiatry.Oxford University Press:2016.p.261-63

Graha SI. Medication nonadherence in older people with serious mental illness,
prevalence and correlates. Psychiatric rehabilitation journal: Spring:
29;4. 2016. p.299-309

Hawari, D.(2012).Skizofrenia pendekatan holistik BPSS. Jakarta: FKUI


Hawari D. 2014. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jurnal
Ilmiah Kesehatan. p. 6-11

Hidayat, A. Alimul. (2014). Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif.


Jakarta: Heat Books.

Husein Umar. (2016). Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis Ed Baru
7. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Maramis, Willy F., dan Maramis, Albert A (2010), Ilmu Kedokteran Jiwa,
Surabaya: Airlangga

Niven, N., 2016, Psikologi Kesehatan, Edisi 2, 192-198, Penerbit EGC, Jakarta.
Diterjemahkan oleh Agung Waluyo.

Kaplan dan Sandock, (2010). Buku Ajar Psikiatri Klinis: (Edisi 2) Penerbit, EGC.

Keliat, Budi Anna dan Akemat. (2015). Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas
Kelompok. Jakarta: EGC.

Kementerian kesehatan RI. 2018; Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Kementrian Kesehatan RI . Bakri Husada

Notoatmodjo . S. (2014). Metode Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta

Pradana I.P.A., 2015, Hubungan Karakterisktik Pasien dengan Tingkat Kepatuhan


dalam Menjalani Terapi Diabetes Mellitus di Puskesmas Tembuku 1
Kabupaten Bangli Bali. Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali.

65
Pratama Y, Ishak S,Syaefullah. 2015.Hubungan Keluarga Pasien terhadap
Kekambuhan di Badan Layanan Umum Daerah(BLUD) RSJ ACEH. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala.

Purwanto. (2010 ). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kekambuhan Pasien


Skizofren Di Rumah Sakit Daerah Surakarta. Skripsi tidak tidak diterbitkan.
Surakarta: Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Kementerian RI tahun 2018

Sarangih, S. (2018). Panduan Penggunaan Obat. Rosemata Publising: Jakarta.

Sevilla, Consuelo G. et al. 2007. Reseach Methods. Rex Ptrinting Company.


Quezon City

Sharif Farhondeh, Shaygan Maryam, Mani Arash (2018). Effect of a Psycho-


educational intervention fot family members on caregiver burdens and
psychiatric symptoms in patients with schizophrenia in Shiraz. Iran. BMC
Psychiatry.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitataif dan Kombinasi (Mixed


Methods). Bandung: Alfabeta.

Sugiyono, (2013). Stastistik Untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung

Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

WHO. (2016). Improving health system and service for mental health : WHO
Library Cataloguing-in-Publication Data

Wilkinson, Judith,M. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 9, Jakarta:


EGC

Widodo A, Wulansih. 2018. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dan Sikap


Keluarga Dengan Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia di RSJD
Surakarta. In Universitas Muhammadiyah Surakarta; Surakarta. p.
Publikasi Ilmiah.

66
Yoga, (2011). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Pasien
MinumObat Di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera
Utara. Skripsi. Sumatra Utara: Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara.

Zygmunt et al,. 2018. Interventions to Improve Medication Adherence in


Schizophrenia. Am J Psychiatry. 2012. p.15.

67
LAMPIRAN

Lampiran 1. Penjelasan Informed Consent

LEMBAR INFORMASI UNTUK RESPONDEN

Saya, Dita Juantika, mahasiswa Program Studi Pendidikan dokter


Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto akan
melakukan penelitian dengan judul:

“HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA


DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN
SKIZOFRENIA DI PUSKESMAS 1 CILONGOK”

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat


pengetahuan keluarga dengan kepatuhan minum obat pasien skizofrenia di
Cilongok.

Peneliti mengajak Anda untuk ikut serta dalam penelitian ini. Penelitian
ini membutuhkan partisipasi Anda. Setiap subjek penelitian diminta untuk
ikut serta dengan mengisi kuesioner. Selanjutnya akan dilakukan
pengumpulan data dan pengelolahan data.

Kesukarelaan Ikut Penelitian

Anda bebas memilih keikutsertaan dalam penelitian ini, tanpa ada


paksaan dan tidak akan menerima sanksi apapun. Bila Anda sudah
memutuskan untuk ikut, Anda juga bebas untuk mengundurkan diri/berubah
pikiran setiap saat tanpa sanksi apapun.
A. Prosedur Penelitian
Apabila Anda bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, Anda
diminta menandatangani lembar persetujuan ini rangkap dua, satu untuk
Anda simpan, dan satu untuk Peneliti. Selanjutnya, Anda diminta
mengisi kuesioner yang berisi beberapa pernyataan mengenai

68
pengetahuan keluarga dan kuisioner kepatuhan minum obat. Anda
diperkenankan bertanya jika ada yang belum jelas. Anda diminta untuk
mengisi kuesioner sesuai dengan yang Anda rasakan dan alami.

B. Resiko dan Efek Samping serta Penanganannya


Penelitian ini tidak memiliki resiko atau efek samping tertentu, hal
ini dikarenakan tidak ada tindakan intervensi tertentu yang diberikan.
Penilaian ini juga tidak akan memengaruhi proses kehidupan sehari-hari.
C. Kewajiban Subjek Penelitian
Sebagai subjek penelitian, Anda berkewajiban untuk mengikuti
prosedur penelitian atau petunjuk penelitian seperti tertulis di atas. Bila
ada hal yang belum jelas Anda bisa bertanya lebih lanjut kepada peneliti.
D. Manfaat
Keuntungan langsung yang Anda dapatkan adalah Anda akan
mendapatkan informasi mengenai pengetahuan tentang skizofrenia dan
pentingnya kepatuhan pengobatan terhadap pasien skizofrenia.
E. Kerahasiaan
Semua informasi yang berkaitan dengan identitas subjek penelitian
akan dirahasiakan dan hanya akan diketahui oleh Peneliti. Hasil
penelitian ini akan dipublikasikan tanpa identitas subjek penelitian.
F. Kompensasi
Kompensasi yang diberikan dalam penelitian ini berupa bahan
sembako, sebagai ucapan terima kasih, yang diberikan pada saat Anda
mengisi kuesioner. Peneliti juga akan mengirimkan hasil kuesioner
kepada Anda melalui email yang anda cantumkan di data demografi
kuesioner penelitian.
G. Pembiayaan
Semua biaya dalam pelaksanaan penelitian ini ditanggung oleh
peneliti.
H. Informasi tambahan
I. Resiko dan Efek Samping serta Penanganannya
Penelitian ini tidak memiliki resiko atau efek samping tertentu, hal

69
ini dikarenakan tidak ada tindakan intervensi tertentu yang diberikan.
Penilaian ini juga tidak akan memengaruhi proses kehidupan sehari-hari.
J. Kewajiban Subjek Penelitian
Sebagai subjek penelitian, Anda berkewajiban untuk mengikuti
prosedur penelitian atau petunjuk penelitian seperti tertulis di atas. Bila
ada hal yang belum jelas Anda bisa bertanya lebih lanjut kepada peneliti.
K. Manfaat
Keuntungan langsung yang Anda dapatkan adalah Anda akan
mendapatkan informasi mengenai pengetahuan tentang skizofrenia dan
pentingnya kepatuhan pengobatan terhadap pasien skizofrenia.
L. Kerahasiaan
Semua informasi yang berkaitan dengan identitas subjek penelitian
akan dirahasiakan dan hanya akan diketahui oleh Peneliti. Hasil
penelitian ini akan dipublikasikan tanpa identitas subjek penelitian.
M. Kompensasi
Kompensasi yang diberikan dalam penelitian ini berupa bahan
sembako, sebagai ucapan terima kasih, yang diberikan pada saat Anda
mengisi kuesioner. Peneliti juga akan mengirimkan hasil kuesioner
kepada Anda melalui email yang anda cantumkan di data demografi
kuesioner penelitian.
N. Pembiayaan
Semua biaya dalam pelaksanaan penelitian ini ditanggung oleh
peneliti.
O. Informasi tambahan
Anda diberi kesempatan untuk menanyakan semua hal yang belum
jelas sehubungan dengan penelitian ini. Bila sewaktu-waktu
membutuhkan penjelasan lebih lanjut, Anda dapat menghubungi Dita
Juantika selaku peneliti pada nomor HP 081280611726 Anda juga dapat
menanyakan penelitian ini kepada Komite Etik Penelitian Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Purwokerto (Telp. (0281) 636751.

70
Lampiran 2. Formulir Informed Consent

INFORMED CONSENT
PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI SUBJEK PENELITIAN
PENELITIAN TENTANG: Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Keluarga
dengan Kepatuhan MInum Obat Pasien Skizofrenia di Puskesmas 1 Cilongok
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : ..............................................................
Umur : ..............................................................
Jenis Kelamin : ..............................................................
Alamat : ..............................................................
Nomor Rumah/HP : ..............................................................
Bersedia dan mau berpartisipasi menjadi subjek secara sukarela dalam penelitian
yang akan dilakukan oleh Dita Juantika, mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Demikian pernyataan dibuat tanpa ada unsur keterpaksaan dan dapat digunakan
sebagaimana mestinya.

Purwokerto, ......................2020
Mengetahui,
Peneliti, SubjekPenelitian, Saksi Subjek Penelitian,

(Dita Juantika) ( ................................... ) (………………………)

71
Lampiran 2. Lembar Identitas Keluarga Pasien

Nama keluarga :

Alamat : Tanggal :

Karakteristik Keluarga Klien Skizofrenia

Tangal lahir/ Umur

Jenis Kelamin Laki-laki

Perempuan

Tingkat Pendidikan tidak s ekolah

SD

SMP

SMA

D3/SI

Lainnya, sebutkan

Pekerjaan Tidak bekerja

Karyawan

Wiraswasta

PNS

Petani

Lainya, sebutkan

Lama merawat pasien

skizofernia

72
Lampiran 3 Kuisioner Penelitian

Petunjuk :
Pilihlah salah satu jawaban dengan memberikan tanda (v) pada pertanyaan
dibawah ini :
Lembar Kuesioner Pengetahuan Keluarga

A. Pengertian

No Pertanyaan Jawaban

B S

1 Skizifrenia kemungkinan besar disebabkan oleh masalah

otak.

2 Penderita skizofrenia akan menunjukan perilaku yang tidak

sesuai dengan realita.

3 Obat yang digunakan untuk gejala mendegar suara suara

yang tidak nyata disebut anti-psikotik.

4 Terapi yang tepat untuk gejala skizofrenia adalah obat

tradisional.

B. Penyebab

No Pertanyaan Jawaban

B S

5 Penyebab skizofrenia yaitu adanya kerusakan didalam otak.

6 Semakin parah skizofrenia orang tuanya, semakin besar

kemungkinan anak-anaknya untuk mengalami gangguan yang

sama.

73
7 Penyakit skizofrenia dapat disebabkan karena infeksi virus

ketika penderita masih berada dikandungan

8 Kecelakaan pada proses persalinan adalah awal penyebab

terjadinya penyakit skizofrenia pada anak.

9 Salah satu faktor yang menyebabkan seseorang mengalami

gangguan jiwa adalah adanya permasalahan yang berat dalam

hidup penderita.

C. Tanda dan Gejala

No Pertanyaan Jawaban

B S

10 Gejala dari skizofrenia biasanya muncul pada masa remaja

awal atau dewasa awal.

11 Gejala umum dari skizofrenia adalah berfikir bahwa ada

orang lain yang mengawali atau mengikuti.

12 Seorang dokter biasanya menyatakan seseorang menderita

skizofrenia berdasarkan wawancara.

13 Seseorang yang sangat yakin bahwa dirinya adalah seorang

nabi yang sedang diutus oleh tuhan. Gejala ini disebut dengan

waham.

74
Lampiran 4. Lembar Identitas Pasien Skizofrenia

Nama keluarga :

Alamat : Tanggal :

Karakteristik klien dengan Skizofren

Tangal lahir/ Umur

Jenis Kelamin Laki-laki

Perempuan

Tingkat Pendidikan tidak s ekolah

SD

SMP

SMA

D3/SI

Lainnya, sebutkan

Pekerjaan Tidak bekerja

Karyawan

Wiraswasta

PNS

Petani

Lainya, sebutkan

75
Lampiran 5. Kuisioner Penelitian Kepatuhan Minum Obat

Petunjuk :
Pilihlah salah satu jawaban dengan memberikan tanda (v) pada pertanyaan
dibawah ini :
Kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS)

No Pertanyaan Jawaban Pasien Nilai


(ya/tidak) Y = 1, N = 0
1 Apakah anda kadang lupa untuk minum
obat anda?
2 Selama 2 minggu yang lalu, apakah ada
hari-hari dimana anda lupa minum
obat?
3 Apakah pernah anda menghentikan atau
tidak meminum obat anda karena anda
merasa tidak nyaman setelah
meminumnya tanpa memberitahukan
dokter karena merasakan kondisi yang
lebih buruk atau tidak nyaman saat
mmenggunakan obat?
4 Saat berpergian atau meninggalkan
rumah, apakah anda kadang lupa untuk
membawa obat?
5 Apakah anda masih minum obat
kemarin?
6 Ketika anda merasa penyakit anda
sudah lebih baik, apakah anda tidak
meminum obat anda?
7 Minum obat setiap hari merupakan hal
yang tidak nyaman bagi beberapa orang.
Apakah anda pernah merasakan
kesulitan untuk mengikuti aturan
pengobatan anda?
8. Seberapa sering anda lupa minum obat?
a. Tidak pernah/jarang
b. Sesekali
c. Kadang-kadang
d. Biasanya
e. Selalu
Nilai Total

76
Lampiran. Proses penelitian pengisian kuisioner

( Gambar 1. Proses wawancara dengan keluarga pasien sjizofrenia)

gambar. 2

gambar. 3 Proses wawancara dengan keluarga dan pasien skizofrenia


(gambar. 4 Proses wawancara dengan pasien skizofrenia)

(gambar 5. Proses wawancara dengan pasien skizofrenia

Anda mungkin juga menyukai